Upload
phungkhanh
View
279
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS PADA
PASIEN STROKE HEMORAGIK DI RUANG
INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUD
Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN
Karya Tulis Ilmiah Ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk
Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma Keperawatan
NUR FITRIYANI
A01401935
STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK
2016/2017
ii
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS PADA
PASIEN STROKE HEMORAGIK DI RUANG
INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUD
Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN
Karya Tulis Ilmiah Ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk
Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma Keperawatan
NUR FITRIYANI
A01401935
STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK
2016/2017
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya serta kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan Dengan Masalah
Ketidaefektifan bersihan jalan napas Pada Pasien Stroke Hemoragik Di Ruang
Intensive Care Unit (ICU) RSUD Dr. Soedirman Kebumen”. Meskipun banyak
hambatan dalam proses pengerjaannya, tapi penulis berhasil menyelesaikan karya
tulis ilmiah ini tepat pada waktunya.
Penyusunan karya tulis ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh derajat diploma keperawatan pada program studi keperawatan Stikes
Muhammadiyah Gombong. Penyusunan karya tulis ilmiah ini dilakukan dengan
suatu prosedur terstruktur dan terencana. Proses penulisan karya tulis ilmiah
sedikit memenuhi beberapa kesulitan dan hambatan, namun kesulitan dan
hambatan itu Alhamdulillah dapat diatasi berkat adanya bimbingan, niat dan
kemauan dari penyusun sendiri. Penulis menyadari akan keterbatasan karya tulis
ilmiah ini, namun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak akhirnya
proses penyusunan ini dapat terselesaikan, oleh sebab itu penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Teristimewa untuk Bapak Dalio dan Ibu Roisah selaku orang tua penulis,
Wahyu Setyawan dan Etik Dwi Setyaningrum selaku kakak penulis serta
seluruh anggota keluarga yang telah memberikan dorongan, baik berupa
moril maupun materil serta doa yang tidak henti – hentinya kepada penulis
dalam mencapai cita – citanya.
2. Ibu Herniyatun, M. Kep, Sp. Mat selaku ketua Stikes Muhammadiyah
Gombong yang memberikan kesempatan penulis dapat menempuh studi di
Stikes Muhammadiyah Gombong.
3. Ibu Isma Yuniar., M.Kep.Ns selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi dalam penyusunan karya
tulis ilmiah ini sampai menjadi lebih baik.
vii
4. Bapak Hendri Tamara Yudha, S. Kep. Ns, M.Kep selaku penguji I yang
telah memberikan masukan dan saran dalam penyusunan karya tulis ilmiah
ini sampai menjadi lebih baik.
5. Terima kasih kepada teman – teman seperjuangan Prodi DIII Keperawatan
yang selalu memberikan semangat dan masukkan kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ilmiah ini sepenuhnya
masih jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan
dari berbagai pihak, demi mengejar kesempurnaan yang tidak ada batasnya. Akhir
kata penulis mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan yang diberikan dari
semua pihak kepada peneliti.
Kebumen, Juli 2017
Penulis
viii
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG
Karya Tulis ilmiah, Juli 2013
Nur Fitriyani1)
, Isma Yuniar .M, Kep. Ns2)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. K DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS
DIRUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUD. Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN
ABSTRAK
Pendahuluan : Masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini jumlah
penderita stroke di Indonesia menduduki urutan pertama di Asia. Di asia khususnya
Indonesia kasus stroke menduduki peringkat pertama, setiap tahun diperkirakan 500 ribu
orang mengalami stroke. Penderita stroke mayoritas mengalami penurunan kesadaran
umumnya mengalami gangguan pernapasan dan gangguan sirkulasi, sehingga akan
mengalami masalah tentang bersihan jalan napas karena akumulasi sekret.
Penanganannya adalah dengan melakukan tindakan penghisapan lendir
(suction).Tujuan:Menganalisis asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien stroke
hemoragik dengan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas di
Intensive care Unit RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN. Hasil : Masalah yang muncul
dalam asuhan keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan
dengan akumulasi sekret dan ketidakefektifan perfusu jaringan serebral berhubungan
dengan infark serebri.Tindakan :Penulis melakukan tindakan penghisapan lendir /
suction. Evaluasi :Evaluasi dari hasil implementasi yang dilakukan penulis oleh dua
pasienyaitu Tn. K dan Tn. M yaitu pada Tn. K pada tanggal 8 Juli 2017 pukul 14.00 wib
dengan hasil data subyektif tidak terkaji dan data objektif dengan hasil pasien nampak
sesak, terdengar adanya suara napas tambahan, analisa masalah belum teratasi dan pada
Tn. M tanggal 16 Juli 2017 pukul 14.00 wib dengan hasil data subyektif tidak terkaji dan
data objektif dengan hasil sesak berkurang, masih sedikit terdengar suara napas
tambahan, analisa masalah belum teratasi.
Kata Kunci : suction, stroke hemoragik, asuhan keperawatan
1. Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Gombong
2. Dosen STIKes Muhammadiyah Gombong
ix
DIII PROGRAM OF NURSING DEPARTMENT
MUHAMMADIYAH HEALTH SCIENCE INSTITUTE OF GOMBONG
Scientific Paper, July 2017
Nur Fitriyani1)
, Isma Yuniar, M. Kep. Ns2)
THE NURSING CARE FOR MR. K HAVING INEFFECTIVE AIRWAY
CLEARANCE IN INTENSIVE CARE UNIT (ICU) OF
DR. SOEDIRMAN HOSPITAL OF KEBUMEN
ABSTRACT
Background: Stroke is an increasingly health problem since the stroke patient of
Indonesia is on the first rank in Asia. Stroke patient usually has consciousness decrease
and respiratory circulation disturbance. These will cause problemsin airway clearance
because of accumulation of secretion. Thesecretioncan be handled by performing mucus
suction.
Objective: To analyze the nursing care forstroke patients, escpecially hemorrhagic stroke
patient with ineffective airway clearance problems in Intensive Care Unit (ICU) of dr.
Soedirman of Kebumen.
Method:This scientific paper is an analytical descriptive with a case study. Data were
obtained through interview, direct observation, physical examination, and documentation
study. The subject was Mr. K, a hemorrhagic stroke patient.
Result:After having nursing care, the airway clearance of the patient was not totally
solvable because there were still shortness of breath and additional breath sound.
Keywords:Hemorrhagic stroke, airway clearance, nursing care, suction
1. Student Muhammadiyah Helath Science Institute Of Gombong
2. Lecturer Muhammadiyah Helath Science Institute Of Gombong
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
LEMBAR KEASLIAN TULISAN ............................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 5
D. Manfaat Penulisan ............................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 7
A. Stroke Hemoragik ............................................................................... 7
1. Pengertian ...................................................................................... 7
2. Klasifikasi ..................................................................................... 8
3. Etiologi .......................................................................................... 10
4. Manifestasi Klinis ......................................................................... 11
5. Faktor Resiko ................................................................................ 13
6. Komplikasi .................................................................................... 14
7. Penatalaksanaan Medis ................................................................. 14
8. Patofisiologis ................................................................................. 16
B. Asuhan Keperawatan Dalam Ketidakefektifan Berihan Jalan Napas . 18
1. Pengkajian ..................................................................................... 18
2. Diagnosa ....................................................................................... 24
3. Perencanaan ................................................................................... 25
4. Pelaksanaan ................................................................................... 30
5. Evaluasi ......................................................................................... 30
xi
C. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas ............................................... 30
1. Definisi .......................................................................................... 30
2. Penanganan ................................................................................... 31
3. Suction ........................................................................................... 34
BAB III METODE STUDI KASUS ............................................................. 39
1. Jenis / Desain / Rancangan Studi Kasus Karya Tulis ................... 39
2. Subyek studi kasus ....................................................................... 39
3. Fokus studi kasus ......................................................................... 40
4. Definisi operasional ...................................................................... 40
5. Instrumen studi kasus ................................................................... 41
6. Metode pengumpulan data ........................................................... 42
7. Lokasi dan waktu studi kasus ....................................................... 43
8. Analisa data dan penyajian data ................................................... 43
9. Etika studi kasus ........................................................................... 44
BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN ............................ 47
A. Hasil Studi Kasus ................................................................................ 47
1. Asuhan Keperawatan pada Tn. K .................................................. 47
2. Asuhan Keperawatan pada Tn. M ................................................. 54
B. Pembahasan ......................................................................................... 62
C. Keterbatasan Studi Kasus .................................................................... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 72
A. Kesimpulan ......................................................................................... 72
B. Saran .................................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini
sedang mengalami masa peralihan, dari masyarakat agraris menjadi negara
industri. Indonesia juga menghadapi dampak perubahan tersebut dalam
bidang kesehatan. Penyakit tidak menular (PMT) merupakan penyakit kronis.
Empat jenis PMT utama menurut WHO adalah penyakit kardiovaskular
(penyakit jantung koroner), stroke (cerebrovascular disease), kanker, dan
penyakit pernapasan kronik (asma dan PPOK), dan diabetes (Riset
Kesehatan, 2013).
Cerebrovascular Disease (CVD) atau stroke adalah penyakit yang
menyerang otak yaitu berupa gangguan fungsi saraf lokal dan/global,
munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi saraf pada
stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik :
Gangguan saraf tersebut menimbulkan gejala antara lain : kelumpuhan wajah
atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), mungkin
penurunan kesadaran, gangguan penglihatan, dan lain – lain.
Menurut WHO (2015), kasus stroke di seluruh dunia diperkirakan
mencapai 50 juta jiwa, dan 9 juta diantaranya menderita kecacatan berat, yang
lebih memprihatinkan lagi 10 persen diantaranya mereka yang terserang
stroke mengalami kematian. Tingginya angka kejadian stroke bukan hanya
dinegara maju saja, tetapi juga menyerang negara berkembang seperti
Indonesia karena perubahan tingkah laku dan pola hidup masyarakat.Berbagai
fakta data di Rumah Sakit Umum (RSUD) Raden Matther Jambi
menunjukkan bahwa sampai saat ini, stroke masih merupakan masalah utama
dibidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Di Asia khususnya
Indonesia kasus stroke menduduki peringkat pertama, setiap tahun
diperkirakan 500 ribu orang mengalami serangan stroke. Sekitar 28.5% Klien
2
dengan penyakit stroke di Indonesia meninggal dunia dan diperkirakan tahun
2020 penyakit jantung dan stroke menjadi penyebab utama kematian didunia
(Yayasan Stroke Indonesia, 2010). Berdasarkan data yang berhasil
dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia, masalah stroke semakin penting
dan mendesak karena kini jumlah penderita stroke di Indonesia menduduki
urutan pertama di Asia (Yastroki, 2012).
Didalam data rumah sakit menunjukkan bahwa stroke merupakan
penyakitpenyebab utama kematian. Pada tahun 2030 diperkirakan 23,6 juta
orang akan meninggal akibat penyakit jantung dan stroke. Menurut SP2RS
(Sistem Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit), stroke termasuk dalam 10
peringkat utama penyakit sistem sirkulasi darah rumah sakit di Indonesia. Di
Makasar, data statistik menunjukkan terdapat kecenderungan meningkatnya
jumlah penderita stroke. Dari dua rumah sakit pendidikan (RS umum dan RS
pelamonia)kasus stroke menempati 40% dari semua pasien rawat inap di UPF
Penyakit Saraf, dimana dalam dua tahun terjadi peningkatan sebesar 126
penderita baru (Bustan, 2011).
Stroke hemoragik adalah kondisi medis yang ditandai dengan pecahnya
satu atau lebih pembuluh darah didalam otak. Darah keluar melalui pembuluh
darah yang pecah disekeliling jaringan otak, akumulasi dan menekan jaringan
otak disekitarnya. Terbentuknya gumpalan darah juga dapat menghentikan
suplai darah ke jaringan otak lainnya. Terdapat dua tipe stroke hemoragik dari
lokasi dimana pembuluh darah tersebut pecah yaitu troke intraserebral dan
subarakhnoid (Ikawati, 2011).
Penderita stroke mayoritas mengalami penurunan kesadaran umumnya
mengalami gangguan jalan napas dan gangguan sirkulasi. Pada penderita
stroke dengan penurunan kesadaran akan mengalami masalah tentang
bersihan jalan napas karena akumulasi sekret. Dimana saat mukus menutup
sebagian saluran napas maka terjadi penurunan tidal volume yang berdampak
pada penurunan saturasi oksigen, sehingga tubuh melakukan kompensasi
dengan peningkatan frekuensi pernapasan dan peningkatan denyut jantung
(Potter & Perry, 2010). Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien dengan
3
kondisi tersebut yaitu dengan pemberian oksigen (Hudak & Gallo,
2010).Pemenuhan kebutuhan oksigen ditunjukan untuk menjaga
kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan kehidupannya dan
melakukan aktivitas bagi berbagai organ dan sel. Adanya kekurangan oksigen
ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat
menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan
(Anggraini & Hafifah, 2014).
Keadaan tersubut akan muncul masalah bersihan jalan napas dalam
diagnosa keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan ketidakmampuan dalam
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk menjaga
bersihan jalan nafas (Nanda, 2013).
Dikatakan penderita mengalami ketidakefektifan bersihan jalan napas
yaitu dyspnea, orthopnea, sianosis, kelainan suara napas seperti rales,
wheezing, kesulitan berbicara, gelisah, perubahan frekuensi dan irama napas,
produksi sputum, dan batuk tidak efektif atau tidak ada. Pengeluaran dahak
yang tidak lancar akibat ketidakefektifan jalan nafas adalah penderita
mengalami kesulitan bernafas dan gangguan pertukaran gas di dalam paru
paru yang mengakibatkan timbulnya sianosis, kelelahan, apatis serta merasa
lemah. Dalam tahap selanjutnya akan mengalami penyempitan jalan nafas
sehingga terjadi perlengketan jalan nafas dan terjadi obstruksi jalan nafas.
Untuk itu perlu bantuan untuk mengeluarkan dahak yang lengket sehingga
dapat bersihan jalan nafas kembali efektif (Nugroho, 2011). Obsuksi jalan
napas merupakan kondisi yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk
secara efektif, dapat disebabkan oleh sekret yang kental atau berlebih akibat
penyakit infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak efektif karena
penyakit persyarafan seperti cerebrovaskular accident (CVA).
Penanganan untuk ketidaefektifan bersihan jalan napas akibat
akumulasi sekresi adalah dengan melakukan tindakan penghisapan lendir
(suction) dengan memasukkan selang kateter suction melalui
hidung/mulut/Endotrakheal Tube (ET) yang bertujuan untuk membebaskan
4
jalan napas, mengurangi retensi sputum dan mencegah infeksi paru. Secara
umum, pasien yang terpasang ETT memiliki respon tubuh yang tidak baik
sehingga sangat diperlukan tindakan penghisapan lendir (suction).
Kurt (2007) menyatakan dalam jurnalnya yang berjudul “Emergent
Endotracheal Intubation and Mortality in Traumatic Brain Injury” bahwa
penggunaan endotrakhea intubasi pada pasien dapat memperpanjang
kehidupan. Kemudian penulis juga melakukan suction dengan tujuan untuk
membersihkan sekret maupun saliva yang menumpuk pada jalan nafas, agar
oksigen masuk dengan bebas.
Menurut Wiyoto (2010), apabila tindakan suction tidak dilakukan pada
pasien dengan gangguan bersihan jalan nafas maka pasien tersebut akan
mengalami kekuarangan suplai oksigen (hipoksemia), dan apabila suplai
oksigen tidak terpenuhi dalam waktu 4 menit maka dapat menyebabkan
kerusakan otak yang permanen. Cara yang mudah untuk mengetahui
hipoksemia adalah dengan pemantauan kadar saturasi oksigen (SpO2) yang
dapat mengukur seberapa banyak presentasi oksigen yang mampu dibawa
oleh hemoglobin.
Berdasarkan rekap data RSUP Persahabatan, khususnya ruang rawat
melati atas Mei – Juni 2014 ditemukan banyak 16 kasus, yang hampir 90%
mengalami stroke hemoragik dan pasien mengalami ketidakefektifan bersihan
jalan napas dan hampir 100% pasien dilakukan penghisapan lendir.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengangkat kasus stroke ini
dikarenakan melihat dari penderita stroke yang mengalami peningkatan setiap
tahunnya dan tergolong penyakit yang beresiko tinggi. Selain itu, dalam
menangani masalah pasien dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan
napas diperlukan peran perawat untuk menjaga kebersihan jalan napas.
Berdasarkan alasan tersebut penulis mengangkat kasus tentang perawatan
pasien dengan stroke sebagai bahan karya tulis ilmiah dengan judul “ Asuhan
Keperawatan Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Pasien
Stroke Hemoragik Di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Dr. Soedirman
Kebumen”.
5
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, dapat
disusun rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah gambaran asuhan
keperawatan dalam masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan
napas pada pasien stroke hemoragik?”.
C. Tujuan Studi Kasus
a. Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan pasien dengan masalah
keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas pada pasien stroke
hemoragik.
b. Tujuan Khusus
1. Mendiskripsikan pengkajian dengan masalah bersihan jalan napas
pada pasien stroke hemoragik.
2. Mendiskripsikan diagnosa keperawatan dengan masalah bersihan
jalan napas pada pasien stroke hemoragik.
3. Mendiskripsikan tindakan keperawatan dengan bersihan jalan napas
pada pasien stroke hemoragik.
4. Menggambarkan asuhan keperawatan masalah ketidakefektifan
bersihan jalan napas.
5. Menggambarkan proses peningkatan bersihan jalan napas
menggunakan suction.
6. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan dengan ketidakefektifan
bersihan jalan napas menggunakan suction.
D. Manfaat Studi Kasus
Karya Tulis ini, diharapkan memberikan manfaat bagi :
1. Masyarakat
Masyarakat dapat merawat penderita stroke dan meningkatkan
pengetahuan tentang gangguan bersihan jalan napas terutama pada pasien
stroke hemoragik.
6
2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan
dalam bersihan jalan napas pada pasien stroke hemoragik.
3. Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset keperawatan,
khususnya studi kasus tentang pelaksanaan bersihan jalan napas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2011). Gejala, Penyenan, dan Akibat Stroke.[Online]. [Cited 2013 Oct
27] ; [1 sreen]. Avaible from : URL :
www.merkmanual.com/home/seco6/ch086d.html.
Battcaca, B. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan Sitem
Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Berman, A, Synder, S, dan Kozier, B. (2010). Buku Ajar Praktik Keperawatan
Klinis (5th
ed). Jakarta : PT. EGC.
Bustan, MN. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka
Cipta.
Buston, M. (2011). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rinek.
Dapertemen Kesehatan RI (Depkes RI). (2008). Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengem-bangan
Kesehatan.
Doenges, Moorhose, dan Murr. (2010). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (3th
ed).
Karisa dan Sumawarti. (2013) (Alih Bahasa).
Garner, Anne & Yogen Amin. Publish online : 2012. The Management of
neuromuscular respiratory failure : A review. Vol. 2. University College
London Hospitals, 394 – 398.
Global Rights, Elsevier. (2013). Nursing Outcames Classification (NOC). (5th
ed.). United Kingdom : CV. Mocomedia.
Hahn. 2010. 10 consideration for Endotracheal Suctioning. Rtmaga=ine.com
melalui http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/19.Diakses pada
tanggal 1/2./2013.
Herdman, T. Heather. (2012). NANDA International DIAGNOSA
KEPERAWATAN Definisi dan Klasifikasi 2012 – 2014. Buku Kedokteran :
EGC.
Herdman, T. Heather. (2015). NANDA International Inc. Nursing Diagnoses :
Definitions & Classification 2015 – 2017 (10th
ed). Buku Kedokteran :
EGC.
Hockbenberry, M dan Wilson, David. (2013). Wongs Essentials of Pediatric
Nursing (9th
ed). St.lovis Missouri : Elsevier Mosby.
Hudak, C. M. & Gallo, B. M. (2010). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik,
Vol. 1. Allenidekania, Betty Susanto, Teresa, Yasminn, & monica Ester
(Ahli Bahasa). Jakarta : PT. EGC.
Ikawati, Z. (2011). Penyakit Sistem Terapi dan Tatalaksana Terapinya.
Yogyakarta : Bursa Ilmu
Israr, Yayan A. Stroke. [Online]. 2008 [Cited 2013 Oct 27]; [1 sreen]. Avaible
from :URL :http://yayanakhrar.files.wordpress.com/2009/01/case-s-t-r-o-
k-e.pdf.
Junaidi, I. (2011). Stroke Waspadai Ancamanya. Yogyakarta : CV. Andi.
Kozier dan Erb. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis (5th
ed). Eny
Maliya, Esti Wahyuningsih, Devi Yulianti (Ahli Bahasa). Jakarta : PT.
EGC.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2011). Buku Ajar Findamental
Keperawatan, Konsep Proses dan Praktik. Jakarta : PT. EGC
Kurt. R, Donninghoff. (2007). Emmegent Endotrcheal Intubation and Mortality In
Traumatic Brain Injur. Jurnal Emergency Media. 184 – 189.
Lynda Juall, Carpenito. (2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta :
EGC.
Maggiore, S.M. et al,. (2013). Decreasing the Adverse Effect of Endotracheal
Suctioning During Mechanical Ventilation by Changing Practice.
Continuing Respiratory Care Education, Vol 58, 1588-1597.
Medical Record RSUD AWS. (2016). 10 Besar Penyakit, diperoleh dari
http://rsudaws.com/10-besar.html, diunduh tanggal 30 juni 2016
Moleong, Lexy. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya.
Muttaqin, A. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persayarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika
Nasisi, Denise, (2010). Hemoragic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh
dari :http://emedicine.medscape.com/artikel/793821-overview].
National Institute of Neurological Disorders and Stroke. New tool allows early
predicition of patient’s stroke outcome [intemet]. 2010. [update 2010 May
21; cited 2010 dec 2] Avaible from :
http://www.ninds.nih.gov/news.and.event/news.articles/pressrelease_strok
e. outcome. 063001. html.
Notoatmojo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta : PT. Rineka
APR.
Notoatmojo, Soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :
Rineka Cipta
Nursalam. (2011). Proses dsn Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Ozden, D & Gorgulu, R. S. (2014). Effect of Open and Close Suction System on
The Haemodynamic Parameters In Cardiac Surgery Patients.Jurnal.
Dipublikasikan. Fakultas Keperawatan Universitas Dokuz. Eylul : Turki
Potter, P.A & Perry, A. G. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Buku
3.Edisi : 7. Renata Komalasari, Dian Evriyani, Enie Novieastari, Alfrina
Hany dan Sari Kurnianingsih (Ahli Bahasa). Jakarta : Salemba Medika.
Price, S. A dan Wilson, L. M. (2008). Patofisiologi Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit (6th
ed). Jakarta : EGC.
Pudiastuti, RD. (2011). Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta : Nuha Medika.
Ratnasari. (2015). Hubungan Penerapan Oksigenasi Pasien Gawat Darurat
Dengan Peningkatan Kesadaran Kuantitatif Pada Pasien Di IGD RSUD
DR Abdoer Rahem Situbondo. Jurnal Keperawatan Rahem Situbondo.
Jurnal Kepwerawatan Fikes UMJ.
Riset Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar, RIS KESDAS. Jakarta :
Balitbang Kemenkes.
Safrizal, Saanin, & Bahtiar. (2013). Hubungan Oxygen Delivery Dengan Outcome
Rawatan Pasien Cedera Kepala Sedang. Padang : Bagian Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Unand
Schell,H.M & Puntilo, K. A. (2006). Nursing Secrets Series Critical Care Nursing
Secrets. Second Edition. Philadelphina : Mosby Elsevier
Setyopranoto, I. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. CDK 185/ Vol. 38 no.
4/Mei-Juni 2011.
Setyopranoto, I. (2011). Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. Artikel Cermin
dunia : Kedokteran 185, vol (38/4) : Mei – Juni p 247 – 250. Diunduh pada
tanggal 24 Juni2014 dari
http://www.kalbe.co.id/foles/cdk/files/05_185strokegejalapenatalaksanaan.
Smeltzer. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta.
Sudoyo, A. W. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 2 3 (4th
ed).
Internal Publishing. JakartaComprehensive Overview of Nursing theand
interdiscaplinary Care of the AcuteIschemic from The American Heart its
soogton.
Tarwoto dan Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Timby, B. K. (2009). Fundamental Nursing Skill and Concepts. Philadelphia :
Lippincott William & Wilkins.
Weinstock, Doris. (2010). Rujukan cepat di ruang ICU/ CCU. Jakarta : EGC
Whoold Health Organization. (2010). The Top 10 Causa of Death.
http://emedicine.medscape.com/article/196662 - overview. (diakses Juli
2016).
Whoold Health Organization. (2015). Riset Cardiovaskulae Diseases World
Health Organization. Geneva Cited July 15th
2014. Avaibble From URL :
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/about_avd/en/accessed on.
Wiyoto. (2010). Hubugan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Prosedur
Suction Dengan Perilaku Dalam Melakukan Tindakan Suction di ICU
Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang (Online),
(http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?mod=browse&op+read+jtptunimus-
gdl-wiyotog2a2-5560, diakses tanggal 01 November 2013, jam 09.35
WITA).
Yayasan Stroke Indonesia. (2011). Sekilas Tenaga Stroke. Jakarta
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. K DENGAN MASALAH
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS PADA
PASIEN STROKE HEMORAGIK DI RUANG INTENSIVE
CARE UNIT (ICU) RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN
Karya Tulis Imliah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Persyaratan Untuk Menyelesaikan
Program Pendidikan Diploma Keperawatan
NUR FITRIYANI
A01401935
STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK
2016/2017
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. K
Temapat, Tanggal lahir : Kebumen, 4 Juli 1940
Umur / Jenis Kelamin : 77 tahun / Laki - laki
Alamat : Lembupurwo, Kebumen
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan : SD
No. Rekam Medik : 350-296
Tanggal Pengkajian : 6 Juli 2017 pukul 13.00 WIB
Diagnosa Medis : Stroke Hemoragik
2. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. S
Umur : 51 tahun
Alamat : Lembupurwo, Kebumen
Hubungan dengan pasien : anak kandung
3. Identitas Penanggungjawab
a. Keluhan utama
Pasien nampak sesak dan mengalami penurunan kesadaran.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Soedirman Kebumen pada tanggal 5Juli 2017 pukul 21:38
WIB dengan penurunan kesadaran. keluarga mengatakan sebelumnya pasien sempat jatuh
sekitar pukul 09:00 WIB dan pasien beranjak tidur dan tidak sadarkan diri. Pada tanggal 6
Juli 2017 pukul 12:45 WIB pasien dibawa ke ruang ICU. Pada pukul 13:00 WIB dilakukan
pengkajian didapatkan hasil tekanan darah 167/88 mmHg, nadi 167x/menit, RR 38x/menit,
suhu 37.80C, dan SpO2 98%, pasien terpasang mayo ukuran 3, terpasang NRM 10 lpm,
terpasang kateter ukuran 16, dan terpasang NGT. Kesadaran sopor dengan GCS E2M2V1 ,
pasien sesak terdengar suata napas tambahan, bibir sianosis. Pasien sempat kejang, akral
dingin, dan kelumpuhan anggota tubuh bagian kanan. Terpasang infus asering 20 tpm.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Keluarga mengatakan pasien pernah dirawat di RS Depok ±5 tahun yang lalu dengan
keluhan hipertensi. Keluarga mengatakan pasien sering mengeluh nyeri kepala dan berobat
ke puskesmas. Pasien menderita vertigo.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga mengatakan dikeluarganya terdapat riwayat penyakit seperti ini yaitu kak pasien
dan istri pasien. Kakak pasien meninggal ±30 tahun yang lalu dan istri pasien meninggal
sejak ±10 tahun yang lalu. Dikeluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit
menular seperti TBC dan HIV.
e. Genogram
Keterangan :
: Laki – laki : Kawin
: Perempuan : Ikatan Saudara
: Meinggal : Pasien
4. Pola Fungsional Virginia Handerson
a. Pola Napas
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien sering mengeluh nyeri kepala, pasien
tidak mengalami gangguan pernapasan, pasien mengeluh sesak bila
merasa capek.
Saat dikaji : pasien nampak sesak dengan RR 38x/menit, terpasang NRM 10 lpm,
terdengar suara napas tambahan, terdapat sekret disaluran pernapasan.
b. Pola Nutrisi
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien nafsu makan bai, makan 3x sehari
dengan porsi sedang dengan nasi, lauk pauk, dan sayur. Minum 3 – 5
gelas sedang air putih, sering minum kopi 5 gelas sedang sehari, pasien
tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan atau minuman tertentu.
Saat diakji : Pasien terpasang NGT, pasien dilakukan bilas lambung dan cairan
yang keluar ±300 cc. Cairan berwarna hijau kehitaman.
c. Pola Eliminasi
Sebelum MRS : Kelurarga mengatakan pasien BAB 1 – 2 hari sekali dengan
konsistensi padat, berwarna coklat dan berbau khas. BAK 10 – 12 x/hari
dengan warna kuning pekat dan berbau khas. Pasien tidak ada keluhan
saat BAB dan BAK.
Saat dikaji : Pasien terpasang katetr, urin tertampung ±250cc/6jam, urine berwarna
kuning pekat. Pasien belum BAB sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit.
d. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien tidur malam pukul 21:00 WIB sampai
03:00 WIB, pasien tidur nyenyak terkadang terbangun karena ingin
BAK. Pasien terkadang sulit tidur. Pasien jaarang tidur siang.
Saat dikaji : Pasien mengalami penurunan kesadaran
e. Pola gerak dan keseimbangan
Sebelum MRS :Keluarga mengatakan pasien dapat melakukan aktivitas tanpa bantuan
orang lain, pasien berjalan pelan tanpa alat bantu gerak.
Saat dikaji : Pasien mengalami penurunan kesadaran dan mengalami penurunan
kekuatan otot bagian kanan.
f. Rasa aman dan nyaman
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien jarang meggunakan alas kaki saat
melakukan pekerjaan rumah. Keluarga mengatakan takut bila ada benda
yang dapat melukai kaki pasien.
Saat dikaji : Pasien mengalmi penuruann kesadaran dan tempat tidur pasien
terpasang restrain (pelindung tempat tidur).
g. Pola mempertahankan daya suhu tubuh
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien sering menggunakan baju pendek, jika
pasien merasa dingin pasien menggunakan pakaian berlengan panjang
dan selimut.
Saat dikaji : Pasien demam dengan suhu 37.80C. Pasien menggunakan selimut dan
pakaian yang disediakan rumah sakit.
h. Pola belajar
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan bellum begitu mengerti mengenai penyakit yang
dialami pasien.
Saat dikaji : Keluarga nampak cemas, dan sering bertanya – tanya tentang kondisi
pasien.
i. Pola rekreasi
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien suka melakukan kegiatan seperti
berkebun.
Saat dikaji : Pasien mengalami penurunan kesadaran.
j. Pola spirittual
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien selalu menjalankan ibadah shalat 5
waktu. Jika pasien sakit pasien selalu berdoa dan menganggap bahwa
ini adalah peringatan untuknya.
Saat dikaji : Keluarga selalu mendoakan pasien agar lekas sembuh dan keluarga
melantunkan ayat – ayat al-qur’an disisi pasien saat waktu kunjung.
k. Pola komunikasi
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan apsien menggunakan bahasa jawa dan
berkomunikasi dengan baik dan lancar.
Saat dikaji : Pasien mengalami penurunan kesadaran, mulut pasien terpasang mayo
dan NRM 10 lpm.
l. Pola berpakaian
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien mengganti pakaiannya 2x sehari.
Saat dikaji : Pasien mengalami penurunan kesadaran, pakaian pasien diganti
2x/hari disediakan oleh RS.
m. Personal hygiene
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien mandi 2x/hari yaitu pada waktu pagi dan
sore, menggunakan sabun mandi. Pasien jarang menggosok gigi
terkadang tidak pernah menggosok gigi dalam satu hari, menggunakan
pasta dan sikat gigi. Keramas seminggu sekali menggunakan sampo.
Saat dikaji : Pasien diseka oleh perawata 1x/hari yaitu pada pagi hari, tetapi sejak
kemarin pasien belum diseka dan belum dilakukan oral hygiene.
n. Pola bekerja
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien senang berkebun. Bila badan terasa lelah
pasien mearsa sesak.
Saat dikaji : Pasien mengalami penurunan kesadaran
5. Pengkajian Kritis ―B6‖
a. B1 / Breathing
Pasien nampak sesak dengan RR 38x/menit, terdapat retraksi dinding dada, terdengar suara
napas tambahan, terdapat sekret di saluran napas, terpasang NRM 10 lpm, dan terpasang
mayo.
b. B2 / Blood
Irama jantung reguler, tidak terdapat bunyi tambahan (s3), tekanan darah 167/88 mmHg,
nadi 167x/menit.
c. B3 / Brain
Kesadaran sopor dengan GCS E2M3V1, reaksi pupil isokor, simetris dengan diameter 2mm
/ 2mm, dan mengalami penurunan kekuatan otot tubuh bagian kanan.
d. B4 / Bladder
Pasien terpasang kateter, urin tertampung sebanyak ±250cc/6jam, urin berwarna kuning
pekat, tidak ada distensi kandung kemih, pemasangan kateter hari kedua.
e. B5 / Bowel
Mukosa bibir pucat, lidah kotor, tidak mengalami distensi abdomen, terpasang NGT,
dilakukan bials lambung cairan yang keluar ±300cc, cairan berwarna hijau kehitaman, tidak
emngalami distensi abdomen.
f. B6 / Bone
Pasien mengalami penurunan kekuatan otot tubuh bagian kanan, tidak ada fraktur atau luka,
turgor kulit buruk, akral dingin, dan CRT >2 sekon.
6. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran / GCS : Sopor / E2M2V1
Tanda – tanda Vital :
Tekanan darah : 167/88 mmHg Nadi : 167x/menit
RR : 38x/menit Suhu : 37.80C
SpO2 : 97 %
BB / TB : 54 kg / 164 cm
Pemeriksaan Head To Toe
a. Kepala
Kepala simetris, tidak ada lesi, bersih, rambut pendek berwarna putih, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid.
b. Wajah
Sklera ikterik, konjungtiva anemis, reflek pupil terahadp cahaya ada, mulut pelo, tidak ada
pernapasan cuping hidung, terpasang NRM 10 lpm, RR 38x/menit, mulut sianosis, terdapat
sekret disalauran napas, mulut terpasang mayo.
c. Dada
Inspeksi : Terdapat retraksi dinding dada, RR 38x/menit, tidak ada polip, simetris
Palpasi : Simetris, tidak ada nteri tekan, ictus cordis pada IC ke tiga
Perkusi : Sonor
Aukultasi : Irama reguler, ronkhi.
d. Abdomen
Inspeksi : simetris, cembung, warna kulit sawo matang, tidak ada bekas luka
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hati
Aukultasi : bising usus 12x/menit
e. Extermitas
Atas : Tidak ada oedem, kekuatan otot tangan kiri 4, kanan 1. Terpasang infus
asering 20 tpm
Bawah : Tidak oedem, kekuatan otot kaki kiri 4, kanan 1. Akral teraba hangat.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Pada tanggal 5 Juli pukul 21:38 WIB
Hasil bacaan : Terdapat infark serebri di kortek sinistra dengan jumlah cairan ±150cc
b. Laboratorioum
Pada tanggal 5 Juli 2017 pukul 21:41 WIB
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Darah Otomatis
Imoglobin
Leukosit
Hemotokrit
Eritrosit
Trombosit
MCH
MCHC
HCV
Diff Count
L 9.7
H 14.7
L 3.1
L 3.7
188
26
L 31
84
g/dL
10^3/uL
%
10^6/uL
10^3/uL
pg
g/dL
fL
13.2 – 17.3
3.8 – 10.6
40 – 52
4.40 – 5.90
150 – 440
26 – 34
32 – 36
80 – 100
Eosinofil Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Kimia Klinik
Kimia Rutin
GDS
Ureum
Kreatinin
SGOT
PGOT
Elektrolit Kimia
Kalium
Natrium
Chlorida
Sero Imunologi
CRP
Hbs Ag Rapid
L 0.00 0.10
H 82.50
L 11.90
5.50
H 225
25
0.92
H 42
13
4.3
136
104
Negatif
Non Reaktif
% %
%
%
%
mg/dL
mg/dL
mg/dL
µL
µL
mmol/L
mmol/L
mmol/L
2 – 4 0 – 1
50 – 70
22 – 40
2 – 3
80 – 100
10 – 50
0.8 – 1.3
< 37
< 42
3.5 – 5.3
135.0 – 147.0
98.0 – 107.0
Negatif
Non Reaktif
8. Program Terapi
a. Terapi pada tanggal 6 Juli 2017 (diberikan di IGD)
Nama Obat Dosis Rute Waktu Pemberian
Metilprednisolon
Cefotaxime
Omeprazol
Citicolin
Manitol
Asering
62.5 mg
3 x 1gr
1 x 20 gr
2 x 100 mg
2 x 125 cc
20 tpm
Oral
IV
IV
IV
IV
IV
08
08
23
08
08
b. Terapi pada tanggal 7 Juli 2017
Nama Obat Dosis Rute Waktu Pemberian
Manitol
Kalnex
Citicolin
Phenytoin
Ranitidin
Asering
2 x 125 cc
3 x 500
2 x 100
2 x 100
2 x 50
20 tpm
IV
IV
IV
IV
IV
IV
08 18
08 16 24
08 18
08 18
08 18
08 18
Sonde (DG) 200 cc NGT 08 12 17 22
c. Terapi pada tanggal 8 Juli 2017
Nama Obat Dosis Rute Waktu Pemberian
Manitol
Kalnek
Citicolin
Phenytoin
Ranitidin
Ceftriaxone
Asering
Sonde (DG)
2 x 125 cc
3 x 500
2 x 100
2 x 100
2 x 50
3 x 1000 mg
20 tpm
200 cc
IV
IV
IV
IV
IV
IV
IV
NGT
08 18
08 16 24
08 18
08 18
08 18
08 16 24
08 12 17 24
B. ANALISA DATA
Waktu Analisa Data Problem Etiologi
Tanggal
6 Juli
2017
pukul
13.30
WIB
Ds :
Keluarga mengatakan pasien sering
merasa nyeri pada kepala dan
pernah menderita vertigo.
Do :
- Pasien mengalami penurunan
kesadaran yaitu sopor dengan
GCS E2M2V1
- Mengalami penurunan kekuatan
otot tubuh bagian kanan, akral
hangat
- Terpasang NRM 10 lpm
- Tekanan darah 167/88 mmHg,
nadi 167x/menit, suhu 37.80C,
dan SpO2 97%.
- Hasil radiologi terdapat infrak
serebri dikorteks sinistra
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral
Infrak
serebral
Ds : -
Do:
- Pasien nampak sesak dnegan
RR 38x/menit, terdapat retraksi
dinding dada
- Terdapat suara napas tambahan
Ketidakefektifan
bersihan jalan
napas
Akumulasi
sekret
- Terdapat sekret disaluran napas - Pasien tidak dapat batuk dan
menelan.
C. PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark serebral.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Waktu dx Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi ttd
Tanggal
6 Juli /
pukul
13.30
WIB
1 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 7
jam diharapkan masalah
ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral teratasi
dengan kriteria hasil:
Indikator IR ER
- TD sistolik
dan diastolik
- Meningkatny
a tingkat
kesadaran
- Rasa nyeri,
mual,
muntah
3
2
3
4
4
4
Keterangan :
1 : Gangguan ekstrem
2 : Berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada gangguan
a. Monitoring Neurologis
- Monitor ukuran,
kesimetrisan, reaksi
dan bentuk pupil.
- Monitor tingkat
kesadaran pasien
- Monitor tanda –
tanda vital
- Monitor respon
pasien terhadap
pengobatan
- Hindari aktivitas
jika TIK meningkat
- Observasi kondisi
fisik pasien
b. Terapi oksigen
- Bersihkan jalan
napas dari sekret
- Pertahankan jalan
napas tetap efektif
- Berikan oksigen
sesuai indikasi
- Monitor aliran
oksigen atau kanul
oksigen dan
humidifier
2 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 7
jam diharapkan masalah
bersihan jalan napas
kembali efektif dengan
a. Respiratory
Management
- Pantau rate, irama,
kedalaman, dan
usaha napas.
- Perhatikan gerakan
dada, amati
kriteria hasil :
Indikator IR E
R
- Frekuensi
dalam batas
normal (16 –
24 x/menit)
- Irama dan
kedalaman
napas
- Kemampuan
untuk
mengeluarka
n sekret
- Suara napas
tambahan
- Akumulasi
sekret
- Penggunaan
otot bantu
napas
2
2
1
2
2
2
4
5
4
5
4
5
Keterangan :
1 : Berat
2 : Cukup
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada gangguan
kesimetrisan, penggunaan otot
aksesoris.
- Monitor suara napas
tambahan
- Monitor pola napas :
bradipnea,
hiperventilisasi
b. Airway Management
- Berikan posisi yang
nyaman
- Lakukan
penghisapan lendir
(suction) sesuai
kebutuhan pasien
- Kolaborasi dalam
pemberian
broncodilator
c. Airway Suctioning
- Aukultasi suara
napas sebelum dan
sesudah dilakukan
suction
- Gunakan aliran
rendah untuk
menghilangkan
sekret
- Monitor status
oksigen pasien dan
status hemodinamik.
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Waktu dx Implementasi Respon ttd
Tangga
l 6 Juli
2017
Pukul
13.00
1
- Mengkaji kesadaran
pasien
- Memonitor ukuran,
- S: -
O : Kesadaran pasien
sopor dengan GCS
E2M2V1
2
kesimetrisan, reaksi pupil dan bentuk pupil
mata pasien
- Memonitor tanda –
tanda vital
- Memberikan oksigenasi
NRM 10 lpm
- Mendengarkan suara
napas tambahan
- Mengobservasi gerakan
dada, rate, kedalaman,
dan usaha respirasi
- S : -
O : Ada reflek pupil
terhadap cahaya, simetris
2mm/2mm
- S :-
O : Tekanan darah
167/88 mmHg, nadi
167x/menit, suhu 37.80C
- S :-
O : Pasien nampak
nyaman, sesak berkurang
- S : -
O : Suara napas ronkhi,
terdapat sedikit sekret
dimulut.
- S : -
O : gerakan dada
simetris, RR 32x/menit,
terdapat retraksi dinding
dada, napas nampak
berat dan dalam.
Tangga
l 7 Juli
2017
pukul
08.00
WIB
1
- Melakukan perawatan
pada pasien : Menyeka
dan oral hygiene.
- Memberikan terapi
sesuai program
- Mengkaji kesadaran
- S : -
O : Pasien nampak bersih,
baju terganti.
- S :-
O: Terapi masuk sesuai
program, tidak ada reaksi
alergi.
- S :-
O: kesadaran sopor
dengan GCS E2M2V1
Pukul
09.00
WIB
Pukul
10.00
WIB
Pukul
10.15
WIB
2
2
2
2
- Memonitor ukuran, kesimetrisam, reaksi
dan bentuk pupil mata
pasien
- Mengaulkultasi suara
napas tambahan
- Memonitor tanda –
tanda vital
- Melakukan
penghisapan lendir
- Memonitor tanda –
tanda vital setelah
suction
- Memposisikan pasien
miring kanan
- Memposisikan pasien
- S: -
O: Ada reflek terhadap
cahaya, simetris dengan
diameter 2mm/2mm.
- S: -
O: Suara napas ronkhi, RR
39x/menit, terdapat sekret
dimulut, pasien tidak
dapat batuk dan menelan.
- S: -
O: Tekanan darah 168/101
mmHg, nadi 127x/menit,
RR 39x/menit, suhu
36.40C, SpO2 97%
- S:-
O: Sesak napas berkurang,
RR 30x/menit, suara
ronkhi berkurang, sekret
berkurang, sekret
berwarna putih encer.
- S:-
O: Tekanan darah 159/112
mmHg, nadi 121x/menit,
RR 29x/menit, suhu
36.40C, SpO2 : 98%
- S:-
O: Setelah 5 menit
kemudian kejang, sesak
bertambah RR 42x/menit
- S: -
Pukul
11.30
WIB
Pukul
13.00
WIB
Pukul
13.15
WIB
1
1
1
2
2
supinasi
- Mengobservasi NGT
dan memberikan diit
- Menghitung balance
cairan
- Memonitor keadaan
dan kesadaran pasien
- Memonitor tanda –
tanda vital
- Memonitor status
oksigenasi
- Mengaukultasi suara
napas tambahan
- Melakukan
penghisapan lendir
O: Kejang berkurang,
sesak berkurang RR
33x/menit
- S: -
O: tidak ada aspirasi,
Sonde masuk 200cc, tidak
ada muntahan.
- S: -
O: Input 320, output 600.
Bc -225cc
- S: -
O: keadaan lemah,
kesadaran koma dengan
GCS E1M1V1
- S: -
O: Tekanan darah 125/101
mmHg, nadi 103x/menit,
RR 32x/menit, suhu
36.00C, SpO2 97%.
- S :-
O: Pasien terpasang NRM
10 lpm, RR 33x/menit,
SpO2 97%
- S :-
O: Suara napas ronkhi,
terdapat sekret dimulut
- S: -
O: Sekret berkurang,
- Memonitor tanda –
tanda vital setelah
suction
ronkhi tidak terengar, RR
32x/menit.
- S: -
O: Tekanan darah 137/111
mmHg, nadi 128x/menit,
RR 27x/menit, suhu
36.40C, SpO2 91%.
Tangga
l 8 Juli
2017 /
Pukul
08.00
WIB
Pukul
09.00
WIB
1
2
- Menyeka pasien dan
melakukan oral hygiene
- Memberikan terapi obat
sesuai program
- Memonitor kesadaran
dan keadaan umum
pasien
- Memonitor ukuran,
kesimetrisan, reaksi dan
bentuk pupil mata pasien
- Mengobservasi tanda –
tanda vital
- Mengaukultasi suara
napas tambahan
- S : -
O:Pasien nampak bersih,
dan wangi.
- S: -
O: Terapi obat masuk
sesuai program, tidak ada
alergi.
- S: -
- O: Keadaan Umum lemah,
kesadaran koma dengan
GCS E1M1V1
- S: -
O: Pupil isokor, simetris
dengan diameter
1mm/1mm.
- S: -
O: Tekanan darah 98/78
mmHg, nadi 88x/menit,
RR 27x/menit, suhu
36.00C, SpO2 84%.
- S: -
O: Suara napass ronkhi,
terdapat akumulasi sekret.
Pukul
09.30
WIB
Pukul
09.45
WIB
Pukul
11.30
WIB
Pukul
13.00
WIB
2
2
2
1
- Mengobservasi irama, kedalaman, dan usaha
respirasi.
- Melakukan penghisapan
lendir
- Mengobservasi tanda –
tanda vital setelah
suction
- Memberikan sondse
melalui NGT
- Menghitung balance
cairan
- Memonitor kesadaran
pasien
- Memonitor tanda – tanda
vital
- S: -
O: Simetris, terdapat
retraksi dinding dada,
napas tampak dalam.
- S: -
O: Sekret berkurang, suara
napas tambahan berkurang
RR 22x/menit.
- S: -
O: Tekanan darah 121/77
mmHg, nadi 71x/menit,
suhu 36.10C, SpO2 88%.
- S: -
O: Sonde masuk 200cc,
tidak muntah.
- S: -
O: Input 325 cc, output
900cc, bc -525 cc.
- S: -
O: Kesadaran koma
dengan GCS E1M1V1
- S: -
O: Tekanan darah 98/77
mmHg, nadi 74x/menit,
suhu 36.00C, RR
25x/menit, SpO2 81%.
F. EVALUASI KEPERAWATAN
Waktu dx Evaluasi Ttd
Tanggal 1 S:-
6 Juli
2017 /
Pukul
14.00
WIB
2
O:
Kesadaran pasien sopor E2M2V1, pupil isokor, simetris
dengan diameter 2mm, tekanan darah 167/88 mmHg,
nadi 167x/menit, RR 38x/menit, suhu 37.80C, SpO2 97%,
pasien terpasang NRM 10 lpm, terpasang mayo.
A:
Masalah belum teratasi
P:
Monitoring neurologis, monitor oksigenasi, monitor
hemodinamik.
S:-
O:
Pasien nampak sesak dengan RR 38x/menit, terdapat
sekret pada saluran pernapasan, dilakukan penghisapan
lendir, pernapasan terdengar suara napas tambahan,
terdapat retraksi dinding dada, pasien posisi semifowler.
A:
Masalah belum teratasi
P:
Respiratory Management, Airway Management, dan
Airway Suctioning.
Tanggal
7 Juli
2017 /
Pukul
14.00
WIB
1
S:-
O:
Kesadaran pasien koma dengan GCS E1M1V1, pupil
isokor, simetris dengan diameter 2mm, tekanan darah
132/111 mmHg, nadi 128x/menit, RR 27x/menit, suhu
36.40C, SpO2 91%, pasien kejang saat dimiringkan
kekanan, dan kejang berkurang saat diposisikan supinasi
pasien terpasang NRM 10 lpm.
A:
Masalah belum teratasi
P:
Monitor Neurologis, Monitor status hemodinamik,dan
terapi oksigen.
2 S: -
O:
Pasien nampak sesak RR 27x/menit, sekret produksi,
dilakukan suction berkala, suara napas tambahan,
terdapat retraksi dinding dada, napas tampak dalam.
A:
Masalah belum teratasi
P:
Monitory respiratory, Airway management, dan airway
suctioning.
Tanggal
7 Juli
2017 /
Pukul
14.oo
WIB
1
2
S:-
O:
Keadaan umum pasien lemah, kesadaran koma dengan
GCS E1M1V1, pupil isokor, simetris dengan diameter
1mm, tekanan darah 90/77 mmHg, nadi 74x/menit, suhu
36.00C, RR 25x/menit, SpO2 81%, pasien terpasang
NRM 10 lpm.
A:
Masalah belum teratasi
P:
Monitor status neurologis, Monitor hemodinamik, dan
monitor terapi oksigenasi.
S: -
O:
Suara napas tambahan, produksi sekret, terdapat retraksi
dinding dada, napas tampak dalam, dilakukan suction,
tanda – tanda vital setelah dilakukan suction yaitu
tekanan darah 90/77 mmHg, nadi 74x/menit, SpO2 81%,
SpO2 81%, RR 25x/menit, bibir sianosis, belum ada
reflek batuk dan menelan.
A:
Masalah belum teratasi
P:
Airway management, hemtikan suction, dan respratory
management.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. K DENGAN MASALAH
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS PADA
PASIEN STROKE HEMORAGIK DI RUANG INTENSIVE
CARE UNIT (ICU) RSUD Dr. SOEDIRMAN KEBUMEN
Karya Tulis Imliah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Persyaratan Untuk Menyelesaikan Program
Pendidikan Diploma Keperawatan
NUR FITRIYANI
A01401935
STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG
PRODI DIII KEPERAWATAN
2016/2017
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Tempat / Tanggal lahir : Kebumen / 1 Juli 1937
Umur / Jenis Kelamin : 80 tahun / Laki - laki
Alamat : Kutowinangun, Kebumen
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Status Perkawinan : Kawin
No. Rekam Medik : 542-360
Tanggal Pengkajian : 14 Juli 2017 Pukul 09.00 WIB
Diagnosa Medis : Stroke Hemoragik
2. Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny. S
Umur : 50 tahun
Alamat : Kutowinangun, Kebumen
Hubungan dengan pasien : Anak kandung
3. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama
Pasien nampak sesak dan mengalami penurunan kesadaran.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Soedirman Kebumen pada tanggal 14 Juli 2017 dengan
penurunan kesadaran. dan dilakukan perawatan bangsal Kenanga, karena kondisi kondisi
pasien mengalami penurunan kesadaran dan adanya gangguan bersihan jalan napas maka
pada tanggal 12 Juli 2017 pukul 10.00 WIB pasien dipindahkan ke ICU. Saat dilakukan
pengkajian pada tanggal 14 Juli 2017 pukul 09.00 WIB didapatkan tekanan darah 112/80
mmHg, nadi 120x/menit, RR 28x/menit, suhu 38.10C, dan SpO2 98%. Pasien sedang
diberikan terapi parasetamol 500 mg, suara napas terdengar ronkhi, terdapat sekret dimulut.
Pasien tidak dapat batuk dan menelan, pasien mengalami mual dan muntah. Pasien
mengalami penurunan anggota gerak tubuh bagian kanan. Kesadaran pasien somnolen
dengan GCS E4M3V1, terpasang binasal kanul 4 lpm, terpasang kateter no 16, dan urin yang
tertampung ±300cc, terpasang NGT. Pemeriksaan kekuatan oto kiri 5, untuk otot kanan 2
untuk tangan, dan 3 untuk kaki. Tangan kiri terpasang infus parasetamol 60 tpm.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluarga mengatakan pasien sebelumnya pernah dirawat di RSUD Kebumen dengan
keluhan yangb sama. Pasien memiliki riwayat hipertensi, riwayat jatuh dari kamar mandi
±12 tahun yang lalu. Keluarga mengatakan pasien jarang minum obat jika sakit hanya
mengoleskan balsem disekitar tubuh yang sakit. Pasien memiliki riwayat stroke ± 1 tahun 3
bulan yang lalu.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan didalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama
dengan pasien dan keluarga tidak memiliki riwayat penyakit menular seperti TBC dan HIV.
e. Genogram
Keterangan :
: Laki – laki : Kawin
: Perempuan : Ikatan Saudara
: Meinggal : Pasien
4. Pola Virginia Handerson
a. Pola napas
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki riwayat asma, tidak
mengalami gangguan pernapasan, pasien tidak mengalami sesak.
Saat dikaji : Pasien nampak sesak dengan RR 28x/menit, terdapat seret dimulut,
suara napas ronkhi, terpasang binasal kanul.
b. Pola Nutrisi
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan nafsu makan pasien kurang, makan 2x/hari
dengan porsi kecil dengan syur, lauk pauk, dan nasi. Pasien minum air
putih sebanyak 5 – 7 gelas sedang perhari, pagi teh manis satu gelas
besar, dam sore minum satu gelas sedang kopi. Pasien tidak memiliki
riwayat alergi terhadap makanan atau minuman tertentu.
Saat dikaji : Pasien terpasang NGT, pasien diberikan sonde diit jantung 4x/hari
sebanyak 200 cc.
c. Pola Eliminasi
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien BAB 2 – 3 hari sekali dengan konsistensi
padat dan berwarna coklat. Pasien BAK 6 – 9x/hari dengan warna
kuning dan berbau khas. Tidak ada keluhan saat BAB ataupun BAK.
Saat dikaji : Pasien terpasang kateter, urin tertampung sejumlah ±300cc/6 jam,
warna kuning jernih. BAB 1 – 2 hari sekali dengan konsistensi cair
berwarna coklat dan berbau khas.
d. Pola Istirahat dan tidur
Sebelum MRS : Keluarga mengtakan pasien tidur malam ±6jam, tidur sering terbangun
pada malam hari karena keluhan ingin BAK dan sering tiba – tiba
terbangun saat dini hari dan pasien jarang tidur siang.
Saat dikaji : Pasien mengalami penurunan kesadaran, pasien terbangun bila sesak
dan merasa mual.
e. Pola gerak dann keseimbangan
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien dapat melakukan kegiatan dan aktivitas
secara mandiri. Pasien dapat berjalan secara pelantanpa alat bantu
gerak.
Saat dikaji : Pasien mengalami kelemahan anggota badan sebelah kanan dengan
kekuatan otot kanan 2 untuk tangan dan 3 untuk kaki, otot kiri 5 untuk
tangan dan kaki.
f. Peronal hygiene
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien mandi 2x/hari menggunakan sabun
mandi. Pasien gosok gigi 1x/hari menggunakan sikat dan pasta gigi.
Keramas 1x seminggu menggunakan shampoo.
Saat dikaji : Pasien diseka oleh perawat setiap pagi, oral hygiene, dan keramas.
g. Berpakaian
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien dapat memilih dan memakai pakaiannya
secara mandiri. Pasien mengganti pakaiannya 2x/hari setiap setelah
mandi.
Saat dikaji : Pasien menggunakan pakaian yang disediakan RS, pakaian diganti 1x
sehari dan diganti jika pakaian basah atau kotor. Pasien dibantu
sepenuhnya oleh perawat.
h. Mempertahankan suhu tubuh
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan jika dingin pasien menggunakan pakaian
panjang dan jika merasa panas pasien mengenakan pakaian tipis dan
pendek.
Saat dikaji : Pasien mengenakan pakaian dari RS. Pasien nampak menggunakan
selimut dan suhu pasien 38.10C.
i. Bahaya lingkungan dan kecelakaan
Sebelum MRS : Pasien selalu menjaga tubuhnya dari bahaya seperti memakai sandal
saat berpegian.
Saat dikaji : Pasien mengalami penurunan kesadaran.
j. Komunikasi
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan dapat bberomunikasi dengan orang lain secara
lancar dan baik dengan menggunakan bahasa jawa.
Saat dikaji : Pasien mengalami penurunan kesadaran.
k. Bekerja
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien menjadi petani, pasien senang melakukan
kegitannya itu. Sehingga pasien lupa makan dan istirahat.
Saat dikaji : Pasien mengalami penurunan kesadaran.
l. Ibadah
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien menjalankan ibadah shalat 5 waktu.
Saat dikaji : Pasien tidak dapat menjalankan ibadah shalat 5 waktu.
m. Rekreasi
Sebelum MRS : Keluarga mengatakan pasien mengisi waktu luang untuk berkebun dan
berkumpul bersama keluarganya.
Saat dikaji : Pasien hanya tiduran, keluarga sering menjenguk dan mengajak
berbicara dengan pasien.
n. Belajar
Sebelum MRS :Keluarga mengatakan keluarga sudah sedikit mengerti penyakit yang
diderita pasien karena sebelumnya pasien pernah menderita penyakit
seperti ini.
Saat dikaji : keluarga mengatakan selalu bertanya – tanya tentang penyakit pasien.
5. Pengkajian Kritis B6
a. B1 / Breathing
Pasien nampak sesak dengan RR 28x/menit, terdapat retraksi dinding dada, terdapat sekret
disaluran napas, terdapat suara napas tambahan, terpasang binasal kanul 4 lpm.
b. B2 / Blood
Irama jantung regular, tekanan darah 112/80 mmHg, nadi 120x/menit.
c. B3 / Brain
Kesadaran somnolen dengan GCS E4M3V1, pupil isokor, simetris dengan ukuran diameter
2mm, mengalmai penurunan kekuatan otot tubuh bagian kanan.
d. B4 / Bladder
Pasien terpasang kateter, tidak ada distensi kandung kemih, pemasangan kateter hari ke
dua.
e. B5 / Bowel
Mukosa bibir kering, tidak mengalmai distensi abdomen, terpasang NGT.
f. B6 / Bone
Pasien mengalami kelemahan anggota tubuh bagian kanan, tidak ada fraktur atau luka,
turgor kulit baik, suhu 38.10C, CRT <2 sekon.
6. Pengkajian Fisik
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran / GCS : somnolen E4M3V1
Tanda – tanda vital :
Tekanan darah : 112/80 mmHg Nadi : 120x/menit
RR : 28x/menit suhu : 38.10C
SpO2 : 98%
BB / TB : 57 kg . 169 cm
Pemeriksaan Head To Toe
a. Kepala dan leher
Kepala simetris, tidak ada polip, bersih, tidak ada nyeri tekan, rambut jarang, berwarna
putih, pada leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
b. Wajah
Sklera ikterik, konjungtiva anemis, pupil isokor, simetris dengan diameter 2mm/2mm, tidak
ada pernapasan cuping hidung, hidung terpasang binasal kanul 4lpm, RR 28x/menit,
terdapat mukus dimulut, pasien tidak dapat batuk dan menelan.
c. Dada
Inspeksi : terdapat retraksi dinding dada, simetris, RR 28x/menit, tidak ada bekas luka.
Palpasi : Simetris, tidak ada nyeri tekan, teraba hangat.
Perkusi : Sonor
Aukultasi : Tidak ada auara tambahan (s3), suara napas tambahan (ronkhi)
d. Abdomen
Inspeksi : Simetris, cembung, kulit sawo amtang, bersih.
Aukultasi : Bising usus 13x/menit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran organ.
Perkusi : Thympani
e. Ektermitas
Mengalami penurunan kekuatan otot tubuh bagian kanan.
Ekstermitas atas : Tidak ada oedem, kekuatan otot kanan 2, kiri 5, dan terpasang infus
parasetamol 60 tpm pada tangan kanan.
Ekstermitas bawah : Tidak oedem, kekuatan otot kanan 3 dan kiri 5.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
1) Pada tanggal 3 Juli 2017 pukul 21:55 WIB
Hasil pemeriksaan rontgen thorak adalah terdapat cardiomegali, oedem paru, dan
adanya pelebaran pada vasculer.
2) Pada tanggal 8 Juli 2017 pukul 20:10 WIB
Hasil pemeriksaan USG adalah terdapat kelainan pada hepar, VU, dan VF.
3) Pada tanggal 10 Juli 2017 pukul 17:11 WIB
Hasil bacaan CT-scan adalah terdapat infark serebri dikortex sinistra dan cairan ±75cc.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada tanggal 3 Juli 2017 pukul 19:01 WIB
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Darah otomatis
Hemoglobin
Leukosit
Hemotokrit
L 11.9
8.3
L 35
g/dL
10^3/µL
%
13.2 – 17.3
3.8 – 10.6
40 – 52
Eritrosit
Trombosit
MCH
MCHC
MCV
Diff Count
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Golongan Darah
Kimia Klinik
Kimia Rutin
GDS
Ureum
Kreatinin
SGOT
SGPT
Sero Imunologi
Widal
S. Thypi O
S. Thypi H
S. Parathypi O – A
S. Parathypi O – B
HbsAg
L 38
190
31
34
92
L 0.10
0.20
H 70.50
L 16.20
H 13.00
B
H 133
H 60
H 148
H 44
H 14
Pos1/200
-
-
-
Non Reaktif
10^6/µL
10^3/µL
pg
g/dL
fL
%
%
%
%
%
mg/dL
mg/dL
mg/dL
µL
µL
4.40 – 5.90
150 – 440
26 – 24
32 – 36
80 – 100
2 – 4
0 – 1
50 – 70
22 – 40
2 – 8
80 – 110
10 – 50
0.3 – 1.3
< 37
< 42
Non Reaktif
8. Program terapi
Tanggal 14 Juli 2017
Nama Obat Dosis Rute Waktu Pemberian
Ambroxol 3 x 1 tab Enteral 08 16 24
Uriter
ISDN
Amlodipin
Spinorolactan
Irbesartan
Gentamycin
Ceftriaxone
Ranitidin
Citicolin
Furosemid
Kalnekx
Nebulizer
Parasetamol inf.
Bisolvon
Metilprednisolon
Asering
Sonde DJ
3 x 1 tab
2 x 5 mg
1 x 10 mg
1 x 25 mg
1 x 300 mg
-
2 x 1 gr
2 x 1 ampul
2 x 1 ampul
1 x 1 ampul
2 x 500 mg
3 x 1
4 x 500 mg
3 x 1 ampul
3 x 30 mg
20 tpm
200 cc
Enteral
Enteral
Enteral
Enteral
Enteral
Topikal
Parenteral
Parenteral
Parenteral
Parenteral
Parenteral
Inhaler
Parenteral
Parenteral
Parenteral
Parenteral
NGT
08 16 24
08 20
08
08
08
Mencegah dekubitus
08 20
08 20
08 20
08
08 20
08 16 24
08 14 16 20 24
08 16 24
08 16 24
-
08 12 17 24
Tanggal 15 Juli 2017
Nama Obat Dosis Rute Waktu Pemberian
Ambroxol (Sirup)
Zitanid
Urinter
ISDN
Amlodipin
Spironolactan
Irbesartan
Gentamycin
Ceftriaxone
Ranitidin
Citicolin
Furosemid
Kalnek
Nebulizer
3 x 1 sendok
2 x 1 tab
3 x 1 tab
2 x 5 mg
1 x 10 mg
1 x 25 mg
1 x 300 mg
-
2 x 1 gr
2 x 1 ampul
2 x 1 ampul
1 x 1 ampul
2 x 500 mg
3 x 1
Parenteral
Enteral
Enteral
Enteral
Enteral
Enteral
Enteral
Topikal
Parenteral
Parenteral
Parenteral
Parenteral
Parenteral
Inhaler
08 16 22
08
08 16 22
08 20
08
08
08
Cegah Dekubitus
08 20
08 20
08 20
08
08 20
08 16 20
Parasetamol inf.
Bisolvon
Methylprednisolon
Asering
Clinimix
Sonde DJ
4 x 500 mg
3 x 1 ampul
3 x 30 mg
42 tpm
1000cc/24jam
200 cc
Parenteral
Parenteral
Parenteral
Parenteral
Parenteral
NGT
08 14 16 20
02
08 16 22
-
-
08 12 17 24
Tanggal 16 Juli 2917
Nama Obat Dosis Rute Waktu Pemberian
Methyldopa
Methylprednisolon
ISDN
Ambroxol
Urinter
Amlodipin
Spironolactan
Irbesartan
Gentamycin
Ceftriaxone
Ranitidin
Citicolin
Furosemid
Nebulizer
Bisolvon
Pamol
GG
Zitamid
Asering
Clinimix
Sonde DJ
2 x 20 mg
3 x 30 mg
2 x 5 mg
3 x 1 sdk
3 x 1 tab
1 x 10 mg
1 x 25 mg
1 x 300 mg
-
2 x 1 gr
2 x 1 ampul
2 x 1 ampul
1 x 1 ampul
3 x 1
3 x 1
Ekstra
3 x 1
2x1
42 tpm
1000cc/24jam
200 cc
Enteral
Parenteral
Enteral
Enteral
Enteral
Enteral
Enteral
Enteral
Topikal
Parenteral
Parenteral
Parenteral
Parenteral
Inhaler
Parenteral
Parenteral
Enteral
Enteral
Parenteral
Parenteral
NGT
08 20
08 16 22
08 20
08 16 22
08 16 22
08
08
08
Cegah Dekubitus
08 20
08 20
08 20
08 20
08 16 22
08 16 22
08 16 22
08 20
08 12 17 24
B. ANALISA DATA
Waktu Analisa Data Problem Etiologi
Tanggal Ds: Ketidakefektifan Infark
14 Juli
2017 /
Pukul
09.00
WIB
Keluarga mengatakan pasien
memiliki riwayat stroke ±3 bulan
yang lalu dan memiliki riwayat
hipertensi.
Do:
- Kesadaran somnolen dengan
GCS E4M3V1
- Mengalami penurunan
kekuatan otot tubuh bagian
kanan
- Terpasang binasal kanul 4 lpm
- Bibir kering, conjungtiva
anemis
- Hasil radiologi : Terdapat
infark serebri dikortex sinistra
dengan jumlah cairan ±75 cc
- Tekanan darah 112/80 mmHg,
nadi 120x/menit, SpO2 98%.
perfusi jaringan
serebral
serebral
Ds : -
Do:
- Pasien nampak sesak dengan
RR 28 x/menit
- Terdapat sekret dimulut, suara
napas ronkhi
- Terdapat retraksi dinding dada
- Pasien tidak dapat abtuk dan
menelan.
- Suhu 38.10C
Ketidakefektifan
bersihan jalan
napas
Akumulasi
sekret
C. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark serebral
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekret.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Waktu dx Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi ttd
Tanggal
14 Juli /
pukul
13.30
1 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 7
jam diharapkan masalah
ketidakefektifan perfusi
c. Monitoring Neurologis
- Monitor ukuran,
kesimetrisan, reaksi
dan bentuk pupil.
- Monitor tingkat
kesadaran pasien
WIB jaringan serebral teratasi
dengan kriteria hasil:
Indikator IR ER
- TD sistolik
dan diastolik
- Meningkatny
a tingkat
kesadaran
- Rasa nyeri,
mual,
muntah
3
2
3
4
4
4
Keterangan :
1 : Gangguan ekstrem
2 : Berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada gangguan
- Monitor tanda – tanda vital
- Monitor respon
pasien terhadap
pengobatan
- Hindari aktivitas
jika TIK meningkat
- Observasi kondisi
fisik pasien
d. Terapi oksigen
- Bersihkan jalan
napas dari sekret
- Pertahankan jalan
napas tetap efektif
- Berikan oksigen
sesuai indikasi
- Monitor aliran
oksigen atau kanul
oksigen dan
humidifier
2 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 7
jam diharapkan masalah
bersihan jalan napas
kembali efektif dengan
kriteria hasil :
Indikator IR E
R
- Frekuensi
dalam batas
normal (16 –
24 x/menit)
- Irama dan
kedalaman
napas
- Kemampuan
untuk
mengeluarka
n sekret
- Suara napas
tambahan
- Akumulasi
sekret
- Penggunaan
2
2
1
4
5
4
d. Respiratory
Management
- Pantau rate, irama,
kedalaman, dan
usaha napas.
- Perhatikan gerakan
dada, amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
aksesoris.
- Monitor suara napas
tambahan
- Monitor pola napas :
bradipnea,
hiperventilisasi
e. Airway Management
- Berikan posisi yang
nyaman
- Lakukan
penghisapan lendir
(suction) sesuai
kebutuhan pasien
- Kolaborasi dalam
pemberian
broncodilator
f. Airway Suctioning
- Aukultasi suara
napas sebelum dan
otot bantu
napas 2
2
2
5
4
5
Keterangan :
1 : Berat
2 : Cukup
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada gangguan
sesudah dilakukan suction
- Gunakan aliran
rendah untuk
menghilangkan
sekret
- Monitor status
oksigen pasien dan
status hemodinamik.
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Waktu dx Implementasi Respon ttd
Tanggal 14
Juli 2017
Pukul 08.00
WIB
09.00 WIB
1
- Menyeka pasien dan
melakukan oral hygiene
- Memberika terapi obat
sesuai program
- Memberikan sonde
sesuai diit sebanyak 200
cc melaui via NGT
- Mengkaji kesadaran
pasien
- S: -
O: Pasien nampak
wangi dan bersih
- S: -
O: Terapi obat
masuk sesuai
program, tidak ada
alergi
- S: -
O: Sonde 200 cc
masuk melaui via
NGT, pasien tidak
muntah
- S: -
O: Kesadaran pasien
somnolen dengan
2
- Memonitor reaksi pupil
- Mengobservasi kondisi
pasien
- Memonitor tanda – tanda
vital
- Mengkaji kekuatan otot
pasien
- Mengobservasi rate,
irama, kedalaman, dan
usaha respirasi.
- Memonitor suara napas
tambahan
GCS E4M3V1
- S: -
O: Pupil isokor,
simetris dengan
diameter 2mm.
- S: -
O: keadaan umum
pasien lemah, akral
hangat.
- S: -
O: tekanan darah
159/79 mmHg, nadi
66x/menit, suhu
37.00C, SpO2 97%.
- S: -
O: Penurunan
kekuatan otot bagian
kanan. Pada bagian
kanan kekuatan pada
tangan 2 dan kaki 3.
- S: -
O: RR 28x/menit,
terdapat retraksi
dinding dada,
simetris, napas
tampak dalam.
- S: -
O: terdapat suara
napas tambahan
(ronkhi), pasien
11.30 WIB
12.00 WIB
2
2
2
- Memposisikan pasien
semifowler
- Kolaborasi dalam
pemberian obat nebulizer
- Memberikan sonde 200
cc melalui via NGT
- Menghitung balance
cairan pasien
- Memberikan terapi
nebulizer
- Mendengarkan suara
napas pasien
belum dapat batuk
dan menelan, tetapi
sudah ada sedikit
reflek batuk.
- S: -
O: Pasien dalam
posisi semifowler,
pasien nampak
nyaman.
- S: -
O: Menambahkan
terapi fentolin 4x
sehari
- S: -
O: Sonde masuk
melalui via NGT,
tidak ada reflek
muntah.
- S: -
O: Input 700, aoutpu
600, dan bc +100
- S: -
O: Terapi inhalasi
masuk, produksi
mukus bertambah,
pasien sesak
bertambah.
- S: -
O: Suara terdengar
ronkhi, sedikit reflek
13.00 WIB
14.00 WIB
1
2
1
- Melakukan penghisapan
lendir (suction)
- Mengkaji kesadaran
- Mengkaji reflek pupil
- Mengaukultasi suara
napas pasien
- Mengobservasi tanda –
tanda vital pasien
batuk
- S: -
O: Sesak berkurang,
sekret berkurang,
pasien nampak
nyaman, sekret
berwarna kuning
kental.
- S: -
O: Kesadaran
somnolen dengan
GCS E4M3V1 ,
pasien mulai dapat
membuka mata.
- S: -
O: Pupil isokor,
simetris dengan
diameter 2mm.
- S: -
Suara napas ronkhi,
RR 26x/menit.
- S: -
O: Tekanan darah
124/98 mmHg, nadi
112x/menit, RR
24x/menit, suhu
36.40C, SpO2 99%.
Tanggal 15
Juli 2017
Pukul 08.00
- Menyeka dan melakukan
oral hygiene pada pasien
- S: -
O: Pasien nampak
bersih dan wangi
WIB
1
2
- Memberikan terapi obat
sesuai program
- Mengkaji kesadaran
pasien
- Mengkaji rekasi pupil
- Memonitor tanda – tanda
vital
- Mengaukultasi suara
napas pasien
- Memberikan terapi
nebulizer
- S: -
O: Pemberian
kalnek dihentikan.
Terapi obat
diberikan sesuai
program.
- S: -
O: Kesadaran pasien
somnolen dengan
GCS E4M3V1,
pasien nampak
tiduran.
- S: -
O: Pupil isokor,
simetris dengan
diameter 2mm.
- S: -
O: Tekanan darah
109/98 mmHg, nadi
127x/menit, RR
27x/menit, suhu
36.70C, SpO2 100%.
- S: -
O: Suara napas
terdengar ronkhi,
terdapat sekret
dimulut.
- S: -
O: Terapi nebu
massuk, produksi
08.00 WIB
10.30 WIB
11.30 WIB
11.35 WI
2
- Mengaukultasi suara
napas pasien
- Melakukan penghisapan
lendir
- Melakukan ROM pasif
- Memposisikan pasien
miring kekanan ±1.5 jam
- Memberikan sonde
200cc melalui via NGT
- Menghitung balance
sekret, pasien sesak.
- S: -
O: Suara napas
tambahan (ronkhi),
terdapat sekret di
saluran napas, sudah
ada reflek batuk
pada pasien.
- S: -
O: suara napas
tambahan
berkurang, reflek
batuk saat disuction.
- S: -
O: Otot pasien
nampak lemas,
pasein nyeri saat
dimiringkan kekiri,
pasien batuk –
batuk.
- S: -
O: Pasien
dimiringkan
kekanan.
- S: -
O: Sonde 200 cc
masuk melalui via
NGT, tidak ada
muntahan.
- S: -
12.00 WIB
13.30 WIB
2
1
2
cairan
- Memberikan terapi
nebulizer
- Melakukan penghisapan
lendir
- Mengkaji kesadaran
pasien
- Mengobservasi reflek
pupil
- Memonitor tanda – tanda
vital
O: Input 700, output
750, dan bc -50.
- S: -
O: Terapi inhalasi
masuk, 30 menit
setelah terapi pasien
batuk, produksi
sekret.
- S: -
O: Pasien tidak mau
membuka mulut saat
disuction, paien
nampak dapat
menelan, dan pasien
sudah dapat batuk.
- S: -
O: Kesadaran Pasien
somnolen dengan
GCS E4M3V1.
- S: -
O: Pupil isokor,
simetris dengan
diameter 2mm.
- S: -
O: Tekanan darah
114/97 mmHg, nadi
103x/menit, RR
19x/menit, SpO2
98%, dan suhu
36.10C
- Mengaukultasi suara napass pasien
- S: -
O: Suara napas
ronkhi, RR
19x/menit
Tanggal 16
Juli 2017
Pukul 08.00
WIB
08.30 WIB
09.00 WIB
2
1
- Menyeka dan melakukan
oral hygiene pada pasien
- Memberikan terapi obat
sesuai program terapi
- Memasukkan sonde 200
cc melalui via NGT
- Memberikan terapi
nebulizer
- Mengkaji kesadaran
pasien
- Mengkaji reflek pupil
- Mengobservasi tanda –
- S: -
O: Pasien nampak
bersih dan rapi.
- S: -
O: Terapi obat
masuk sesuai
program, tidak ada
alergi.
- S: -
O: Sonde DJ 200 cc
masuk, tidak ada
mual muntah.
- S: -
O: Terapi masuk,
sekret produksi,
pasien batuk –
batuk.
- S: -
O: Kesadaran
somnolen dengan
GCS E4M3V1
- S: -
O: Pupil isokor,
simetris dengan
diameter 2mm.
10.00 WIB
11.30 WIB
12.00 WIB
2
1
2
tanda vital pasien
- Mengaukultasi suara
napas pasien
- Melakukan suction
- Mengkaji kekuatan otot
- Memberikan sonde 200
cc melalui via NGT
- Menghitung balance
cairan
- Memberikan terapi
nebulizer
- S: -
O: Tekanan darah
117/87 mmHg, nadi
98x/menit, RR
21x/menit, suhu
36.30C, SpO2 100%.
- S: -
O: Suara napas
ronkhi, sekret
produksi.
- S: -
O: Ronkhi sedikit
terdengar, sesak
berkurang, pasien
tampak nyaman.
- S: -
O: Penurunan
kekuatan otot tubuh
bagian kanan yaitu 2
kaki dan 3 tangan.
- S: -
O: Sonde 200 cc
masuk, tidak ada
reflek muntah atau
mual.
- S: -
O: Input 400, output
350, dan bc +50
- S: -
O: Pasien sudah ada
13.30 WIB
1
- Melakukan suction
- Mengkaji kesadaran dan
reaksi pupil
- Mengobservasi tanda –
tanda vital pasien
- Mengaukultasi suara
napas.
reflek batuk dan
menelan dengan
baik, pasien nampak
dapat membuka
mata, produksi
sekret masih
produksi.
- S: -
O: Sekret berkurang,
pasien tampak
nyaman.
- S: -
O: Kesadaran pasien
somnolen E4M3V2,
pupil isokor,
simetris dengan
diameter 2 mm.
- S: -
O: Tekanan darah
108/94 mmHg, nadi
111x/menit, RR
19x/menit,, suhu
36.30C, SpO2 100%
- S: -
O: Suara napas
ronkhi
F. EVALUASI KEPERAWATAN
Waktu dx Evaluasi ttd
Tanggal 14 1 Ds: -
Juli 2017 /
Pukul 14.00
WIB
2
Do:
Kesadaran pasien somnolen dengan GCS E4M3V1,
pupil isokor, simetris dengan diameter 2mm,
mengalami penurunan kekuatan otot tubuh bagian
kanan dengan nilai kekuatan tangan 2 dan kaki 3,
tekanan darah 124/98 mmHg, andi 112x/menit,
RR 24x/menit, suhu 36.40C, SpO2 99%, terpasang
binasal kanul 4 lpm.
A:
Masalah belum teratasi.
P:
Monitor kesadaran pasien, monitor status
hemodinamik, dan monitor terapi oksigen.
Ds :-
Do:
Pasien nampak sesak dnegan RR 24x/menit,
terdapat akumulasi sekret, pasien tidak dapat
batuk dan menelan, terdapat retraksi dinding dada,
terdapat suara napas tambahan, pasien dalam
posisi semifowler.
A:
Masalah belum teratasi
P:
Airway management, respiratory management,
dan airway suctioning.
Tanggal 15
Juli 2017 /
Pukul 14.00
WIB
1
Ds: -
Do:
Kesadaran pasien somnolen dengan GCS E4M3V1
, pupil isokor, simetris dengan diameter 2 mm,
tekanan darah 114/97 mmHg, nadi 103x/menit,
terpasang binasal kanul 4 lpm, penurunan
kekuatan otot tubuh bagian kanan dengan nilai 2
unutk tangan dan 3 untuk kaki.
A:
2
Masalah belum teratasi
P:
Monitor status neurologis, monitor status
hemodinamik, dan monitor terapi oksigenasi.
Ds:-
Do:
Terdengar suara napas tambahan, terdapat sekret,
pasien sudah ada reflek batuk, belum dapat
menelan, terdapat retraksi dinding dada, RR
19x/menit, dilakukan suction secara berkala.
A:
Massalah belum teratasi
P:
Airway management, respiratory management,
dan airway suction.
Tanggal 16
Juli 2017 /
Pukul 14.00
WIB
1
2
Ds : -
Do:
Kesadaran pasien somnolen dengan nilai GCS
E4M3V2, pupil isokor, simetris dengan diameter
2mm, penurunan kekuatan otot tubuh bagian
kanan dengan nilai 2 untuk tangan dan 3 untuk
kaki, pasien sudah dapat membuka matanya,
terpasang binasal kanul 4 lpm, pasien posisi
supinasi, SpO2 100%.
A:
Masalah belum teratasi
P:
Monitor status neurologis dan status hemodinamik
Ds:-
Do:
Suara napas reguler, produksi sekret, dilakukan
suction secara berkala, terdapat retraksi dinding
dada, RR 19x/menit, pasien nampak nyaman.
A:
Masalah belum teratasi
P:
Airway managemen, respiratory monitoring.
Decreasing the Adverse Effects of Endotracheal Suctioning During Mechanical Ventilation by Changing Practice
Salvatore Maurizio Maggiore MD PhD, Franc¸ois Lellouche MD, Claudia Pignataro MD, Emmanuelle Girou PharmD, Bernard Maitre MD, Jean-Christophe M Richard MD PhD,
Franc¸ois Lemaire MD, Christian Brun-Buisson MD, and Laurent Brochard MD
BACKGROUND: Little is known about the incidence of and risk factors for adverse effects from
endotracheal suctioning. We studied the incidence and risk factors, and evaluated the effect of
suctioning practice guidelines. METHODS: During a 3-month period, in 79 mechanically
ventilated subjects, we recorded the adverse effects in 4,506 suctioning procedures. Then practice
guidelines were implemented, and 1 year later, during another 3-month period, in 68 subjects, we
recorded the adverse effects in 4,994 suctioning procedures. RESULTS: In the first period, adverse
effects occurred frequently: oxygen desaturation in 46.8% of subjects and 6.5% of suctionings,
hemor-rhagic secretions in 31.6% of subjects and 4% of suctionings, blood pressure change in
24.1% of subjects and 1.6% of suctionings, and heart rate change in 10.1% of subjects and 1.1% of
suction-ings. After guidelines implementation, all complications, both separately and all together,
were reduced. The incidence of all complications together decreased from 59.5% to 42.6% of
subjects, and from 12.4% to 4.9% of procedures (both P < .05). PEEP > 5 cm H2O was an
independent risk factor for oxygen desaturation. Receiving > 6 suctionings per day was a risk
factor for desaturation and hemorrhagic secretions. The use of guidelines was independently
associated with fewer com-plications. CONCLUSIONS: Endotracheal suctioning frequently
induces adverse effects. Tech-nique, suctioning frequency, and higher PEEP are risk factors for
complications. Their incidence can be reduced by the implementation of suctioning guidelines. Key
words: endotracheal suctioning; closed suctioning system; practice guidelines; mechanical ventilation;
ARDS; PEEP. [Respir Care 2013; 58(10):1588 –1597. © 2013 Daedalus Enterprises]
Introduction
The presence of an artificial airway during mechanical
ventilation makes coughing less effective or not possible. Dr Maggiore is affiliated with the Department of Anesthesiology and
Intensive Care, Agostino Gemelli Hospital, Catholic University of the Sacred
Heart, Rome, Italy. Drs Lellouche, Pignataro, Richard, Lemaire, Brun-
Buisson, and Brochard are affiliated with the Medical ICU; Dr Girou is
affiliated with the Infection Control Unit; and Dr Maitre is affiliated with the
Department of Pulmonology, Henri Mondor University Hospi-tal, Cre t́eil,
France. Dr Lellouche is also affiliated with the Cardiac Sur-gery ICU, Laval
University Hospital, Que´bec City, Canada. Dr Pignataro is also affiliated
with the Department of Anesthesiology and Intensive Care, Lariboisie`re
Hospital, Paris, France. Drs Richard and Brochard are also affiliated with the
Intensive Care Department, University Hospital, University of Geneva,
Geneva, Switzerland. Dr Brochard is also affili-ated with the Institut National
de la Sante ́ et de la Recherche Me´dicale (INSERM) Unit 955, Paris 12
University, Cre t́eil, France.
Endotracheal suctioning is therefore needed to avoid ac-
cumulation of secretions into the lung, and its associated
complications. Nevertheless, endotracheal suctioning is an
invasive procedure, and is not free from hazards and, ex-
ceptionally, from lethal adverse events.1 Numerous side
Dr Maggiore presented a version of this paper at the International
Conference of the American Thoracic Society, held May 17–22, 2002, in
Atlanta, Georgia.
The authors have disclosed no conflicts of interest.
Correspondence: Salvatore Maurizio Maggiore MD PhD, Department of
Anesthesiology and Intensive Care, Agostino Gemelli Hospital, Catholic
University of the Sacred Heart, Largo Agostino Gemelli 8, 00168 Rome,
Italy. E-mail: [email protected].
DOI: 10.4187/respcare.02265
1588 RESPIRATORY CARE OCTOBER 2013 VOL 58 NO 10
DECREASING THE ADVERSE EFFECTS OF ENDOTRACHEAL SUCTIONING
effects of endotracheal suctioning have been reported.2-11
Some old studies on selected patient populations sug-gested a high frequency of specific adverse events, such
as oxygen desaturation and arrhythmia.1,12
Leur and co-
workers13
reported a relatively low incidence of some en-
dotracheal suctioning adverse events in a selected popu-
lation of surgical patients without ARDS and with a short duration of mechanical ventilation. Thus, the incidence and risk factors of adverse effects of endotracheal suction-ing in a general medical population of critically ill
patients are uncertain.
SEE THE RELATED EDITORIAL ON PAGE 1707
In 2010 the American Association for Respiratory Care
published updated clinical practice guidelines for endo-
tracheal suctioning,9 with the aim of optimizing the pro-
cedure and reducing the hazards. Specific suctioning strat-
egies are not systematically used in ICUs,14
and their
usefulness has not been well assessed. Moreover, the op-
timal approach to reduce endotracheal-suctioning-related
complications has not been fully clarified.15,16
Therefore we
carried out a clinical investigation to evaluate the in-cidence
of endotracheal-suctioning-associated adverse events in
mechanically ventilated patients, and to deter-mine whether
the implementation of practice guidelines could decrease the
rate. Suctioning-induced adverse events before and after the
implementation of practice guidelines were compared using
the same methodology. Practice guidelines for endotracheal
suctioning were drafted inde-pendently from those of the
American Association for Respiratory Care,9 and before their
release.
Methods
Study Location and Subject Population
The study was conducted in the 26-bed medical ICU of
Henri Mondor University Hospital, Cre´teil, France. The
institutional ethics committee approved the study and
waived the requirement for informed consent. All consec-
utive patients needing mechanical ventilation and $ 18 years old were included during two 3-month periods,
from February to April 2000 (period 1) and from April to
June 2001 (period 2). According to clinical requirements,
subjects received sedation by continuous infusion, follow-ing
our local protocol, which was the same in the 2 study
periods. They were mechanically ventilated with volume
controlled continuous mandatory ventilation or pressure
support mode. Heat and moisture exchangers were gener-ally
used. In all subjects, pulse oximetry, electrocardiog-raphy,
and arterial blood pressure were continuously mon-itored,
according to routine practice.
QUICK LOOK Current knowledge
Endotracheal suctioning is associated with various
com-plications, ranging from discomfort to
hemodynamic collapse, but the incidence and severity
of these com-plications has not been systematically
studied. The use-fulness of adherence to suctioning
guidelines has also not been addressed.
What this paper contributes to our knowledge
Adverse effects of suctioning, particularly oxygen de-
saturation and hemorrhagic secretions, were frequent
and were reduced by the implementation of practice guidelines. Factors that increased the risk of
suctioning-related complications included more
frequent suction-ing, requirement for a PEEP of 5 cm
H2O, and the presence of ARDS.
Study Design and Data Collection
Endotracheal-suctioning-related adverse events were
collected daily during the 2 3-month periods. During the
first period, endotracheal suctioning was performed ac-
cording to the usual practice at that time: suctioning pro-
cedures were mainly performed routinely every 2 hours or
more often if secretions were visible in the endotracheal/
tracheostomy tube; subjects were disconnected from the
ventilator; the duration of the procedure, the vacuum pres-
sure (frequently 400 cm H2O), size of the suction cath-
eter, and depth of suctioning were not standardized; saline
was instilled in case of dry, tenacious secretions; no spe-
cial precaution was used in subjects with ARDS; in gen-
eral, closed suction systems were not used. In the 1-year interval between the 2 study periods, clin-
ical practice guidelines for endotracheal suctioning were
developed during the first month based on the available
evidence, and subsequently implemented. The rationale and
the feasibility of each guideline were discussed in depth with
physicians and nurses until a consensus was reached and,
finally, guidelines were described in a written protocol. To
facilitate implementation, repeated meetings were organized
to educate and to instruct the whole per-sonnel about this
protocol. Repeated informal follow-up training was also
performed, and a medical referent was always available for
any questions and technical needs. In the second period, endotracheal suctioning was per-
formed according to practice guidelines. No major change
took place in the unit in between these 2 periods regarding
airway and ventilator management. During the 2 study
periods, nurses were instructed to detect and report daily
RESPIRATORY CARE OCTOBER 2013 VOL 58 NO 10 1589
DECREASING THE ADVERSE EFFECTS OF ENDOTRACHEAL SUCTIONING
on standardized data collection sheets all adverse events
for each suctioning procedure. During and just after the
intervention period (period 2), adherence to practice
guide-lines was also assessed by respiratory therapists and
phy-sicians not involved in suctioning procedures. They
ran-domly observed suctioning procedures and, for each
procedure, reported if guidelines were followed. A total of
600 observations were performed during night and day.
Nurses were not informed of the observers’ task. Adherence to the study protocol was assessed daily by
investigators and respiratory therapists. This was done by
comparing the number of suctioning procedures reported
on the subject’s daily clinical chart and the number of
procedures reported on the specific daily sheet used for
the study. In addition, in an attempt to validate the reli-
ability of detecting and reporting adverse effects of endo-
tracheal suctioning following the given instructions, one
of the investigators repeatedly observed suctioning pro-
cedures and reported if these instructions were followed.
Reliability in reporting adverse events of suctioning was
calculated as: Number of correctly reported events/number of observations 100
A total of 540 observations were performed: 270 in
each period.
Clinical Practice Guidelines for Endotracheal
Suctioning
The guidelines for endotracheal suctioning were as
follows:
• Frequency of Endotracheal Suctioning. The suctioning
procedures had to be performed according to the sub- ject’s needs, and not routinely.
17 The need for endotra-
cheal suctioning was evaluated based on oscillations on the expiratory part of the flow-time curve
18 and tracheal or
bronchial respiratory sounds.19,20
Ventilator alarms
(increased peak airway pressure during volume controlled
continuous mandatory ventilation, or decreased tidal vol-
ume during pressure-targeted ventilation modes), pres-ence
of secretions in the endotracheal tube or oxygen
desaturation, after excluding other possible causes, were
also considered as later indicators of the need for suc-
tioning. In paralyzed subjects, endotracheal suctioning was
performed every 4 hours, even if the aforemen-tioned signs
were absent. • Disconnection from the ventilator had to be avoided.
The suction catheter was introduced through the swivel
adapter of the catheter mount, or a closed system was
used.6
• Depth of Endotracheal Suctioning. To minimize muco-
sal trauma, shallow suction (limited to the artificial air-
way and the trachea) was performed, instead of deep suctioning.
13 In practice, approximately 8 –10 cm of the
suction catheter was left outside the endotracheal tube.
With a tracheostomy the suction catheter was
introduced up to approximately half its length. In any
case, insertion was stopped if an obstacle was met, and
the suction catheter was withdrawn approximately 1
cm. Suction-ing was then started while gradually
withdrawing the catheter.
• Instillation of saline was avoided.21-23
In case of dry,
tenacious secretions, the heat and moisture exchanger
was replaced by a heated humidifier. Selective suction-
ing under direct visualization by fiberoptic bronchos-
copy was performed if a mucus plug was suspected. • Size of the Suction Catheter. This had to be adapted to
the size of the endotracheal tube, so that the diameter of
the suction catheter was 50% the inner diameter of the
artificial airway.10,11,17,24,25
In practice, 16 French suc-
tion catheters were used with artificial airways with an
inner diameter $ 9 mm, 14 French suction catheters
were used with 8.0-mm or 8.5-mm endotracheal tubes,
and 12 French catheters with 7.0-mm or 7.5-mm endo-
tracheal tubes. • The duration of endotracheal suctioning was limited to
10 –15 seconds.17,26,27
If needed, the suctioning pro-cedure was repeated after a time period sufficient for restoring baseline ventilation and oxygen saturation.
• The suction pressure had to be set between 200 and
250 mm Hg.17,25,27,28
• In subjects with ARDS, to minimize suctioning-induced
lung derecruitment, a closed suction system was used,
and ventilator auto-triggering was allowed during the procedure.
5,6 Closed suctioning systems were changed
in case of mechanical failure or visible soiling only: not routinely.
23,29-31 Recruitment maneuvers were used in
case of persisting hypoxemia after suctioning.4,32
A sterile technique was employed at all times. The sub-
ject’s appearance (eg, sweating, skin color, agitation), vital
signs (oxygen saturation, heart rate, cardiac rhythm, arte-rial
blood pressure), and ventilatory parameters (breathing
frequency, tidal volume, peak inspiratory pressure) were
monitored during the whole suctioning procedure.17,27
Adverse Effects of Endotracheal Suctioning
Adverse effects of endotracheal suctioning were
defined a priori, as follows:
1590 RESPIRATORY CARE OCTOBER 2013 VOL 58 NO 10
DECREASING THE ADVERSE EFFECTS OF ENDOTRACHEAL SUCTIONING
• Oxygen desaturation: an SpO2 decrease of 5% Table 1. Subjects, Outcomes, and Number of Suctioning Procedures
• Hemorrhagic secretions: blood visible in suctioned se-
Before After
Cretions Guidelines Guidelines P n 79 n 68
• Severe hypertension: an increase in systolic blood pres-sure to 200 mm Hg
• Severe hypotension: a drop in systolic blood pressure to
80 mm Hg • Severe tachycardia: an increase in heart rate to 150
beats/min • Severe bradycardia: a decrease in heart rate to 50 beats/
min • Arrhythmia: any new appearance of sustained supra-
ventricular or ventricular arrhythmia
Statistical Analysis
Results are reported as mean SD, except when oth-
erwise indicated. Incidence density, expressed per 100
ven-tilator days, was calculated according to the formula:
(Number of events/study days) 100
Dichotomous variables were compared with use of the
chi-square test, and continuous variables with the Student
t test. After assessing normality, the continuous variables
were dichotomized using adequate cut-points. Logistic
regression analysis was performed, incorporating all fac-
tors with P .10 in the univariate analysis. A P # .05 in a 2-
tailed test was used to indicate significance. All analyses
were performed using statistics software (StatView 5,
SAS Institute, Cary, North Carolina).
Results
We included 147 subjects, and 9,500 suctioning proce-
dures were recorded during a total of 1,225 ventilator
days. During the pre-intervention 3-month period (period
1), 4,506 suctioning procedures in 79 subjects were
collected during 604 ventilator days. After guidelines
implementa-tion (period 2), 4,994 suctioning procedures,
in 68 sub-jects, were collected during 621 ventilator days. Nurse reliability in detecting and reporting suctioning
adverse effects was 94% overall, varying from 91% in
period 1 to 96% in period 2. The most common errors in
reporting adverse events concerned severe hypotension
(20%) and oxygen desaturation (17%). The comparison
between the number of suctioning procedures reported on
the subject’s daily chart and the number of procedures
reported on the specific daily sheet used for the study
showed that endotracheal suctioning procedures were ad-
Age, y 57.7 17 60.2 15.5 .36
SAPS II at admission 46.1 16.5 50.5 20.3 .16
Admission type, %
Medical 74.7 79.4
Surgical 8.9 5.9 .74
Emergency surgery 16.5 14.7
Diagnoses, %
Respiratory failure 29.1 29.4 .97
Sepsis or septic shock 27.8 17.6 .14
ARDS 13.9 23.5 .13
Heart failure 15.2 5.9 .07
Cardiac arrest 5.1 8.8 .37
Hemorrhagic shock 1.3 7.4 .06
Cerebrovascular disease 2.5 5.9 .31
Pulmonary embolism 1.3 1.5 .91
Neurological disease 3.8 0 .10
Duration of mechanical ventilation, d 10.9 12.2 14.5 19.5 .18
ICU stay, d 17.3 15.4 23.3 32.2 .14
ICU survival, % 65 49 .051
Suctioning procedures, no. 4,506 4,994 .23
Suctioning procedures/subject/d 6.6 2.2 6.7 2.8 .91
Subjects with 6 suctionings/d, % 65.8 51.5 .08
Ventilator days, no. 604 621 .34
Ventilator days/subject 7.7 7.8 9.1 10.8 .34 values are mean SD. SAPS Simplified Acute Physiology Score
equately reported in 95.2% of cases, varying from 94.8%
in period 1 to 95.6% in period 2. As shown in Table 1, the
general characteristics of the subjects, number of
collected suctioning procedures, and outcomes were not
statistically different between the 2 periods.
Adverse Effects of Endotracheal Suctioning Before
Guidelines Implementation
In period 1, 47 subjects (59.5%) experienced at least
one complication from endotracheal suctioning: oxygen
desaturation occurred in 37 subjects, hemorrhagic secre-
tions in 25, hypertension in 14, hypotension in 7, tachy-
cardia in 5, and bradycardia in 4 (Fig. 1). One subject
experienced transient ventricular tachycardia, which re-
solved spontaneously after suctioning. Adverse effects
occurred in 559 procedures (Fig. 2) and 173 ventilator
days (Fig. 3), which calculated to a rate of endotracheal-
suctioning-associated adverse effects of 92.5 per 100 ven-
tilator days. Oxygen desaturation (incidence density of
48.3 per 100 ventilator days) and hemorrhagic secretions
(incidence density of 30 per 100 ventilator days) were the
most frequent adverse effects.
RESPIRATORY CARE OCTOBER 2013 VOL 58 NO 10 1591
DECREASING THE ADVERSE EFFECTS OF ENDOTRACHEAL SUCTIONING
Fig. 1. Mean percentages of subjects who suffered adverse effects from endotracheal suctioning. The sum of proportions for specific
complications is greater than the percentage for all complications, because several complications could occur with a single procedure. * P
.05. † P 004.
Fig. 2. Mean percentages of suctioning procedures that had complications. The sum of proportions for specific complications is greater
than the percentage for all complications, because several complications could occur during a single procedure. * P .001. † P .006
Effect of Practice Guidelines on Endotracheal-
Suctioning-Associated Adverse Effects
Adherence to practice guidelines was 95.9%. The ef-fects
of guidelines implementation are shown in Figures 1, 2, and
3. Compared to period 1, the proportion of subjects
experiencing any complication from endotracheal suction-ing
was significantly reduced after guidelines implemen-tation
(P .04). Particularly, fewer subjects presented hemorrhagic
secretions (P .004), hypotension (P .04), and, after adjusting
for the duration of mechanical venti-lation, oxygen
desaturation (P .02). No subject pre-sented any form of
arrhythmia during period 2. The rate of complicated
suctioning procedures was reduced by 61% in period 2, with
a rate of endotracheal-suctioning-associated
adverse effects of 39 per 100 ventilator days (P .001).
This reduction concerned all adverse effects, with a de-
crease of 40% for oxygen desaturation (incidence density
of 31.1 per 100 ventilator days) (P .001), 83% for
hemorrhagic secretions (5.5 per 100 ventilator days) (P .001), 78% for hypertension (1.8 per 100 ventilator days)
(P .001), 94% for hypotension (0.3 per 100 ventilator
days) (P .001), 75% for tachycardia (1.8 per 100 ven-
tilator days) (P .001), and 67% for bradycardia (0.6 per
100 ventilator days) (P .006). The proportion of days of
mechanical ventilation with complicated suction-ing
procedures was also significantly reduced in period 2 (P
.001). Oxygen desaturation and hemorrhagic se-cretions
remained the most frequent adverse effects. In period 2
the proportion of subjects with frequent suction-
1592 RESPIRATORY CARE OCTOBER 2013 VOL 58 NO 10
DECREASING THE ADVERSE EFFECTS OF ENDOTRACHEAL SUCTIONING
Fig. 3. Mean percentages of ventilator days on which suctioning procedures had complications. The sum of proportions for specific
complications is greater than the percentage for all complications, because several complications could occur during a single procedure. *
P .001. † P .01 ‡ P .05.
ing procedures ( 6/d) was lower, albeit not significantly,
than in period 1 (see Table 1).
Risk Factors for Endotracheal-Suctioning-Associated
Adverse Effects
For the analysis, hypertension and hypotension were
grouped together into a ―blood pressure changes‖ cate-
gory, and tachycardia and bradycardia were grouped into
a ―heart rate changes‖ category. The results of the uni-
variate analysis for individual and grouped adverse effects
are shown in Table 2. General characteristics were not
different between subjects with or without endotracheal-
suctioning-associated adverse effects. For all adverse
events, frequency of suctioning was significantly higher
in subjects with adverse effects than those without.
Subjects exhibiting oxygen desaturation during
endotracheal suc-tioning had a higher frequency of
ARDS, were ventilated with a PEEP higher than 5 cm
H2O, and had an FIO2 greater than 0.6 more frequently
than subjects who did not present oxygen desaturation.
Anticoagulation for at least 3 days was more frequent in
subjects with hemor-rhagic secretions than in those who
did not present such complication. The results of the multivariate regression analysis are
shown in Table 3. Only PEEP 5 cm H2O and 6/d
suctioning procedures were independently associated with
an increased risk of oxygen desaturation during suction-
ing. By contrast, not having ARDS and being in period 2
were independent protective factors for desaturation. Fre-
quency of suctioning ( 6/d), but not anticoagulation, was
independently associated with an increased risk of hem-
orrhagic secretions, while period 2 was a protective factor
for this complication. The only independent risk factor for
suctioning-induced blood pressure changes was the occur-
rence of oxygen desaturation.
Discussion
The main results of this study are that: • Endotracheal suctioning was frequently complicated, mainly
by oxygen desaturation and hemorrhagic secretions. • The implementation of practice guidelines reduced the
incidence of all adverse effects.
• Frequent suctioning, PEEP 5 cm H2O, and ARDS were
risk factors for the main adverse events (oxygen desaturation and hemorrhagic secretions).
• Oxygen desaturation was a risk factor for hemodynamic
alterations during endotracheal suctioning.
The first step of our education initiative to reduce ad-verse
effects from endotracheal suctioning was to assess their
incidence during current practice. In this study a large
proportion of mechanically ventilated subjects experienced
adverse events when endotracheal suctioning was not pro-
tocolized. Previous small clinical studies have reported
several complications of endotracheal suctioning.1,3,5,6,12
In
a population of mostly surgical patients with a relatively
short duration of mechanical ventilation (4 –5 d) and with-
out ARDS, Leur et al found that complications of routine
endotracheal suctioning occurred in 38.6% of procedures.13
When a less invasive suctioning technique was adopted
(using a modified suction catheter), complications were
reduced to 28.6%. In the first period of our study (routine
suctioning), we found a smaller incidence of hypertension
and arrhythmia, but a larger incidence of oxygen desatu-
ration than previously reported.13
Differences in the defi-
RESPIRATORY CARE OCTOBER 2013 VOL 58 NO 10 1593
DECREASING THE ADVERSE EFFECTS OF ENDOTRACHEAL SUCTIONING
Table 2. Univariate Analysis of Complications of Endotracheal Suctioning Subjects Subjects
With Adverse Without Adverse P Events Events
Oxygen desaturation (n 60) (n 87) Age, mean SD 59.6 16.5 58.3 16.3 .65
SAPS II, mean SD 46.3 16.1 49.4 19.9 .32
ICU survival, % 58.3 56.3 .81
ARDS, % 25 13.8 .08
PEEP 5 cm H2O, % 58.3 33.3 .003
FIO2 0.6, % 66.7 41.4 .003
6 suctionings/d, % 81.7 43.7 .001
Period 1/2* 37/23 42/45 .02
Hemorrhagic secretions (n 33) (n 114)
Age, mean SD 56.3 16.7 59.6 16.2 .32
SAPS II, mean SD 44.3 13.9 49.3 19.4 .17
ICU survival, % 60.6 56.1 .65
Anticoagulation 3 days, % 36.4 21.9 .09
6 suctionings/d, % 84.9 51.8 .001
Period 1/2 25/8 54/60 .004
Blood pressure changes† (n 26) (n 121)
Age, mean SD 56.1 16.4 59.4 16.3 .35
SAPS II, mean SD 45 16.1 48.8 18.9 .35
ICU survival, % 73.1 53.7 .07
Oxygen desaturation, % 73.1 33.9 .001
6 suctionings/d, % 80.8 54.5 .01
Period 1/2 19/7 60/61 .03
Heart rate changes‡ (n 13) (n 134)
Age, mean SD 60.6 16.6 58.7 16.4 .69
SAPS II, mean SD 49.1 19.5 48.1 18.4 .85
ICU survival, % 46.2 58.2 .40
Oxygen desaturation, % 76.9 37.3 .006
Hemodynamic changes, % 38.5 15.7 .04
6 suctionings/d, % 92.3 56 .01
Period 1/2 8/5 71/63 .55 * After adjustment for the duration of mechanical ventilation. † The blood pressure changes category includes hypertension and hypotension. ‡ The heart rate changes category includes tachycardia and bradycardia.
SAPS II Simplified Acute Physiology Score II Period 1 before implementation of guidelines
Period 2 after implementation of guidelines
nition of complications, in suctioning techniques, and in
patient population likely explain these discrepancies. In-stead
of relative changes, we used absolute cutoff values for blood
pressure and heart rate modifications, to facili-tate the task of
reporting adverse effects for nurses. As a consequence, we
could have underestimated these compli-cations. Not
surprisingly, we found a greater incidence of oxygen
desaturation than in Leur’s study, in which pa-tients with
severe acute respiratory failure were excluded.13
Our
subjects were sicker, and approximately 20% of them had
ARDS (see Table 1). In particular, their illness severity was
slightly greater, although not significantly, in period 2, as
suggested by the slightly higher Simplified
Acute Physiology Score II and greater incidence of
ARDS. This can probably explain the somewhat longer
duration of mechanical ventilation and ICU stay, and the
trend toward lower ICU survival in period 2 (see Table 1). Our data suggest the usefulness of practice guidelines to
reduce the hazards of endotracheal suctioning.9,11,23
In par-
ticular, our results support the clinical value of the recently
updated clinical practice guidelines of the American As-
sociation for Respiratory Care.9 Our guidelines, indepen-
dently developed on the basis of available evidence, are in
fact very similar, although there may be some differences,
mainly related to the control of the depth of suctioning. Our
method consisted of leaving approximately 8 –10 cm
1594 RESPIRATORY CARE OCTOBER 2013 VOL 58 NO 10
DECREASING THE ADVERSE EFFECTS OF ENDOTRACHEAL SUCTIONING
Table 3. Multivariate Logistic Regression Analysis Odds
95% CI P Ratio
Oxygen desaturation (n 60) PEEP 5 cm H2O 2.96 1.26–6.95 .01
6 suctionings/d 6 2.54–14.23 .001
FIO2 0.6 2.25 0.99–5.07 .052
No ARDS 0.31 0.1–0.9 .03
Period 2 0.4 0.17–0.93 .03
Hemorrhagic secretions (n 33)
Anticoagulation 3 days 1.45 0.58–3.64 .43
6 suctionings/d 4.25 1.45–12.44 .008
Period 2 0.31 0.13–0.78 .01
Blood pressure changes (n 26)*
Oxygen desaturation 4 1.46–11 .007
6 suctionings/d 1.88 0.6–5.86 .28
Period 2 0.44 0.16–1.17 .09 * The blood pressure changes category includes hypertension and hypotension.
Period 2 After implementation of guidelines
of the suction catheter outside the endotracheal tube, or,
in the extreme case of a too deep insertion of the suction
catheter inside the trachea so that an obstacle was met, of
withdrawing the suction catheter before applying the
negative pressure. This method may be imprecise for de-
termining suction depth, and it does not precisely reflect
the recent clinical practice guidelines of the American
Association for Respiratory Care.9 The use of suction
cath-eters with length marks would be the best solution to
perform shallow suctioning. Unfortunately, we did not
have these catheters available in our ICU, as is still the
case in many ICUs. Our protocol, including the tech-
nique of suctioning, was designed to make the individual
tasks as easy as possible with the available means. Nev-
ertheless, we observed a quite striking decrease in the rate
of hemorrhagic secretions in period 2, suggesting that a
lower rate of mucosal trauma should have occurred after
the implementation of guidelines, and supporting the idea
that the depth of suctioning was indeed reduced in pe-riod
2. The bleeding rate could have been even lower with a
more precise control of the depth of suctioning. Our study
design did not permit us to determine the weight of each
recommendation on the global impact of guide-lines
implementation on adverse effects of endotracheal
suctioning. Endotracheal-suctioning-induced oxygen desaturation
results from lung derecruitment secondary to both the loss of
positive airway pressure due to ventilator disconnection and
the application of negative pressure, particularly in patients
with ARDS.3,5,6,11
The duration of the suctioning procedure,
the level of the applied negative pressure, the size of the
suction catheter, and instillation of saline may
also influence the occurrence of lung derecruitment and
hypoxia.10,11,25-27
Accordingly, the partial prevention of
derecruitment obtained by avoiding ventilator disconnec-
tion or using a closed system in ARDS patients,5,6,11
while limiting the duration of procedure, the level of the
negative suctioning pressure, and the size of the suction
catheter, can explain the observed decrease in oxygen sat-
uration after guidelines implementation. The presence of
blood in suctioned secretions is likely explained by air-
way mucosal trauma caused by repeated introductions of
the suction catheter and application of negative pres-sure.
In agreement with a previous study,13
the reduced depth
of suctioning and the limitation of negative pressure
provided by our protocol can account for the large de-
crease in the rate of hemorrhagic secretions in period 2. A
further limitation of the suction pressure might have been
associated with a further reduction of oxygen de-
saturation and hemorrhagic secretions, but this might have
also reduced the efficacy of suctioning in clearing
secretions. Blood pressure and heart rate modifications
can result from abrupt changes of intrathoracic pres-sure,
the release of endogenous catecholamines sec-ondary to
suctioning-induced stress, hypoxemia, and vagal
stimulation.1,13,33
To our knowledge this is the first study assessing risk
factors for adverse effects of endotracheal suctioning. This
may be useful in identifying patients at increased risk for
suctioning-related complications. We found that subjects
with ARDS, and subjects ventilated with high PEEP, were at
an increased risk of oxygen desaturation (see Table 3). We
have previously shown in ARDS subjects that lung
derecruitment observed after ventilator disconnection was
correlated with the level of applied PEEP.6 Here we could
quantify the degree of hypoxemic risk conferred by PEEP
5 cm H2O (a 196% increase in risk). In addition, we
showed that frequent suctioning procedures ( 6/d) sub-
stantially increase the risk of oxygen desaturation and
hem-orrhagic secretions (see Table 3). No risk factor was
found for heart rate changes, likely because of their low
inci-dence, whereas oxygen desaturation was the only
identi-fied prognostic factor for arterial blood pressure
altera-tions (see Table 3). This confirms previous data
suggesting that hypoxemia plays a key role for the
occurrence of this complication.33
The 2 suctioning procedures were applied sequentially,
in 2 different periods, and not randomized. Although ran-
domization might have allowed a more rigorous study
design, the contemporaneous use of 2 different suctioning
procedures would have been a source of confusion for the
nursing staff, potentially leading to major protocol devia-
tions. In addition, the study was designed as an education
initiative, and the study protocol was designed to make
the individual tasks as easy as possible. The high adher-
ence obtained with this approach may have compensated
RESPIRATORY CARE OCTOBER 2013 VOL 58 NO 10 1595
DECREASING THE ADVERSE EFFECTS OF ENDOTRACHEAL SUCTIONING
at least in part for the less rigorous study design. We did
not compare directly the efficacy of the 2 suctioning pro-
cedures, which would require a different study design. All
our recommendations were based on the literature, how-
ever, and on our own experiments.6
Conclusions
The adverse effects of endotracheal suctioning, partic-
ularly oxygen desaturation and hemorrhagic secretions,
are frequent and can be reduced by the implementation of
practice guidelines. Several factors can be used to identify
patients at higher risk of airway-suctioning-related com-
plications so that we can pay more attention to high-risk
patients and target future intervention studies toward
those patients most likely to benefit.
ACKNOWLEDGMENTS
We thank Grac¸a Salgueiro and Ve´ronique Morisset (nurses) and Sylvie
Lely and Nicole Jackson (respiratory therapists) for their constant sup-
port, and Je´roˆme Pigeot and Solenne Taille ́(biomedical engineers) for
technical assistance.
REFERENCES
1. Shim C, Fine N, Fernandez R, Williams MH Jr. Cardiac arrhyth-
mias resulting from tracheal suctioning. Ann Intern Med
1969;71(6): 1149-1153. 2. McCauley CS, Boller LR. Bradycardic responses to endotracheal
suctioning. Crit Care Med 1988;16(11):1165-1166. 3. Brochard L, Mion G, Isabey D, Bertrand C, Messadi AA, Mancebo
J, et al. Constant-flow insufflation prevents arterial oxygen de-
saturation during endotracheal suctioning. Am Rev Respir Dis 1991;
144(2):395-400. 4. Lu Q, Capderou A, Cluzel P, Mourgeon E, Abdennour L, Law-
Koune JD, et al. A computed tomographic scan assessment of en-
dotracheal suctioning-induced bronchoconstriction in ventilated
sheep. Am J Respir Crit Care Med 2000;162(5):1898-1904. 5. Cereda M, Villa F, Colombo E, Greco G, Nacoti M, Pesenti A.
Closed system endotracheal suctioning maintains lung volume dur-
ing volume-controlled mechanical ventilation. Intensive Care Med
2001;27(4):648-654. 6. Maggiore SM, Lellouche F, Pigeot J, Taille´ S, Deye N, Durrmeyer
X, et al. Prevention of endotracheal suctioning-induced alveolar
dere-cruitment in acute lung injury. Am J Respir Crit Care Med
2003; 167(9):1215-1224. 7. Lindgren S, Almgren B, Ho¨gman M, Lethvall S, Houltz E, Lundin S, et
al. Effectiveness and side effects of closed and open suctioning: an
experimental evaluation. Intensive Care Med 2004;30(8):1630-1637.
8. Seymour CW, Cross BJ, Cooke CR, Gallop RL, Fuchs BD. Physi-
ologic impact of closed-system endotracheal suctioning in sponta-
neously breathing patients receiving mechanical ventilation. Respir
Care 2009;54(3):367-374. 9. American Association for Respiratory Care. Clinical Practice Guide-
lines. Endotracheal suctioning of mechanically ventilated patients with
artificial airways 2010. Respir Care 2010;55(6):758-764.
10. Tingay DG, Copnell B, Grant CA, Dargaville PA, Dunster KR,
Schibler A. The effect of endotracheal suction on regional tidal ven-
tilation and end-expiratory lung volume. Intensive Care Med 2010;
36(5):888-896.
11. Maggiore SM, Volpe C. Endotracheal suctioning in hypoxemic pa-
tients. Re´animation 2011;20(1):12-18. 12. Adlkofer RM, Powaser MM. The effect of endotracheal suctioning
on arterial blood gases in patients after cardiac surgery. Heart Lung
1978;7(6):1011-1014. 13. Leur JP, Zwaveling JH, Loef BG, Schans CP. Endotracheal suction-
ing versus minimally invasive airway suctioning in intubated pa-
tients: a prospective randomised controlled trial. Intensive Care Med
2003;29(3):426-432. 14. Sole ML, Byers JF, Ludy JE, Zhang Y, Banta CM, Brummel K. A
multisite survey of suctioning techniques and airway management
practices. Am J Crit Care 2003;12(3):220-230. 15. Subirana M, Sola I, Benito S. Closed tracheal suction systems
versus open tracheal suction systems for mechanically ventilated
adult pa-tients. Cochrane Database Syst Rev 2007;(4):CD004581. 16. Grivans C, Lindgren S, Aneman A, Stenqvist O, Lundin S. A Scan-
dinavian survey of drug administration through inhalation, suction-
ing and recruitment maneuvers in mechanically ventilated patients.
Acta Anaesthesiol Scand 2009;53(6):710-716. 17. American Association for Respiratory Care. Clinical Practice Guide-line.
Endotracheal suctioning of mechanically ventilated adults and children
with artificial airways. Respir Care 1993;38(5):500-504. 18. Jubran A, Tobin MJ. Use of flow-volume curves in detecting secre-
tions in ventilator-dependent patients. Am J Respir Crit Care Med
1994;150(3):766-769. 19. Guglielminotti J, Alzieu M, Maury E, Guidet B, Offenstadt G. Bed-
side detection of retained tracheobronchial secretions in patients re-
ceiving mechanical ventilation: is it time for tracheal suctioning?
Chest 2000;118(4):1095-1099. 20. Lucchini A, Zanella A, Bellani G, Gariboldi R, Foti G, Pesenti A, et
al. Tracheal secretion management in the mechanically ventilated
patient: comparison of standard assessment and an acoustic
secretion detector. Respir Care 2011;56(5):596-603. 21. Ackerman MH. The effect of saline lavage prior to suctioning. Am J
Crit Care 1993;2(4):326-330. 22. Hagler DA, Traver GA. Endotracheal saline and suction catheters:
sources of lower airway contamination. Am J Crit Care 1994;3(6):
444-447. 23. Pedersen CM, Rosendahl-Nielsen M, Hjermind J, Egerod I. Endo-
tracheal suctioning of the adult intubated patient—what is the evi-
dence? Intensive Crit Care Nurs 2009;25(1):21-30. 24. Tiffin NH, Keim MR, Frewen TC. The effects of variations in flow
through an insufflating catheter and endotracheal-tube and suction-
catheter size on test-lung pressures. Respir Care 1990;35(9):889-897. 25. Morrow BM, Futter MJ, Argent AC. Endotracheal suctioning: from
principles to practice. Intensive Care Med 2004;30(6):1167-1174. 26. Rindfleisch SH, Tyler ML. Duration of suctioning: an important
variable. Respir Care 1983;28(5):457-459. 27. Hess DR, Kacmarek RM. Technical aspects of the patient-ventilator
interface. In: Tobin MJ, editor. Principles and practice of mechanical
ventilation, 1st edition. New York: McGraw-Hill; 1994:1039-1065. 28. Lasocki S, Lu Q, Sartorius A, Fouillat D, Remerand F, Rouby JJ.
Open and closed-circuit endotracheal suctioning in acute lung
injury: efficiency and effects on gas exchange. Anesthesiology
2006;104(1): 39-47. 29. Kollef MH, Prentice D, Shapiro SD, Fraser VJ, Silver P, Trovillion
E, et al. Mechanical ventilation with or without daily changes of in-
line suction catheters. Am J Respir Crit Care Med 1997;156(2 Pt 1):
466-472. 30. Maggiore SM. Endotracheal suctioning, ventilator-associated pneu-
monia, and costs: open or closed issue? Intensive Care Med 2006;
32(4):485-487.
1596 RESPIRATORY CARE OCTOBER 2013 VOL 58 NO 10
DECREASING THE ADVERSE EFFECTS OF ENDOTRACHEAL SUCTIONING
31. Lorente L, Lecuona M, Jime´nez A, Mora ML, Sierra A. Tracheal
suction by closed system without daily change versus open system.
Intensive Care Med 2006;32(4):538-544. 32. Heinze H, Eichler W, Karsten J, Sedemund-Adib B, Heringlake M,
Meier T. Functional residual capacity-guided alveolar recruitment
strategy after endotracheal suctioning in cardiac surgery patients. Crit Care Med 2011;39(5):1042-1049.
33. Winston SJ, Gravelyn TR, Sitrin RG. Prevention of bradycardic
responses to endotracheal suctioning by prior administration of neb-
ulized atropine. Crit Care Med 1987;15(11):1009-1011.
This article is approved for Continuing Respiratory Care
Education credit. For information and to obtain your CRCE (free
to AARC members) visit www.rcjournal.com
RESPIRATORY CARE OCTOBER 2013 VOL 58 NO 10
1
597
-----------------------------------------------------------------------------------------THE SUN Vol. 2(4) Desember 2015
EFEKTIFITAS HIPEROKSIGENASI PADA PROSES SUCTIONING
TERHADAP SATURASI OKSIGEN PASIEN DENGAN VENTILATOR
MEKANIK DI INTENSIVE CARE UNIT
Superdana, G, M1; Retno Sumara
2
Program Studi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan1,2
Universitas Muhammadiyah Surabaya
Email: retnosumara.gmail.com
ABSTRACT
The use of a mechanical ventilator induces the clearance of airway problems, that is, the
increase amount of sputum production so that it is needed appropriate nursing care. One of
the effective nursing interventions is by performing suctioning action. The Suction procedure
is not only mucus is inhaled, but also the supply of oxygen that enters the respiratory tract,
thus allowing it to cause shortly hypoxemia characterized by a decrease in oxygen saturation
(SpO2). Hyperoxygenation is very important in every procedure of inhalation in order to
avoid the decrease of oxygen saturation. This research uses pre-experimental design in the
form of one group pretest-posttest design. Samples were taken 20 patients with mechanical
ventilation in the ICU room of Husada Utama hospital. The respondents were selected using
non probability sampling; sampling saturated. The collection of data itself used is the
observation sheet. And the data is analyzed using statistical test of Wilcoxon Signed Rank
Test.From the results of statistical test with Wilcoxon Signed Rank Test was obtained p-value
$ 0.001 (α <0.05). Based on these results the H1 accepted, it means that hyperoxygenation is
effective in suctioning procedure to saturate oxygen on patients with mechanical ventilation
in the ICU room of Husada Utama Hospital Surabaya. Thus, it is concluded that
hyperoxygenation is effective in suctioning procedure for oxygen saturation.
Keywords: Hyperoksigenation, Suctioning, Oxygen Saturation
PENDAHULUAN
Peranan ventilator mekanik sebagai
salah satu alat terapi gawat nafas sudah
tidak diragukan lagi, sehingga ventilator
mekanik merupakan salah satu alat yang
relatif sering digunakan di unit perawatan
intensif. Masalah utama pasien dengan alat
bantu nafas atau ventilator mekanik yang
sering muncul adalah bersihan jalan nafas
inefektif, salah satu intervensi untuk
masalah tersebut adalah dilakukannya
tindakan suction. Namun pada proses
dilakukan suction tidak hanya lendir yang
terhisap, suplai oksigen yang masuk ke
saluran pernafasan juga ikut terhisap,
sehingga memungkinkan untuk terjadi
hipoksemia sesaat yang ditandai dengan
penurunan saturasi oksigen (SpO2).
Hiperoksigenasi adalah teknik terbaik
untuk menghindari hipoksemia akibat
penghisapan dan harus
digunakan pada semua prosedur
penghisapan (Clark, et al1990).
Berdasarkan studi pendahuluan di
ruang Intensive Care Unit (ICU) di
Rs. Husada Utama pada bulam
Agustus sampai dengan September
2014 sebanyak 30 pasien dengan
pemakaian mesin per-hari 3-5 mesin.
Dengan mode dan diagnosa medis
yang berbeda-beda. Dima-na pasien
tersebut diberi hiperoksigenasi
sebelum suctioning, di dapatkan
bahwa 25 pasien saturasi oksigen
meningkat hingga 100% dan 5 pasien
saturasinya naik sampai dengan 96-
98%. Fenomena di ICU Rs. Husada
Utama masih ada beberapa yang tidak
melakukan hiperoksigenasi pada
-----------------------------------------------------------------------------
proses suctioning pada pasien pengguna
ventilator sebanyak 25%, sisanya sebanyak 75%
melakukan hiperoksigenasi. Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran
oksigen terhadap karbon-dioksida dalam paru-paru
tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan
pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
Hal ini akan menyebabkan tekanan oksigen kurang
dari 50 mmHg (Hipo-ksemia) dan peningkatan
tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg/
hiperkapnia (Smeltzer & Bare, 2004). Beberapa
kasus gagal nafas berakhir dengan pemberian
ventillator mekanik, yang bertujuan untuk membantu
atau mengambil alih fungsi pernafasan. Resiko
pemasangan ventilator mekanik pada pasien yang
mengalami gangguan sistem pernafasan merupakan
hal yang harus dihadapi dalam upaya
menyelamatkan hidup seseorang. Jika ventilator
dapat berfungsi dengan baik maka perlu dipasang
articial airway (jalan nafas buatan) dengan
endotracheal tube atau tracheostomy. Tindakan
invasive dari pemasangan articial airway ini
merupakan masalah yang paling sering terjadi
diantaranya hipoksia, trauma jaringan, meningkatkan
resiko infeksi dan stimulasi vagal dan
bronkoskopasme (Hudak & Gallo, 1998).
Penggunaan alat ventilator mekanik
mempengaruhi munculnya masalah pada bersihan
jalan nafas, di antaranya adalah meningkatnya
produksi sputum sehingga diperlukan tindakan
perawatan yang tepat. Salah satu intervensi
keperawatan yang efektif yaitu dengan melakukan
tindakan suctioning. Suctioning atau penghisapan
merupakan tindakan untuk memper-tahankan jalan
nafas sehingga memung-kinkan terjadinya proses
pertukaran gas yang adekuat dengan cara
mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu
mengeluarkannya sendiri (Timby, 2009). Pada
proses dilakukan penghisapan tidak hanya lendir
yang terhisap, suplai oksigen yang masuk ke saluran
nafas juga ikut terhisap, sehingga memungkinkan
untuk terjadi hipoksemia sesaat ditandai dengan
penurunan saturasi oksigen (SpO2).
Dalam hal ini diperlukan tindakan
hiperoksigenasi sebelum dan sesudah melakukan
tindakan suction, hiper-oksigenasi diberikan dengan
cara meng-gunakan kantong resusitasi manual atau
melalui ventilator dan dilakukan dengan
meningkatkan aliran oksigen, biasanya sampai 100%
sebelum penghisapan dan ketika jeda antara setiap
penghisapan (Kozier & Erb, 2002). Penelitian
sebelum menyatakan SPO2 pada kelompok preoksigenasi lebih tinggi dari kelompok yang tidak
------------THE SUN Vol. 2(4) Desember 2015
memperoleh hiperoksigenasi (Pritchard, Flenady, & Woodgate , 2001).
Mengingat pentingnya suctioning
pada pasien gagal nafas yang mempunyai
masalah bersihan jalan nafas inefektif
mempunyai dampak hipoksemia sesaat
yang ditandai dengan penurunan saturasi
oksigen, hiperoksigenasi sangat penting
dalam setiap prosedur penghisapan agar
tidak terjadi penurunan saturasi oksigen
yang bermakna. Hal inilah yang telah
mendorong penulis untuk melakukan
penelitian tentang bagimanakah efektifitas
hiperoksigenasi pada proses suctioning
terhadap saturasi oksigen pasien dengan
ventilator mekanik di ICU RS. Husada
Utama.
METODE
Desain penelitian ini adalah pre-
eksperimental design, one group pre test-
post test design. Populasi dalam penelitian
ini adalah keseluruhan pasien yang
menggunakan alat bantu ventilator di ICU
Rs. Husada Utama Surabaya. Jumlah
populasi pasien yang menggunakan
ventilator di ICU Rs. Teknik sampling
yang digunakan adalah non probabilty
sampling dengan total sampling.
Peneliti mengambil sampel seluruh
pasien ICU yang menggunakan ventilator
mekanik kemudian mengadakan pen-
dekatan kepada keluarga pasien.
Pengukuran penelitian menggunkan alat
oxymetri nadi (pulse oxymetri) untuk
mengetahui hasil saturasi oksigen lembar
observasi untuk mengetahui hasil saturasi
oksigen. Pasien yang menggunakan
ventilator setiap waktu sesuai
kebutuhannya dilakukan tindakan suction.
Sebelum dilakukan tindakan suction pasien
diberi terapi nebulizer terlebih dahulu
sesuai advis dari dokter kemudian
dilakukan fisioterapi dada. Sebelum
melakukan suction dan hiperoksigenasi
peneliti melihat hasil saturasi oksigen
terlebih dahulu kemudian melakukan
hiperoksigenasi dilanjutkan dengan suc-
tioning. Kemudian melihat hasil saturasi
oksigen setelah dilakukan hiperoksigenasi
dan suctioning. Dalam penelitian meng-
gunakan uji statistik Wilcoxon Signed
Rank Test dengan confident interval 95%
dan ρ < α (0,05).
-----------------------------------------------------------------------------------------THE SUN Vol. 2(4) Desember 2015
HASIL
Berdasarkan data diagram pai dibawah
ini didapatkan 10 orang (50%) jenis kelamin
laki-laki dan 10 orang (50%) adalah perempuan.
Berdasarkan gambar 2 didapatkan 10 orang
(50%) berusia 41-60 tahun, 6 orang (30%)
berusia 61-80 tahun, 4 orang (20%) berusia 21-
40 tahun. Dalam data khusus ini akan disajikan
hasil analisa tentang penilaian efektifitas
hiperoksigenasi pada proses suctioning sebelum
dan sesudah terhadap saturasi oksigen pada
pasien dengan ventilator mekanik. Berdasarkan
table 1 hasil PO2 112-180 mmHg, suhu
Gambar 1. Distribusi responden
berdasarkan Jenis Kelamin.
Gambar 2. Distribusi responden
berdasarkan Jenis Kelamin.
Grafik 1. Hasil PO2, suhu tubuh, asam basa, dan 2-3 DPG pada responden
19
-----------------------------------------------------------------------------------------THE SUN Vol. 2(4) Desember 2015
Tabel 1. 1 Hasil PO2, suhu pasien, Ph, DPG
pasien 36-39, Ph 7,3- 7,5, 2-3 DPG pasien
tidak ada riwayat hipoksia kronis, anemia,
hipertiroid, hipotirois dan transfuse darah
yang multiple
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penilaian
saturasi sebelum dilakukan hiper-
oksigenasi pada prosedur suctioning dari
20 pasien didapatkan 17 pasien (85%)
hasil saturasi oksigennya 95%-100% dan 3
pasien (15%) hasil saturasi oksigennya <
95%. Berdasarkan hasil penilaian saturasi
sesudah dilakukan hiperoksigenasi pada
prosedur suctioning dari 20 pasien
20
didapatkan 18 pasien (90%) hasil saturasi
oksigennya 95%-100% dan 2 pasien (5%)
hasil saturasi oksigennya < 95%. Nilai
saturasi oksigen yang normal untuk orang
dewasa adalah 95-100% (Kozier & Erb,
2009). Berdasarkan hasil penelitian
didapati bahwa hasil saturasi oksigen
setalah dilakukan hiperoksigenasi pada
proses suctioning, saturasi oksigen pasien
meningkat dan ada yang bertahan di nilai
yang sama. penelitian yang dilakukan dari
Pritchard, Flenady, Woodgate (2001)
menyatakan SaO2 pada kelompok pre-
oksigenasi lebih tinggi daripada kelompok
yang tidak memperoleh hiperoksigenasi.
-----------------------------------------------------------------------------------------THE SUN Vol. 2(4) Desember 2015
Pasien yang mengalami masalah pada
sistem pernapasan terutama iritasi kronis
pada saluran pernapasan dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan
jumlah sel-sel globet penghasil
mucus/lendir sehingga dapat
meningkatkan jumlah mucus pada pasien
yang mengalami masalah sistem
pernafasan oleh karena itu sangat
diperlukan tindakan penghisapan lendir.
Saskatoon (2010), mengatakan
bahwa komplikasi yang mungkin muncul
dari tindakan penghisapan lendir salah
satunya adalah hipoksemia/hipoksia. Maggiore et, al. (2013), tentang efek
samping dari penghisapan lendir ETT
salah satunya adalah dapat terjadi penurunan kadar saturasi oksigen lebih
dari 5%. Sehingga pasien yang menderita
penyakit pada sistem pernapasan akan
sangat rentan mengalami penurunan nilai kadar saturasi oksigen yang signifikan
pada saat dilakukan tindakan penghisapan
lendir.Dalam hal ini diperlukan tindakan hiperoksigenasi sebelum dan sesudah melakukan tindakan suction,
hiperoksigenasi diberikan dengan cara
menggunakan kantong resusitasi manual
atau melalui ventilator dan dilakukan
dengan meningkatkan aliran oksigen,
biasanya sampai 100% sebelum
penghisapan dan ketika jeda antara setiap
penghisapan (Kozier & Erb, 2002). Menurut hasil penelitian dan teori
maka pada pasien dengan alat bantu nafas
atau ventilator mekanik biasanya terjadi
penumpukan mucus di daerah bronkus dan
alveoli, intervensi yang efektif adalah
dilakukannya suctioning. Suctioning
mempunyai dampak menurunkan saturasi
oksigen, karena pada proses penghisapan
bukan hanya lendir saja yang terhisap
namun suplai oksigen yang ada disaluran
pernafasan juga ikut terhisap. Dalam hal
ini hiperoksigenasi sangat penting pada
prosedur penghisapan lendir atau
suctioning. Hiperoksigenasi mampu
meningkatkan saturasi oksigen atau bisa
membuat saturasi oksigen tersebut stabil
atau berada pada nilai yang sama pada
proses sebelum penghisapan.
21
Analisis efektifitas hiperoksigenasi
pada jenis kelamin laki- laki sebanyak 9
pasien (90%) saturasinya 95-100% dan
hanya 1 pasien (10%) yang kurang dari
95%. Pada jenis kelamin perempuan
sebanyak 10 pasien (100%) saturasinya
95-100%. Hal ini sesuai dengan proses
suctioning terhadap saturasi oksigen pasien
dengan ventilator mekanik di ICU Rs.
Husada Utama Surabaya.
Hasil yang diperoleh dari penelitian
ini menunjukkan adanya perbedaan kadar
saturasi oksigen sebelum dan sesudah
diberikan tindakan hiperoksigenasi pada
proses suctioning. Hasil menunjukkan
terjadi peningkatan kadar saturasi oksigen
dari responden yaitu adanya selisih nilai
kadar saturasi oksigen sebesar 5%. Selain
itu dari hasil uji statistik Wilcoxon Signed
Rank Test pada responden yaitu terdapat
pengaruh yang signifikan dimana nilai p-
value = 0,001 (α < 0.05). Berdasarkan
hasil tersebut maka H1 diterima yang
artinya hiperoksigenasi efektif pada
prosedur suctioning terhadap saturasi
oksigen pasien dengan ventilator mekanik
di ICU Rs. Husada Utama Surabaya.
Penelitian yang dilakukan oleh
Maggiore et, al. (2013), tentang Decreasing the Adverse Effects of Endotracheal Suctioning During
Mechanical Ventilation by Changing
Practice, dimana 46,8% responden
mengalami penurunan saturasi oksigen dan
6,5% disebabkan karena tindakan suction.
Berdasarkan penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa tindakan suction dapat
menyebabkan terjadi penurunan kadar
saturasi oksigen. Hiperoksigenasi adalah
teknik terbaik untuk menghindari
hipoksemia akibat penghisapan dan harus
digunakan pada semua prosedur
penghisapan. Hal ini dikuatkan dengan
penelitian dari Clark, Winslow, Tyler, dan
White (1990). Saturasi Oksigen atau daya ikat Hb
terhadap oksigen (afinitas) dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya: 1)
Tekanan parsial oksigen di dalam arteri
(PO2). Normal tekanan PO2 adalah 80-100
mmHg. Semakin tinggi PO2 dalam darah
-----------------------------------------------------------------------------------------THE SUN Vol. 2(4) Desember 2015
maka daya ikat hemoglobin (saturasi
oksigen) semakin tinggi pula. Sebaliknya
jika konsentrasi PO2 rendah (hipoksemia)
maka daya ikat Hb terhadap oksigen
semakin rendah dan saturasi O2
mengalami penurunan. Dengan demikian,
konsentrasi PO2 terhadap Hb berbanding
lurus. Berdasarkan hasil penelitian
responden di dapatkan hasil PO2 berkisar
112-180 mmHg maka daya ikat
hemoglobin (saturasi oksigen) semakin
tinggi. Konsentrasi PO2 dipengaruhi oleh
beberapa hal di antaranya volume gas di
dalam paru, cukup tidaknya ventilasi
alveolus (tidal volume / menit volume),
fraksi oksigen (FiO2) yang diberikan,
keadaan difusi dan perfusi antara alveolus
dengan membrane (V/Q), usia seseorang
dan afinitas hemoglobin terhadap oksigen
(status asam basa dalam darah) usia
responden 10 orang (50%) berusia 41-60
tahun, 6 orang (30%) berusia 61-80 tahun,
4 orang (20%) berusia 21-40 tahun. 2)
Suhu tubuh, suhu tubuh mempengaruhi
afinitas hemoglobin terhadap oksigen.
Hipertermi mengakibatkan tingginya
metabolisme dalam sel sehingga oksigen
lebih cepat berdifusi ke dalam plasma
ketimbang dengan Hb.
Dengan demikian semakin tinggi
suhu tubuh akan semakin mudah pelepasan
oksigen dari Hb. Pada hasil penelitian ini
di dapatkan suhu pasien berkisar 36-39,7
pasien tidak ada yang mengalami
hiportermi. 3) Asam Basa, normal PH
darah adalah 7,35 – 7,45. Asam basa
dalam darah mempengaruhi pergeseran
kurva disosiasi oksihemoglobin. Keadaan
asidosis (PH rendah) mengakibatkan
afinitas Hb terhadap O2 menurun
sebaliknya alkalosis (PH tinggi)
mengakibatkan afinitas Hb terhadap O2
meningkat. Pada hasil penelitian ini
didapatkan hasil PH darah 17 pasien 7,3-
7.4 dan 3 pasien alkalosis yaitu 7,5. PCO2
tinggi (asidosis respiratorik) mengaki-
batkan penurunan afinitas Hb Sebaliknya
PCO2 rendah (alkalosis respiratorik)
menyebabkan afinitas Hb terhadap O2
meningkat dan lebih sedikit O2 berikatan
dengan plasma. Dalam hal ini masih
22
banyak pasien yang PH dalam darahnya
normal. 4) 2-3-diphosphoglycrate (2-3-
DPG) adalah subtansi sel darah merah
yang mempengaruhi daya ikat Hb terhadap
oksigen. Keadaan yang dapat menye-
babkan peningkatan 2-3-DPG diantaranya
hipoksia kronis, anemia dan hipertiroid.
Sedangkan situasi yang dapat menurunkan
diantaranya hipotirois dan transfuse darah
yang multiple. Peningkatan konsentrasi 2-
3-DPG akan mengakibatkan penurunan
afinita Hb terhadap O2 sehingga lebih
banyak ikatan oksigen terjadi di dalam
plasma dan kurva bergeser ke kanan.
Dalam hal ini pada penelitian tidak
didapatkan pasien dengan hipoksia kronis,
anemia, hipertiroid, hipotirois dan
transfuse darah yang multiple.
Menurut hasil penelitian dan teori
pasien dengan alat bantu ventilator
mekanik yang dilakukan hiperoksigenasi
pada proses suctioning terbukti mampu
bertahan dan juga meningkat. Mengingat
tindakan suction ini dapat menyebabkan
bahaya, maka sangat diperlukan
kewaspadaan dini, kepatuhan melakukan
tindakan suctioning sesuai dengan SPO
yang benar dan keterampilan yang baik
bagi petugas kesehatan yang melakukan
tindakan tersebut, terlebih khusus bagi
tenaga perawat. Selain itu juga melihat
data penunjang lain sperti Po2, Suhu
Tubuh, Asam Basa, dan 2-3 DPG dimana
apakah pasien ada riwayat hipoksia kronis,
anemia, hipertiroid, hipotirois dan
transfuse darah yang multiple. Sebab tanpa
adanya hal-hal tersebut, dapat memberikan
dampak yang buruk bagi pasien yang
dirawat. Salah satunya bisa terjadi
penurunan kadar oksigen dan jika petugas
kesehatan/perawat tidak peka terhadap
masalah yang muncul bisa mengakibatkan
pasien mengalami gagal nafas bahkan
sampai kepada kematian.
KESIMPULAN
Hiperoksigenasi efektif pada
proses suctioning terhadap saturasi
oksigen pasien dengan ventilator mekanik
di ICU Rs. Husada Utama Surabaya.
-----------------------------------------------------------------------------------------THE SUN Vol. 2(4) Desember 2015
DAFTAR PUSTAKA
Clark AP, Winslow EH, Tyler DO, White. (1990) Effects of endotracheal
suctioning on mixed venous oxygen
saturation and heart rate in
criticallyill adults. http://www.ncbi.nLm.nih.gov/pubme
d/2211166 Hudak, C. M., & Gallo, B.M. 1998).
Critical Care Nursing : a holistic
approach. Philadelpia : JB.
Lippincott.
Kozier, B., & Erb, G. (2002). Kozier and Erb’s Techniques in Clinical
Nursing 5th
Edition. New Jersey:
Pearson Education.
Kozier & Erb. (2009). Buku Ajar Praktik
Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC
Maggiore, S.M. et al,. (2013). Decreasing
the Adverse Effects of Endotracheal
Suctioning During Mechanical
Ventilation by Changing Practice.
Continuing Respiratory Care
Education, Vol 58, 1588-1597.
Pritchard M, Flenady V, Woodgate P.
(2001). Preoxygenation for tracheal
suctioning in intubated, ventilated
newborn
infants.http://www.ncbi.nLm.nih.gov
/pubmed/11686960
Saskatoon Health Region Authority (SHRA). (2005), June. Suctioning
Artificial Airways in Adults.
Paper presented at the RN and LPN
Learning Package, Saskatoon, SK.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2004). Brunner & Suddarth’s Textbook of
Medical Surgical Nursing 10th
Edition. Lippincott Williams &
Wilkins.
Timby, B. K. (2009). Fundamental
Nursing Skill and Concepts. Philadelphia: Lippincott William &
Wilkins.
23
PENGARUH TINDAKAN PENGHISAPAN LENDIR ENDOTRAKEAL
TUBE (ETT) TERHADAP KADAR SATURASI OKSIGEN PADA
PASIEN YANG DIRAWAT DI RUANG ICU RSUP PROF. DR. R. D.
KANDOU MANADO
Berty Irwin Kitong
Mulyadi
Reginus Malara
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
Email : [email protected]
ABSTRACT : Success of the treatment in patients with respiratory failure isn’t only depends
of early detection, but also understanding the cause of the mechanism. One of the conditions that can lead to respiratory failure is obstruction of the airway, including obstruction of the
endotracheal tube (ETT). An easy way to know of hypoxemia by monitoring of the oxygen
saturation levels (SpO2). This study aims to determine the effect of Endotracheal Tube (ETT ) slime suction action against Oxygen Saturation Levels In Patients treated at ICU department
of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado. This research uses a method of pre experiments
using research design One - Group Pretest - Posttest Design. The samples done by purposive
sampling, with a total sample of 16 people. Data analysis was performed using t - test with 95% confidence interval and the value of α = 0.05. The results obtained from this study
showed a difference in oxygen saturation levels before and after the slime suction action
where there is a difference in value of the oxygen saturation level of 5.174 % and p-value = 0.000 (α < 0.05). The conclusion, there is the influence of the ETT slime suction action of the
oxygen saturation levels. Suggestions, for health personnel in order to ETT slime suction
action done with the standard, For Health Institutions need for supervision of nursing personnel in doing the implementation with the standards and need an inhouse and exhouse
training for the nurses to hone skills and update the new health sciences. Keywords : ETT
Suction, oxygen saturation.
ABSTRAK : Keberhasilan pengobatan pada penderita dengan gagal nafas tidak hanya
tergantung pada deteksi sejak dini, tetapi juga dari pemahaman akan mekanisme
penyebabnya. Salah satu kondisi yang dapat menyebabkan gagal nafas adalah obstruksi jalan nafas, termasuk obstruksi pada Endotrakeal Tube (ETT). Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui Pengaruh Tindakan Penghisapan Lendir ETT terhadap kadar saturasi oksigen
pada pasien yang dirawat di ruang ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado . Jenis
penelitian ini menggunakan Metode Pre Eksperimen dengan menggunakan rancangan penelitian One-Group Pretest-Posttest Design. Penentuan sampel dilakukan dengan cara
purposive sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 16 orang. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan uji t-Test dengan confidence interval 95% dan nilai α = 0,05. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan kadar saturasi oksigen
sebelum dan sesudah diberikan tindakan penghisapan lender dimana terdapat selisih nilai
kadar saturasi oksigen sebesar 5,174 % dan nilai p-value =0,000 (α< 0.05). Kesimpulan, ada
pengaruh tindakan penghisapan lendir ETT terhadap kadar saturasi oksigen. Saran, bagi tenaga kesehatan agar tindakan penghisapan lendir ETT dilakukan sesuai dengan standar,
Bagi Institusi Kesehatan perlunya pengawasan terhadap kepatuhan tenaga perawat dalam
melaksanakan tindakan sesuai dengan standard dan perlu diberikan pelatihan baik inhouse maupun exhouse training bagi perawat agar dapat terus mengasah ketrampilan dan bisa meng-
update ilmu-ilmu kesehatan terbaru. Kata kunci : Suction ETT, saturasi oksigen. 1
PENDAHULUAN
Intensive Care Unit (ICU) merupakan
ruang rawat rumah sakit dengan staf dan perlengkapan khusus ditujukan untuk
mengelola pasien dengan penyakit, trauma atau komplikasi yang mengancam
jiwa. Peralatan standar di Intensive Care Unit (ICU) meliputi ventilasi mekanik untuk membantu usaha bernafas melalui Endotrakeal Tube (ETT) atau trakheostomi. Salah satu indikasi klinik pemasangan alat ventilasi mekanik adalah
gagal nafas (Musliha,2010). Gagal napas terjadi bilamana
pertukaran oksigen terhadap karbon dioksida dalam paru – paru tidak dapat
memelihara laju konsumsi oksigen (O2)
dan pembentukan karbon dioksida (CO2)
dalam sel-sel tubuh. Hal ini mengakibatkan tekanan oksigen arteri kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbon dioksida lebih besar dari 45 mmHg
(Hiperkapnia).Walaupun kemajuan teknik diagnosis dan terapi intervensi telah berkembang dengan pesat, namun gagal napas masih menjadi penyebab angka kesakitan dan kematian yang tinggi di ruang perawatan intensif (Brunner& Suddarth, 2002).
Keberhasilan pengobatan pada
penderita dengan gagal nafas tidak hanya tergantung pada deteksi keadaan ini sejak dini, tetapi juga dari pemahaman akan mekanisme penyebabnya. Langkah pertama yang penting untuk mengenali bakal terjadinya gagal nafas adalah kewaspadaan terhadap keadaan dan situasi yang dapat menimbulkan gagal
nafas (Price& Wilson, 2005). Salah satu kondisi yang dapat
menyebabkan gagal nafas adalah obstruksi jalan nafas, termasuk obstruksi pada Endotrakeal Tube (ETT).Obstruksi jalan nafas merupakan kondisi yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif,
dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak efektif karena penyakit persyarafan seperti cerebrovaskular accident (CVA), efek
pengobatan sedatif, dan lain – lain (Hidayat, 2005).
Penangganan untuk obstruksi jalan napas akibat akumulasi sekresi pada Endotrakeal Tube adalah dengan melakukan tindakan penghisapan lendir (suction) dengan memasukkan selang kateter suction melalui
hidung/mulut/Endotrakeal Tube (ETT) yang bertujuan untuk membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi sputum dan mencegah
infeksi paru. Secara umum pasien yang terpasang ETT memiliki respon tubuh yang kurang baik untuk mengeluarkan benda asing, sehingga sangat diperlukan
tindakan penghisapan lendir (suction) (Nurachmah & Sudarsono, 2000).
Menurut Wiyoto (2010), apabila tindakan suction tidak dilakukan pada pasien dengan gangguan bersihan jalan nafas maka pasien tersebut akan mengalami kekurangan
suplai O2(hipoksemia), dan apabila suplai O2
tidak terpenuhi dalam waktu 4 menit maka dapat menyebabkan kerusakan otak yang
permanen. Cara yang mudah untuk mengetahui hipoksemia adalah dengan
pemantauan kadar saturasi oksigen (SpO2)
yang dapat mengukur seberapa banyak
prosentase O2 yang mampu dibawa oleh
hemoglobin. Pemantauan kadar saturasi oksigenadalah dengan menggunakan alat oksimetri nadi (pulse oxymetri). Dengan pemantauan kadar saturasi oksigen yang benar dan tepatsaat pelaksanaan tindakan penghisapan lendir, maka kasus hipoksemia yang dapat menyebabkan gagal nafas hingga mengancam nyawa bahkan berujung pada kematian bisa dicegah lebih dini.
Berdasarkan data peringkat 10 penyakit tidak menular (PTM) yang terfatal menyebabkan kematian berdasarkan Case Fatality Rate (CFR) pada rawat inap rumah sakit pada tahun 2010, angka kejadian gagal napas menempati peringkat kedua yaitu
sebesar 20,98% (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Data yang diperoleh dari buku registrasi pasien ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado mulai dari bulan Januari-Oktober 2013 total pasien yang dirawat di ICU adalah sebanyak 411 pasien dan yang
mengalami kejadian gagal napas sebanyak 132 pasien (32,1 %). Rata – rata pasien yang dirawat di ICU adalah 41-42 pasien/bulan dan rata-rata yang mengalami kejadian gagal napas adalah 13-14 pasien/bulan serta 10-11 pasien/bulan meninggal akibat gagal napas. Mengingat pentingnya pelaksanaan tindakan penghisapan lendir (suction) agar kasus gagal nafas yang dapat menyebabkan kematian dapat dicegah maka sangat diperlukan pemantauan kadar saturasi oksigen yang tepat. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang pengaruh tindakan penghisapan lendir Endotrakeal Tube (ETT) terhadap kadar saturasi oksigen pada pasien yang dirawat di ruang ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode Pre-eksperimen dengan
menggunakan desain penelitian One-Group Pretest-Posttest Design, yang
mengungkapkan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subyek. Suatu
kelompok diberi perlakuan, tetapi sebelumnya diberikan pre-test, setelah itu dilakukan post-test (Wasis, 2006).
Desain penelitian merupakan rancangan bagaimana penelitian dilaksanakan. Desain ini digunakan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu ingin mengetahui peningkatan saturasi oksigen setelah diberikan tindakan pengisapan lendir (suction) endotrakeal tube. Dalam penelitian ini akan dilakukan uji statistik untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh antara nilai (O2 – O1 ) dengan
menggunakan uji statistik t-test. Penelitian telah dilaksanakan pada
bulan Desember 2013 – Januari 2014 di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh penderita di ruang ICU yang sedang terpasang ETT dengan Sampel penelitian adalah penderita yang sedang terpasang ETT dan terdapat lendir.
Kriteria Inklusi dalam penelitian ini
adalah pasien yang sedang dirawat di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado,
terpasang ETT, berlendir/sekret dan akan dilakukan tindakan suction. Sedangkan
kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang sedang dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar observasi yang terdiri dari identitas umum responden yang
terdapat pada bagian atas lembar observasi. Sedangkan pada bagian bawah terdapat hasil
penilaian pretest dan posttest terhadap tindakan pengisapan lendir (suction) yang dilakukan.
Prosedur dalam penelitian ini, data-data awal tentang kadar saturasi oksigen
dikumpulkan melalui pre test. Meliputi nilai dari hasil pengukuran dengan menggunakan
alat oksimetri. Selanjutnya responden akan diberikan tindakan pengisapan lendir (suction). Setelah melakukan tindakan
melalui perlakuan, data akhir penelitian ini diambil melalui post test meliputi data-data
mengenai kadar saturasi oksigen dengan pemantauan menggunakan alat oksimetri.
Teknik pengolahan data pada penelitian
ini terdiri dari editing, coding, cleaning, tabulating dan describing. Sedangkan analisa data dilakukan dengan pengujian univariat dan bivariat. Setelah mendapat persetujuan kegiatan pengumpulan data bisa dilaksanakan dengan menekankan pada masalah etika penelitian, antara lain Informed Consent,
Anonimity, Confidentiality, Benefinence.
HASIL dan PEMBAHASAN
Tabel 5.1. Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin N %
Laki-Laki 12 75 Perempuan 4 25
Jumlah 16 100
Sumber : Data Primer 2013
Tabel 5.2. Karakteristik Responden
Berdasarkan Umur
Umur N %
15-24 Tahun 4 25 25-34 Tahun 1 6
35-44 Tahun 4 25
44-54 Tahun 7 44
Jumlah 16 100 Sumber : Data Primer 2013
Tabel 5.3. Karakteristik
Responden Berdasarkan
Pendidikan Terakhir Tingkat
N % Pendidikan
Tidak Tamat SD - - SD - -
SMP 3 19
SMA 11 69
DIII - -
S1/S2/S3 2 12
Jumlah 16 100
Sumber : Data Primer 2013
Tabel 5.4. Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Tingkat
N % Pendidikan
PNS 2 12.5 Swasta 3 18.7
Wiraswasta 2 12.5
POLRI 1 6.3
Petani 2 12.5
Buruh 2 12.5
IRT 2 12.5
Pelajar 2 12.5
Jumlah 16 100 Sumber : Data Primer 2013
Tabel 5.5 Nilai Kadar Saturasi Oksigen
Pre dan Post Suction
Responden Saturasi (%)
pre suction post suction
1. 98 94
2. 97 93
3. 98 92
4. 98 93
5. 99 94
6. 97 92
7. 96 93
8. 98 96
9. 100 95
10. 96 90
11. 100 96
12. 99 94
13. 97 90
14. 98 94
15. 99 96
16. 100 96 Sumber : Data Primer 2013
Tabel 5.6. Hasil Uji Statistik Pengaruh Tindakan Penghisapan Lendir Endotrakeal
Tube (ETT) Terhadap Kadar Saturasi
Oksigen Pada Pasien Yang Dirawat Di
Ruang ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado.
Variabel Mean Std Std.
t P
N Deviation Error Value
Pre
98.13 1.310 .328
16 Suction
14.230 .000
Post
93.63 1.962 .491
16 Suction
Sumber : Data Primer 2013
Penelitian dilakukan di ICU RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dan hanya melibatkan satu kelompok
eksperimen yaitu pasien – pasien yang
dirawat di ruangan ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dan diberikan
intervensi berupa tindakan pengisapan
lendir (suction) ETT sebanyak satu kali
tindakan. Responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 16 orang dengan
menggunakan metode purposive
sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Dari hasil penelitian jumlah
responden terbanyak berjenis kelamin
laki-laki yaitu 12 orang atau 75 % dan
responden perempuan 4 orang atau 25 %. Penelitian ini menunjukkan jumlah
responden terbanyak berumur antara 45-
54 tahun yaitu 7 orang atau 44%, 15–24 tahun 4 orang atau 25%, 35-44 tahun 4
orang atau 25%, dan responden paling
sedikit yaitu dengan umur antara 25-34
tahun yaitu 1 orang atau 6%. Menurut Kozier dan Erb tahun 2009, nilai saturasi
oksigen yang normal untuk orang dewasa
baik laki-laki maupun perempuan adalah 95-100%.
Berdasarkan hasil penelitian ini
didapati bahwa kadar saturasi oksigen setelah dilakukan tindakan suction
mengalami penurunan nilai kadar saturasi
oksigen. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Maggiore, et all (2013) dimana 46,8% responden yang
ditelitinya mengalami penurunan saturasi
oksigen. Maggiore juga menyatakan bahwa tindakan suction ETT dapat
memberikan efek samping antara lain
terjadi penurunan kadar saturasi oksigen >5%.
Sebagian besar responden yang mengalami penurunan kadar saturasi
oksigen secara signifikan pada saat
dilakukan tindakan penghisapan lendir ETT yaitu terdiagnosis dengan penyakit pada
sistem pernapasan, terlebih pada responden
nomor urut 13 yang mengalami penurunan
sebesar 7% nilai kadar saturasi oksigen terdiagnosis secara medis dengan ―gagal
napas ec. empisema‖.
Price & Wilson (2005) mengatakan bahwa gagal napas merupakan tahap akhir
dari penyakit kronik pada sistem
pernapasan. Pada responden no.13 ini yang
terjadi adalah gagal napas kronik, sebab terjadi akibat dari penyakit paru kronik
yaitu empisema (Muttaqin, 2008). Pasien
yang mengalami masalah pada sistem pernapasan terutama iritasi kronis pada
saluran pernapasan dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan jumlah sel-sel
globet penghasil mucus/ lendir sehingga dapat meningkatkan jumlah mucus pada
pasien yang mengalami masalah sistem
pernapasan oleh karena itu sangat diperlukan tindakan penghisapan lendir.
Dalam Saskatoon Health Regional Authority (2010) mengatakan bahwa komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan penghisapan lendir salah satunya adalah hipoksemia/hipoksia. Serta diperkuat
oleh Maggiore et al,. (2013) tentang efek
samping dari penghisapan lendir ETT salah
satunya adalah dapat terjadi penurunan kadar
saturasi oksigen lebih dari 5%. Sehingga
pasien yang menderita penyakit pada sistem
pernapasan akan sangat rentan mengalami
penurunan nilai kadar saturasi oksigen yang
signifikan pada saat dilakukan tindakan
penghisapan lendir.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
menunjukkan adanya perbedaan kadar
saturasi oksigen sebelum dan sesudah
diberikan tindakan penghisapan lendir. Hasil
menunjukkan terjadi penurunan kadar
saturasi oksigen dari responden yaitu adanya
selisih nilai kadar saturasi oksigen sebesar
5,174 %. Selain itu dari hasil uji statistik t-
Test pada responden yaitu terdapat pengaruh
yang signifikan dimana nilai p-value =0,000
(α< 0.05).
Hasil penelitian ini sesuai juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Maggiore, et
al (2013), tentang Decreasing the Adverse
Effects of Endotracheal Suctioning During
Mechanical Ventilation by Changing
Practice, dimana 46,8% responden
mengalami penurunan saturasi oksigen dan
6,5% disebabkan karena tindakan suction.
Berdasarkan penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa tindakan suction dapat
menyebabkan terjadi penurunan kadar
saturasi oksigen.
Adapun hambatan yang terjadi dalam
penelitian ini adalah tidak adanya
keseragaman dalam menggunakan ukuran
kanul suction. Sebab ukuran dapat
mempengaruhi dan memberikan perbedaan
pada nilai saturasi oksigen pada pasien yang
dilakukan tindakan suctioning. Menurut
Muhamat Nofiyanto dalam penelitiannya
tentang ―Perbedaan Nilai Saturasi Oksigen
Berdasarkan Ukuran Kateter Suction Pada
Tindakan Open Suction Di Ruang General
Intensive Care Unit RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung‖ menyimpulkan bahwa ukuran
kanul suction yang lebih besar (14 Fr) dapat
menurunkan Kadar Saturasi Oksigen lebih
banyak dibandingkan dengan ukuran yang
lebih kecil (12 Fr).
Hambatan lain juga yang penulis temui
dan tidak dibahas secara mendalam dalam
penelitian ini yaitu mengenai tingkat
pendidikan dan masa kerja perawat yang
melakukan tindakan suctioning tidak
memiliki keseragaman. Sebab hal tersebut
bisa memberikan pengaruh secara tidak
langsung terhadap ketrampilan perawat dalam
melakukan suatu tindakan.
Mengingat tindakan suction ini dapat
menyebabkan bahaya, maka sangat
diperlukan kewaspadaan yang dini,
kepatuhan untuk melakukan tindakan sesuai
dengan SPO yang benar dan ketrampilan
yang baik bagi petugas kesehatan yang akan
melakukan tindakan tersebut, terlebih khusus
bagi tenaga perawat. Sebab tanpa hal-hal
tersebut dapat memberikan dampak yang
buruk bagi pasien yang sementara dirawat.
Salah satunya bisa terjadi penurunan kadar
oksigen dan jika petugas kesehatan/ perawat
tidak peka terhadap masalah yang muncul
bisa mengakibatkan pasien mengalami gagal
napas bahkan sampai kepada kematian.
Hal ini dapat terlihat dari penelitian yang dilakukan dimana semua tindakan
penghisapan lendir telah dilakukan sesuai
dengan SPO yang berlaku namun tetap terjadi
penurunan kadar saturasi oksigen yang
signifikan, apalagi ketika petugas kesehatan/
perawat tidak melakukan tindakan sesuai
dengan SPO, tentunya bisa sangat
membahayakan nyawa pasien.
SIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah
terdapat pengaruh tindakan penghisapan lendir endotrakeal tube (ETT) terhadap kadar
saturasi oksigen pada pasien yang dirawat di ruang ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado serta terdapat perbedaan kadar saturasi oksigen sebelum dan sesudah diberikan tindakan penghisapan lendir.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural
Keperawatan – Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta :
Penerbit Salemba Medika
Bayuningsih, R. 2011. Efektivitas
Penggunaan Nesting Dan Prone Terhadap Saturasi Oksigen Dan Frekuensi Nadi Pada Bayi Premature Di RSUD Kota Bekasi. Depok : FKUI
BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou. 2011.
Standar Prosedur Operasional (SPO)
BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou.
Manado
Boswick, J.A. 1988. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC
Brooker, C. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Edisi 31. Jakarta : EGC
. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta : EGC
Djojodibroto, D. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta :
EGC
Dobson, M.B. 1994. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta : EGC
Hidayat, A.A.A. 2005. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Buku 2. Jakarta : Penerbit Salemba Medika
HIPGABI Sulut. 2013. Materi Pelatihan
Emergency Nursing Basic Trauma
Cardiac Life Support. Manado
ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou. 2013. Buku Registrasi Pasien ICU Tahun 2013. BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
_________. 2014. Laporan Tahunan ICU Tahun 2013. BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
International Child Health Review
Collaboration. 2014. Terapi/ Pemberian Oksigen. (http : //www.ichrc.org/107- terapipemberian-oksigen, diakses tanggal 11 maret 2014, jam 22.07 WITA)
Johnson, J.Y, Temple, J.S, Carr, P. 2005. Prosedur Perawatan di Rumah
Pedoman Untuk Perawat. Jakarta : EGC
Kementerian Kesehatan RI. 2012. 10
Penyakit Tidak Menular Yang
Menyebabkan Kematian Tahun 2010.
Jakarta
Kozier & Erb. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5.
Jakarta : EGC
Maggiore, S.M. et al,. 2013. Decreasing the Adverse Effects of Endotracheal
Suctioning During Mechanical Ventilation by Changing Practice. Continuing Respiratory Care Education, Vol 58, 1588-1597.
Mattahay, M.A. 2003. Acute Respiratory Distress Syndrome. New
York : Marcel Dekker
Musliha. 2010. Keperawatan Gawat
Darurat. Jakarta : NuMed
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta : EGC
Nofiyanto, M. Perbedaan Nilai Saturasi Oksigen Berdasarkan Ukuran Kateter
Suction Pada Tindakan Open Suction Di Ruang General Intensive Care Unit RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung, (Online), (http://www.unpad.ac.id/archieves/12 8770. diakses tanggal 10 Juni 2014, jam 22.15 WITA)
Nurachmah, E., Sudarsono, R.S. 2000.
Buku Saku Prosedur Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Oman, K.S, McLain, Scheetz. 2008.
Panduan Belajar Keperawatan
Emergensi. Jakarta : EGC
Price, S.A., Wilson, L.M. 2005.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2.
Jakarta : EGC
PSIK Unsrat. 2013. Panduan Penulisan Tugas Akhir Proposal & Skripsi
Program Studi Ilmu Keperawatan.
Manado
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. 2013. Profil RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou. Manado
Sakti, F.M. 2011. Pengaruh dataran tinggi
dan dataran rendah terhadap hemoglobin penduduk. E-library Universitas Brawijaya
Saskatoon Health Region Authority (SHRA). 2005, June. Suctioning Artificial Airways in Adults. Paper presented at the RN and LPN Learning Package, Saskatoon,SK.
Tamsuri, A. 2008. Seri Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan
Pernapasan. Jakarta : EGC
Wasis. 2006. Pedoman Riset Praktis Untuk
Profesi Perawat. Jakarta : EGC
Wiyoto. 2010, April. Hubungan Tingkat
Pengetahuan Perawat Tentang
Prosedur Suction Dengan Perilaku
Perawat Dalam Melakukan Tindakan
Suction di ICU Rumah Sakit dr.
Kariadi Semarang (Online),
(http://digilib.unimus.ac.id/
gdl.php?mod=browse&op=read=jtptu
nimus-gdl-wiyotog2a2-5560, diakses
tanggal 01 November 2013, jam
09.35 WITA)