Upload
yayuk-i-l
View
45
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Irama Sirkardian
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah usia lanjut dan osteoporosis semakin menjadi perhatian dunia hal ini dilator
belakangi oleh meningkatnya usia harapan hidup. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
penyakit menua yang menyertainya diantaranya osteoporosis.Masalah osteoporosis di
Indonesia dihubungkan dengan masalah hormonal pada menopause. Menopause lebih cepat
dicapai wanita Indonesia pada usia 48 tahun dibandingkan wanita barat usia 60 tahun. Mulai
berkurangnya paparan terhadap sinar matahari, kurangnya asupan kalsium, perubahan gaya
hidup seperti merokok, alcohol dan berkurangnya latihan fisik,penggunaan obat steroid
jangka panjang serta risiko osteoporosis tanpa gejala klinis.
Osteoporosis atau dikenal sebagai tulang keropos. Pada osteoporosis massa yang
membentuk tulang sudah berkurang, sehingga tulang dapat dikatakan keropos. Struktur
pengisi tulang antara lain berupa senyawa-senyawa kolagen disamping juga kalsium,
berfungsi bagaikan semen cor-an nya tulang. Ketika massa ini menjadi berkurang maka
tulang menjadi kurang padat sehingga tak kuat menahan benturan ringan sekalipun yang
mengenainya, resikonya patah tulang gampang terjadi.Di luar dari mudahnya tulang yang
keropos itu mengalami fraktur, tulang yang keropos hampir tak bergejala sama sekali, silent
disease. Jadi Keduanya memang dekat dengan wanita usia post menopause dikarenakan
proses metabolisme di tulang memang membutuhkan pengaruh dari hormone estrogen yang
lazimnya menurun saat wanita post menopause.
Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai
pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4%
tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko
osteoporosis yang meliputi umur, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah,
sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat berat badan
lebih/obesitas dan latihan yang teratur ( Sudoyo, 2009 ).
Penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki risiko
terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit osteoporosis pada pria
juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga
osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414
persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000
diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Beberapa fakta seputar
penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis di
Indonesia adalah Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita
sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%,
pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan
terjadi di Asia pada 2050. Mereka. Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di
Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. Dua dari lima orang Indonesia
memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Berdasarkan data Depkes, jumlah klien
osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dan merupakan Negara dengan klien osteoporosis
terbesar ke 2 setelah Negara Cina.
Meilani (2007) dan Ashar (2008) dalam penelitiannya mengenai pengaruh
pengetahuan dan upaya lansia terhadap osteoporosis menyatakan bahwa terdapat hubungan
substansial antara pengetahuan dan upaya pencegahan dini osteoporosis. Lansia yang kurang
pengetahuannya mengenai osteoporosis dan upaya yang kurang tepat mempunyai resiko
lebih tinggi untuk meningkatnya derajat osteoporosis, dengan meningkatkan pengetahuan
lansia tentang osteoporosis dapat mencegah meningkatnya osteoporosis (Ashar, 2008).
Osteoporosis sebenarnya dapat dicegah sejak dini atau paling sedikit ditunda
kejadiannya dengan membudayakan perilaku hidup sehat yang intinya mengkonsumsi
makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsure kaya serat,
rendah lemak dan kaya kalsium (1000-1200 mg kalsium per hari), berolahraga secara teratur,
tidak merokok,dan tidak mengkonsumsi alkohol karena rokok dan alcohol meningkatkan
risiko osteoporosis dua kali lipat, namun kurangnya pengetahuan masyarakat yang
memadaitentang osteoporosis dan pencegahannya sejak dini cenderung meningkat angka
kejadian osteoporosis (Depkes, 2004).
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Apa definisi Osteoporosis?
1.2.2 Apa klasifikasi Osteoporosis?
1.2.3 Apa etiologi Osteoporosis?
1.2.4 Apa manifestasi klinis Osteoporosis?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi Osteoporosis?
1.2.6 Bagaimana pathway Osteoporosis?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan Osteoporosis?
1.2.8 Apa saja pemeriksaan diagnostic Osteoporosis?
1.2.9 Bagaimana pencegahanOsteoporosis?
1.2.10 Apa komplikasi Osteoporosis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sistem Muskuluskeletal II serta mempresentasikannya, pada program S1-
Keperawatan di STIKES Muhammadiyah Lamongan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi osteoporosis.
2. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi osteoporosis.
3. Untuk mengetahui dan memahami etiologi osteoporosis.
4. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis osteoporosis.
5. Untuk mengatahui dan memahami patofisiologi osteoporosis.
6. Untuk mengetahui dan memahami pathway osteoporosis.
7. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan osteoporosis.
8. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik osteoporosis
9. Untuk mengetahui dan memahami pencegahanosteoporosis.
10.Untuk mengetahui dan memahami komplikasi osteoporosis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan
kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh
meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari
dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun
2001, National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai
penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang
mudah patah (Sudoyo, 2009).
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang,
dan porousberarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang
keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang
yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Osteoporosis (pengeroposan tulang) merupakan gangguan metabolik tulang dengan
meningkatkan kecepatan resorpsi tulang tetapi kecepatan pembentukannya berjalan lambat
sehingga terjadi kehilangan massa tulang. Tulang yang terkena gangguan ini akan
kehilangan garam-garan kalsium serta fosfat dan menjadi porous, rapuh serta secara
abnormal rentan terhadap fraktur (Kowalak, 2011).
Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah
penyakit skeletal sistemik dengan karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan
mikroarsitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitas tulang dan
meningkatnya kerentanan terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah kelainan dimana
terjadi penurunan massa tulang total (Lukman dan Nurna Ningsih, 2012).
2.2 KlasifikasiOsteoporosis
1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan
peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur
vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena
dari pada pria dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun. Osteoporosis
primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan proses penuaan,
sedangkan osteoporisis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat
hal hal tertentu. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat utama
karena lebih banyak ditemukan dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses ketuaan
pada wanita menopause dan usia lanjut merupakan contoh dari osteoporosis primer.
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang.
Osteoporisis sekunder mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu termasuk
kelainan endokrin, efek samping obat obatan, immobilisasi, Pada osteoporosis sekunder,
terjadi penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menimbulkan fraktur traumatik
akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid, artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal
kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme,
varian status hipogonade, dan lain-lain.
2.3 Etiologi
Menurut Farida Mulyaningsih (2008), osteoporosis diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Osteoporosis Postmenopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu
mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul
pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat
ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita
osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita
penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2. Osteoporosis Senilis
Merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang
baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini
biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita.
Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3. Osteoporosis Sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis
lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal
kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan
(misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan).
Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan
osteoporosis.
4. Osteoporosis Juvenil Idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya belum diketahui. Hal ini terjadi pada
anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar
vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang
(Mulyaningsih, 2008).
Faktor Resiko Terjadinya Osteoporosis :
1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon
estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu,
wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85
tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami
kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan
fungsi hormon paratiroid meningkat.
3. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki
risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah.
Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk
dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan
meskipun rendah.
4. Keturunan Penderita Osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah.
Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti
kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti
punya struktur genetik tulang yang sama.
5. Gaya Hidup Kurang Baik
a. Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung
fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan
kalsium dari dalam darah.
b. Minuman berkafein dan beralkohol. Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol
juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh
Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University Osteoporosis
Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman
berkafein dengan keroposnya tulang. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum
kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses
pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang
menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
c. Malas Olahraga Mereka yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses
osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa
tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan
memacu tulang untuk membentuk massa.
d. Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat
rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat
penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan
aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel
tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Disamping itu, rokok juga
membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan
tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka
proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan
osteoporosis baik secara langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek
nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang
masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan
mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.
e. Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang
akanmengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
6. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit
asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering
dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid
menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan anti kejang juga
menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi
obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.
