Upload
budi-sutaryanto
View
226
Download
14
Embed Size (px)
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S
DENGAN PRE OPERASI (ECEC) EXTRA CAPSULAR
CATARACT EXTRACTION DISERTAI DM
DI RUANG TERATAI RSUD AMBARAWA
DI SUSUN OLEH :
1. Arifah Wahyu Nur
2. Budi Sutaryanto
3. Eka Nur Ferdiani
4. Hilda Nur Hidayah
5. Wina Setyaningsih
AKADEMI KEPERAWATAN WIDYA HUSADA
SEMARANG
2014
1
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangMata merupakan bagian panca indra yang sangat penting, para ahli mengatakan
jalur utama informasi 80% adalah melalui mata. Mata sering juga disebut sebagai
jendela karena bisa menyerap semua yang memantulkan, fatalnya banyak hal yang dapat
menyebabkan gangguan pada mata hingga menimbulkan kebutaan atau gangguan
penglihatan. Buta berdasarkan bahasa sehari-hari adalah kondisi tidak bisa melihat
susuatu apapun yang ada dihadapinya, penyebab terbanyak kebutaan adalah katarak.
Katarak merupakan setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan)lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-
duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. (Kapita Selekta
Kedokteran,2001).
Suzanne & Brenda, tahun 2002 berpendapat bahwa katarak adalah perubahan
lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak
menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh
cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.
Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia, Word Healt Organization (WHO)
saat ini diseluruh dunia ada sekitar 135 juta penduduk dunia memiliki penglihatan lemah
dan 45 juta orang menderita katarak. Dari jumlah tersebut, 90% diantaranya penyebaran
prevalensinya dinegara berkembang dan sepertiganya berada di Asia Tenggara.
Di Indonesia jumlah penderita katarak tiap tahun meningkat, bertambah 210.000
orang pertahun, 16% diantaranya berada pada usia produktif. Angka kejadian katarak
dan angka pertumbuhan katarak pertahun 0,1% dari jumlah penduduk. Sebagian besar
katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Katarak
kebanyakan muncul pada usia lanjut. Data statistik menunjukkan bahwa lebih dari 90%
orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak. Sekitar 550% orang berusia 75-85
tahun daya penglihatannya berkurang akibat katarak.
2
Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan apabila
tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan
sehari-hari, atau bila katarak ini menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan uveitis.
Apabila diindikasikan pembedahan, maka ekstraksi lensa akan secara definitif
memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih 90%. Sisanya 10% pasien mungkin telah
mengalami penyulit pasca bedah serius, misalnya glaukoma, ablasio retina, perdarahan
corpus vitreum, infeksi, atau pertumbuhan epitel ke bawah (ke arah kamera interior)
yang menghambat pemulihan visus. Lensa intraocular dan lensa kontak kornea
menyebabkan penyesuaian setelah operasi katarak menjadi lebih mudah, dibandingkan
pemakaian kacamata katarak yang tebal.
Sebagian besar katarak yang disebut katarak senilis, terjadi akibat perubahan-
perubahan degeneratif yang berhubungan dengan pertambahan usia. Pajanan terhadap
sinar matahari selama hidup, alkohol, merokok dan asupan vitamin antioksidan yang
kurang dalam jangka waktu yang lama serta predisposisi herediter berperan dalam
munculnya katarak senilis.
Peran perawat pada kasus katarak meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan
langsung kepada klien yang mengalami pembedahan katarak, sebagai pendidik
memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi ktarak, serta sebagai
peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien
dengan operasi katarak melalui metode ilmiah.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih
lanjut bagaimana penatalaksanaan, perawatan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut
dan bagaimana asuhan keperawatan pada Klien dengan diagnosa Medis Pre Operasi
Katarak.
1.2 Tujuan penulisan1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan pengalaman yang nyata tentang asuhan ke-perawatan dengan
klien dengan diagnosa Medis Katarak dan sebagai pemahaman tentang penangan
pasien katarak, perawatan pasca operasi serta mengetahui komplikasi yang
mungkin muncul pada pasien katarak dan pencegahan terhadap komplikasi.
3
1.2.2 Tujuan KhususSetelah melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien Tn. A dengan klien
dengan diagnosa Medis Post Operasi Katarak hari ke 1 diharapkan, Penulis
mampu:
a. Untuk mengetahui dan memahami tanda gejala dan penatalaksanaan pada
pasien pre operasi Katarak dan pemulihan penglihatan agar dapat beraktifitas
sesuai fungsinya semula.
b. Untuk memahami perawatan pasien pre operasi Katarak untuk mencegah
terjadinya komplikasi yang meliputi kebutaan, retinoblastoma, gluokoma dll.
c. Mengidentifikasi data yang menunjang masalah keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis Ppre Operasi Katarak .
d. Menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Pre
Operasi Katarak.
e. Menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Pre
Operasi Katarak.
f. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Pre
Operasi Katarak
g. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Pre
Operasi Katarak.
h. Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat serta penyelesaian
masalah (solusi) dalam melaksanakan asuhan kepe-rawatan pada pasien
dengan diagnosa medis re Operasi Katarak.
1.3 Manfaat Penulisan1.3.1 Bagi Perawat
Untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta meningkatkan dalam
melaksanakan penerapan proses asuhan keperawatan mulai dari pengkajian,
diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi secara sistematis khususnya pada
pasien dengan Katarak.
4
1.3.2 Bagi Institusi PendidikanSebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan agar penulisan ini dapat
dilakukan dengan melihat permasalahan lain yang berkaitan dengan kasus yang
telah penulis selesaikan.
1.3.3 Bagi Rumah SakitSebagai penambah wawasan dan pengetahuan bagi semua lapisan tim kesehatan
atau pelaksanaan asuhan keperawatan khususnya dibidang keperawatan maupun
tim kesehatan lain tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Katarak post
operasi
5
BAB IIKONSEP DASAR
2.1 DefinisiKatarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih dan
merupakan suatu daerah yang berkabut dan keruh didalam lensa. Pada stadium dini
pembentukan katarak, protein dalam serabut-serabut lensa dibawah kapsul mengalami
denaturasi. Lebih lanjut protein tadi berkoagul;asi membentuk daerah keruh
menggantikan serabut-serabut protein lensa yang dalam keadaan normal seharusnya
transparan (Sjamsuhidayat. 2004).
Bila suatu katarak telah menghalangi cahaya dengan hebat sehingga sangat
mengganggu penglihatan, maka keadaan itu perlu diperbaiki dengan cara mengangkat
lensa melalui operasi. Bila ini dilakukan, maka mata kehilangan sebagaian besar daya
biasnya, dan harus digantikan dengan lensa konveks berdaya penuh didepan mata,
atau sebuah lensa buatan ditanam didalam mata pada tempat lensa dikeluarkan
(Soeparman, dkk. 2001).
Katarak merupakan setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan)lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-
duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. (Mansjoer Arif, dkk.
2001: 204)
Katarak merupakan opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih.
(Suzanne & Brenda, 2002:227)
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus
cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan
jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan
menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada
setiap lensa mata dapat bervariasi (Underwood, J. C. E. 2000).
Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh, menyebabkan gangguan pada penglihatan. Katarak adalah sejenis
kerusakan mata yang menyebabkan lensa mata berselaput dan rabun. Lensa mata
menjadi keruh dan cahaya tidak dapat menembusinya. Keadaan ini memperburuk
penglihatan seseorang dan akan menjadi buta jika lewat, atau tidak dirawat.
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau
bahan lensa di dalam kapsul lensa. Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa
dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa
(Sidarta Ilyas, 2005).
6
2.2 EtiologiSebagian besar katarak yang disebut katarak senilis, terjadi akibat perubahan-
perubahan degeneratif yang berhubungan dengan pertambahan usia. Pajanan terhadap
sinar matahari selama hidup, alkohol, merokok dan asupan vitamin antioksidan yang
kurang dalam jangka waktu yang lama serta predisposisi herediter berperan dalam
munculnya katarak senilis.
Katarak dapat timbul pada usia berapa saja setelah trauma lensa, infeksi mata,
atau akibat pajanan radiasi atau obat tertentu. Janin yang tepajan virus rubella dapat
mengalami katarak. Para pengidap diabetes melitus kronik sering mengalami katarak,
yang kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan aliran darah ke mata dan perubahan
penanganan dan metabolisme glukosa.
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya
usia seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut. Data statistik menunjukkan
bahwa lebih dari 90% orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak. Sekitar 550%
orang berusia 75-85 tahun daya penglihatannya berkurang akibat katarak.
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya
usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan
tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat
hamil muda. Penyebab katarak lainnya meliputi :
a. Faktor keturunan.
b. Cacat bawaan sejak lahir.
c. Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
d. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
e. Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus).
f. Gangguan pertumbuhan.
g. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
h. Rokok dan Alkohol.
i. Operasi mata sebelumnya dan trauma (kecelakaan) pada mata.
j. Ketuaan (Katarak Senilis).
k. Trauma.
l. Penyakit mata lain (Uveitis).
m. Penyakit sistemik (DM).
n. Defek kongenital (salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus
prenatal, seperti German Measles).
