Upload
shella-mentari
View
86
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kpeerawatan anak
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Amerika 60.000-80.000 kasus apendisitisdidiagnosa per tahun, rata-
rata usia anak yang menderita apendisitis adalah10 tahun. Di Amerika Serikat
angka kematian akibat penyakit apendisitis 0.2-0.8%(Santacroce & Craig,
2006). Di Indonesia Apendisitis merupakan penyakitterbanyak yang diderita
dengan urutan keempat tahun 2006 setelah dyspepsia,gastritis dan duodenitis
(DepKes RI, 2006).Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapat
terjadi tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau
akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahya (Corwin,
2009).Apendisitis (peradangan usus buntu) bisa saja terjadi pada setiap umur,
juga pada umur bayi (<1 tahun). Radang umbai cacing (usus buntu) lebih
sering pada anak laki-laki dibanding anak perempuan dan lebih sering terjadi
pada masa anak-anak dibanding usia dewasa muda (terutama 10-30 tahun).
Radang usus buntu jarang pada anak berumur <5 tahun, tapi mulai meningkat
pada anak usia sekolah dan mencapai puncaknya pada kelompok umur belasan
tahun. Kelihatannya juga sering terdapat pada satu keluarga dibandingkan
dengan keluarga lain. Penyakit radang usus buntu, termasuk penyakit yang
makin memburuk dengan bertambahnya waktu (Yatim, 2010).
Apendisitis dapat disebabkan oleh gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari
yangtidak sehat seperti kurangnya mengkonsumsi makanan berserat dalam
menusehari-hari. Makanan rendah serat memicu terbentuknya fecalith yang
dapatmenyebabkan obstruksi pada lumen apendiks (Marianne, Susan &
Loren,2007). Apendisitis dapat disebabkan oleh penyebab lainnya antara
lain;hyperplasia jaringan limfoid, infeksi virus, parasit Enterobius
vermicularisyang dapat menyumbat lumen appendiks (Hockenberry &
Wilson, 2007).Apendisitis, yang awalnya merupakan radang akut, dapat
berkembang dengan cepat menjadi perforasi dan peritonitis jika keadaan
1
tersebut tidak terdiagnosis. Peradangan ini merupakan persoalan pedriatrik
yang signifikan karena diagnosis dininya kerapkali terlambat di tegakkan dan
sering anak-anak tidak mampu mengutarakan gejalanya dengan kata-kata,
disamping itu. Tanda-tanda klinisnya dapat dikelirukan dengan penyakit yang
lain (Wong, dkk, 2008). Penatalaksanaan terapeutik terapi apendisitis
sebelum perforasi meliputi rehidrasi, pemberian antibiotik, dan pembedahan
untuk mengangkat apendiks (apendiktomi). Kesembuhannya akan
berlangsung cepat dan jika terdapat komplikasi, pasien hanya tinggal sebentar
dirumah sakit. Bila terjadi perforasi dan peritonitis, terapi spesifik yang
dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi yaitu dengan
dilakukan operasi laparatomi (Wong, dkk, 2008).
Angka kejadian apendisitis di dunia mencapai 321 juta kasus tiap tahun
(Sjamsuhidajat, 2004). Saat ini mordibitas angka apendisitis di Indonesia
mencapai 95 per 1000 penduduk dan angka ini emrupakan tertinggi diantara
negara-negara di Assosiation South East Asia Nation (ASEAN) (BPS Statistik
Indonesia2010). Data di RSU Kabupaten Tangerang khususnya di ruang
kemuning bawah didapatkan jumlah penderita apendisitis dari bulan Oktober
hingga Januari adalah 15 pasien dari 172 pasien, kurang lebih 9 % klien dari
total keseluruhan klien di ruang Kemuning Bawah mengalami sakit apendisitis
(Buku Register Ruang Kemuning Bawah, 2015).
1.2 Rumusan Masalah
Berkaitan dengan uraian diatas maka penulis ingin mengetahui tentang
“Asuhan Keperawatan Pada An. K Dengan Post Apendiktomi e.c
ApendisitisDi Ruang Kemuning Bawah RSU Kabupaten Tangerang Pada
Tahun 2015”.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Melakukan asuhan keperawatan pada An. Kpost Apendiktomi
e.c Apendisitis di Ruang Kemuning Bawah RSU Kabupaten
Tangerang pada Tahun 2015.
2
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengkajian pada An. K dengan Post Apendiktomi e.c
Apendisitis di Ruang Kemuning Bawah RSU Kabupaten
Tangerang pada Tahun 2015.
2. Mengetahui diagnosa keperawatan pada An. K dengan Post
Apendiktomi e.c Apendisitis di Ruang Kemuning Bawah RSU
Kabupaten Tangerang pada Tahun 2015.
3. Mengetahui perencanaan keperawatan pada An. K dengan Post
Apendiktomi e.c Apendisitis di Ruang Kemuning Bawah RSU
Kabupaten Tangerang pada Tahun 2015.
4. Mengetahui pelaksanaan keperawatan pada An. K dengan Post
Apendiktomi e.c Apendisitis di Ruang Kemuning Bawah RSU
Kabupaten Tangerang pada Tahun 2015.
5. Mengetahui evaluasi keperawatan pada An. K dengan Post
Apendiktomi e.c Apendisitis di Ruang Kemuning Bawah RSU
Kabupaten Tangerang pada Tahun 2015.
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Manfaat Teoritis
Hasil penulisan ini di harapkan dapat memberikan sumbangan
penikiran dan informasi di bidang perawatan anak tentang asuhan
keperawatan anak dengan post Apendiktomi e.c apendisitis.
1.3.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Institusi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam
pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan anak khususnya pada
pasien dengan post Apendiktomi e.c apendisitis.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar
mengajar tentang asuhan keperawatan anak dengan apendisitis
dapat digunakan acuan bagi praktek mahasiswa/i keperawatan.
3
3. Bagi penulis
Sebagai sarana dan alat dalam memperoleh pengetahuan dan
pengalaman khususnya di bidang keperawatan anak pada pasien
dengan post Apendiktomi e.c apendisitis.
4
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi
Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari,
melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Brunner dan Sudarth,
2002 hal 1097). Apendisitis adalah peradangan dari apendik periformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Dermawan &
Rahayuningsih ,2010). Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi
pada umbai cacing. Usus buntu sebenarnya adalah sekum (ccecum). Infeksi
ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan
bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.
(Nanda, 2013: 33)
2.2 Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri.
Namun apendiks menghasilkan lander 1-2 ml per hari yang normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lender kemuara apendiks tampaknya berperan pada phatogenesis
selain itu hiperplasi limfe, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula
menyebabkan penyumbatan (Nanda, 2013: 33).
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi
mukosa apendiks karena parasit E.histolytica. penelitian epidemologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
berpengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora kolon
biasa yang mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, 2004).
5
2.3 Patofisiologi
Perubahan patologi pada apendisitis menjelek melalui 3 fase. Pada
mulanya, dengan obstruksi lumen, kongesti venamenjelek menjadi iskemia
mukosa, nekrosis, dan ulserasi. Invasi bakteri dengan infiltrat radang
menembus semua lapisan dinding apendiks menandai fase ke dua.
Organisme dapat dibiakan dari permukaan serosa sebelum perforasi secara
mikroskopik. Akhirnya, nekrosis dinding menyebabkan perforasi dan
kontaminasi peritoneum. Perforasi ini biasanya terjadi pada ujung apendiks,
distal dari obstruksi fekolit. Kelanjutan dari perforasi, kontaminasi
mikrobiologis tinja mungkin terbatas pada pelvis atau fossa iliaka kanan
dengan omentum dan lengkung usus halus yang berdekatan atau mungkin
menyebar ke seluruh rongga peritoneum. Anak kecil mengalami
perkembangan omentum yang jelek dan perforasi lokal biasanya tidak dapat
dibatasi. Invasi bakteri vena mesenterika bisa menyebabkan sepsi vena porta
(pileflebitis) dan selanjutnya pembentukan abses hati. Proses radang yang
disertai dengan perforasi bisa berlanjut dengan obstruksi usus dan ileus
paralitik (Arvin, 2000).
Ketika terjadi obstruksi akut, aliran keluar sekresi mukus (lendir) yang
akan tersekat dan didalam lumen apendiks terjadi peningkatan tekanan yang
mengakibatkan kompresi pembuluh darah. Iskemia yang terjadi akan diikuti
dengan ulserasi dinding epitel dan invasi bakteri. Nekrosis yang timbul
kemudian menyebabkan perforasi atau ruptur dengan kontaminasi feses atau
bakteri pada kavum peritoneal, inflamasi yang ditimbulkan akan menyebar
dengan cepat ke seluruh rongga abdomen (peritonitis) khususnya pada anak
kecil yang tubuhnya belum mampu melokalisasi infeksi. Inflamasi
peritoneum yang progresif mengakibatkan obstruksi fungsional usus halus
(ileus) karena refleks GI yang intensif akan menghambat motilitas usus
dengan kuat. Karena peritoneum merepresentasikan bagian terbesar
permukaan total tubuh, kehilangan cairan ekstrasel ke dalam kavum
peritoneal akan menimbulkan gangguan keseimbangan elektrolit dan syok
hipovolemik (Wong, dkk, 2008).
6
7
Lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, benda asing, striktura
karena fibrosis akibat peradangan, biji-bijian.
Obstruksi lumen
Produksi mucus menumpuk
Membentuk menjadi batu
Obstruksi
Tekanan apendiks meningkat
Menghambat aliran limfe di vena
Hipoksia apendiks
Peradangan dinding apendiks
Bakteri meningkat
dinding apendiks
Nekrosis dinding apendiks
Ulserasi mukosa
Apendisitis
Nyeri kuadran bawah
Suhu tubuh meningkat
Perforasi
Obstruksi usus
Mual, muntah, anoreksia
Resiko Kekurangan
cairan
Resiko Kekurangan
cairan
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
Perdarahan
ulkus
Peritonitis
Pembedahan apendektomi
Ileus paralitik
Luka insisi
Ditangkap reseptor nyeri perifer
Implus ke otak
Gangguan rasa nyaman : nyeriGangguan rasa nyaman : nyeri
Gangguan imobilisasiGangguan imobilisasi
Post de entry
Resiko InfesiResiko Infesi
Intoleransi Aktivitas
Intoleransi Aktivitas
Post operasi
Pre operasi
Sumber :Wong, dkk (2008)
Arvin (2000)Sjamsuhidajat(2004)
Kurang pengalaman
Defisiensi pengetahuan
Defisiensi pengetahuan
Pelepasan mediator nyeri (histamine, prostaglandin, bradikinin, serotonin, dll)
Presepsi nyeri
Kurangnya informasi tentang nutrisi pada anak
dan cara penyajiannya
Menu makanan kurang menarik
Anak tidak nafsu makan (anoreksia)
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Gambar 2.1 Pathway Apendisitis
2.4 Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinis menurut Bets, dkk (2009) adalah sebagai berikut :
1. Sakit-kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
dengan intensitas nyeri tertinggi pada titik Mc.Burney (yang terletak di
pertengahan antara krista iliaka anterior-superior kanan dan umbilikus).
2. Anoreksia
3. Mual
4. Muntah (tanda awal yang umum, kurang umum pada anak yang lebih
besar)
5. Demam- demam ringan di awal penyakit, dapat meningkat tajam pada
peritonitis.
6. Nyeri lepas
7. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali
8. Konstipasi
9. Diare (sedikit, berair)
10. Kesulitan berjalan atau bergerak
11. Iritabilitas
2.5 Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis.
Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor
penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi
kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit,
dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi
Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua.
Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada
orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang
tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum
lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya
perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah
(Sjamsuhidajat, 2004).
8
Jenis komplikasi diantaranya menurut Sjamsuhidayat (2004) adalah sebagai
berikut:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini
mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam
pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.
Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran
klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari
38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut (Aryin, 2000) adalah sebagai berikut :
1. Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak
dengan appendicitis akut. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis
9
berkisar antara 12.000-18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah
neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang
diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal jarang
ditemukan pada pasien dengan apendisitis.
2. Pemeriksaan urinalisis
Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis
dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria
ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat
ureter.
3. Ultrasonografi
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk
menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala
appendicitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG
lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang
merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix
dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu
appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix1. False positif
dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari
salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat
muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang
terisi banyak udara yang menghalangi appendix1.
4. CT-Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas
dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas,
presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan
dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik1. Diagnosis
appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih
dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi
akan mengecil sehingga memberi gambaran halo sign yaitu gambaran
bagian dalam yang hipodens akibat infiltrasi lemak dan bagian luar
yang hiperdens.
10
2.7 Penatalaksanaan Bedah
Anak dengan dugaan apendisitis dimasukkan ke rumah sakit, diberi
infus (iv) dan antibiotik, serta diobservasi, perkembangan gejala yang cepat
akan membuat diagnosis menjadi tampak nyata, slang NGT dipasang bila
anak mengalami muntah. Apendiks dikeluarkan melalui insisi dikuadran
kanan bawah atau diangkat dengan laparoskopi, drain dipasang dan luka
dibiarkan terbuka untuk mencegah infeksi luka serta pembentukan abses.
Jika apendiksnya telah perforasi, rongga abdomen diirigasi. Pada beberapa
kasus, sebuah kateter kecil tetap dipasang di tempatnya untuk memberi
antibiotik. Setelah dilakukan pembedahan, tempatkan anak tersebut pada
posisi semi fowler selama 24 jam pertama. Drainase lambung dan
pemberian cairan iv serta antibiotik dilanjutkan. Obat narkotik / analgesik
dipakai untuk mengatasi nyeri. Makanan oral mulai diberikan dalam 1 atau
2 hari dan ditingkatkan sesuai toleransi bila fungsi usus telah kembali (Bets,
dkk, 2009).
2.8 Asuhan Keperawatan
Dibawah ini merupakan asuhan keperawatan menurut Wong, dkk (2008)
adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan
dasar utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama
kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
a. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor
register.
b. Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh
penderita akan lebih baik daripada tinggal di lingkungan yang kotor.
c. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
11
Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar
umbilikus.
b) Riwayat kesehatan dahulu
c) Riwayat operasi sebelumnya pada kolon.
d. Riwayat kesehatan sekarang
Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi,
bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul,
keadaan apa yang memperberat dan memperingan.
e. Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal
swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan
distensi abdomen.
b) Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa
nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. nyeri
tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari
apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan
nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda Rovsing
(Rovsing sign). Dan apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka
juga akan terasa sakit di perut kanan bawah, ini disebut tanda
Blumberg (Blumberg sign).
c) Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan
letak apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat
dilakukan pemeriksaanini terasa nyeri, maka kemungkinan
apendiks yang meradang di daerah pelvis. Pemeriksaan ini
merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika.
d) Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks
yang meradang. Psoas signadalah nyeri yang dirasakan pada saat
dilkukan hiperekstensi pada paha kanan. Uji psoas dilakukan
12
dengan rangsangan otot psoas mayor lewat hiperekstensi sendi
panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks
yang meradang menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator
dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul pada
posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan
m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil,
maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini
dilakukan pada apendisitis pelvika.
f. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus apendisitis menurut Doenges
(2000) adalah sebagai berikut :
a) Aktivitas / istirahat
Gejala : Malaise.
b) Sirkulasi
Tanda : Takikardi.
c) Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan awal, diare (kadang-kadang).
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan. :
Penurunan atau tidak ada bising usus.
d) Makanan / cairan
Gejala : Anoreksia, Mual/muntah.
e) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney (setengah
jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan), meningkat
karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti
tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks). Keluhan
berbagai rasa nyeri/ gejala tak jelas (berhubungan dengan lokasi
apendiks, contoh : retrosekal atau sebelah ureter).
Tanda : Perilaku berhati-hati ; berbaring ke samping atau
telentang dengan lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada
13
kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi
duduk tegak. Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi
peritoneal.
f) Pernapasan
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal.
g) Keamanan
Tanda : Demam (biasanya rendah).
2. Diagnosa Keperawatan
1) Pra bedah
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi apendiks
b. Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolitberhubungan
dengan penurunan asupan dan kehilangan cairan yang terjadi
sekunder akibat kehilangan selera makan, vomitus.
c. Risiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur
2) Pasca Bedah
a. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
b. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan keberadaan
mikroorganisme patogen dalam rongga abdomen.
c. Resiko cedera berhubungan dnegna tidak adanya motilitas usus
3. Perencanaan Asuhan Keperawatan
1) Perencanaan Keperawatan Pra Bedah
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi apendiks
Tujuan : pasien mengalami peredaan nyeri atau tidak terasanya
nyeri hingga taraf yang bisa diterima oleh anak.
Intervensi keperawatan
a) Kaji skala nyeri
b) Beri posisi yang memberikan rasa nyaman (biasanya dengan
kedua tungkai difleksikan) karena posisi ini mungkin
beragam pada anak-anak.
c) Berikan bantal kecil untuk menyangga perut
d) Berikan preparet analgesik untuk meredakan rasa nyeri
14
Hasil yang diharapkan : anak beristirahat dengan tenang, tidak
melaporkan dan atau memperlihatkan bukti adanya gangguan
rasa nyaman.
b. Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolitberhubungan
dengan penurunan asupan dan kehilangan cairan yang terjadi
sekunder akibat kehilangan selera makan, vomitus.
Tujuan : pasien mendapatkan cairan untuk hidrasi yang adekuat
Intervensi keperawatan
1. Pertahankan puasa untuk meminimalkan kehilangan cairan
lewat vomitus dan mengurangi distensi abdomen
2. Pertahankan integritas tempat penginfusan untuk pemberian
infus (iv) cairan dan elektrolit.
3. Berikan infus cairan dan elektrolit sesuai preskripsi
4. Pantau asuhan dan haluaran cairan untuk menilai hidrasi
Hasil yang diharapkan
Anak mendapatkan cukup cairan untuk menggantikan
kehilangan dan anak memperlihatkan tanda hidrasi yang adekuat.
c. Risiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur
Tujuan : pasien akan mengalami penurunan risiko infeksi
Intervensi keperawatan
a) Pantau dengan ketat tanda vital, khususnya peningkatan
frekuensi jantung serta suhu tubuh dan pernafasan dangkal
dan cepat untuk mendeteksi ruptura apendiks
b) Amati tanda peritonitis yang lain (mis, peredaan rasa nyeri
secara mendadak yang kadang-kadang terjadi pada saat
perforasi dengan diikuti oleh rasa nyeri yang difus serta
meningkat dan disertai defens muskular, distensi abdomen,
meteorismus, sendawa (karena penumpukan udara), pucat
menggigil dan iritabilitas, untuk memulai tindakan
penanganan yang tepat.
15
c) Hindari pemberian obat pencahar atau enema karena
tindakan ini akan menstimulasi motilitas usus dan
meningkatkan risiko perforasi.
d) Pantau hitung sel darah putih sebagai indikator infeksi
Hasil yang diharapkan
Anak tetap tidak menunjukan gejala peritonitis, tanda peritonitis
dikenali secara dini
2) Perawatan Pasca Bedah
a. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
Tujuan : pasien tidak akan mengalami nyeri atau nyeri berkurang
sampai tingkat yang dapat diterima anak.
Intervensi
a) Beri analgesik yang diresepkan untuk nyeri selama 24 jam
b) Jangan menunggu sampai anak mengalami nyeri berat untuk
mengintervensi anak guna mencegah terjadinya nyeri.
c) Jangan melakukan palpasi area operatif kecuali jika
diperlukan.
d) Pasang slang rektal, jika diindikasikan, untuk mengurangi
gas.
e) Biarkan anak berada pada posisinya yang nyaman, jika tidak
ada kontraindikasi.
f) Pantau efektifitas analgesik
b. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan keberadaan
mikroorganisme patogen dalam rongga abdomen.
Tujuan : pasien mengalami penurunan resiko penyebaran infeksi
Intervensi keperawatan
a) Lakukan perawatan luka dan pergantian kassa pembalut
sebagaimana dipreskripsikan untuk mencegah infeksi.
b) Pantau tanda vital dan jumlah sel darah putih, untuk menilai
keberadaan infeksi.
c) Berikan antibiotik sesuai preskripsi
16
Hasil yang diharapkan
Anak memperlihatkan kesembuhan peritonitis yang ditunjukan
oleh berkurangnya gejala demam, luka yang bersih, dan sel darah
putih yang normal.
c. Resiko cedera berhubungan dnegna tidak adanya motilitas usus
Tujuan : pasien tidak akan mengalami distensi abdomen,
vomitus.
Intervensi keperawatan :
a) Pertahankan puasa dalam periode awal pasca bedah, untuk
mencegah distensi abdomen dan vomitus.
b) Pertahankan keadaan dekompresi dengan pemasangan slang
nasogastrik sampai motilitas usus pulih kembali.
c) Kaji abdomen untuk emnemukan gejala distensi, nyeri tekan,
terdengarnya bising usus untuk menilai adanya peristaltis
d) Pantau flatus dan defekasi, sebagai indikator motilitas usus.
2.9 Jurnal Terkait
Dalam jurnal Appendectomy surgical removal of the appendix
menjelaskan tentang prosedur preoperative dan post operativ. Tindakan
post operativ untuk mencegah terjadinya pneumonia dan pembekuan darah
dapat dilakukan dengan cara mobilisasi dini dan tarik nafas dalam setelah
operasi, imobilisasi dan tarik nafas dalam dapat membantu mencegah
komplikasi pasca operasi seperti gumpalan darah, cairan di paru-paru dan
pneumonia. ketika klien melakukan operasi, klien memiliki risiko
terjadinya penggumpalan darah karena tidak bergerak selama operasi
akibat pemberian obat anestesi. semakin lama dan lebih rumit operasi yang
dilakukan, semakin besar risikonya. Untuk menurunkan risiko ini anjurkan
klien untuk bangun dan berjalan 5 sampai 6 kali per hari, mengenakan
stoking khusus atau sepatu kompresi pada kaki klien, dan untuk pasien
berisiko tinggi, dapat diberikan obat yang mengencerkan darah. Tarik
nafas dalam dapat dilakukan setiap jam, klien disarankan untuk tarik nafas
17
sebanyak 5 sampai 10 kali, kemudian tarik napas dalam-dalam selama 3
sampai 5 detik, lalu hembuskan.
Untuk terapi non farmakologis yang dilakukan dalam jurnal ini
dicantumkan yaitu dengan cara distraction (pengalihan) dengan cara
mengalihkan rasa nyeri dengan mendengarkan music,bermain game atau
dengan aktivitas. Cara ini efektif dilakukan kepada anak-anak. splinting
your stomach yaitu dengan cara menempatkan bantal di atas perut klien
dengan tekanan kuat sebelum batuk atau gerakan dapat membantu
mengurangi rasa nyeri. Guided immegery membantu klien mengarahkan
dan mengendalikan emosi klien (American College And Surgeons,
Division Of Education).
1. Pengaruh Tehnik Rileksasi Terhadap Respon Adaptasi Nyeri Pada
Pasien Apendektomi di Ruang G2 Lantai II Kelas III Blud RSU
PROF. DR. H. Aloei Kota Gorontalo.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi adanya pengaruh
tehnik relaksasi terhadap respon nyeri pada pasien apendektomi di
Ruang G2 lantai II kelas III BLUD RSU Prof. Dr. H. Aloei Saboe
Kota Gorontalo. Quasi eksperimen dengan menggunakan uji statistik
"t-test" pada 30 pasien apendektomi yang dirawat pada hari kedua dan
ketiga dengan accidental sampling menunjukkan bahwa ada pengaruh
tehnik relaksasi terhadap respon adaptasi nyeri pada pasien tersebut (t
=5,935, dengan α; 0,05 = 2,048). Penerapan tehnik relaksasi untuk
menurunkan nyeri pada pasien post appendectomy perlu ditingkatkan
oleh perawat pelaksana (Zees, 2012).
2. Hubungan Mobilisasi Dini Dengan Lamanya Penyembuhan Luka
Pasca Operasi Appendiktomi di Zaal C Rumah Sakit HKBP BALIGE
Nainggolan, dkk (2013) dalam jurnalnya yang berjudul
Hubungan Mobilisasi Dini Dengan Lamanya Penyembuhan Luka
Pasca Operasi Appendiktomi di Zaal C Rumah Sakit HKBP BALIGE
disebutkan bahwa Appendiktomi merupakan salah satu penanganan
18
yang sering dilakukan pada pasien yang mengalami appendiksitis.
Pasca pembedahan sering sekali dijumpai pasien takut untuk
melakukan mobilisasi yang disebabkan oleh beberapa faktor.
Mobilisasi merupakan faktor yang utama dalam mempercepat
pemulihan dan mencegah terjadinya komplikasi pasca bedah.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi yang bertujuan
untuk mengetahui hubungan mobilisasi dini dengan lamanya
penyembuhan luka pasca operasi appendiktomi. Penelitian ini
dilakukan di RSU HKBP Balige pada bulan November 2012 s.d Maret
2013 dengan jumlah sampel 15 orang. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan kuesioner. Dari hasil penelitian diperoleh uji
Chi-square menunjukkan nilai p = 0,008 (p <0,05). Artinya ada
hubungan antara mobilisasi dini dengan lamanya penyembuhan luka
paska operasi appendictomy di ruang zaal C RSU HKBP Balige
Tahun 2013.
3. Efektifitas Tindakan Personal Hygiene Terhadap Tingkat Kepuasaan
Pasien Imobilisasi di RS Mardi Rahayu Kudus
Damayanti (2008) dalam jurnalnya yang berjudul Efektifitas
Tindakan Personal Hygiene Terhadap Tingkat Kepuasaan Pasien
Imobilisasi di RS Mardi Rahayu Kudus menyebutkan bahwa pasien
imobilisasi memerlukan bantuan orang lain dalam memenuhi
kebutuhan fisiknya, termasuk dalam hal perawatan diri atau personal
hygiene Perawat dalam memberikan pelayanan personal hygiene
harus mempunyai keinginan agar hasil yang dicapai dapat memuaskan
pasien. Oleh sebab itu informasi kepuasan pasien mutlak untuk
diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektifitas
tindakan personal hygiene terhadap tingkat kepuasan pasien
imobilisasi serta mengidentifikasi perbedaan tingkat kepuasaan pasien
imobilisasi di Rumah Sakit Mardi Rahayu . Metode Penelitian: jenis
penelitian ini adalah pre eksperiment dengan pendekatan prepost
design without control group. Subyek dalam penelitian ini adalah
19
pasien imobilisasi yang dirawat di rumah sakit Mardi Rahayu, dengan
jumlah 30 responden, pengumpulan data mengunakan instrumen
kuesioner kepuasaan pasien.yang diberikan kepada responden
sebelum dan sesudah dilakukan tindakan personal hygiene.Analisa
data mengunakan uji t berpasangan.Hasil Penelitian: menunjukan ada
perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah tindakan
personal hygiene pada pasien imobilisasi dengan p value =0.0001
20
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Pengkajian Keperawatan
1. Tanggal Pengkajian : 11Februari 2015
2. Jam : 10.00 WIB
3. Oleh : Sella Mentari
3.1.1 Data
Nama anak : An. K
Tanggal dirawat : 03-01-2015
Tanggal Operasi : 05-01-2015
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Perum kedaung Rt 04/02 kec. Pasarkemis,
Kab. Tangerang
Tanggal lahir.usia : 18-07-2004/ 10 tahun
Nama orang tua : Tn. K / Ny. M
Pendidika ayah/ibu : SMA
Pekerjaan ayah/ibu : Karyawan Swasta/ Ibu Rumah Tangga
Usia ayah/ibu : 45 tahun/42 tahun
Diagnose medis : Post apendiktomi e.c apendisitis hari ke 7
3.1.2 Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada bagian berkas operasi. Ibu klien
mengatakan klien mengalami nyeri di bagian perut kanan bawah sejak
3 minggu SMRS disertai muntah yang tak kunjung berhenti.
3.1.3 Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien mengatakan sakit pada bekas luka operasi
P : sakit pada bekas luka operasi terasa bila luka digerakan
Q : sakit nya seperti ditusuk-tusuk, dan
21
R : sakit hanya pada bagian perut pada bagian luka operasi tidak
menjalar ke bagian tubuh yang lain
S : skala nyeri : 6 nyeri sedang
T : sakit dapat terjadi pada pagi, siang, dan malam
3.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu klien mengatakan sebelumnya penyakit yang diderita klien
hanya pilek dan batuk, serta campak. Klien tidak pernah dirawat.
3.1.5 Riwayat Sosial
a. Struktur keluarga (genogram tiga generasi)
Ayah Ibu
Gambar 3.1 Genogram
Keterangan:
= laki-laki = tinggal dalam satu rumah
= perempuan = pasien
b. Suku : Sunda
c. Agama : Islam
d. Bahasa Utama : Indonesia
22
Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran
a. Prenatal :
cukup bulan yaitu 9 bulan, tidak ada penyakit yang pernah diderita
selama masa kehamilan. Dan 4 kali kunjungan ke bidan sampai
menjelang melahirkan.
b. Intranatal:
An. K merupakan anak kedua yang lahir secara SC di RS. Sari
Asih, tidak ada kelainan, dengan BB= 3050 gram, PB = 48 cm
c. Postnatal:
An. K diasuh oleh kedua orang tua, dan sejak lahir diberikan ASI
sampai usia 6 bulan, kemudian diberikan susu tambahan.
3.1.6 Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran antropometri
BB sebelum sakit : 35 kg BB saat sakit : 27 kg TB : 125 cm
(Berdasarkan bagan Berat badan menurut tinggi badan anak
perempuan usia 2 – 5 tahun pada buku bagan MTBS didapatkan
An. A berada pada garis di bawah/< - 2 dimana <-2 masuk
dalam klasifikasi kurus)
b. Pengukuran Tanda-tanda vital
1. TD : 100/70 mmHg
2. RR: 32 x/menit
3. HR: 90 x/menit
4. S: 36
c. Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Simetris, kulit kepala lembab, tidak ada nyeri tekan, kepala
tampak kotor, bau, tidak ada lesi dengan lingkar kepala 50
cm.
2. Wajah
Simetris, tidak ada paresis nervus fasialis, tidak ada edema,.
3. Mata
23
Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
tidak nyeri tekan palpebra.
4. Hidung
Simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada
keluaran secret, tidak ada nyeri tekan sinus, mukosa hidung
berwarna merah muda.
5. Mulut
Bibir simetris, bibir tampak kering dan pecah pecah, pada
bagian langit-langit tidak ada lubang, utuh, mukosa merah
muda, uvula merah muda, lidah kotor dan berwarna merah
mudi, gigi susu lengkap, tampak kotor, nafas berbau.
6. Telinga
Bentuknya normal dan simetris, tidak ada pengeluaran
cairan, pada daun telinga kartilago lunak, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening di tragus dan belakang
telinga, tidak ada nyeri tekan tragus, tidak ada lesi.
7. Leher
Simetris, tidak ada luka, tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening, dan leher dapat digerakan.
8. Dada
Simetris, tidak ada lesi, puting susu simetris, terlihat adanya
sedikit retraksi dinding dada, wheezing (-)/(-), ronchi (-)/(-),
dan pengembangan dada simetris. Pada jantung, apeks, ics
4-ics 5 sebelah lateral batas kiri sternum, nada S2 sedikit
lebih tajam dan lebih tinggi dari S1, gallop/murmur (-)/(-).
9. Abdomen
simetris, tidak ada distensi abdomen, tidak ada nyeri tekan,
terdapat luka operasi (panjang luka insisi 11 cm, tampak
kemerahan sekitar luka jahitan, tidak ada pus),tampak
meringis ketika menggerakan bagian perut, klien tampak
meminimalisir gerakan pada bagian abdomen.
24
10. Ekstremitas
Ekstremitas atas dan bawah simetris dengan lingkar lengan
atas 40 cm,terpasang stopper pada lengan kanannya, turgor
kulit <2 detikjumlah jari tangan dan kaki normal yaitu ada
sepuluh, kekuatan otot
11. Genetalia
Labia mayora : bersih, tidak terdapat lesi.
Labia minora : bersih, tidak terdapat lesi.
Perineum : bersih, tidak terdapat lesi.
12. Kulit
Tampak kusam, kulit kering, tidak ada lesi, tidak nyeri
tekan.
3.1.7 Aktivitas sehari-hari
1. Aspek fisik, biologis
a. Sebelum sakit
1. Frekuensi makan :
Klien mengatakan sebelum sakit klien selalu makan 3 kali sehari.
Namun tidak selalu habis dalam satu porsi
2. Makanan pokok :
Nasi, dan lauk
3. Makanan yang disukai/tidak disukai :
Klien mengatakan tidak Menyukai sayuran
4. Makanan pantangan :
Klien mengatakan tidak ada makanan pantangan
5. Nafsu makan :
Klien mengatakan makan saat terasa lapar.
6. Alergi makanan/minuman :
Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi pada makanan atau
minum.
b. Selama sakit :
1. Apakah pasien merasa mual, muntah (frekuensi, jenis) :
25
4 44 4
Klien mengatakan kadang terasa mual sampai muntah.
2. Nafsu makan :
Klien mengatakan nafsu makan berkurang saat dirawat di RS, klien
hanya makan 1-2 sendok makan.
3. Ada gangguang mengunyah :
Klien mengatakan tidak ada gangguan dalam mengunyah
Sonde terpasang : Tidak ada
2. Pola eliminasi
a. Sebelum sakit
Buang air besar
1. Frekuensi : Klien mengatakan BAB tidak menentu.
2. Waktu : Klien mengatakan waktu BAB tidak menentu.
3. Warna :Klien mengatakan feaces berwarna kuning
4. Konsistensi : Pekat dan lembek
5. Penggunan pencahar : Klien mengatakan tidak pernah
mengguanakan Obat pencahar
Buang air kecil
1. Frekuensi : Klien mengatakan dalam sehari bisa 7 kali kali untuk
BAK
2. Warna : Klien mengatakan warna urin yang keluar kuning
tidak keruh
3. Bau : Klien mengatakan kencingnya tidak berbau.
b. Selama sakit
Buang air besar : klien mengatakan belum BAB
Frekuensi : klien mengatakan setelah dilakukannya operasi
klien baru 1 kali BAB
1. Waktu : pagi hari
2. Warna : kuning
3. Pendarahan : klien mengatakan tidak ada pendarahan saat BAB
4. Konsistensi : pekat
26
5. Kesulitan : tidak ada
Buang air kecil
1. Frekuensi : 3-4 kali dalam satu hari
2. Waktu : pagi, siang, malam
3. Warna : kuning
4. Bau : tidak berbau
5. Kesulitan : tidak ada
6. Alat bantu BAK : tidak ada
7. Jumlah : tidak terkaji
3. Pola istirahat tidur
a. Sebelum sakit
1. Saat tidur : klien mengatakan selalu tidur pukul 22.00
2. Lama tidur : 8 jam
3. Kebiasaan pengantar tidur : klien mengatakan tidak ada kebiasaan
sebelum tidur
4. Kesulitan tidur
- Menjelang tidur : klien mengatakan tidak ada kesulitan dalam
tidur
- Saat tidur : tidak ada
5. Penggunaan obat tidur :klien mengatakan tidak pernah mengkonsumsi
obat tidur
b. Selama sakit setelah pembedahan
1. Saat tidur :selama dirumah sakit klien mengatakan sulit
tidur karena tidak nyaman dengan suasana
rumah sakit, danklien merasa terganggu saat
merasakan nyeri.
2. Lama tidur :klien tidur malam hanya 4 – 5 jam dan
kadang-kadang tidur siang 30 menit
3. Kebiasaan pengantar tidur : klien mengatakan tidak ada kebiasaan
sebelum tidur selama sakit
4. Kesulitan tidur : tidak ada
27
- Menjelang tidur : -
- Saat tidur : -
5. Penggunaan obat tidur : tidak ada
4. Pola aktifitas latihan
a. Pola bekerja
- Jenis :ibu klien mengatakan sehari-hari klien hanya berangkat
sekolah dari pagi sampai pukul 12.00 wib. kemudian
bermain dengan teman sebayanya
- Lamanya kerja : -
- Waktu kerja : -
b. Olah raga
- Jenis : klien mengatakan selalu mengikuti pelajaran olah raga
Saat disekolah.
- Frekuensi :1 minggu sekali
c. Kegiatan dan waktu luang : bermain dengan teman teman sebayanya.
d. Kesulitan/keluhan:saat ini klien mengatakan masih nyeri pada daerah operasi.
Klien takut untuk bergerak bebas, ibu klien mengatakan belum mengetahui
cara merawat luka klien saat dirumah, ibu klien selalu bertanya bagaimana
cara mengganti balutan.ibu klien mengungkapkan ketertarikan belajar
membersihkan luka.
5. Pola personal hygiene
a. Mandi : klien mengatakan belum mandi selama dirawat di RS.
b. Kuku : panjang, kotor
c. Genetalia : bersih
d. Rambut : panjang sebahu, berminyak, tercium bau yang tidak sedap,
dan terasa lengket
e. Sikat gigi : klien mengatakan baru 1 klai menggosok gigi selama
dirawat di RS
28
6. Aspek psikososial
1. Ekspresi wajah :klien tampak rileks
2. Sikap :klien terlihat melindungi daerah abdomennya yang
sakit saat nyeri terasa.
3. Komunikasi : jelas, relevan : ya
4. Mengekspresikan : ya, mampu mengerti orang lain : ya
5. Pengetahuan persepsi
terhadap penyakit : ibu klien mengatakan kurang mengetahui
tentang penyakitnya, klien mengatakan tidak
mengetahui asal muasal penyakitnya. Ibu klien
mengatakan ingin mengetahui dan melaksanakan
cara mencegah terjadinya appendicitis agar dapat
terhindar dari apendisitis.
6. Pengambilan
keputusan :dibantu orang lain, sebutkan : orang tua
7. Hal yang saat ini
dipikirkan : klien mengatakan ingin segera pulang, dan lekas
sembuuh dari sakitnya, agar dapat bermain seperti
sedia kala.
8. Harapan setelah
menjalani perawatan : klien mengatakan ingin segera pulih dari sakitnya
dan berharap tidak terluang kembali penyakitnya.
9. Perubahan yang
dirasakan setelah sakit: klien mengatakan takut bergerak banyak karena
luka di daerah perutnya. Klien mengatakan tidak
merasakan malu dan klien mengatakan masih
percaya diri dengan adanya operasi di daerah
abdomennya. Klien tampak rileks
10. Temapat tinggal : bersama orang orang tua
11. Kehidupan kelurga :adat istiadat yang dianut : klien mengatakan
keluarganya menganut adat istiadat jawa
29
- Pembuat keputusandalam keluarga : ibu klien mengatakan yang
paling berperan untuk mengambil keputusanadalah ayahnya.
- pola komunikasi : ibu klien mengatakan pola
komunikasi dalam keluarganya adalah 2 arah.
- Dalam keluarga Keuangan : memadai
12. Apa yang dilakukan perawat agar anda aman dan nyaman ?klien
mengatakan dengan cara diberikan perawatan di rumah sakit klien
merasa sedikit tenang dalam menghadapi sakitnya.
13. Apa yang dilakukan saat strees : klien mengatakan saat klien
memiliki masalah klien selalu bilang kepada ibunya.
7. Aspek spritual
1. Apakah tuhan, agama,kepercayaan penting untuk anda ? tidak terkaji
2. Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan (macam dan frekuensi)
Sebutkan :ibu klien mengatakan an. K rutin mengikuti pengajian di TPA di
sekitar rumahnya.
Kegiatan agama atau kepercayaan yang ingin dilakukan selama dirumah,
sebutkan : mengaji
3.1.8 Therapy/obat-obatan
Therapy obatselama di rawat
Nama Dosis Cara Pemberian
Ceftazidime 3 x 500 mg Injeksi i.v
Metronidazol 3 x 250 mg Drip
Omeprazol 2 x 20 mg Injeksi i.v
Ketorolac 3 x 20 mg Injeksi i.v
Therapy cairan yang telah diberikan selama di rawat:
Ringer Laktat (komposisi (mmol/100 ml) = Na : 130-140, K : 4-5, Ca : 2-
3, Cl : 109-110, Basa : 28-30 mEq). Cairan RL yang diberikan adalah 500
cc/24 jam
30
3.1.9 Pemeriksaan penunjang
08 Januari 2015
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normalHEMATOLOGIRUTIN 1
HemoglonbinLeukositHematokritTrombosit
10,73,439344
g/dLribu/µl%ribu/µl
11,7-15,53,6-1135-47150-450
KIMIA DARAH
Protein 5,3 g/dl 6-8
Albumin 3,2 g/dl 3,4-4,6
Globulin 2,1 g/dl 1,5-3
KIMIA ELEKTROLIT
Na 128 mEq/L 135-147
K 3,57 mEq/L 3,5-5
Cl 91 mEq/L 96-105
3.2 Analisa Data
31
Nama Mahasiswi : Sella Mentari
Tgl Pengkajian : 11Februari 2015
Ruang : Kemuning Bawah
No. Data Etiologi Masalah
1 Ds : klien mengatakan :
- P : sakit pada bekas luka
operasi terasa bila luka
digerakan
Q : sakit nya seperti
ditusuk-tusuk, dan
R : sakit hanya pada
bagian perut pada bagian
luka operasi tidak
menjalar ke bagian tubuh
yang lain
S : skala nyeri : 6
T : sakit dapat terjadi
pada pagi, siang, dan
malam
Do :
- Klien tampak
meminimalisir gerakan
pada bagian abdomen
Pembedahan apendektomiò
Luka insisiò
Pelepasan mediator nyeri (histamine, prostaglandin, bradikinin, serotonin, dll)
òDitangkap reseptor nyeri
periferò
Implus ke otakò
Presepsi nyeriò
Gangguan rasa nyaman : nyeri
Gangguan rasa
nyaman : nyeri
3 DS :
- klien mengatakan nafsu
makan berkurang saat
dirawat di RS, klien
hanya makan 1-2 sendok
makan.
DO :
- BB sebelum sakit : 35 kg
BB saat sakit 27 kg TB :
Pembedahan apendektomiò
Kurangnya informasi tentang nutrisi pada anak dan cara
penyajiannyaò
Menu makanan kurang menarik
òAnak tidak nafsu makan
(anoreksia)ò
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
32
125 cm
- Kebutuhan nutrisi An. A
berada pada garis di
bawah/< - 2 dimana <-2
masuk dalam klasifikasi
kurus
4 Ds: -
Do :
- terdapat luka operasi pada
bagian abdomen (panjang
luka insisi 11 cm, tampak
kemerahan disekitar
jahitan, tidak ada pus)
- leukosit 3,4 ribu/µl
Pembedahanò
Luka insisiò
Post de entry
Resiko Infeksi
6. DS: klien mengatakan belum
mandi selama dirawat di RS.
DO :
- Tampak kusam,
- kulit kering, dan
berminyak
- kepala tampak kotor,
bau,
- lidah kotor,
- gigi tampak kotor,
- nafas berbau.
Pembedahan apendektomiò
Luka insisiò
Pelepasan mediator nyeri (histamine, prostaglandin, bradikinin, serotonin, dll)
òDitangkap reseptor nyeri
periferò
Implus ke otakò
Presepsi nyeriò
Gangguan rasa nyaman : nyeriò
Gangguan mobilitas fisik
Defisit Perawatan
Diri
5. Ds :
- ibu klien mengatakan
kurang mengetahui
tentang penyakitnya
- klien mengatakan tidak
mengetahui asal muasal
Kurang pengalamanò
Defisiensi pengetahuan
Defisiensi
pengetahuan
33
penyakitnya.
- Ibu klien mengatakan
ingin mengetahui dan
melaksanakan cara
mencegah terjadinya
appendicitis agar dapat
terhindar dari apendisitis.
-ibu klien mengatakan belum
mengetahui cara merawat
luka klien saat dirumah
-Ibu klien selalu bertanya
bagaimana cara
mengganti balutan.
- Ibu klien mengungkapkan
ketertarikan belajar
membersihkan luka
Do :
- ibu klien selalu bertanya
terhadap proses penyakit
6. Ds :
-Klien mengatakan tidak
merasakan malu dan klien
mengatakan masih
percaya diri dengan
adanya operasi di daerah
abdomennya.
Do:
-Klien tampak rileks
- Kesiapan untuk meningkatkan
konsep diri
3.3 Diagnosa Keperawatan Prioritas
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
34
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas
jaringan
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik
4. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan Kurang pengalaman
5. Resiko Infeksi berhubungan dengan post de entry
6. Kesiapan untuk meningkatkan konsep diri
3.4 Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan TujuanPerencanaan
Intervensi Rasional
35
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringanDitandai dengan :Ds : klien mengatakan :- P : sakit pada bekas luka
operasi terasa bila luka digerakan
- Q : sakit nya seperti ditusuk-tusuk, dan
- R : sakit hanya pada bagian perut pada bagian luka operasi tidak menjalar ke bagian tubuh yang lain
- S : skala nyeri : 6- T : sakit dapat terjadi pada
pagi, siang, dan malamDo :- Klien tampak
meminimalisir gerakan pada bagian abdomen
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6x24 jam, gangguan rasa nyaman nyeri teratasi, denganKriteria hasil:- Skala nyeri 0-3- Klien tidak tampak
meringis ketika menggerakan bagian perut.
- Klien tidak tampak meminimalisir gerakan pada bagian abdomen
1. Kaji karakteristik dan skala nyeri
2. Atur posisi yang nyaman bagi klien
3. Anjurkan teknik rileksasi dan distraksi
4. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi yaitu ketorolac 3 x 20 mg
1. Dengan mengetahui karakteristik nyeri dapat menentukan intervensi berikutnya
2. Posisi dapat mengurangi peregangan pada dinding perut sehingga rasa nyeri berkurang
3. mengurangi peregangan pada dinding perut sehingga rasa nyeri berkurang
4. mengurangi nyeri klien
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksiaDitandai dengan :DS : - klien mengatakan nafsu
makan berkurang saat dirawat di RS, klien hanya makan 1-2 sendok makan.
DO :- BB sebelum sakit : 35 kg
BB saat sakit 27 kg TB : 125 cm
- Kebutuhan nutrisi An. A berada pada garis di bawah/< - 2 dimana <-2 masuk dalam klasifikasi kurus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ± 1 bulan nutrisi menjadi adekuat dengan kriteria hasil :- Adanya
meningkatan berat badan
- Nafsu makan baik
1. Timbang berat badan klien
2. Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien
3. Berikan asupan manakanan yang bergizi
1. Menilai perkembangan masalah klien
2. Meningkatkn pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.
3. Menambah kebutuhan kalori klien
Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilisasiDitandai dengan :DS: klien mengatakan belum mandi selama dirawat di RS.DO :- Tampak kusam, - kulit kering, dan berminyak- kepala tampak kotor, bau,- lidah kotor, - gigi tampak kotor, - nafas berbau.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam. Masalah defisit perawatan diri teratasi, dengan kriteria hasil :
- Tidak tampak kusam, - kulit lembab- kepala tidak tampak
kotor dan bau,- lidah tidak kotor, - gigi tampak bersih - nafas tidakberbau.
1. Kaji membran mukosa dan kebersihan tubuh
2. Ajarkan keluarga penggunaan metode alternatif untuk mandi dan higiene oral
3. Fasilitasi pasien menyikat gigi
4. Bantuan perawatan diri (mandi)
1. Menganalisis data untuk intervensi yang akan diberikan
2. Pemeliharaan dan promosi hygiene oral dan kesehatan gigi untuk pasien yang berisiko mengalami lesi mulut atau gigi
3. Membantu hygiene oral klien.
4. Membersihkan tubuh yang berguna untuk rileksasi,
36
kebersihan, dan penyembuhan.
Resiko Infeksi berhubungan dengan post de entry.Ditandai dengan :Ds: -Do :- terdapat luka operasi pada
bagian abdomen (panjang luka insisi 11 cm, tampak kemerahan disekitar jahitan, tidak ada pus)
- leukosit 3,4 ribu/µl
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, tidak terjadi infeksi pada klien. Kriteria hasil:
- Ttv /TD:110/70, N: 80, RR : 24, S:36
- Luka operasi tidak ada tanda-tanda infeksi
1. Awasi tanda vital.2. Lakukan pencucian
tangan yang baik dan perawatn luka aseptic.
3. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, adanya eritema.
4. Berikan informasi yang tepat dan jujur pada pasien
5. Berikan antibiotik ceftazidime 3 x 500 mg via i.v , metronidazol 2 x 250 cc drip.
1. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
2. Berikan perawatan paripurna
3. Menentukan penanganan selanjutnya
4. Tingkat pemahaman yang ditunjukan mengenai informasi yang diperlukan untuk memperoleh dan memelihara kesehatan yang optimal
5. Menurunkan resiko penyebaran bakteri. Memberikan deteksi dini terjainya proses infeksi, dan atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan Kurang pengalamanDitandai dengan:Ds:- ibu klien mengatakan
kurang mengetahui tentang penyakitnya
- klien mengatakan tidak mengetahui asal muasal penyakitnya.
- Ibu klien mengatakan ingin mengetahui dan melaksanakan cara mencegah terjadinya appendicitis agar dapat terhindar dari apendisitis.
- ibu klien mengatakan belum mengetahui cara merawat luka klien saat dirumah
- Ibu klien selalu bertanya bagaimana cara mengganti
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, pasien dan keluarga dapat mengidentifikasikebutuhan terhadap informasi tambahan mengenai perilaku promosi kesehatan atau program terapi terjadi infeksi pada klien. Dengan kriteria hasil: - Klien dapat
menjawab 3 dari 5 pertanyaan yang diajukan
1. Berikan edukasi kesehatan tentang penyakit apendisitis dan perawatan luka
2. Berikan panduan system kesehatan
3. Pelindungan infeksi
1. Mengembangkan dan memberikan bimbingan dan pengalaman belajar untuk memfasilitasi adaptasi secara sadar prilaku yang kondusif untuk kesehatan individu dan keluarga
2. Memfasilitasi lokasi pasien dan penggunaan layanan kesehatan yangsesuai
3. Mencegah dan melakukan deteksi dini infeksi pada pasienberesiko
37
balutan.- Ibu klien mengungkapkan
ketertarikan belajar membersihkan luka
Do :
- ibu klien selalu bertanya terhadap proses penyaki
Kesiapanuntuk meningkatkan konsep diriDitandai dengan:Ds : - Klien mengatakan tidak
merasakan malu dan klien mengatakan masih percaya diri dengan adanya operasi di daerah abdomennya.
Do: - Klien tampak rileks
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, pasien dan keluarga dapat menujukan menujukan penghargaan diri yang realistisdengan kriteria hasil:
- Mengungkapkan keinginan untuk menigkatkan konsep diri
- Mengungkapkan perasaan positif tentang tubuh, diri, kemampuan dan performa peran
1. Lakukan peningkatan citra tubuh
2. Peningkatan kesadaran diri
3. Peningkatan harga diri
1. Meningkatkan sikap danpresepsi sadar dan tidak sadar pasien tentang tubuhnya
2. Membantu pasien menggali dan memahami gagsan, perasaan, motivasi dan perilakunyan
3. Membantu pasien meningkatkan penilaian personal tetang harga diri.
3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
38
No. Dx
Waktu Implementasi Paraf Jam Evaluasi Paraf
1 10.15
10.35
1. mengkaji karakteristik dan skala nyerief : P : sakit pada bekas luka operasi terasa bila luka digerakanQ : sakit nya seperti ditusuk-tusuk, dan R : sakit hanya pada bagian perut pada bagian luka operasi tidak menjalar ke bagian tubuh yang lainS : skala nyeri : 6T : sakit dapat terjadi pada pagi, siang, dan malam
2. mengajarkan teknik rileksasi dan distraksi nafas dalamef : klien mengikuti interuksi yang diberikan perawat.
10.50 S: - klien mengatakan nyeri
berkurang O : - Klien tampak meringis ketika
luka post operasi tersenggol bagian perut.
- Skala nyeri 5- Klien tampak
meminimalisir gerakan pada bagian abdomen
A: masalah teratasi sebagianP: lanjutkan intervensi 1,3,4
2 11.15 1. menjelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klienEf: ibu klien mau mengikuti saran perawat
11.47 S : ibu klien mengatakan mau mengikuti saran dari perawatO :
- BB : 27 kg- TB : 125 cm- <-2 SD
A : Masalah belum teratasiP : lanjutkan intervensi
3 10.20
10.45
13.20
10.50
1. mengkaji membran mukosa dan kebersihan tubuhef : kulit lengket, tampak berdaki, gigi kotor, mulut berbau
2. mengajarkan keluarga penggunaan metode alternatif untuk mandi dan higiene oralef : ibu klien menyimak apa yang disampaikan perawat.
3. memfasilitasi pasien menyikat gigief : gigi bersih, nafas tidak berbau
4. mengajarkan keluarga serta memfasilitasi untuk memandikan klien.ef : tubuh klien bersih, tidak lengket, ibu menyimak apa yang diajarkan perawat.
10.15 S: klien mengatakan :- lebih segar dan wangiO :- Tidak tampak kusam, - kulit lembab- lidah tidak kotor, - gigi tampak bersih nafas tidak berbau.A: masalah teratasiP: stop intervensi
4 08.10
12.00
11.55
1. Memeriksa tanda-tanda vitalEf : TD : 100/70, RR: 32 x/menit,
HR: 90 x/menit, S: 36
2. Mengganti balutan luka.Ef : klien meringis kesakitan ketika dilakukan perawatan luka.
3. melihat insisi dan balutan. Ef : luka tampak sudah kemerahan di sekitar jahitan, kering, tidak ada pus,
12.15 S :-O:- TD : 90/60, RR: 32 x/menit,
HR: 90 x/menit, S: 36
- Leukosit : 5,4 ribu/dl- luka operasi (panjang luka insisi 11 cm, tampak bersih, tidak ada pus)A: masalah teratasi sebagian
39
08.36
4. memberikan obat antibiotik ceftazidime 500 mg dan metronidazol 250 mg.
Ef : tidak ada tanda-tanda alergi, obat diberikan melalui bolus.
P: lanjutkan intervensi 1,2,3,4
3.6 Catatan Perkembangan
Tgl 13 Februari 2015
Home visit
No. Dx Waktu Catatan Perkembangan Paraf
1 15.00
15.05
15.10
15.20
S: - Klien mengatakan sudah bisa beraktivitas seperti biasanya
namun klien masih takut untuk bergerak aktif pada daerah perut atau yang menggunakan pergerakan perut
O : - Klien tampak meringis ketika menggerakan bagian perut.- Klien tampak meminimalisir gerakan pada bagian abdomen- Skala nyeri : 6
A:Nyeri masih dirasakan klien meski berkurang sehingga intervensi tetap dilakukanP: lanjut intervensi
1.Kaji karakteristik dan skala nyeri3.Anjurkan teknik rileksasi dan distraksi4.Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
I: 1. Mengkaji skala nyeri
ef : skala nyeri 53.Mengajarkan teknik rileksasi dan distraksi
ef : klien mengikuti interuksi yang diberikan perawat.
E: - Klien mengatakan sudah bisa beraktivitas seperti biasanya
namun klien masih takut untuk bergerak aktif pada daerah perut atau yang menggunakan pergerakan perut, Klien tampak meringis ketika menggerakan bagian perut, Klien tampak meminimalisir gerakan pada bagian abdomen, Skala nyeri : 6
Sella mentari
2 15.25 S : ibu klien mengatakan An. K makan dengan porsi sedikitO :
- BB : 27 kg- TB : 125 cm- <-2 SD
A : status gizi masih kurangP : lanjut intervensi
1. Timbang berat badan klien2. Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi,
kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien
3. Berikan asupan makanan yang bergizi
Sella mentari
40
15.30
15.35
I :1. Menimbang berat badan
Ef : BB 27 kg TB: 125cm LKA: 50cm LTA: 40cm2. Memberikan penyuluhan tentang nutrisi yang baik
Ef: klien mengatakan mau makan makanan yan dianjurkan E: BB : 15 kg, TB : 103 cm, <-2 SD
416.00
16.05
16.10
16.12
16.15
16.20
S :-O:
- TD : 100/70, RR: 32 x/menit, HR: 90 x/menit, S: 36
- Terdapat luka operasi dengan panjang luka insisi 11 cm, tampak bersih, tidak ada pusA: masalah teratasi sebagianP: lanjut intervensi
1. Awasi tanda vital2. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatn luka
aseptic.3. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka,
adanya eritema.4. Berikan antibiotik ceftazidime 3 x 500 mg, metronidazol 2
x 250 cc drip.I :
1. Memeriksa tanda-tanda vitalEf : TD : 90/60, RR: 26 x/menit, HR: 80 x/menit, S: 36,3 ⁰C
2. Mengganti balutan luka Ef : klien meringis kesakitan ketika dilakukan perawatan luka.
3. melihat insisi dan balutan. Ef : tidak terdapat rubor dan dolor, tidak ada pus,
4. memberikan obat antibiotik Ef : tidak ada tanda-tanda alergi, obat diminum secara oral
E:
TD : 90/60, RR: 26 x/menit, HR: 80 x/menit, S: 36,3 ,
Terdapat luka operasi dengan panjang luka insisi 11 cm, tampak bersih, tidak ada pus
Sella mentari
5. 15.45
15.48
S: ibu klien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakit appendicitis, ibu klien mengatakan belum mengetahui cara merawat luka dengan baik O :
- ibu klien selalu bertanya tentang apa itu appendisitis dan bagaimana cara menangani penyakit appendiks
A:Masalah belum teratasiP:
1. Berikan edukasi kesehatan tentang penyakit apendisitis dan perawatan luka
2. Berikan panduan system kesehatan 3. Pelindungan infeksi
I :1. Memberikan penyuluhan kesehatan tentang penyakit
apendisitis dan perawatan post operasi apendektomiEf :klien dan keluaga mengetahui apa itu appendicitis,
41
15.50
15.53
16.00
penyebab terjadinya appendicitis, dan cara penanganannya.
2. Memberikan panduan system pelayanan kesehatan apabila terjadi masalah keehatan Ef : klien tahu pelayanannkesehatan yang harus dikunjungi saat terjadi masalah kesehatan
3. Memberikan perlindungan infeksi dengan cara memberikan adukasi cuci tangan yangbenar.Ef : klien memahami cara mencuci tangan dengan benar
E: klien dan keluaga mengetahui apa itu appendicitis, penyebab terjadinya appendicitis, dan cara penanganannya, klien tahu pelayanannkesehatan yang harus dikunjungi saat terjadi masalah kesehatan, klien memahami cara mencuci tangan dengan benar
Tanggal 14 Februari 2015
Home visit
No. Dx Waktu Catatan Perkembangan Paraf1
15.00
15.05
15.10
15.15
S: - klien mengatakan masi takut untuk menggerakan perut
O : - Klien tampak meringis ketika menggerakan bagian perut.- Klien tampak meminimalisir gerakan pada bagian
abdomen- Skala nyeri : 5
A: nyeri masih dirasakan klien meski berkurang sehingga intervensi tetap dilakukan
P: lanjut intervensi1. Kaji karakteristik dan skala nyeri2. Atur posisi yang nyaman bagi klien3. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi yaitu
ketorolac 3 x 20 mg I:
1. Mengkaji skala nyerief : skala nyeri 4
2. Mengatur posisi yang nyaman bagi klienef : posisi klien supine
E: Ibu klien mengatakan klien mau menggerakan badannya meski masih perlahan, klien tidak tampak meringis ketika menggerakan bagian perut, klien tampak meminimalisir gerakan pada bagian abdomen, Skala nyeri : 3
2 15.16 S :ibu klien mengatakan klien mau makan banyak hari iniO :
- Klien tampak meghabiskan 1 porsi makanan- BB : 27 kg- TB : 125 cm- <-2 SD
A : masalah teratasi sebagian P :
2. Timbang BB klien3. Berikan asupan makanan yang bergizi
I :
42
4
15.18
15.20
15.29
1. Menimbang berat badan klienEf : BB 27,3 Kg
2. Memberikan asupan makanan yang bergizi pada klien Ef : klien habiskan 1 porsi makanan
E: BB : 27,3 kg, TB : 125 cm, <-2 SD4
15.40
15.43
15.47
15.55
16.00
S :-O:
- TTV/ TD: 100/80, RR: 26 x/menit, HR: 82 x/menit, S: 36,3 ⁰C
- Terdapat luka operasi dengan panjang luka insisi 11 cm, tampak bersih, tidak ada pus
A: masalah teratasi sebagianP: masalah teratasi
1. Awasi tanda vital2. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan
luka aseptic.3. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase
luka, adanya eritema.4. Berikan antibiotik
I :1. Memeriksa tanda-tanda vital
Ef : TTV/ TD: 100/80, RR: 26 x/menit, HR: 82 x/menit, S: 36,3 ⁰C
2. Mengganti balutan luka.Ef : klien meringis kesakitan ketika dilakukan perawatan luka.
3. melihat insisi dan balutan. Ef : luka tampak sudah kering, tidak ada pus, tidak ada tanda tanda infeksi, luka tampak bersih
E:
TD : 100/80, RR: 26 x/menit, HR: 82 x/menit, S: 36,3 ,
Terdapat luka operasi dengan panjang luka insisi 11 cm, tampak bersih, tidak ada pus,
5.
15.45
S: ibu klien mengetahui apa itu apendisiti, tanda gejala dari apendisitis, dan cara penangan dari apendisitis O :
- ibu klien dank lien menjawap 4 dari 5 pertanyaan tentang apendisitis
A:Masalah teratasi P: Stop intervensi
6 15.50 S: - Klien mengatakan tidak merasakan malu dan klien mengatakan masih percaya diri dengan adanya operasi di daerah abdomennya O :
- Klien tampak rileksA:
P: 1. Lakukan peningkatan citra tubuh 2. Peningkatan kesadaran diri 3. Peningkatan harga diri
I :
43
16.10
16.20
16.40
16.45
1. Memantau pernyataan pasien tentang harga diri, tentukan kepercayaan diri pasien terhadap penilaian sendiri .Ef : klien tampak percaya diri
2. Dorong pasien menerima tantangan baruEf: klien tidak malu dengan teman bermainnya
3. Gali pencapaian sebelumnya dan memberikan penghargaan atau pujian kemajuan pasien kearah pencapaian tujuanEf: , klien tidak minder dengan adanya luka post operasi pada daerah abdomen
E: klien tampak percaya diri, klien tidak malu dengan teman bermainnya, klien tidak minder dengan adanya luka post operasi pada daerah abdomen
16 Februari 2015
Home visit
Pada tgl 15 Februari tidak dapat dilakukan home visit karena klien pergi
berekreasi bersama keluarga, sehingga dilanjutkan kembali home visit pada hari
berikutnya.
No. Dx Waktu Catatan Perkembangan Paraf1
15.00
S: - klien mengatakan nyeri berkurang
O : - Skala nyeri : 3
A: masalah teratasi sebagianP: stop intervensi
2 15.05
15.10
15.15
S : ibu klien mengatakan klien mau makan banyak hari ini, nafsu makan baikO :
- Klien tampak meghabiskan 1 porsi makanan- BB : 27,5 kg- TB : 125 cm
A : masalah teratasi sebagian P :
1. Timbang BB klien2. Berikan asupan makanan yang bergizi
I :1. Menimbang berat badan klien
Ef : BB 27,5 Kg2. Pertahankan pemberian asupan nutrisi yang adekuat
Ef : klien habiskan 1 porsi makananE: BB : 27,5 kg, TB : 125 cm,
4
15.20
S :-O:
- TTV/ TD: 100/80, RR: 26 x/menit, HR: 82 x/menit, S: 36,3 ⁰C
- Terdapat luka operasi dengan panjang luka insisi 11 cm, tampak bersih, tidak ada pus, luka jahitan kering
A: masalah teratasi
44
P: stop intervensi6
15.40
S: - Klien mengatakan tidak merasakan malu dan klien mengatakan percaya diri dengan adanya operasi di daerah abdomennya O :
- Klien tampak rileksA: masalah teratasi
P: stop intervensi
45
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada an. K di Ruang
Kemuning Bawah Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang pada tanggal
11 Februari 2015, penulis mendapatkan hasil dari mulai pengkajian sampai
dengan pelaksanaan.
Pada pengkajian An. K lahir pada tanggal 18 Agustus 2004, jenis
kelamin perempuan dengan diagnosa medis post ependektomi pada hari 7,
didapatkan hasil pengkajian pada tanggal 11 Februari 2015 yaitu keluhan
utama Klien mengatakan nyeri pada bagian berkas operasi. Ibu klien
mengatakan klien mengalami nyeri di bagian perut kanan bawah sejak 3
minggu SMRS disertai muntah yang tak kunjung berhenti. Lalu klien di
bawa kerumah sakit RSU Kabupaten Tangerang, di rumah sakit, klien di
rontgen dan didapatkan hasil apendisitis.
Tanda-tanda dari terjadinya apendiksitis yang dialami oleh An. K
sesuai dengan teori manisfestasi klinik dari terjadinya apendisttis yaitu
sakit-kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
dengan intensitas nyeri tertinggi pada titik Mc.Burney (yang terletak di
pertengahan antara krista iliaka anterior-superior kanan dan umbilikus),
Anoreksia, mual, muntah (tanda awal yang umum, kurang umum pada anak
yang lebih besar), demam- demam ringan di awal penyakit, dapat meningkat
tajam pada peritonitis, nyeri lepas, bising usus menurun atau tidak ada sama
sekali, konstipasi, diare (sedikit, berair), dan kesulitan berjalan atau
bergerak (Bets, Cecily L & Sowden, Linda A, 2009).
Asuhan keperawatan terdiri dari analisa data, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi. Analisa data diperoleh dari hasil
46
pengkajian yang kemudian akan disesuaikan berdasarkan data fokus
sehingga muncul diagnosa keperawatan. Setelah diagnosa ditetapkan,
rencana asuhan keperawatan dibuat kemudian dilakukan tindakan ke pasien
sesuai dengan kebutuhan. Setelah tindakan dilakukan, penulis melakukan
penilaian akhir untuk mengetahui perubahan yang terjadi. Masing-masing
hal tersebut akan dibahas dibawah ini sesuai dengan diagnosa keperawatan
yang muncul pada An. K, yaitu:
4.1.1 Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan diskontinuitas
jaringan
Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian ditemukan
beberapa data subjektif, yaitu klien mengatakan : sakit pada bekas
luka operasi terasa bila luka digerakan, dengan kualitas sakit nya
seperti ditusuk-tusuk, dan daerah sakit hanya pada bagian perut pada
bagian luka operasi tidak menjalar ke bagian tubuh yang lain, dengan
skala nyeri : 6 (sedang), nyeri pada terjadi pada pagi, siang, dan
malam. Sedangkan data Objektif yan ditemui yaitu Klien tampak
meminimalisir gerakan pada bagian abdomen.
Rencana asuhan keperawatan yang dibuat untuk An. K dengan
diagnosa Gangguan rasa nyaman : nyeri akut berhubungan dengan
diskontinuitas jaringan adalah, Kaji karakteristik dan skala nyeri, atur
posisi yang nyaman bagi klien, anjurkan teknik rileksasi dan distraksi,
kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi yaitu ketorolac 3 x 20
mg (NANDA, 2013).
Tindakan keperawatannya yaitu, mengkaji karakteristik dan
skala nyeri. Mengajarkan teknik rileksasi dan distraksi nafas dalam
dan distraksi dengan bermain game di hp. Implementasi tersebut
dilakukan dengan tujuan agar gangguan rasa nyaman nyeri teratasi.
Berdasarkan salah satu tindakan yang dilakukan oleh penulis
pada An. K yaitu dengan memberikan terapi distraksi dan relaksasi
nafas dalam. Dalam jurnal surgical removal of the appendix. Untuk
terapi non farmakologis untuk mengatasi rasa nyeri yang dilakukan
47
yaitu dengan cara distraction (pengalihan) dengan cara mengalihkan
rasa nyeri dengan mendengarkan music,bermain game atau dengan
aktivitas. Cara ini efektif dilakukan kepada anak-anak. Menurut
penelitian Zees (2012), mengenai terapi relaksasi terhadap respon
nyeri pada pasien apendektomi di Ruang G2 lantai II kelas III BLUD
RSU Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Quasi eksperimen
dengan menggunakan uji statistik "t-test" pada 30 pasien apendektomi
yang dirawat pada hari kedua dan ketiga dengan accidental sampling
menunjukkan bahwa ada pengaruh tehnik relaksasi terhadap respon
adaptasi nyeri pada pasien tersebut. Penerapan tehnik relaksasi untuk
menurunkan nyeri pada pasien post appendectomy perlu ditingkatkan
oleh perawat pelaksana (Zees, 2012). Sesuai jurnal ini penulis
melakukannya kepada pasien untuk mengurangi rasa nyeri pada klien
sesuai dengan diagnose gangguan rasa nyaman nyeri. Pada evaluasi
keperawatannya yaitu masalah teratasi dengan hasil, klien mengatakan
nyeri berkurang , Skala nyeri yang dirasa 3 (ringan), masalah teratasi
dan intervensi dapat dihentikan.
4.1.2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian ditemukan
beberapa data sebjektif dan data objektif, yaitu klien mengatakan nafsu
makan berkurang saat dirawat di RS, klien hanya makan 1-2 sendok
makan.Data objjektif : BB sebelum sakit : 35 kg BB saat sakit 27 kg
TB : 125 cmKebutuhan nutrisi An. K berada pada garis di bawah/< - 2
dimana <-2 masuk dalam klasifikasi kurus.
Pada Teori Wong tidak disebutkan diagnosa keperawatan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di diagnosa
klien pasca operasi apendisitis, hal ini dikarenakan klien sudah
mengalami gangguan ini sebelum di bawa ke Rumah Sakit, sehingga
diagnosa ini tetap dimunculkan karena terjadinya penurunan berat
badan yang sangat signifikan dalam waktu 3 minggu, dengan berat
48
badan An. K sebelumnya adalah 35 kg, dan selam asakit berat badan
An. K menjadi 27 kg. hal ini sudah terbukti berdasarkan bagan Berat
badan menurut tinggi badan anak perempuan usia 2 – 5 tahun pada
buku bagan MTBS didapatkan An. K berada pada garis di bawah/< - 2
dimana <-2 masuk dalam klasifikasi kurus. Dari hal tersebut maka
penulis mengangkat diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh.
Rencana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan Timbang
berat badan klien, jelaskan kepada keluarga tentang penyebab
malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan
makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis sumber makanan
ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien, berikan asupan
manakanan yang bergizi (NANDA 2013).
Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah menjelaskan
kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi
pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang,
tunjukkan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial
ekonomi klien. Ef: ibu klien mau mengikuti saran perawat.
Memberikan diiet sesai kebutuhan :Ef: klien mendapatkan diit nasi,
sayur dan pauk.
Dari hasil evaluasi pada diagnosa kedua ditemukan data
subjejktif dan objektif yaitu : ibu klien mengatakan klien mau makan
banyak hari ini, nafsu makan baik. Data objektif yang didapat klien
tampak meghabiskan 1 porsi makanan, BB : 27,5 kg, TB : 125 cm.
masalah ini teratasi sebagian sehingga penulis tetap menganjurkan ibu
klien untuk mempertahankan asupan nutrisi yang baik.
4.1.3 Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik.
Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian ditemukan
beberapa data objektif dan subjektif, yaitu: klien mengatakan belum
mandi selama dirawat di RS, dan data objektif: Tampak kusam, kulit
49
kering, dan berminyak, kepala tampak kotor, bau, lidah kotor, gigi
tampak kotor.nafas berbau.
Damayanti (2008) dalam jurnalnya yang berjudul Efektifitas
Tindakan Personal Hygiene Terhadap Tingkat Kepuasaan Pasien
Imobilisasi di RS Mardi Rahayu Kudus menyebutkan bahwa pasien
imobilisasi memerlukan bantuan orang lain dalam memenuhi
kebutuhan fisiknya, termasuk dalam hal perawatan diri atau personal
hygiene Perawat dalam memberikan pelayanan personal hygiene harus
mempunyai keinginan agar hasil yang dicapai dapat memuaskan
pasien. Oleh sebab itu informasi kepuasan pasien mutlak untuk
diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektifitas
tindakan personal hygiene terhadap tingkat kepuasan pasien imobilisasi
serta mengidentifikasi perbedaan tingkat kepuasaan pasien imobilisasi
di Rumah Sakit Mardi Rahayu.
Rencana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan yaitu, Kaji
membran mukosa dan kebersihan tubuh, ajarkan keluarga penggunaan
metode alternatif untuk mandi dan higiene oral, fasilitasi pasien
menyikat gigi, bantuan perawatan diri (mandi) (NANDA, 2013).
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah mengkaji
membran mukosa dan kebersihan tubuh dengan ef : kulit lengket,
tampak berdaki, gigi kotor, mulut berbau. Mengajarkan keluarga
penggunaan metode alternatif untuk mandi dan higiene oral, dengan
ef : ibu klien menyimak apa yang disampaikan perawat. Memfasilitasi
pasien menyikat gigi dengan ef : gigi bersih, nafas tidak
berbau.Mengajarkan keluarga serta memfasilitasi untuk memandikan
klien, dengan ef : tubuh klien bersih, tidak lengket, ibu menyimak apa
yang diajarkan perawat
Hasil evaluasi yang didapat data subjektif klien mengatakan
lebih segar dan wangi. Data subjektif yang didapat klien tidak tampak
kusam, kulit lembab, lidah tidak kotor, gigi tampak bersih, nafas tidak
berbau. Masalah ini teratasi sehingga dapat menghentikan intevensi.
50
4.1.4 Resiko Infeksi berhubungan dengan post de entry
Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian ditemukan
beberapa data objektif, yaitu: terdapat luka operasi pada bagian
abdomen (panjang luka insisi 11 cm, tampak kemerahan disekitar
jahitan, tidak ada pus) leukosit 3,4 ribu/µl.
Sesuai dengan teori Ting, dkk (2010) bahwa penyembuhan luka
terbagi menjadi 4 fase, fase kedua yaitu fase inflamasi dimana proses
ini terjadi pada hari 2-4, fase inflamasi mempunyai prioritas fungsional
yaitu menggalakkan hemostasis, menyingkirkan jaringan mati, dan
mencegah infeksi oleh bakteri patogen terutama bakteria. Pada fase ini
platelet yang membentuk klot hematom mengalami degranulasi,
melepaskan faktor pertumbuhan seperti platelet derived growth factor
(PDGF) dan transforming growth factor ß(βTGF), granulocyte colony
stimulating factor (G-CSF), C5a, TNFα, IL-1 dan IL-8. Leukosit
bermigrasi menuju daerah luka. Terjadi deposit matriks fibrin yang
mengawali proses penutupan luka. Karena merupakan hari ketiga post
operasi maka fase inflamasi adalah fase yang tepat yang saat ini
dirasakan klien dan telah sesuai dengan penyembuhan luka yang
dialami klien.
Rencana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan yaitu, Awasi
tanda vital. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatn luka
aseptic. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka,
adanya eritema. Berikan informasi yang tepat dan jujur pada pasien
(NANDA, 2013).
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah memeriksa
tanda-tanda vital dengan Ef : TD : 100/70, RR: 32 x/menit, HR: 90
x/menit, S: 36 . Mengganti balutan luka dengan Ef : klien meringis
kesakitan ketika dilakukan perawatan luka. Melihat insisi dan balutan.
Dengan Ef : luka tampak sudah kemerahan di sekitar jahitan, kering,
tidak ada pus. Memberikan obat antibiotik ceftazidime 500 mg dan
metronidazol 250 mg dengan Ef : tidak ada tanda-tanda alergi, obat
diberikan melalui bolus.
51
Hasil evaluasi yang didapat data objektif TTV/ TD: 100/80, RR:
26 x/menit, HR: 82 x/menit, S: 36,3 ⁰C, Terdapat luka operasi dengan
panjang luka insisi 11 cm, tampak bersih, tidak ada pus, luka jahitan
kering. Masalah teratasi sehingga intervensi dapat dihentikan.
4.1.5 Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan Kurang pengalaman
Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian ditemukan
beberapa data subjektif dan objektif, yaitu: ibu klien mengatakan
kurang mengetahui tentang penyakitnya, klien mengatakan tidak
mengetahui asal muasal penyakitnya, Ibu klien mengatakan ingin
mengetahui dan melaksanakan cara mencegah terjadinya appendicitis
agar dapat terhindar dari apendisitis, ibu klien mengatakan belum
mengetahui cara merawat luka klien saat dirumah, Ibu klien selalu
bertanya bagaimana cara mengganti balutan, Ibu klien mengungkapkan
ketertarikan belajar membersihkan luka dan data objektif : ibu klien
selalu bertanya terhadap proses penyakit.
Rencana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan yaitu, Berikan
edukasi kesehatan tentang penyakit apendisitis dan perawatan luka,
Berikan panduan system kesehatan, Pelindungan infeksi (NANDA,
2013).
Pada diagnose kelima yaitu defisiensi pengetahuan berhubungan
dengan Kurang pengalaman dilakukan implementasi sesuai dengan
NANDA (2013). Penulis Memberikan penyuluhan kesehatan tentang
penyakit apendisitis dan perawatan post operasi apendektomi pada
tanggal 13 Februari sesuai dengan kontrak yang telah dibuat
sebelumnya dengan klien dan keluarga. Penyuluhan ini dilakukan di
rumah klien. Setelah dilakukan penyuluhan tentang apendisitis.
Penulisa juga memberikan panduan system pelayanan kesehatan
apabila terjadi masalah kesehatan dengan harapan abaila ada keluarga
yang sakit dapat segera ditangani. Kemudian memberikan perlindungan
infeksi dengan cara memberikan adukasi cuci tangan yang benar.
52
Hasil evaluasi yang didapat data Subjektif: ibu klien mengetahui
apa itu apendisiti, tanda gejala dari apendisitis, dan cara penangan dari
apendisitis, dan data objektif, ibu klien dank lien menjawap 4 dari 5
pertanyaan tentang apendisitis dengan demikian masalah terartasi dan
intervensi dapat dihentikan.
4.1.6 Kesiapan untuk meningkatkan konsep diri
Diagnosa ini muncul karena pada saat pengkajian ditemukan
beberapa data subjektif dan objektif, yaitu: Klien mengatakan tidak
merasakan malu dan klien mengatakan masih percaya diri dengan
adanya operasi di daerah abdomennya. Dan data objektif yang didapat,
klien tampak rileks.
Rencana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan yaitu,
Lakukan peningkatan citra tubuh. Peningkatan kesadaran diri.
Peningkatan harga diri (NANDA, 2013)
Pada diagnose yang ke enam kesiapan untuk meningkatkan
konsep diri diagnose sejahtera ini ditegakkan untuk meningkatkan
konsep diri pada klien sesuai dengan NANDA 2013. Intervensi untuk
diagnose ini dilakukan pada tanggal 14 Februari 2015 dengan
melakukan Memantau pernyataan pasien tentang harga diri,
menentukan kepercayaan diri pasien terhadap penilaian sendiri dan dari
hasil pemantauanklien tampak percaya diri, kemudian penulis
memberikan dorongan yang positif pada pasien dan terlihat hasil
evaluasinyaklien tidak malu dengan teman bermainnya, lalu gali
pencapaian sebelumnya dan memberikan penghargaan atau pujian
kemajuan pasien kearah pencapaian tujuan dan hasil evaluasi klien
tidak minder dengan adanya luka post operasi pada daerah abdomen.
Pada pertemuan berikutnya intervensi dihentikan.
Dalam proses menyelesaikan asuhan keperawatan ini tidak
mengalami hambatan dalam melakukan intervensi karena klien dan
keluarga klien sangat kooperatif dan mau melakukan peningkatan
kesejahteraan yang disarankan oleh penulis.
53
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Pada An. K didapatkan pengakajian data fokus sebagai berikut yaitu
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tidak simetris,
distensi abdomen, terdapat luka operasi (panjang luka insisi 11 cm,
tampak bersih, tidak ada pus), tampak meringis ketika menggerakan
bagian perut, klien tampak meminimalisir gerakan pada bagian
abdomen. Pada ekstremitas didapatkan data pergerakan kurang aktif,
kekuatan otot tangan ka/ki : 4/4, tungkai ka/ki : 4/4. Data yang
didapatkan sesuai dengan teori Siahaan (2009) dan Jensen (2011)
perihal kondisi pasca operasi yang telah dijabarkan pada
pembahasan.
5.1.2. Setelah data terkumpul ditemukan enam masalah atau diagnosa yang
terjadi yaitu Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan
diskontinuitas jaringan, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, defisit perawatan
diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik, resiko Infeksi
berhubungan dengan post de entry, defisiensi pengetahuan
berhubungan dengan Kurang pengalaman, kesiapan untuk
meningkatkan konsep diri. Diagnosa nutrisi tidak terdapat dalam
Wong (2008) namun tetap diangkat karena kondisi klien yang sudah
masuk klasifikasi kurus dalam MTBS sebelum dirawat di Rumah
Sakit.
54
5.1.2 Kemudian intervensi direncanakan, setelah itu melaksanakan semua
intervensi yang sudah direncanakan yaitu memantau tanda-tanda
vital An. K, melakukan teknik rileksasi dan nafas dalam, lalu
memandikan klien, selanjutnya memberikan obat via i.v, serta
dilakukan perawatan luka.
5.1.4 Pada tahap implementasi tidak mengalami hambatan karena keluarga
klien dank lien sangat kooperatif, sehingga seluruh implementasi
dapat dilakukan dengan baik.
5.1.5 Pada evaluasi untuk keempat diagnosa belum teratasi. Pengkajian
yang telah dilakukan pada tanggal 11-02-2015 sampai dengan
dilakukan asuhan keperawatan pada tanggal 16-02-2015, intervensi
sempat terputus karena pada tanggal 15-02-15 tidak dapat dilakuan
home visit karena klien beserta keluarga pergi berrekreasi dengan
keluarga, sehingga intervensi dilanjutkan lagi pada tanggal 16-02-15
di rumah klien.
5.2 Saran
5.2.4 Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)
Diharapkan implementasi yang sudah dilakukan secara
nonfarmakologi untuk mengatasi nyeri, defisit pengetahuan dan resiko
infeksi dapat diterapkan kepada klien selain intervensi yang secara
farmakologi.
5.2.5 Bagi Profesi Keperawatan
Sebaiknya para perawat memiliki tanggung jawab dan keterampilan
yang lebih baik lagi, lebih cermat dalam memberikan asuhan
keperawatan dengan tidak melupakan mengkaji konsep diri pada
seorang anak untuk meningkatkan konsep diri pada seorang anak.
Perubahan yang terjadi pada tubuh anak dapat mempengaruhi konsep
diri pada seorang anak, serta mampu menjalin kerjasama dengan
pasien dan keluarga pasien.
55
DAFTAR PUSTAKA
Arvin, Behrman, K. (2000). Ilmu Kesehatan Anak edisi 15. Jakarta: EGC
Bets, Cecily L & Sowden, Linda A. (2009). Buku saku keperawatan pedriatric.
Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta:
EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006
BPS Statistik Indonesia. (2010). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia.
www.depkes.go.id/downloads/Buletin%20 Lansia .pdf . Tanggal 12Februari
2015.
Doengoes, M,E. (2000). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
Damayanti. (2008).Efektifitas Tindakan Personal Hygiene Terhadap Tingkat
Kepuasaan Pasien Imobilisasi di RS Mardi Rahayu Kudus.
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=0CD8
QFjAE&url=http%3A%2F%2Feprints.undip.ac.id
%2F10597%2F1%2Fartikel.doc&ei=CKO5VLbiNcrc8AX0hICwDA&usg=
AFQjCNFIqQ2pmyeOFGj3r3kxzl4E8n-
OPg&sig2=OW_a9q1fftnDSZteCYeP8A&bvm=bv.83829542,d.dGc.
Diunduh pada tanggal 12 Februari 2015, pukul 06.30 WIB
Fida dan Maya. (2012).Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: D-Medika.
Masoenjer, dkk (2002).Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: TIM
Nanda (2013). Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 9. Jalarta : EGC
56
Santacroce, R & Craig, S. (2006).
Appendicitis.http://www.emedicine.com/topic41.diunduh pada tanggal 12
Februari 2015
Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Wong, Donna L (2008).Buku Ajar Keperawatan Pedeatrik Wong.Edisi 6.Jakarta:
EGC
Yatim, Faisal. (2010). 30 Gangguan Kesehatan Anak Pada Usia Sekolah. Jakarta:
Pustaka Populer Obor.
Zees, Rini S. (2012). Pengaruh Tehnik Rileksasi Terhadap Respon Adaptasi Nyeri
Pada Pasien Apendektomi di Ruang G2 Lantai II Kelas III Blud RSU
PROF. DR. H. Aloei Kota Gorontalo. Vol 5(3). Diunduh pada tanggal11
Februari 2015.
/
57