Tulang adalah jaringan dinamis yang diatur oleh faktor endokrin, nutrisi, dan
aktivitas fisik. Biasanya penanganan gangguan tulang terutama osteoporosis hanya
fokus pada masalah hormon dan kalsium, jarang dikaitkan dengan olahraga. Padahal,
Wolff sejak 1892 menyarankan bahwa olahraga sangatlah penting.
Osteoporosis (kekeroposan tulang) adalah proses degenerasi pada tulang. Mereka
yang sudah terkena perlu berolahraga atau beraktivitas fisik sebagai bagian dari
pengobatan. Olahraga teratur dan cukup takarannya tidak hanya membentuk otot,
melainkan juga memelihara dan meningkatkan kekuatan tulang. Dengan demikian,
latihan olahraga dapat mengurangi risiko jatuh yang dapat memicu fraktur (patah
tulang) (Mulyaningsih, 2008).
2.4 Manifestasi Klinis
1. Patah tulang.
2. Punggung yang semakin membungkuk.
3. Penurunan tinggi badan.
4. Postur tubuh kelihatan memendek akibat dari Deformitas vertebra thorakalis.
5. Nyeri punggung.
6. Nyeri tulang akut. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan atau
tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak.
7. Nyeri berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur.
8. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan aktivitas.
9. Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis
angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.
10. Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien (terutama wanita tua) biasanya dating
dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause sedangkan gambaran
klinis setelah terjadi patah tulang, klien biasanya datang dengan keluhan punggung
terasa sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit pada pangkal paha, atau bengkak pada
pergelangan tangan setelah jatuh
2.5 Patofisiologi
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetic dan
faktor lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia, jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh,
tidak pernah melahirkan. Faktor mekanis meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi
vitamin dan gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.
Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari
darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya massa
tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya
menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga
terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.
Dalam keadaan normal, pada tulang kerangka tulang kerangka akan terjadi suatu
proses yang berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses resorbsi
dan proses pembentukan tulang (remodeling). Setiap perubahan dalam keseimbangan ini,
misalnya apabila proses resorbsi lebih besar dari pada proses pembentukan tulang, maka
akan terjadi pengurangan massa tulang dan keadaan inilah yang kita jumpai pada
osteoporosis.
Dalam massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis, pertumbuhan
tulang akan sampai pada periode yang disebut dengan peride konsolidasi. Pada periode ini
terjadi proses penambahan kepadatan tulang atau penurunan porositas tulang pada bagian
korteks. Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia kuarang lebih antara 30-
45 tahun untuk tulang bagian korteks dan mungkin keadaan serupa akan terjadi lebih dini
pada tulang bagian trabekula.
Sesudah manusia mencapai umur antara 45-50 tahun, baik wanita maupun pria akan
mengalami proses penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5% setiap tahun, sedangkan
tulang bagian trabekula akan mengalami proses serupa pada usia lebih muda. Pada wanita,
proses berkurangnya massa tulang tersebut pada awalnya sama dengan pria, akan tetapi pada
wanita sesudah menopause, proses ini akan berlangsung lebih cepat. Pada pria seusia wanita
menopause massa tulang akan menurun berkisar antara 20-30%, sedang pada wanita
penurunan massa tulang berkisar antara 40-50%. Pengurangan massa tulang ini berbagai
bagian tubuh ternyata tidak sama.
Dengan teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa penurunan massa tulang
tersebut lebih cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh seperti berikut: metacarpal, kolum
femoris serta korpus vertebra, sedang pada bagian tubuh yang lain, misalnya : tulang paha
bagian tengah, tibia dan panggul, mengalami proses tersebut secara lambat.
Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan mengikuti pola
yang sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian korteks serta pelebaran lumen,
sehingga secara anatomis tulang tersebut tampak normal. Titik kritis proses ini akan tercapai
apabila massa tulang yang hilang tersebut sudah sedemikian berat sehingga tulang yang
bersangkutan sangat peka terhadap trauma mekanis dan akan mengakibatkan terjadinya
fraktur. Bagian-bagian tubuh yang sering mengalami fraktur pada kasus osteoporosis adalah
vertebra, paha bagian prosimal dan radius bagian distal. Osteoporosis dapat terjadi oleh
karena berbagai sebab, akan tetapi yang paling sering dan paling banyak dijumpai adalah
osteoporosis oleh karena bertambahnya usia.