7
o. Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.
2.3 PatofisiologiLensa yang normal adalah struktur yang posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada
korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan
bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di
sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas
pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti
kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air kedalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori
lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda.
Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes melitus, namun
merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak
berkembang secara kronik dan matang ketika seseorang memasuki dekade ke tujuh.
Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila tidak
terdiagnosis dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen.
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung
tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleuas, di perifer ada korteks, dan
yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambah usia,
nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas
terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna namapak seperti kristal salju
pada jendela.
8
Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi,
perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang daari badan silier ke
sekitar daerah di luar lensa Misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi.
Perubahan Kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori
lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia darn tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun
mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun
sistematis, seperti DM, namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penuaan
yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang
memasuki decade ke tujuh. Katarak dapat bersifat congenital dan harus diidentifikasi
awal, karena bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan
penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak
meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol, merokok, DM, dan asupan
vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.
9
2.4 Pathways
10
Usia lanjut dan proses penuaan
cedera mata Penyakit metabolik (misalnya DM)
Nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan
Perubahan fisik (perubahan pd serabut halus multiple (zunula) yg memanjang dari badan silier
kesekitar daerah lensa)
Hilangnya tranparansi lensa
Perubahan kimia dlm protein lensa
koagulasi
mengabutkan pandangan
Terputusnya protein lensa disertai influks air kedalam lensa
Usia meningkat
Penurunan enzim menurun
Degenerasi pd lensa
KATARAK
Gangguan penerimaan
sensori/status organ indera
Menurunnya ketajaman
penglihatan
Gangguan persepsi sensori-
perseptual penglihatan
Kurang pengetahuan
Tidak mengenal
sumber informasi
Kurang terpapar
terhadap
informasi tentang
prosedur tindakan
pembedahan
CEMAS
prosedur invasive pengangkatan
katarak
Resiko tinggi terhadap infeksi
Post op Nyeri
Resiko Cedera
Congenital atau
bisa diturunkan.
2.5 Manifestasi KlinisSecara umum terdapat 4 jenis katarak seperti berikut:
a) Katarak congenital:
Merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir yang terjadi akibat
gangguan perkembangan embrio intrauterin.
b) Katarak Traumatik :
Merupakan katarak yang terjadi karena kecelakaan pada mata akibat trauma
tumpul atau trauma tajam yang menembus kapsul anterior.
c) Katarak Sekunder
Katarak yang disebabkan oleh konsumsi obat seperti prednisone dan
kortikosteroid, serta penderita diabetes. Katarak diderita 10 kali lebih umum oleh
penderita diabetes daripada oleh populasi secara umum.
d) Katarak yang berkaitan dengan usia:
Merupakan jenis katarak yang paling umum. Berdasarkan lokasinya, terdapat 3
jenis katarak ini, yakni nuclear sclerosis, cortical, dan posterior subcapsular.
Nuclear sclerosis merupakan perubahan lensa secara perlahan sehingga menjadi
keras dan berwarna kekuningan. Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada
pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih
baik. Penderita juga mengalami kesulitan membedakan warna, terutama warna
birru. Katarak jenis cortical terjadi bila serat-serat lensa menjadi keruh, dapat
menyebabkan silau terutama bila menyetir pada malam hari. Posterior
subcapsular merupakan terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa. Katarak ini
menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta
pandangan baca menurun.
Pada keadaan umum tanpa memperhatiak causa keluhan yang sering
ditemukan pada pasien dengan gangguan katarak adalah sebagai berikut:
a. Penurunan ketajaman penglihatan, silau dan gangguan fungsional sampai
derajat tertentu.
b. Pengembunan seperti mutiara keabuanpada pupil sehingga retina tidak akan
tampak dengan oftalmoskop.
11
c. Pandangan kabur atau redup, menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah
melihat di malam hari.
d. Pupil yang normalnya hitam akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih.
e. Gatal – gatal pada mata dan air mata mudah keluar.
f. Pada malam hari penglihatan terganggu dan pandangan kabur yang tidak dapat
dikoreksi dengan kaca mata atau ukuran kaca mata yang sering berubah.
g. Sulit saat membaca atau mengemudi di malam hari dan dapat melihat dobel
pada satu mata.
h. Penurunan tajam penglihatan secara progresif dan penglihatan seperti berasap.
i. Setelah katarak bertambah matang, maka retina menjadi semakin sulit dilihat,
akhirnya reflek fundus tiidak ada, dan pupil berwarna putih.
2.6 Diagnostik PenunjangSelain uji mata yang biasa, keratometri dan pemeriksaan lampu slit dan
oftalmoskopis, maka A-scan ultrasound (echography) dan hitung sel endotel sangat
berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan di lakukan
pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien merupakan kandidat
yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi Intra Okuler.
a. Kartu nama snellen/mesin telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akvesus atau
vitreus humor, kesalahan refraksi atau penyakit sistem saraf atau penglihatan
keretina atau jalan optik.
b. Lapang penglihatan. Penurnan mungkin disebabkan oleh cairan cerebro
vaskuler, massa tumor pada hipofisis otak, karotis atau patologis arteri
serebral, gloukoma.
c. Pengukuran tonografi. Mengkaji tekanan intraokuler (Tekanan Intra Okuler)
normalnya 12-25 mmHg.
d. Pemeriksaan oftalmoskopi. Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi
lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma, dilatasi
dan pemeriksaan belahan-lampu memastikan diagnosa katarak.
e. Darah lengkap, laju sedimentasi (Laju Endap Darah), menunjukkan anemia
sistemik atau infeksi.
f. EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid. Dilakukan untuk memastikan
aterosklerosis.
12
g. Tes toleransi glukosa, menunjukkan adanya atau kontrol diabetes (Marilyn E.
Doenges,2000).
h. Selain uji mata yang biasa, keratometri dan pemeriksaan lampu slit, dan
oftalmoskopis, maka A-scan ultrasound ( Echograpy ) dan hitung sel endotel
sangat berguna sebagai alat diagnostik khususnya bila dipertimbangkan akan
dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini
merupakan kandidat untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi inta
okuler (Brunner & Suddarth, 2002)
2.7 Penatalaksanaan MedisPembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian
rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari hari atau bila telah menimbulkan
penyulit, seperti glaucoma dan uveitis.
a. Pengobatan berupa eksisi seluruh lensa untuk diganti oleh lensa buatan, atau
fragmentasi lensa dengan ultrasound atau laser, diikuti oleh aspirasi fragmen
dan penggantian lensa.
b. Pembedahan diindikasikasikan bagi yang memerlukan penglihatan akut untuk
bekerja atau keamanan.
Macam-macam pembedahan yang dapat dilakukan antara lain:
a. Ekstraksi katarak intrakapsuler :
Merupakan pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula
dipisahkan, lensa di angkat dengan cryoprobe yang diletakkan secara langsung
pada kapsula lentis.
b. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler :
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98% pembedahan
katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat mata selama pembedahan.
c. Fakoemulsifikasi
Merupakan penemuan terbaru pada ekstraksi ekstrakapsuler cara ini
memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan
menggunakan alat ultrason frekuensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks
lensa menjadi partikel kecil yang lebih pendek dan penurunan insidensi
astigmatisme pasca operasi.
d. Pengangkatan lensa
13
Karena lensa kristalina bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan focus
mata, maka bila lensa di angkat, pasien memerlukan koreksi optikal. Koreksi ini
dapat dilakukan dengan salah satu metode dari 3 metode yaitu:
1. Kaca mata apakia : mampu memberikan pandangan sentral yang baik, namun
pembesaran 25% sampai 30% menyebabkan penurunan dan distorsi
pandangan perifer spasial, membuat benda-benda tampakak jauh lebih dekat
dari yang sebenarnya.
2. Lensa kontak : jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia, tidak terjadi
pembesaran yang bermakna (5% sampai 10%), tidak terdapat aberasi sferis,
tidak ada penurunan lapang pandangan dan tak ada kesalahan orientasi spasial.
3. Implan lensa Intraokuler : memberikan alternative bagi lensa apakia yang tebal
dan berat, untuk mengobati penglihatan pasca operasi.
