Upload
putri
View
86
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Makalah Pertusis
Citation preview
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu
yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992).
Definisi Pertusis lainnya adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan
yang sangat menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang
bersifat spasmodic dan paroksismal disertai nada yang meninggi. (Rampengan, 1993).
Penyakit ini ditandai dengan demam dan perkembangan batuk semakin berat.
Batuk adalah gejala khas dari batuk rejan atau pertusis. Seranagn batuk terjadi tiba-
tiba dan berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di dalam paru-paru terbuang
keluar. Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis telah kekurangan udara
shingga bernapas dengan cepat, suara pernapasan berbunyi separti pada bayi yang
baru lahir berumur kurang dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak
terdengar. Batuk pada pertusis biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan
penderita sangat kelelahan setelah serangan batuk.
B. Etiologi
Pertusis biasanya disebabkan diantaranya Bordetella pertussis (Hemophilis
pertusis). Suatu penyakit sejenis telah dihubungkan dengan infeksi oleh bordetella
para pertusis, B. Bronchiseptiea dan virus.
Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain :
1. Berbentuk batang (coccobacilus)
2. Tidak dapat bergerak
3. Bersifat gram negative.
4. Tidak berspora, mempunyai kapsul
5. Mati pada suhu 55 º C selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10º C)
6. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik
7. Tidak sensitive terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap
penicillin
4
8. Menghasilkan 2 macam toksin antara lain :
a. Toksin tidak yahan panas (Heat Labile Toxin)
b. Endotoksin (lipopolisakarida).
C. Patofisiologi
Infeksi diperoleh oleh inhalasi yang mengandung bakteri Bordetella pertusis.
Perubahan inflamasi dipandang sebagai organism proliferasi di mukosa sepanjang
aluran pernafasan, terutama di dalam bronkus dan bronkiolus, mukosa yang padat dan
disusupi dengan neutrofil, dan ada akumulasi lendir lengket dan leukosit di lumina
bronchial. Gumpalan basil terlihat dalam silia epitel trakea dan bronchial, dibawahnya
yang ada nekrosis dari epithelium basiliar. Obstruksi parsial oleh plak lendir di
saluran pernafasan. (Wong, 2004).
Bordetella pertusis setelah ditularkan melalui sekresi udara pernapasan
kemudian melekat pada silia epitel saluran pernapasan. Mekanisme patogenesis
infeksi oleh Bordetella pertusis terjadi melalui empat tingkatan yaitu perlekatan,
perlawanan terhadap mekanisme pertahanan pejamu, kerusakan lokal dan akhirnya
timbul penyakit sistemik.
Filamentous Hemaglutinin (FHA), Lymphosithosis Promoting Factor (LPF)/
Pertusis Toxin (PT) dan protein 69-Kd berperan pada perlekatan Bordetella pertusis
pada silia. Setelah terjadi perlekatan, Bordetella pertussis kemudian bermultiplikasi
dan menyebar ke seluruh permukaan epitel saluran napas. Proses ini tidak invasif oleh
karena pada pertusis tidak terjadi bakteremia. Selama pertumbuhan Bordetella
pertusis, maka akan menghasilkan toksin yang akan menyebabkan penyakit yang
dikenal dengan whooping cough.
Toksin terpenting yang dapat menyebabkan penyakit disebabkan karena
pertusis toxin. Toksin pertusis mempunyai 2 sub unit yaitu A dan B. Toksin sub unit
B selanjutnya berikatan dengan reseptor sel target kemudian menghasilkan subunit A
yang aktif pada daerah aktivasi enzim membrane sel. Efek LPF menghambat migrasi
limfosit dan makrofag ke daerah infeksi.
5
Toxin mediated adenosine diphosphate (ADP) mempunyai efek mengatur
sintesis protein dalam membrane sitoplasma, berakibat terjadi perubahan fungsi
fisiologis dari sel target termasuk limfosit (menjadi lemah dan mati), meningkatkan
pengeluaran histamine dan serotonin, efek memblokir beta adrenergic dan
meningkatkan aktifitas insulin, sehingga akan menurunkan konsentrasi gula darah.
Toksin menyebabkan peradangan ringan dengan hyperplasia jaringan limfoid
peribronkial dan meningkatkan jumlah lendir pada permukaan silia, maka fungsi silia
sebagai pembersih terganggu, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder (tersering oleh
Streptococcus pneumonia, H. influenzae dan Staphylococcus aureus). Penumpukan
lendir akan menimbulkan plak yang dapat menyebabkan obstruksi dan kolaps paru.
Hipoksemia dan sianosis disebabkan oleh gangguan perukaran oksigenasi
pada saat ventilasi dan timbulnya apnea saat terserang batuk. Terdapat perbedaan
pendapat mengenai kerusakan susunan saraf pusat, apakah akibat pengaruh langsung
toksin ataukah sekunder sebagai akibat anoksia.
Terjadi perubahan fungsi sel yang reversible, pemulihan tampak apabila sel
mengalami regenerasi, hal ini dapat menerangkan mengapa kurangnya efek antibiotik
terhadap proses penyakit. Namun terkadang Bordetella pertusis hanya menyebabkan
infeksi yang ringan, karena tidak menghasilkan toksin pertusis.
6
D. PATHWAY
E. Manifestasi Klinis
Pada Pertusis, masa inkubasi 7-14 hari, penyakit berlangsung 6-8 minggu atau lebih
dan berlangsung dalam 3 stadium yaitu :
1. Stadium kataralis / stadium prodomal / stadium pro paroksimal
a. Lamanya 1-2 minggu
7
b. Gejala permulaannya yaitu timbulnya gejala infeksi saluran pernafasan bagian
atas, yaitu timbulnya rinore (cairan hidung) dengan lendir yang jernih:
1) Kemerahan konjungtiva, lakrimasi
2) Batuk dan panas ringan
3) Anoreksia kongesti nasalis
c. Selama masa ini penyakit sulit dibedakan dengan common cold
d. Batuk yang timbul mula-mula malam hari, siang hari menjadi semakin hebat,
sekret pun banyak dan menjadi kental dan lengket
2. Stadium paroksimal / stadium spasmodic
a. Lamanya 2-4 minggu
b. Selama stadium ini batuk menjadi hebat ditandai oleh whoop (batuk yang
bunyinya nyaring) sering terdengar pada saat penderita menarik nafas pada
akhir serangan batuk. Batuk dengan sering 5 – 10 kali, selama batuk anak tak
dapat bernafas dan pada akhir serangan batuk anak mulai menarik nafas
denagn cepat dan dalam. Sehingga terdengar bunyi melengking (whoop) dan
diakhiri dengan muntah.
c. Batuk ini dapat berlangsung terus menerus, selama beberapa bulan tanpa
adanya infeksi aktif dan dapat menjadi lebih berat.
d. Selama serangan, wajah merah, sianosis, mata tampak menonjol, lidah
terjulur, lakrimasi, salvias dan pelebaran vena leher.
e. Batuk mudah dibangkitkan oleh stress emosional missal menangis dan
aktifitas fisik (makan, minum, bersin dll).
3. Stadium konvaresens
a. Terjadi pada minggu ke 4 – 6 setelah gejala awal
b. Gejala yang muncul antara lain : Batuk berkurang
c. Nafsu makan timbul kembali, muntah berkurang
d. Anak merasa lebih baik
e. Pada beberapa penderita batuk terjadi selama berbulan-bulan akibat gangguan
pada saluran pernafasan.
8
F. Penatalaksanaan
Anti mikroba Pemakai obat-obatan ini di anjurkan pada stadium kataralis yang
dini. Eritromisin merupakan anti mikroba yang sampai saat ini dianggap paling efektif
dibandingkan dengan amoxilin, kloramphenikol ataupun tetrasiklin. Dosis yang
dianjurkan 50mg/kg BB/hari, terjadi dalam 4 dosis selama 5-7 hari. Kortikosteroid
1. Betametason oral dosis 0,075 mg/lb BB/hari
2. Hidrokortison suksinat (sulokortef) I.M dosis 30 mg/kg BB/ hari kemudian
diturunkan perlahan dan dihentikan pada hari ke-8
3. Prednisone oral 2,5 – 5 mg/hari Berguna dalam pengobatan pertusis terutama pada
bayi muda dengan seragan proksimal.Salbutamol
Penatalaksanan Keperawatan
1. Pembersihan jalan nafas.
2. Pemberian oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat yang disertai
sianosis.
3. Pemberian makanan dan obat.4. Hindari makanan yang sulit ditelan dan makanan bentuk cair.5. Pemberian terapi suportif.6. Dengan memberikan lingkungan perawatan yang tenang,atasi dehidrasi berikan
nutrisi.7. Bila pasien muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara
parenteral
G. Pencegahan
Diberikan vaksin pertusis yang terdiri dari kuman bordetella pertusis yang
telah dimatikan untuk mendapatkan imunitas aktif. Vaksin ini diberikan bersama
vaksin difteri dan tetanus. Dosis yang dianjurkan 12 unit diberikan pada umur 2
bulan. Kontraindikasi pemberian vaksin pertusis :
1. Panas lebih dari 33ºC
2. Riwayat kejang
3. Reaksi berlebihan setelah imunisasi DPT sebelumnya misalnya: suhu tinggi
dengan kejang, penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilatik lainnya.
9
H. Komplikasi
1. Pada saluran pernafasan
a. Bronkopnemonia
Infeksi saluran nafas atas yang menyebar ke bawah dan menyebabkan
timbulnya pus dan bronki, kental sulit dikeluarkan, berbentuk gumpalan yang
menyumbat satu atau lebih bronki besar, udara tidak dapat masuk kemudian
terinfeksi dengan bakteri. Paling sering terjadi dan menyebabkan kematian pada
anak dibawah usia 3 tahun terutama bayi yang lebih muda dari 1 tahun. Gejala
ditandai dengan batuk, sesak nafas, panas, pada foto thoraks terlihat bercak-
bercak infiltrate tersebar.
b. Otitis media / radang rongga gendang telinga
Karena batuk hebat kuman masuk melalui tuba eustaki yang menghubungkan
dengan nasofaring, kemudian masuk telinga tengah sehingga menyebabkan
otitis media. Jika saluran terbuka maka saluran eustaki menjadi tertutup dan jika
penyumbat tidak dihilangkan pus dapat terbentuk yang dapat dipecah melalui
gendang telinga yang akan meninggalkan lubang dan menyebabkan infeksi
tulang mastoid yang terletak di belakang telinga.
c. Bronkhitis
Batuk mula-mula kering, setelah beberapa hari timbul lender jernih yang
kemudian berubah menjadi purulen.
d. Atelaktasis
Timbul akibat lender kental yang dapat menyumbat bronkioli.
e. Emphisema Pulmonum
Terjadi karena batuk yang hebat sehingga alveoli pecah dan menyebabkan
adanya pus pada rongga pleura.
f. Bronkhiektasis
Terjadi pelebaran bronkus akibat tersumbat oleh lender yang kental dan disertai
infeksi sekunder.
g. Aktifitas Tuberkulosa
h. Kolaps alveoli paru akibat batuk proksimal yang lama pada anak-anak sehingga
dapat menebabklan hipoksia berat dan pada bayi dapat menyebabkan kematian
mendadak.
10
2. Pada saluran pencernaan
a. Emasiasi dikarenakan oleh muntah-muntah berat.
b. Prolapsus rectum / hernia dikarenakan tingginya tekanan intra abdomen.
c. Ulkus pada ujung lidah karena tergosok pada gigi atau tergigit pada saat batuk.
d. Stomatitis.
3. Pada system syaraf pusat Terjadi karena kejang :
a. Hipoksia dan anoksia akibat apneu yang lama
b. Perdarahan sub arcknoid yang massif
c. Ensefalopat, akibat atrof, kortika yang difus
d. Gangguan elektrolit karena muntah
e. Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah-
muntah. Kejang berat bisa terjadi karena penyebab anoksia. Kadang-kadang
terdapat kongesti dan edema otak, serta dapat pula terjadi perdarahan otak
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Mengenai semua golongan umur, terbanyak mengenai anak umur 1-5th
2) Lebih banyak anak laki –laki dari pada anak perempuan.
b. Keluhan Utama.
Batuk disertai muntah.
c. Riwayat Penyakit Sekarang.
Batuk makin lama makin bertambah berat dan diikuti dengan muntah terjadi
siang dan malam. Awalnya batuk dengan lendir jernih dan cair disertai panas
ringan, lama–kelamaan batuk bertambah hebat (bunyi nyaring) dan sering,
maka tampak benjolan, lidah menjulur dan dapat terjadi pendarahan sub
conjungtiva.
d. Riwayat Penyakit Dahulu.
1) Adanya gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas.
2) Batuk dan panas ringan, batuk mula-mula timbul pada malam hari,
kemudian siang hari dan menjadi hebat.
11
e. Riwayat Penyakit Keluarga.
Dalam keluarga atau lingkungan sekitarnya, biasanya didapatkan ada yang
menderita penyakit pertusis.
f. Riwayat Imunisasi
JENIS UMUR CARA JUMLAH
BCG 0 – 2 bulan 1C 1x
DPT 2, 3, 4 bulan 1M 3x
Polio 1-5 bulan Refisi 4x
Capak 9 bulan 5C 4x
Heportits 0, 1, 6 bulan 1M 3x
g. Riwayat Antenatal, Natal Dan Postnatal
1) Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya
yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali perawatan
antenatal , kemana serta kebiasaan minum jamua-jamuan dan obat yang
pernah diminum serat kebiasaan selama hamil.
2) Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara
persalinan (spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, section secaria dan
gamelli), presentasi kepala dan komplikasi atau kelainan congenital.
Keadaan saat lahir dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa
kehamilan (cukup, kurang, lebih ) bulan. Saat lahir anak menangis spontan
atau tidak.
3) Postnatal
Lama dirawat dirumah sakit, masalah-masalah yang berhubungan dengan
gagguan sistem, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna kulit,pola
eliminasi dan respon lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya
ashyksia, trauma dan infeksi.
12
h. ADL
1) Nutrisi : Muntah, anoreksia.
2) Aktivitas : Pada stadium akut paroksimal terjadi lemas / lelah
3) Istirahat tidur : Terganggu, akibat serangan batuk panjang dan
berulang-ulang.
4) Personal hygiene : Lidah menjulur keluar dan gelisah yang berakibat
keluar liur berlebihan.
i. Eliminasi : Sering terberak-berak, terkencing-kencing bila
sedang batuk
j. Pemeriksaan fisik.
1) Keadaan umum : Saat batuk mata melotot, lidah menjulur, batuk
dalam waktu yang lama dan berkeringat
2) Kesadaran : Composmetis
3) TTV : Nadi meningkat(120-125x/mnt), respirasi meningkat
(30-35x/mnt)
k. Head to toe
1) Kepala : Tidak ada bekas luka ataupun bengkak.
2) Rambut : Warna rambut hitam, lurus, distribusi merata, tidak
terdapat ketombe.
3) Wajah : Simetris, bentuk bulat, tidak terdapat kelainan kulit
4) Mata : Sklera berwarna putih,mata tampak menonjol
5) Hidung : Lubang hidung simetris, hidung berair, terdapat
pernafasan cuping hidung.
6) Mulut : Mukosa lembab, lidah menjulur
7) Telinga : Daun telinga simetris, membran timpani putih
mengkilat, tidak ada benda asing.
8) Leher : Tidak terdapat pembesaran JVP, tidak ada tanda-
tanda pembesaran kaku kuduk dan pembesaran
kelenjar tiroid.
9) Dada
Inspeksi : Terdapat tarikan otot bantu pernafasan dengan
cepat
Palpasi : Tidak ada krepitasi
Perkusi : Paru sonor, jantung dallnes
13
Auskultasi : Wheezing inspirasi
10) Abdomen
Inspeksi : Terdapat distensi abdomen
Auskultasi : Bising usus 9 x/menit
Palpasi : Tidak terdapat pembesaran lien dan hepar, turgor kulit
bisa menurun bisa normal.
Perkusi : Perut tidak kembung
l. Ekstremitas
1) Atas : Tidak ada odem, pada bagian kiri terpasang infus.
2) Bawah : Tidak ada odem, tidak ada bekas luka.
m. Genetalia : Bersih, tidak berbau tak sedap, tidak terdapat varises
atau odem.
n. Anus
Inspeksi : Bersih, tidak terdapat hemoroid, tidak ada perdarahan.
Palpasi : Tidak ada benjolan, massa, ataupun tumor.
2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi yang berlebihan dan kental.
b. Pola napas tidak efektif b/d dispnea
c. Resiko tinggi infeksi terhadap (penyebaran). Factor resiko ketidak adekuatan
pertahanan utama
d. Nyeri
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
3. Intervensi keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi yang berlebihan dan kental
Tujuan : Status ventilasi saluran pernafasan baik, dengan cara mampu
membersihkan secret yang menghambat dan menjaga kebersihan jalan nafas.
Kriteria hasil :
1) Rata-rata pernafasan normal
2) Sputum keluar dari jalan nafas
3) Pernafasan menjadi mudah
4) Bunyi nafas normal
14
5) Sesak nafas tidak terjadi lagi
Intervensi Rasional
Kaji frekuensi/ kedalaman pernafasan
dan gerakan dada
Takipnea, pernapasan dangkal,dan
gerakan dada tak simetriks sering
terjadi karena ketidak nyamanan
gerakan dinding dada dan/ cairan paru
Auskultasi area paru,catat area
penurunan/tak ada aliran udara dan
bunyi napas atventisius misalnya
krekes,mengi.
Penurunan aliran udara terjadi pada
area konsulidasi dengan cairan. Bunyi
napas bronchial (normal pada
bronkus) dapat juga terjadi pada area
konsulodasi. Krekes,ronki,dan mengi
terdengar pada inspirasi dan/ ekspirasi
pada respon terhadap pengumoulan
cairan, secret .
Bantu pasien latihan napas sering.
Tunjukkan/ bantu pasien melakukan
batuk, misalnya menekan dada dan
batuk efektif.
napas dalam memudahkan ekspansi
maksimum paru-paru/jalan napas
lebih kecil. Batuk adalah mekanisme
pembersihan jalan napas alami,
membantu silia untuk
mempertahankan jalan napas paten.
Penekanan menurunkan
ketidaknyamanan dada dan posisi
duduk memungkinkan upaya napas
lebih dalam dan kuat.
Pengisapan sesuai indikasi merangsang batuk atau pembersihan
jalan napas secara mekanik pada
pasien yang tak mampu melakukan
karena secret yang terlalu berlebihan.
Berikan cairan sedikitnya 2500
ml/hari (kecuali kontraindikasi).
Tawarkan air hangat daripada dingin.
cairan (khususnya yang hangat)
memobilisasi dan mengeluarkan
secret.
15
Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi
untuk menurunkan sekresi secret
dijalan napas dan menurunkan resiko
keparahan
b. Pola napas tidak efektif b/d dispnea
Tujuan : Menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman
dalam rentang normal dan paru jelas atau bersih
Kriteria hasil:
1) Frekuensi pernapasan normal
2) Bunyi paru jelas/bersih
3) Kedalaman paru dalam rentang normal
4) Bunyi napas normal
5) Pengembangan dada normal antara inspirasi dan ekspirasi
Intervensi Rasional
Kaji frekuensi,kedalaman pernafasan,
ekspansi dada. Catat upaya pernafasan,
termasuk penggunaan otot bantu/
pelebaran masal.
kecepatan biasanya meningkat.
Dispnea dan terjadi peningkatan kerja
napas Kedalaman pernafasan biasanya
bervariasi tergantung derajat gagal
napas. Ekspansi dada terbatas yang
berhubungan dengan atelektasis dan/
nyeri dada pleuritik.
Auskultasi bunyi napas dan catat
adanya bunyi napas adventisius, seperti
krekels, mengi, gesekan pleural.
bunyi napas menurun/ tak ada bila
jalan napas obstruksi sekunder
terhadap perdarahan,bekuan atau
kolaps jalan napas kecil (atelaktasis).
Ronki dan mengi menyertai obstruksi
jalan napas/kegagalan pernafasan
Tinggikan kepala dan bantu mengubah
posisi (semi fowler). Bangunkan pasien
turun tempat tidur dan ambulasi
duduk tinggi memungkinkan ekspansi
paru memudahkan pernafasan.
Pengubahan posisi dan ambulasi
16
sesegera mungkin. meningkatkan pengisian udara
segmen paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas
Observasi pola batuk dan karakter
secret
kongesti alveolar mengakibatkan
batuk kering/iritasi. Sputu berdarah
dapat diakibatkan oleh kerusakan
jaringan (infark paru) atau
antikoagulan berlebihan
Dorong/bantu pasien dalam napas
dalam dan latihan batuk. Pengisapan
peroral atau naso trakeal bila
diindikasikan
dapat meningkatkan/banyaknya
sputum dimana gangguan ventilasi
dan ditambah ketidak nyamanan
upaya bernafas
Kolaborasi dalam pemberian oksigen
tambahan bila diindikasikan.
memaksimalkan bernapas dan
menurunkan kerja napas
c. Resiko tinggi infeksi terhadap ( penyebaran ). Factor resiko ketidak adekuatan
pertahanan utama (penurunan kerja silia).
Tujuan : Tidak terjadi resiko infeksi
Kriteria hasil :
1) Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi
2) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi
Intervensi Rasional
Pantau tanda vital dengan ketat,khususnya
selama awal terapi.
selama periode waktu ini, potensial
terjadi komplikasi
Anjurkan klien untuk memperhatikan
pengeluaran secret (misalnya
meningkatkan pengeluaran daripada
menelannya) dan melaporkan perubahan
warna, jumlah dan secret.
meskipun pasien dapat
menemukan pengeluaran dan
upaya infeksi atau
menghindarinya, penting bahwa
sputum harus dikeluarkan dengan
cara aman. Perubahan karakteristik
sputum menunjukkan terjadinya
infeksi sekunder.
17
Dorong teknik mencuci tangan baik menurunkan resiko penyebaran
infeksi
Batasi pengunjung sesuai indikasi. menurunkan pajanan terhadap
pathogen infeksi lain.
Kolaborasi berikan antimicrobial sesuai
indikasi dengan hasil kultur sputum/darah,
misalnya eritromisin.
obat ini digunakan untuk
membunuh kebanyakan mikrobial
d. Nyeri berhubungan dengan agens cidera
Tujuan : mengurangi rasa nyeri
Kriteria hasil : Nyeri berkurang
Inervensi Rasional
Kaji skala nyeri yang dialami klien. mengetahui tingkat skala nyeri
yang di alami klien
Berikan hiburan untuk mengalihkan rasa
nyeri
nyeri dapat berkurang.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis.
Tujuan : meningkatkan nutrisi dan berat badan menjadi normal.
Kriteria hasil :
1) Berat badan normal
2) Nutrisi terpenuhi
3) Peningkatan nafsu makan
Intervensi Rasional
Pantau berat badan klien timbang berat badan dan catat
peningkatan yang ada.
Berikan makanan yang bernutrisi
kolaborasi dengan nutrien
memenuhi kebutuhan nutrisi klien
Berikan makanan yang menarik
perhatian klien
meningkatkan nafsu makan klien
18
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Kasus
An. A berusia 4 tahun tinggal bersama orang tuanya ditempat yang padat penduduk.
Ibu klien mengatakan An. A mengalami batuk yang timbul mula-mula malam hari
dan memburuk pada siang hari. Ibu klien mengatakan sputum anaknya sulit keluar.
Setiap kali batuk An. A disertai rasa mual, terkadang sampai muntah. Nafsu makan
An. A menurun karena batuknya semakin hebat, ibunya memutuskan untuk dibawa
ke rumah sakit. Saat dilakukan pengkajian terdengar bunyi nyaring (whoop) saat
inspirasi, sputum/lender kental. Dari hasil pengukuran Tanda Tanda Vital S : 380C,
N : 102 x/mnt, TD : 90/60 mmHg, RR : 32 x/mnt. Muka klien terlihat memerah. Klien
tampak lemas, makanan klien tidak habiskan, klien mengalami penurunan berat badan
dari 16 kg menjadi 13kg saat dilakukan penimbangan.
B. Klasifikasi Data
Data Sujektif Data Objektif
- Klien mengatakan tinggal di daerah
padat penduduk
- Ibu klien mengatakan anaknya batuk
yang timbul mula-mula malam hari dan
memburuk pada siang hari.
- Ibu klien mengatakan sputum anaknya
sulit dikeluarkan
- Ibu klien mengatakan nafsu makan
anaknya menurun
- Terdengar bunyi nyaring (whoop)
- Muka klien tampak memerah
- Sputum/lender kental
- Makanan klien tidak dihabiskan
- Klien tampak lemas
- Klien mengalami penurunan berat
bdan 3kg.
- Data penunjang
S : 380CN : 102 x/mntTD : 90/60 mmHgRR : 32 x/mnt
C. Analisa Data
19
Data Problem Etiologi
DS:
- Klien mengatakan tinggal di daerah
padat penduduk
- Ibu klien mengatakan anaknya batuk
yang timbul mula-mula malam hari dan
memburuk pada siang hari.
- Ibu klien mengatakan sputum anaknya
sulit dikeluarkan
DO:
- Terdengar bunyi nyaring (whoop)
- Muka klien tamak memerah
Bersihan jalan napas
tidak efektif
Akumulasi secret
DS:
- Ibu klien mengatakan sputum anaknya
sulit dikeluarkan
DO:
- Muka klien tampak memerah
- Sputum/lender kental
- Data penunjang
S : 380CN : 102 x/mntTD : 90/60 mmHgRR : 32 x/mnt
Resiko tinggi infeksi
terhadap
( penyebaran )
Ketidak adekuatan
pertahanan utama
(penurunan kerja
silia)
DS:
- Ibu klien mengatakan nafsu makan
anaknya menurun dikarenakan rasa
mual ketika makan.
DO:
- Makanan klien tidak dihabiskan
- Klien tampak lemas
- Penurunan BB 3kg
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Adanya
mual/muntah
D. Perencanaan
20
DIANGNOSATUJUAN DAN
KRITERIA HASILINTERVENSI RASIONAL
a. Bersihan jalan
napas tidak
efektif b/d
sekresi yang
berlebihan dan
kental
Tujuan :
Status ventilasi saluran
pernafasan baik, dengan
cara mampu
membersihkan secret
yang menghambat dan
menjaga kebersihan
jalan nafas.
Kriteria Hasil :
1. Rata-rata
pernafasan normal
(18-24 x/menit)
2. Sputum keluar
dari jalan nafas
3. Pernafasan
menjadi mudah
4. Bunyi nafas
normal tidak
terdengar bunyi
nafas tambahan
5. Sesak nafas tidak
terjadi lagi
1. Kaji frekuensi/
kedalaman
pernafasan dan
gerakan dada.
2. Auskultasi area
paru
3. Bantu pasien
latihan napas
sering.
Tunjukkan/
bantu pasien
melakukan
batuk,
misalnya
menekan dada
dan batuk
efektif.
4. Berikan cairan
sedikitnya
2500 ml/hari
(kecuali
kontraindikasi)
. Tawarkan air
hangat
daripada dingin
5. Kolaborasi :
pemberian
obat depresan
batuk,
ekspektorant
sesuai indikasi.
1. Takipnea,
pernapasan
dangkal,dan
gerakan dada
tak simetriks
sering terjadi
karena ketidak
nyamanan
gerakan dinding
dada dan/ cairan
paru
2. Penurunan
aliran udara
terjadi pada area
konsulidasi
dengan cairan.
Krekes,ronki,da
n mengi
terdengar pada
inspirasi dan/
ekspirasi pada
respon terhadap
pengumpulan
cairan, secret
3. Nafas dalam
memudahkan
ekspansi
maksimum
paru-paru/jalan
napas lebih
kecil. Batuk
adalah
21
mekanisme
pembersihan
jalan nafas
alami,
membantu silia
untuk
mempertahanka
n jalan napas
paten.
Penekanan
menurunkan
ketidaknyamana
n dada dan
posisi duduk
memungkinkan
upaya napas
lebih dalam dan
kuat.
4. Cairan
(khususnya
yang hangat)
memobilisasi
dan
mengeluarkan
secret.
5. Untuk
menurunkan
sekresi secret
dijalan napas
dan
menurunkan
resiko
22
keparahan
Resiko tinggi infeksi
terhadap ( penyebaran
) b/d ketidak
adekuatan pertahanan
utama (penurunan
kerja silia)
Tujuan : Tidak terjadi
resiko infeksi
Kriteria hasil :
1. Mencapai waktu
perbaikan infeksi
berulang tanpa
komplikasi
2. Mengidentifikasi
intervensi untuk
mencegah/menurunk
an resiko infeksi
1. Pantau tanda
vital dengan
ketat,
khususnya
selama awal
terapi.
2. Anjurkan klien
untuk
memperhatikan
pengeluaran
secret
(misalnya
meningkatkan
pengeluaran
daripada
menelannya)
dan
melaporkan
perubahan
warna, jumlah
dan secret.
3. Dorong teknik
mencuci tangan
baik
4. Batasi
pengunjung
sesuai indikasi
5. Kolaborasi
berikan
antimicrobial
sesuai indikasi
dengan hasil
1. Selama periode waktu ini, potensial terjadi komplikasi
2. Meskipun pasien dapat menemukan pengeluaran dan upaya infeksi atau menghindarinya, penting bahwa sputum harus dikeluarkan dengan cara aman. Perubahan karakteristik sputum menunjukkan terjadinya infeksi sekunder.
3. Menurunkan resiko penyebaran infeksi
4. Menurunkan pajanan terhadap pathogen infeksi lain.
5. Obat ini digunakan untuk membunuh kebanyakan mikrobial
23
kultur
sputum/darah,
misalnya
eritromisin.
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh b/d
mual/muntah
Tujuan : meningkatkan
nutrisi dan berat badan
menjadi normal.
Kriteria hasil :
1. Berat badan
normal
2. Nutrisi terpenuhi
3. Peningkatan nafsu
makan
1. Pantau berat
badan klien
2. Berikan
makanan yang
bernutrisi
kolaborasi
dengan nutrient
3. Berikan
makanan yang
menarik
perhatian klien
1. timbang
berat badan
dan catat
peningkatan
yang ada.
2. memenuhi
kebutuhan
nutrisi klien
3. meningkatka
n nafsu
makan klien
BAB IV
PENUTUP
24
A. Kesimpulan
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu yang
rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992).
Penyakit ini ditandai dengan demam dan perkembangan batuk semakin berat. Batuk
adalah gejala khas dari batuk rejan atau pertusis. Seranagn batuk terjadi tiba-tiba dan
berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di dalam paru-paru terbuang keluar.
Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis telah kekurangan udara shingga
bernapas dengan cepat, suara pernapasan berbunyi separti pada bayi yang baru lahir
berumur kurang dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar.
Batuk pada pertusis biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita
sangat kelelahan setelah serangan batuk.
B. Saran
1. Sebagai Mahasiswa dapat memahami apa itu pertusis.
2. Sebagai Mahasiswa diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan
terhadap penderita pertusis dan difteri pada praktiknya. Karena seringkali pada
penderita pertusis dan difteri disertai dengan komplikasi. Keadaan ini akan
menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan. Oleh karena itu, penyakit batuk
rejan dan difteri perlu dicegah. Cara yang paling mudah adalah dengan pemberian
imunisasi bersama vaksin lain yang biasa disebut DPT dan polio.
25