ASUHAN KEPERAWATAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kep. anak

Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN AUTISME

Disusun Oleh :NAMA : TESSY NOVITA SARINIM : P0 5120212 025TK : II A

Politeknik Kesehatan Kementerian KesehatanJurusan KeperawatanKota BengkuluT.A 2013/2014

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANGSetiap tahun di seluruh dunia, kasus autisme mengalami peningkatan. Dalam penelitian yang dirangkum Synopsis of Psychiatry awal 1990-an, kasus autisme masih berkisar pada perbandingan 1 : 2.000. Angka ini meningkat di tahun 2000 dalam catatan Sutism Research Institute di Amerika Serikat sebanyak 1 dari 150 anak punya kecenderungan menderita autis. Di Inggris, datanya lebih mengkhawatirkan. Di sana berdasarkan data International Congress on Autism tahun 2006 tercatat 1 dari 130 anak punya kecenderungan autis.Di Indonesia sering kali cukup sulit mendapatkan data penderita auitis, ini karena orangtua anak yang dicurigai mengidap autisme seringkali tidak menyadari gejala-gejala autisme pada anak. Akibatnya, mereka merujuknya ke pintu lain di RS. Misalnya ke bagian THT karena menduga anaknya mengalami gangguan pendengaran dan ke Poli Tumbuh Kembang Anak karena mengira anaknya mengalami masalah dengan perkembangan fisik,Yang bisa dilacak adalah faktor yang terkait dengan autisme, misalnya genetis dan biologis. Secara biologis, ada kemungkinan autisme berkaitan dengan gangguan pencernaan, alergi, gangguan kandungan, maupun polusi.(edy).( suarasurabaya.net. 13 desember 2008)

1.2 TUJUAN Tujuan Instruksional UmumMampu menerapkan konsep keperawatan pada anak dengan autisme

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 DEFINISI PENYAKITAutisme menurut Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif.(Sacharin, R, M, 1996: 305)Autisme masa kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala. (Sacharin, R, M, 1996 : 305).Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30 bulan.(Behrman, 1999: 120), Menurut Isaac, A (2005) autisme merupakan gangguan perkembangan pervasive dengan masalah awal tiga area perkembangan utama yaitu perilaku, interaksi sosial dan komunikasi. Gangguan ini dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas. Autisme adalah kelainan yang mempunyai dampak besar terhadap kehidupan penderita, keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kadang keadaan ini membuat kebingungan dan sangat menyakitkan hati orang tua penderita.Definisi Autisme adalah kelainan neuropsikiatrik yang menyebabkan kurangnya kemampuan berinteraksi sosial dan komunikasi, minat yang terbatas, perilaku tidak wajar dan adanya gerakan stereotipik, dimana kelainan ini muncul sebelum anak berusia 3 tahun (Teramihardja, J, 2007).Suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara klinis ditandai oleh adanya 3 gejala utama berupa : kualitas yang kurang dalam kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas, perilaku tak wajar, disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipik). Selain itu tampak pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman sensorik, yang terlihat sebelum usia 3 tahun.2.2 ETIOLOGISepuluh tahun yang lalu penyebab autisme belum banyak diketahui dan hanya terbatas pada faktor psikologis saja. Tetapi sekarang ini penelitian mengenai autisme semakin maju dan menunjukkan bahwa autisme mempunyai penyebab neurobiologist yang sangat kompleks. Gangguan neurobiologist ini dapat disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan seperti pengaruh negatif selama masa perkembangan otak. Banyak faktor yang menyebabkan pengaruh negatif selama masa perkembangan otak, antara lain; penyakit infeksi yang mengenai susunan saraf pusat, trauma, keracunan logam berat dan zat kimia lain baik selama masa dalam kandungan maupun setelah dilahirkan, gangguan imunologis, gangguan absorpsi protein tertentu akibat kelainan di usus (Suriviana, 2005).Menurut Dewo (2006) gangguan perkembangan pervasive autisme dapat disebabkan karena beberapa hal antara lain:1. Genetis, abnormalitas genetik dapat menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel sel saraf dan sel otak2. Keracunan logam berat seperti mercury yang banyak terdapat dalam vaksin imunisasi atau pada makanan yang dikonsumsi ibu yang sedang hamil, misalnya ikan dengan kandungan logam berat yang tinggi. Pada penelitian diketahui dalam tubuh anak-anak penderita autis terkandung timah hitam dan merkuri dalam kadar yang relatif tinggi.3. Terjadi kegagalan pertumbuhan otak karena nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan otak tidak dapat diserap oleh tubuh, ini terjadi karena adanya jamur dalam lambungnya, atau nutrisi tidak trpenuhi karena faktor ekonomi4. Terjadi autoimun pada tubuh penderita yang merugikan perkembangan tubuhnya sendiri karena zat zat yang bermanfaat justru dihancurkan oleh tubuhnya sendiri. Imun adalah kekebalan tubuh terhadap virus/bakteri pembawa penyakit. Sedangkan autoimun adalah kekebalan yang dikembangkan oleh tubuh penderita sendiri yang justru kebal terhadap zat zat penting dalam tubuh dan menghancurkannya.

