Upload
edi-sukriansyah
View
22
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
adsa ewtaewg aewhyae4h aehae df dfha asdgasd asdgdah arhd dhdarh asdrhha arhareh erheah
Citation preview
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 1 Pendahuluan 1-1
Pada Bab 1 Pendahuluan akan dijelaskan mengenai latar belakang, maksud dan
tujuan, lingkup dan kegiatan serta keluaran/hasil yang diharapkan yang diambil
berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) kegiatan studi Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS) di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya. Penjelasan yang terdapat pada pendahuluan ini merupakan pemahaman pertama
bagi konsultan untuk menetapkan konsep dasar dan kerangka kerja dalam
menyusun laporan pekerjaan.
1.1 Latar Belakang
Hampir seluruh jaringan jalan di kota-kota di Indonesia telah ditandai dengan
kemacetan lalu lintas. Hal ini akibat dari pertumbuhan lalu lintas yang pesat,
selain itu juga disebabkan berbaurnya peranan jalan arteri, kolektor, dan lokal
(tidak berfungsi sesuai dengan hierarki jalan) yang mengakibatkan
tercampurnya lalu lintas dari semua jenis kendaraan juga banyak memberikan
kontribusi terhadap tingkat kemacetan dan kecelakaan yang terjadi.
Identifikasi masalah menunjukkan lokasi kemacetan terletak pada persimpangan
atau titil-titik tertentu yang terletak disepanjang ruas jalan. Permasalahan konflik
pergerakan kendaraan yang berbelok dan pengendaliannya banyak berpengaruh
terhadap kinerja persimpangan yang selanjutnya menyebabkan tingkat
pelayanannya menjadi berkurang. Konflik kendaraan dengan kendaraan ataupun
dengan pejalan kaki akan menimbulkan tundaan, kecelakaan dan bahkan
kemacetan yang sangat merugikan pengemudi atau pemakal jalan. Untuk
mengurangi konflik yang terjadi, dilakukan sistem pengendalian persimpangan
yang terintegrasi. Pengaturan simpang dapat dilakukan melalui pengaturan
tingkat yang paling sederhana sarnpai dengan tingkat yang kompleks seperti
dengan sistem ATCS (Area Traffic Control System).
Saat ini ada beberapa kota yang telah diterapkan ATCS oleh pemerintah Pusat
baik melalui Pinjaman Luar Negeri maupun Rupiah Murni. Untuk kota-kota
metropolitas seperti DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya, Pemerintah Pusat
pada tahun 1995 telah memasang semua peralatan baik hardware, software dan
peralatan lapangan lain berupa APILL, detector, controler dan kamera. Setelah
lebih dari 10 tahun, maka kinerja ATCS yang telah dipasang menunjukan
kinerja yang semakin menurun, dengan tidak berfungsinya beberapa loop
detector di Bandung, dan Surabaya serta tidak sinkronnya 3 sistem ATCS di DKI
Jakarta, Bandung dan Surabaya. Dari ketiga kota ini, badan/unit pengelola
ATCS juga berbeda dari satu kota dengan kota lainnya. Berdasarkan kondisi ini
maka perlu untuk segera dilakukan evaluasi terhadap penerapan ATCS di ketiga
kota tersebut termasuk untuk pengelolaannya.
BAB 1
PENDAHULUAN
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 1 Pendahuluan 1-2
1.2 Maksud Dan Tujuan
Maksud dari kegiatan ini adalah untuk melakukan evaluasi terhadap ATCS yang
telah 10 tahun di pasang di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Tujuan dari Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS) di DKI
Jakarta, Bandung dan Surabaya ini adalah:
1. Melakukan evaluasi teknis terhadap peralatan ATCS yang telah dipasang; 2. Melakukan evaluasi terhadap efektifitas software yang ada; 3. Melakukan evaluasi terhadap unit pengelolaan dan skema
pendanaan;
4. Memberikan rekomendasi terhadap perbaikan standar penerapan ATCS.
1.3 Lingkup Kegiatan
Kegiatan kajian dan penerapan ATCS akan dilaksanakan secara sistematis,
terencana dan berkesinambungan yaitu DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Secara umum kegiatan kajian dan penerapan ATCS di DKI Jakarta, Bandung dan
Surabaya terbagi dalam dua kegiatan utama yaitu kajian lalu lintas dan penerapan
peralatan ATCS, dengan uraian kegiatan sebagai berikut:
1. Melakukan kajian kondisi lalu lintas di kawasan perkotaan dengan prioritas pada (lima) persimpangan utama yang ada di DKI Jakarta,
Bandung dan Surabaya;
2. Merekomendasi skema-skema manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk kawasan kajian;
3. Membuat simulasi pengendalian lalu lintas menggunakan teknologi ATCS;
4. Menerapkan sistem simulasi ATCS di 5 (lima) persimpangan utama.
1.4 Keluaran/Hasil Yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini secara umum ada 2 komponen, yaitu:
1. Evaluasi teknis, spesifikasi, teknologi dan pengelolaan ATCS yang sudah ada;
2. Rekomendasi spesifikasi teknis, teknologi dan pengelolaan ATCS yang akan diterapkan.
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-1
Pada Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan disampaikan mengenai
literatur-literatur dan perundang-undangan yang terkait dengan studi ini meliputi:
Definisi ATCS dan MRLL Menurut Kajian Literatur dan Perundang-Undangan,
Ketentuan Mengenai kelengkapan Jalan, Tahapan Kegiatan Manajemen Rekayasa
Lalu Lintas, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) dan Teknologi ATCS.
2.1 Definisi ATCS dan MRLL Menurut Kajian Literatur dan Perundang-undangan
2.1.1 Area Traffic Control System (ATCS)
ATCS merupakan suatu sistem pengatur lampu lalu lintas terpusat mempunyai
kemampuan untuk manajemen lalu lintas dengan mengkoordinasikan antar
persimpangan dari pusat kontrol ATCS, sehingga diperoleh dari suatu kondisi
pergerakan lalu lintas pada ruas jalan yang efektif dan effisien.
2.1.2 Manajemen Rekayasa Lalu Lintas (MRLL)
Didalam Peraturan Mentri Perhubungan No. KM 14 tahun 2006 pasal 1
disampaikan bahwa Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan seluruh jaringan jalan, guna
peningkatan keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
2.2 Ketentuan Mengenai Kelengkapan Jalan
Didalam pasal 8 UU No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
disampaikan bahwa untuk keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu
lintas serta kemudahan bagi pemakai jalan, jalan wajib dilengkapi:
1. Rambu-rambu; 2. Marka; 3. Alat pemberi isyarat lalu lintas 4. Alat pengendali dan alat pengaman pemakai jalan 5. Alat pengawasan dan pengamanan jalan 6. Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di
jalan dan di luar jalan
BAB 2
KAJIAN LITERATUR DAN
PERUNDANGAN
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-2
2.3 Tahapan Kegiatan Manajemen Rekayasa Lalu Lintas
Sesuai yang disampaikan didalam pasal 3 Peraturan Mentri Perhubungan No. KM
14 tahun 2006 bahwa didalam kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas di
jalan, dilaksanakan melalui tahapan :
a. Perencanaan lalu lintas; b. Pengaturan lalu lintas; c. Rekayasa lalu lintas; d. Pengendalian lalu lintas; dan e. Pengawasan lalu lintas.
2.3.1 Perencanaan Lalu Lintas
Kegiatan perencanaan lalu lintas meliputi:
A. Inventarisasi Tingkat Pelayanan
Inventarisasi tingkat pelayanan yaitu kegiatan pengumpulan data untuk
mengetahui tingkat pelayanan pada setiap ruas jalan dan/atau persimpangan,
meliputi:
a. Data dimensi dan geometrik jalan, terdiri dari antara lain: 1. Panjang ruas jalan; 2. Lebar jalan; 3. Jumlah lajur lalu lintas; 4. Lebar bahu jalan; 5. Lebar median; 6. Lebar trotoar; 7. Lebar drainase, 8. Alinyemen horisontal; 9. Alinyemen vertikal.
b. Data perlengkapan jalan meliputi jumlah, jenis dan kondisi perlengkapan jalan terpasang
c. Data lalu lintas meliputi antara lain: 1. Volume dan komposisi lalu lintas; 2. Lecepatan lalu lintas (operating speed); 3. Kecepatan perjalanan rata-rata (average overall travel speed); 4. Gangguan samping; 5. Operasi alat pemberi isyarat lalu lintas; 6. Jumlah dan lokasi kejadian kecelakaan;
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-3
7. Jumlah dan lokasi kejadian pelanggaran berlalu lintas.
B. Evaluasi tingkat pelayanan
a. Evaluasi tingkat pelayanan yaitu kegiatan pengolahan dan pembandingan data untuk mengetahui tingkat pelayanan dan indikasi penyebab masalah
lalu lintas yang terjadi pada suatu ruas jalan dan/atau persimpangan.
b. Indikator tingkat pelayanan, sebagaimana dimaksud, mencakup antara lain:
1. Kecepatan lalu lintas (untuk jalan luar kota); 2. Kecepatan rata-rata (untuk jalan perkotaan); 3. Nisbah volume/kapasitas (V/C ratio); 4. Kepadatan lalu lintas; 5. Kecelakaan lalu lintas;
Didalam pasal 7 Permenhub Peraturan Mentri Perhubungan No. KM 14 tahun
2006 dijelaskan mengenai tingkat pelayanan pada ruas jalan dan persimpangan,
dimana penjelasan lebih detailnya adalah sbagai berikut:
a. Tingkat pelayanan pada ruas jalan diklasifikasikan atas: 1. Tingkat pelayanan A, dengan kondisi
- Arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi;
- Kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan
maksimum/minimum dan kondisi fisik jalan;
- Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya tanpa atau dengan sedikit tundaan.
2. Tingkat pelayanan B, dengan kondisi
- Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas;
- Kepadatan lalu lintas rendah hambatan internal lalu lintas belum mempengaruhi kecepatan;
- Pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih kecepatannya dan lajur jalan yang digunakan.
3. Tingkat pelayanan C, dengan kondisi
- Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh volume lalu lintas yang lebih tinggi;
- Kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas meningkat;
- Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur atau mendahului.