2.8 Komplikasi Endoftalmitis
Edema kornea
Distorsi atau terbukanya luka operasi
Bilik mata depan dangkal
Glaucoma
Uveitis
Dislokasi lensa intraokuler
Perdarahan segmen anterior atau posterior
Ablasio retina
Sisa massa lensa
Robek kapsul posterior
Prolaps vitreous
14
2.9 Asuhan Keperawatan Secara Teoritis1. Pengkajian
Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dan menentukan hasil
dari tahap berikutnya. Pengkajian dilakukan secara sistematis mulai dari
pengumpulan data, identifikasi dan evaulasi status kesehatan klien (Nursalam,
2001).
a. Aktifitas Istirahat: Perubahan aktifitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b. Neurosensori: Gangguan penglihatan kabur/tak jelas, sinar terang menyababkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan
dekat/merasa diruang gelap. Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran
cahaya/pelangi di sekitar sinar, perubahan kacamata, pengobatan tidak
memperbaiki penglihatan, fotofobia (glukoma akut). Tanda: Tampak
kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil menyempit dan
merah/mata keras dan kornea berawan (glukoma darurat, peningkatan air
mata.
c. Nyeri/Kenyamanan: Ketidaknyamanan ringan/mata berair. Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau
tekanan pada atau sekitar mata, sakit kepala.
d. Pola aktivitas/istirahat: Perubahan aktivitas biasanya/hoby sehubungan dengan gangguan penglihatan.
e. Pola nutrisi: Mual/muntah (glaukoma akut)
f. Pola neurosensoryGejala: Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan
silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer,kesulitan memfokuskan
kerja dengan dekat/ merasa diruang gelap.
15
g. Pola penyuluhan/pembelajaranGejala: Riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler,
riwayat stress, alergi, ketikseimbangan endokrin, terpajan pada radiasi,
steroid/toksisitas fenotiazin.
2.10 Diagnosa Keperawatan1. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan atau
kurang pengetahuan.
2. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik dibatasi.
3. Ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman
mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat.
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan akibat prosedur
invasive/ tindakan operatif dan adanya proses inflamasi luka post operasi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangya informasi dan keterbatasan
kognitif.
2.11 Intervensi Keperawatan1) Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan lapang pandang.
Tujuan :Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan
cedera.
Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor
resiko dan untuk melindungi diri dari cedera.
Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Intervensi :1. Kaji kemampuan lapang pandang klien dan resiko terhadap cedera serta
kemampuan klien dalam beraktivitas.
Rasional : Untuk mengetahui kemampuan lapang pandang klien dan
kemampuan pasien dalam beraktivitas.
2. Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi pasca operasi, nyeri, pembatasan
aktifitas, penampilan, balutan mata.
16
Rasional : mamberikan kesempatan klien untuk memahami tentang kondisi
fisiknya pasca operasi.
3. Berikan posisi yang nyaman pada passion misalnya: posisi bersandar, kepala
tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
Rasional : posisi yang nyaman akan membuat pasien merasa aman dan tenang.
4. Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,
membongkok.
Rasional : untuk mencegah terjadinya resiko cedera
5. Ambulasi dengan bantuan dengan cara anjurkan pada keluarga untuk
membantu dalam pemenuhan activity daily living klien seperti ke kamar
mandi, duduk, makan dll.
Rasional : untuk membantu klien memenuhi kebutuhan dasarnya
6. Berikan tempat tidur yang nyaman pada pasien dan pasang pengaman pada
tempat tidur seperti guling disisi kanan dan kiri klien atau pagar pembatas bed.
Rasional : agar klien bisa beristirahat dengan nyaman
2) Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik dibatasi.
Tujuan :Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal
gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Kriteria Hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi :1. Kaji ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat.
R : Kebutuhan tiap individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab
kehilanganpenglihatan terjadi lambatdan progresif.
2. Orientasikan klien tehadap lingkungan.
R : Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurunkan cemas
dan disorientasi.
3. Observasi tanda-tanda disorientasi.
17
R : Terbangun dalam lingkungan yang tidak dikenal dan mengalami keterbatasan
penglihatan dapat mengakibatkan kebingungan terhadap orang tua.
4. Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh.
R : Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung.
5. Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar
kurang lebih 25%, penglihatan perifer hilang.
R : Perubahan ketajaman dankedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung
penglihatan dan meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk
mengkompensasi.
6. Letakkan barang yang di butuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi
yang sehat.
R : Memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan
untuk pertolongan bila diperlukan.
3) Ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman
mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat.
Tujuan:Klien pasca operasi tidak mengalami kecemasan akan penyakitnya setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Kriteria hasil: Menurunkan stress emosional, ketakutan dan depresi
Penerimaan pembedahan dan pemahaman instruksi.
Intervensi: 1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan
catat adanya tanda- tanda verbal dan
nonverbal.
2. Beri kesempatan pasien untuk
mengungkapkan isi pikiran dan
perasaan takutnya.
3. Observasi tanda vital dan peningkatan
respon fisik pasien.
4. Beri penjelasan pasien tentang
1. Derajat kecemasan akan dipengaruhi bagaimana
informasi tersebut diterima oleh individu.
2. Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana
rasa takut dapat ditujukan.
3. Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan
akibat kecemasan.
4. Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka
mengurangi kecemasan dan kooperatif.
5. Mengurangi kecemasan dan meningkatkan
18
prosedur tindakan operasi, harapan
dan akibatnya.
5. Lakukan orientasi dan perkenalan
pasien terhadap ruangan,petugas, dan
peralatan yang akan digunakan.
6. Beri penjelasan dansuport pada pasien
padasetiap melakukan
prosedurtindakan.
pengetahuan.
6. Mengurangi perasaan takutdan cemas.
19
BAB IIITINJAUAN KASUS
Dalam bab ini akan dibahas tentang asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
dengan Diagnosa Medis Katarak Pre Operasi di ruang rawat inap Teratai Rumah Sakit Umum
Daerah Ambarawa yang meliputi pokok bahasan: pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi.
3.1 PengkajianPengkajian Asuhan Keperawatan pada Ny. s dengan Diagnosa Medis Katarak
Pre Operasi di Ruang Rawat Inap teratai RSUD AMBARAWA, pada tanggal 20 maret
2014. Jam 08.00 WIB
A. Biodata
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan.
Agama : Islam
Umur : 68 Tahun.
Pendidikan : SD.
Pekerjaan : Tani
Alamat : Banyu Biru Rt 04/Rw 01, Kab. Semarang.
No Register : 059034
Tanggal Masuk : 19 Maret 2014.
Diagnosa Medis : Katarak + DM
2. Penanggung Jawab
Nama : Tn. H.
Hub dengan pasien : Suami Pasien.
Pekerjaan : Tani
Alamat : Banyu Biru Rt 04/Rw 01, Kab. Semarang
20
A. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Klien mengatakan pandangan mata kabur sejak 3 bulan yang lalu.
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluarga klien mengatakan sejak 3 bulan yang lalu klien sering mengeluhkan
pandangan mata kabur dan tidak jelas, mata klien tampak keruh kemudian klien
memeriksakanya pada petugas kesehatan setempat dan dinyatakan klien menderita
katarak. Klien sudah diberikan obat tetes mata namun tidak kunjung sembuh,
Semakin lama pandangan mata klien semakin kabur dan tidak jelas dan semakin
keruh. Kemudian oleh keluarga diperiksakan ke dokter dan oleh dokter dianjurkan
untuk operasi, kemudian oleh keluarga dibawa ke RSUD Ambarawa pada tanggal 19
Maret 2014. Dengan kondisi Wajah klien tampak gelisah, Klien terlihat tegang, Klien
terlihat memfokuskan pada diri sendiri, Klien tampak cemas, Klien terlihat takut,
klien tampak kesulitan beraktivitas.
3. Riwayat perawatan dan kesehatan Dahulu
Klien mengatakan menderita Katarak sejak 3 tahun yang lalu, selain itu klien juga
klien sering menderita batuk dan pilek dan untuk mengobatinya klien membeli obat
diwarung dan periksa ke petugas kesehatan setempat. Klien mengatakan sebelumnya
belum pernah dirawat dan belum pernah menjalani operasi terutama dengan penyakit
yang sama (katarak). Klien juga mengatakan sebelumnya klien pernah juga menderita
penyakit degenerative seperti hipertensi, diabetes mellitus dan tidak ada riwayat alergi
terhadap makanan dan obat-obatan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien mengatakan dalam keluarganya ada yang mengalami riwayat penyakit
yang sama yang diderita klien saat ini yaitu katarak. Keluarga klien tidak ada yang
mengalami penyakit menular seperti hepatitis dan alergi terhadap makanan apapun.
Tetapi menurut klien kakek klien dahulu juga pernah menderita katarak tapi tidak
dioperasi karena keterbatasan fasilitas pada saat itu. Dan ada juga yang mempunyai
penyakit keturunan seperti diabetes mellitus, stroke dan hipertensi.
21
B. Pola Kesehatan Funsional
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Klien mengatakan bahwa sehat tidak mengalami sakit dan terbebas dari
penyakit jasmani maupun rohani
- Klien mengatakan bahwa dia belum mengerti tentang penyakit yang
dideritanya saat ini. Klien mengatakan tidak mengerti kenapa sampai
mengalami katarak. Klien mengatakan takut akan kondisinya dan takut
denagan prosedur operasi yang akan dijalani. Klien mengatakan tidak tahu
sama sekali tentang penyakitnya.