2.3 PATOFISIOLOGISel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak.Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps.kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan.Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses memori).Penelitian pada monyet dengan merusak hipokampus dan amigdala mengakibatkan bayi monyet berusia dua bulan menunjukkan perilaku pasif-agresif. Mereka tidak memulai kontak sosial, tetapi tidak menolaknya. Namun, pada usia enam bulan perilaku berubah. Mereka menolak pendekatan sosial monyet lain, menarik diri, mulai menunjukkan gerakan stereotipik dan hiperaktivitas mirip penyandang autisme. Selain itu, mereka memperlihatkan gangguan kognitif.Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan, radiasi, serta ko kain.

2.4. MANIFESTASI KLINISlKeterlambatan atau fungsi abnormal pada ketrampilan berikut, muncul sebelum umur 3 tahun.1. Interaksi sosial.2. Bahasa yang digunakan sebagai komunikasi sosial.3. Bermain simbolik atau imajinatif.Diagnosis harus memenuhi kriteria DSM IV (Diagnostic And Statistical Of Manual Disorders 1992 Fourth Edition). Diagnosis autisme bisa ditegakkan apabila terdapat enam atau lebih gejala dari (1), (2) dan (3) dengan paling sedikit 2 dari (1) dan 1 dari masing-masing (2) dan (3).1. Gangguan kualitatif interaksi sosial, muncul paling sedikit 2 dari gejala berikut : 1. Gangguan yang jelas dalam perilaku non verbal (perilaku yang dilakukan tanpa bicara) misalnya kontak mata, ekspresi wajah, posisi tubuh dan mimik untuk mengatur interaksi sosial.2. Tidak bermain dengan teman seumurnya, dengan cara yang sesuai.3. Tidak berbagi kesenangan, minat atau kemampuan mencapai sesuatu hal dengan orang lain.4. Kurangnya interaksi sosial timbal balik.2. Gangguan kualitatif komunikasi, paling sedikit satu dari gejala berikut : 1. Keterlambatan atau belum dapat mengucapkan kata-kata berbicara, tanpa disertai usaha kompensasi dengan cara lain.2. Bila dapat berbicara, terlihat gangguan kesanggupan memulai atau mempertahankan komunikasi dengan orang lain.3. Penggunaan bahasa yang stereotipik dan berulang, atau bahasa yang tidak dapat dimengerti.4. Tidak adanya cara bermain yang bervariasi dan spontan, atau bermain menirukan secara sosial yang sesuai dengan umur perkembangannya.3. Pola perilaku, minat dan aktivitas yang terbatas, berulang dan tidak berubah (stereotipik), yang ditunjukkan dengan adanya 2 dari gejala berikut : 1. Minat yang terbatas, stereotipik dan meneetap dan abnormal dalam intensitas dan fokus. 2. Keterikatan pada ritual yang spesifik tetapi tidak fungsional secara kaku dan tidak fleksibel.3. Gerakan motorik yang stereotipik dan berulang, misalnya flapping tangan dan jari, gerakan tubuh yang kompleks.4. Preokupasi terhadap bagian dari benda.

2.5 PENATALAKSANAAN MEDISKimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-sel saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah.Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal dalam keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada penyandang autis.Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau perjalanan gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas dan gangguan tidur.Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin dan serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru, yaitu antipsikotik atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor serotonin 5-HT dan dopamin tipe 2 (D2).Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan serotonin 5-HT untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku menyakiti diri sendiri.Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas pelbagai reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan bersosialisasi, gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan respons sensori, gangguan penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri, agresi, iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi.Untuk meningkatkan keterampilan sosial serta kegiatan sehari-hari, penyandang autis perlu diterapi secara nonmedikamentosa yang melibatkan pelbagai disiplin ilmu. Menurut dr Ika Widyawati SpKJ dari Bagian Ilmu Penyakit Jiwa FKUI, antara lain terapi edukasi untuk meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi, terapi perilaku untuk mengendalikan perilaku yang mengganggu/membahayakan, terapi wicara, terapi okupasi/fisik, sensori-integrasi yaitu pengorganisasian informasi lewat semua indera, latihan integrasi pendengaran (AIT) untuk mengurangi hipersensitivitas terhadap suara, intervensi keluarga, dan sebagainya.Untuk memperbaiki gangguan saluran pencernaan yang bisa memperburuk kondisi dan gejala autis, dilakukan terapi biomedis. Terapi itu meliputi pengaturan diet dengan menghindari zat-zat yang menimbulkan alergi (kasein dan gluten), pemberian suplemen vitamin dan mineral, serta pengobatan terhadap jamur dan bakteri yang berada di dinding usus.Dengan pelbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri dan berprestasi.