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-4
4. Tingkat pelayanan D, dengan kondisi
- Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan kecepatan masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh
perubahan kondisi arus;
- Kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas dan hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan
yang besar;
- Pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam menjalankan kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini
masih dapat ditolerir untuk waktu yang singkat.
5. Tingkat pelayanan E, dengan kondisi
- Arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu lintas mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah;
- Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi;
- Pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek. 6. Tingkat pelayanan F, dengan kondisi
- Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang;
- Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi kemacetan untuk durasi yang cukup lama;
- Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0. b. Tingkat pelayanan pada persimpangan mempertimbangkan faktor
tundaan dan kapasitas persimpangan.
C. Penetapan tingkat pelayanan yang diinginkan;
Penetapan tingkat pelayanan yang diinginkan merupakan kegiatan penentuan
tingkat pelayanan ruas jalan dan/atau persimpangan berdasarkan indikator tingkat
pelayanan.
a. Tingkat pelayanan yang diinginkan pada ruas jalan pada sistem jaringan jalan primer sesuai fungsinya, untuk:
1. Jalan arteri primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B; 2. Jalan kolektor primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B; 3. Jalan lokal primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C; 4. Jalan tol, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B.
b. Tingkat pelayanan yang diinginkan pada ruas jalan pada sistem jaringan jalan sekunder sesuai fungsinya untuk:
1. Jalan arteri sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C;
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-5
2. Jalan kolektor sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C; 3. Jalan lokal sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya D; 4. Jalan lingkungan, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya D.
D. Penetapan pemecahan permasalahan lalu lintas
a. Pemecahan permasalahan lalu lintas dilakukan untuk mempertahankan tingkat pelayanan yang diinginkan melalui upaya-upaya antara lain:
1. Peningkatan kapasitas ruas jalan, persimpangan dan/atau jaringan jalan;
2. Pemberian prioritas bagi jenis kendaraan atau pengguna jalan tertentu; 3. Penyesuaian antara permintaan perjalanan dengan tingkat pelayanan
tertentu dengan memperimbangkan keterpaduan intra dan antar moda;
4. Penetapan sirkulasi lalu lintas, larangan dan/atau perintah bagi pengguna jalan.
b. Teknik-teknik pemecahan permasalahan lalu lintas dalam upaya mempertahankan tingkat pelayanan dilakukan:
1. Pada ruas jalan, mencakup antara lain:
- Jalan satu arah;
- Lajur pasang surut (tidal flow);
- Pengaturan pembatasan kecepatan;
- Pengendalian akses ke jalan utama;
- Kanalisasi; dan/atau
- Pelebaran jalan. 2. Pada persimpangan, mencakup antara lain:
- Simpang prioritas;
- Bundaran lalu lintas;
- Perbaikan geometrik persimpangan;
- Pengendalian persimpangan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas; dan/atau
- Persimpangan tidak sebidang.
E. Penyusunan Rencana dan Program Pelaksanaan Perwujudannya
a. Penyusunan rencana dan program pelaksanaan perwujudan manajemen dan rekayasa lalu lintas meliputi antara lain:
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-6
1. Penentuan tingkat pelayanan yang diinginkan pada setiap ruas jalan dan persimpangan;
2. Usulan pemecahan permasalahan lalu lintas yang ditetapkan pada setiap ruas jalan dan persimpangan;
3. Usulan pengaturan lalu lintas yang ditetapkan pada setiap ruas jalan dan persimpangan;
4. Usulan pengadaan dan pemasangan serta pemeliharaan perlengkapan jalan;
5. Usulan penyuluhan kepada masyarakat. b. Penyusunan rencana dan program sebagaimana dimaksud dilakukan secara
terkoordinasi dengan instansi terkait dengan mempertimbangkan:
1. Aspek sosial; 2. Kondisi lingkungan setempat 3. Perencanaan transportasi nasional, regional, dan lokal.
2.3.2 Pengaturan Lalu Lintas
Didalam Peraturan Mentri Perhubungan No. KM 14 tahun 2006 disampaikan
mengenai kegiatan pengaturan lalu lintas yang meliputi kegiatan penetapan
kebijakan lalu lintas pada jaringan atau ruas jalan dan/atau persimpangan tertentu.
Penetapan kebijakan lalu lintas sebagaimana yang dimaksud merupakan
penetapan aturan perintah dan/atau larangan pada setiap ruas jalan dan/atau
persimpangan yang bersifat mengikat yang ditetapkan dengan:
a. Peraturan Direktur Jenderal, untuk jalan nasional dan jalan tol serta diumumkan dalam Berita Negara;
b. Peraturan Daerah Provinsi, untuk jalan provinsi serta diumumkan dalam Berita Daerah Provinsi;
c. Peraturan Daerah Kabupaten untuk seluruh jalan kabupaten dan jalan desa serta diumumkan dalam Berita Daerah Kabupaten;
d. Peraturan Daerah Kota, untuk seluruh jalan kota serta diumumkan dalam Berita Daerah Kota.
2.3.3 Rekayasa Lalu Lintas
Sebagaimana yang disampaikan didalam Peraturan Mentri Perhubungan No. KM
14 tahun 2006, bahwa kegiatan rekayasa lalu lintas meliputi:
a. Perencanaan, pembangunan, dan pemeliharaan jalan; b. Perencanaan, pengadaan, pemasangan, dan pemeliharaan perlengkapan
jalan.
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-7
2.3.4 Pengendalian Lalu Lintas
Kegiatan pengendalian lalu lintas meliputi:
a. Pemberian arahan dan petunjuk dalam penyelenggaraan manajemen dan rekayasa lalu lintas;
b. Pemberian bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai hak dan kewajiban masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan lalu lintas.
2.3.5 Pengawasan Lalu Lintas
Kegiatan pengawasan lalu lintas meliputi:
a. Pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan lalu lintas, untuk mengetahui tingkat pelayanan dan penerapan kebijakan lalu lintas meliputi:
1. Kecepatan lalu lintas; 2. Volume lalu lintas termasuk Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR); 3. Jumlah kecelakaan lalu lintas; 4. Jumlah pelanggaran berlalu lintas.
b. Penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan lalu lintas untuk mengetahui
efektifitas kebijakan lalu lintas, dilakukan sebagai tindak lanjut
pemantauan meliputi:
1. Penentuan tingkat pelayanan yang diinginkan; 2. Analisis tingkat pelayanan; 3. Analisis tingkat kecelakaan; 4. Analisis tingkat pelanggaran.
2.4 Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL)
2.4.1 Jenis, Fungsi, Bentuk dan Ukuran Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Sebagaimana yang disampaikan dalam KM No. 62 tahun 1993 tentang Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas Pasal 3 bahwa untuk jenis dari alat pemberi syarat
lalu lintas terdiri dari 3 macam yang meliputi:
a. Lampu 3 (tiga) warna, untuk mengatur kendaraan; b. Lampu 2 (dua) warna, untuk mengatur kendaraan dan/atau pejalan kaki; c. Lampu 1 (satu) warna, untuk memberikan peringatan bahaya kepada
pemakai jalan.
Untuk penjelasannya tentang jenis alat pemberi syarat lalu lintas pada butir a
tersebut disampaikan dalam pasal 4 yaitu:
1. Lampu tiga warna terdiri dari warna merah, kuning dan hijau; 2. Lampu tiga warna dipasang dalam posisi vertikal atau horizontal.
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-8
3. Apabila dipasang secara vertikal, susunan lampu dari atas ke bawah dengan urutan merah, kuning, hijau.
4. Apabila dipasang secara horizontal, susunan lampu dari kiri ke kanan menurut arah lalu lintas dengan urutan merah, kuning, hijau.
Untuk lampu tiga warna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dapat dilengkapi
dengan lampu warna merah dan/atau hijau yang memancarkan cahaya berupa
tanda panah. Jenis alat pemberi syarat lalu lintas pada lampu 2 (dua) warna
disampaikan dalam pasal 6 yaitu:
1. Lampu dua warna terdiri dari warna merah dan hijau; 2. Lampu dua warna dipasang dalam posisi vertikal atau horizontal; 3. Apabila dipasang secara vertikal, susunan lampu dari atas ke bawah
dengan urutan merah, hijau;
4. Apabila dipasang secara horizontal, susunan lampu dari kiri ke kanan menurut arah lalu lintas dengan urutan merah, hijau.
Untuk jenis alat pemberi syarat lalu lintas pada lampu 1 (satu) warna disampaikan
dalam pasal 7 yaitu:
1. Lampu satu warna berwarna kuning atau merah. 2. Lampu satu warna dipasang dalam posisi vertikal atau horizontal.
Setiap jenis alat pemberi isyarat lalu lintas memiliki fungsi yang berbeda-beda
yang meliputi:
1. Lampu tiga warna menyala secara bergantian dan tidak berkedip dengan urutan sebagai berikut :
a. Lampu warna hijau menyala setelah lampu warna merah padam, mengisyaratkan kendaraan harus berjalan;
b. Lampu warna kuning menyala setelah lampu warna hijau padam, mengisyaratkan kendaraan yang belum sampai pada batas berhenti
atau sebelum alat pemberi isyarat lalu lintas, bersiap untuk berhenti
dan bagi kendaraan yang sudah sedemikian dekat dengan batas
berhenti sehingga tidak dapat berhenti lagi dengan aman dapat
berjalan;
c. Lampu warna merah menyala setelah lampu kuning padam, mengisyaratkan kendaraan harus berhenti sebelum batas berhenti dan
apabila jalur lalu lintas tidak dilengkapi dengan batas berhenti,
kendaraan harus berhenti sebelum alat pemberi isyarat lalu lintas.
2. Lampu dua warna menyala secara bergantian, yang berfungsi : a. Mengatur lalu lintas pada tempat penyeberangan pejalan kaki; b. Mengatur lalu lintas kendaraan pada jalan tol atau tempat-tempat
tertentu lainnya.
3. Lampu satu warna terdiri dari satu lampu yang menyala berkedip atau dua lampu yang menyala bergantian.
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-9
a. Lampu satu warna yang berwarna kuning dipasang pada jalur lalu lintas, mengisyaratkan pengemudi harus berhati-hati;
b. Lampu satu warna sebagaimana yang berwarna merah dipasang pada persilangan sebidang dengan jalan kereta api dan apabila menyala
mengisyaratkan pengemudi harus berhenti;
c. Lampu satu warna dilengkapi dengan isyarat suara atau tanda panah pada lampu yang menunjukan arah datangnya kereta api.
Lampu - lampu sebagaimana yang disampaikan sebelumnya dalam
berbentuk bulat dengan garis tengah antara 20 sentimeter sampai
dengan 30 sentimeter dengan daya lampu antara 60 watt sampai
dengan 100 watt.
2.4.2 Kekuatan Hukum Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Pengaturan lalu lintas yang bersifat perintah dan/atau larangan sebagai hasil
manajemen lalu lintas, ditetapkan dengan:
a. Keputusan Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk untuk pengaturan lalu lintas pada jalan nasional dan jalan tol, kecuali jalan nasional yang
terletak di Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II dan Kotamadya Daerah
Tingkat II, serta diumumkan dalam Berita Negara;
b. Peraturan Daerah Tingkat I, untuk pengaturan pada jalan propinsi, kecuali jalan propinsi yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II
dan jalan propinsi yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II, serta
diumumkan dalam Berita Daerah;
c. Peraturan Daerah Tingkat II, untuk pengaturan lalu lintas pada jalan kabupaten/kotamadya, jalan nasional dan jalan propinsi yang telah
diserahkan kepada Daerah Tingkat II serta diumumkan dalam Berita
Daerah
2.4.3 Penyelenggaraan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Perencanaan, pengadaan, pemasangan dan pemeliharaan alat pemberi isyarat lalu
lintas dilakukan oleh:
a. Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk, untuk jalan nasional dan jalan tol kecuali jalan nasional yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah
Tingkat II atau yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II;
b. Pemerintah Daerah Tingkat I, untuk jalan propinsi, kecuali jalan propinsi yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II atau jalan
propinsi yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II;
c. Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten, untuk:
- Jalan kabupaten;
- Jalan propinsi yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II, dengan persetujuan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-10
- Jalan nasional yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II dengan persetujuan Direktur Jenderal.
d. Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya untuk:
- Jalan kotamadya;
- Jalan propinsi yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II, dengan persetujuan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;
- Jalan nasional yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II dengan persetujuan Direktur Jenderal.
2.4.4 Penempatan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Untuk penjelasan mengenai penempatan alat pemberi isyarat lalu lintas
disampaikan dalam KM No. 62 tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu
Lintas Pasal 23 yang meliputi:
1. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada persimpangan, ditempatkan pada sisi kiri jalur lalu lintas menghadap arah lalu lintas dan dapat diulangi pada sisi
kanan atau di atas jalur lalu lintas.
2. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada persilangan sebidang dengan jalan kereta api, ditempatkan pada sisi kiri jalur lalu lintas menghadap arah lalu
lintas dan dapat diulangi pada sisi kanan jalur lalu lintas.
3. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada tempat penyeberangan pejalan kaki, ditempatkan pada sisi kiri dan/atau kanan jalur lalu lintas menghadap ke
arah pejalan kaki yang dilengkapi dengan tombol permintaan untuk
menyeberang.
4. Penempatan alat pemberi isyarat lalu lintas dilakukan sedemikian rupa, sehingga mudah dilihat dengan jelas oleh pengemudi, pejalan kaki dan
tidak merintangi lalu lintas kendaraan.
2.5 Perkembangan Teknologi Area Traffic Control System (ATCS)
Perkembangan terakhir di dunia ATCS adalah dikembangkannya sistem ATCS
generasi ketiga (3G), yaitu sistem ATCS yang dilengkapi dengan kemampuan
melakukan perubahan terus-menerus terhadap signal timings berdasarkan hasil
pengukuran arus lalu-lintas saat itu. Optimalisasi waktu berbasis kondisi aktual
tersebut menghasilkan penurunan delay, memperpendek antrian dan
mempersingkat waktu perjalanan. Beberapa contoh ATCS 3G yang telah
diterapkan di dunia adalah SCOOT dari Inggris, Sydney Coordinated Adaptive
Traffic System (SCATS), Los Angeles Adaptive Traffic Control System (LA-
ATCS), MOTION, Microprocessor Optimized Vehicle Actuation, Prody,
UTOPIA, OPAC, dan RHODES. SCATS dan SCOOT merupakan sistem yang
mulai banyak dipilih, termasuk di negara-negara berkembang dengan berbagai
modiifikasinya.
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-11
2.5.1 Sydney Coordinated Area Traffic System (SCATS)
Sistem Australia, contohnya Sydney Coordinated Area Traffic System (SCATS)
dibahas lebih dulu karena Australia adalah negara yang sangat dekat dengan
Indonesia dan menggunakan sistem transportasi Inggris sebagaimana di
Indonesia.
Di Australia penggunaan informasi trafik atau Traffic-signal control systems
untuk menggabungkan berbagai sinyal trafik yang terpisah-pisah sudah sangat
biasa, dalam rangka mencapai sasaran operasi pengendalian jaring lalu lintas
dalam skala luas (network-wide traffic operation). System ini dikembangkan
secara bertahap :
1. Penyediaan sinyal informasi trafik, jaringan komunikasi yang berfungsi sebagai simpul dan transmisi datanya, komputer sentral atau server
jaringan komunikasi data sebagai pengendalinya yang terhubung secara
fisik (hardwired) maupun dengan koneksi tanpa kawat (nirkabel).
2. Apabila pemilih sinyal berasal dari instansi yang berbeda (Jasa Marga, Tol Swasta, Dinas Perhubungan dan sebagainya), maka aspek SOP
pertukaran data antar instansi perlu dibangun, sehingga memungkinkan
penggunaan bersama informasi dan traffic signal control baik secara
formal maupun non-formal untuk diolah lebih lanjut. Hasilnya adalah data
yang diolah dalam unit signal coordination systems yang akan dapat
diakses.
3. Sinyal ini tentu saja tidak dapat digunakan langsung oleh pengguna, sehingga diperlukan interface yang menghubungkan data trafik yang
tersimpan, analisis teknik dari ahli trafik dan akhirnya melahirkan
informasi operasi dan pemeliharaan (seperti aktuasi pengaturan waktu
untuk pengendali lalu-lintas) maupun informasi route alternatif (route
guidance) untuk pengguna jalan. Semakin tinggi kemampuan operator,
semakin efektif sistem dapat dipergunakan.
4. Sebagai pendukung control of traffic signals, system yang lebih modern juga mempunyai kemampuan yang lebih canggih untuk mengamati
berbagai parameter trafik seperti video surveillance yang dilengkapi
dengan traffic detection dan traffic counter, yang dilengkapi dengan
berbagai traffic-control algorithms yang menjadi pengumpan sistem
kendali (adaptive control) dan antisipasi ke depan (predictive
surveillance).
SCATS digunakan tidak saja di Australia, tetapi juga Eropa, Hongkong, dan
beberapa kota di USA (Oakland County, Michigan). Bagi peneliti SCATS harus
lihat sebagai pendekatan dan bukan produk teknologi. SCATS bekerja dengan
cara:
1. Mengumpulkan data dari setiap persimpangan dan mengumpankannnya ke traffic controller yang berupa computer server. Informasi ini berupa
movement detector.
2. Computer server akan bekerja secara otomatis, untuk melakukan penataan waktu (incremental time adjustment) dalam durasi detik atau menit,
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-12
secara otomatis, sebagai fungsi aliran trafik di setiap persimpangan.
3. Untuk melakukan hal itu, aliran informasi yang dibutuhkan adalah :
- Detects traffic volume by movement
- Converts data to flow rate
- Calculates optimal cycle length
- Calculates optimal splits by phase
- Determines phase combinations
- Checks timing alteration thresholds
- Sets up implementation 4. Arsitektur yang mendukung hal tersebut adalah sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 2.1 berikut. Intinya adalah adanya computer sebagai pusat dari
sistem.
Gambar 2.1 Arsitektur SCATS
Dan pada akhirnya, untuk system SCATS, semuanya mengacu dan diarahkan
sepenuhnya konsep system informasi, yaitu adanya sumber informasi (sensor
dan data dari kamera) yang sudah dapat dipercaya, untuk kemudian diolah
secara software dan diumpankan ke actuator untuk mengendalikan waktu
`hijau' dari setiap perlintasan dalam frame waktu yang diijinkan.
2.5.2 SCOOT (Split Cycle Offset Optimization Technique)
SCOOT (Split Cycle Offset Optimization Technique) urban traffic control
system, dikembangkan oleh Transport Research Laboratory (TRL) bekerja sama
dengan UK traffic systems industry. Seperti SCATS, SCOOT merupakan
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-13
adaptive system yang mampu merespon fluktuasi trafik secara otomatis.
Metode ini diyakini lebih efisien dibandingkan melakukan up-date time
signal secara manual. SCOOT telah digunakan untuk menangani traffic
di lebih dari 130 negara. SCOOT memiliki tiga prosedur optimasi,
yaitu Split, Offset dan Cycle Length. Tidak seperti SCATS, detector
trafik dari SCOOT ditempatkan melawan arah arus lalu lintas.
2.5.3 FAST-TRAC
FAST-TRAC merupakan singkatan dari Faster and Safer Travel Through Routing
and Advanced Controls, sebuah system yang menggunakan teknologi terpadu antara
video dan komputer, video-based vehicle detection system (autoscope
devices). Sistem memanfaatkan digital video kamera yang gambarnya
diproses dan digunakan sebagai penghitung trafik dalam rangka mengatur
'time signal dari traffic light. Contoh penggunakan sistem ini adalah The
Road Commission for Oakland County (RCOC) in Michigan.
Perangkat video-based vehicle detection system (autoscope devices) pada
FAST-TRAC digunakan untuk mengumpulkan data arus lalu-lintas secara
real-time. Data dari video detektor digunakan sebagai input untuk algoritma
FAST-TRAC untuk mengatur sinyal trafik dan untuk kebutuhan manajemen.
Data trafik selain dianalisa oleh computer terdekat yang terdapat di ATCS
control box, data traffic tersebut juga dikirimkan ke regional signal control
computers dan ke sebuah central traffic operations center (TOC). Selain
sebagai piranti analisis trafik, CCTV juga tetap berperan sebagai alat
monitoring dan surveillance lalu lintas, mengatasi kemacetan dan
kecelakaan.
2.5.4 INTELIGENT TRANSPORT SYSTEM (ITS)
Sistem pengendalian lalu lintas dijalan dilakukan melalui pusat pengendalian lalu
lintas yang biasa dikenal dengan ITCS. Sistem pangendalian lalu lintas seperti ini
telah dimiliki hampir disemua kota-kota di negara maju sebagai contoh Jepang
saat ini telah memiliki 170 pusat pengendalian (ITCS), sedang di Indonesia saat
ini yang ada baru dapat dikatakan sebagai ATCS (Area Traffic Control System)
dan saat ini belum dapat dikatakan sebagai ITCS.
Dalam sistem pengendalian terpadu ini terdapat tiga unsur yang harus disediakan
antaralain adalah :
1. Pengumpulan informasi data lalu lintas, dimana pengumpulan data lalu lintas ini dilakukan secara otomatis seperti volume, lalu lintas, kecepatan
kendaraan, kemacetan (lalu lintas dan lain-lain dengan menggunakan
berbagai alat detektor yang telah disebutkan di atas,
2. Pengendalian APILL, untuk menjadikan pengendalian koordinasi dan area dalam mengendalikan lalu lintas,
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-14
3. Informasi yang dapat diberikan kepada pengguna jalan seperti tentang tingkat kemacetan, waktu perjalanan, rute yang dapat dilalui dapat melalui
papan informasi, navigasi pada kendaraan. radio, telpon/fax dlsb.
Pengemudi mendapat informasi lalu lintas melaiui radio, papan informasi dan
navigasi pada kendaraan pada saat mengemudi, sehingga pengemudi dapat
mengetahui secara langsung/pasti mengenai kondisi dan situasi jalan yang akan
dilalui dengan demikian dia dapat memilih rute-rute alternatif apabila terjadi
kemacetan/kecelakaan lalu lintas yang memungkinkan untuk mencapai tempat
tujuan lebih cepat.
ITS adalah suatu sistem pengendalian lalu lintas yang dilakukan melalui teknologi
elektronik, dimana pengumpulan data-data langsung dari lapangan selanjutnya
diolah sedemikian rupa sehingga hasil dari pengolahan yang dilakukan tersebut
kemudian dikembalikan kepada masyarakat yang terlibat langsung maupun tidak
langsung yang berkaitan dengan transportasi dalam bentuk informasi-informasi
melalui papan informasi/dalam bertuk digital-map dan lain sebagainya.
Pengembangan ITS di negara-negara maju ini pada dasamya adalah untuk
mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas dalam usaha meningkatkan keselamatan
dan memberikan kenyamanan bagi pengemudi serta mengurangi kemacetan lalu
lintas.
Dalam pengembangan ITS yang pertama-tama yang harus dilakukan adalah
bagaimana menentukan manajemen dan sistem pengendalian lalu lintas.
Manajemen dan sistem pengendalian lalu lintas disesuaikan untuk mendistribusi
dan men-supply volume dan arus lalu lintas pada kota yang sibuk pada
persimpangan jalan yang ada. System ini bekerja untuk membantu kota dalam hal
penyediaan fasilitas untuk kendaraan bermotor khususnya dan pengguna jalan
pada umumnya.
Pada dasarnya manajemen dan sistem pengendalian lalu lintas mempunyai unsur-
unsur yang harus dibangun sebagai berikut :
a. Struktur Sistem. Struktur hiraraki dalam mendukung pengembangan dan peningkatan
keselamatan. Sistem bagian terbawah adalah untuk sistem pengendalian
langsung APILL, disektor kendaraan transmisi dijalan, dan masukan ke
terminal APILL (Controler). Sistem ini biasanya didesain dapat
dipindahkan apabila ada penambahan komponen pada masa-masa datang,
layar diatas dari sistem diatas adalah untuk penggabungan sistem pada
layar terendah dan terdiri dari pengendalian APILL sebagai sub sistem.
Sub Sistem pengumpulan dan supply performance dan juga sub sistem
manajemen operasi yang mana perlu dilakukan dan informasi data base
lalu lintas. Sistem ini dihubungkan dengan LAN yang mempunyai volume
dasar dan kecepatan tinggi.
b. Sub Sistem Pengumpulan Informasi Sistem pengumpulan informasi pada pengendalian lalu lintas diperoleh
dari detektor kendaraan di jalan (ultrasonic, infrared, loop detector)
seperti valome lalu lintas, kecepatan dan jenis kendaraan. Pengumpulan
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-15
data dikirim ke pusat pengendalian (control center), panjang antrian,
kejenuhan volume lalu lintas, dan dilakukan penghitungan dari informasi
ini dilakukan oleh operator, juga data dasar yang dikirim dari terminal
pengukuran waktu perjalanan, pusat pengendalian menghitung waktu
perjalanan dan estimasi waktu perjalanan.
c. Sub Sistem Pengendalian APILL Sub sektor pengendali APILL merupakan turunan dari panjang siklus,
pembagian pengendalian/pembagian waktu hijau (split control) dan nilai
nilai offset dari pengendali APILL yang dilakukan hasil dan pengumpulan
informasi dasar digunakan pada sistem ini. Selanjutnya data diproses dan
sub sistem pengendalian APILL secara langsung mengoperasikan
kontroler APILL melalui layer terendah dari sistem ini.
d. Sub Sistem Supply Informasi. Sistem ini menyediakan otomatis driver dengan informasi mengenai
kemacetan waktu perjalanan, pengaturan lalu lintas dan kesediaanya ruang
parkir langsung dari tranmisi di jalan. Papan informasi tranmisi terminal
dari dan dari unit navigasi yang terdapat dalam kendaraan informasi jalan
di sediakan secara otomatis me1alui telepon/fax.
e. Sub Sistem Manajemen Operasi. Manajemen sistem operasi ini merupakan sistem pengendalian lalu lintas
yang dilakukan oleh operator pada pusat pengendalian, dimana operator
pengendali memperoleh informasi melalui wall map (peta besar) lalu lintas
dan CRT display terdapat dipusat pengendalian. Operator pada dasarnya
menyediakan informasi-informasi untuk para pengguna jalan dengan
melakukan perubahan setting parameter pengendalian Sebagai bagian dari
system ITS subsistem pengumpulan merupakan bagian yang penting
dalam keseluruhan sistem yang harus dibangun. Sistem pengumpulan
informasi pengendalian lalu lintas yang ada dapat melalui beberapa tipe
detektor kendaraan, CCTV kamera dan seperti alat pengumpulan informasi
lainnya data dikirim ke pusat pengendalian lalu lintas. Jenis detektor
kendaraan tersebut yang digunakan termasuk diantaranya adalah ultra
sonic, inframerah, radar dan loop detektor.
ITS telah terbukti mampu memberikan kontribusi dalam mendukung
keselamatan, kenyamanan dan lingkungan yang bersahabat dari lalu lintas.
Informasi teknologi komunikasi, teknologi elektro dan teknologi dan ilmu
pengetahuan, sebagai peralatan untuk menangani permasalahan lalu lintas,
termasuk kecelakaan dan kemacetan lalu lintas.
Penelitian dan pengembangan ITS dilakukan secara aktif di negara-negara
maju termasuk Jepang, Eropa dan Amerika Serikat. Kebijakan
pengembangan ITS di negara maju tersebut saat ini sudah merupakan
kebijakan yang mendasar dalam penanganan masalah lalu lintas khususnya
di wilayah perkotaaan. Sebagai gambaran kebijaksanaan pengembangan
ITS yang komprehensif meliputi:
1) Sistem navigasi yang mutahir,
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-16
2) Sistem pengumpulan toll secara elektronik,
3) Membantu pengemudi untuk keselamatan,
4) Optimasi untuk manajemen lalu lintas,
5) Meningkatkan efisiensi manajemen jalan,
6) Dukungan terhadap angkutan umum,
7) Meningkatkan efisiensi operasi angkutan barang,
8) Dukungan untuk pejalan kaki
9) Dukungan untuk aperasi kendaraan darurat
Disamping itu pengembangan lainnya adalah yag berkaitan dengan
peningkatan kepedulian terhadap lingkungan sehingga polusi udara yang
ditimbulkan oleh gas buang kendaraan dapat ditekan sedemikian rupa
sehingga mengurangi tingkat yang membahayakan bagi manusia. Berikut
ini ilustrasi penerapan teknologi dan peranti lunak ITS:
Gambar 2.2 Teknologi dan Peranti Lunak ITS
Beberapa feature ITS:
- Mendeteksi Arus Lalu Lintas
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-17
Gambar 2.3 Feature ITS Dalam Mendeteksi Arus Lalu Lintas
- Mendeteksi Kecelakaan
Gambar 2.4 Feature ITS Dalam Mendeteksi Kecelakaan Lalu Lintas
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-18
- Medeteksi ilegal parking
Gambar 2.5 Feature ITS Dalam Mendeteksi Ilegal Parking
- Medeteksi kecepatan
Gambar 2.6 Feature ITS Dalam Mendeteksi Kecepatan
- Mengenali plat nomor kendaraan
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-19
Gambar 2.7 Feature ITS Dalam Mendeteksi Plat Nomor Kendaraan
Berikut kami sampaikan beberapa referensi negara yang menerapkan maupun
mengimplementasikan sistem ini:
1. Brisa (Portugal) Pembangunan digital video surveillance dan traffic control lebih dari
1.000 km (terbagi menjadi 11 jalur) yang menghubungkan dari utara ke
selatan dan timur ke barat Portugal dengan menggunakan jaringan Fiber
Optik sebagai infrastruktur dan dilengkapi dengan fitur deteksi kecelakaan
secara otomatis.
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-20
Gambar 2.8 ITS di Brisa ( Portugal)
2. Sanef (Prancis) Pembangunan traffic monitoring dan surveillance system di Lyon, Sanef,
Recita lebih dari 200 km.
Gambar 2.9 ITS di Sanef (Prancis)
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-21
3. Antwerp (Belanda) Pembangunan digital traffic monitoring system di Artwerp Ring Road.
Dengan menggunakan modul untuk menganalisa lalu lintas dapat
mendeteksi insiden-insiden sebagai berikut: kemacetan, kendaraan yang
berhenti di daerah terlarang, kendaraan salah arah, dan kecelakaan.
Gambar 2.10 ITS di Antwerp (Belanda)
4. UK (Highway) Inggris UK Highways (Inggris) Sistem Informasi di Inggris (UK Highways
Agency Traffic Information System) menyediakan informasi lalu lintas
kepada Kepolisian Lalu Lintas Inggris dengan bantuan.
Sistem Intelligent Traffic Monitoring System sepanjang jalur M1, M25,
A1M (640 km).
5. Swiss Pembangunan Digital Surveillance and Traffic Monitoring System di
Jalur-Jalur utama Swiss.
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 2 Kajian Literatur dan Perundangan 2-22
Gambar 2.11 ITS di Swiss
6. Belanda Dutch Ministry of Transport (Rijkswaterstaat) menggunakan Jaringan
Fiber Optik dengan kapasitas Gigabit untuk menangani video stream dari
600 kamera secara simultan yang memantau 16 area termasuk jalan raya,
terowongan, jembatan, dan area-area khusus.
Sistem ini memonitor keadaan lalu-lintas darat dan air di Rotterdam, yang
merupakan salah satu pelabuhan terbesar di dunia
Gambar 2.12 ITS di Belanda
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-1
Pada Bab 3 Pendekatan dan Metodologi disampaikan mengenai beberapa
pemahaman konsultan terhadap Kerangka Acuan Kerja yang meliputi pemahaman
terhadap latar belakang studi, instrumental input, faktor pengaruh lingkungan
strategis, ruang lingkup pekerjaan dan alur pikir pekerjaan yang diterjemahkan ke
dalam kerangka kerja proses pelaksanaan pekerjaan. Di dalam bab ini
disampaikan juga mengenai metodologi pelaksanaan pekerjaan, alur pikir
pelaksanaan pekerjaan (frameworks analysis), serta metoda pendekatan analisis
yang digunakan dalam pekerjaan ini.
3.1 Pemahaman Terhadap Latar Belakang Studi
Sebagaimana yang disampaikan didalam KAK dapat dipahami bahwa terdapat
beberapa alasan mendasar yang melatarbelakangi studi ini harus dilakukan.
Beberapa point penting didalamnya meliputi:
1. Permasalahan transportasi perkotaan akibat kurang optimalnya kinerja jaringan jalan yang ditandai oleh kemacetan lalu lintas;
2. Kemacetan lalu lintas telah berdampak terhadap perekonomian dan lingkungan kota;
3. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di beberapa kota besar di install ATCS (Area Traffic Control System);
4. Di beberapa kota seperti halnya DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya ATCS telah terpasang, namun belakangan menunjukkan bahwa terdapat
sejumlah permasalahan (teknis, kelembagaan dan pendanaan) yang
mengakibatkan kinerjanya menurun.
5. Berdasarkan kondisi tersebut maka untuk itu perlu segera dilakukan evaluasi terhadap penerapan ATCS di ketiga kota tersebut.
3.2 Pemahaman Terhadap Instrumental Input
Instrumental input merupakan kebijakan negara/pemerintah yang tertuang dalam
UU, PP, dan aturan lainnya yang digunakan sebagai masukan dalam studi ini,
dimana dalam hal ini terdapat beberapa sejumlah aspek normatif yang perlu
diperhatikan, yakni:
1. Undang-undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
2. Undang-undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan;
BAB 3
PENDEKATAN DAN METODOLOGI
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-2
3. PP No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Sarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
4. Kepmenhub No. KM 62 tahun 1992 tentang APILL; 5. Permenhub No. KM 14 tahun 2006 tentang Manajemen Rekayasa Lalu
Lintas;
6. Studi-studi yang terkait dengan penerapan ATCS dlsb
3.3 Pemahaman Terhadap Faktor Pengaruh Lingkungan Strategis
Dalam pelaksanaan kegiatan Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System ATCS di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya ini akan dipengaruhi oleh faktor eksternal atau pengaruh dari perkembangan lingkungan startegis, dimana beberapa
faktor eksternal tersebut antara lain meliputi:
1. Perkembangan teknologi; 2. Keterbatasan pendanaan; 3. Sumber daya manusia; 4. Perkembangan lalu lintas jalan.
3.4 Pemahaman Terhadap Ruang Lingkup Pekerjaan
Konteks pelaksanaan pekerjaan ini tidak terlepas dari alur pikir siklus input-
proccess-output-outcome-benefit/impact yang menujukkan posisi strategis
studi/pekerjaan ini. Pada butir-butir berikut disampaikan konteks dari
pekerjaan/studi ini:
1. Input: adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai masukan bagi proses pelaksanaan studi ini. Masukan ini dapat berupa data-data,
peraturan perundangan, Perda dan peraturan dinas lainnya, teori dan
prinsip jaringan dan manajemen transportasi, teori jaringan, ekonomi,
finansial, dlsb. Secara spesifik input yang diperlukan dalam studi ini dapat
dipisahkan dalam beberapa hal berikut:
a. Isu strategis: beberapa permasalahan yang menjadi latar belakang dilaksanakannya pekerjaan ini, diantaranya:
- Permasalahan transportasi perkotaan akibat kurang optimalnya kinerja jaringan jalan yang ditandai oleh kemacetan lalu lintas;
- Kemacetan lalu lintas telah berdampak terhadap perekonomian dan lingkungan kota;
- Untuk mengatasi permasalahan tersebut di beberapa kota besar di install ATCS (Area Traffic Control System);
- Di beberapa kota seperti halnya DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya ATCS telah terpasang, namun belakangan
menunjukkan bahwa terdapat sejumlah permasalahan (teknis,
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-3
kelembagaan dan pendanaan) yang mengakibatkan kinerjanya
menurun;
- Berdasarkan kondisi tersebut maka untuk itu perlu segera dilakukan evaluasi terhadap penerapan ATCS di ketiga kota
tersebut.
b. Instrumental input: peraturan perundangan dan teori yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan ini, yakni:
- Undang-undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
- Undang-undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan;
- PP No. 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Sarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
- Kepmenhub No. KM 62 tahun 1992 tentang APILL;
- Permenhub No. KM 14 tahun 2006 tentang Manajemen Rekayasa Lalu Lintas;
- Studi-studi yang terkait dengan penerapan ATCS dlsb c. Lingkungan strategis: faktor eksternal yang telah dan terus akan
mempengaruhi sistem transportasi di kota Bandung, yakni:
- Perkembangan teknologi; - Keterbatasan pendanaan; - Sumber daya manusia; - Perkembangan lalu lintas jalan.
2. Proses: segala sesuatu yang dilaksanakan selama masa waktu pekerjaan untuk melaksanakan seluruh lingkup pekerjaan sesuai dengan koridor
substansi dan waktu yang disampaikan dalam KAK. Kegiatan yang masuk
ke dalam proses ini antara lain kajian pustaka, survey dan analisis.
Adapun secara lebih spefisik seperti yang disebutkan dalam ruang lingkup
kerja pada KAK adalah:
- Melakukan kajian kondisi lalu lintas di kawasan perkotaan dengan prioritas pada 5 (lima) persimpangan utama yang ada di DKI
Jakarta, Bandung dan Surabaya;
- Merekomendasi skema-skema dan manajemen rekayasa lalu lintas untuk kawasan kajian;
- Membuat simulasi pengendalian lalu lintas menggunakan teknolgi ATCS;
- Menerapkan sistem simulasi ATCS di 5 (lima) persimpangan utama.;
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-4
3. Output: segala bentuk produk yang dihasilkan dari proses pelaksanaan pekerjaan. Sesuai dengan KAK maka pekerjaan ini diharapkan
menghasilkan keluaran yang meliputi:
- Evaluasi teknis, spesifikasi, teknologi dan pengelolaan ATCS yang sudah ada;
- Rekomendasi spesifikasi teknis, teknologi dan pengelolaan ATCS yang sudah diterapkan.
4. Outcome: penggunaan/utilisasi hasil studi ini dalam aplikasi kebijakan, program, maupun implementasi. Outcome dari studi ini adalah
diperolehnya rekomendasi terhadap perbaikan standar penerapan ATCS .
5. Benefit/Impact: segala dampak positif sebagai manfaat dari penggunaan hasil pekerjaan ini. Manfaat yang diinginkan dari studi ini meliputi:
Peningkatan kinerja dan tingkat pelayanan ATCS
3.5 Alur Pikir Pekerjaan
Pada Gambar 3.1 disampaikan bagan alur pikir pekerjaan ini sebagai perwujudan
dari pemahaman konsultan atas KAK yang diberikan. Alur pikir ini memberikan
keterkaitan antara input-proses-output-outcome-benefit/impact dari pekerjaan ini,
sebagai gambaran mengenai apa saja yang dihasilkan dan dapat digulirkan lebih
lanjut dari pekerjaan ini.
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-5
Gambar 3.1 Alur Pikir Pekerjaan
FAKTOR PENGARUH Perkembangan teknologi Keterbatasan pendanaan Sumber daya manusia Perkembangan lalulintas jalan
PERMASALAHAN Kinerja dan tingkat
pelayanan ATCS yang ada sudah menurun
Perlunya evaluasi terhadap penerapan ATCS yang sudah ada termasuk pengelolannya
LINGKUP KEGIATAN Melakukan kajian kondisi lalu
lintas di kawasan perkotaan dengan prioritas pada 5 persimpangan utama
Merekomendasi skema-skema manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk kawasan kajian
Membuat simulasi pengendalian lalu lintas menggunakan teknologi ATCS
Menerapkan sistem simulasi ATCS di 5 (lima) persimpangan utama
MANFAAT Peningkatan kinerja dan tingkat pelayanan ATCS
SASARAN Diperolehnya rekomendasi terhadap perbaikan standar penerapan ATCS
ACUAN/PERATURAN UU 14/1992 tentang LLAJ UU 38/2004 tentang Jalan PP 43/1993 tentang Prasarana
dan Sarana LLAJ
Kepmenhub No. KM 62 tahun 1993 tentang APILL
Permenhub KM No.14 tahun 2006 tentang MRLL
KELUARAN Evaluasi teknis,
spesifikasi, teknologi dan pengelolaan ATCS yang sudah ada
Rekomendasi spesifikasi teknis, teknologi dan pengelolaan ATCS yang
akan diterapkan
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-6
3.6 Lingkup Evaluasi Penerapan ATCS
Untuk melakukan evaluasi penerapan ATCS ini dalam hal lingkupnya meliputi
beberapa aspek yang terdiri dari aspek sisi sistem ATCS, pengelola ATCS, beseta
kinerja dan manfaatnya. Untuk sisi sistem ATCS, evaluasi dilakukan terhadap
komponen-komponen ATCS seperti halnya pada komponen vehicle detector,
traffic signal controller, comunication network, control center dan aplication
software, sedangkan aspek lainnya yang dilakukan evaluasinya adalah dalam hal
pengelolaan ATCS yang meliputi sumber daya manusia yang tersedia dan
kompetensinya beserta pendanaannya. Struktur Organisasi dan Tata Kerja
(SOTK) serta operasional dan pemeliharaaan juga termasuk kedalam sisi sistem
ini. Selain aspek-aspek tersebut perlu diperhatikan juga evaluasi dari sisi kinerja
dan manfaat ATCS yang meliputi traffic characteristic, traffic management
strategy dan manfaatnya (tundaan, antrian, DS dlsb). Untuk lebih jelas mengenai
lingkup evaluasi penerapan ATCS disampaikan didalam Gambar 3.2
Gambar 3.2 Lingkup Evaluasi Penerapan ATCS
3.7 Konteks Evaluasi Penerapan ATCS
Dalam konteks evaluasi penerapan ATCS, sebagai langkah awal adalah dimulai
dengan melihat beberapa faktor yang mempengaruhi ATCS itu sendiri yang
meliputi perkembangan teknologi ATCS, perkembangan aplikasi, perkembangan
kondisi sistem terpasang dan perkembangan sistem pendukungnya. Sebagai
langkah selanjutnya untuk setiap faktor pengaruh tersebut dilakukan analisis dan
evaluasi yang berbeda, seperti halnya untuk perkembangan teknologi dilakukan
analisis kompatibilitas, perkembangan aplikasi dengan analisis potensi
pemanfaatan, perkembangan kondisi sitem terpasang dengan analisis evaluasi
Sistem ATCS
Traffic
Signal Controller
Controller
Comunication
n
Network
Controll Center dan
dan
Aplication Software
Pengelola ATCS
SDM dan
Pendanaan
SOTK Operasional dan
dan
Pemelihaaraan
Kinerja dan
Manfaat ATCS
Traffic
Characteristic
c
Traffic Management
Management
Strategy
Manfaat
(tundaan, antrian, DS)
DS)
Vehicle
Detector
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-7
kinerja sistem terpasang dan perkembangan sistem pendukung dengan melakukan
evaluasi sistem pendukung. Dengan dilakukannya analisis/evaluasi maka untuk
setiap faktor pengaruh akan diperoleh hasil maupun rekomendasi mengenai
penerapan ATCS, dan untuk gambaran lebih jelasnya mengenai konteks evaluasi
penerapan ATCS disampaikan pada Tabel 3.1 .
Tabel 3.1 Konteks Evaluasi Penerapan ATCS
FAKTOR PENGARUH ANALISIS/
EVALUASI
HASIL
/REKOMENDASI
Analisis
Kompatibilitas
Rekomendasi
pengembangan sistem
ATCS Terpasang
Potensi
Pemanfaatan
Arahan/kebutuhan
kapabilitas dan kinerja
ATCS di masa akan
datang
Evaluasi Kinerja
Sistem Terpasang
Kinerja sistem dan sub sistem ATCS
Kondisi dan tingkat integrasi tiap
komponen/modul
Evaluasi Sistem
Pendukung
Fungsi dan kegiatan penyelenggaraan
Jumlah dan kompetensi SDM
Kebutuhan dana
3.8 Konfigurasi ATCS
Didalam melakukan evaluasi terhadap teknologi ATCS, maka dilakukan
pembagian menjadi 3 bagian konfigurasi yang meliputi system ATCS yang
merupakan sistem secara keseluruhan (whole system), sub system ATCS yang
terdiri dari control center, comunication network, local controller beserta
detectornya, dan component/modul dari ATCS itu sendiri yaitu semua jenis
software dan hardware yang digunakan. Untuk lebih jelasnya mengenai
konfigurasi ATCS tersebut disampaikan pada Gambar 3.3.
PERKEMBANGAN KONDISI
SISTEM TERPASANG:
Pertumbuhan lalulintas Perluasan area kota Degradasi kondisi komponen ATCS
sejalan umur
PERKEMBANGAN APLIKASI:
Skema manajemen lalulintas (traffic regulation, bus priority, dll)
Intelligent Transport System
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI:
Sistem Operasi & Software Teknologi detector (non-pavement) Sistem komunikasi (via fiber-optic
and/or wireless)
Controllers capability
PERKEMBANGAN SISTEM
PENDUKUNG:
Kelembagaan dan SDM Support pendanaan
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-8
Gambar 3.3 Konfigurasi ATCS
CONTROL CENTER
COMMUNICATION NETWORK
LOCAL
CONTROLLER
DETECTOR
ATCS (System)
ATCS (Sub-System)
ATCS (Component/ Modul) DI
T. BS
TP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-9
3.9 Pendekatan Evaluasi Teknologi ATCS
Sebagaimana yang disampaikan pada sub bab sebelumnya bahwa untuk
melakukan evaluasi teknologi ATCS ini, sebagai langkah awalnya adalah
membaginya mejadi 3 bagian konfigurasi yang meliputi system ATCS, sub
system ATCS dan component/modulnya, dimana ke 3 bagian konfigurasi tersebut
dilakukan evaluasi kondisinya dan dibandingkan terhadap indikator evaluasinya..
Indikator evaluasi yang digunakan terhadap sistem ATCS adalah kondisi dari
sistem ATCS yang beroperasi yang ada saat ini, apakah bekerja secara adaptive
dan/atau terkoordinasi berserta terkontrol dari control center untuk sepanjang
waktu di semua titik persimpangan. Hal ini berarti bahwa apabila kondisi yang
ada saat ini (eksisting) sudah tidak adaptive dan terkoordinasi beserta tidak
terkontrol dari control center, maka secara sistem ATCS ini sudah tidak berjalan
atau berfungsi dengan baik.
Sementara untuk sub system, evaluasinya adalah membandingkannya dengan
menggunakan indikator evaluasi yang menunjukkan apakah setiap sub system
tersebut yang terdiri dari control center, comunication network, controller,
detector dlsb berjalan dengan baik. Sebagai contoh adalah untuk control center
ketika dilakukan evaluasi apakah control center tersebut dapat melakukan
pengontrolan dan optimasi simpang, sedangkan yang lainnya adalah untuk
comunication network apakah bisa menyampaikan informasi dengan baik. hal
yang sama juga untuk yang komponen lainnya yaitu untuk local controller dan
detector apakah menunjukkan dapat menyimpan dan mengatur sinyal simpang
dan mendeteksi jumlah kendaraan yang lewat. Hal ini berarti bahwa apabila
semua komponen atau salah satu sub system tersebut tidak berjalan baik, maka
secara sub system dapat dikatakan tidak berfungsi dengan baik.
Hal yang sama juga untuk komponen/modul yaitu semua jenis hardware maupun
software apabila ketika dilakukan evaluasi menunjukkan bahwa terdapat salah
satu hardware maupun software yang rusak maka dapat dikatakan secara
komponen/modul tidak berfungsi dengan baik.
Untuk lebih jelas mengenai pendekatan evaluasi teknologi ATCS disampaikan
pada Tabel 3.2.
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-10
Tabel 3.2 Pendekatan Evaluasi Teknologi ATCS
Kelompok Elemen Indikator Evaluasi Variabel Evaluasi
Whole system (sistem secara
keseluruhan)
Sistem ATCS beroperasi secara adaptive dan/atau terkoordinasi, dan
terkontrol dari controll center (CC):
Di sepanjang waktu Di semua titik/lokasi simpang (yang dikontrol)
% waktu sistem tidak beroperasi penuh
% titik/lokasi simpang yang tidak terkoordinasi secara
adaptive
Controll center
Communication network
Controllers
Detectors
Setiap sub sistem dapat menjalankan fungsinya dengan baik:
Controll center: dapat mengontrol dan melakukan optimasi pengaturan simpang
Communication network: dapat menyampaikan data dari/ke control room ke/dari setiap controller
Controllers: dapat menyimpan dan mengatur setting sinyal di setiap simpang
Detectors: dapat mendeteksi adanya lalulintas yang melalui setiap simpang
Control Center: % waktu software/CC tidak berfungsi
Communication Network: % titik/lokasi simpang yang tidak
terhubung dengan CC
Controllers: %controller yang tidak berfungsi
Detectors: %detector yang tidak berfungsi
Semua jenis hardware dan
software yang digunakan
Setiap hardware dan software yang digunakan tidak rusak dan dapat
diintegrasikan dengan komponen/modul lainnya
% software dan hardware yang
rusak dan tidak dapat
diintegrasikan dengan
komponen/modul lainnya
System
ATCS
Sub System
ATCS
Komponen
/Modul DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-11
3.10 Pendekatan Evaluasi Pengelolaan ATCS
Sama halnya dengan pendekatan evaluasi pengelolaan teknologi, untuk
pendekatan evaluasi pengelolaan ATCS dilakukan terhadap beberapa
bagian/fungsi yang meliputi pengorganisasian, pengoperasian, pemeliharaan dan
evaluasi. Berdasarkan beberapa bagian/fungsi tersebut maka dilakukan
identifikasi mengenai kegiatannya untuk dilakukan evaluasi mengenai kebutuhan
sumber daya manusia maupun kebutuhan dananya
Untuk lebih jelasnya mengenai pendekatan evaluasi pengelolaan ATCS ini
disampaikan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Pendekatan Evaluasi Pengelolaan ATCS
Bagian:Fungsi Kegiatan Kebutuhan SDM Kebutuhan Dana
Pengorganisasian:
Mengkoordinasikan
pengelolaan ATCS
secara internal
maupun ekstenal
Memantau dan mengarahkan
kegiatan dari
setiap bagian agar
dapat menjalankan
fungsinya dengan
baik
Berkoordinasi dengan instansi
terkait (Bappeda,
Kepolisian, dll)
untuk
penganggaran,
pengoperasian,
dan pemanfaatan
Jenis : Kepala Unit Pengelola ATCS
Kualifikasi: pendidikan,
pelatihan,
pengalaman
Dana operasional
Dana sosialisasi/ koordinasi secara
berkala
Pengoperasian:
Memastikan sistem
beroperasi dengan
baik secara kontinu
Mengendalikan dan mengawasi
operasional
seluruh sistem
ATCS sehari-hari
dari control room
Mendata/medokumentasikan setiap
kondisi, kegiatan,
dan kejadian
Jenis: Supervisor, operator/
programmer
Kualifikasi: pendidikan,
pelatihan,
pengalaman,
sertifikat
Dana operasional
Dana diklat
Pemeliharaan:
Memastikan bahwa
setiap elemen/
komponen sistem
dalam kondisi baik
dan dapat difungsikan
Pemeliharaan fungsi: memeriksa
dan
menyempurnakan
fungsi ATCS
Pemeliharaan hardware:
Memperbaiki,
menjaga, dan
memodifikasi
Jenis: Programmer/softw
are specialist,
hardware
technician
Kualifikasi:pendidikan, pelatihan,
pengalaman,
sertifikat
Dana operasional
Dana diklat
Dana persediaan suku cadang minor
Dana penggantian suku cadang major/
besar
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-12
Tabel 3.3 Pendekatan Evaluasi Pengelolaan ATCS
Bagian:Fungsi Kegiatan Kebutuhan SDM Kebutuhan Dana
setiap komponen
fisik ATCS
Pemeliharaan software:
Mengoreksi
kesalahan
software dan
meningkatkan
pemanfaatan
software
Evaluasi:
Mengevaluasi tingkat
efektivitas dan
menyusun strategi
peningkatan kinerja
sistem
Evaluasi efektivitas: kajian
before and after
dampak operasi
ATCS
Evaluasi jangka pendek:
mengevaluasi
kinerja strategi
operasional
tertentu
Evaluasi berkala: terhadap kinerja
operasional dan
pemeliharaan
Jenis/Jumlah:Traffic engineer, system
analyst
Kualifikasi: pendidikan,
pelatihan,
pengalaman,
sertifikat
Dana operasional
Dana diklat
Dana survey
3.11 Pendekatan Analisis Lalu Lintas
Dalam melakukan pendekatan analisis lalu lintas, maka sebagai langkah awal
adalah melakukan penginputan data yang merupakan hasil survey dilapangan
yang meliputi data geometrik (lebar jalan, lebar pendekat dlsb), data volume lalu
lalu lintas, data hambatan samping dan pengaturan sinyal eksisting (waktu siklus,
waktu hijau, merah dan kuning, jumlah fase dan pola pergerakannya). Data yang
diperoleh tersebut merupakan data eksisting yang selanjutnya dilakukan evaluasi
kinerjanya baik dengan menggunakan MKJI dan TRANSYT, dimana hasilnya
dibandingkan kinerja persimpangan (delay, panjang antrian) eksiting dengan
kinerja persimpangan hasil optimasi baik dengan MKJI maupun TRANSYT.