- Klien mengatakan cemas terhadap penyakit yang dideritanya apakah
sembuh/tidak
- Klien menyatakan untuk mengontrol dan mempertahankan kesehatan anaknya
ia menjaga pola makan anaknya baik sebelum dan saat iya sakit.
- Klien selalu bertanya- Tanya tentang penyakitnya dan tentang tindakan
operasinya.
2. Pola nutrisi dan metabolic
Makan:
- Sebelum sakit :
Klien mengatakan dirumah biasa makan 3x sehari porsi 1 piring kadang lebih,
dengan jenis menu nasi putih, sayur-sayuran dan laku. Klien mengatakan tidak
ada makanan yang di hindarinya/tidak di sukainya, dan tidak ada riwayat
alergi terhadap makanan.
- Saat sakit :
Klien mengatakan makan 3x sehari hanya menghabiskan seperempat porsi diet
dari rumah sakit, menu hanya makanan lunak atau bubur yang dianjurkan diet
rumah sakit dengan diet bubur tinggi kalori tinggi protein,
Minum:
- Sebelum sakit : klien mengatakan minum air putih 8 gelas/hari
- Saat sakit : klien mengatakan haya minum air putih + 5 gelas/hari.
22
3. Pola eliminasi
- Pola BAB
o Sebelum sakit :
Klien mengatakan dirumah BAB 1x sehari. Kadang-kadang 2x dalam
sehari. Konsistensi lunak, warna coklat, bau khas feaces dan tidak ada
masalah dalam BAB.
o Saat sakit :
Klien selama 3 hari ini klien belum BAB, klien belum BAB karena
kurang gerak dan kurang makanan berserat selain itu juga karena klien
merasa takut mengejan saat BAB karena nyeri semakin terasa saat
mengejan hingga klien belum BAB.
- Pola BAK
o Sebelum sakit :
Klien mengatakan sebelum mondok dirumah sakit dalam
sehari kencing 5 – 6x, warna urin kuning jernih, bau khas urin dan
tidak masalah dalam kebiasaan eliminasi pasien
o Saat sakit :
Klien mengatakan sebelum mondok dirumah sakit dalam
sehari kencing 5 – 6x, warna urin kuning jernih, bau khas urin. Klien
selama dirumah sakit BAK dengan menggunakan pispot dibantu oleh
keluarga klien
4. Pola aktivitas dan mobilisasi
- Sebelum sakit :
Sebelum sakit klien biasa beraktivitas sebagai petani dan tidak terdapat
masalah dalam pemenuhan kebutuhan activity daily living klien seperti makan,
mandi dan yang lainnya.
- Saat sakit :
Keluarga klien mengatakan klien tidak bisa beraktivitas sendiri. Klien takut
bergerak dan melakakukan aktivitas karena mata kabur dan cemas. Untuk
pemenuhanActivity daily living seperti makan, minum kebersihan dan alih
23
posisi klien dibantu oleh keluarga dan perawat, pasien hanya bisa terbaring di
tempat tidur.
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
Ket : 0 : mandiri, 1 : dibantu alat, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu
orang lain dan alat, 4 : tergantung total.
5. Pola Tidur dan Istirahat
- Sebelum sakit :
Klien mengatakan dirumah dalam sehari tidur + 8 jam siang + 2 jam dan 6
jam, klien lebih banyak tidur pada malam hari. Dan tidak ada masalah dalam
pola tidur klien dirumah.
- Saat sakit :
Selama sakit klien mengatakan kurang bisa tidur, sering terbangun terutama
pada malam hari. Tidur hanya + 6 jam/hari
6. Pola persepsi dan sensori
24
- Klien mengatakan kurang paham terhadap penyakitnya dan yang
menyebabkan terjadinya dan kurang paham dengan opersi yang akan
dijalaninya.
- Klien tidak dapat melihat dengan jelas, pandangannya kabur, dan kadang-
kadang melihat satu objek menjadi 2 bayangan.
- Pasien merasa cemas dengan penyakit yang diderita saat ini.
- Klien mengatakan jika terkena sinar/paparan matahari menyilaukan mata.
7. Pola hubungan dan peran
- Hubungan dengan keluarga
Keluarga klien mengatakan dalam keluarganya hubungan keluarga klien
terjalin baik dan saling memperhatikan satu sama lainnya termasuk apabila
ada anggota keluarga yang sakit keluarga yang lain ikut mendukung untuk
mendapatkan kesembuhan dengan berobat.
- Peran
Klien mengatakan bahwa ia adalah bahwa dia adalah seorang yang berusia 68
tahun berperan sebagai istri dari seorang suami dengan dua orang anaknya dan
3 orang cucu dari anak pertamanya.
8. Pola Reproduksi dan seksual
- Pasien adalah seorang ibu dengan tiga orang anak dan nenek dari dua orang
cucu.
9. Persepsi diri dan konsep diri
- Body Image
Klien mengatakan cemas kondisi sakitnya namun, klien mengatakan bahwa
klien menerima kondisi sakitnya dengan sabar dan keluarga menganggap ini
adalah ujian dan ia bersabar dalam menghadapi masalah ini.
- Ideal Diri
Klien berharap agar cepat sembuh dan segera pulang dan beraktivitas kembali
sebagai kepala keluarga yang harus mencari nafkah untuk keluarga dan
istrinya.
- Harga Diri
25
Klien menganggap bahwa kondisi sakitnya saat ini adalah cobaan bagi klien
dan klien tidak merasa minder dengan kondisinya saat ini karena
keluarga klien selalu mensuport klien, dan klien pasti dapat sembuh kembali
dan sehat seperti sebelum sakit.
- Peran
Klien mengatakan bahwa ia adalah bahwa dia adalah seorang yang berusia 68
tahun berperan sebagai istri dari seorang istri dengan dua orang anaknya dan 3
orang cucu dari anak pertamanya.
- Identitas Diri
Klien mengatakan bahwa ia sebagai seorang istri yang bekerja sebagai petani
yang sehari-hari menanam sayuran, padi dan menjadi buruh disekitar
rumahnya.
10. Pola mekanisme koping
- Sebelum sakit pasien mengatakan jika ada masalah selalalu bercerita ke
keluarganya, dan keluarga mendukung ps untuk menyelesaikan masalah.
- Saat sakit pasien mengatakan cemas dengan penyakitnya.
11. Pola nilai dan kepercayaan
- Pasien mengatakan beragama islam tidak ada larangan pada ps untuk tetap
beribadah selama sakit, dan ps selalu berdoa untuk kesembuhannya.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Pasien tampak lemas
2. Kesadaran : Compesmentis
3. Tanda-tanda vital :
- TD : 180/100 mmHg
- Nadi : 86x/menit
- S : 36o C
- RR : 24x/menit
4. Pemerikasaan fisik head to toe26
Mata : Mata kiri isokor, konjungtiva mata ananemis dan sclera mata anikhterik
sedangkan mata kanan terdapat oedem palpebral, terdapat selaput putih
pada kelopak mata, Hasil pemeriksaan fisik dengan opthalmoscope
bagian kornea ada selaput putih.
Telingga : Letak simetris, tidak ada serumen, dapat berfungsi dengan baik dan
tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
Hidung : Simetris, tidak ada polip hidung, fungsi pernafasan baik, tidak terjadi
sesak nafas, tidak tampak tumpukan sekret dan tidak terdapat masalah
dalam pola nafas.
Mulut : Mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis. Jumlah gigi kurang lengkap
30 buah, warna agak kuning, nafas agak bau, lidah agak kotor, warna
merah muda.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan tidak ada peningkatan
Jugularis Vena Perifer dan teraba nadi karotis 84 x/menit.
- Thorak : Bentuk simetris pergerakan dada kanan dan kiri
simetris, tidak lesi pada kulit dan tidak ada pembengkakan dada.
Paru-Paru/Pulmo
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
Permukaan dada simetris, permukaan dada kiri/sinistra sama
dengan permukaan dada kanan/dextra, Pernafasan normal
frekuensi 24x/menit.
Fokal fremitus kiri/sinistra sama dengan kanan/dextra, fokal
resonan kiri/sinistra sama dengan kanan/dextra.
Suara paru sonor.
Bunyi nafas vesikuler dan tidak terdengar suara nafas
tambahan seperti wheezing, ronkhi, krekels dan ralles
b) Jantung/Cardio
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: tidak Terlihat ictus cordis berdenyut halus di intercosta 6
: Teraba ictus cordis di intercosta ke 4-5-6 sebelah kiri.
: Batas jantung jelas, kesan tidak ada pembesaran jantung
: Terdengar bunyi jantung suara 1 (lub) tunggal dan bunyi jantung
27
suara 2 (dub) tunggal dan tidak terdengan mur-mur pada semua
lapang dada sebelah kiri.