2.6 PENATALAKSANAAN KEPERAWATANPenatalaksanaan pada autisme bertujuan untuk:1. Mengurangi masalah perilaku.Terapi perilaku dengan memanfaatkan keadaan yang terjadi dapat meningkatkan kemahiran berbicara. menagement perilaku dapat mengubah perilaku destruktif dan agresif.2. Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangan terutama bahasa.Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant conditioning yaitu dukungan positif (hadiah) dan dukungan negatif (hukuman).3. Anak bisa mandiri dan bersosialisasi.Mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan praktis.

Asuhan Keperawatan

I.Pengkajian a. Identitas KlienNama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MRb. Riwayat Kesehatan Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin terganggu. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme. Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah ( < 2500 gram) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKK)Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak yang lain, tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata, menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri, lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak membentuk hubungan pribadi yang terbuka, jarang memainkan permainan khayalan, memutar benda, terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik, secara fisik terlalu. Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga ada yang menderita autisme.c. Psikososial Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek Perilaku menstimulasi diri Pola tidur tidak teratur Permainan stereotip Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain Tantrum yang sering Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan Kemampuan bertutur kata menurun Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halusd. Neurologis Respons yang tidak sesuai dengan stimulus Refleks mengisap buruk Tidak mampu menangis ketika lapare. Gastrointestinal Penurunan nafsu makan Penurunan berat badan

II. Diagnosa KeperawatanKemungkinan diagnosa yang muncul1. Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus2. Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan rawat inap di rumah sakit3. Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan gangguan

III. IntervensiDiagnosa IHambatan komunikasi yang berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulusHasil yang diharapkan :Anak mengomunikasikan kebutuhannya dengan menggunakan kata-kata atau gerakan tubuh yang sederhana dan konkret.IntervensiRasional

1. Ketika berkomunikasi dengan anak, bicaralah dengan kalimat singkat yang terdiri atas satu hingga tiga kata, dan ulangi perintah sesuai yang diperlukan. Minta anak untuk melihat kepada anda ketika anda berbicara dan pantau bahasa tubuhnya dengan cermat.

1. Kalimat yang sederhana dan diulang-ulang mungkin merupakan satu-satunya cara berkomunikasi karena anak yang autistik mungkin tidak mampu mengembangkan tahap pikiran operasional yang konkret. Kontak mata langsung mendorong anak berkonsentrasi pada pembicaraan serta menghubungkan pembicaraan dengan bahasa dan komunikasi. Karena artikulasi anak yang tidak jelas, bahasa tubuh dapat menjadi satu-satunya cara baginya untuk mengomunikasikan pengenalan atau pemahamannya terhadap isi pembicaraan

2. Gunakan irama, musik, dan gerakan tubuh untuk membantu perkembangan komunikasi sampai anak dapat memahami bahasa2. Gerakan fisik dan suara membantu anak mengenali integritas tubuh serta batasan-batasannya sehingga mendoronnya terpisah dari objek dan orang lain

3. Bantu anak mengenali hubungan antara sebab dan akibat dengan cara menyebutkan perasaannya yang khusus dan mengidentifikasi penyebab stimulus bagi mereka3. Memahami konsep penyebab dan efek membantu anak membangun kemampuan untuk terpisah dari objek serta orang lain dan mendorongnya mengekpresikan kebutuhan serta perasaannya melalui kata-kata

4. Ketika berkomunikasi dengan anak, bedakan kenyataan dengan fantasi, dalam pernyataan yang singkat dan jelas4. Biasanya anak austik tidak mampu membedakan antara realitas dan fantasi, dan gagal untuk mengenali nyeri atau sensasi lain serta peristiwa hidup dengan cara yang bermakna. Menekankan perbedaan antara realitas dan fantasi membantu anak mengekpresikan kebutuhan serta perasaannya.

Diagnosa IIResiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan rawat inap di RS.Hasil yang diharapkan Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan melakukan kekerasan atau perilaku merusak diri sendiri, yang ditandai oleh frekuensi tantrum dan sikap agresi atau destruktif bekurang, serta peningkatan kemampuan mengatasi frustasi

IntervensiRasional

1. Sediakan lingkungan kondusif dan sebanyak mungkin rutinitas sepanjang periode perawatan di RS1. Anak yang austik dapat berkembang melalui lingkungan yang kondusif dan rutinitas, dan biasanya tidak dapat beradaptasi terhadap perubahan dalam hidup mereka. Mempertahankan program yang teratur dapat mencegah perasaan frustasi, yang dapat menuntun pada ledakan kekerasan

2. Lakukan intervensi keperawatan dalam sesingkat dan sering. Dekati anak dengan sikap lembut, bersahabat dan jelaskan apa yang anda akan lakukan dengan kalimat yang jelas, dan sederhana. Apabila dibutuhkan, demontrasikan prosedur kepada orang tua.2. Sesi yang singkat dan sering memungkinkan anak mudah mengenal perawat serta lingkungan rumah sakit. Mempertahankan sikap tenang, ramah dan mendemontrasikan prosedur pada orang tua, dapat membantu anak menerima intervensi sebagai tindakan yang tidak mengancam, dapat mencegah perilaku destruktif

3. Gunakan restrain fisik selama prosedur ketika membutuhkannya, untuk memastikan keamanan anak dan untuk mengalihkan amarah dan frustasinya, misalnya untuk mencagah anak dari membenturkan kepalanya ke dinding berulang-ulang, restrain badan anak pada bagian atasnya, tetapi memperbolehkan anak untuk memukul bantal3. Restrain fisik dapat mencegah anak dari tindakan mencederai diri sendiri. Biarkan anak terlibat dalam perilaku yang tidak terlalu membahayakan, misalnya membanding bantal, perilaku semacam ini memungkinkan menyalurkan amarahnya, serta mengekpresikan frustasinya dengan cara yang aman

4. Gunakan teknik modifikasi perilaku yang tepat untuk menghargai perilaku positif dan menghukum perilaku yang negatif. Misalnya, hargai perilaku yang positif dengan cara memberi anak makanan atau mainan kesukaannya, beri hukuman untuk perilaku yang negatif dengan cara mencabut hak istimewanya4. Pemberian imbalan dan hukuman dapat membantu mengubah perilaku anak dan mencegah episode kekerasan

5. Ketika anak berperilaku destruktif, tanyakan apakah ia mencoba menyampaikan sesuatu, misalnya apakah ia ingin sesuatu untuk dimakan atau diminum atau apakah ia perlu pergi ke kamar mandi5. Setiap peningkatan perilaku agresif menunjukkan perasaan stres meningkat, kemungkinan muncul dari kebutuhan untuk mengomunikasikan sesuatu.

Diagnosa IIIResiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan gangguanHasil yang diharapkanOrang tua mendemontrasikan keterampilan peran menjadi orang tua yang tepat yang ditandai oleh ungkapan kekhawatiran mereka tentang kondisi anak dan mencari nasihat serta bantuan

IntervensiRasional

1. Anjurkan orang tua untuk mengekpresikan perasaan dan kekhawatiran mereka1. Membiarkan orang tua mengekpresikan perasaan dan kekhawatiran mereka tentang kondisi kronis anak membantu mereka beradaptasi terhadap frustasi dengan lebih baik, suatu kondisi yang tampaknya cenderung meningkat

2. Rujuk orang tua ke kelompok pendukung autisme setempat dan kesekolah khusus jika diperlukan2. Kelompok pendukung memperbolehkan orang tua menemui orang tua dari anak yang menderita autisme untuk berbagi informasi dan memberikan dukungan emosioanl

3. Anjurkan orang tua untuk mengikuti konseling (bila ada)3. Kontak dengan kelompok swabantu membantu orang tua memperoleh informasi tentang masa terkini, dan perkembangan yang berhubungan dengan autisme

IV. Implementasi Setelah rencana disusun , selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat khusus agar semua perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu yang telah ditentukan. Dalam implementasi keperawatan perawat langsung melaksanakan atau dapat mendelegasikan kepada perawat lain yang dipercaya

V. Evaluasi Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian keberhasilan yang dibuat dan menilai perencanaan yang telah dilakukan dan untuk mengetahui sejauh mana masalah klien teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika yang ditetapkan belum tercapai dalam proses keperawatan

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanAutis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun (Devision, 2006). Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002) diantaranya yaitu : Faktor Genetik, Faktor Cacat (kelainan pada bayi), Faktor Kelahiran dan Persalinan

B. Saran Besar harapan saya agar makalah ini dapat dijadikan salah satu panduan memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan autisme

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Aris, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : JakartaNgastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Buku Kedokteran EGC : Jakarta