Upload
ahadiyah-putri
View
24
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
emergency
Citation preview
BAB I
LANDASAN TEORI
A. DEFINISI
Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan
Menurut InETNA, luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu
proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan
pada kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan
kehilangan substansi jaringan (Mansjoer, 2001)
B. ETIOLOGI
1. Mekanik
a) Benda tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi
tajam atau runcing. Misalnya luka iris, luka bacok, dan luka tusuk
b) Benda tumpul
c) Ledakan atau tembakan
Misalnya luka karena tembakan senjata api
2. Non Mekanik
a) Bahan kimia
Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat
b) Trauma fisika
1) Luka akibat suhu tinggi
Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion primer,
heat exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke, dan heat cramps.
2) Luka akibat suhu rendah
Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin diantaranya
hyperemia, edema dan vesikel,
3) Luka akibat trauma listrik
4) Luka akibat petir
5) Luka akibat perubahan tekanan udara (Mansjoer, 2001)
c) Radiasi
C. Klasifikasi
1. Berdasarkan derajat kontaminasi
a) Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang
merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi
untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring, traktus
respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan demikian kondisi
luka tersebut tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya
infeksi luka sekitar 1%-5%.
b) Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi
terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak
menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar
3% - 11%.
c) Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka
menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka
karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun
luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d) Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan
mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa
sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka
seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.
2. Berdasarkan penyebab
a) Luka akibat kekerasan benda tumpul
(1)Vulnus kontusio/ hematom
Adalah luka memar yaitu suatu pendarahan dalam jaringan bawah
kulit akibat pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan oleh
kekerasan tumpul
(2) Vulnus eksoriasi (luka lecet atau abrasi)
Adalah cedera kulit dengan ketebalan superfisial dan parsial yang
seringkali terjadi akibat gesekan yang menyimpang dan/ atau friksi
permukaan kulit dengan permukaan yang lebih keras atau lebih
kasar, misalnya cedera superfisial pada lutut, wajah, atau tangan
dari seorang pejalan kaki atau pengendara sepeda yang mengalami
kecelakaan lalu lintas; luka tersebut umumnya terkontaminasi oleh
batu kerikil, kotoran, atau kaca.
Sesuai mekanisme terjadinya luka lecet dibedakan dalam jenis:
(a) Luka lecet gores
Diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser lapisan
permukaan kulit
(b) Luka lecet serut (grzse)/geser (friction abrasion)
Adalah luka lecet yang terjadi akibat persentuhan kulit dengan
permukaan badan yang kasar dengan arah kekerasan sejajar/
miring terhadap kulit
(c) Luka lecet tekan (impression, impact abrasion)
Luka lecet yang disebabkan oleh penekanan benda tumpul
secara tegak lurus terhadap permukaan kulit.
(3) Vulnus laseratum (luka robek)
luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping
biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat
kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk
luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus
lapisan mukosa hingga lapisan otot.
b) Luka akibat kekerasan setengah tajam
(1)Vulnus Morsum
Adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki
bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit.
Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan hewan tersebut
c) Luka akibat kekerasan tajam/ benda tajam
(1)Vulnus scisum (luka sayat atau iris)
Luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis lurus
dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-
hari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ),
dimana bentuk luka teratur
(2)Vulnus punctum (luka tusuk)
Luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya
kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang
menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya.
Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan
permukaan luka tidak begitu lebar.
d) Vulnus scloperotum (luka tembak)
Adalah luka yang disebabkan karena tembakan senjata api
e) Luka akibat trauma fisika dan kimia
(1)Vulnus combutio
Adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun
sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang
tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit
yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan epitel
kulit dan mukosa
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Luka akibat kekerasan benda tumpul
a) Vulnus kontusio/ hematom
(1)Luka Memar
(2)Pendarahan tepi : pendarahan tidak diumpai pada lokasi yang
bertekanan, tetapi pendarahan akan menepi sehingga bentuk
pendarahan akan menepi sesuai dengan bentuk celah antara kedua
kembang yang berdekatan
(3)Dilihat dari permukaan kulit tampak darah berwarna hitam kebiruan,
setelah sekitar dua hari terjadi perubahan pigmen darah menjadi warna
kuning.
b) Vulnus eksoriasi
(1)Luka lecet
(2)Hilangnya epitel dan lapisan dermis atau subkutan hal ini
menyebabkan luka tampak kuning, putih, merah muda atau berdarah
tergantung pada jaringan yang terekspos / rusak
c) Vulnus laseratum
(1)Vulnus laceratum adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu
jaringan sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal,
luka robek terjadi akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan
jaringan.