5. Abdomen
Inspeksi
Auakultasi
Perkusi
Palpasi
: Permukaan abdomen simetris kanan dan kiri, tidak ada ascitas
dan tidak, terdapat lesi pada abdomen
: Bising usus kurang lebih 12x / menit.
: Suara Tympani.
: : Tidak terdapat nyeri tekan pada semua lapang abdomen dan tidak
terdapat pembesaran pada hepar dan ginjal.
28
6. Ekstremitas
Ekstremitas atas
Fungsi ekstremitas atas normal dan dapat berfungsi dengan baik dan tidak menggunakan
alat bantu dan ekstremitas sebelah kanan terpasang Infus RL dengan infuset makro,
12 tetes/menit keadaan infus baik tidak terdapat oedem pada area yang terpasang infus
dan tidak ada nyari infus terpasang hari ke 2.
Ekstremitas bawah
Ekstremitas bawah tidak terdapat kelainan dan dapat berfungsi dengan baik hanya saja
klien tidak mau banyak bergerak karena terasa nyeri pada luka operasi semakin meningkat
ketika bergerak.
c) Skala kekuatan otot
R
5
L
5
: Skala kekuatan otot pada kedua kaki dan kedua tangan nilai 5
yaitu dapat bergerak dengan baik dan mampu menahan gravitasi.
5 5
D. Pemeriksaan Penunjang29
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Maret 2014 didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 3.2. Pemeriksaan penunjang laboratorium
No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 Hemoglobin 10,8 gr/dl 12 – 14 gram/dl
2 Leukosit 11.400/ul 5.000 – 10.000/ul
3 Hemetokrit 39% 37 – 43 %
4 Laju endap darah 25 mm/jam 0 – 15 mm/jam
5 Blooding time (BT) 2 menit 1 – 3 menit
6 Clothing time (CT) 4 menit 2 – 6 menit
7 GDS 438 70 – 110
Hasil pemeriksaan fisik dengan opthalmoscope bagian kornea ada selaput putih
E. Program Therapy/pengobatan pada tanggal 19 Maret 2014 yang didapatkan klien
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2. Pemeriksaan penunjang laboratorium
No Therapy Dosis Rute Efek
1 CendoCytrol Tetes maata 2 tetes/6Jam Topical Antibiotic
2 Asamefenamat Tablet 500mg/8Jam Oral Analgetik
3 Ciprofloxacine Tablet 500mg/12Jam Oral Antibiotic
30
DATA FOKUS
Data Subjektif Data Objektif
- Mengatakan penglihatan kabur seperti
berawan, padahal Ny. S sudah
menggunakan kaca mata plus 1 dan
minus 2.5 pada orbita dextra dan
sinistra.
- Klien mengatakan kesulitan untuk
beraktivitas.
- Klien mengatakan penglihatannya
tidak jelas.
- Klien mengatakan jika terkena
sinar/paparan matahari menyilaukan
mata.
- Klien mengatakan jika melihat sesuatu
berbayang-bayang/menjadi dua
bayangan.
- Klien mengatakan cemas dengan
penyakit yang dideritanya.
- Klien mengatakan tidak mengerti
kenapa sampai mengalami katarak.
- Klien mengatakan takut dengan
tindakan operasi.
- Klien mengatakan tidak tahu sama
sekali tentang penyakitnya.
- Klien mengatakan cemas terhadap
penyakit yang dideritanya apakah
sembuh/tidak
1. Hasil pemeriksaan fisik dengan
opthalmoscope bagian kornea ada
selaput putih
2. Vital sign :
a) TD : 180/100 mmHg
b) N : 89x/menit
c) T :37,4 0c
d) RR : 24x/menit
3. Hasil pemeriksaan : BB : 78 kg dan
GDS terakhir 438
Wajah klien tampak gelisah.
Klien terlihat tegang.
Klien terlihat memfokuskan pada diri
sendiri.
Klien tampak cemas.
Klien terlihat takut
wajah tampak gelisah.
klien terlihat terus bertanya-tanya dengan
pertanyaan yang sama yaitu penyakitnya
dan tindakan operasinya.
klien terlihat bingung.
Aktivitas klien tampak dibantu
Klien tampak terbating di tempat tidur
5.
31
ANALISA DATA
No. Tanggal
Ditemukan
Data Fokus Problem Etiologi Paraf
PRE OPERASI
1 DS :
- Mengatakan
penglihatan kabur
seperti berawan.
- Klien mengatakan
kesulitan untuk
beraktivitas.
- Klien mengatakan
jika terkena
sinar/paparan
matahari
menyilaukan mata.
- Klien mengatakan
jika melihat
sesuatu
berbayang-
bayang/menjadi
dua bayangan
DO:
- Hasil pemeriksaan
fisik dengan
opthalmoscope
bagian kornea ada
selaput putih.
- Klien terlihat sulit
untuk beraktivitas.
- GDS terakhir 438
TTV :
Gangguan
persepsi
sensori-
perseptual
penglihatan.
Berkurangnya
penerimaan
sensori/status
organ indera
penglihatan.
32
TD :
180/100mmHg
N: 89x/menit
T :37,4 0c
RR: 24x/menit
5.
2 DS :
- Klien mengatakan
kesulitan untuk
beraktivitas.
DO:
- Aktivitas harian
klien tampak
dibantu.
-
- Pasien tampak
terbaring di tempat
tidur.
- TTV
TD : 180/100
mmHg
N: 89x/menit
T :37,4 0c
RR: 24x/menit
Resiko Cidera Gangguan persepsi
sensori
3 DS:
- Klien mengatakan
cemas terhadap
penyakit yang
dideritanya, apakah
sembuh atau tidak,
- Klien mengatakan
Ansietas. Perubahan pada
status kesehatan
dan kurang
pengetahuan.
33
takut denga operasi
yang akan dijalani
DO:
- Wajah klien tampa
k gelisah.
- Klien terlihat
tegang.
- Klien terlihat
memfokuskan pada
diri sendiri.
- Klien tampak
cemas.
- Klien terlihat takut
- Vital sign :
- TD : 180/90
mmH
- N: 84x/menit
- T :37,4 0c
- RR: 24x/menit
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No. Diagnosa keperawatan TTD
1. Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan b.dGangguan
penerimaan sensori/status organ indera penglihatan.
2. Resiko cedera berhubungan dengan gangguan persepsi sensori
penglihatan
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan kurang
pengetahuan tentang penyakit.
34
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa
Keperawatan
Tujuan &
Kriteria hasil
Intervensi Rasional
1. Gangguan
persepsi
sensori-
perseptual
penglihatan b.d
Gangguan
penerimaan
sensori/status
organ indera
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
3x24 jam diharapkan
masalah presepsi
sensori penglihatan
teratasi dengan
Kriteria Hasil :
- Mengenal
gangguan sensori
dan ber
kompensasi
terhadap
perubahan.
- Mengidentifikasi
/memperbaiki
potensial bahaya
dalam
lingkungan.
1. Orientasikan
klien tehadap
lingkungan.
2. Observasi tanda-
tanda
disorientasi.
3. Lakukan
komusikasi
dengan
memberiakan
stimulus.
4. Letakkan barang
yang di
butuhkan/posisi
bel pemanggil
dalam
jangkauan/posisi
yang sehat.
5. Anjurkan pasien
untuk
menghindari
gerak yang
berlebih
1. Memberikan
peningkatan
kenyamanan dan
kekeluargaan,
menurunkan cemas
dan disorientasi pasca
operasi.
2. Terbangun dalam
lingkungan yang tidak
dikenal dan
mengalami
keterbatasan
penglihatan dapat
mengakibatkan
kebingungan
lingkungan
3. Memberikan rangsang
sensori tepat terhadap
isolasi dan
menurunkan
kebingungan pasien.
4. Memungkinkan pasien
melihat objek lebih
mudah dan
memudahkan
panggilan untuk
pertolongan bila
diperlukan.
5. Perubahan ketajaman
dankedalaman persepsi
dapat menyebabkan 35
bingung penglihatan
dan meningkatkan
resiko cedera sampai
pasien belajar untuk
mengkompensasi.
2 Resiko cedera
berhubungan
dengan
gangguan
persepsi sensori
penglihatan
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
3x24 jam diharapkan
Klien dapat
melakukan
mobilisasi dengan
mandiri.
Kriteria Hasil :
- Klien dapat
melakukan
mobilitas fisik
tanpa dibantu.
- Klien dapat
melakukan
aktivitas harian
sendiri.
- Klien tak
nampak gelisah.
- Tanda-tanda vital
dalam batas
normal:
TD : 120/80mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36o C
1. Pantau keadaan
pasien setiap jam
dan berikan
penghalang
tempat tidur.
2. Pantau tanda-
tanda vital.
3. Bantu pasien
dalam
pergerakan/aktivit
as ke toilet.
4. Letakkan barang
yang di
butuhkan/posisi
bel pemanggil
dalam
jangkauan/posisi
yang sehat.
5. Berikan
pendidikan
kesehatan tentang
pencegahan injuri
di rumah
1. Pencegahan primer
terhadap resiko cedera.
2. Mengetahui tanda-
tanda vital dan
keadaan umum pasien.
3. Mencegah terjadinya
kecelakaan.
4. Memungkinkan pasien
melihat objek lebih
mudah dan
memudahkan
panggilan untuk
pertolongan bila
diperlukan.
5. Untuk mencegah
terjadinya injuri di
rumah.
36
3 Ansietas b.d
Perubahan pada
status
kesehatan.
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
3x24 jam diharapkan
tidak terjadi
kecemasan pada
klien.
Kriteria Hasil :
Pasien
mengungkapkan
dan mendiskusikan
rasa
cemas/takutnya.
Pasien tampak
rileks tidak
tegangdan
melaporkan
kecemasannya
berkurang sampai
pada tingkat dapat
diatasi.
Tanda-tanda vital
dalam batas
normal:
TD : 120/80mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36o C
1. Kaji tingkat
kecemasan
pasien dan catat
adanya tanda-
tanda verbal dan
nonverbal.
2. Beri kesempatan
pasien untuk
mengungkapkan
isi pikiran dan
perasaan
takutnya.
3. Observasi tanda
vital dan
peningkatan
respon fisik
pasien.
4. Beri penjelasan
pasien tentang
prosedur
tindakan operasi,
harapan dan
akibatnya.
5. Lakukan
orientasi dan
perkenalan
pasien terhadap
ruangan,petugas,
dan peralatan
yang akan
digunakan.
6. Beri penjelasan
1. Derajat kecemasan
akan dipengaruhi
bagaimana informasi
tersebut diterima oleh
individu.
2. Mengungkapkan rasa
takut secara terbuka
dimana rasa takut
dapat ditujukan.
3. Mengetahui respon
fisiologis yang
ditimbulkan akibat
kecemasan.
4. Meningkatkan
pengetahuan pasien
dalam rangka
mengurangi
kecemasan dan
kooperatif.
5. Mengurangi
kecemasan dan
meningkatkan
pengetahuan.
6. Mengurangi perasaan
takutdan cemas.
37
dansuport pada
pasien padasetiap
melakukan
prosedurtindakan
.
CATATAN KEPERAWATAN
No. DP TGL/JAM Implementasi Respon TTD
38
1,2,3
1
1,2,3
3
3
20/3/2014Jam 08.00
08.00
08.45
08.50
09.00
Mengobservasi TTV
Melakukan komunikasi dengan cara memberikan rangsang sentuhan ke pasien
Mengorientasikan klien tehadap lingkungan.
Mengkaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan nonverbal
Mengajarkan teknik relaksasi untuk menghilangkan kecemasan.
DS: - Pasien mengatakan
pandangan mata kabur
DO:- TD : 180/100 mmHg
- N : 89x/menit
- T :37,4 0c
- RR : 24x/menit
DS :- Pasien mengatakan
bisa mendengarkan dan merasakan sentuhan dengan baik
DO :- Klien tampak bisa
berkomunikasi dengan baik.
DS :- Klien mengatakan
tidakpaham dengan kondisi lingkungan saat ini
DO :- Klien tampak belum
bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan dan peyakitnya.
DS :- Klien mengatakan
cemas dengan penyakitnya
DO :- Klien tampak gelisah
DS :- Klien mengatakan
merasa lebih nyamanDO :
39
3
2
2
2
1,2,3
09.00
09.10
09.30
15.00
16.00
Memberikan informasi tentang penyakit ke pasien dan keluarga
Memberikan pengaturan posisi supine
Memasang penghalang tempat tidur untuk pengaamanan pasien.
Mengkaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas dan perawatan diri
Memberikan terapi obat CendoCytrol Tetes mata sesuai advise dokter
- Klien terlihat tenang
DS :- Klien mengatakan
belum paham dengan penyakitnya
DO :- Klien bertanya
tentang penyakitnya
DS : - Klien mengatakan
nyaman dengan posisinya.
D0 :- Pasien tampak
beristirahat dengan tenang.
DS : - pasien mengatakan
bersedia di pasan penghalang tempat tidur.
DO : - Penghalang terpasang
DS : - Pasien mengatakan
tidak bisa melakukan aktivitas sendiri.
DO :- Aktivitas pasien
tampak dibantu
DS :
40
- Pasien mengatakan bersedia diberikan obat tetes mata
DO :- Obat diteteskan dan
tidak ada tanda inflamasi
1,2,3
1,2
1,2
2
21/3/2014Jam 08.00
08.30
08.45
10.00
Mengobservasi TTV
meganjurkan pasien untuk tidak melakukan pergerakan yang berlebihan
Menganjurkan keluarga untuk meletakkan barang yang di butuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang sehat
Melakukan pengkajian terhadap adanya kerusakan integritas kulit.
DS: - Pasien mengatakan
pandangan mata kabur
DO:- TD : 140/90 mmHg
- N : 84x/menit
- T :36 0c
- RR : 22x/menit
DS : - Pasien mengatakan
bersedia mengikuti anjuran perawat.
DO :- Pasien tampak hanya
terbaring di tempat tidur.
DS :- Pasien mengatakan
terbantu
DO :- Pasien tampak
terbantu
DS :- Pasien mengatakan
tidak ada kerusakan kulit.
DO :
41
2
3
3
2
1,2,3
08.50
09.00
13.00
15.00
16.00
Mengkaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan nonverbal
Memberikan informasi tentang penyakit ke pasien dan keluarga
Memberikan lingkungan yang tenang dan nyaman untuk klien
Membrikan motivasi ke pasien untuk melakukan aktivitas dan mobilisasi secara mandiri sesuai kemampuan
Memberikan terapi obat CendoCytrol Tetes mata sesuai advise dokter
- Tidak terlihat adanya tanda kerusakan integritas kulit.
DS :- Klien mengatakan
cemas berkurangDO :- Klien tampak lebih
rilek dan tenang
DS :- Klien mengatakan
masih kurang paham dengan penyakitnya
DO :- Klien bertanya
tentang penyakitnya
DS : - Klien mangatakan
nyamanDO : - klien tampak
beristirahat dengan nyaman
DS : - Pasien mengatakan
masih kesulitan melakukan mobilisasi dan aktivitas sehari-hari.
DO :- Pasien tampak
berbaring di tempat tidur.
DS :- Pasien mengatakan
bersedia diberikan obat tetes mata
DO :- Obat diteteskan dan
tidak ada tanda
42
inflamasi
1,2,3
1
3
3
2
22/3/2013Jam 08.00
08.00
08.30
09.00
12.00
Mengobservasi TTV
.Menganjurkan keluarga untuk meletakkan barang yang di butuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang sehat
Memberi kesempatan pasien
untuk mengungkapkan isi pikiran
dan perasaan takutnya.
Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan akibatnya.
Memberikan motivasi ke pasien untuk melakukan aktivitas dan mobilisasi secara mandiri
DS: - Pasien mengatakan
pandangan mata kabur berkurang.
DO:- TD : 130/90 mmHg
- N : 84x/menit
- T :36 0c
- RR: 24x/menit
DS :- Pasien mengatakan
terbantu
DO :- Pasien tampak
terbantu
DS :- Klien mengatakan
cemas sudah hilangDO :- Klien tampak tenang
dan rileks
DS :- Klien mengatakan
sudah paham dengan prosedur tindakan operasi
DO :- Klien mampu untuk
menjelaskan tentang prosedur tindakan operasi
DS : - Pasien mengatakan
mengatakan sudah bisa melakukan
43
2
2
1,2,3
13.00
14.00
16.00
Memberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan injuri di rumah.
Memberikan alat bantu kepasien untuk beraktivitas
Memberikan terapi obat CendoCytrol Tetes mata sesuai advise dokter
aktivitas perawatan diri, tapi masih kesulitan untuk melakukan mobilisasi.
DO :- Pasien tampak
berbaring di tempat tidur.
DS :- Pasien mengatakan
mengerti.
DO :- Pasien mampu
menjelaskan kembali tentang pencegahan cedera
DS : pasien mengatakan terbantu.DO : pasien tampak menggunakan alat dengan benar
DS :- Pasien mengatakan
bersedia diberikan obat tetes mata
DO :- Obat diteteskan dan
tidak ada tanda inflamasi
CATATAN PERKEMBANGANNO.
DPTGL/JAM
EVALUASI
(SOAP)TTD
44
1
2
21/3/2014
Jam 07.00
Jam 07.00
S:
- Mengatakan penglihatan kabur seperti
berawan..
- Pasien mengatakan belum paham dengan
lingungan saat ini
O:
- Hasil pemeriksaan fisik bagian kornea ada
selaput putih.
- Pasien tampak belum bisa menyesuaikan diri
dengan linkungan.
- GDS terakhir 438
TTV :
TD : 180/100 mmHg
N: 89x/menit
T :37,4 0c
RR: 24x/menit
A : Masalah ganguan persepsi sensori belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi :
1. Kaji tanda-tanda vital klien sesuai program
dan keadaan klien.
2. Orientasikan klien tehadap lingkungan yang
mudah dikenal dengan tujuan
mempermudah klien belajar beraktivitas.
3. Observasi tanda-tanda disorientasi seperti
mata kabur dll.
4. Anjurkan pada keeluarga untuk membantu
klien dalam beraktivitas.
S :
- Klien mengatakan tidak bisa melakukan
aktivitas harian dan perawatan diri secara
45
3 Jam 07.00
mandiri
O:
- Klien tampak tidak bisa melakukan mobilitas
fisik aktivitas harian sendiri dan perawatan diri
sendiri.
- Terpasang penghalang bed pasien.
- Tanda-tanda vital
TD : 180/100mmHg
N : 89 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 37,4o C
A : Masalah resiko cedera teratasi sebagian
P : pertahankan intervensi
1. Ajarkan pasien untuk melakukan ROM aktif
dan pasif.
2. Berikan pengaturan posisi tirah baring.
3. Berikan alat bantu jika pasien
membutuhkan.
4. Berikan motivasi ke pasien untuk
melakukan aktifitas secara mandiri sesuai
kemampuan.
5. Letakkan barang yang di butuhkan/posisi
bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang
sehat.
S :
- Klien mengatakan cemas terhadap penyakit
yang dideritanya, apakah sembuh atau tidak,
- Klien mengatakan takut denga operasi yang
akan dijalani.
- Pasien mengatakan tidak paham dengan
lingkungan saat ini.
O :
46
- Wajah klien tampak gelisah.
- Klien terlihat tegang.
- Klien terlihat memfokuskan pada diri sendiri.
- Klien tampak cemas.
- Klien terlihat takut
- Vital sign :
- TD : 180/100 mmHg
- N : 89x/menit
- T :37,4 0c
- RR : 24x/menit
A : masalah Anxietas/cemas belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat
adanya tanda- tanda verbal dan nonverbal.
2. Beri kesempatan pasien untuk
mengungkapkan isi pikiran dan perasaan
takutnya.
3. Observasi tanda vital dan peningkatan
respon fisik pasien.
4. Beri penjelasan pasien tentang prosedur
tindakan operasi, harapan dan akibatnya.
5. Lakukan orientasi dan perkenalan pasien
terhadap ruangan,petugas, dan peralatan
yang akan digunakan.
6. Beri penjelasan dan suport pada pasien
padasetiap melakukan prosedurtindakan
1 22/3/2014Jam 07.00
S:
- Mengatakan penglihatan kabur seperti berawan.
- Pasien mengatakan sudah paham dengan
lingkungannya
47
2 Jam 07.00
O:
- Hasil pemeriksaan fisik bagian kornea ada
selaput putih.
- Pasien tampak bisa berinteraksi dengan keluarga
- Klien kesuliatan untuk beraktivitas
- GDS
- TTV :
TD : 140/90 mmHg
N : 84x/menit
T :36 0c
RR : 22x/menit
A : Masalah ganguan persepsi sensori teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi :
1. Kaji tanda-tanda vital klien sesuai program
dan keadaan klien.
2. Berikan stimulus komunikasi dengan
menggunakan suara dan sentuhan.
3. Persiapkan pasien untuk menjalani operasi
S :
- Klien mengatakan bisa melakukan aktivitas
harian dan perawatan diri secara mandiri untuk
berpakaian, mandi, toileting dibantu. Pasien
mengatakan aman di tempat tidur.
O:
- Klien tampak kesulitan melakukan mobilitas
fisik aktivitas harian sendiri.
- Pasien bisa berpakaian sendiri.
- Terpasang penghalang bed pasien.
- Tanda-tanda vital
48
3 Jam 07.00
TD : 140/90mmHg
N : 84x/menit
RR : 22 x/menit
S : 36o C
A : Masalah resiko cedera teratasi sebagian
P : pertahankan intervensi
1. Ajarkan pasien untuk melakukan ROM
aktif dan pasif.
2. Berikan pengaturan posisi tirah baring.
3. Berikan alat bantu jika pasien
membutuhkan.
4. Berikan motivasi ke pasien untuk
melakukan aktifitas secara mandiri sesuai
kemampuan.
5. Letakkan barang yang di butuhkan/posisi
bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang
sehat.
S :
- Klien mengatakan cemasnya berkurang Klien
mengatakan takut denga operasi yang akan
dijalani
O :
- Wajah klien tampak gelisah.
- Klien terlihat tegang.
- Klien terlihat memfokuskan pada diri sendiri.
- Klien tampak cemas.
- Klien terlihat takut
- TTV:
TD : 140/90 mmHg
N: 84x/menit
49
T :36 0c
RR: 22x/menit
A : masalah Anxietas/cemas teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
1. Observasi tanda vital dan peningkatan
respon fisik pasien.
2. Beri penjelasan pasien tentang prosedur
tindakan operasi, harapan dan akibatnya.
3. Lakukan orientasi dan perkenalan pasien
terhadap ruangan,petugas, dan peralatan
yang akan digunakan.
4. Beri penjelasan dan suport pada pasien
padasetiap melakukan prosedur tindakan
50
1 23/3/2014Jam 07.00
S:
- Mengatakan penglihatan berkurang
kekaburanya.
- Klien mengatakan bisa membiasakan diri
dengan kondisi gangguan penglihatannya
O:
- Hasil pemeriksaan fisik bagian kornea ada
selaput putih.
- Klien kesuliatan untuk beraktivitas
- Klien tampak tenang
- TTV :
TD : 130/90 mmHg
N : 82x/menit
T :36 0c
RR : 22x/menit
A : Masalah ganguan persepsi sensori teratasi
sebagian
51
2 Jam 07.00
P : Lanjutkan intervensi ( Delgasikan ke perawat
ruangan untuk tindatak) :
1. Kaji tanda-tanda vital klien sesuai
program dan keadaan klien.
2. Observasi ketajaman penglihatan, dan
kajia danya masalah dalam penglihatan
klien.
3. Anjurkan pada keeluarga untuk
membantu klien dalam beraktivitas.
4. Persiapkan pasien untuk menjalani
operasi
S :
- Klien mengatakan bisa melakukan aktivitas
harian dan perawatan diri secara mandiri untuk
berpakaian, mandi, toileting dibantu. Pasien
mengatakan aman di tempat tidur.
O:
- Klien tampak kesulitan melakukan mobilitas
fisik aktivitas harian sendiri.
- Pasien bisa berpakaian sendiri.
- Terpasang penghalang bed pasien.
- Tanda-tanda vital
TD : 130/90mmHg
N : 84x/menit
RR : 22 x/menit
S : 36o C
A : Masalah resiko cedera teratasi sebagian
P : pertahankan intervensi
1. Berikan pengaturan posisi tirah baring.
2. Berikan alat bantu jika pasien
membutuhkan.
3. Berikan motivasi ke pasien untuk
melakukan aktifitas secara mandiri sesuai
52
3 Jam 07.00
kemampuan.
4. Letakkan barang yang di butuhkan/posisi
bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang
sehat.
S :
- Klien mengatakan cemasnya hilang
- Klien mengatakan tenang menghadapi
operasi yang akan dijalani
O :
a. Wajah klien tampak tenang.
b. Klien terlihat rilek.
c. Klien terlihat berintaraksi dengan keluarga.
d. TTV:
TD : 130/90 mmHg
N: 82x/menit
T :36 0c
RR: 22x/menit
A : masalah Anxietas/cemas teratasi
P : pertahankatan intervensi :
1. Beri penjelasan pasien tentang prosedur
tindakan operasi, harapan dan akibatnya.
2. Lakukan orientasi dan perkenalan pasien
terhadap ruangan,petugas, dan peralatan yang
akan digunakan.
3. Beri penjelasan dan suport pada pasien
padasetiap melakukan prosedur tindakan
53
BAB IV
PEMBAHASAN
54
Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan teori dan kasus pada Ny. S dengan
diagnose medis katarak + DM di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
yang dilakukan mulai tanggal 20 sampai 22 Maret 2014.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnose yang muncul menurut diagnose NANDA (2011) dan yang penulis
temukan pada kasus adalah:
1. Gangguan persepsi sensori penglihatan (nanda, 1978,1980, 1998,2011))
Definisi :Perubahan pada jumlah atau pola stiimulus yang di terima, yang diisertai respon
terhadap stiimulus tersebut yang diihilangkan, dilebihkan, disimpangkan, atau dirusakan.