2.6 Pathway
Fraktur Vertebrae
OSTEOPOROSIS
Penurunan Massa Tulang Total
Penyerapan Tulang Lebih Banyak dari pada Pembentukan Tulang Baru
Ekskresi Kalsium Bersama Urin
Daya Serap Sel Terhadap Kalsium Melemah
Masukan Kalsium Rendah
Faktor Genetik :Usia, Jenis Kelamin, Ras Keluarga, Bentuk Tubuh
Faktor Mekanis :Gaya Hidup, Merokok, Alkohol,
Defisiensi vitamin dan gizi, Obat-obatan
MK : Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri)
Reabsorbsi Tulang
Primer
Post Menopous Sinile Osteoporosis
Sekunder
MK :Kurang Pengetahuan
Kekurangan KalsiumOsteoblas Teraganggu
Pemberian Obat-obatan
Reabsorbsi Tulang
Tulang Mudah Rapuh dan Patah
MK : Resiko Cidera
MK :Mobilisasi
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara medis
Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan
tulang adalah Na-fluorida dan steroid anabolik.
Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang
adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.
Terapi Hormon :
- Hormon Estrogen
Estrogen merupakan hormon yang bertanggung jawab terhadap proses pembentukan
tulang karena sifatnya yang merangsang pembentukan tulang atau osteoblastik.
Sehingga, wanita yang mengalami masa menopause akan mengalami penurunan
kadar estrogen dan menurun pula daya perlindungan terhadap tulangnya dan berisiko
terhadap osteoporosis. Penelitian menemukan bahwa dengan terapi hormon estrogen
atau yang dikenal dengan SERM (Selective Estrogen Receptor Modulator) dapat
meningkatlkan kadar kalsium dalam tulang. Terapi hormon estrogen diperlukan oleh
wanita agar terhindar dari osteoporosis, sehingga Anda dapat menikmati masa tua
yang sehat dan bahagia. Anda juga dapat meningkatkan kadar hormon estrogen
dalam tubuh secara alami yaitu dengan mengonsumsi sayuran seperti kedelai,
brokoli, kemangi dan buah alpukat.
- HormonTestosteron
Fungsi biologis hormon testosteron pada pria juga sama dengan fungsi hormon
estrogen terhadap tulang. Tetapi penurunan estrogen lebih drastis dibandingkan
dengan penurunan testosteron pada pria. Proses penurunan testosteron alami pada
pria berjalan dengan lambat, yaitu dimulai usia 35 tahun dengan penurunan sebanyak
1 persen setiap tahunnya. Sehingga pria usia 70 tahun pun masih mempunyai kadar
testosteron hingga 25-30 persen yang membuat risiko osteoporosis pada pria lebih
sedikit dibanding wanita.Pada kondisi tertentu, pria dapat mengalami penurunan
testosteron yang lebih cepat misalnya pada kondisi hipogonadisme primer maupun
sekunder. Pencegahan dapat dilakukan dengan terapi hormon testosteron pada pria
yang diketahui mempunyai faktor resiko terhadap osteoporosis karena kondisi
hipogonadismenya.
- DHEA (dehidroepiandrosterone)
DHEA adalah jenis hormon androgen yang diproduksi terutama oleh kelenjar korteks
adrenal baik pada pria maupun wanita. Penurunan DHEA dapat memicu masalah
kesehatan seperti penyakit jantung, kolesterol tinggi, depressi, inflammasi, gangguan
sistem imun, schizophrenia, Alzheimer, diabetes, HIV, dan osteoporosis.Seperti pada
testosteron dan estrogen, penurunan DHEA juga terjadi setelah melewati usia 35
tahun. Penurunan DHEA pada wanita lebih besar dibanding penurunan DHEA pada
pria di usia yang sama.Kadar hormon DHEA pada penderita osteoporosis lebih
rendah dibanding pada orang non osteoporosis. Terapi pemberian DHEA terbukti
dapat mengatasi osteoporosis melalui proses perubahan menjadi estrogen maupun
testosteron yang akan meningkatkan densitas tulang. Selain itu, terapi hormon DHEA
juga dapat mencegah terjadinya proses inflamasi yang dapat mengakibatkan resorpsi
tulang.
- Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone)
Horrmon pertumbuhan diproduksi oleh kelenjar hipofisis anterior. Hormon
pertumbuhan terlibat dalam pengaturan metabolisme tubuh, mempengaruhi
seksualitas dan juga osteoporosis. Ketika dewasa, jumlah hormon pertumbuhan akan
mengalami penurunan yang dikenal dengan defisiensi GH (Growth Hormone).
Penderita defisiensi GH akan mengalami penurunan proses mineralisasi tulang dan
membuat tulang mudah patah. Terapi pemberian GH pada kasus defisiensi GH
terbukti dapat mencegah terjadinya osteoporosis. GH dapat ditingkatkan secara alami
dengan tidur yang baik dan berkualitas.
Penatalaksanaan secara keperawatan :
1. Membantu klien mengatasi nyeri.
2. Membantu klien dalam mobilitas.
3. Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.
4. Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera.
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Gambaran
radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler
yang lebih lusen.Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan
gambaran picture-frame vertebra.
b. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai densitas
massa tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone
Mineral Density ) berada dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai
menurunnya kepadatan tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal
apabila nilai BMD berada diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:
1. Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon rendah guna
menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian
tulang yang mempunyai jaringan lunak yang tidak tebalseperti distal radius dan
kalkaneus.
2. Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa sumber
energi yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi
tulang dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi
bagian-bagian tubuh dan tulang yang mempunyai struktur geometri komplek seperti
pada daerah leher femur dan vetrebrata.
3. Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas tulang secara
volimetrik.
4. Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan menggunakan
gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu pertama T2
sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan tulang
trabekula dan yang kedua untuk menilai arsitektur trabekula.
6. Biopsi tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan metabolisme
tulang.
7. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya
merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula
transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra
menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang
intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
8. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai
penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3
baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral
vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
9. Pemeriksaan Laboratorium
Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi
ekstrogen merangsang pembentukkan Ct).
Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
2.9 Pencegahan
Pencegahan osteoporosis meliputi :
1. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium
yang cukup.
2. Melakukan olahraga dengan beban.
3. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu)
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
1. Mencapai massa tulang dewasa (Proses konsolidasi) yang optimal
2. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b. Latihan teratur setiap hari
c. Hindari :
Makanan tinggi protein.
Minum alkohol.
Merokok.
Minum kopi.
Minum antasida yang mengandung aluminium
2.10Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan
mudah patah.Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi
vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan
fraktur colles pada pergelangan tangan .Penurunan fungsi, dan Nyeri dengan atau tanpa
fraktur yang nyata.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama, alamat, jenis kelamin : biasanya lebih sering terjadi pada perempuan yang
sudah menopouse, Umur : biasanya sekitar 50-60 tahun , pendidikan, pekerjaan, dll.
3.1.2 Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama :
Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan pinggang
Riwayat Penyakit sekarang :
Nyeri yang timbul secara mendadak, sakitnya hebat dan terlokalisasi pada daerah
vertebrae yang terserang, mobilitas berkurang, badan membungkuk.
Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penyakit osteoporosis ini terjadi pada klien yang mengalami kekurangan
kalsium, klien yang kurang mengkonsumsi makanan yang kaya kalsium dan kurang
vitamin D, pemberian obat kortikosteroid jangka panjang serta kebiasaan merokok
dan alkohol.
Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit sama seperti yang
dialami klien.
Riwayat psikososial
Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering timbul kecemasan, takut
melakukan aktivitas dan perubahan konsep diri. Perawat perlu mengkaji masalah-
masalah psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan efek penyakit yang
menyertainya.
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Composmentis
Pemeriksaan ROS
B1 (Breathing) :
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang.
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi : Suara resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki.
B2 (Blood) :
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing.
Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau
edema yang berkaitan dengan efekobat.
B3 (Brain) :
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah. Nyeri punggung yang disertai pembatasan
pergerakan spinal yang disadari dan halus merupakan indikasi adanya satu fraktur
atau lebih, fraktur kompresi vertebra
B4 (Bladder) :
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan.
B5 (Bowel) :
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses
B6 (Bone) :
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis sering
menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan
dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length
inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara
vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
Pola kebiasaan sehari-hari
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
- Kebiasaan minum alkohol, kafein
- Riwayat keluarga dengan osteoporosis
- Riwayat anoreksia nervosa, bulimia
- Penggunaan steroid
Pola nutrisi metabolik
- Inadekuat intake kalsium
Pola aktivitas dan latihan
- Fraktur
- Badan bungkuk
- Jarang berolah raga
Pola tidur dan istirahat
- Tidur terganggu karena nyeri
Pola persepsi kognitif
- Nyeri punggung
Pola reproduksi seksualitas
- Menopause
Pola mekanisme koping terhadap stres
- Stres, cemas karena penyakitnya
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra, deformitas tulang.
2. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses osteoporosis dan program terapi
3.3 Rencana Keperawatan
No. DX TUJUAN & KH INTERVENSI RASIONAL
1 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan nyeri berkurang
kulit dengan KH:
Klien akanmengekspresikan
nyerinya.
1. Kaji lokasi nyeri, tingkat
nyeri, durasi, frekuensi
dan intensitas nyeri.
2. Anjurkan klien istirahat
ditempat tidur dan
anjurkan klien untuk
1. Menentukan
intervensi
keperawatan yang
tepat untuk klien.
2. Peredaaan nyeri
punggung dapat
Klien dapat tenang dan
istirahat yang cukup,
Klien dapat mandiri dalam
perawatan dan
penanganannya secara
sederhana.
mengambil posisi
terlentang atau miring
yang nyaman bagi
kalien.
3. Beri kasur padat dan
tidak lentur.
4. Ajarkan klien tehknik
relaksasi dengan
melakukan fleksi lutut.
5. Berikan kompres
hangat intermiten dan
pijatan punggung.
6. Ajarkan dan anjurkan
klien untuk
menggerakkan batang
tubuh sebagai satu unit
dan hindari gerakan
memuntir.
dilakukan dengan
istirahat di tempat
tidur dengan posisi
telentang atau
miring ke samping
selama beberapa
hari.
3. Memberikan rasa
nyaman bagi klien.
4. Fleksi lutut dapat
meningkatkan rasa
nyaman dengan
merelaksasi otot.
5. Kompres hangan
dan pijat pada
punggung
memperbaiki
relaksasi otot.
6. Gerakan tubuh
memuntir dapat
meningkatkan risiko
cedera.
2 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam
diharapkantidak terjadi resiko
cidera, dengan KH:
Klien tidak jatuh dan
fraktur tidak terjadi,
Klien dapat menghindari
aktivitas
yangmengakibatkan fraktur.
1. Ciptakan lingkungan
yang aman dan bebas
bahaya bagi klien.
2. Beri support untuk
kebutuhan ambulansi;
mengunakan alat bantu
jalan atau tongkat.
3. Bantu klien penuhi ADL
(activities daily living)
1. lingkungan yang
bebas bahaya
mengurangi risiko
untuk jatuh dan
mengakibatkan
fraktur.
2. Memberi support
ketika berjalan
mencegah tidak
dan cegah klien dari
pukulan yang tidak
sengaja atau kebetulan.
4. Ajarkan klien tentang
pentingnya diet (tinggi
kalsium, vitamin D)
dalam mencegah
osteoporosis lebih
lanjut.
5. Anjurkan klien untuk
menguragi kafein dan
alkohol.
jatuh pada lansia.
3. Benturan yang
keras
menyebabkan
fraktur tulang,
karena tulang
sudah rapuh,
porus dan
kehilangan
kalsium.
4. Diet kalsium
memelihara
tingkat kalsium
dalam serum,
mencegah
kehilangan
kalsium ekstra
dalam tulang.
5. Kafein berlebihan
meningkatkan
pengeluaran
kalsium berlebihan
dalam urine;
alkohol
berlebihan
meningkatkan
asidosis,
meningkatkan
reabsorpsi tulang.
3 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam
1. Kaji ulang proses
penyakit dan harapan
1. Memberikan dasar
pengetahuan
diharapkanklien memahami
tentang penyakit osteoporosis
dan programterapi.
dengan KH:
Klien mampu menjelaskan
tentang penyakitnya,
mampumenyebutkan
program terapi yang
diberikan,
Klien tampak tenang.
yang akan datang.
2. Timbang Berat badan
secara teratur dan
modifikasi gaya hidup
seperti Pengurangan
kafein, rokok dan
alkohol.
3. Ajarkan pada klien
tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi
terjadinya osteoporosis
4. Anjurkan pada lansia
untuk tetap
membutuhkan kalsium,
vitamin D, sinar
matahari.
5. Berikan pendidikan
kepada klien mengenai
efek samping
penggunaan obat
dimana klien dapat
membuat pilihan
berdasarkan
informasi.
2. Hal ini dapat
membantu
mempertahankan
massa tulang.
3. Informasi yang
diberikan akan
membuat klien
lebih memahami
tentang
penyakitnya.
4. Kebutuhan
kalsium, vitamin
D, terpapar sinar
matahari pagi yang
memadai
dapat meminimal
kan efek
oesteoporosis.
5. Suplemen kalsium
sering
mengakibatkan
nyeri lambung dan
distensi abdomen
maka klien
sebaiknya
mengkonsumsi
kalsium bersama
makanan untuk
mengurangi
terjadinya efek
samping tersebut.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka berbagai penyakit degeneratif dan
metabolik, termasuk osteoporosis akan menjadi problem muskolokeletal yang memerlukan
perhatian khusus, terutama dinegara berkembang, termasuk indonesia. Pada tahun 1990,
ternyata jumlah penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%, meningkat 50%
dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian, kasus osteoporosis dengan berbagai
akibatnya, terutama fraktur diperkirakan juga akan meningkat ( Sodoyo, 2009 ).
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti
berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu
penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai
gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat
menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
1. Determinan Massa Tulang
2. Determinan penurunan Massa Tulang
Osteoforosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetic dan
faktor lingkungan. Faktor genetic meliputi, usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh,
tidak pernah melahirkan. Faktor lingkungan meliputi, merokok, alkohol, kopi, defisiensi
vitamin dan gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.
Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari
darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa
tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya
menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga
terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.
Manifestasi osteoporosis :
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata
2. Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak
3. Nyeri timbul mendadak
Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologis
2. CT-Scan
Penatalaksanaannya dengan Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan
seimbang sepanjang hidup, dengan pengingkatan asupan kalsium pada permulaan umur
pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin
D susu skim atau susu penuh atau makanan lain yang tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli
kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari. Untuk meyakinkan asupan kalsium
yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium(kalsium karbonat).
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah.Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur.Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra
torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur
colles pada pergelangan tangan.
4.2 Saran
Bagi orang yang mengalami osteoporosis sebaiknya melakukan diet kaya kalsium dan
vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang hidup, dengan pengingkatan asupan
kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap demineralisasi
skeletal. Terdiri dari 3 gelas vitamin D susu skim atau susu penuh atau makanan lain yang
tinggi kalsium (mis keju swis, brokoli kukus, salmon kaleng dengan tulangnya) setiap hari.
Untuk meyakinkan asupan kalsium yang mencukupi perlu diresepkan preparat kalsium
(kalsium karbonat), sering berolahraga dan pola hidup sehat.
Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kelompok meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah yang
kelompok buat dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Junaidi, I, 2007.Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua : Penerbit PT
Bhuana Ilmu Populer.
Kowalak, Jennifer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Lukman & Nurna Ningsih.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskolokeletal.Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5.Jakarta : InternalPublishing.
Tandra, H, 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis Mengenal,
Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama