Upload
ayah-hanna
View
530
Download
23
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hidup penuh dengan risiko yang terduga maupun tidak terduga,
oleh karena itulah kita perlu memahami tentang asuransi. Beberapa
kejadian alam yang terjadi pada tahun-tahun belakangan ini dan
memakan banyak korban, baik korban jiwa maupun harta, seperti
mengingatkan kita akan perlunya asuransi. Bagi setiap anggota
masyarakat termasuk dunia usaha, resiko untuk mengalami
ketidakberuntungan (misfortune) seperti ini selalu ada. Dalam rangka
mengatasi kerugian yang timbul, manusia mengembangkan mekanisme
yang saat ini kita kenal sebagai asuransi.
Fungsi utama dari asuransi adalah sebagai mekanisme untuk
mengalihkan resiko (risk transfer mechanism), yaitu mengalihkan resiko
dari satu pihak (tertanggung) kepada pihak lain (penanggung).
Pengalihan resiko ini tidak berarti menghilangkan kemungkinan
misfortune, melainkan pihak penanggung menyediakan pengamanan
finansial (financial security) serta ketenangan (peace of mind) bagi
tertanggung. Sebagai imbalannya, tertanggung membayarkan premi
dalam jumlah yang sangat kecil bila dibandingkan dengan potensi
kerugian yang mungkin dideritanya.
Pada dasarnya, polis asuransi adalah suatu kontrak yakni suatu
perjanjian yang sah antara penanggung (dalam hal ini perusahaan
asuransi) dengan tertanggung, dimana pihak penanggung bersedia
menanggung sejumlah kerugian yang mungkin timbul dimasa yang
akan datang dengan imbalan pembayaran (premi) tertentu dari
tertanggung.1
Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992, yang dimaksud
dengan asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri
1
pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan
penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan
suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Agar suatu kerugian potensial (yang mungkin terjadi) dapat
diasuransikan (insurable) maka harus memiliki karakteristik: 1)
terjadinya kerugian mengandung ketidakpastian, 2) kerugian harus
dibatasi, 3) kerugian harus signifikan, 4) rasio kerugian dapat
terprediksi dan 5) kerugian tidak bersifat katastropis (bencana) bagi
penanggung.
Timbul pertanyaan; kematian adalah sesuatu yang pasti, mengapa
bisa diasuransikan? Meski merupakan sesuatu yang mengandung
kepastian, namun kapan tepatnya saat kematian seseorang berada
diluar kendali orang tersebut. Sehingga saat terjadinya peristiwa
kematian yang betul-betul mengandung ketidakpastian inilah yang
menyebabkannya insurable. Ada dua bentuk perjanjian dalam
menetapkan jumlah pembayaran pada saat jatuh tempo asuransi yaitu:
kontrak nilai (valued contract) dan kontrak indemnitas (contract of
indemnity). Kontrak nilai adalah perjanjian dimana jumlah
pembayarannya telah ditetapkan dimuka. Misal, nilai Uang
Pertanggungan (UP) pada asuransi jiwa. Kontrak indemnitas adalah
perjanjian yang jumlah santunannya didasarkan atas jumlah kerugian
finansial yang sesungguhnya. Misal, biaya perawatan rumah sakit.
Dalam hal perusahaan asuransi berusaha menekan kemungkinan
kerugian yang fatal/besar, maka dapat mengalihkan resiko kepada
perusahaan asuransi lain. Hal ini disebut reasuransi; perusahaan yang
menerima reasuransi dinamakan reasuradur.
2
Selain kelima karakteristik diatas, sebelum dapat diasuransikan,
maka perusahaan asuransi harus mempertimbangkan insurable interest
dan anti seleksi. Insurable interest berkaitan dengan hubungan antara
tertanggung dengan penerima santunan/manfaat – dalam hal terjadi
kerugian potensial. Contoh, perusahaan asuransi tidak akan menjual
polis asuransi kebakaran kepada pihak selain pemilik gedung yang
diasuransikan. Insurable interest dlm contoh ini adalah kepemilikan
terhadap sesuatu yang diasuransikan. Begitu pula hubungan keluarga,
keterkaitan financial yang beralasan, juga merupakan bentuk insurable
interest. Yang dimaksud anti seleksi (kontra seleksi) mengacu pada
adanya kecenderungan lebih besar untuk ikut asuransi karena memiliki
tingkat resiko diatas rata-rata. Contoh, orang yang memiliki catatan
kesehatan buruk atau resiko pekerjaan berbahaya cenderung mau
membeli asuransi. Untuk mengurangi akibat anti seleksi, perusahaan
asuransi harus dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasi potensi
resiko atau kerugian. Proses identifikasi dan klasifikasi tingkat resiko itu
disebut underwriting atau seleksi resiko. Namun bukan berarti anti
seleksi menyebabkan pengajuan asuransinya ditolak, karena bagi
tertanggung dengan resiko kerugian diatas rata-rata dapat dikenakan
premi sub standar (premi khusus) disebabkan resikonya sub standar
(resiko khusus) kecuali jika kemungkinan kerugiannya jauh lebih tinggi,
mungkin permohonan asuransinya ditolak.
B. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan maksud agar kita lebih mengenal
dasar-dasar mengenai asuransi kesehatan. Sehingga kita mudah
menyelami seluk beluk yang berlaku didalamnya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Asuransi Kesehatan
Salah satu definisi yang cukup komprehensif tentang suatu
asuransi adalah yang dikemukakan oleh Athern (1960) yaitu sebagai
berikut :
“Asuransi adalah suatu instrument social yang menggabungkan
resiko individu menjadi resiko kelompok dan menggunakan dana yang
dikumpulkan oleh kelompok tersebut untuk membayar kerugian yang
diderita. Esensi asuransi adalah suatu intrumen social yang melakukan
kegiatan pengumpulan dana secara sukarela, mencakup kelompok
resiko dan setiap individu atau badan yang menjadi anggotanya
mengalihkan resikonya kepada seluruh kelompok”
Adapun, Black dan Skipper (1994) menyampaikan ada dua
komponen penting dalam asuransi kesehatan, yaitu transfer resiko dari
individu kepada kelompok dan berbagi kerugian (sharing of losses)
diantara anggota kelompok. Berdasarkan pengertian tersebut, mereka
mendefinisikan asuransi kesehatan sebagai berikut :
“…a social insurance where by individuals transfer the financial
risks associated with loss of health to group of individuals, and which
involves the accumulation of funds by the group from these individuals
to meet the uncertain financial losses from an illness or for prevention of
an illness”.
Asosiasi Asuransi Kesehatan Amerika (Health Insurance
Association of America/HIAA) mendefinisikan asuransi kesehatan
sebagai :
“…Plan of risk management that, for a price, offers the insured an
opportunity to share the costs of possible economic loss through an
entity called an insurer. An insurer is a party to the insurance contract
4
that promises to pay losses of benefits. Also, any corporation engageg
in the business of furnishing insurance to the public”.
Definisi HIAA ini menjelaskan asuransi merupakan manajemen
paket resiko yang mengandung unsure transfer resiko dengan
membayar premi atau iuran untuk berbagi resiko dan pembayaran
kerugian atau paket pelayanan oleh asuradur. Dalam definisi diatas
disebutkan bahwa asuradur dapat berbentuk perusahaan atau badan
lain yang menerima dan mentransfer resiko. Oleh karenanya, sebuah
Health Maintenance Organisation (HMO) termasuk dalam kategori
insurer.
Selanjutnya, Undang-undang Republik Indonesia No.2/1992
tentang asuransi memberikan definisi asuransi sebagai berikut :
“…Asuransi adalah perjanjian antara kedua belah pihak atau lebih
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung,
dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, kehilangan,
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum terhadap
pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yan gtimbul dari
suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan”.
B. Prinsip & Mekanisme Asuransi Kesehatan
1. Prinsip Asuransi Kesehatan
Agar konsep operasional asuransi dapat berjalan dengan baik,
ada beberapa prinsip asuransi kesehatan yang perlu diperhatikan,
antara lain :
Asuransi kesehatan adalah suatu sistem pembiayaan
kesehatan yang berjalan berdasarkan konsep resiko.
Masyarakat bersama-sama menjadi anggota asuransi
kesehatan dengan dasar bahwa keadaan sakit merupakan
5
suatu kondisi yang mungkin terjadi dimasa mendatang sebagai
suatu resiko kehidupan. Sehingga dalam hal ini orang yang
jelas sakit tidak dapat membeli asuransi kesehatan komersial.
Dalam sistem asuransi kesehatan, resiko sakit secara
bersama-sama ditanggung oleh peserta dengan membayar
presmi ke suatu perusahaan. Dengan kata lain, fungsi asuransi
adalah (1) mentransfer resiko dari satu individu ke suatu
kelompok dan (2) membagi bersama jumlah kerugian dengan
proporsi yang adil oleh seluruh anggota kelompok.
Usaha asuransi kesehatan harus berdasarkan pada
manajemen resiko yang mempunyai proses sebagai berikut :
menentukan tujuan, identifikasi resiko, evaluasi resiko, mencari
penanganan resiko, melaksanakan usaha pengurangan resiko
dan melakukan evaluasi. Dengan manajemen resiko ini, dapat
ditarik kesimpulan bahwa bila anggota suatu sistem asuransi
kesehatan sebagian besar anggotanya mempunyai resiko
besar, maka presmi yang harus dibayar oleh para anggota
menjadi lebih besar.
2. Mekanisme Asuransi Kesehatan
Prinsip dasar penyelenggaraan asuransi kesehatan sebenarnya
mirip dengan prinsip gotong royong, tetapi dengan besar kontribusi
dan pertanggungan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dasar
mekanisme ini adalah the law of large number atau hukum bilangan
besar. Sesuatu kejadian yang tidak pasti (uncertain) pada tingkat
perorangan atau rumah tangga menjadi hampir pasti pada tingkat
populasi yang besar.
Dalam perkembangannya, mekanisme asuransi kesehatan
telah berproliferasi sehingga kita dapatkan berbagai bentuk asuransi
kesehatan di pasaran dunia. Bentuk modern pada awal
perkembangannya, umumnya berupa transfer resiko dengan
6
pertanggungan pernggantian biaya (reimbursement). Resiko yang
dipertanggungkan mulanya terbatas pada suatu resiko tertentu,
seperti kecelakaan diri, perawatan rumah sakit dan tindakan bedah.
Kemudian pertanggungan berkembang menjadi pertanggungan
komprehensif. Model asuransi kesehatan tersebut kemudian
menimbulkan maslaah pembiayaan karena “overutilisasi” dan
tingginya inflasi biaya kesehatan. Hal ini dapat dimengerti karena
adanya kecenderungan pemegang polis menggunakan pelayanan
berlebihan dan tidak menggunakan pelayanan kesehatan secara
benar. Dokter atau Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) cenderung
memberikan pelayanan kesehatan yang berlebihan, kadang juga
melakukan tindakan dan pemeriksaan yang berlebihan karena
dibayar dengan sistem fee for service. Terakhir, konsumen terdapat
pada posisi ignorance yang praktis tidak memiliki informasi yang
cukup mengenai kesehatan dan pelayanan yang akan mereka terima
dari PPK.
3. Bentuk-bentuk Asuransi Kesehatan
Bentuk asuransi kesehatan yang berkembang sampai sekarang
dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu bentuk sauransi kesehatan
dengan sistem reimbursement dan bentuk asuransi kesehatan
managed care dengan sistem pelayanan kesehatan oleh jaringan
PPK. Untuk bentuk asuransi kesehatan tradisional menggunakan
pola hubungan bipartite, yaitu pola hubungan dua arah antara
peserta dengan pihak penyelenggara asuransi kesehatan sebagai
penanggung resiko. Pola hubungan bipartite, yaitu pola hubungan
dua arah antara peserta dengan pihak penyelenggara asuransi
kesehatan sebagai penanggung resiko. Pola hubungan bipartite,
yaitu pola hubungan dua arah antara peserta dengan pihak
penyelenggara asuransi kesehatan sebagai penanggung resiko. Pola
hubungan bipartite dapat digambarkan sebagai berikut :
7
Gambar 1. Pola Hubungan Bipartit
Sedangkan untuk bentuk asuransi kesehatan managed care,
menggunakan pola hubungan tripartite, yaitu hubungan antara
peserta, penyelenggara asuransi kesehatan dan pihak pemberi
pelayanan kesehatan yang telah dikontrak oleh pihak penyelenggara
asuransi kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada
peserta. Pola hubungan seperti ini dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 2. Pola Hubungan Tripartit
C. Perbedaan Asuransi Kesehatan Tradisional dan Managed Care
Asosiasi Ahli Kesehatan Amerika (Health Insurance Association of
America/HIAA) dalam buku Managed Care part A, 1997, menjelaskan
perbedaan asuransi kesehatan tradisional dengan Managed Care
seperti dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
No. Traditional Insurance Managed Care
1. Bebas memilih dokter atau
provider
Peserta harus berobat melalui
health provider yang telah
ditentukan
2. Fee for service dengan
reimbursement
Pembayaran ke provider
berdasarkan prospective
payment system (kapitasi) dan
8
PREMI
PELAYANAN BIAYA PELAYANAN
PREMI
GANTI RUGI
PESERTAPENYELENGGARA
ASURANSI KESEHATAN
PESERTAPENYELENGGARA
ASURANSI KESEHATAN
PROVIDER/PEMBERI PELAYANAN KESEHATAN
atau negotiated discount rate
yang telah disetujui
3. Tidak ada integrasi / kesatuan
fungsi keuangan / pembiayaan
dan pelayanan kesehatan
Ada kesatuan / integrasi antara
fungsi keuangan dan palayanan
kesehatan
4. Pihak asuransi menganggung
semua resiko
Adanya risk sharing antara
health provider dan insurer
5. Tidak ada interest dan tidak
concerned untuk melaksanakan
pemantauan
Aktif memantau kualitas dan
kelayakan pelayanan kesehatan
6. Relative lebih sulit karena ada
unsur out of pocket money
untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan
Relative lebih mudah
memasarkan terutama bagi
segmen pasar perdagangan
menengah kebawah karena
tanpa atau sedikit out of pocket
money
7. Relative lebih cepat
persiapannya dan lebih mudah
pelaksanaannya
Pelaksanaan dan pengelolaan
lebih sulit dan memerlukan
waktu persiapan yang lebih lama
untuk memulai program
Managed Care
8. Pengaturan reasuransi lebih
mudah karena sebagian besar
reasuradur telah
melaksanakannya
Pengaturan reasuransi managed
care relative lebih sulit karena
belum semua reasuradur familiar
dengan produk ini
D. Pelayanan Kesehatan Dan Model Utilisasi
1. Pelayanan Kesehatan
Menurut Levey dan Loomba (1973) yang dimaksud dengan
pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan
sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
9
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang,
keluarga, kelompok, dan masyarakat
Pelayanan kesehatan merupakan suatu produk jasa yang unik
jika dibandingkan dengan produk jasa lainnya. Hal ini disebabkan
karena pelayanan kesehatan memiliki tiga cirri utama, yaitu :
a. Uncertainty.
Artinya adalah pelayanan kesehatan bersifat tidak bisa
dipastikan baik waktunya, tempatnya, besarnya biaya yang
dibutuhkan maupun tingkat urgensi dari pelayanan tersebut.
b. Asymetri of information.
Asymetri of information adalah suatu keadaan tidak seimbang
antara pengetahuan pemberi pelayanan kesehatan (PPK :
dokter, perawat, dsb) dengan pengguna atau pembeli jasa
pelayanan kesehatan. Ketidakseimbangan informasi ini meliputi
informasi tentang butuh tidaknya seseorang akan suatu
pelayanan, tentang kualitas suatu palayanan, tentang harga dan
manfaat dari suatu pelayanan. Karena pembeli jasa
pelayanan/pasien kurang informasi (customer ignorance), maka
pasien pun menyerahkan sepenuhnya kepada dokter yang
bertindak terhadap dirinya. Dampak dari hal ini adalah apabila
dokter tersebut hanya berorientasi terhadap uang dibandingkan
dengan tugas mulianya, maka bisa jadi dokter tersebut
memberikan pelayanan yang sebetulnya tidak diperlukan
(supply induce demand/moral hazard) atau bisa jadi dia
memberikan pelayanan dengan kualitas rendah.
c. Externality.
Externality menunjukkan bahwa pengguna jasa dan bukan
pengguna jasa pelayanan kesehatan dapat bersama-sama
menikmati hasilnya. Demikian juga resiko kebutuhan pelayanan
kesehatan tidak saja menimpa diri pembeli tetapi juga pihak lain
10
mungkin terpapar oleh faktor resiko yang menimbulkan
penyakit. Contoh klasik adalah konsumsi rokok yang
mempunyai resiko lebih besar justru bukanlah perokok. Mereka
yang tidak membeli rokok dan tidak menghisap rokok dapat
terkena resiko sakit akibat asap rokok. Karena cirri khas inilah,
pelayanan kesehatan membutuhkan subsidi dari publik atau
pemerintah dalam berbagai bentuk (Thabrany, 2000).
Selain itu pelayanan kesehatan juga memiliki sifat khusus yaitu
bahwa baik pihak provider maupun tertanggung jarang
mempertimbangkan aspek-aspek biaya, selama itu menyangkut
masalah penyembuhan. PPK mendapat kemudahan untuk
mempraktekkan pengetahuan secara efektif dan sekaligus
mendapatkan keuntungan finansial dari seluruh tindakan medis
maupun perawatan yang dilakukan. Di lain pihak, tertanggung yang
tidak secara langsung terbebani biaya, terutama model managed
care, sehingga tidak terlalu concern masalah pembiayaan
kesehatan. Tidak heran bila di Amerika dikenal apa yang disebut
the law of medical money yang berarti bahwa hukum mengatakan
berapapun jumlah uang yang tersedia untuk pelayanan kesehatan
akan selalu habis mengingat kebutuhan para konsumen dan
keinginan para pemberi pelayanan kesehatan akan selalu
disesuaikan dengan uang yang tersedia.
2. Utilisasi Pelayanan Kesehatan
Informasi tentang utilisasi pelayanan kesehatan sangat
dibutuhkan oleh pihak manajemen pelayanan kesehatan, baik
ditingkat pusat maupun daerah. Dalam bisnis asuransi kesehatan
informasi tingkat utilisasi pelayanan merupakan faktor kritis untuk
dapat mengelola perusahaan secara baik. Dengan diketahui pola
utilisasi pelayanan kesehatan, pola pemberian pelayanan kesehatan,
dan pembiayaan kesehatan membuktikan pihak asuradur utnuk
11
merancang paket jaminan kompetitif, dalam arti harga, tetapi sesuai
dengan kebutuhan medis konsumen baik individu maupun kelompok.
Yang terpenting, bagaimana mengembangkan benefit pelayanan
yang dapat digunakan secara pas dengan kebutuhan medis
pemegang polis. Untuk inilah review utilisasi pada perusahaan
asuransi kesehatan menjadi pilar penting survivalnya perusahaan.
Seperti yang disampaikan oleh Feldstein (1988), bahwa dengan
mengerti tentang utilisasi pelayanan kesehatan maka akan
memungkinkan semakin akuratnya upaya peningkatan pelayanan
kesehatan di masa depan. Artinya data dan informasi penggunaan
pelayanan kesehatan merupakan dokumen substansial untuk
merancang program pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan
mampu dibeli oleh masyarakat.
Peta pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat digunakan
untuk mengevaluasi sejauh mana efektivitas dan efisiensi dari
penyelenggaraan program pelayanan kesehatan. Dari hasil evaluasi
tersebut dapat digunakan sebagai masukan untuk perencanaan
bisnis asuransi kesehatan seperti : mengembangkan produk baru
yang kompetitif di pasar asuransi kesehatan. Pihak manajemen
dapat lebih akurat membaca peluang yang ada dan melakukan
alokasi sumber daya yang ada, baik itu alokasi sumber daya
manusia maupun alokasi keuangan.
Pemanfaatan pelyanan kesehatan adalah hasil dari proses
pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok.
Pengetahuan tentang faktor yang mendorong individu untuk membeli
pelayanan kesehatan merupakan informasi kunci untuk mempelajari
utilisasi pelayanan kesehatan. Mengetahui faktor-faktor yang
memperngaruhi pemanfaatan/ utilisasi.
Menurut Notoatmodjo (1993), perilaku pencarian pengobatan
adalah perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk
melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian
12
pengobatan di masyarakat terutama di Negara yang sedang
berkembang sangat bervariasi. Hal ini dapat dilihat sebagai: usaha-
usaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari pengobatan ke
fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan modern (puskesmas, perawat,
dokter praktek, rumah sakit, dll) maupun fasilitas pengobatan
tradisional (dukun, sinshe, dll).
3. Model-model Utilisasi Pelayanan Kesehatan
a. Model Andersen (1975)
Andersen mendeskripsikan model sistem kesehatan
merupakan suatu model kepercayaan kesehatan yang disebut
sebagai model perilaku pemnafaatan pelayanan kesehatan
(behavioral model of helath service utilization). Andersen
mengelompokkan faktor determinan dalam pelayanan kesehatan
ke dalam 3 kategori utama, yaitu: 1) karakteristik predisposisi, 2)
karakteristik kemampuan, dan 3) karakteristik kebutuhan.
1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristics)
Karakterisrik ini digunakan untuk menggambarkan fakta
bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan
menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal
ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan
dalam 3 kelompok, yaitu :
a. Ciri-ciri demografi, seperti: jenis kelamin, umur, dan status
perkawinan
b. Struktur sosial, seperti: tingkat pendidikan, pekerjaan,
hobi, ras, agama, dan sebagainya.
c. Kepercayaan kesehatan (health belief), sperti keyakinan
bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses
penyembuhan penyakit.
2. Karakteristik Kemampuan (Enabling Characteristics)
13
Karakteristik kemampuan (enabling characteristics) adalah
sebagai keadaan atau kondisi yang membuat seseorang
mampu untuk melakukan tindakan untuk memenuhi
kebutuhannya terhadap pelayanan kesehatan. Andersen (1975)
membaginya ke dalam 2 golongan, yaitu:
a. Sumber daya keluarga
Yang termasuk sumber daya keluarga adalah penghasilan
keluarga, keikutsertaan dalam asuransi kesehatan,
kemampuan membeli jasa pelayanan kesehatan, dan
pengetahuan tentang informasi pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan.
b. Sumber daya masyarakat
Yang termasuk sumber daya masyarakat adalah jumlah
sarana pelayanan kesehatan yang ada, jumlah tenaga
kesehatan yang ada, jumlah tenaga kesehatan yang
tersedia dalam wilayah tersebut, rasio penduduk terhadap
tenaga kesehatan, dan lokasi pemukiman penduduk.
Asumsi Andersen adalah semakin banyak sarana dan
jumlah tenaga kesehatan maka tingkat pemanfaatan
pelayanna kesehatan suatu masyarkat akan semakin
bertambah
3. Karakteristik Kebutuhan (Need characteristics)
Karakteristik kebutuhan, dalam hal ini merupakan
komponen yang paling langsung berhubungan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Andersen (1975)
menggunakan istilah kesakitan untuk mewakili kebutuhan
pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap suatu penyakit
merupakan bagian dari faktor kebutuhan. Penilaian kebutuhan
ini dapat dinilai dari dua sumber yaitu:
a. Penilaian individu (perceived Need)
14
Merupakan penilaian keadaan kesehatan yang dirasakan
oleh individu, besarnya ketakutan terhadap penyakit dan
hebatnya rasa sakit yang diderita.
b. Penilaian klinik (evaluated Need)
Merupakan penilaian beratnya penyakit oleh dokter yang
merwatnya. Hal ini tercermin antara lain dari hasil
pemeriksaan dan penentuan diagnosis penyakit oleh
dokter.
b. Model Zschock (1979)
Zschock menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi seseorang menggunakan pelayanan kesehatan,
yaitu :
1. Status Kesehatan, Pendapatan, Pendidikan
Faktor status kesehatan mempunyai hubungan yang erat
dengan penggunaan pelayanan kesehatan meskipun tidak
selalu dmeikian fenomenanya. Artinya, makin tinggi status
kesehatan, maka ada kecenderungan orang tersebut banyak
menggunakan pelayanan kesehatan. Tingkat pendapatan
seseorang yang tidak memiliki pendapatan dan biaya yang
cukup akan sangat sulit mendapatkan pelayanan kesehatan
meskipun dia sangat membutuhkan pelayanan tersebut.
Akibatnya adalah tidak terdapatnya kesesuaian antara
kebutuhan dan permintaan (demand) terhadap pelayanan
kesehatan. Disamping itu, tingkat pendidikan seseorang juga
akan mempengaruhi tingkat utilisasi pelayanan kesehatan.
Biasanya orang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih
tinggi akan mempunyai tingkat pengetahuan akan informasi
tentang layanan kesehatan yang lebih baik dan pada akhirnya
akan mempengaruhi status kesehatan seseorang.
2. Faktor Konsumen dan PPK
15
Provider sebagai pemebri jasa pelayanan kesehatan
mempunyai peranan yang lebih besar dalam menentukan
tingkat dan jenis pelayanan yang akan dikonsumsi bila
dibandingkan dengan konsumen sebagai pembeli jasa
pelayanan. Hal ini sangat menguntungkan provider melakukan
pemeriksaan dan tindakan yang sebenarnya tidak diperlukan
bagi pasien. Pada beberapa daerah yang sudah maju dan
sarana pelayanan kesehatan yang banyak, masayrakat dapat
menentukan pilihan terhadap provider yang sesuai dengan
keinginan konsumen/pasien. Tetapi bagi masyarakat dengan
sarana dan fasilitas kesehatan yang terbatas maka tidak ada
pilihan lain kecuali menyerahkan semua keputusan tersebut
kepada provider yang ada.
3. Kemampuan dan Penerimaan Pelayanan Kesehatan
Kemapuan membayar pelayanan kesehatan berhubungan
erat dengan tingkat pelayanan kesehatan. Pihak ketiga
(perusahaan asuransi) pada umumnya cenderung membayar
pembiayaan kesehatan tertanggung lebihbesar dibanding
dengan perorangan. Sebab itu, pada Negara dimana asuransi
kesehatan sosial lebih dominan atas komersial atau sistem
asuransi kesehatan nasional, peranan asuradur sangat penting
dalam menentukan penggunaan palyanan kesehatan.
4. Resiko Sakit dan Lingkungan
Faktor resiko dan lingkungan juga mempengaruhi tingkat
utilisasi palyanan kesehatan seseorang. Resiko sakit tidak akan
pernah sama pada setiap individu dan datangnya penyakit tidak
terduga pada masing-masing individu. Disamping itu, faktor
lingkungan sangat mempengaruhi status kesehatan individu
maupun masyarakat. Lingkungan hidup yang memenuhi
persyaratan kesehatan memberikan resiko sakit yang lebih
rendah kepada individu dan masayrakat.
16
c. Model Andersen dan Anderson (1979)
Andersen dan Anderson, menggolongkan model yang
dilakukan dalam penelitian utilisasi pelayanan kesehatan dalam 7
kategori berdasarkan tipe variabel yang digunakan sebagai faktor
yang menentukan dalam utilisasi pelayanan kesehatan yaitu :
1. Model Demografi (Demographic Model)
Pada model ini, variabel-variabel yang dipakai adalah
umur, seks, status perkawinan, dan besarnya keluarga.
Variabel ini digunakan sebgai ukuran atau indicator yang
mempengaruhi utilisasi pelayanan kesehatan.
2. Model Struktur Sosial (Social Structural Model)
Di dalam model ini, variabel yang dipakai adalah
pendidikan, pekerjaan, dan etnis. Variabel ini mencerminkan
status social dari individu atau keluarga dalam masyarakat,
yang juga dapat menggambarkan tingkat pemanfaatan
pelayanan kesehatan oleh masyarakat itu sendiri.
3. Model Sosial Psikologis (Social Psychological Model)
Dalam model ini, variabel yang dipakai adalah
penegtahuan, sikap, dan keyakinan individu dalam
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Variabel psikologi ini
mempengaruhi individu untuk mengambil keputusan dan
bertindak dalam menggunakan pelayanan kesehatan yang
tersedia.
4. Model Sumber Keluarga (Family Resource Model)
Dalam model ini variabel yang dipakai adalah pendapatan
keluarga dan cakupan asuransi kesehatan. Variabel ini dapat
mengukur kesanggupan dari individu atau keluarga untuk
memperoleh pelayanan kesehatan. Makin komprehensif paket
asuransi yang sanggup individu beli, makin menjamin
17
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dapat dikonsumsi oleh
individu.
5. Model Sumber daya Masyarakat (Community Resource Model)
Pada model ini variabel yang digunakan adalah
penyediaan pelayanan kesehatan dan sumber-sumber di dalam
masyarakat. Pada dasarnya mosel sumber daya masyarakat ini
adalah suplai ekonomis yang berfokus pada ketersediaan
seumber kesehatan pada masyarakat. Artinya, makin banyak
PPK yang tersedia, makin tinggi aksesibilitas masyarakat untuk
menggunakan pelayanan kesehatan.
6. Model Organisasi (Organization Model)
Pada model ini variabel yang digunakan adalah
pencerminan perbedaan bentuk-bentuk sistem pelayan
kesehatan. Biasanya variabel yang digunakan adalah :
a. Gaya (style) praktek pengobatan (sendiri, rekanan, atau
kelompok)
b. Sifat alamiah (nature) dari pelayanan tersebut (membayar
langsung atau tidak)
c. Lokasi pelayanan kesehatan (pribadi, rumah sakit, atau
klinik)
d. Petugas dari pelayanan kesehatan yang pertama kali
dikontak oleh pasien (dokter, perawat, atau yang lainnya)
7. Model Sistem Kesehatan
Model ini mengintegrasikan keenam model diatas ke
dalam suatu model yang lebih sempurna, sehingga apabila
dilaukan analisa terhadap penyediaan dan utilisasi pelayanan
kesehatan harus dipertimbangkan semua faktor yang
berpengaruh di
18
BAB III
KESIMPULAN
Asuransi kesehatan merupakan suatu produk jasa yang menawarkan
suatu bentuk pertanggungan khususnya dalam bentuk tanggungan
finansial saat seseorang bermasalah dengan status kesehatannya. Dan
bentuk produk asuransi yang berkembang saat ini adalah sistem managed
care, yang dalam pelaksanaannya, penyedia jasa asuransi kesehatan
melibatkan langsung pemberi pelayanan kesehatan yang terintegrasi pada
produk layanannya. Dari uraian diatas kita dapat mengetahui manfaat
asuransi kesehatan diantaranya ialah :
1. Memberikan jaminan perlindungan dari resiko-resiko yang diderita
satu pihak.
2. Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus
mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan
perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
3. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya
yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti / membayar
sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak
pasti.
4. Dasar bagi paa pihak bank untuk memberikan kredit karena bank
memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan
oleh peminjam uang.
5. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak
asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini
khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
6. Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha saat
ia mengalami kerugian.
19
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT. bahwa penulis
telah menyelesaikan tugas mata kuliah Asuransi Kesehatan dengan
membahas “Asuransi Kesehatan” dalam bentuk makalah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan
yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan
orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan
pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis
sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amiin.
Bengkulu, Juli 2013
Penyusun
20
ii
DAFTAR ISI
Cover
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar ..................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................... ii
BAB I Pendahuluan .............................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................ 1
B. Tujuan......................................................................... 3
BAB II Pembahasan ............................................................. 4
A. Definisi Asuransi Kesehatan ..................................... 4
B. Prinsip & Mekanisme Asuransi Kesehatan ............... 5
C. Perbedaan Asuransi Tradisional & Managed Care.... 8
D. Pelayanan Kesehatan & Model Utilisasi ................... 9
BAB III Kesimpulan................................................................ 18
Daftar Pustaka ...................................................................... 19
21
DAFTAR PUSTAKA
Abbas Salim. Dasar-dasar Asuransi, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1996.
Hasymi Ali, Bidang Usaha Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta 1995.
Mehr & Osler. Modern Life Insurance (the Mac Millan Coy, New
York).
Harold J. Hoflich. Asuransi di Negara UnderdeVeloped
(LPEM/UL 1961).
Harold J. Hoflich. Asuransi, Indonesia Insurance Monographs
(LPEM/UI, 1% 1).
Radiks Purba. Memahami Asuransi di Indonesia, Teruna
Grafica. Jakarta, 1995.
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia.
sumber : Morton, G. (1999). Principles of Life and Health
Insurance. LOMA.
sumber: http://www.media-asuransi.com
22
MAKALAH
ASURANSI KESEHATAN
Asuransi Kesehatan Tradisional dan Managed Care Serta Pelayanan Kesehatan dan Utilitas
Di susun oleh :
Neni Eliza
1026020098
Dosen Pembimbing :
Darwis, S. Kep, M. Kes
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT VI AKK.A
STIKES TRIMANDIRI SAKTI BENGKULU
2013
23
24