Selain kinerja persimpangan juga dilakukan perbandingan perubahan kinerja
jaringan yang meliputi waktu tempuh, konsumsi BBM dlsb. Untuk lebih jelasnya
mengenai pendekatan analisis lalu lintas disampaikan pada Gambar 3.4.
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-13
Gambar 3.4 Pendekatan Analisis Lalu Lintas
3.12 Kajian Pengembangan Sistem
3.12.1 Komponen ATCS
Gambaran permasalahan kondisi ATCS yang ada saat ini adalah pada sistemnya,
dimana dari data volume kendaraan yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran
sensor detektor, maka data tersebut langsung dikirimkan melalui alat komunikasi
(kabel, wireless dlsb) menuju traffic control centre, yang kemudian data-data
tersebut dikumpulkan, diproses dan disebarkan kembali untuk pengaturan traffic
light selanjutnya. Hal ini menunjukkan bahwa proses tersebut tidak optimal,
dimana seharusnya data-data tersebut selain dikirimkan untuk pengaturan traffic
light selanjutnya, dapat juga digunakan sebagai informasi kondisi lalu lintas
kepada user melalui beberapa alternatif teknologi seperti halnya media elektronik
(radio, TV), HP dlsb. Untuk gambaran lebih jelas mengenai tahapan system
tersebut disampaikan pada Gambar 3.5.
Input Data
Data Geometrik - Geometrik simpang
- Geometrik ruas
Data lalulintas - Lalulintas simpang
- Lalulintas ruas
Data pendukung - Hambatan samping
- Pengaturan sinyal
eksisting
Skenario Analisis
EXISTING: Setting sinyal yang ada
(off-line)
OPTIMASI: - Individual (analisis
MKJI)
- Terkoordinasi (analisis
TRANSYT)
Hasil
Perubahan kinerja persimpangan (delay,
panjang antrian)
Perubahan kinerja jaringan (waktu tempuh,
konsumsi BBM)
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-14
Traffic Control Centre
Collecting Processing Dissemination Utilization
Comunication Media
kabel, wireless, dedicated, sewa
Road Traffic Equipment
traffic control, detector dlsb
MasyarakatInstansi
TerkaitKepolisian
Operator
Angkutan
Dunia
Usaha
Gambar 3.5 Komponen ATCS
3.12.2 Kaidah Pengembangan Sistem
Terdapat beberapa kaidah untuk pengembangan system ATCS pada masa
mendatang yang meliputi:
1. Sustainable improvement Terbuka untuk kemungkinan pengembangan lebih lanjut
2. User friendly Kemudahan untuk pengoperasian
3. Scalability Potensi kesalahan manusia kecil
4. Open system Multi platform: standard operasional hardware
5. Vendor support Pelayanan dan dukungan penuh
6. Reliability system
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-15
Minimalisasi ganguan operasi
7. Cost Assesment Kajian anggaran: manfaat vs biaya
3.13 Proses Penyelesaian Lingkup Kegiatan
Dari KAK dapat dipahami adanya kebutuhan/permasalahan yang ingin
diselesaikan oleh pemberi kerja melalui pekerjaan/studi ini, hal ini diperlihatkan
dalam maksud dan tujuan, lingkup kegiatan, dan keluaran yang diharapkan dari
pekerjaan/studi ini. Kebutuhan/permasalahan tersebut perlu di identifikasi dan di
diselesaikan, dimana pada Tabel 3.4 disampaikan proses penyelesaian lingkup
kegiatan Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS) di DKI
Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Tabel 3.4 Proses Penyelesaian Lingkup Kegiatan
No. Lingkup Kegiatan
Analisis
Metoda Penyelesaian
Input Proses/Metoda Output/ Keluaran
1. Kriteria tingkat
kinerja/pelayanan - Peraturan
perundangan
- Pedoman - Standar
(Nasional dan
Internasional)
Kajian pustaka Kriteria kinerja
yang diharapkan
- Tundaan dan panjang antrian
- Degree of Satruration
- Through Traffic - dlsb
2. Evaluasi lalu lintas,
kondisi dan
kelembagaan
- Data lalu lintas simpang-
simpang utama
- Data teknis peralatan
- Data unit pengelola dan
pendanaan
- Evaluasi kinerja lalu lintas
- Pemetaan permasalahan
- Kondisi lalu lintas di
persimpangan
utama
- Kondisi peralatan ATCS
- Skema kelembagaan
pengelola ATCS
dan
pendanaannya
- Jenis dan penyebab
permasalahan
3. Simulasi kinerja Hasil butir 1 dan 2 - Simulasi individual
- Simulasi terintegrasi
(menggunakan
software)
- Alternatif solusi - Evaluasi kinerja
alternatif solusi
- Preferensi terhadap kinerja
alternatif
4. Perumusan dan
rekomendasi
Hasil butir 3 Perumusan Rekomendasi
mengenai
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-16
Tabel 3.4 Proses Penyelesaian Lingkup Kegiatan
No. Lingkup Kegiatan
Analisis
Metoda Penyelesaian
Input Proses/Metoda Output/ Keluaran
- Spesifikasi - Teknologi - Pengelolaan
ATCS
- dlsb
3.14 Alur Pikir Pelaksanaan Pekerjaan (Frameworks Analysis)
Berdasarkan proses penyelesaian lingkup kegiatan pada Tabel 3.4 di atas, maka
dapat disusun suatu bagan alir proses pelaksanaan pekerjaan (framework analysis)
seperti yang disampaikan pada Gambar 3.6.
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-17
Gambar 3.6 Alur Pikir Pelaksanaan Pekerjaan (Frameworks Analysis)
Data unit pengelola
dan pendanaan
Evaluasi
kelembagaan
Skema
kelembagaan
pengelola ATCS
dan pendanaannya
Kajian Pustaka
- Peraturan perundangan
- Pedoman - Standar (Nasional
dan Internasional)
Kriteria tingkat
pelayanan
- Tundaan - Degree of
Saturation dlsb
Pengumpulan data
Data lalu lintas
simpang-simpang
utama
Data teknis
peralatan
Evaluasi lalu lintas
Kondisi lalu lintas
simpang-simpang
utama
Evaluasi kondisi
Kondisi peralatan
ATCS
Pemetaan masalah
- Jenis masalah: tundaan;, degree of saturation
- Penyebab masalah: traffic, peralatan teknis, kelembagaan
dan finansial
- Alternatif solusil perbaikan sinyal, geometrik dlsb
Simulasi kinerja
Simulasi dengan
menggunakan
software
Evaluasi kinerja
Perumusan
Rekomendasi
- Spesifikasi teknis - Teknologi - Pengelolaan
ATCS
Evaluasi kinerja
lalu lintas
Benchmarking
- Best practice - Common
Parameter,
Criteria dan
Standard
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-18
3.15 Metoda Pendekatan Analisis
3.15.1 Metoda Pengumpulan Data
A. Jenis Data Yang Diperlukan
Untuk kegiatan Evaluasi Penerapan Area traffic Control System (ATCS) di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya ini diperlukan sejumlah data dan masukan sebagai bahan analisis yang meliputi:
1. Data kondisi lalu lintas di persimpangan-persimpangan utama; 2. Data penyediaan prasarana lalu lintas ATCS sebagai sebagai bahan untuk
menganalisis kondisi peralatannya;
3. Data persepsi dan perspektif stakeholders terkait dengan skema unit pengelolaan dan pendanaannya.
B. Metoda Dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam rangka mengumpulkan data dan masukan yang dibutuhkan, sebagaimana
disampaikan pada Bagian A di atas, maka dalam studi ini digunakan sejumlah
metoda survey yang antara lain meliputi:
1. Survey instansional: dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui kunjungan intansi-intansi atau pihak-pihak yang terkait;
2. Survey kuisioner/wawancara: dilakukan kepada stakeholders terkait untuk mendapatkan perspektif dan aspirasi mengenai penerapan ATCS yang ada
saat ini beserta skema pengelolaan dan pendanaannya;
3. Survey lapangan: jika diperlukan akan dilakukan survey pengamatan, traffic counting, wawancara, pencatatan, dlsb di lapangan untuk
mengkonfirmasi data lalu lintas dan mendapatkan gambaran kondisi aktual
dari penerapan ATCS.
