39
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA dengan PERILAKU KEKERASAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman adalah hal yang tidak dapat terelakan dalam kehidupan. Perkembangan zaman kian hari kian pesat. Mempunyai dampak secara menyeluruh dalam kehidupan. Banyak orang berpikir perkembangan yang sangat pesat ini membawa banyak hal positif kepada umat manusia. Tetapi tidak menutup kemungkinan hal yang positif ini berjajar dengan hal yang negatif juga. Fenomena ini bisa kita tilik dengan sudut pandang dunia kesehatan. Dengan semakin berkembangnya kehidupan dan mordenisasi disemua bidang kehidupan menimbulkan gejolak sosial yang cukup terasa dalam kehidupan manusia. Terjadinya perang, konflik dan lilitan krisis ekonomi berkepanjangan salah satu pemicu yang memunculkan stress, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa, salah satu contohnya yaitu perilaku kekerasan. Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum

Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Perilaku Kekerasan

  • Upload
    ivan

  • View
    52

  • Download
    6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jiwa

Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA dengan PERILAKU KEKERASAN

BAB IPENDAHULUAN

1.1Latar BelakangPerkembangan zaman adalah hal yang tidak dapat terelakan dalam kehidupan. Perkembangan zaman kian hari kian pesat. Mempunyai dampak secara menyeluruh dalam kehidupan. Banyak orang berpikir perkembangan yang sangat pesat ini membawa banyak hal positif kepada umat manusia. Tetapi tidak menutup kemungkinan hal yang positif ini berjajar dengan hal yang negatif juga. Fenomena ini bisa kita tilik dengan sudut pandang dunia kesehatan.Dengan semakin berkembangnya kehidupan dan mordenisasi disemua bidang kehidupan menimbulkan gejolak sosial yang cukup terasa dalam kehidupan manusia. Terjadinya perang, konflik dan lilitan krisis ekonomi berkepanjangan salah satu pemicu yang memunculkan stress, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa, salah satu contohnya yaitu perilaku kekerasan.Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa.Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama perawatan klien seyogyanya sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien.Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995)1.2Rumusan Masalah1.Apakah definisi dari perilaku kekerasan?2.Bagaimana factor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan?3.Bagaimana factor presipitasi klien dengan perilaku kekerasan?4.Bagaimana tanda dan gejala klien dengan perilaku kekerasan?5.Bagaimana proses terjadinya masalah klien dengan perilaku kekerasan?6.Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan perilaku kekerasan?

1.3Tujuan Penulisan1.3.1Tujuan UmumMenjelaskan tentang konsep gangguan alam perasaan serta pendekatan asuhan keperawatannya.1.3.2Tujuan Khusus1.Mengidentifikasi definisi dari perilaku kekerasan.2.Mengidentifikasi factor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan.3.Mengidentifikasi factor presipitasi klien dengan perilaku kekerasan.4.Mengidentifikasi tanda dan gejala klien dengan perilaku kekerasan.5.Mengidentifikasi proses terjadinya masalah klien dengan perilaku kekerasan.6.Mengidentifikasi asuhan keperawatan klien dengan perilaku kekerasan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiPerilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart dan Sundeen, 1995).Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 2000). Suatu keadaan di mana seorang individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998). Sedangkan menurut Maramis (2004), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang.

2.2 Faktor Predisposisia. Teori Biologik1.Faktor neurologis, beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinaps, neurotransmitter, dendrit, axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang akan memengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.2.Faktor genetik, adanya faktor gen yang diturunkan melalu orang tua, menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat potensi agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penilitian genetik tipe karyo-type XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif.3.Irama sirkadian tubuh, memegang peranan pada individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu manusia mengalami peningkatan cortisol terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.4.Faktor biokimia tubuh, seperti neurotransmitter di otak (epinephrin, norepinephrin, dopamin, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya stimulasi dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantar melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon androgen dan norepinephrin serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan serebrospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif.5.Brain Area disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensefalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.b. Teori Psikologik1.Teori PsikoanalisaAgresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang seseorang (life span hystori). Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakbedayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.2.Imitation, modeling, and information processing theoryMenurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang menolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan pemukulan pada boneka denganrewardpositif (makin keras pukulannya akan diberi coklat). Setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.3.Learning theoryPerilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadaop lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respons ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respons ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan.c. Teori Sosiokultural Dalan budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh, sesaji atau kotoran kerbau di keraton, serta ritual-ritual yang cenderung mengarah pada kemusyrikan secara tidak langsung turut memupuk sikap agresif dan ingin menang sendiri. Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini dipicu juga dengan maraknya demonstrasi, film-film kekerasan, mistik, tahayul dan perdukunan (santet, teluh) dalam tayangan televisi. d. Aspek Religiusitas Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresivitas merupakan dorongan dan bisikan syetan yang sangat menyukai kerusakan agar manusia menyesal (devil support). Semua bentuk kekerasan adalah bisikan syetan melalui pembuluh darah ke jantung, otak dan organ vital manusia lain yang dituruti manusia sebagai bentuk kompensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam dan harus segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal (ego) dan norma agama (super ego).2.3 Faktor Presipitasi Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan dengan :1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.2.4 Tanda dan Gejala Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan :1.Fisika)Muka merah dan tegangb)Mata melotot atau pandangan tajamc)Tangan mengepald)Rahang mengatupe)Wajah memerah dan tegangf)Postur tubuh kakug)Pandangan tajamh)Mengatupkan rahang dengan kuati)Mengepalkan tanganj)Jalan mondar-mandir2.Verbala)Bicara kasarb)Suara tinggi, membentak atau berteriakc)Mengancam secara verbal atau fisikd)Mengumpat dengan kata-kata kotore)Suara kerasf)Ketus3.Perilakua)Melempar atau memukul benda/orang lainb)Menyerang orang lainc)Melukai diri sendiri/orang laind)Merusak lingkungane)Amuk/agresif4.EmosiTidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.5.IntelektualMendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.6.SpiritualMerasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.7.SosialMenarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.8.PerhatianBolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

2.5 Proses Terjadinya MasalahDepkes (2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan marahmerupakan bagian kehidupan sehari -hari yang harus dihadapi oleh setiapindividu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yan g menimbulkan perasaantidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahanyang mengarah pada perilaku kekerasan. Respon terhadap marah dapatdiekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat berupaperilaku kekerasan sedangkan secara internal dapat berupa perilaku depresi danpenyakit fisik.Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif denganmenggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakitiorang lain, akan memberikan perasaan lega, menu runkan ketegangan, sehinggaperasaan marah dapat diatasi (Depkes, 2000).Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan, biasanya dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tentunya tidak akan menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan yangberkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku destruktif, sepertitindakan kekerasan yang ditujukan kepada orang lain maupun lingkungan.Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan marah dilakukan individu karena merasa tidak kuat. Individu akan pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikianakan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapatmenimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan kepada diri sendiri (Depkes,2000).

BAB IIICONTOH KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Contoh kasusSdr. T (19 tahun) datang ke RSJ karena di rumah ia sering menyendiri, marah-marah dan sering memukul-mukul diri ke tembok. Di awal pengkajian Sdr. T mengatakan aku ini sangat bodoh dan sangat memalukan. Kepandaianku sebanding dengan kebodohan seekor keledai. 2 minggu sebelum MRS Sdr T suka menyendiri dikamar, tak mau berinteraksi dengan orang lain, tak mau makan minum dan mandi. Hal ini terjadi sejak ia mendapat kabar buruk tentang dirinya. T yang pandai dalam semua bidang pelajaran menerima hasil UJIAN NASIONAL yang menyatakan bahwa dirinya TIDAK LULUS ujian yang sangat membuatnya malu dan merasa sangat bodoh dan membuatnya syok. T mengatakan mengapa ini terjadi padaku? Tuhan tidak adil. T selalu memukul orang yang menayakan tentang ketidaklulusannya.

3.2Asuhan Keperawatan3.2.1Pengkajian1.Data demografia. Perawat mengkaji identitas klien dan melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang nama perawat, nama klien, panggilan perawat, panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.b. Usia dan nomor rekam medikc. Perawat menuliskan sumber data yang didapat

2.Alasan masukTanyakan pada klien atau keluarga:a. Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit?b. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ini?c. Bagaimana hasilnya?3.Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data signifikan tentang:a. Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)b. Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang baru dialamic. Episode-episode perilaku kekerasan di masa lalud. Riwayat pengobatane. Penyalahgunaan obat dan alkoholf. Riwayat pendidikan dan pekerjaan4.Catat ciri-ciri respon fisiologik, kognitif, emosional dan perilaku dari individu dengan gangguan mood5.Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan lelalitas perilaku bunuh diri kliena. Tujuan klien (misal, agar terlepas dari stress solusi masalah yang sulit)b. Rencana bunuh diri, termasuk apakah klien memiliki rencana tersebutc. Keadaan jiwa klien (misal, adanya gangguan pikiran, tingkat kegelisahan, keparahan gangguan mood)d. Sistem pendukung yang adae. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami, dan riwayat penyalahgunaan zat.6.Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar klien atau keluarga tentang gejala, medikasi, dan rekomendasi pengobatan, gangguan mood, tanda-tanda kekambuhan serta tindakan perawatan sendiri.3.2.2Analisa DataDataMasalah Keperawatan

DS: klien merasa tidak berguna, merasa kosongDO: kehilangan minat melakukan aktivitasGangguan konsep diri: harga diri rendah

DS: klien merasa minder kepada kedua adiknya, sedih yang berlebihanDO: klien menghindar dan mengurung diriIsolasi sosial: menarik diri

DS:Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknyajikasedang kesal atau marah.DO :Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dan keras,pandangan tajam.perilaku kekerasan terhadap orang lain

DS :Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknyajikasedang kesal atau marah.DO :Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dan keras,pandangan tajam.Risiko tinggi mencederai orang lain

3.2.3 Pohon MasalahMencederaidiri sendiri danorang lain

Gangguan Harga diri kronis

Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

Berduka disfungsional

Isolasi Sosial

Core Problem

Perilaku kekerasan

3.2.4IntervensiNODiagnosis KeperawatanPerencanaanIntervensi

TujuanKriteria Hasil

1Resiko mencederai diri b.d perilaku kekerasanTUM:Klien tidak mencederai diri sendiriTUK:1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

1.1 Klien mau membalas salam1.2 KLien mau menjabat tangan1.3 Klien mau menyebutkan nama1.4 Klien mau tersenyum1.5 Klien mau kontak mata1.6 Klien mau mengetahui nama perawat

1.1.1 Beri salam atau anggil nama1.1.2 Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan1.1.3 Jelaskan maksud hubungan interaksi1.1.4 Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat1.1.5 Beri rasa aman dan sikap empati1.1.6 Lakukan kontak singkat tapi sering

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan2.1Klien mengungkapkan perasaannya2.2Klien dapat mengungkapkan perasaan jengkel ataupun kesal2.1.1 Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya2.1.2 Bantu klien mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau kesal

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan3.1Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau jengkel3.2Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala jengkel atau kesal yang dialaminya3.1.1 Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakannya saat jengkel atau marah3.1.2 Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien3.2.1 Simpulkan bersama klien yanda dan gejala jengkel atau kesal yang dialami klien

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan4.1Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan4.2Klien dapatbermain peran sesuai perilaku kekerasan yang biasa dilakukan4.3Klien dapat menngetahui cara yang biasa dilakukan untuk menyelesaikan masalah4.1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekeraan yang biasa dilakukan klien4.2.1 Bantu klien bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang biasa dilakukan4.3.1 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara klien lakukan masalahnya selesai

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan5.1 Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien: akibat pada klien sendiri, akibat pada orang lain, dan akibat pada lingkungan5.1.1 Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien5.1.2 bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan klien5.1.3 Tanyakan pada klien apakah dia ingin mempelajari cara baru yang sehat

6. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan6.1klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara fisik: tarik napas dalam, pukul kasur, dan bantal6.2klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan6.3Klien mempunyai jadwak untuk melatih cara pencegahan fisik yang telah dipelajari sebelumnya6.4Klien mengevaluasi kemampuannya dalam melakukan cara fisik sesuai jadwal yang disusun6.1.1diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien6.1.2beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien6.1.3diskusikan dua cara fisik yang paling mudah untuk mencegah perilaku kekerasan6.2.1 Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan klien6.2.2Beri contoh klien cara menarik napas dalam6.2.3Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5 kali6.2.4Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara menarik napas dalam6.2.5Tanyakan perasaan klien setelah selesai6.3.1 diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan yang akan dilakukan sendiri oleh klien6.3.2 susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang dipelajari6.4.1 klien mengevaluasi peaksanaan latihan6.4.2 validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan6.4.3 beikan pujian atas keberhasilan klien6.4.4 Tanyakan pada klien apakah kegiatan cara pencegahan perilaku kekerasan dapat mengurangi perasaan marah

7. Klien dapat mendemonstrasikan cara social untuk mencegah perilaku kekerasan7.1Klien dapat menyebutkan cara bicara yang baik dalam mencegah perilaku kekerasan Meminta dengan baik Menolak dengan baik Mengungkapkan perasaan dengan baik7.2Klien dapat mendemonstrasikan cara verbal yang baik7.3Klien mumpunyai jadwal untuk melatih cara bicara yang baik7.4Klien melakukan evaluasi terhadap kemampuan cara bicara yang sesuai dengan jadwal yang telah disusun7.1.1. diskusikan cara bicara yang baik dengan klien7.1.2. Beri contoh cara bicara yang baik : Meminta dengan baik Menolak dengan baik Mengungkapkan perasaan dengan baik7.2.1. Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik Meminta dengan baik : Saya minta uang untuk beli makanan Menolak dengan baik : Maaf, saya tidak dapat melakukannya karena ada kegiatan lain. Mengungkapkan perasaan dengan baik : Saya kesal karena permintaan saya tidak dikabulkan disertai nada suara yang rendah.7.2.2. Minta klien mengulang sendiri7.2.3. Beri pujian atas keberhasilan klien7.3.1. Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara yang dapat dilatih di ruangan, misalnya : meminta obat, baju, dll, menolak ajakan merokok, tidur tidak pada waktunya; menceritakan kekesalan pada perawat7.3.2. Susun jadwaj kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari.7.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaa latihan cara bicara yang baik dengan mengisi dengan kegiatan jadwal kegiatan (self-evaluation)7.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan7.4.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien7.4.4 Tanyakan kepada klien : Bagaimana perasaan Budi setelah latihan bicara yang baik? Apakah keinginan marah berkurang?

8. Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan8.1Klien dapat menyebutkan kegiatan yang biasa dilakukan8.2Klien dapat mendemonstrasikan cara ibadah yang dipilih8.3Klien mempunyai jadwal untuk melatih kegiatan ibadah8.4Klien melakukan evaluasi terhadap kemampuan melakukan kegiatan ibadah8.1.1. Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah dilakukan8.2.1. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan di ruang rawat8.2.2. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan dilakukan8.2.3. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih8.2.4. Beri pujian atas keberhasilan klien8.3.1 Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan kegiatan ibadah8.3.2. Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah8.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)8.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan8.4.3. Berikan pujian atas keberhasilan klien8.4.4 Tanyakan kepada klien : Bagaimana perasaan Budi setelah teratur melakukan ibadah? Apakah keinginan marah berkurang

9. Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan9.1Klien dapat menyebutkan jenis, dosis, dan waktu minum obat serta manfaat dari obat itu (prinsip 5 benar: benar orang, obat, dosis, waktu dan cara pemberian)9.2Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat sesuai jadwal yang ditetapkan9.3Klien mengevaluasi kemampuannya dalam mematuhi minum obat9.1.1 Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminumnya (nama, warna, besarnya); waktu minum obat (jika 3x : pukul 07.00, 13.00, 19.00); cara minum obat.9.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur : Beda perasaan sebelum minum obat dan sesudah minum obat Jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah oleh dokter Jelaskan mengenai akibat minum obat yang tidak teratur, misalnya, penyakit kambuh9.2.1 Diskusikan tentang proses minum obat : Klien meminat obat kepada perawat ( jika di rumah sakit), kepada keluarga (jika di rumah) Klien memeriksa obat susuai dosis Klien meminum obat pada waktu yang tepat.9.2.2. Susun jadwal minum obat bersama klien9.3.1 Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)9.3.2 Validasi pelaksanaan minum obat klien9.3.3 Beri pujian atas keberhasilan klien9.3.4 Tanyakan kepada klien : Bagaiman perasaan Budi setelah minum obat secara teratur? Apakah keinginan untuk marah berkurang?

10. Klien dapat mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan

10.1Klien mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan10.2Klien mempunyai jadwal TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan10.3Klien melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan TAK10.1.1 Anjurkan klien untuk mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan10.1.2 Klien mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan (kegiatan tersendiri)10.1.3 Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama TAK10.1.4 Fasilitasi klien untuk mempraktikan hasil kegiatan TAK da beri pujian atas keberhasilannya10.2.1 Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK10.2.2 Masukkan jadwak TAK ke dalam jadwal kegiatan harian (self- evaluation).10.3.2 Validasi kemampuan klien dalam mengikuti TAK10.3.3 Beri pujian atas kemampuan mengikuti TAK10.3.4 Tanyakan pada klien: Bagaimana perasaan Ibu setelah mengikuti TAK?

11. Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan cara pencegahan perilaku kekerasan11.1 Keluarga dapat mendemonstrasikan cara merawat klien11.1.1 Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini11.1.2 Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat klien11.1.3 Jelaskan cara- cara merawat klien : Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif Sikap dan cara bicara Membantu klien mengenal penyebab marah dan pelaksanaan cara pencegahan perilaku kekerasan11.1.4 Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien11.1.5 Bantu keluarga mengngkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi11.1.6 Anjurkan keluarga mempraktikannya pada klien selama di rumah sakit dan melanjutkannya setelah pulang ke rumah.

3.2.5 Evaluasi12. Klien dapat membina hubungan saling percaya13. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri14. Klien dapat mengarahkan moodnya lebih baik15. Klien mampu dan berupaya untuk memenuhi personal hygiene16. Klien dapat meningkatkan harga diri17. Klien dapat menggunakan dukungan sosial18. Klien dapat menggunakan koping adaptif dan meilhat sisi positif dari masalahnya19. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat20. Klien mampu meningkatkan produktifitas dan membuat jadwal harian

BAB IVPEMBAHASAN DAN SKENARIO

4.1 Pembahasan kasusPerilaku kekerasan merupakazn suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan. Seseorang yang mengalami masalah ini harus diberikan rencana dan tindakan yang sesuai sehingga pola ekspresi kemarahannya dapat diubah menjadi bentuk yang bisa diterima yaitu perilaku yang sesuai, yaitu ekspresi kemarahan.Factor pencetus perilaku kekerasan dapat bersumber dari klien maupun lingkungan itu sendiri. Klien berupa : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri. Lingkungan berupa : kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik inetraksi social. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia dipengarhi oleh dua insting. Yaitu insting hidup yang di ekspresikan dengan seksualitas dan insting kematian yang di ekpresikan dengan agresivitas. Frustation-agression theory : teori yang dikembangkan oleh pengikut Freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku agresifDari contoh kasus di atas terlihat bahwa saudara T melakukan perilaku kekerasan yang mencederai diri sendiri dengan memukul-mukul diri ke tembok hal ini terjadi berhubungan dengan faktor psikologis yaitu berupa kegagalan yang di alami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. karena kopingnya yang tidak efektif dalam menerima hasil ujiannya yang menyatakan dirinya tidak lulus sedangkan kesehariannya dia pandai dalam semua bidang.Hal ini menyebabkab saudara T begitu frustasi sehingga melampiaskan kemarahannya dengan perilaku kekerasan mencederai diri sendiri.Oleh karena itu, klien perlu disadarkan tentang cara marah yang baik serta bagaimana berkomunikasi merupakan cara yang efektif untuk mencegah terjadinya perilaku kekerasan.Bahwa marah bukan suatu yang benar atau salah, harus di sadari oleh klien. Sehingga klien dapat di berikan pemahaman untuk mencegah terjadinya perilaku kekerasan berupa :1. Bantu klien mengidentifikasi marah.2. Berikan kesempatan untuk marah.3. Praktekkan ekspresi marah.4. Terapkan ekspresi marah dalam situasi nyata.5. Identifikasi alternatif cara mengeksprasikan marah.Dengan diberikannya pemahaman ini di harapkan tindakan perilaku kekerasan dapat teratasi, dukungan keluarga juga sangat di butuhkan dalam hal ini.

4.2 SKENARIODi sebuah kamar pasien Pav I no 3. Datanglah seorang perawat.Suster : Selamat pagi mas? Perkenalkan nama saya ners Gabby nur inayah, biasa dipanggil ners Gabby, kalo boleh tau mas namanya siapa?suka di panggil apa?Pasien : (Diam saja sambil melotot)Suster : Mas, perkenalkan nama saya ners Gabby, mas namanya siapa?Pasien : TARMIN(dengan nada ketus)Suster : Ooh.. mas Tarmin, mas Tarmin hari ini kabarnya bagaimana?Pasien: (diam)Suster : mas Tarmin, suster nanya nihPasien : (Diam)Suster : Kenapa mas Tarmin?Lagi tidak enak badan ta? Kokdiam saja?Pasien : (Diam)Suster : yaudah kalo mas Tarmin tidak mau berbicara sekarang, 10 menit lagi suster kembali, suster harap mas Tarmin sudah mau bicara10 menit kemudianSuster : Loh(muka kaget) mas Tarmin kokkepalanya dibentur2in, jangan dong mas..Pasien: (sambil membentak suster) Biarin, Percuma saya hidup, saya ini orang yang gak berguna, orang bodohSuster : (Berusaha menarik pasien dari tembok) Siapa yang bilang mas Tarmin ini tidak berguna?Pasien: Saya ini gak berguna!!!!(sambil teriak)Suster : Di dunia ini tidak ada yang tidak berguna mas Tarmin, semua yang di ciptakan oleh Tuhan pasti ada manfaatnya. Apalagi mas Tarmin masih mempunyai tubuh yang lengkap.Pasien: (tertunduk)Suster :Begini saja mari suster ajak mas Tarmin jalan-jalan ke taman, bagaimana?Pasien: ngapain?Suster: biar pikiran mas Tarmin tenang tidak marah-marah lagi.Pasien: (pasien mau menerima ajakan suster).Di TamanSuster: mas gimana uda bisa merasa tenang belum perasaannya sekarang?Pasien: (termenung)Suster: mas kalau boleh suster tau sebenarnya ada apa kok mas mengatakan bahwa mas itu tidak berguna?Pasien: saya merasa malu dan tidak berguna sus sebab saya tidak lulus UAN..bodoh soal begitu saja saya tidak lulus..Suster: mas kegagalan itu bukan akhir segalanya tapi kegagalan itu adalah keberhasilan yang tertunda.Pasien: tapikan tetep aja gagal. (lalu mengepalkan tangan dan seolah ingin memukul tanah)Suster: tenang ya Mas Tamin ! apa yang membuat Tamin kesal?Pasien : saya kesal kalau ada yang tanya-tanya sama saya tentang ketidaklulusan saya. Rasanya ingin saya pukul saja mereka.Suster : ooh, begitu. Mas Tamin ini kesal kalau ada yang menanyakan tentang ketidaklulusan itu ya. sekarang coba dipikirkan, memukul seseorang yang tidak bersalah itu perilaku yang baik atau tidak?Pasien : tidak sus.Suster : yaa bagus.Itu perilaku yang tidak baik.Itu kan bisa melukai orang itu. Selain itu, tangan Mas Tamin kan bisa jadi sakit atau luka. Bagaimana menurut Tamin?Pasien : iya ya sus. Tidak ada gunanya juga memukul orang lain.Malah membuat tangan saya pegal pegal.Suster : baiklah, kalau begitu.. mari suster ajarkan cara untuk mencegah Mas Tamin melakukan kekerasan. Kalau timbul rasa kesal pada diri Mas Tamin, sesegera mungkin tarik napas dalam. Instruksikan diri Mas Tamin untuk tenang. Ayo sekarang dicoba Pasien : (mempraktekkan nafas dalam)Suster : ya bagus.Sekarang bagaimana perasaan Tamin?Pasien : Kalau saya masih merasa kesal bagaimana, Sus?Suster : Kalau Tamin masih kesal, cobalah untuk mengekspresikannya ke benda yang tidak bahaya.Memukul bantal misalnya. Ayo sekarang dicoba !Pasien : begini sus?Iya sus, saya lega sekarangSuster : naaah.. bagus. Begitu kan lebih baik. Tamin bisa mempraktekkan 2 cara tadi kalau Tamin sedang kesal. Apakah Tamin sudah mengerti?Pasien : iya sus (menganggukkan kepala)Suster : Oke. suster yakin Tamin bisa mengendalikan emosi dengan baik. Kalau begitu, sesuai kontrak tadi bahwa kita mengobrol 10 menit saja. Sekarang sudah 10 menit, suster melanjutkan pekerjaan suster ya. Tamin bisa mencari kesibukan yang lain.Pasien : baik sus.Suster : besok suster akan menemui Tamin lagi untuk menanyakan 2 cara yang tadi sudah suster ajarkan sudah Tamin kerjakan atau belum.Tamin mau kita bertemu kapan dan di mana?Pasien : pagi jam 9 sus.Di taman.Suster : baik pagi jam 9, di taman ya.Sampai bertemu besok.---

BAB VPENUTUP

5.1 KesimpulanPerilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panic). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain.Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :1.Menyerang atau menghindar (fight of flight)2.Menyatakan secara asertif (assertiveness)3.Memberontak (acting out)4.Perilaku kekerasanTindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan

5.2 SaranPerawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam mengatasi masalahnya.Kemampuan perawat dalam menangani klien dengan masalah perilaku kekerasan meliputi keterampilan dalam pengkajian, diagnose, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Salah satu contoh intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada klien dengan masalah perilaku kekerasan adalah dengan mengajarkan teknik napas dalam atau memukul kasur/bantal agar klien dapat meredam kemarahannya.

DAFTAR PUSTAKA

Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT. Refika AditamaKeliat, Budi Anna, dkk.2006.Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2.EGC:Jakarta