(2)Bentuk luka tidak beraturan
(3)Tepi tidak rata
(4)Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah
yang berambut
(5)Sering tampak luka lecet
(6)Memar disekitar luka
2. Luka akibat kekerasan setengah tajam
a) Vulnus morsum
(1)Luka mempunyai tepi rata
(2)Dapat berbentuk luka lecet tekan berbentuk garis terputus-putus,
hematoma atau luka robek dengan tepi rata
(3)Luka gigitan masih baik strukturnya sampai 3 jam pasca trauma,
setelah itu dapat berubah bentuk akibat elastisitas kulit
(4)Vulnus morsum merupakan luka yang tercabik-cabik yang dapat
berupa memar yang disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia
3. Luka akibat kekerasan tajam/ benda tajam
a) Vulnus scisum
(1)Luka sayat lebar tapi dangkal
(2)Luka menembus lapisan atas kulit atau lapisan dermis ke struktur yang
lebih dalam (Kartikawati, 2011)
b) Vulnus punctum
(1)Kedalaman luka melebihi panjang luka
(2)Kerusakan pembuluh darah tepi
4. Luka tembus
a) Vulnus sclerotum
(1)Luka tembak menimbulkan kerusakan jaringan pada organ yang
berada dibawahnya
(2)Peluru dapat menghancurkan tulang dan menyebabkan cidera lebih
lanjut
(3)Peluru dari senapan menyebabkan kerusakan lebih besar
5. Luka akibat trauma fisika dan kimia
a) Vulnus combutio
(1)Luka bakar derajat 1
Kerusakan pada epidermis, kulit kering, kemerahan, nyeri sekali,
sembuh, dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut
(2)Luka bakar derajat 2
Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema,
subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh
dalam, 28 hari tergantung komplikasi infeksi.
(3)Luka bakar derajat 3
Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah
keputih-putihan, dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang
rusak tidak sembuh sendiri maka perlu Skin graff.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan serum: hal ini dilakukan karena ada pada pasien dengan luka
bakar mengalami kehilangan volume
2. Pemeriksaan darah : misal pada pasien dengan luka gigitan dapat dijumpai
hipoprototrombinemia, trombositopenia, hipofibrinogemia, dan anemia
3. Pemeriksaan elektrolit : pada pasien dengan luka bakar mengalami
kehilangan volume cairan dan gangguan Na-K pump
4. Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis metabolisme
dan kehilanga protein
5. Faal hati dan ginjal
6. CBC mengidentifikasikan jumlah darah yang ke dalam cairan, penuruan
HCT dan RBC, trombositopenia lokal, leukositosis, RBC yang rusak
7. Elektolit terjadi penurunan calsium dan serum, peningkatan alkali phosphate
8. Serum albumin : total protein menurun, hiponatremia
9. Radiologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas asap dan
menunjukkan faktor yang mendasari ; pada pasien vulnus morsum biasanya
terdapat emboli paru/edema paru
10. ECG : untuk mengetahui adanya aritmia
F. PATOFISIOLOGI
Menurut Soejarto Reksoprodjo, dkk, 1995 ; 415) proses yang terjadi secara
alamiah bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase :
1. Fase inflamsi atau “lagphase“ berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka terjadi
pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang. Trombosit mengeluarkan
prosig lalim, trombosam, bahan kimia tertentu dan asam amoini tertentu
yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus dinding pembuluh
darah dan khemotaksis terhadap leukosit. Terjadi Vasekontriksi dan proses
penghentian pendarahan. Sel radang keluar dari pembuluh darah secara
diapedisis dan menuju dareh luka secara khemotaksis. Sel mast
mengeluarkan serotonin dan histamine yang menunggalkan peruseabilitas
kapiler, terjadi eksudasi cairan edema. Dengan demikian timbul tanda-tanda
radang leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan menahan kotoran
dan kuman.
2. Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3 minggu.
Tersifat oleh proses preforasi dan pembentukan fibrosa yang berasal dari
sel-sel masenkim. Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut yang tidak
perlu dihancurkan dengan demikian luka mengkerut/mengecil. Pada fase ini
luka diisi oleh sel radang, fibrolas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru:
membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut
jaringan granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan
pindah menututpi dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan
kepermukaan yang rata dan lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan
Etiologi vulnus
Mekanik : benda tajam, benda tumpul, tembakan/ledakan, gigitan binatang
Non mekanik: bahan kimia, suhu tinggi, radiasi
Traumatic jaringan
Terputusnya kontinuitas jaringan
Kerusakan syaraf perifer
Stimulasi neurotransmitter (histamine, prostaglandin, bradikinin, prostagladin)
Nyeri akut
Kerusakan pembuluh darah
Pendarahan berlebih
Keluarnya cairan tubuh
Resiko syok :hipovolomik
ansietas
Gangguan pola tidurPergerakan terbaras
Gangguan mobilitas fisik
Kerusakan integritas jaringan
Hipotensi, hipovolemi, hipoksia, hiposemi
jaringan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan tertutup epitel dan
mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka.
3. Fase “remodeling“ fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan. Dikatakan
berakhir bila tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya
berwarna pucat, tipis, lemas, tidak ada rasa sakit maupun gatal
Web of caution
Kerusakan intergritas kulit
Rusaknya barrier
pertahanan primer
Terpapar lingkungan
Resiko tinggi infeksi
G. KOMPLIKASI
1. Kerusakan arteri:
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah
3. Infeksi
4. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi
5. Kontraktur
6. Hipertropi jaringan parut
H. PENYEMBUHAN LUKA
1. Faktor penyembuhan luka
a) Faktor local
Faktor lokal yang dapat mendukung atau justru menghambat
penyembuhan luka dalah hidrasi luka, penatalaksanaan luka
(aplikasinya), temperatur luka, adanya tekanan, gesekan, atau keduanya,
adanya benda asing dan ada tidaknya infeksi.
(1) Hidasi luka
Hidrasi luka atau pengairan pada luka adalah kondisi kelembapan
pada luka yang seimbang yang sangat mendukung penyembuhan
luka. Luka yang terlalu keringatau terlalu basah kurang mendukung
penyembuhan luka. Luka yang terlalu kering menyebabkan luka
membentuk fibrin yang mengeras, terbentuk scab (keropeng), atau
nekrosis kering. Luka yang terlalu basah menyebabkan luka
cenderung rusak dan merusak luka.
(2) Penatalaksanaan luka
Penatalaksanaan luka yang tidak tepat menghambat penyembuhan
luka. Tenaga kesehatan harus memahami proses penyembuhan luka
dan kebutuhan pada setiap fasenya. Kebersihan luka dan sekitar luka
harus diperhatikan, kumpulan lemak dan kotoran pada sekitar luka
harus diperhatikan, kumpulan lemakdan kotoran pada sekitar luka
harus selalu dibersihkan. Saat pencucian luka, pilih cairan pencuci
yang tidak korosif terhadap jaringan granulasi yang sehat. Pemilihan
balutan (topical therapy) harus disesuaikan dengan fungsi dan
manfaat balutan terhadap luka. Kadang tenaga kesehatan kurang
memperhatikan pentingnya pencucian di setiap penggantin lbalutan.
(3) Tempertur luka
Efek temperatur pada penyembuhan luka dipelajari oleh Lock pada
tahun 1979 yang menunjukkan bahwa temperatur yang stabil (37°C)
dapat meningkatkan proses mitos 108% pada luka. Oleh sebab itu
dianjurkan untuk meminimalkan penggantian balutan dan mencuci
luka dengan kondisi hangat. Gesekan dan tekanan sering muncul
akibat aktivitas atau tidak beraktivitas, pakaian dan balutan yang
terlalu kencang, dan kompresi bandaging. Hal ini dapat menekan
pembuluh darah sehingga tersumbat dan jaringan lukayang paling
tepat harus diperhatikan.
(4) Tekanan dan gesekan
Tekanan dan gesekan penting diperhatikan untuk mencegah
terjadinya hpoksia jaringan yang mengakibatkan kematian jaringan.
Pembuluh darah sangat mudah rusak karena sangat tipis, resistensi
tekanan pada pembuluh darah arteri mencapai30mmHg dengan
variasi tekanan hingga pembuluh darah vena. Tekanan dan gesekan
dapat ditimbulkan akibat penggunaan pembalutan elastis yang
kurang tepat atau luka yang todak ditutup dengan baik.
(5) Benda asing
Benda asing pada luka dapat menghalangi proses granulasi dan
epitelisasi bahkan dapat menyebabkan infeksi. Benda asing pada
luka diantaranya adalah sisa proses debris pada luka (scab), sisa
jahitan, kotoran, rambut, sisa kasa, kapas yang tertinggal, dan adanya
bakteri. Benda asing harus dibersihkan dari luka sehingga luka d apat
menutup.
b) Faktor umum
Faktor umum yang dapat menghambat penyembuhan luka adalah faktor
usia, penyakit penyerta, vaskularisasi, nutrisi, kegemukan, gangguan
sensasi dan pergerakan, status psikologis, terapi radiasi, dan obat- obatan.
Faktor umum yang tidak diatasi dengan baik, dapat menyebabkan luka
akut menjadi kronis.
(1) Faktor usia
Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi tubuh sehingga dapat
memperlambat waktu penyembuhan luka. Jumlah dan ukuran
fibroblas menurun, begitu pula kemampuan proliferasi sehingga
terjadi penurunan respon terhadap growth factor dan hormon hormon
yang di hasilkan selama penyembuhan luka (brown, 2004). Jumlah
dan ukuran selmast menurun (norman, 2004). Kondisi kulit yang
cenderung kering, keriput, dan tipis sangat mudah mengalami luka
karena gesekan dan teknan. Hal ini menyebabkan luka pada usia
lanjut akan lama sembuhnya.
(2) Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering mempengaruhi penyembuhan luka
adalah penyakit deabetus, jantung, ginjal, dan gangguan apembuluh
darah (penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah arteri dan
vena). Kondisi penyakit tersebut memeprbetar kerj sel dalam
memeprbaiki luka sehingga penting sekali melakukan tindakan
kolaborasi untuk mengtasi penyebabnya dan penyulit penyembuhan.
Pada diabetes, kondisi hiperglikemia menyebabkan lambatnya aliran
darah ke sel; gagal jantung juga memperlambat aliran darah; pada
gangguan ginjal, cairan yang mengisi instraseluler menghambat
pertumbuhan sel yang baru. Oksigen dan nutrisi sangat dibutuhkan
dalam penyembuhan luka.
(3) Vaskularisasi
Vaskularisasi yang baik dapat menghantarkan oksigen dan nutrisi ke
bagian sel terujung. Pembuluh drah arteri yang terhambat dapat
menurunkan asupan nutrisi dan oksigen ke sel untuk mendunkung
penyembuhan luka sehingga luka cenderung nekrosis. Gangguan
pembuluh darah vena dapat menghambat pengembalian darah ke
jantung sehingga terjadi pembengkakan atau penumpukan cairan
yang berlebihan dan mengganggu proses penyembuhan.
(4) Nutrisi
Nutrisi atau asupan makaanan sangat memepengaruhi penyembuhan
luka. Nutrisi yang buruk akan menghambat proses penyembuhan
bahkan menyebabkan infeksi luka. Nutrisi yang dibutuhkan dan
penting adalah asam amino (protein), lemak, energi sel (karbohidrat),
vitamin (C,A,Bkompleks, D, E, K), zink, trace element (besi,
magnesium), dan air.
(5) Kegemukan
Obesitas atau kegemukan dapat menghambat penyembuhan luka,
terutama luka dengan type penyembuhan primer (dengan jahitan)
karena lemak tidak memiliki banyak pembuluh darah. Lemak yang
berlebih dapat mempengaruhi aliran darah ke sel.
(6) Gangguan sensasi dan pergerakan
Gangguan sensasi dapat memeperburuk kondisi luka karena tidak
ada rasa sakit atau terganggu terhadap luka tersebut, begitu pula
gangguan pergerakan dapat menghambat dari dan ke perifer. Ering
sekali pemilik luka tidak menyadari bahwa lukanya memburuk.
(7) Status psikologis
Stress, cemas, dan depresi menurunkan efisiensi sistem kerja imun
tubuh sehingga penyembuhan luka terhambta.
(8) Terpai radiasi
Terapiradiasi tidak hanya merusk sel kanker, tetapi juag merusak sel-
sel di sekitarnya. Komplikasi yang sering muncul adalah penurunan
asupan nutrisi karena mual dan muntah dan kerusakan / efek lokal
(kulit rentan, kemerahan, dan panas) padadaerah sekitar luka.
(9) Obat
Obat-obatan yang menghambat penyembuhan luka adalah
nonsteroidal anti inflamattory drugs / NSAID (menghambat sintesis
protaglandin) obat sitotoksik (merusak sel yang sehat),
cortocosteroid (menekan produksi makrofag, kolagen, menghambat
angiogenesis dan epitelisasi ), imunosupresan (menurunkan kinerja
sel darah putih) dan penisilin dan peniselamin (menghambat kolagen
untuk berikatan/ resistensi bakteri pada luka).
2. Tipe Penyembuhan luka
Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini
dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.
a) Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu
penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka
biasanya dengan jahitan.
b) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka
yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan
oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar.
Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis
ini biasanya tetap terbuka.
c) Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang
dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement.
Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini
merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir (Mansjoer,2001).
3. Fase Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi, proliferasi
dan maturasi. Antara satu fase dengan fase yang lain merupakan suatu
kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan.
a) Fase Inflamasi
Tahap ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 5 hari.
Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah invasi
bakteri, menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan
mempersiapkan proses penyembuhan lanjutan.
b) Fase Proliferasi
Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast
(sel jaringan penyambung) memiliki peran yang besar dalam fase
proliferasi.
c) Fase Maturasi
Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung
sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang.
Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari
peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan
regresi vaskularitas luka (Mansjoer,2001).
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis
karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling
berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada
proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi
pula oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik
a) Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh
dalam proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi,
oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta
(hipertensi, DM, Arthereosclerosis).
b) Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang
dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi :
pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma
jaringan
5. Komplikasi Penyembuhan Luka
Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang berbeda-
beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang tidak
adekuat, keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya
reepitalisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma, nekrosis
jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar dan juga
infeksi luka
6. Penatalaksanaan/Perawatan Luka
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu
evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka,
penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan
jahitan.
a) Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan
eksplorasi).
b) Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk membersihkan kulit. Untuk
melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau
larutan antiseptik seperti:
(1) Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
(2) Halogen dan senyawanya
(a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas
dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3 jam
(b) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan
kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak
merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil
karena tidak menguap.
(c) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk
antiseptik borok.
(d) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa
biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna,
mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan
baunya tidak menusuk hidung.
(3) Oksidansia
(a)Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak
lemah berdasarkan sifat oksidator.
(b)Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan
kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob
(4) Logam berat dan garamnya
(a)Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan
bakteri dan jamur.
