48
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GOUT Konsep Dasar Lansia Pengertian Lansia Usia lanjut dikatakan sebagai tahap ahir perkembangan pada daur kehidupan manusia ( Budi Anna Keliat,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3),(4) No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Klasifikasi Lansia 1. Pralansia Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. 2. Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih 3. Lansia resiko tinggi Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih / seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan ( Depkes RI, 2003) 4. Lansia potensial Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang / jasa ( Depkes RI, 2003) 5. Lansia tidak potensial Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain ( Depkes RI,2003) Karakteristik Lansia Menurut Anna Budi Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Berusia lebih dari 60 tahun ( sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan) 2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif. 3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi. ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GOUT A. Pengertian Artritis pirai (Gout) adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi. gout terjadi sebagai akibat dari hyperuricemia yang berlangsung lama (asam urat serum meningkat) disebabkn karena penumpukan purin atau ekresi asam urat yang kurang dari

Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

askep lansia

Citation preview

Page 1: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GOUTKonsep Dasar Lansia

Pengertian Lansia

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap ahir perkembangan pada daur kehidupan manusia

( Budi Anna Keliat,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3),(4) No. 13 Tahun 1998

tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia

lebih dari 60 tahun.

Klasifikasi Lansia

1. Pralansia

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

3. Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih / seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

dengan masalah kesehatan ( Depkes RI, 2003)

4. Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan

barang / jasa ( Depkes RI, 2003)

5. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,sehingga hidupnya bergantung pada bantuan

orang lain ( Depkes RI,2003)

Karakteristik Lansia

Menurut Anna Budi Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Berusia lebih dari 60 tahun ( sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan)

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan

biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GOUT

A. Pengertian

Artritis pirai (Gout) adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam

urat pada jaringan sekitar sendi. gout terjadi sebagai akibat dari hyperuricemia yang

berlangsung lama (asam urat serum meningkat) disebabkn karena penumpukan purin atau

ekresi asam urat yang kurang dari ginjal.

Artritis gout adalah suatu sindrom klinis yang mempunyai gambaran khusus,yaitu artritis

akut. Artritis akut disebabkan karena reaksi inflamasi jaringan terhadap pembentukan kristal

monosodium urat monohidrat.

Page 2: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

B. Etiologi GOUT

Gejala artritis akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap pembentukan kristal

monosodium urat monohidrat. Karena itu,dilihat dari penyebabnya penyakit ini termasuk

dalam golongan kelainan metabolik. Kelainan ini berhubungan dengan gangguan kinetik

asam urat yang hiperurisemia. Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena:

1. Pembentukan asam urat yang berlebih.

a. Gout primer metabolik disebabkan sistensi langsung yang bertambah.

b. Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat berlebih karana penyakit

lain, seperti leukemia,terutama bila diobati dengan sitostatika,psoriasis,polisitemia vera dan

mielofibrosis.

2. Kurang asam urat melalui ginjal.

a. Gout primer renal terjadi karena ekskresi asam urat di tubuli distal ginjal yang sehat.

Penyabab tidak diketahui

b. Gout sekunder renal disebabkan oleh karena kerusakan ginjal, misalnya glumeronefritis

kronik atau gagal ginjal kronik..

3. Perombakan dalam usus yang berkurang. Namun secara klinis hal ini tidak penting.

C. Patofisiologi

Banyak faktor yng berperan dalam mekanisme serangan gout. Salah satunya yang telah

diketahui peranannya adalah kosentrasi asam urat dalam darah. Mekanisme serangan gout

akut berlangsung melalui beberapa fase secara berurutan.

1. Presipitasi kristal monosodium urat.

Presipitasi monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi dalam plasma lebih dari

9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium, jaringan para- artikuler misalnya bursa,

tendon, dan selaputnya. Kristal urat yang bermuatan negatif akan dibungkus (coate) oleh

berbagai macam protein. Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk

berespon terhadap pembentukan kristal.

2. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)

Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan respon leukosit

PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis kristal oleh leukosit.

3. Fagositosis

Kristal difagositosis olah leukosit membentuk fagolisosom dan akhirnya membram vakuala

disekeliling kristal bersatu dan membram leukositik lisosom.

4. Kerusakan lisosom

Terjadi kerusakn lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan hidrogen antara

Page 3: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

permukan kristal membram lisosom, peristiwa ini menyebabkan robekan membram dan

pelepasan enzim-enzim dan oksidase radikal kedalam sitoplasma.

5. Kerusakan sel

Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam cairan sinovial, yang

menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan kerusakan jaringan.

D. Manifestasi Klinis

Secara klinis ditandai dengan adnya artritis,tofi dan batu ginjal. Yang penting diketahui

bahwa asm urat sendiri tidak akan mengakibatkan apa-apa. Yang menimbulkan rasa sakit

adalah terbentuk dan mengendapnya kristal monosodium urat. Pengendapannya

dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Oleh sebab itu, sering terbentuk tofi pada daerah-

daerah telinga,siku,lutut,dorsum pedis,dekat tendo Achilles pada metatarsofalangeal digiti 1

dan sebagainya.

Pada telinga misalnya karena permukaannya yang lebar dan tipis serta mudah tertiup

angin,kristal-kristal tersebut mudah mengendap dan menjadi tofi. Demikian pula di dorsum

pedis,kalkaneus karena sering tertekan oleh sepatu. Tofi itu sendiri terdiri dari kristal-kristal

urat yang dikelilingi oleh benda-benda asing yang meradang termasuk sel-sel raksasa.

Serangan sering kali terjadi pada malam hari. Biasanya sehari sebelumnya pasien tampak

segar bugar tanpa keluhan. Tiba-tiba tengah malam terbangun oleh rasa sakit yang hebat

sekali.

Daerah khas yang sering mendapat serangan adalah pangkal ibu jari sebelah dalam,disebut

podagra. Bagian ini tampak membengkak, kemerahan dan nyeri ,nyeri sekali bila sentuh.

Rasa nyeri berlangsung beberapa hari sampai satu minggu,lalu menghilang. Sedangkan tofi

itu sendiri tidak sakit,tapi dapat merusak tulang. Sendi lutut juga merupakan tempat

predileksi kedua untuk serangan ini.

Tofi merupakan penimbunan asm urat yang dikelilingi reaksi radang pada sinovia,tulang

rawan,bursa dan jaringan lunak. Sering timbul ditulang rawan telinga sebagai benjolan

keras. Tofi ini merupakan manifestasi lanjut dari gout yang timbul 5-10 tahun setelah

serangan artritis akut pertama.

Pada ginjal akan timbul sebagai berikut:

1. Mikrotrofi dapat terjadi di tubuli ginjal dan menimbulkan nefrosis

2. Nefrolitiasis karena endapan asam urat

3. Pielonefritis kronis

4. Tanda-tanda aterosklerosis dan hipertensi

Tidak jarang ditemukan pasien dengan kadar asam urat tinggi dalam darah tanpa adanya

riwayat gout yang disebut hiperurisemia asimtomatik. Pasien demikian sebaiknya dianjurkan

mengurangi kadar asam uratnya karena menjadi faktor resiko dikemudian hari dan

kemungkinan terbentuknya batu urat diginjal.

