52
MAKALAH

Asuhan Keperawayan Infark Miokard Akut

Embed Size (px)

DESCRIPTION

A. Latar BelakangInfark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga sel otot jantung mengalami kematian.1* Infark miokard sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak, umumnya pada pria usia 35-55 tahun, tanpa ada keluhan sebelumnya.2Sindrom koroner akut (SKA) merupakan salah satu manifestasi dari kelainan arteri koroner yang masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia.Sindrom koroner akut lebih lanjut diklasifikasikan menjadi Unstable Angina (UA), ST-segment Elevation Myocardial Infarct (STEMI) dan Non ST-segment Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI). IMA tipe STEMI sering menyebabkan kematian mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan tindakan medis secepatnya.6 Menurut Data Statistik American Heart Association (AHA) 2008, pada tahun 2005 jumlah penderita yang menjalani perawatan medis di Amerika Serikat akibat SKA hampir mencapai 1,5 juta orang dengan 1,1 juta orang (80%) menunjukkan kasus Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS) atau Infark Miokard Tanpa Elevasi ST (NSTEMI), sedangkan 20% kasus tercatat menderita Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI).16Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, Penyakit kardiovaskuler yang dalam hal ini penyakit jantung koroner (PJK), menjadi penyebab kematian terbanyak setelah stroke dan hipertensi.1 Hal ini mendukung hasil survei Departemen Kesehatan RI yang menunjukkan bahwa prevalensi Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Citation preview

MAKALAH

1. Akbar Tumenggung

2. Dewi Priyanti Pilok

3. Ferdiyanto Ibrahim

4. Hariyanti Safitri

5. Londrawati Ibrahim

6. Mitra Prasetyawati Biliu

7. Muchlis Biki

8. Murtin Ismail

9. Nur Avni Manan

10. Nuriyeng Pakaya

11. Rahmawati Tolinggi

12. Silvana Daud

13. Sitti Maimun Daiponta

14. Sri Wahyuni Badjuka

15. Windawaty Humola

1

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

kepada Allah SWT. Karena dengan izin dan kuasa-Nyalah makalah ini dapat

diselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini berjudul “Kegawatdaruratan Gangguan Sistem

Kardiovaskuler: Infark Miokard Akut” yaitu mengenai konsep dasar, patofisiologi

beserta asuhan keperawatan mengenai gangguan pada sistem kardiovaskuler

dengan Infark miokard akut.

Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua baik kami yang telah

menyusun tugas ini, dan bermanfaat pula kepada pembaca makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis banyak menemukan kesulitan, akan

tetapi dengan adanya ketekunan dan kesabaran akhirnya tugas ini dapat penulis

selesaikan.

Gorontalo, 19 November 2014

Kelompok 1

2

DAFTAR ISI

Namelist Of Group 1......................................................................................... 1

KATA PENGANTAR...................................................................................... 2

DAFTAR ISI..................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 4

A. Latar Belakang...................................................................................... 4

B. Tujuan................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 5

A. Konsep Medik Infark Miokard Akut.................................................... 5

B. Asuhan Keperawatan pada Infark Miokard Akut................................. 12

BAB III KESIMPULAN................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 31

Pathway Gagal Ginjal Akut.............................................................................. 34

3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan

jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung

terhenti sehingga sel otot jantung mengalami kematian.1*

Infark miokard sangat mencemaskan karena sering berupa serangan

mendadak, umumnya pada pria usia 35-55 tahun, tanpa ada keluhan sebelumnya.2

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan salah satu manifestasi dari

kelainan arteri koroner yang masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia.

Sindrom koroner akut lebih lanjut diklasifikasikan menjadi Unstable

Angina (UA), ST-segment Elevation Myocardial Infarct (STEMI) dan Non ST-

segment Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI). IMA tipe STEMI sering

menyebabkan kematian mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan

yang membutuhkan tindakan medis secepatnya.6

Menurut Data Statistik American Heart Association (AHA) 2008, pada

tahun 2005 jumlah penderita yang menjalani perawatan medis di Amerika Serikat

akibat SKA hampir mencapai 1,5 juta orang dengan 1,1 juta orang (80%)

menunjukkan kasus Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS) atau Infark Miokard

Tanpa Elevasi ST (NSTEMI), sedangkan 20% kasus tercatat menderita Infark

Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI).16

Di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, Penyakit

kardiovaskuler yang dalam hal ini penyakit jantung koroner (PJK), menjadi

penyebab kematian terbanyak setelah stroke dan hipertensi.1 Hal ini mendukung

hasil survei Departemen Kesehatan RI yang menunjukkan bahwa prevalensi

Penyakit Jantung Koroner (PJK) di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke

tahun.

B. Tujuan

Untuk mengetahui konsep dasar, patofisiologi beserta asuhan keperawatan

mengenai gangguan pada sistem kardiovaskuler dengan Infark Miokard Akut.

4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Medik IMA

1. Definisi

Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung

yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah

terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran

kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang

sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit

sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan

mengalami infark.12

Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial

Infarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang

terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan

elevasi ST.1*

2. Etiologi

Infark miokard akut terjadi jika aliran darah koroner menurun secara

mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada

sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri

vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,

hipertensi, dan akumulasi lipid.11

Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia,

jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang masih

dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik,

antara lain kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi

glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori.13

Setiap bentuk penyakit arteri koroner dapat menyebabkan IMA. Penelitian

angiografi menunjukkan bahwa sebagian besar IMA disebabkan oleh

trombosis arteri koroner. Gangguan pada plak aterosklerotik yang sudah ada

(pembentukan fisura) merupakan suatu nidus untuk pembentukan trombus.1*

5

Infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur, atau

ulserasi, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang

mengakibatkan oklusi arteri koroner.11

Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami

ruptur jika fibrous cap tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core).11

3. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada

substernum yang terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang

dijalarkan ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya

rasa tidak enak di dada, berkeringat dingin, dan dispnea. IMA sering

didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50% pasien. Namun,

nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari, jarang ada

hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak berkurang

dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah, pasien juga

sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil pasien (20% sampai 30%)

IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama terjadi pada

pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia

lanjut.1*,11

4. Patofisiologi

IMA (Infark Miokard Akut) terjadi ketika iskemia yang terjadi

berlangsung cukup lama  yaitu lebih dari 30-45 menit sehingga

menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel. Bagian jantung yang

terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya.

Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit Sindrom

Arteri Koronaria (SKA). Pada penyakit ini terdapat materi lemak  (plaque)

yang telah terbentuk dalam beberapa tahun di  dalam lumen arteri koronaria

(arteri yang mensuplay darah dan oksigen pada jantung).

Plaque dapat rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan darah

pada permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa

menghambat aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner.

6

Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen

mencapai bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Kurangnya

oksigen akan merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak ditangani

dengan cepat, otot jantung ang rusak itu akan mulai mati.

Selain disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata

infark juga bisa terjadi pada orang dengan arteri koroner normal (5%).

Diasumsikan bahwa spasme arteri koroner berperan dalam beberapa kasus

ini.

Spasme yang terjadi bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain:

mengkonsumsi obat-obatan tertentu; stress emosional; merokok;  dan

paparan suhu dingin yang ekstrim.

Spasme bisa terjadi pada pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik

sehingga bisa menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa menimbulkan infark

jika terlambat dalam penangananya.

Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri koroner yang

mensuplai darah ke jantung. Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung

yang terkena maka infark bisa dibedakan menjadi infark transmural dan

subendokardial. Kerusakan pada seluruh lapisan miokardiom disebut infark

transmural, sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian dalam saja

disebut infark subendokardial.

Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot yang

nekrosis akan kehilangan daya konraksinya begitupun otot yang mengalami

iskemi (disekeliling daerah infark). Secara fungsional infark miokardium

menyebabkan perubahan-perubahan sebagai berikut:

Daya kontraksi menurun

Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena infark akan menonjol

keluar saat yang lain melakukan kontraksi)

Perubahan daya kembang dinding ventrikel

Penurunan volume sekuncup.

Penurunan fraksi ejeksi

7

Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa factor

dibawah ini:

Ukuran infark,jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok kardiogenik

Lokasi Infark dinding anterior mengurangi fungsi mekanik jantung lebih

besar dibandingkan jika terjadi pada bagian inferior.

Sirkulasi kolateral berkembang sebagai respon terhadap iskemi kronik

dan hiperferfusi regional untuk memperbaiki aliran darah yang menuju

miokardium. Sehingga semakin banyak sirkulasi kolateral, maka

gangguan yang terjadi minimal.

Mekanisme kompensasi bertujuan untuk mempertahankan curah jantung

dan perfusi perifer. Gangguan akan mulai terasa ketika mekanisme

kompensasi jantung tidak berfungsi dengan baik. (Price, 2007)

5. Klasifikasi IMA

Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi:

- Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner

yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan

miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.

- Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi sebagian dari

arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga

tidak ada elevasi segmen ST pada EKG

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam

tatalaksana. Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalah

creatinin kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I,

yang dilakukan secara serial. Peningkatan nilai enzim diatas dua kali nilai

batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung.11 Pemeriksaan

enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, Lactic dehydrogenase (LDH)

Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis

polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri

dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul.11

8

Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien

dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai IMA, dalam waktu 10 menit

sejak kedatangan di IGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan

terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk IMA

tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat IMA, EKG

serian dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara

kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi

segmen ST. EKG sisi kanan harus diambil pada pasien dengan STEMI

inferior, untuk mendeteksi kemungkinan infark ventrikel kanan.11

7. Penatalaksanaan

Oklusi total arteri koroner pada STEMI memerlukan tindakan segera yaitu

tindakan reperfusi, berupa terapi fibrinolitik maupun Percutaneous

Coronary Intervention (PCI), yang diberikan pada pasien STEMI dengan

onset gejala <12 jam. Pada pasien STEMI yang datang terlambat (>12 jam)

dapat dilakukan terapi reperfusi bila pasien masih mengeluh nyeri dada yang

khas infark (ongoing chest pain).

American College of Cardiology/American Heart Association dan

European Society of Cardiology merekomendasikan dalam tata laksana

pasien dengan STEMI selain diberikan terapi reperfusi, juga diberikan

terapi lain seperti anti-platelet (aspirin, clopidogrel, thienopyridin), anti-

koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular Weight

Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin

Receptor Blocker.7,8,9

Tujuan tatalaksana di IGD adalah mengurangi/menghilangkan nyeri dada,

mengidentifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi

segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan

menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.7,11,16*

a. Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi

oksigen <90%. Pada semua pasien IMA tanpa komplikasi dapat diberikan

oksigen selama 6 jam pertama.

9

b. Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman

dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5

menit.

c. Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan

analgesik pilihan dalam tatalaksana IMA. Morfin dapat diberikan dengan

dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis

total 20 mg.

d. Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai IMA dan

efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat

siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2

dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang

emergensi. Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-162 mg.

e. Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada,

pemberian penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa

diberikan adalah metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis,

dengan syarat frekuensi jantung > 60 kali permenit, tekanan darah sistolik

> 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm

dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan

dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan

dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam. 7,11

8. Komplikasi IMA

a. Disfungsi Ventrikular

Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan

ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini

disebut remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya

gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.

Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan

dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada

apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang

nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.11

10

b. Gangguan Hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian

di rumah sakit pada IMA. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi

dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark)

dan sesudahnya.11

c. Syok kardiogenik

Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90%

terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok

kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.11

d. Infark ventrikel kanan

Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang

berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau

tanpa hipotensi.11

e. Aritmia paska STEMI

Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem

saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di

zona iskemi miokard.11

f. Ekstrasistol ventrikel

Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua

pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif

dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.11

g. Takikardia dan fibrilasi ventrikel

Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia

sebelumnya dalam 24 jam pertama

h. Fibrilasi atrium

i. Aritmia supraventrikular

j. Asistol ventrikel

k. Bradiaritmia dan Blok

l. Komplikasi Mekanik

Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding

ventrikel.11

11

B. Asuhan Keperawatan pada Infark Miokard Akut

1. Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan infark miokardium akut merupakan salah

satu aspek penting dalam proses keperawatan. Hal ini penting untuk

merencanakan tindakan selanjutnya. Perawat mengumpulkan data dasar

informasi status terkini klien mengenai pengkajian sistem kardiovaskuler

sebagai prioritas pengkajian/pengkajian sistematis pasien mencakup riwayat

yang berhubungan dengan gambaran gejala berupa nyeri dada, sulit bernapas

(dispnea), palpitasi, pingsan (sinkop), dan keringat dingin (diaphoresis).

Masing masing gejala harus dievaluasi waktu dan durasinya serta faktor yang

mencetuskan dan meringankan

a. Anamnesis

Anamnesis penyakit ini terdiri dari keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan kondisi psikologis klien.

b. Keluhan Utama

Keluhan utama biasanya nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian pasien yang mendukung keluhan utama dengan melakukan

serangkaian pertanyaan tentang nyeri dada klien secara PQRST adalah

sebagai berikut:

1) Provoking incident

Nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat dan

setelah diberikan nitrogliserin.

2) Quality of pain

Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien

Sifat keluhan nyeri seperti tertekan

3) Region, radiation, relief

Lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas pericardium.

Penyebaran dapat meluas di dada.

12

4) Severity (scale) of pain

Klien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-5 dan klien akan

menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan. Biasanya pada saat

angina skala nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5)

5) Time

Sifat mula timbulnya (onset), gejala timbul mendadak. Lama

timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri

oleh infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya

lebih parah dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai

infark miokardium meliputi dispnea, berkeringat, ansietas dan

pingsan.

d. Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian riwayat dahulu yang mendukung dengan mengkaji apakah

sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan

hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh

klien pada masa lalu yang masih relevan. Obat-obat ini meliputi antiangina

nitrat dan penghambat beta serta obat-obat antihipertensi. Catat adanya

efek sampingyang terjadi di masa lalu. Tanyakan juga mengenai alergi

obat dan catat reaksi apa yang timbul. Sering kali klien tidak bisa

membedakan antara reaksi dengan efek samping obat.

e. Riwayat Keluarga

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga

serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian

juga ditanyakan. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya

pada usia muda merupakan faktor resiko utama untuk penyakit jantung

iskemik pada keturunannya.

f. Riwayat Pekerjaan dan kebiasaan

Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan

sosial ditanya dengan menanyakan kebiasaan pola hidup, misalnya minum

alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok sudah berapa lama, berapa

batang per hari dan jenis rokok. Di samping pertanyaan-pertanyaan

13

tersebut di atas, maka data biografi juga merupakan data yang perlu

diketahui, yaitu: nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku, dan

agama yang dianut oleh klien.

Dalam mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya diperhatikan

kondisi klien. Bila klien dalam keadaan kritis maka pertanyaan yang

diajukan bukan pertanyaan terbuka, tertapi pertanyaan tertutup yang

jawabannya adalah “ya” atau “tidak” pertanyaan yang dapat dijawab

dengan gerak tubuh, yaitu mengangguk atau menggelengkan kepala saja,

sehingga tidak memerlukan energy yang besar.

g. Psikologis

Adanya keluhan nyeri dada yang sangat hebat dan sesak napas akan

memberikan dampak psikologis yang negative pada klien. Klien infark

miokardium akut dengan nyeri akan mengalami kecemasan berat sampai

ketakutan akan kematian. Pening bagi perawat untuk memahami adanya

kecemasan yang berat yang dapat memberikan respon patologis sehingga

menyebabkan terjadinya serangkaian mekanisme pengeluaran hormone.

Berdasarkan konsep psikoneuro imunologi, stress merupakan stressor yang

dapat menurunkan sistem imunitas tubuh. Hal ini terjadi melalui

serangkaian aksi yang diperantai oleh HPA-axis (hipotalamus, pituitary,

dan adrenal). Stress akan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan

produksi CRF (corticotrophin releasing factors). CRF ini selanjutnya akan

merangsang kelenjar pituitary anterior untuk meningkatkan produksi

ACTH (adeno corticotrophin hormones). Hormon ini yang akan

merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan sekresi kortisol. Kortisol

inilah yang akan menekan sistem imun tubuh. (Guyton dan Hall, 1996)

Kecemasan juga akan menstimulasi respon saraf simpatis untuk menjawab

respon fight or flight dengan upaya peningkatan denyut jantung dan

tekanan darah dengan manifestasi terjadinya vasokontriksi pembuluh

darah. Vasokontriksi, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah akan

memperberat beban jantung serta meningkatkan konsumsi miokardium,

sehingga dapat memperberat kondisi iskemia dan akan memperluas area

14

infark pada miokardium. Saat ini, perawat perlu mengkaji mekanisme

koping yang digunakan klien dan berupaya untuk membantu alternative

koping yang positif untuk diterima klien.

h. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik klien terdiri atas keadaan umum dan B1-B6.

i. Keadaan umum

Pada pemeriksaan umum klien IMA biasanya didapatkan kesadaran baik

atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang

melibatkan perfusi sistem saraf pusat.

1) B1 (Breathing)

Terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal, keluhan napas seperti

tercekik. Biasanya juga terdapat dispnea kardia. Sesak napas ini

terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan

tekanan akhir diastolic dari ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan

vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan

peningkatan curah darah ventrikel kiri pada waktu melakukan

kegiatan fisik. Dispnea kardia dapat timbul pada waktu beristirahat

bila keadaanya sudah parah.

2) B2 (Bleeding)

Pemeriksaan B2 yang dilakukan dapat melalui teknik inspeksi, palpasi

dan auskultasi.

Inspeksi : adanya jaringan parut

Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA

tanpa komplikasi biasanya tidak didapatkan.

Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan

volume sekuncup pada IMA. Bunyi jantung tambahan akibat

kelainan katup biasanya tidak didapatkan pada IMA tanpa

komplikasi.

Perkusi : tidak ada pergeseran batas jantung

15

3) B3 (Brain)

Kesadaran biasanya CM, tidak didapatkan sianosis perifer. Pengkajian

objektif klien berupa adanya wajah meringis, perubahan postur tubuh,

menangis, merintih, merengang, dan menggeliat.

4) B4 (Bladder)

Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan

cairan oleh karena itu perawat perlu memantau adanya oliguria pada

klien IMA karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik.

5) B5 (Bowel)

Kaji pola makan klien apakah sebelumnya terdapat peningkatan

konsumsi garam dan lemak. Adanya nyeri akan memberikan respons

mual dan muntah. Palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan pada

keempat kuadran. Penurunan peristaltik usus merupakan tanda kardial

pada IMA.

6) B6 (Bone)

Hasil yang biasanya terdapat pada pemeriksaan B6 adalah sebagai

berikut:

Aktivitas dan gejala, kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur,

gerak statis, dan jadwal olahraga tidak teratur.

Tanda : takikardi, dispnea pada saat istirahat/aktivitas, dan

kesulitan melakukan tugas perawatan diri.

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan patofisiologi dan data di atas, diagnosis keperawatan utama

untuk klien tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan

oksigen dengan kebutuhan miokardium akibat gangguan sekunder dari

penurunan suplai darah ke miokardium dan peningkatan asam laktat.

b. Actual/resiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan

perubahan frekuensi atau irama konduksi elektrikal

16

c. Actual/resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan

pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru sekunder dan

edema paru akut

d. Actual/resiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan

penghentian aliran darah, vasokontriksi, hipovolemia

e. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan penurunan perfusi perifer

sekunder dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokardium

dengan kebutuhan

f. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau

perubahan kesehatan

g. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis

penyakit, gambaran diri yang salah, serta perubahan peran

h. Resiko ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik yang berhubungan

dengan tidak mau menerima perubahan pola hidup yang sesuai

(Wilkinson, 2011)

3. Rencana Keperawatan

NODiagnosa

KeperawatanTujuan dan

Kriteria HasilIntervensi Rasional

1 Nyeri yang berhubungan dengan ketidak seimbangan suplai darah dan oksigen dengan kebutuhan miokardium akibat gangguan sekunder dari penurunan suplai darah ke miokardium dan peningkatan asam laktat

Dalam waktu 2x24 jam terdapat penurunan respon nyeri dada, dengan kriteria hasil:a. Secara

subjektif klien mengatakan penurunan rasa nyeri dada

b. Secara objektif didapatkan tanda vital dalam batas normal

Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lamanya dan penyebaran

Anjurkan klien untuk melaporkan nyeri dengan segera

Lakukan menejemen nyeri keperawatan :1. Atur posisi

fisiologis

Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri yang terjadi dianggap sebagai pengkajian awal

Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada kematian yang mendadak

1. Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan oksigen kerajinan yang mengalami

17

c. Wajah terlihat rileks

d. Tidak terjadi penurunan perfusi perifer

e. Produksi urin > 600 ml/hari

2. Istirahatkan klien

3. Berikan O2 tambahkan dengan kanula nasal atau masker sesuai dengan indikasi

4. Menejemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung

5. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri

iskemia

2. Istrahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jari perifer sehingga akan menurunkan kebutuhan miokardium dan akan meningkatkan suplai darah dan oksigen ke miokardium yang membutuhkan O2 untuk menurunkan iskemia

3. Meningkatkan jumlah O2 yang ada untuk pemakaian miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan sekunder terhadap iskemia

4. Menurunkan stimulasi nyeri dan pembatasan penunjang akan meningkatkan kondisi oksigen diruangan

5. Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan menurunkan nyeri akibat sekunder dan iskemia jaringan

18

6. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri

Lakukan menejemen sentuhan

Kolaborasi pemberian terapi farmakologi antara lain :1. Nitrogliserin

(antiangina)

2. Analgesic (morphin 2,5 mg IV)

3. Penghambatan beta : atenolol, tonomin, pindalol,

6. Distraksi (pengalihan nyeri) dapat menurunkan stimulus internal melalui mekanisme peningkatan produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidak dikirim ke korteks selebri dan selanjutnya akan menurunkan persepsi nyeri

Dukungan psikologis dapat menurunkan nyeri. Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai darah dan O2 karena nyeri dan menurunkan sensasi nyeri

1. Untuk meningkatkan aliran darah baik dengan menambah suplai oksigen atau dengan mengurangi kebutuhan oksigen

2. Untuk kontrol nyeri dengan efek vasodilatasi coroner

3. Menurunkan nyeri hebat dan mengurangi kerja

19

No Diagnosa keperawatanTujuan dan kriteria hasil

Intervensi Rasional

2. Actual/resiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, konduksi, alektrikal

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan tidak terjadi penurunan curah jantung. Dengan kriteria hasil :a. Hemodina-

mika stabilb. Tekanan

darah dalam batas normal

c. Curah jantung kembali meningkat

d. asupan dan output sesuai

e. irama menunjuk-kan tanda-tanda disritmia

f. produksi urine >600 ml/hari

1. Ukur tekanan darah dan bandingkan tekanan darah kedua lengan. Ukur dalam keadaan duduk,berbaring dan berdiri bila memungkinkan

1. Hipotensi dapat terjadi akibat disfungsi ventrikel. Hipertensi juga factor yang berhubungan dengan nyeri cemas yang mengakibatkan terjadinya terjadi pengeluaran ketokolamin

2. Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi

2. Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunya kekuatan nadi

3. Auskultasi dan

catat terjadinya bunyi jantung S3 dan S4

3. S3 sehubungan dengan gagal jantung kris atau mitral yang disertai infark berat.s4 berhubungan dengan iskemia, kekakuan ventrikel atau hipotensi pulmonal.

4. Auskultasi dan catat adanya murmur

5. Pantau frekuensi dan irama jantung

4. Menunjukan gangguan aliran darah dalam jantung akibat kelainan katup, kerusakan septum, atau vibrasi otak papilaris

5. Perubahan frekuensi dan irama jantung dapat menunjukan adanya komplikasi

20

disritmia

6. Berikan makanan dengan posisi sedikit tapi sering dan mudah dikunyah dan batasi asupan kafein.

6. Makan dengan posisi besar dapat meningkatkan kerja miokardium. Kafein dapat merangsang langsung pada jantung sehingga meningkatkan frekuensi jantung

Kolaborasi7. Pertahankan jalur

IV pemberian heparin sesuai indikasiPantau data laboratorium enzim jantung, AGD dan elektrolit

Kolaborasi7. Jalur yang paten

penting untuk pemberian obat darurat

8. Pantau data laboratorium enzim jantung, AGD dan elektrolit

8. Enzim dapat digunakan untuk memantau perluasan infark, perubahan elektrolit berpengaruh terhadap irama jantung.

No Diagnosa keperawatanTujuan dan kriteria hasil

Intervensi Rasional

3. Aktual/resiko tinggi ketidakefktifan pola nafas yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan dalam paru akibat sekunder dari edema paru akut

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi perubahan pola napas yang buruk. Dengan

1. Auskultasi bunyi napas (Krekles)

2. Kaji adanya edema

3. Ukur intake dan

1. Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung

2. Untuk mengetahui adanya gagal jantung kongestif/kelebihan volume cairan

3. Penurunan curah

21

kriteria hasil:a. Klien tidak

sesak napasb. RR normal

(16-20 x / menit)

c. Repons batuk berkurang

output

4. Timbang berat badan

5. Pertahankan pemasukkan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler

Kolaborasi6. Berikan diet tanpa

garam

7. Berikan diuretic misalnya furosemide, spirinolakton dan hidronolakton

8. Pantau data laboratorium

jantung mengakibatkan penurunan perfusi ginjal, retensi natrium atau air, dan penurunan keluaran urine

4. Perubahan tiba-tiba berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan

5. Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi memerlukan pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung

Kolaborasi 6. Natrium

meningkatkan retensi cairan meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung sehingga akan meningkatkan kebutuhan miokardium

7. Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan. Sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru.

8. Hipokalemia dapat membatasi

22

elektrolit kalium keefektifan terapi.

NoDiagnosa

KeperawatanTujuan

Kriteria hasilIntervensi Rasional

4 Actual/resiko tinggi gangguan perfusi perifer yang b/d menurunya curah jantung

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam maka perfusi perifer meningkat

1. Auskultasi TD bandingkan kedua lengan ukur dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri bila memungkin-kan.

2. Kaji status mental klien secara teratur.

3. Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer,diaforesis secara teratur.

4. Kaji kualitas peristaltic, jika perlu pasang sonde.

5. Kaji adanya kongesti hepar pada abdomen kanan atas.

6. Pantau urine output.

1. Hipotensi dapat terjadi sampai dengan disfungsi ventrikel.hipertensi juga merupakan fenomena umum yang berhubungan dengan nyeri cemas karena pengeluaran katekolamin.

2. Mengetahui derajat hipoksia pada otak

3. Mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tahanan perifer.

4. Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi saluran cerna serta dampak penurunan elektrolit.

5. Sebagai dampak gagal jantung kanan jika berat akan ditemukan adanya tanda kongesti.

6. Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunya produksi urine pemantauan yang ketat pada

23

7. Catat adanya keluhan pusing.

8. Catat murmur.

9. Pantau frekuensi jantung adanya irama.

10.Berikan makanan kecil/mudah dikunya batasi asupan kafein.

11.Pertahankan cara masuk heparin (IV) sesuai indikasi.

produksi urine < 600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadi syok kardiogenik.

7. Keluhan pusing merupakan manifestasi penurunan suplai darah kejaringan otak yang parah.

8. Menunjukan gangguan aliran darah dalam jantung ( kelainan katup,kerusakan septum atau vibrasi otot papilar).

9. Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukan konflikasi disritmia

10. Makan besar dapat meningkatkan kerja miokardium. Kafein dapat mrangsang langsung kejantung menunjukan komplikasi disritmia.

11. Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat.

No Diagnosa keperawatanTujuan dan kriteria hasil

Intervensi Rasional

5. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan

Setelah dilakukan

1. Catat frekuensi jantung,irama,dan

1. Respon klien terhadap aktivitas

24

penurunan perifer sekunder dan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokardium dengan kebutuhan

tindakan keperawatan selama 2x24 jam maka aktivitas klien mengalami peningkatan dengan ktiteria hasil: Klien tidak

mengeluh pusing dan aktivitas terpenuhi

Alat dan sarana untuk memenuhi aktivitas tersedia dan mudah klien jangkau

perubahan tekanan darah selama dan sesudah aktivitas

2. Tingkatkan istirahat batasi aktivitas dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat

3. Anjurkan untuk menghindari peningkatan tekanan abdomen misalnya mengejan saat defekasi

4. Jelaskan pola peningkatan terhadap tingkat aktivitas. Contoh: bangun dari kursi, bila tidak ada nyeri, ambulasi , dan istirahat selama 1 jam setelah makan

5. Rujuk ke program rehabilitasi jantung

dapat mengindikasi penurunan oksigen miokardium

2. Menurunkan kerja miokardium/konsumsi oksigen

3. Dengan mengejan dapat mengakbatkan bradikardi, menurunkan curah jantung dan takikardia,serta peningkatan TD

4. Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung , meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas yang berlebihan

5. Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan karena iskemia

No Diagnosa keperawatanTujuan dan kriteria hasil

Intervensi Rasional

6 Cemas yang berhubungan dengan rasa

Setelah dilakukan

1. Bantu klien mengekspresikan

1. Cemas berkelanjuatan

25

takut akan kematian, ancaman atau perubahan kesehatan

tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam kecemasan klien berkurang dengan ktiteria hasil:a. Klien

mengatakan kecemasan sudah berkurang

b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab kecemasannya

c. Klien mampu koperatif terhadap tindakan

d. wajah klien terlihat lebih rileks

perasaan marah,kehilangan dan takut

2. Kaji tanda verbal serta damping klien dan lakukan tindakan bila menunjukan perilaku merusak

3. Hindari konfrontasi

4. Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan , beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat

5. Tingkatkan kontrol sensasi klien

memberikan dampak serangan jantung, yang berkelanjutan

2. Reaksi verbal dan non verbal dapat menunjukan rasa agitasi(kegelisahan) marah

3. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerjasama, dan mungkin memperlambat penyembuhan

4. Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu

5. Kontrol sensasi klien(dalam menurunkan ketakutan)dengan cara memberikan informasi mengenai keadaan klien menekan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik penglihan, serta memberikan respons balik yang positif

26

6. Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan

7. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan kecemasanya

8. Berikan privasi untuk klien dan orang yang terdekat

9. Kolaborasi:berikan obat anti cemas sesuai dengan indikasi misalnya diazepam

6. Orientasi dapat menurunkan kecemasan

7. Dapat menghilangkan ketergantungan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan

8. Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi.adanya keluarga,teman teman yang dipilih klien untuk melayani aktifitas dan pengalihan(misalnya membaca)akan menurunkan perasaan terisolasi

9. Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan

27

BAB III

KESIMPULAN

Infark miokardium adalah proses rusaknya jaringan jantung karena adanya

penyempitan atau sumbatan pada arteri koroner sehingga suplai darah pada

jantung berkurang yang menimbulkan nyeri yang hebat pada dada. Serangan

jantung biasanya terjadi jika suatu sumbatan pada arteri koroner menyebabkan

terbatasnya atau terputusnya aliran darah ke suatu bagian dari jantung. Jika

terputusnya atau berkurangnya aliran darah ini berlangsung lebih dari beberapa

menit, maka jaringan jantung akan mati. Keluhan yang khas ialah nyeri dada

substernal, seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas, atau ditindih barang

berat.

28

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Farissa, Inne Pratiwi. 2012. Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut

ST-Elevasi (STEMI) yang mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi

Reperfusi. Semarang: FK UNDIP

1. * Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins.

Jakarta: EGC; 2007.

2. Tim Penyusun. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama.

Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2001.

6. Erhardt L, Herlitz J, Bossaert L. Task force on the management of chest

pain. Eur Heart J. 2002; 23 (15) : 1153-76.

7. Antman EM, Hand M, Armstrong PW, Bates ER, Green LA, Hochman JS,

et al. Focused update of the ACC/AHA 2004 guidelines for the

29

management of patients with ST-elevation myocardial infarction: a report

of the American College of Cardiology/American Heart Association Task

Force on Practice Guidelines: developed in collaboration with the

Canadian Cardiovascular Society, endorsed by the American Academy of

Family Physicians: 2007 Writing Group to Review New Evidence and

Update the ACC/AHA 2004 Guidelines for the Management of Patients

With ST-Elevation Myocardial Infarction, writing on behalf of the 2004

Writing Committee. J Am Coll Cardiol. 2008;51:210–247.

8. Werf FV, Bax J, Betriu A, Crea F, Falk V, Fox K, et al. Management of

acute myocardial infarction in patients presenting with persistent ST-

segment elevation: 69 the Task Force on the Management of ST-Segment

Elevation Acute Myocardial Infarction of the European Society of

Cardiology. Eur Heart J 2008;29:2909–2945.

9. Fesmire FM, Brady WJ, Hahn S, et al. Clinical policy: indications for

reperfusion therapy in emergency department patients with suspected acute

myocardial infarction. American College of Emergency Physicians

Clinical Policies Subcommittee (Writing Committee) on Reperfusion

Therapy in Emergency Department Patients with Suspected Acute

Myocardial Infarction. Ann Emerg Med. 2006;48:358–383.

11. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010.

12. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC;

2007.

13. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia

Kedokteran.2005;147:6-9.

16. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 17

Edition Harrison’s Principles of Internal Medicine. New South Wales :

McGraw Hill; 2010.

Jurnal Oktarina, Rosi. Karani, Yertizal. Edward, Zulkarnain. 2013. Hubungan

Kadar Glukosa Darah Saat Masuk Rumah Sakit Dengan Lama Hari

30

Rawat Pasien Sindrom Koroner Akut (SKA) Di RSUP Dr. M. Djamil

Padang. Padang: FK UNAND.

9. Birhasani, 2010. Kadar D-Dimer Plasma pada Penderita Sindrom Koroner

Akut dengan Derajat Stenosis Berbeda. Tesis, Universitas Diponegoro

Semarang.

16. Suryanti, Enny, 2010. Perbedaan Rerata Kadar Kolesterol antara Penderita

Angina Pektoris Tidak Stabil, Infark Miokard Tanpa ST Elevasi, dan

Infark Miokard Dengan ST Elevasi pada Serangan Akut. Surakarta.

Skripsi, FK Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Kardiovaskuler & Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2007. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-

proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis

NANDA, Intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC

31

PATHWAY INFARK MIOKARD AKUT

32