(b)Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya
bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara
merangsang timbulnya kerak (korts)
(5) Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
(6) Derivat fenol
Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah
dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
(7) Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol),
merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam
konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah,
kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2001).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Identifikasi meliputi :
1. Tanggal masuk rumah sakit
2. Jam masuk rumah sakit
3. Nomer refistrasi
4. Jenis kasus (bedah non bedah)
5. Diagnose medis (diagnose medic saat klien masuk dan saat pengkajian)
6. Biodata
a) Identitas pasien
b) Identitas kelurga/pengantar
7. Riwayat kesehatan
a) Keluhan masuk
b) Keluhan masuk adalah keluhan yang mengirim klien dirawat di RS
c) Riwayat keluhan masuk
8. Primery survey
a) Airway :
(1)Apakah ada tanda-tanda sumbatan jalan nafas
(2)Apakah terdengar bunyi stridor
(3)Apakah ada tanda-tanda keberadaan benda asing, darah, muntah
dalam mulut
(4)Apakah jalan napas paten
b) Breathing
(1)Apakah ada hembusan udara dari hidung (fell)
(2)Pengembangan dada (look)
(3)Apakah terdengar suara nafas (listen)
(4)Frekuensi nafas
(5)Retraksi intercostals
(6)Bunyi nafas (ngorek, bersiul, megap, dll)
(7)Penggunaan otot-otot aksesoris pernafasan
(8)Suara nafas tambahan (ronchi, wheezing, rales, dll)
c) Circulation
(1)Apakah ada poendarahan/tidak
(2)Apakah ada pulsa karotis, nadi radial
(3)Apakah nadi teraba atau tidak
(4)Kualitas nadi (luat, lemah, kecil)
(5)Akral (hangat/dimgin)
(6)Pengisian kapiler ( < 3 detik / > 3 detik )
(7)Apakah ada tanda-tanda syok (nadi lemah dan cepat, nadi lebih dari
100x/menit pada dewasa)
(8)Apakah kulit teraba dingin atau tidak
(9)Apakh kulit tanpak pucat atau kebiru-biruan
(10) Apakah pasien tidak sadar atau tampak mengantuk
d) Disability : gunakan AVPU
(1)A – Alert (jaga) : apakah klien memengerti apoa yang anda
sampaikan
(2)V – Voice (suara) : apakah klien bias berbicara kepada anda
(3)P – Pain (nyeri) : apakah klien berespon terhadap nyeri
(4)U – Unresponsive (tidak berespon) : apakah klien tidak sadar atau
berespon
(5)Cek ukuran , apakah ikuran sama atau tidak, apakah bereaksi
terhadap cahaya (mengecil)
(6)GCS (Glasgow Coma Scale)
9. Survey sekunder
a) AMPLE
(1)Alergi
(2)Medication
(3)Past history (riwayat singkat penyakit, kecelakaan, tindakan
pembedahan, dan perawatan selama sakit)
(4)Last time ate or drank (waktu terakhir makan dan minum)
(5)Event (apa yang menyebabkan terjadinya kecelakaan ? kecelakaan
kendaraan, luka bakar, dll)
b) Pemeriksaan fisik (ekposure)
(1)Keadaan umum:
Inspeksi saat kontak pertama dengan klien (tampak keadaan umum
tidak sakit, keadaan sakit ringan, sakit sedang, atau lemah)
(2)TTV
(3)Berat badan
(4)Tinggi badan
(5)Kepala
(a)Reaksi pupil terhadap cahaya, ukuran
(b)Apakah ada luka, deformitas/cacat, memar, pembengkakan,
tulang yang penyek kedalam
(c)Apakah ada cairan yang keluar dari telinga dan hidung
(d)Periksa adanya nyeri tekan
(e)Ukur GCS
(6)Leher
(a)Tanda-tanda injury spinal
(b)Apakah ada luka, deformitas/cacat, memar, pembengkakan
(c)Apakah ada distensi/penggembungan dari vena leher
(d)Perhatikan posisi trakhea-apakah ditengah-tengah atau terdorong
kesalah satu sisi
(e)Rasakan apakah ada udara di bawah kulit (empisema subkutan)
(7)Dada
(a)Hasil pemeriksaan EKG
(b)Kecepatan nafas, upaya nafas
(c)Pengembangan data (simetris/tidak)
(d)Apakah ada luka, deformitas, memar, bengkak, atau depresi
tulang (tulang masuk ke dalam)
(e)Bunyi nafas
(8)Perut
(a)Apakah ada luka, memar, bengkak pada kulit atau pembesaran
pada seluruh perut (distensi)
(b)Apakah ada skar (bekas luka) yang lama, bising usus, peristaltik
usus.