Page 4: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan serangan akut

Obat yang diberikan pada serangan akut antara lain:

1. Kolkisin, merupakan obat pilihan utama dalam pengobatan serangan arthritis gout

maupun pencegahannya dengan dosis lebih rendah. Efek samping yang sering ditemui

diantaranya sakit perut , diare, mual atau muntah-muntah. Kolkisin bekerja pada

peradangan terhadap Kristal urat dengan menghambat kemotaksis sel radang. Dosis oral

0,5 – 0,6 mg per jam sampai nyeri, mual atau diare hilang. Kontraindikasi pemberian oral

jika terdapat inflamammatory bowel disease.

2. OAINS

Semua jenis OAINS dapat diberikan yang paling sering digunakan adalah indometasin. Dosisi

awal indometasin 25-50 mg setiap 8 jam. Kontraindikasinya jika terdapat ulkus peptikus

aktif, gangguan fungsi ginjal, dan riwayat alergi terhadap OAINS.

3. Kortikosteroid

untuk pasien yang tidak dapat memakai OAINS oral, jika sendi yang terserang

monoartikular, pemberian intraartikular sangat efektif, contohnya triamsinolon 10-40 mg

intraartikular.

4. Analgesic diberikan bila rasa nyeri sangat berat. Jangan diberikan aspirin karena dalam

dosis rendah akan menghambat ekskresi asam urat dari ginjal dan memperberat

hiperurisemia.

5. Tirah baring merupakan suatu keharusan dan diteruskan sampai 24 jam setelah serangan

menghilang.

B. Penatalaksanaan periode antara

1. Diet dianjurkan menurunkan berat badan pada pasien yang gemuk, serta diet rendah

purin.

2. Hindari obat-obatan yang mengakibatkan hiperurisemia, seperti tiazid, deuretik, aspirin,

dan asam nikotinat yang menghambat ekskresi asam urat dari ginjal.

3. Kolkisin secara teratur

4. Penurunan kadar asam urat serum

a. Obat urikosurik, bekerja menghambat reabsorbsi tubulus terhadap asam urat yang telah

difiltrasi dan mengurangi peyimpanannya

b. Inhibitor xantin oksidase atau alopurinol, bekerja menurunkan produksi asam urat

dan meningkatkan pembentukan xantin serta hipoxantin dengan cara menghambat

enzim xantin oksidase.

E. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar asam urat yang tinggi dalam darah ( >

6mg%). Kadar asam urat normal dalam serum pada pria 8mg% dan pada wanita 7mg%.

pemeriksaan kadar asam urat ini akan lebih tepatlagi bila dilakukan dengan cara enzimatik.

Kadang-kadang didapatkan leukositosis ringan dengan led meninggi sedikit. Kadar asam

urat dalam urin juga sering tinggi (500 mg%/liter per 24 jam).

Disamping ini pemeriksaan tersebut,pemeriksaan cairan tofi juga penting untuk

Page 5: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

menegakkan diagnosis. Cairan tofi adalah cairan berwarna putih seperti susu dan kental

sekali sehingga sukar diaspirasi. Diagnosis dapat dipastikan bila ditemukan gambarankristal

asam urat ( berbentuk lidi) pada sediaan mikroskopik.

Kriteria diagnostik Artritis Gout ( ARA 1977)

A. Kristal urat dalam cairan sendi

B. Tofus yang mengandung kristal urat

C. Enam dari kriteria dibawah ini:

1. Lebih dari satu kali serangan ertritis akut

2. Inflamasi maksimal pada hari pertama

3. Artritis monoartikular

4. Kemerahan sekitar sendi

5. Nyeri atau bengkak sendi metatarsofalangeal 1

6. Serangan unilateral pada sendi metatarsofalangeal 1

7. Serangan unilateral pada sendi tarsal

8. Dugaan adanya tofus

9. Hiperurikemia

10. Pembengkakan asimetri sebuah sendi pada foto rontgen

11. Kista subkortikal tanpa erosi pada foto rontgen

12. Kultur mikroorganisme cairan sendi selama serangan inflamasi sendi negatif

Klasifikasi Gout

Gout primer

Merupkan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebih atau akibat

penurunan ekresi asam urat

Gout sekunder

Disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebih atau ekresi asam urat yang

bekurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu.

DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN

AKTIVITAS/ISTIRAHAT

Gejala: Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stress pada sendi :

kekakuan pada pagi hari.

Tanda: Malaise

Keterbatasan rentang gerak ; atrofi otot, kulit : kontraktur atau kelainan pada sendi dan otot

KARDIOVASKULER

Gejala : Jantung cepat, tekanan darah menurun

INTEGRITAS EGO

Gejala: Faktor-faktor stress akut atau kronis : Misalnya finansial, pekerjaan,

Page 6: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

ketidakmampuan, factor-faktor hubungan Keputusasaan dan ketidak berdayaan

Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi misalnya ketergantungan orang lain

MAKANAN ATAU CAIRAN

Gejala: Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat :

mual,anoreksia,kesulitan untuk mengunyah.

Tanda: Penurunan berat badan,kekeringan pada membran mukosa

HIGIENE

Gejala: Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas pribadi, ketergantungan pada

orang lain.

NEUROSENSORI

Gejala: Kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan

Tanda: Pembengkakan sendi

NYERI / KENYAMANAN

Gejala: Fase akut dari nyeri Terasa nyeri kronis dan kekakuan

KEAMANAN

Gejala: Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga,kekeringan pada

mata dan membran mukosa

INTERAKSI SOSIAL

Gejala: Kerusakan interaksi dan keluarga / orang lsin : perubahan peran: isolasi

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa 1: Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan penurunan fungsi tulang

Kriteria hasil: Nyeri hilang atau terkontrol

INTERVENSI

Mandiri

1. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0 – 10). Catat factor-faktor yang

mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal

2. Berikan matras atau kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai

kebutuhan

3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi.

Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi

Page 7: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

4. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak di tempat tidur,

sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah, hindari gerakan yang menyentak.

5. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun.

Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari.

Pantau suhu air kompres, air mandi

6. Berikan masase yang lembut

Kolaborasi

1. Beri obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai petunjuk seperti asetil

salisilat (aspirin)

RASIONAL

1. Membantu dalam menentukan kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan program

2. Matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran

tubuh yang tepat, menempatkan setres pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat

tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi / nyeri

3. Pada penyakit berat, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri atau cedera

sendi.

4. Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi,

mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi

5. Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan

kekakuan di pagi hari. Sensitifitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat

disembuhkan

6. Meningkatkan elaksasi/mengurangi tegangan otot,relaksasi, mengurangi tegangan otot,

memudahkan untuk ikut serta dalam terapi

Diagnosa 2: intoleransi aktivitas berhubungan dengan perubahan otao

Kriteria hasil: Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan

INTERVENSI

Mandiri

1. Perahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan.

2. Bantu bergerak dengan bantuan seminimal mungkin.

3. Dorong klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi, berdiri dan berjalan.

Kolaborasi

1. Berikan lingkungan yang aman dan menganjurkan untuk menggunakan alat bantu.

Berikan obat-obatan sesuai indikasi seperti steroid

RASIONAL

1. Untuk mencegah kelelahan dan mempertahankan kekuatan.

Page 8: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

2. Meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum.

3. Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.