3.15.2 Metoda Pelaksanaan Survey
A. Metoda Pelaksanaan Survey Lalu Lintas
Pelaksanaan survey pencacahan arus lalu lintas (traffic count) dilakukan dengan
metoda pencacahan arus lalu lintas terklasifikasi sesuai juknis Tata Cara Pelaksanaan Survey Penghitungan Lalu Lintas Cara Manual (No. 016/T/BNKT/1990).
Survey pencacahan arus lalu lintas (traffic count) yang dilakukan dalam studi ini
adalah untuk:
- Menvalidasi data lalu lintas sekunder yang diperoleh dari IRMS; - Melihat distribusi temporer lalu lintas jaman, harian, dan mingguan; - Sebagai dasar untuk mengestimasi MAT tahun dasar dengan
menggunakan metoda ME2 (Matrix Estimation from Maximum Entropy)
dengan OD Nasional sebagai prior matrix,
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-19
B. Metoda Pelaksanaan Survey Waktu Perjalanan
Dalam memodelkan sistem jaringan jalan diperlukan data waktu tempuh dari
zona-zona asal tujuan perjalanan untuk mengestimasi parameter yang
menghubungkan distribusi perjalanan dengan jarak dan waktu perjalanan. Survey
ini dilakukan untuk mengukur waktu perjalanan dan waktu bergerak rata-rata
yang diperlukan suatu kendaraan untuk melintasi suatu rute atau seksi jalan
tertentu. Pada waktu yang sama dikumpulkan informasi mengenai durasi dan
penyebab terjadinya hambatan. Data survey waktu perjalanan dan hambatan
biasanya dipergunakan pada studi untuk :
- Menilai kualitas pelayanan suatu koridor/jaringan jalan; - Mengidentifikasi lokasi dan penyebab kemacetan; - Menentukan kebutuhan manajemen lalu lintas ; - Melakukan analisa ekonomi suatu investasi pada jaringan jalan;
Data ini akan merepresentasikan kinerja jaringan jalan secara keseluruhan dan
memberikan informasi yang penting untuk mengkalibrasi data base dan model
jaringan jalan yang dibentuk. Beberapa data yang dapat dikumpulkan melaui
survey waktu tempuh di jaringan jalan ini antara lain adalah:
- Waktu perjalanan (journey time) adalah waktu rata-rata yang diperlukan oleh kendaraan untuk menempuh suatu rute tertentu, termasuk didalamnya
waktu berhenti dan tundaan di persimpangan
- Waktu bergerak (running time) adalah waktu dimana kendaraan dalam keadaan bergerak untuk menempuh suatu potongan jalan tertentu
- Kecepatan bergerak (running speed) adalah panjang suatu potongan jalan tertentu dibagi waktu bergerak
- Kecepatan perjalanan (journey speed) adalah kecepatan rata-rata suatu arus lalu lintas yang dihitung dengan membagi panjang jalan dengan
waktu perjalanan rata-rata kendaraan untuk melewati potongan jalan
tersebut;
- Hambatan (delay) adalah gangguan yang dialami kendaraan survey selama waktu survey karena kondisi lalu lintas, seperti mendekati persimpangan,
persilangan sebidang, sekolah, dlsb yang mengakibatkan kendaraan harus
berhenti.
3.15.3 Metoda Analisis Kinerja Persimpangan Bersinyal
Kinerja persimpangan bersinyal dapat dinyatakan dalam derajat kejenuhan,
panjang antrian dan hambatan (delay). Kinerja persimpangan ini dilakukan untuk
setiap pendekat.
1. Derajat Kejenuhan
Persamaan dasar untuk menentukan derajat kejenuhan persimpangan yaitu:
DS = Q/C
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-20
Dimana : Q = Arus lalu lintas pendekat (smp/jam)
C = Kapasitas persimpangan (smp/jam)
Untuk menghitung kapasitas persimpangan mengikuti persamaan sebagai
berikut:
C = S x g/C
Dimana :
S = Arus jenuh yang disesuaikan yang dihitung dengan persamaan = So x
FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT (smp/jam)
g = Waktu hijau untuk masing-masing fase yang diperoleh dengan
persamaan = g = (Cua LTI) x PRi
c = Waktu siklus yang disesuaikan yang dihitung dengan persamaan =
g + LTI
2. Panjang Antrian (QL)
A. Persamaan dasar dan Grafik untuk menentukan panjang antrian yang
tersisa dari fase sebelumnya (NQ1) dipersimpangan yaitu:
a. Untuk DS > 0,5 digunakan persamaan :
b. Untuk DS 0,5 digunakan persamaan : 01 NQ
Dimana :
NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya
DS = Derajat kejenuhan
GR = Rasio hijau (g/c)
C = Kapasitas (smp/jam)
C
DSxDSxCxNQ
)5,0(8)1(25,0 21
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-21
Gambar 3.7 Jumlah Kendaraan Antri (smp/jam) yang Tersisa dari
Fase Sebelumnya (NQ1)
B. Persamaan dasar dan Grafik untuk menentukan panjang antrian yang
datang selama fase merah (NQ2) dipersimpangan yaitu:
Dimana :
NQ2 = Jumlah smp yang datang selama fase merah
DS = Derajat kejenuhan
GR = Rasio hijau (g/c)
C = Waktu siklus (detik)
Qmasuk = Arus lalu lintas pada tempat masuk diluar LTOR
(smp/jam)
Jumlah kendaraan antri adalah : NQ = NQ1 + NQ2
C. Persamaan untuk menentukan panjang antrian (QL) dipersimpangan yaitu:
Dimana :
QL = Panjang antrian (m)
36001
12
Qx
DSxGR
GRxcNQ
Masuk
Max
W
xNQQL
20
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-22
NQMax = Jumlah kendaraan antrian maksimum yang dihitung
berdasarkan Gambar 3.8
WMasuk = Lebar masuk pendekat (m)
Gambar 3.8 Jumlah Kendaraan Antri Maksimum
3. Tundaan
Perhitungan tundaan berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)
adalah sebagai berikut :
A. Hitung tundaan lalu lintas rata-rata setiap pendekat (DT) akibat pengaruh
timbal balik dengan gerakan-gerakan lainnya pada simpang dengan
menggunakan persamaan :
Dimana :
DT = Tundaan lalu lintas rata-rata (detik/smp)
c = Waktu siklus yang disesuaikan (detik)
A = atau dapat digunakan Gambar 3.9
GR0 = Rasio hijau (g/c)
DS = Derajat kejenuhan
NQ1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya
C = Kapasitas (smp/jam)
C
xNQAxcDT
36001
DSxGR
GRx
1
15,02
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-23
Gambar 3.9 Nilai Konstanta A
B. Tentukan tundaan geometrik rata-rata masing-masing pendekat (DG)
akibat perlambatan dan percepatan ketika menunggu pada suatu
persimpangan dan/atau ketika dihentikan oleh lampu merah. Persamaan
tersebut adalah sebagai berikut :
Dimana :
DG = Tundaan geometrik rata-rata untuk pendekat (detik/smp)
pSV = Rasio kendaraan terhenti pada pendekat = Min (NS,1)
PT = Rasio kendaraan berbelok pada pendekat
Sehingga diperoleh tundaan rata-rata : D = DT+DG
C. Hitung tundaan total dalam detik dengan mengalikan tundaan rata-rata dengan aru lalu lintas.
D. Hitung tundaan rata-rata untuk seluruh simpang (D1) dengan membagi jumlah nilai tundaan dengan arus total dalam detik dengan mengalikan
tundaan rata-rata.
461 xpxpxpDG SVTSV
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-24
3.15.4 Traffic Networks Study Tools (TRANSYT)
A. Struktur Program TRANSYT
Traffic Network Study Tools (TRANSYT) adalah suatu metode untuk menentukan
pengaturan lampu lalu lintas waktu-tetap (fixed control) optimal sehingga arus
yang ada melintasi jaringan jalan berlampu lalu lintas dengan biaya total
minimum misalnya tundaan minimum dan jumlah stop minimum. Dua elemen
utama dalam TRANSYT adalah:
1. Model lalu lintas Model ini akan memprediksi performance index (PI) untuk setiap
perencanaan waktu yang tetap (fixed time). PI adalah ukuran total harga
kemacetan lalu lintas yang berupa total tundaan (delay) dan berhenti (stop)
kendaraan
2. Optimsi offset lalu lintas Jika offset suatu simpang (node) dikurangi dengan offset didekatnya, maka
selisihnya merupakan waktu dimana siklus suatu simpang dimulai relatif
terhadap simpang-simpang lainnya
Struktu program TRANSYT ditunjukkan oleh Gambar 3.10
Network DataFlow Data
TrafficModel
Delays and Stop in Network
Graphs of Cyclic Flow Profiles
New SettingsSignal
The TRANSYTProgram
200 m
OptimisationProcedure
OptimisationSignal
Settings
Initial Signal Settings
OptimisationData
Gambar 3.10 Struktur Program TRANSYT
Asumsi dasar dari TRANSYT adalah sebagai berikut:
1. Semua persimpangan utama dalam jaringan diatur dengan lampu lalu lintas/prioritas;
DIT.
BSTP
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Penerapan Area Traffic Control System (ATCS)
Di DKI Jakarta, Bandung dan Surabaya
Bab 3 Pendekatan dan Metodologi 3-25
2. Semua lampu dalam jaringan mempunyai waktu siklus sama atau waktu siklus sebesar setengah dari nilai tersebut, diketahui pembagian fase dan
periode minimum;
3. Arus lalu lintas di persimpangan dan distribusinya dalam periode tertentu diketahui dan dianggap tetap.
B. Pembuatan Model TRANSYT
Analisis koordinasi simpang menggunakan program TRANSYT 11 m