(c)Nyeri pada kuadran abdomen, kekakuan atau tampak sikap pada
area perut yang mengindikasi pendarahan pada perut
(9)Pelvis, rektum dan genital
(a)Apakah ada luka, deformitas, memar
(b)Apakah ada perdarahan uretra
(c)Apakah ada perdarahan sekitar rectum, scrotum dan vagina
(d)Apakah ada fraktur atau dislokasi
(10) Lengan dan tungkai
(a)Apakah ada luka, deformitas, memar atau pembengkakan
(b)Apakah ada nyeri tekan ? apakah pasien dapat merasakan
sensasi sentuhan yang anda lakukan ? pergerakan sendi
(c)Nadi perifer ada/ tidak
(d)Suhu anggota gerak, tangan dan kaki ? panas atau dingin
(11) Punggung
(a)Apakah ada luka, deformitas, memar atau pembengkakan,
depresi tulang
(b)Apakah ada pendarahan yang berasal dari anus
(c)Apakah ada nyeri tekan
c) Pemeriksaan Penunjang
(1)Pemeriksaan serum : hal ini dilakukan karena ada pada pasien
dengan luka bakar mengalami kehilangan volume
(2)Pemeriksaan darah : misal pada pasien dengan luka gigitan dapat
dijumpai hipoprototrombinemia, trombositopenia, hipofibrinogemia,
dan anemia
(3)Pemeriksaan elektrolit : pada pasien dengan luka bakar mengalami
kehilangan volume cairan dan gangguan Na-K pump
(4)Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis
metabolisme dan kehilangan protein
(5)Faal hati dan ginjal
(6)Elektrolit terjadi penurunan calcium dan serum, peningkatan alkali
phosphate
(7)Serum albumin: total protein menurun, hiponatremia
(8)Rediologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas asap
dan menunjukan factor yang mendasari ; pada pasien vulnus morsum
biasanya terdapat emboli paru/edama paru
(9)ECG : untuk mengatahui adanya aritmia
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera termal, insisi operasi, kerusakan
jaringan, imobilisasi.
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan trauma benda
tumpul/benda tajam
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
C. TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera termal, insisi operasi, kerusakan
jaringan, imobilisasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam nyeri
akut teratasi dengan kriteria hasil:
a) Pasien memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif
untuk mencapai kenyamanan
b) Pasien mempertahankan tingkat nyeri pada skala ringan
c) Pasien tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan,
frekuensi jantung, atau tekanan darah
d) Melaporkan pola tidur yang baik
Intervensi Rasional
Kaji tanda-tanda vital (TD,suhu,
Nadi,RR)
Nyeri cenderung membuat
TD, suhu,nadi, dan RR
meningkat
Kaji keluhan nyeri termasuk Pengkajian berkelanjutan
lokasi, karateristik, durasi,
frekuensi, dan identifikasi
faktor yang memperberat dan
menurunkan nyeri
membatu meyakinkan
bahwa penanganan dalam
memenuhi kebutuhan
pasien dalam mengurangi
nyeri
Berikan tindakan kenyamanan
dasar (mis pijatan pada erea
yang tidak sakit)
Menurunkan ketegangan otot
Ajarkan tehnik relaksasi (nafas
dalam)
Memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan
relaksasi, dan
meningkatkan rasa control
yang dapat menurunkan
ketergantungan
farmakologis
Berikan obat analgesik sesuai
indikasi. Pantau adanya
reaksi yang tidk diinginkan
terhadap obat
Membantu menurunkan
intensitas nyeri. Untuk
menentukan keefektifan
obat
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan trauma benda
tumpul/benda tajam
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
kerusakan integritas jaringan pasien teratasi dengan kriteria hasil :
a) Perfusi jaringan normal
b) Pasien tidak mengalami tanda-tanda atau gejala infeksi
c) Tidak terdapat lesi pada pasien
d) Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
e) Pasien tidak terdapat nekrosis
Intervensi Rasional
Monitor kulit akan adanya
tanda-tanda infeksi
(kemerahan, panas, nyeri,
bengkak, kehilangan fungsi)
Memeriksa adanya
kemungkinan infeksi
berlanjut
Observasi luka : lokasi, dimensi,
kedalaman luka,
karakteristik,warna cairan,
granulasi, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokal,
formasi traktus
Menunjukkan perkembangan
luka dan keefektifan terapi
serta kemungkinan infeksi
berlanjut
Mobilisasi pasien (ubah posisi
pasien) setiap dua jam sekali
Mencegah terjadinya
dekubitus
Berikan penguatan pada balutan
awal/ penggantian sesuai
indikasi
Melindungi luka dari
perlukaan mekanis dan
kontaminasi
Pastikan daerah luka kering dan
bersih dan berikan
rangsangan peningkatan
sirkulsi ke daerah sekitar luka
Merangsang proses
penyembuhan luka secara
alami
Berikan posisi yang mengurangi
tekanan pada luka
Menghindari komplikasi
lebih lanjut
Tingkatkan hidrasi adekuat Untuk mencegah kehilangan
cariran via transepidermal
Ajarkan pada keluarga tentang
luka dan perawatan luka
Memandirikan keluarga
pasien dalam intervensi
keperawatan pasien jika
nanti sudah pulang
kolaborasi : diet TKTP dan
pemberian vitamin
Mempercepat tingkat
penyembuhan luka
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam, pasien
tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
a) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b) Suhu dalam rentang 36,5-37,5 °C
c) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d) Jumlah leukosit dalam batas normal
e) Keadaan luka bersih
Intervensi Rasional
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam dan
laporkan jika di atas 38,50C
3. Pertahankan teknik aseptif
4. Batasi pengunjung bila
perlu
5. Cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan
keperawatan, ajarkan dan
anjurkan pasien untuk
melakukan hal yang sama.
6. Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
7. Ganti letak IV perifer dan
dressing sesuai dengan
1. Untuk menentukan intervensi
yang akan dilakukan
2. Mengetahui kenaikan suhu
dan mencegah keadaan
penyakit yang lebih serius
3. Memperkecil resiko
komplikasi lebih lanjut
4. Pengunjung yang keluar
masuk mempertinggi
transmisi bakteri
Mencegah pemasukan bakteri
dan infeksi/sepsis lebih lanjut
5. Mempertahankan prinsip steril
Menghilangkan kontak dengan
kuman penyakit, dan
memandirikan klien dalam
perawatan diri
6. Untuk upaya meproteksi diri
tenaga kesehatan
7. Untuk mengurangi resiko
infeksi lebih lanjut
8. untuk menurunkan infeksi
petunjuk umum
8. Gunakan kateter intermiten
dan teknik steril
pemasangannya selama
perawatan di RS
9. Kolaborasi terapi antibiotik
10. Pantau dan laporkan
tanda dan gejala ISK
(Infeksi Saluran Kemih),
lakukan tindakan untuk
mencegah ISK.
11. Inspeksi kulit dan
membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
12. Monitor adanya luka
13. Dorong istirahat
14. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
kandung kencing, Mencegah
pemasukan bakteri dan
infeksi/sepsis lebih lanjut
9. untuk mengurangi infeksi
yang terjadi
10. ISK
adalah salah satu komplikasi
BPH yang perlu ditangani
lebih lanjut
11. Kemera
han, panas, kondisi drainase
adalah indicator
perkembangan kondisi infeksi
12. Bagi
pasien BPH, luka baik dari
pemasangan kateter, tirah
baring, pemasanagan IV perlu
diperhatikan untuk
mengantisipasi komplikasi
infeksi lebih lanjut
13. Istiraha
t yang cukup akan
mempercepat penyembuhan
14. Meman
dirikan klien dan keluarga
dalam perawatan diri klien
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn E., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Murr. 2010.
Nursing Diagnosis Manual : Planning, Individualizing, and
Documenting Client Care. Philadelphia : F.A Davis Company
International, NANDA. 2012. Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi
2012-2014. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif.,dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Media Aesculapius