4. Untuk menekan inflamasi sistemik akut

Diagnosa 3: Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi tulang

Kriteria hasil: Klien dapat mempertahankan keselamatan fisik

INTERVENSI

1. Kendalikan lingkungan dengan : Menyingkirkan bahaya yang tampak jelas, mengurangi

potensial cedera akibat jatuh ketika tidur misalnya menggunakan penyanggah tempat tidur,

usahakan posisi tempat tidur rendah, gunakan pencahayaan malam siapkan lampu panggil

2. Memantau regimen medikasi

3. Izinkan kemandirian dan kebebasan maksimum dengan memberikan kebebasan dalam

lingkungan yang aman, hindari penggunaan restrain, ketika pasien melamun alihkan

perhatiannya

RASIONAL

1. Lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi resiko cedera dan membebaskan

keluarga dari kekhawatiran yang konstan

2. Hal ini akan memberikan pasien merasa otonomi, restrain dapat meningkatkan

agitasi,mengagetkan pasien akan meningkatkan ansietas

DAFTAR PUSTAKA

Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta

Kalim, Handono, 1996., Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI : Jakarta

Mansjoer , Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3. Jakarta : Media Aeusculapius

Nugroho , wahjudi. 2002. Keperawatan Gerontik. EGC : Jakarta

Pranarka, kris. 2010. Buku Ajar Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut ) Edisi ke 4. Balai

penerbit fakultas kedokteran universitas Indonesia: Jakarta

Prof .dr.H.M. Noer, Sjaifoellah. 2000. Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi ke 3. Balai penerbit

FKUI: Jakarta

R. Maryam,S, Fatma, M.dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya. Salemba

medika : Jakarta

Page 9: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Lansia Yang Menderita Rematik

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan keberhasilan Pemerintah dalam Pembangunan Nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang medis atau ilmu kedikteran sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat.

Saat ini, di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di Negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia bertambah 1000 orang per hari pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia 50 tahun sehingga istilah Baby Boom pada masa lalu berganti menjadi ledakan penduduk lanjut usia.

Secara demografi, menurut sensus penduduk pada tahun 1980 di Indonesia jumlah penduduk 147,3 juta. Dari angka tersebut terdapat 16,3 juta orang (11%) orang yang berusia 50 tahun ke atas, dan 5,3 juta orang (4,3%) berusia 60 tahun ke atas. Dari 6,3 juta orang terdapat 822,831 (23,06%) orang yang tergolong jompo, yaitu para lanjut usia yang memerlukan bantuan khusus sesuai undang-undang bahkan mereka harus dipelihara oleh Negara.

Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi penuaan secara alamiah. Hal ini akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi, dan psikologis. Survei rumah tangga tahun 1980 angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun, sebesar 25,70% diharapkan pada tahun 2000 nanti angka tersebut akan menurun menjadi 12,30% (Depkes RI, Pedoman Pembinaan Kesehatan Lanjut usia bagi Petugas Kesehatan I, 1992)

Pada sistem muskuloskeletal termasuk di dalamnya adalah tulang, persendian, dan otot-otot akan mengalami perubahan pada lansia yang dapat mempengaruhi penampilan fisik dan fisiologisnya. Semua perubahan ini sangat mempengaruhi rentang gerak, gerak secara keseluruhan, dan cara berjalan.

Kekuatan muskular mulai merosot pada usia sekitar 40 tahun, dengan suatu kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun. perubahan gaya hidup dan penggunakan sistem neuromuscular adal penyebab utama kehilangan kekuatan otot. Secara umum, terdapat kemunduran kartilago sendi, sebagian besar terjadi pada sendi-sendi yang menahan berat dan pemebentukan tulang di permukaan sendi. Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada jaringan penyambung meningkat progresif yang jika tidak dipakai lagi, mungkin menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan deformitas. Penyakit inflamasi artikular yang paling sering terjadi pada lansia adalah Atritis Reumatoid.

Page 10: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

Berbagai penyakit sendi, termasuk Atritis Reumatoid dapat terjadi resiko jatuh pada lansia. Jatuh merupakan kejadian terbesar pada lansia. Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, sehingga mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendak dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Reuben, 1996 dalam Buku Ajar Geriatri, Darmojo, 1999).

Penyakit kronis, pengobatan, dan faktor lingkungan seperti penerangan yang kurang, lantai yang licin, tersandung, alas kaki kurang pas, kursi roda yang tidak terkunci, serta jalan menurun/ adanya tangga juga dapat memperbesar risiko jatuh pada lansia. Karena hal-hal tersebut maka perhatian dan dukungan keluarga terhadap lansia menjadi sangat penting.

Keluarga mempunyai peran yang penting dalam perawatan pasien lansia. Peran penting tersebut dimiliki keluarga dikarenakan keluarga paling banyak berhubungan dengan pasien (lansia), keluarga adalah orang yang paling dekat dan paling mengetahui keadaan pasien, Pasien (lansia) yang dirawat di rumah sakit nantinya akan kembali ke lingkungan keluarga.

Salah satu aspek penting dalam keperawatan adalah keluarga. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat merupakan klien keperawatan atau si penerima asuhan keperawatan. Keluarga berperan dalam menentukan cara asuhan yang diperlukan anggota keluarga yang sakit. Secara empiris dapat dikatakan bahwa kesehatan anggota keluarga menjadi sangat berhubungan atau signifikan.

Prioritas tertinggi dari keluarga adalah kesejahteraan anggota keluarganya. Hal ini tercapai apabila fungsi-fungsi dari keluarga untuk memenuhi kebutuhan tiap individu yang ada dalam keluarga dapat tercapai dan terpenuhi.

Keluarga Tn. T yang beralamatkan di RT 13 RW 09 Desa Kasih Sayang Kembar Purwokerto menjadi studi kasus dalam asuhan keperawatan keluarga saat ini dikarenakan terdapat alasan yang mendukung dijadikannya Tn. T sebagai sasaran Asuhan Keperawatan Keluarga yaitu keluarga Tn. T merupakan keluarga resiko tinggi kesehatan karena didalamnya terdapat usia lanjut.

1.2 Pembahasan masalah

Asuhan keperawatan keluarga pada Tn. T diprioritaskan pada diagnosa keperawatan pertama yaitu nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik (rematik)

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Keluarga Tn. T bisa dan mampu meningkatkan derajat kesehatannya melalui pemberian asuahan keperawatan keluarga.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang terjadi di dalam keluarga Tn. T

Page 11: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

2. Menganalisa dan merumuskan masalah keperawatan yang terjadi pada keluarga Tn. T kemudian menentukan prioritas masalah melalui skoring keluarga

3. Menyusun rencana tidakan keperawatan keluarga

4. Memberikan implementasi pendidikan kesehatan dan memberikan fasilitas perawatan kesehatan

5. Mengevaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan kepada keluarga Tn. T

1.4 Manfaat

1.4.1 Mahasiswa

1. Untuk melatih dan membiasakan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga melalui Asuhan Keperawatan keluarga.

2. Untuk meningkatkan ketrampilan berfikir kritis dalam menyesuiakan masalah kesehatan keluarga melalui Asuhan Keperawatan keluarga.

1.4.2 Keluarga

Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan sendiri, sehingga tercipta peningkatan stastus dan derajat kesehatan keluarga yang optimal.