Batasan Karakteristik: 1. Subjekktif : Distorsi sensori, 2. Objektiif, Peurbahan pola
perilaku, Perubahan kemampuan penyelesaiann masalah, Perubaan ketajaman sensori,
Perubahan respon yang biasanya terhadap stimulus, Disorientasi, Halusinasi, Hambatan
komunikasi, Iriitabillitas, Konsentrasi buruk, Gelisah. Batasan karakteristik lain (non-
nanda) internasional : Perubahan postur tubuh, Perubahan abstraksi, Ansietas , Apatis,
Perubahan ketegangan otot, Respon yang tidak sesuai, Indikasi perubahan citra tubuh.
Data yang penulis dapatkan dari pengkajian yang dilakukan pada klien dengan kasus
diagnose medis katarak + DM adalah sebagai berikut : DS : Mengatakan penglihatan
kabur seperti berawan, Klien mengatakan kesulitan untuk beraktivitas, Klien mengatakan
jika terkena sinar/paparan matahari menyilaukan mata, Klien mengatakan jika melihat
sesuatu berbayang-bayang/menjadi dua bayangan. DO: Hasil pemeriksaan fisik dengan,
opthalmoscope bagian kornea ada selaput putih, Klien terlihat sulit untuk beraktivitas,
GDS terakhir tanggal 18 maret 2014 adalah 438, TTV : TD 180/100 mmhg, N 89x/menit,
S 37,4 ,RR : 24x/menit.
Gangguan persepsi penglihatan penulis ambil sebagai prioritas diagnose pertama karena
melihat merupakan salah satu kebutuhan dasar fisiologis manusia, dimana kalau
penglihatan mata tergangu akan bisa mempengaruhi pemenuhan dasar yang lain misal :
55
sesorang akan terganggu untuk melukan aktifitas mobilisasi fisik, sehingga individu akan
merasa ketidaksesuaian pada dirinya sendiri.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam mulai tanggal 20 sampai 22
evaluasi yang penulis dapat adalah sebagai berikut : S: Mengatakan penglihatan
berkurang kekaburanya, Klien mengatakan bisa membiasakan diri dengan kondisi
gangguan penglihatannya. O: Hasil pemeriksaan fisik bagian kornea ada selaput putih,
Klien kesuliatan untuk beraktivitas, Klien tampak tenang, TTV : TD : 130/90 mmHg, N
: 82x/menit, T :36 0c, RR : 22x/menit, A : Masalah ganguan persepsi sensori
teratasi sebagian, P : Lanjutkan intervensi ( Delgasikan ke perawat ruangan untuk
tindatak) :1. Kaji tanda-tanda vital klien sesuai program dan keadaan klien, 2.
Observasi ketajaman penglihatan, dan kajia danya masalah dalam penglihatan klien, 3.
Anjurkan pada keeluarga untuk membantu klien dalam beraktivitas, 5. Persiapkan pasien
untuk menjalani operasi
2. Resiko Cedera
Definisi : beresiko mengalami cedera sebagai akibat dari kondisi lingkungan yang
berinteraksi dengan sumber-sumber adaptif dan pertahanan individu. Kemungkinan
berhubungan dengan : Kurangnya informasi tentang keamanan, kelemahan, gangguan
kesadaran, kurangnya koordinasi otot, epilepsi, episode kejang, vertigo, gangguan
persepsi. Kemungkinan data yang di temukan: Perlukaan dan injuri. Kondisi klinis
kemungkinan terjadi pada : AIDS, dimensia, pengobatan barbiturat, halosinogen, dan
benzo diazepin, epilepsi, penyakit pendarahan.
Data yang penulis dapat dari pengkajian adalah sebagai berikut : DS : Klien mengatakan
kesulitan untuk beraktivitas.DO: Aktivitas harian klien tampak dibantu, Pasien tampak
terbaring di tempat tidur, TTV : TD : 180/100 mmHg, N: 89x/menit, T :37,4 0C, RR:
24x/menit
Resiko cedera penulis ambil sebagai prioritas kedua karena dalam kasus pasien dengan
pre operasi ECEC masalah utama yaitu gangguan persepsi sensori akan membuat pasien
56
kehilangan lapangan pandang sehingga pasien akan mengalami kesulitan untuk
beraktivitas aktivitas, dan perawatan diri oleh karena itu harus dilakukuan intervensi
keperawatan dan pendampingan dari keluarga untuk membantu pasien memenuhi
kebutuhannya dan untuk mencegah terjadinya resiko cedera.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam mulai tanggal 20 sampai 22
evaluasi yang penulis dapat adalah sebagai berikut: S : Klien mengatakan bisa
melakukan aktivitas harian dan perawatan diri secara mandiri untuk berpakaian, mandi,
toileting dibantu. Pasien mengatakan aman di tempat tidur. O: Klien tampak kesulitan
melakukan mobilitas fisik aktivitas harian sendiri, Pasien bisa berpakaian sendiri.,
Terpasang penghalang bed pasien, Tanda-tanda vital : TD : 130/90mmHg, N :
84x/menit, RR : 22 x/menit, S : 36o C, A : Masalah resiko cedera teratasi sebagian, P :
pertahankan intervensi : 1. Berikan pengaturan posisi tirah baring, 2. Berikan alat bantu
jika pasien membutuhkan, 3. Berikan motivasi ke pasien untuk melakukan aktifitas secara
mandiri sesuai kemampuan, 4. Letakkan barang yang di butuhkan/posisi bel pemanggil
dalam jangkauan/posisi yang sehat.
3. Ansietas
Definisi ; Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiraan yang samar di sertai respons
autonom (sumber seringkali tidak spesifik) perasaan takut yang di sebabkan oleh
antisipassi terhadap bahaya. Perasaan ini merpakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan bahaya yang akan trjaadi dan memampukan individu untuk melakukan
tindakan untuk mengahadapi ancaman. Batasan Karakteristik :Perilaku, Penurunan
produktifitas, Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa hidup,
Gerakka yang tidak relevan (mis; mengeret kaki, gerakan lengan ), Gelisah,Memandag
sekilas, Inomnia,Kontak mata buruk, Resah, Menyelidik dan tidak waspada. Afektif :
Gelisah, Kesedihan yangg mendaalam, Depresi, Ketakutan, Perrasaan tidak adekuat,
Fokus pada diri sendiri, Peningkatan kekhawatiran, Iritabilitas, Gugup, Gembira
berlebihhan, Nyeri dan peningkatan ketidak berdayaan yang persisten, Marah menyesal,
Perasaan takut.
Fiisiologis : Wajah tegang, Insomnia (non-NANDA), Peningkatan keringat, Peningkatan
ketegangan, Terguncang, Gemetar/tremor ditangan suara, Bergetar, Parasimpatis, Nyeri
abdomen, Peurunan tekanan darah, Penurunan nadi, Diare, Pingsan, Keletihan, Mual,
Gangguan tidur, Kesemutan pada ekstermitas, Sering berkemih, Berkemih tidak lampias, 57
Urgensi berkemih. Simpatis : Anoreksia, Eksitasi kardiovaskular, Diare, Mulut kering,
Wajah kemerahan, Jantung berdebar-debar, Peningkatan tekanan darh, Peningkatan nadi,
Peningatan reflex, Perningkatan pernafasan, Dilatasi pupil, Kesulitan bernafas,
Fasokonstrisi, Superfisial, Kedutan otot, Kelemahan. Koognitif : Kesadaran terhadap
gejala-gejala fisilogis, Blooking fikiran, Konfusi, Penurunan lapang pandang, Kesulitan
untuk berkonsentasi, Keterbatasan kemampuan untu menyelesaikan masalah,
Keterbatasan untuk belajar, Takut terhadap konsekuensi yang tdak spesifiik, Mudah lupa,
Gangguan perhatian, Tenggelam dalam dunia sendiri, Melamun.
Alasan penulis mengambil diagnose ansietas karena pada kasus ini pasien akan menjalani
operasi ECEC, dimana pada tahap pre operasi apsien akan merasakan cemas, takut
terhadap penyakit, takut terhadap prosedur pembedahan, dan takut dengan operasinya
akan berhasil atau tidak. Sehingga ansietas termasuk kedalam prioritas diagnose pada
kasus ini. Pada pasien dengan ansietas biasanya akan membutuhkan pendampingan
keluarga dan membutuhkan informasi yang banyak tentang penyakit sehingga akan
membuat pasien merasa tanang dan nyaman.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L, Juall. (2001) Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan) EGC. Jakarta.
58
Doengoes, M. E. Moorhouse, Mf. Geissler. A. C. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian perawatan
Pasien (terjemahan) Edisi 3, EGC. Jakarta.
Gaffar. L. Oj. (1999) Pengantar Keperawatan Profesional. EGC. Jakarta
Mansjoer Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid III. EGC. Jakarta
Oeswari E. (2000) Bedah dan Perawatannya. FKUI. Jakarta
Pearce. C. Evelyn. (1999), Anatomi dan Fisioloogi untuk Paramedis (terjemahan). Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. Jong. Wd. (2005) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2
(terjemahan) EGC. Jakarta.
Smeltzer S. C. B. G. (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and
Suddarth(terjemahan) Vol 3. EGC. Jakarta.
59