Page 12: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

KONSEP DASAR

1. Pengertian Lansia

Mengenai kapankah orang disebut lanjut usia, sulit dijawab secara memuaskan . Menurut Organisasi Kesehatan Dunia lanjut usia meliputi :

- Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun

- Lanjut usia (elderly) ialah kelompok usia antara 60 sampai 74

- Lanjut usia tua (old) ialah kelompok usia antara 75 sampai 90

- Usia sangat tua (very old) ialah kelompok usia diatas 90

2. perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Page 13: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

- Perubahan sel

- Sistem pernafasan

- Sistem pendengaran

- Sistem penglihatan

- Sistem kardiovaskuler

- Sistem pengaturan temperature tubuh

- Sistem respirasi

- Sistem gastrointestinal

- Sistem genitourinaria

- Sistem endokrin

- Sistem kulit

- Sistem musculoskeletal

- Perubahan-perubahan mental

- Perubahan-perubahan psokososial

- Peningkatan spiritual

3. Penyakit Radang Sendi : Atritis Reumatoid

a. Patofisiologi

Atritis Reumatoid adalah suatu penyakit kronis, sistemik, yang secara khas berkembang perlahan-lahan dan ditandai oleh adanya radang yang sering kambuh pada sendi-sendi diartrodial dan struktur yang berhubungan. AR sering disertai dengan nodul-nodul rheumatoid, arthritis, neuropati, skleritis, perikarditis, limfadenopati, dan splenomegali. AR ditandai oleh periode-periode remisi dan bertambah parahnya penyakit (Stanley dan Beare, 2007).

b. Manifestasi Klinis

pada lansia, AR dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok :

1) Kelompok 1 adalah AR klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan sebagian besar terlibat. Terdapat faktor raumatoid, dan nodula-nodula rheumatoid yang sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat mendorong kea rah kerusakan sendi yang progresif.

Page 14: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

2) Kelompok 2 termasuk klien yang memenuhi criteria dari American Rheumatologic Association untuk AR karena mereka mempunyai radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari.

3) Kelompok 3, sinovitis terutama mempengaruhi bagian proksimal sendi, bahu, dan panggul. Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekakuan pada pagi hari. Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal ini, dengan adanya bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman, dan sindrom carpal tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang dapat smbuh sendiri yang dapat dikendalikan secara baik dengan menggunakan prednisone dosis rendah atau agens antiinflamasi dan memiliki prognosis yang baik.

Jika tidak diistirahatkan, AR akan berkembang menjadi empat tahap :

1) Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membran sinovial dan kelebihan produksi cairan sinovial. Tidak ada perubahan yang bersifat merusak terlihat pada radiografi. Bukti osteoporosis mungkin ada.

2) Secara radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat. Klien mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada deformitas sendi.

3) Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang,

4) Ketika jaringan fibrosa mengalami klasifikasi, ankilosis tulang dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot yang meluas dan luka pada jaringan lunak seperti nodula-nodula mungkin terjadi.

c. Penalaksanaan

Penanganan medis bergantung pada tahap penyakit ketika diagnosis dibuat dan termasuk dalam kelompok mana yang sesuai dengan kondisi tersebut. Untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan aggens inflamasi, obat yang dapat dipilih dalah aspirin. Namun, efek antiinflamasi dari aspirin tidak terlihat pada dosis kurang dari 12 tablet perhari, yang dapat menyebabkan gejala gastrointestinal dan sistem saraf pusat. Obat antiinflamasi non steroid sangat bermanfaat, tetapi dianjurkan menggunakan dosis yang direkomendasikan oleh pabrik dan pemantauan efek samping secara hati-hati sangat perlu dilakukan. Terapi kotikosteroid yang diinjeksikan melalui sendi mungkin digunakan untuk infeksi di dalam satu atau dua sendi. Injeksi secara cepat dihubungkan dengan nekrosis dan penurunan kekuatan tulang. Biasanya, injeksi yang diberikan ke dalam sendi apapun tidak boleh diberikan lebih dari tiga kali. Rasa nyeri dan pembengkakan umumnya hilang untuk waktu 1 sampai 6 minggu.

Penalaksanaan keperawatn menekankan pemahaman klien tentang sifat alami AR kronis dan kelompok serta tahap-tahap yang berbeda untuk memantau perkembangan penyakit. Klien harus ingat bahwa

Page 15: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

walaupun pengobatan mungkin mengurangi radang dan nyeri sendi, mereka harus pula mempertahankan pergerakan dan kekuatan untuk mencegah deformitas sendi. Suatu program aktivitas dan istirahat yang seimbang sangat penting untuk mencegah peningkatan tekanan pada sendi.

ASUHAN KEPERWATAN KELUARGA DENGAN LANSIA

A. Pengkajian

1. Data Umum

a. Identitas Keluarga

Identitas Kepala Keluarga

Nama : Tn. T

Page 16: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

Jenis Kelamin : Laki – Laki

Suku : Jawa

Umur : 67 Tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Petani

Telp : 085740032156

Alamat : RT 13 RW 09 Dusun Kasih Desa Sayang

Kec. Kembar Kab. Purwokerto Jateng

b. Komposisi Keluarga

No

Nama

Jenis kelamin

Hub. Dg keluarga

Umur

Pendidikan

Pekerjaan

1

Tn. T

L

KK

67 th

SD

Pensiunan

Page 17: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

2

Tn. M

L

Menantu

30 th

SMA

Buruh Pabrik

3

Ny. S

P

Anak

25 th

SMP

IRT

4

An. A

L

Cucu

5 th

TK

Pelajar

Page 18: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

c. Genogram

Page 19: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Sakit

: meninggal

: Tinggal serumah

d. Tipe Keluarga

keluarga Tn. T merupakan keluarga besar yang terdiri dari ayah, ibu, anak, menantu, serta cucu ( The extended family). Terkadang Tn. T merasa istirahatnya terganggu karena aktivitas bermain yang dilakukan cucu beserta teman-temannya.

e. Suku Bangsa

Tn. T menyatakan bahwa keluarganya merupakan suku jawa dan tinggal di lingkungan orang-orang yang bersuku jawa. Tn. T berkomunikasi dengan bahasa Jawa dan bahasia Indonesia baik antara anggota keluarga maupun kelurga sekitar.

f. Agama

Semua anggota keluarga Tn. T beragama Islam dan menjalankan ibadah sesuai keyakinan di rumah dan di masjid. Dalam menjalankan perintah agama keluarga cukup taat dan rajin mengikuti kegiatan keagamaan seperti sholat jamaah di Musholla, sholat Jumat di Mesjid, acara tahlilan/yasiinan (bapak-bapak dan ibu-ibu), dan acara keagamaan lainnya.

g. Status Sosial Ekonomi Keluarga

penghasilan keluarga ± Rp. 1.150.000 perbulan di, yang diperoleh dari hasil pensiunan Tn. T sebesar Rp. 400.000 dan hasil kerja Tn. M sebagai buruh pabrik sebesar Rp. 750.000. Sedangkan Ny. S tidak

Page 20: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

menghasilkan uang karena hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Tn. T memelihara ternak berupa ayam sebanyak 5 ekor. Pengeluaran perbulan untuk keperluan makan sekitar ± Rp. 700.000,- dan sisanya untuk keperluan lain –lain seperti membayar listrik, kebutuhan anak sekolah.

h. Aktivitas Rekreasi Keluarga

Kegiatan yang dilakukan keluarga setiap hari mereka menonton TV bersama-sama, dan semua berkumpul menonton TV ketika malam hari. Kadang mereka berkumpul bersama tetangga atau saudara dekat untuk berbincang-bincang bersama. Jika memiliki tabungan cukup dan kesehatan yang mendukung mereka berwisata ke tempat rekreasi terdekat.

2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

a. Tahap perkembangan keluarga saat ini dengan lansia

Tahap perkembangan keluarga Tn. T saat ini adalah keluarga usia lanjut, yang dimulai pada masa pension dan salah satu atau kedua orang tua meninggal. Semua anak Tn. T sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri-sendiri, hanya anak yang terakhir yang tinggal serumah dengannya dan mempunyai seorang anak yang masih berumur 5 tahun. Menantu Tn. T bekerja sebagai buruh pabrik.

b. Tahap perkembangan yang belum terpenuhi

Tidak ada tahap perkembangan keluarga sampai saat ini yang belum terpenuhi.

c. Riwayat kesehatan keluarga inti

- Tn. T mengatakan tidak mempunyai penyakit keturunan. Tn. T mengatakan beberapa minggu ini sering merasa linu di persendian kakinya sehingga kaku untuk berjalan, ketika bangun pagi kakinya merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk berjalan. Tn. T mengatakan pernah hampir jatuh karena kakinya merasa tidak kuat menopang badannya.

- Anak Tn. T (Ny. S) tidak memiliki masalah kesehatan.

- Menantu Tn. T (Tn. M) mengatakan tidak mempunyai penyakit keturunan dan tidak memiliki masalah kesehatan

- Cucu Tn. T (An. A) tidak mempunyai masalah kesehatan

d. Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya

Tn. T mengatakan istrinya (Ny . S) meninggal dunia karena penyakit kanker payudara, Ny. S (anak dari Tn. T) mengatakan Ayah mertuanya memiliki riwayat diabetes. Keluarga dari pihak Tn. M saat ini hubungannya baik, minimal setiap minggu bersilaturahmi, tidak ada konflik dengan keluarga.

3. Data Lingkungan

Page 21: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

a. Karakteristik Rumah

Rumah Tn. T merupakan rumah permanen dengan ukuran panjang ± 10 meter dan lebar 7 meter. Di rumah tersebut terdapat :

- Kamar tidur ( terdapat 3 kamar tidur, 1 kamar tidur berada di depan samping ruang tamu, 2 kamar tidur berada di samping ruang keluarga ).

- Kamar kosong ( 3 kamar kosong. Model rumah Tn. T adalah model rumah jaman dahulu yang banyak terdapat kamar-kamar yang jarang digunakan dan biasanya kamar tersebut digunakan untuk menaruh barang-barang yang tidak terpakai).

- Ruang tamu berukuran 3x3 meter, Ruang tamu cukup rapi dan bersih, terdapat perabotan

- Ruang makan Tn. T biasanya bergabung dengan ruang keluarga atau ruang menonton TV.

- Kamar mandi bergabung dengan WC berjumlah 2.

Lantai rumah Tn. T terbuat dari semen, kecuali dapur lantainya masih berupa tanah, Lantai dapur tampak licin dan lembab. Atap rumah dari genting. Ventilasi ada beberapa yaitu : di ruang tamu ada jendela, di ruang keluarga, di 2 kamar tidur dan 2 kamar kosong, serta dapur. Ventilasi masih terlalu sempit, < 10 m luas lantai. Kamar tamu ada sebuah lampu neon 20 watt, ruang keluarga terdapat bola lampu 15 watt, masing–masing kamar dan dapur terdapat lampu pijar 10 watt.

Sumber air keluarga berasal dari sumur gali yang telah dipasang pompa air, kualitas air tergantung musim, pada musim hujan warna air keruh kekuning-kuningan, pada musin kemarau warna air agak bening, kadang-kadang air agak berbau. Sumber air minum keluarga menggunakan air sumur yang ditampung dan diendapkan dalam tong. Jarak septictank dengan sumur ± 8 meter. Keluarga mengatakan membuang air limbah keluarga langsung ke kolam dibelakang rumah dengan membuat saluran yang menuju ke kolam penampungan. Untuk pembuangan sampah dilakukan penampungan dulu di ember sampah kemudian di pindah dan di bakar di dalam lubang di samping rumah. Untuk sarana penerangan keluarga Tn. T menggunakan listrik semuanya. Di belakang rumah terdapat kolam penampungan limbah keluarga beserta ikan lele peliharaan, dan terdapat kandang ayam.

Gambar Denah Rumah :

Jalan

U

B T

Page 22: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

S

Kamar kosong ruang tamu ruang keluarga kamar

Kamar kamar Kamar kosong kamar kosong kamar kosong dapur

Kandang ayam

Kolam penampungan + ikan

Page 23: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

K.M + WC

b. Karakteristik Tetangga dan Komunitas

Rumah Tn. T berada di wilayah kelurahan yang mayoritas penduduk sekitarnya adalah petani. Sarana jalan tersebut belum diaspal. Sarana kesehatan di lingkungan tersebut berupa bidan desa. Di dekat rumah Tn. T ± 7 meter terdapat masjid. Tetangga Tn. T mayoritas beragama islam serya memiliki sifat kebersamaan serta menganut adat jawa, misalnya selamatan, yasinan setiap malam jum’at, dll. Jika ada kegiatan sosial kemasyarakatan biasanya diumumkan melalui pengeras suara yang ada di musholla atau mesjid.

c. Mobilitas Geografis Keluarga

Keluarga Tn. T Keluarga jarang bepergian ke tempat-tempat yang jauh. Kegiatan rutin Tn. T adalah pergi ke sawah untuk sekedar melihat-lihat, sawah tersebut tidak jauh dari rumahnya (sekitar 1 km), aktivitas lainnya menonton TV dan mengikuti kegiatan keagamaan. Tempat tinggal keluarga juga tidak berpindah – pindah. Keluarga Tn.T yang lain berada di sekitar tempat tinggalnya (masih satu desa).

d. Perkumpulan Keluarga Dan Interaksi Keluarga Dengan Masyarakat.

Keluarga Tn. T mengatakan setiap hari raya semua anak-anak dan keluarga Tn. T berkumpul di rumah. Saudara-saudara Tn. T yang berada di sekitar rumah sering datang berkunjung. Tn. T dan keluarganya rutin mengikuti kegiatan, seperti pengajian.

e. Sistem Pendukung Keluarga

Tn. T memiliki keluarga yang berada di sekitar rumahnya sehingga sewaktu-waktu dapat dimintai bantuan. Tn. T memiliki ASKES. Jika sakit biasanya keluarga Tn. T dibawa ke Bidan, dan jika perlu rujukan ke Puskesmas yang berjarak 5 meter dari rumah.

4. Struktur Keluarga

a. Pola Komunikasi Keluarga

keluarga Tn. T dalam berkomunikasi menggunakan bahasa jawa dan bahasa Indonesia. Komunikasi antar anggota lancar dan tidak ada konflik dalam keluarga. Dalam keluarga mempunyai kebiasaan berkomunikasi setiap malam ketika menonton TV, keluarga bertukar pendapat dan menceritakan hal-hal yang terjadi dalam keluarga.

b. Struktur Kekuatan Keluarga

Dalam keluarga Tn. T adalah penentu keputusan terhadap suatu masalah karena Tn. T dianggap sebagai orang yang paling tua dan sebagai kepala keluarga. Untuk anak-anak yang telah berkeluarga keputusan

Page 24: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

diserahkan kepada keluarga masing-masing, tetapi anak-anaknya juga sering meminta pendapat Tn. T. keluarga Tn. T sangat menyayangi dan menghargai Tn. T, apabila Tn. T sakit keluarga langsung mengantarkannya berobat, anak-anaknya juga mengingatkannya untuk minum obat jika Tn. T lupa.

c. Struktur Peran ( Formal Dan Informal )

- Tn. T berperan sebagai kepala keluarga, seorang ayah ayah dan kakek. Tn. T juga sering mengasuh cucunya jika kedua anaknya sibuk atau ada keperluan.

- Tn. A berperan sebagai anak (menantu), suami, dan bapak.

- Ny. S berperan sebagai anak, istri, dan ibu.

- An. A berperan sebagai anak, An. A belum menyadari dan menjalankan perannya karena masih kecil.

d. Nilai Dan Norma Keluarga

Tn. T mengatakan ia terbiasa menanamkan pada anak-anaknya sikap hormat-menghormati dan menyayangi antar keluarga dan dengan tetangga. Keluarga Tn. T menganut agama Islam, dalam kehidupan keseharian menggunakan keyakinan sesuai syariat islam. Keluarga Tn. T menganut norma atau adat yang ada di lingkungan sekitar misalnya takziah atau menjenguk tetangga yang sakit. Disamping itu keluarga menganut kebudayaan Jawa, norma yang dianut juga kebudayaan jawa. Dalam kebiasaan keluarga Tn. T tidak ada yang bertentangan dengan kesehatan.

5. Fungsi Keluarga

a. Fungsi Afektif

Keluarga Tn. T mengatakan berusaha memelihara keharmonisan antar anggota keluarga, saling menyayangi, dan menghormati. Keluarga Tn. T sangat harmonis, rukun dan tentram. Apabila ada anggota yang membutuhkan atau sakit maka keluarga yang lain berusaha membantu.

b. Fungsi Sosialisasi

Tn. T mengatakan interaksi antar anggota keluarga dapat berjalan dengan baik. keluarga Tn. T menganut kebudayaan jawa. Keluarga Tn. T berusaha untuk tetap memenuhi aturan yang ada keluarga, misalnya saling menghormati dan menghargai. Keluarga juga mengatakan mengikuti norma yang ada di masyarakat sekitar, sehingga dapat menyesuiakan dan berhubungan baik dengan para tetangga atau masyarakat sekitar.

c. Fungsi Perawatan Kesehatan

- Kemampuan mengenal masalah kesehatan

Page 25: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

Keluarga mengatakan mengetahui penyakit di keluarganya tetapi tidak mengetahui sama sekali apa penyebabnya. Keluarga Tn. T mengatakan hanya sedikit mengetahui tentang tanda dan gejala, serta tidak mengetahui apa-apa saja yang harus dihindari untuk mencegah terjadinya penyakit pada Tn. T. Tn.

- Kemampuan mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan

Keluarga mengatakan linu pada sendi kaki yang diderita oleh Tn. T merupakan sakit yang biasa diderita oleh orang tua. Keluarga terus mengingatkan kepada Tn. T untuk tidak banyak melakukan aktivitas dan beristirahat saja.

- Kemampuan merawat anggota keluarga yang sakit

Jika ada keluarga yang sakit, hal pertama yang dilakukan adalah mengerokinnya dan jika sakitnya berlarut segera dibawa ke Bidan atau ke Puskesmas terdekat.

- Kemampuan keluarga memelihara/ memodifikasi lingkungan rumah yang sehat

Keluarga mengatakan tiap hari selalu membersihkan lingkungan rumahnya (menyapu, mengepel), sistem pembuangan limbah keluarga langsung ke saluran kolam di belakang rumah, pembuangan sampah ditampung sementara di ember sampah kemudian di bakar di lubang pembakaran setiap dua hari sekali.

- Kemampuan menggunakan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan setempat

Keluarga Tn. T mengatakan jika ada keluarga yang sakit segera dibawa ke Bidan, dan jika perlu rujukan dibawa ke Puskesmas terdekat. Tn. T seringkali tidak mau dibawa ke pelayanan kesehatan kecuali benar-benar dirasa parah.

d. Fungsi Reproduksi

Tn. T memiliki tiga orang anak yang sudah menikah semua. Ny. S dan Tn. A memiliki satu orang anak, Ny. S menggunakan alat kontrasepsi berupa pil untuk mengatur jarak anak selanjutnya.

e. Fungsi Ekonomi

Keluarga Tn. T termasuk keluarga mampu, hal ini dapat dilihat dari penghasilan keluarga tiap bulannya sekitar Rp.1.150.000/perbulan. Keluarga Tn. T dapat memenuhi setiap kebutuhan sandang, pangan dan papan walaupun dengan kapasitas seadanya. Untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, Tn.A menanam sayur di tepi sawah Tn. T yang dikelola olehnya. Jika ingin makan lauk-pauk, Tn. T biasa memancing ikan bersama kawan-kawannya di sungai dekat rumah

6. Stres Dan koping Keluarga

a. Stressor Jangka Pendek Dan Panjang

Page 26: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

- Stresor jangka pendek

Keluarga Tn. MS mengatakan pernah mengalami stres ketika Ny. S (istri Tn. T) meninggal dunia karena kanker payudar, namun hal tersebut tidak berlangsung lama karena keluarga sudah mengikhlaskannya. Hal-hal lain yang menimbulkan stress dalam keluarga segera dapat diatasi.

- Stresor jangka panjang

Keluarga Tn. MS mengatakan hampir tidak pernah mengalami stres baik itu stes jangka panjang ( > 6 bulan ).

b. Kemampuan Keluarga Berespon Terhadap Situasi/Stressor

Pemecahan masalah dalam keluarga Tn. T biasanya dengan cara musyawarah antar anggota keluarga, kadang juga melibatkan anaknya. Dalam menentukan pengobatan yang harus dijalani salah satu anggota keluarga, Tn. A pengambil keputusan karena Tn. A yang dianggap mampu dan memiliki fisik yang kuat.

c. Strategi Adaptasi Disfungsional

Dalam menghadapi suatu permasalahan keluarga Tn. MS biasanya mengkonsentrasikan pada bagaimana cara pemecahan masalah tersebut. Sehingga keluarga tidak terganggu dalam melakukan pekerjaan keseharian.

7. Pemeriksaan Fisik

a. Tn T

Tekanan Darah : 130/100 mmHg

Berat Badan : 57 kg

Tinggi Badan : 160 cm

Nadi : 80 x/mnt

RR : 20x/mnt

Termometer : 36,5° C

Kekuatan otot : 5 5

4 3

Skala nyeri : 6

b. Tn A

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Page 27: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

Berat Badan : 59 kg

Tinggi Badan : 163 cm

Nadi : 80 x/mnt

RR : 20x/mnt

Termometer : 36,3° C

Keadaan fisik tidak menunjukan adanya kelainan

c. Ny. S

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Berat Badan : 52 kg

Tinggi Badan : 155 cm

Nadi : 80 x/mnt

RR : 20x/mnt

Termometer : 36,5° C

Keadaan fisik tidak menunjukan adanya kelainan

d. An. A

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Berat Badan : 25 kg

Tinggi Badan : 65 cm

Nadi : 80 x/mnt

RR : 20x/mnt

Termometer : 36,5° C

Keadaan fisik tidak menunjukan adanya kelainan

8. Harapan Keluarga

Keluarga sangat berharap agar masalah kesehatan yang terjadi di dalam keluarga dapat teratasi atas bantuan dari pertugas kesehatan.

Page 28: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

B. Diagnosa Keperawatan Keluarga

1. Analisa Dan Sintesa Data

No

Data Penunjang

Masalah

Etiologi

1.

DS :

- Tn. T mengatakan sering merasa linu di persendian kakinya sehingga kaku untuk berjalan

- Tn. T mengatakan ketika bangun pagi kakinya merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk berjalan.

- Tn. T mengatakan pernah hampir jatuh karena kakinya merasa tidak kuat menopang badannya

DO :

- Tn. T berumur 67 tahun

- TD 130/100 mmHg

- Kekuatan otot 5 5

4 3

- Skala nyeri 6

- Lantai tanah yang berada di dapur tampak licin dan lembab

Page 29: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

Resiko Jatuh

Reumathoid, lantai yang licin, ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit.

DS :

- Keluarga mengatakan mengetahui penyakit di keluarganya tetapi tidak mengetahui sama sekali apa penyebabnya. Keluarga Tn. T mengatakan hanya sedikit mengetahui tentang tanda dan gejala, serta tidak mengetahui apa-apa saja yang harus dihindari untuk mencegah terjadinya penyakit pada Tn. T. Tn.

- Jika ada keluarga yang sakit, hal pertama yang dilakukan adalah mengerokinnya dan jika sakitnya berlarut segera dibawa ke Bidan atau ke Puskesmas terdekat

- Tn. T mengatakan tidak ada pantangan makanan

DO :

- Keluarga tidak bisa menjawab pertanyaan tentang pengertian penyakit, pencegahan, perawatan dan pengobatannya

- Tn. T bertanya apa saja makanan yang harus dihindari agar tidak sakit, Tn. T tampak bingung

Kurang pengetahuan, ketidak tahuan tentang penyakit

Kurang informasi dan keterbatasan kemampuan mencapai informasi, ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan

DS :

- Tn. T mengatakan sering merasa linu di persendian kakinya sehingga kaku untuk berjalan

Page 30: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

- Tn. T mengatakan ketika bangun pagi kakinya merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk berjalan.

- Tn. T mengatakan pernah hampir jatuh karena kakinya merasa tidak kuat menopang badannya

DO:

- Skala nyeri sedang (6)

- Klien tampak perlahan-lahan saat berjalan karena menahan nyeri.

- Klien tampak lambat dalam berjalan.

- Tingkat funsional klien 0, namun kadang-kadang 1

Hambatan mobilitas fisik

Nyeri, gangguan muskulus skeletal, kaku sendi (AR).

DS :

- Tn. T mengatakan sering merasa linu di persendian kakinya sehingga kaku untuk berjalan

- Tn. T mengatakan ketika bangun pagi kakinya merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk berjalan.

- Tn. T mengatakan pernah hampir jatuh karena kakinya merasa tidak kuat menopang badannya

DO:

- skala nyeri sedang (6)

- Klien tampak perlahan-lahan saat berjalan karena menahan nyeri

Nyeri

Agen cedera fisik ( rematik)

2. Perumusan Diagnosa Keperawatan Keluarga

No

Diagnosa Keperawatan

Page 31: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

1

Resiko jatuh b.d Reumathoid, lantai yang licin, ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit.

2

Kurang pengetahuan, ketidak tahuan tentang penyakit b.d Kurang informasi dan keterbatasan kemampuan mencerapai informasi, ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.

3

Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, gangguan muskulus skeletal, kaku sendi, gangguan sensori perseptual.

4

Nyeri b.d agen cedera fisik (rematik).

3. Prioritas Masalah

a. Resiko jatuh b.d Reumathoid, lantai yang licin, ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit.

KRITERIA

SKORE

PEMBENARAN

Sifat masalah

(bobot 1)

Skala :

3 : Aktual

2 : Resiko

1 : Sejahtera

2/3 x 1 = 2/3

Tn. T dan keluarga mengetahui bahwa Tn. T memiliki penyakit linu pada kakinya dan pernah hampir jatuh.

Kemungkinan masalah dapat diubah (bobot 2)

Page 32: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

Skala :

2 : Mudah

1 : Sebagian

0 : Tidak dapat

1/2 x 2 = 1

Keluarga mengatakan Tn. T sering tidak mau diajak ke tempat pelayanan kesehatan, kecuali benar-benar parah. Tn. T merasa masih dapat beraktivitas sehingga sering tidak mau dibantu dalam beraktivitas.

Potensial masalah untuk dicegah (bobot 1)

3 : Tinggi

2 : Cukup

1 : Rendah

3/3 x 1 = 1

Keluarga mengatakan jika Tn. T tidak banyak melakukan aktivitas dan banyak beristirahat maka penyakit Tn. T dapat terminimalisir.

Menonjolnya masalah (bobot 1)

2 : Berat, segera ditangani

1 : Tidak perlu segera ditangani

0 : tidak dirasakan

0/2 x 1 = 0

Keluarga mengatakan hanya satu kali Tn. T pernah hampir jatuh dan Tn. T sudah bisa mengimbangkan tubuhnya untuk berjalan walaupun lambat.

Total

2 2/3

b. Kurang pengetahuan, ketidaktahuan tentang penyakit b.d Kurang informasi dan keterbatasan kemampuan mencerapai informasi, ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan

Page 33: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

KRITERIA

SKORE

PEMBENARAN

Sifat masalah

(bobot 1)

Skala :

3 : Aktual

2 : Resiko

1 : Sejahtera

2/3 x 1 = 2/3

- Tn. T mengatakan sering merasa linu di persendian kakinya sehingga kaku untuk berjalan. Ketika bangun pagi kakinya merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk berjalan. Tn. T pernah hampir jatuh karena kakinya merasa tidak kuat menopang badannya

Kemungkinan masalah dapat diubah (bobot 2)

Skala :

2 : Mudah

1 : Sebagian

0 : Tidak dapat

2/2 x 2 = 2

Keluarga Tn. T mengatakan jika ada anggota keluarga yang sakit segera dibawa ke Bidan atau Puskesmas terdekat, namun belum ada pertugas yang menjelaskan bagaimana penyakitnya.

Potensial masalah untuk dicegah (bobot 1)

3 : Tinggi

2 : Cukup

1 : Rendah

2/3 x 1 = 2/3

Page 34: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

Tn. T mengatakan sudah mulai mengurangi aktivitasnya agar penyakitnya tidak bertambah parah, Tn. T belum tahu makanan apa yang harus dihindari.

Menonjolnya masalah (bobot 1)

2 : Berat, segera ditangani

1 : Tidak perlu segera ditangani

0 : tidak dirasakan

2/2 x 1 = 1

Tn. T mengatakan penyakitnya mengganggu aktivitas geraknya sehingga menyusahkan keluarga yang lain.

Total

3 4/3

c. Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, gangguan muskulus skeletal, kaku sendi, gangguan sensori perseptual.

KRITERIA

SKORE

PEMBENARAN

Sifat masalah

(bobot 1)

Skala :

3 : Aktual

2 : Resiko

1 : Sejahtera

3/3 x 1 = 1

Tn. T mengatakan Tn. T mengatakan penyakitnya mengganggu aktivitas geraknya sehingga menyusahkan keluarga yang lain.

Page 35: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

Kemungkinan masalah dapat diubah (bobot 2)

Skala :

2 : Mudah

1 : Sebagian

0 : Tidak dapat

1/2 x 2 = 1

Keluarga Tn. T mengatakan Tn T sudah bisa menyeimbangkan badannya walaupun dengan gerakan yang lambat.

Potensial masalah untuk dicegah (bobot 1)

3 : Tinggi

2 : Cukup

1 : Rendah

2/3 x 1 = 2/3

Tn. T mengatakan aktivitasnya terganggu.

Menonjolnya masalah (bobot 1)

2 : Berat, segera ditangani

1 : Tidak perlu segera ditangani

0 : tidak dirasakan

2/2 x 1 = 1

Tn. T mengatakan capek dengan penyakitnya yang tidak sembuh-sembuh dan mengganggu geraknya sehingga menyusahkan keluarga.

Total

3 2/3

d. Nyeri b.d agen cedera fisik (rematik)

Page 36: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

KRITERIA

SKORE

PEMBENARAN

Sifat masalah

(bobot 1)

Skala :

3 : Aktual

2 : Resiko

1 : Sejahtera

3/3 x 1 = 1

Tn. T mengatakan ketika bangun pagi kakinya merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk berjalan

Kemungkinan masalah dapat diubah (bobot 2)

Skala :

2 : Mudah

1 : Sebagian

0 : Tidak dapat

1/2 x 2 = 1

Tn. T mengatakan nyerinya ketika bangun pagi tidak hilang-hilang, padahal sudah minum obat dari warung. Keluarga mengatakan Tn. T sering tidak mau diajak ke tempat pelayanan kesehatan, kecuali benar-benar parah.

Potensial masalah untuk dicegah (bobot 1)

3 : Tinggi

2 : Cukup

1 : Rendah

3/3 x 1 = 1

Tn. T mengatakan sakitnya tidak bertambah parah jika banyak beristirahat.

Page 37: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

Menonjolnya masalah (bobot 1)

2 : Berat, segera ditangani

1 : Tidak perlu segera ditangani

0 : tidak dirasakan

2/2 x 1 = 1

Tn. T mengatakan sakitnya mengganggu aktivitasnya, kadang Tn. T tidak tahan dengan senut-senutnya.

Total

4

Maka prioritas masalahnya sebagai berikut :

No

Diagnosa Keperawatan

Skore

1

Nyeri b.d Agen cedera fisik (rematik).

4

2

Kurang pengetahuan, ketidak tahuan tentang penyakit b.d Kurang informasi dan keterbatasan kemampuan mencerapai informasi, ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.

3 4/3

3

Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, gangguan muskulus skeletal, kaku sendi, gangguan sensori perseptual.

3 2/3

4

Page 38: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

Resiko jatuh b.d Reumathoid, lantai yang licin, ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit.

2 2/3

E. Rencana Asuhan Keperawatan

No Dx

Tujuan

Kriteria

Intervensi

1

Setelah dilakukan perawatan selama 5 hari, Tn. T mengalami penurunan rasa nyeri atau dapat mentolerir rasa nyeri dengan kriteria :

1. Klien memahami mekanisme nyeri yang terjadi

2. klien mengetahui dan dapat memperagakan teknik distraksi dan relaksasi

3. klien tidak banyak mengeluh tentang nyerinya

Non verbal

Pain management (1400)

1. Monitor nyeri : lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, keparahan dan faktor presipitasi

2. Observasi respon non verbal klien saat nyeri terjadi

3. Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien

4. Jelaskan mekanisme nyeri yang terjadi pada klien

5. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri

6. Berikan support sistem untuk mentolerir nyeri

7. Libatkan orang terdekat klien

(keluarga) untuk pemberian support sistem

8. Kolaborasi dalam pemberian analgetik

Page 39: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

9. Kontrol faktor-faktor pemicu timbulnya nyeri : pembatasan aktivitas, nutrisi tinggi serat, minum air putih banyak, psikis tidak terganggu

10. Identifikasi PQRST sebelum dilakukan pengobatan

11. Berikan obat analgetik

12. Menganjurkan klien untuk bergerak perlahan pada setiap melakukan aktivitas

2

Setelah dilakukan pendidikan kesehatan, keluarga mengetahui tentang penyakit yang diderita keluarganya (AR), dengan kriteria hasil :

- Keluarga dapat menjelaskan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, serta penalaksanaan pada penyakit AR.

- Keluarga dapat melakukan perawatan dengan mengontrol makanan-makanan yang harus dihindari lansia

Verbal pengetahuan

Teaching : Disease Prosess (5602)

1. Menilai tingkat pengetahuan keluarga yang berhubungan dengan penyakit yang diderita oleh anggota keluarga (AR)

2. Menjelaskan pengertian penyakit (AR)

3. Menjelaskan patofisiologi penyakit (AR)

4. Menjelaskan tanda dan gejala yang muncul dari penyakit yang dialami (AR)

5. Menjelaskan penalaksanaan atau hal-hal yang harus dihindari

6. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab terjadinya penyakit

7. Mendiskusikan dengan keluarga tentang pilihan terapi yang bisa dilakukan

2

Setelah dilakukan perawatan selama 5 hari klien mampu melakukan mobilisasi sesuai kemampuan, klien dan keluarga mampu melakukan perawatan pada lansia yang imobilisasi dengan kriteria :

1. Mampu memotivasi diri untuk melakukan mobilisasi sesuai kemampuan

Non verbal

Page 40: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

Immobilization care (0940)

1. Diskusikan dengan klien tentang imobilisasi

2. Berikan contoh dan demonstrasi mobilisasi yang aman dan dapat dilakukan oleh klien

3. Observasi terjadinya nyeri

4. Motivasi klien untuk melakukan mobilisasi sesuai kemampuan

5. Beri reinforcement atas upaya pemahaman informasi dan usaha mobilisasi yang dilakukan

4

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 hari klien dapat mencegah terjadinya jatuh dan aman dalam pergerakannya, dengan kriteria hasil :

- Menggunakan alat bantu yang dibutuhkan

- Menempatkan barang-barang di tempat yang sesuai agar tidak menggangu lansia

- Memperhatikan kondisi lantai

Verbal pengetahuan

Fall Prevention (6490)

1. Mengidentifikasi ketidaktahuan dan kelemahan fisik yang kemungkinan menjadi potensi terjadinya jatuh

2. Mengidentifikasi lingkungan sekitar yang dapat menjadi penyebab jatuh

3. Memonitor nyeri, kelemahan, keseimbangan tubuh lansia

4. Mengajarkan pada pasien bagaimana mencegah terjadinya jatuh

5. Menyarankan keluarga untuk membantu kegiatan pasien apabila diperlukan

DAFTAR PUSTAKA

Page 41: Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Goat

Bandiah, S. (2009) Lanjut Usia dan Keperawatan gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika.

Jhonson R. dan Leny R (2010) keperawatan keluarga plus contoh askep keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika.