52
ATURAN ADAT ISTIADAT BATAK Patokan dan Aturan Adat (Ruhut–ruhut Paradaton) Patokan dan aturan adat adalah acuan atau cerminan untuk melaksanakan adat didalam sukacita maupun dukacita yang pelaksanaannya harus didasarkan pada falsafah “ DALIHAN NATOLU “ serta memperhatikan nasihat nenek moyang ( Poda Ni Ompunta) * Jolo diseat hata asa diseat raut ( di bicarakan sebelum dilaksanakan) * Sidapot solup do na ro (mengikuti adat suhut setempat) * Aek Godang tu aek laut, dos ni roha nasaut (Musyawarah mufakat ). Pasal 1 1. Pada acara pesta perkawinan yang mutlak (mortohonan) suhi ni ampang ñaopat : a. Pihak paranak (pengantin lelaki) yang terima ulos : 1. Ulos Pansamot : Orang tua pengantin 2. Ulos Paramaan : Abang / adik Orangtua Pengantin 3. Ulos Todoan : Abang / adik Ompung Suhut Pengantin 4. Ulos Sihunti Ampang : Saudara (Ito) atau Namboru Pengantin b. Pihak Parboru (pengantin perempuan) yang terima sinamot : 1. Sijalo Bara / Paramai : Abang / adik pengantin 2. Sijalo Upa Tulang : Tulang pengantin 3. Sijalo Todoan : Abang / adik Ompung Suhut Pengantin atau Simandokhon Ito pengantin *(sesuai Hasuhuton&Tonggo Raja).

Aturan Adat Istiadat Batak

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Aturan Adat Istiadat Batak

ATURAN ADAT ISTIADAT BATAK

Patokan dan Aturan Adat

(Ruhut–ruhut Paradaton)

Patokan dan aturan adat adalah acuan atau cerminan untuk melaksanakan adat didalam sukacita maupun dukacita yang pelaksanaannya harus didasarkan pada falsafah “ DALIHAN NATOLU “ serta memperhatikan nasihat nenek moyang ( Poda Ni Ompunta)

* Jolo diseat hata asa diseat raut ( di bicarakan sebelum dilaksanakan)* Sidapot solup do na ro (mengikuti adat suhut setempat)* Aek Godang tu aek laut, dos ni roha nasaut (Musyawarah mufakat ).

Pasal 1

1. Pada acara pesta perkawinan yang mutlak (mortohonan) suhi ni ampang ñaopat :

a. Pihak paranak (pengantin lelaki) yang terima ulos :

1. Ulos Pansamot : Orang tua pengantin

2. Ulos Paramaan : Abang / adik Orangtua Pengantin

3. Ulos Todoan : Abang / adik Ompung Suhut Pengantin

4. Ulos Sihunti Ampang : Saudara (Ito) atau Namboru Pengantin

b. Pihak Parboru (pengantin perempuan) yang terima sinamot :

1. Sijalo Bara / Paramai : Abang / adik pengantin

2. Sijalo Upa Tulang : Tulang pengantin

3. Sijalo Todoan : Abang / adik Ompung Suhut Pengantin atau

Simandokhon Ito pengantin *(sesuai Hasuhuton&Tonggo Raja).

4. Sijalo Upa Pariban : Kakak atau Namboru Pengantin

c. Urutan Pelaksanaan:

1. Ulos Hela diberikan setelah Ulos Pansamot.

2. Sijalo Paramai diberikan setelah sinamot nagok diterima Suhut Parboru.

2. Pada acara Adat Perkawinan yang harus diperhatikan :

a. Tintin marangkup diberikan kepada Tulang Pengantin pria, bila perkawinan dengan

Page 2: Aturan Adat Istiadat Batak

Pariban Kandung (Boru Tulang), tidak ada Tintin Marangkup.

b. Jumlah Tintin Marangkup, sesuai kesepakatan demikian Panandaion bila ada.

c. Ulos yang diturunkan (tambahan) tidak boleh melebihi tanggungan Parboro.

d. Uang Pinggan Panungpunan, disesuaikan dengan besarnya Sinamot.

e. Undangan pada acara adat Boru Sihombing atau Bere Sihombing, suhu – suhu Ompu yang menerima Sinamot / Tintin Marangkup / Upa Tulang , wajib memberikan ulos Herbang, selain yang memberi ulos Herbang, boleh memberi uang (pembeli ulos).

Pasal 2

Pada Acara Adat Kematian (meniggal dunia), ulos yang berjalan dan acara sesuai tingkat kematian :

1. Meninggalnya dari usia anak-anak sampai usia berkeluarga :

a. Anak-anak dan Boru Sihombing remaja : Lampin atau Saput dari orangtua.

b. Remaja / Pemuda Sihombing : Saput dari Tulang-nya.

c. Kembali dari makan tidak ada acara adat lagi.

2. Meninggal Suami / Isteri :

a. Tingkat kematian ditetapkan dalam Parrapoton / Tonggo Raja.

b. Ulos Saput / Tutup Batang Suami dari Tulang-nya, Ulos Tujung/ Sampetua Istri dari Hula – hula.

c. Ulos Saput / Tutup Batang Istri dari Hula – hula, Ulos Tujung/ Sampetua Suami dari Tulangnya.

d. Urutan pelaksanaan : Saput lebih dulu baruTujung (berubah sesuai kondisi).

e. Tingkat kematian Sarimatua, kembali dari makam ada Acara Buka Tujung, bagi yang masih menerima Tujung.

f. Tingkat kematian Saurmatua, kembali dari makam ada Acara Buka Hombung.

g. Suami meninggal, Tulang-nya Siungkap Hombung; Istri meninggal, Hula-hulanya.

Pasal 3

Parjambaran

Pada setiap Acara Adat Pesta Perkawinan dan kematian berjalan Parjambaran, pada

Page 3: Aturan Adat Istiadat Batak

dasarnya sebelum pelaksanaan harus dibicarakan lebih dahulu :

1. PARJAMBARAN DI ACARA ADAT PESTA PERKAWINAN, PANJUHUTI-NYA PINAHAN / SIGAGAT DUHUT.

a. Mengkawinkan anak laki – laki :

- Bila adatnya alap jual : Parjambaran Sidapot Solup na Ro

- Bila adatnya Taruhon Jual :

Osang utuh diparanak, untuk diberikan kepada hula-hula (Sijalo Tintin Marangkup), ihur-ihur (Upa Suhut) diparanak dan diberikan Ulak Tando Parboru,

Somba – somba dan soit dibagi dua dan parngingian (kiri) di Paranak :

(1). Somba – somba untuk Horong Hula-hula dan Tulang Rorobot.

(2). Soit untuk Horong Dongan Tubu, Pariban, Ale-ale, Dongan Sahuta, dll.

(3). Parngingian / Parsanggulan untuk Boru / Bere.

(4). Ikan (dengke) dari Parboru untuk Hasuhuton.

b. Mengawinkan anak Perempuan :

- Bila adatnya Taruhon Jual : Parjambaran Sidapot Solup na Ro.

- Bila adatnya Taruhon Jual :

Osang Utuh di Parboru untuk diberikan ke Hula-hula dan Tulang Rorobot.

Ihur – ihur (Upa Suhut) di Parboru untuk Hasuhuton

Somba – somba dan Soit dibagi dua dan parngingian(kanan) di Parboru :

(1). Somba –somba untuk Horong Hula-hula dan Tulang Rorobot.

(2). Soit untuk Horong Dongan Tubu, Pariban, Ale – ale, Dongan Sahuta, dll.

(3). Parsanggulan / Parngingian untuk Boru / Bere.

2. PARJAMBARAN DI ACARA KEMATIAN SARI / SAURMATUA, BOAN SIGAGAT DUHUT (Contoh) :

Ulaon : Borsak Simonggur.

Hasuhuton : Hutagurgur.

Bona ni Hasuhutin : Tuan Hinalang.

Page 4: Aturan Adat Istiadat Batak

Suhut Bolon : Datu Parulas.

A. DONGASABUTUHA

1. Panambuli : Anggi Doli Hariara.

2. Pangalapa / Pamultak : Raung Nabolon.

3. Panambak / Sasap : Dongan Tobu.

4. Ihur – ihur / Upa Suhut : Datu Parulas.

5. Uluna / Sipitudai : Jambar Raja (Parsadaan dan Punguan)

Orang biasanya diberikan ke Protokol dan Sitoho-toho.

6. Ungkapan : Haha Doli Suhut Bolon.

7. Gonting : Anggi Doli Suhut Bolon.

B. BORU / BERE / IBEBERE

1 . Tanggalan Rungkung Partogi : Boru ni Prsadaan.

2. Tanggalan Rungkung Mangihut : Boru ni Punguan.

3. Tanggalan Rungkung Bona – bona : Boru Diampuan/Bere – Ibebere.

C. HULA – HULA

1. Tulan Bona : Pangalapan Boru/Hula-hula Tangkas.

2. Tulan Tombuk : Namamupus/Tulang.

3. Somba – somba Siranga : Tulang Rorobot, Bona Tulang, Bona Hula.

Somba – somba Nagok :Bona na ari.

4. Tulan :P arsiat (Hula-hula, Haha Anggi, & Anak Manjae)

D. DONGAN SAHUTA / RAJA NARO.

1. Botohon : Sipukkha Huta/Dongan Sahuta.

2. Ronsangan : Pemerintah setempat.

3. Soit Nagodang : Paariban, Ale-ale, Pangula ni Huria, Partungkoan.

4. Bonian Tondi : Pangalualuan ni Nipi (teman curhat).

Page 5: Aturan Adat Istiadat Batak

5. Sitoho-toho : Surung-surung ni namanggohi adat (orang yang sering

datang).

6. Pohu : Penggenapi isi tandok Hula-hula

7. Sohe/Tanggo : Penggenapi jambar yang belum dapat, dan lain-lain.

3. PENJELASAN BENTUK DAN LETAK PARJAMBARAN

A. NAMARMIAK-MIAK (PINAHAN LOBU)

1. Osang-osang : rahang bawah

2. Parngingian : kepala bagian atas

3. Haliang : leher

4. Somba-somba : rusuk

5. Soit : persendian

6. Ihur-ihur/Upa Suhut : bagian belakang sampai ekor

Parjambaran Namarmiak – miak di Humbang

(Oleh : Ompu Natasya L. Toruan )

Na marmiak-miak

B. SIGAGAT DUHUT

1. Uluna/Sipitu dai : kepala atas dan bawah (tanduk

namarngingi dan osang)

2. Panamboli : potongan leher (sambolan)

Page 6: Aturan Adat Istiadat Batak

3. Pangalapa/Pultahan : perut bagian bawah (tempat belah)

4. Panambak/Sasap : pangkal paha depan

5. Ungkapan : pangkal rusuk depan

6. Gonting : pinggul/punggul

7. Upa Suhut / Ihur-ihur : bagian belakang sampai ekor

8. Tanggalan Rungkung : leher (depan sampai dengan badan)

9. Tulan Bona : paha belakang

10. Tulan Tombuk : pangkal paha belakang

11. Somaba-somba Siranga : rusuk-rusuk besar

12. Somaba-somba Nagok : rusuk paling depan (gelapang)

13. Tulan : kaki di bawah dengkul

14. Botohon : paha depan

15. Ronsangan : tulang dada ( pertemuan rusuk)

16. Soit Nagodang : persendian

17. Bonian Tondi : pangkal rusuk iga

18. Sitoho-toho : sebagian dari osang bawah

19. Pohu : bagian-bagian kecil

20. Sohe/Tanggo-tanggo : cincangan

Parjambaran Sigagat Duhut di Humbang

( Oleh Drs. Togap L. Toruan)

Page 7: Aturan Adat Istiadat Batak

Si gagat duhut

Pasal 4

MANGADATI

Mangadati adalah pelaksanaan ”menerima.membayar” adat perkawinan (marunjuk) yang telah menerima pemberkatan nikah sebelumnya, dimana kedua belah pihak orangtua sepakat, adatnya dilaksanakan kemudian dan atau kawin lari (mangalua) dimana acara ini dilaksanakan pihak pengantin laki-laki ( Paranak). Karena itu ”mangadati” tidak sama dan bukanlah manjalo sulang-sulang ni pohompu.

A. Tahapan yang harus dipenuhi sebelum Mangadati :

1. Pada acara partangiangan (pengucapan syukur) pemberkatan nikah, Paranak wajib mengantar ”Ihur-ihur” kepada pihak pengantin perempuan (Parboru) sebagai bukti bahwa putrinya telah di-paraja (dijadikan istri).

2. Pihak paranak melakukan acara manuruk-nuruk (suruk-suruk) meminta maaf dengan membawa makanan adat kepada pihak Parboru(hula-hula).

3. Pihak Paranak melakukan pemberitahuan rencana ”mangadati” kepada pihak Parboru, dengan membawa makan adat. Acara ini merancang (mangarangrangi) ”Somba ni uhum: (sinamot), ulos herbang, dan yang berkaitan dengan mangadati.

B. Acara ”mangadati” dilaksanakan di tempat pihak Paranak, sehinga pelaksanaan sama dengan pesta adat ”taruhon jual”, yakni pihak Parboru datang dalam rombongan membawa beras, ikan, dan ulos.

C. Parjambaran: ”Sidapotsolup do naro”

Pasal 5

MENDAMPINGI, MANGAMAI, MANGAIN

Pengertian umum adalah suatu proses untuk perkawinan campuran antara anaka / boru

Page 8: Aturan Adat Istiadat Batak

dengan anak/boru suku/bangsa lain (Marga Sileban), dimana pelaksanaanya dilakukan sesuai dengan adat Batak. Penerapannya dilakukan sesuai tahapan dan aturan masing-masing sebagai berikut :

MENDAMPINGI. Marga Sileban yang berkehendak agar anaknya (pria/wanita) melangsungkan perkawinan adat Batak dengan anak/boru Batak, Marga Sileban cukup meminta kepada satu keluarga Sihombing yang mau mendampingi dengan fungsi sebagai wakil/juru bicara/Raja parhata, dengan demikian :

1. Mendampingi Parboru, Sijalo Sinabot harus Marga Sileban, yang mendampingi hanya menerima uang kehormatan saja.2. Mendampingi Paranak, Sijalo Ulos Suhi ni Ampang Naopat harus keluarga suku lain (Marga Sileban), yang mendampingi hanya menerima Ulos Pargomgom.3. Yang mendampingi tidak boleh melakukan Tonggo / Ria Raja dan Papungu Tumpak.

MANGAMAI . Marga Sileban yang berkehendak agar anaknya (pria/wanita) melangsungkan perkawinan adat Batak dengan anak/boru Batak. Marga Sileban harus datang secara adat, membawa makanan na marmiak-miak, memohon kepada keluarga Sihombing yang mau Mangamai dihadapan Dongan Tubu, Boru/Bere, Dongan Sahuta.

Dengan restu hadirin, yang Mangamai mangupa dengan menyatakan kesediaan untuk melaksanakan tahapan adat perkawinan yang dimaksud pihak Marga Sileban, kemudian Marga Sileban memberikan Piso-piso dan Pasituak Natonggi kepada semua hadirin. Sehingga yang diamai dengan yang Mengamai sudah menjadi Dongan Sahundulan yang sifatnya permanen.

Dalam hal Mangamai Paranak, yang menerima ulos diatur sebagai berikut :

Ulos Pansamot : Orangtua kandung Marga Sileban.

Ulos Paramaan : Yang Mangamai.

Ulos Todoan : Marga Sileban atau keluaga yang Mengamai.

Ulos Sihunti Ampang : Boru yang Mengamau atau Marga Sileban.

Ulos seterusnya diatur pembagiannya sesuai dengan kesepakatan.

Tintin Marangkup tetap harus diberikan ke Tulang pengantin pria Marga Sileban.

Dalam hal Mangamai Parboru, yang menerima Sinamot/tuhor diatur sebagai berikut :

Sinamot nagok : Orangtua kandung Marga Sileban.

Paramai : yang Mengamai.

Todoan : Marga Sileban atau yang Mengamai.

Pariban : Boru yang Mengamai atau Boru Marga Sileban.

Page 9: Aturan Adat Istiadat Batak

Upa Tulang harus diberikan kepada Tulang pengantin wanita Marga Sileban.

Panandaion/Sipalas roha diatur pembagiaanya sesuai kesepakatan.

MANGAIN. Marga Sileban yang berkehendak anaknya (wanita) melangsungkan perkawinan adat Batak dengan anak(pria) Batak. Marga Sileban harus datang secara adat, membawa makanan namarmiak-miak, memohon kepada keluarga Sihombing yang mau Mangain dihadapan Dongan Tubu,Boru/bere, Hula-hula/Tulang, Dongan Sahuta.

Tahapan Pelaksanaan:

1. Marga Sileban atau pendampinganya menyerahkan tudu-tudu sipanganon.2. Marga Sileban menyerahkan putrinya kepada yang Mangain.3. Yang Mangain, marmeme dan manghopol dengan Ulos Mangain.4. Hula – hula yang Mangain (Tulangna) memberikan ulos parompa.5. Marsipanganon.6. Hata Sigabe-gabe.

Yang Mangain akan menempatkan yang diain pada urutan anggota keluarga yang tidak mengubah Panggoran (buha baju) yang sudah ada. Selanjutnya, keluarga yang Mangain bertanggung jawab melaksanakan kewajiban adat Batak kepada yang diain. Pada acara perkawinan yang diain, yang menerima Sinamot Nagok dan Suhi ni Ampang Naopat adalah yang Mangain dan keluarga. Orangtua kandung marga Sileban menerima Sinamot(panandaion) sebagai penghargaan atau penghormatan.

Pada dasarnya kedudukan Anak atau Boru yang Didampingi, Diamai, Diain, tidak sama, dan tidak punya kaitan apapun dengan ”pewarisan”. Masing masing hanya terbatas pada proses adat yang dilakukan.

Pasal 6

MANGANGKAT /MANGADOPSI

Suatu proses seorang anak (pria atau wanita) masuk dalam keluarga menjadi anak/boru, baik karena belum mempunyai keturunan maupun karena suatu hal.

1. Meminta persetujuan Haha/Anggi dan Ito, serta Hulua-hula(sekandung).2. Mengurus kelengkapan dari catatan sipil.3. Mengurus babtisan dari gereja.4. Melakukan pengukuhan secara adat dihadapan :

- Dongan Tubu

- Hula – hula dan Tulang

- Boru / Bere

- Dongan Sahuta

- Raja Bius (Parsadaan dan Punguan)

Page 10: Aturan Adat Istiadat Batak

5. Untuk acara pengukuhan Boru (putri) oleh namarmiak-miak, tetapi untuk pengukuhan anak (putra) sebaiknya sigagat duhut, karena kehadirannya. Selain pewaris juga akan menjadi penerus keturunan.

Tahapan pelaksanaan :

1. Penjelasan tentang tata cara.2. Pasahat tudu-tudu sipanganon3. Hula-hula dan Tulang mangupa / marmeme dan memberi Ulos Parompa4. Marsipanganon5. Yang Mangangkat menyerahkan Piso-piso dan Pasituak Natonggi kepada semua undangan (Upa Raja Natinonggo).6. Pasahat Piso-piso dan Pasituak Natonggi kepada hadirin.7. Hata Sigabe-gabe.

Pasal 7ULOS HERBANG

Ulaos Herbang untuk diberikan ke pihak Paranak pada acara perkawinan Boru Sihombing banyaknya 17 (tujuh belas) lembar, bila ada tambahan/titilan Paranak, tidak boleh lebih dari yang disediakan Sihombing dan Ulos Herbang yang akan diterima pada acara perkawinan anak (putra) Sihombing Banyaknya tidak dibatasi. Dalam menentukan banyaknya Ulos Herbang, hendaknya tetap memperhitungkan waktu penyerahan.

Pasal 8

CATATAN/PERHATIAN

1. Pada setiap acara adat pesta perkawinan dan kematian yang berhak menerima dan memberikan adat aníllala anggota yang sudah diadati (beradat).

2. Pada kejadian dukacita (mate) di mana statusnya Sarimatua atau Saurmatua, bila bonannya Sigagat Duhut, tidak boleh lagi dijalankan teken tes.

3. Acara Patua Hata dan Pargusipon, dapat dilaksanakan oleh tingkat Suhu Ompu, tetapi Acara Tonggo Raja/Rai Raja harus sampai tingkat Borsak Sirumonggur.

4. Pesta adat (unjuk) yang oleh karena keterbatasan, hendaknya tetap ulaon Borsak Sirumonggur, karena hanya menambah lebih 5 (lima) undangan. Misalnya mengundang paling sedikit seorang dari masing-masing : Haha Doli Hutagurgur, Anggi Doli Hariara, Raja parhata, Pengurus Parsadaan Borsak Sirumonggur.

Pasal 9

PENUTUP

1. Patokan dan aturan adat ini dalam penerapannya tidak boleh menjadi beban pikiran dan menimbulkan kerugian Suhut Bolon.

Page 11: Aturan Adat Istiadat Batak

2. Hal-hal yang berjalan di luar Patokan dan Aturan adat ini,harus dicatat menjadi dokumen Pengurus Pusat dan dilaporkan tertulis ke Dewan Pembina.

3. Patokan dan Aturan adat yang Belum tertuang, akan ditetapkan oleh Pengurus Pusat, setelah disetujui oleh Dewan Pembina.

Disempurnakan

Dan ditetapkan : di Jakarta

Pada tanggal : 23 September 2002

DEWAN PEMBINA

BORSAK SIRUMONGGUR

JAKARTA & SEKITARNYA

Ketua Sekretaris

TTD TTD

St. Drs. Togap Lumbantoruan Drs. Ronald Marudin Sihombing

Disalin sesuai dengan aslinya, 12 Juni 2005Sekretaris Jenderal Parsadaan Borsak Sirumonggur

P.L. Toruan create by new bye at 9:55 PM 1 comments

UMPASA UNTUK PERNIKAHAN ADAT BATAK

Umpasa adalah kata pasu-pasu (berkat/doa) dari pihak parboru, tulang, ale-ale(tamu) kepada orang yang menikah. Biasa umpasa yang lazim diucapkan adalah :

Sahat sahat di solu maSai sahat ma tu bontean,Nunga sahat hita mangoluSai sahat ma tupanggabean.

Bintang ma narumiris tu ombun nasumorop,Anak pe riris boru pe torop.

Tubu ma hariara diholang-holang ni huta, dakkanai tanggo pinarait-aithon,Tubu ma di hamu anak na marsahala dohot boru namartua, sitongka panahit-nahiton.

Biasa umpasa balasan yang sering diucapkan adalah:

Turtu ma ninna anduhur Tio ma ninna lote,

Page 12: Aturan Adat Istiadat Batak

Hata nauli nadenggan naung dipasahat hamuSai unang ma muba unang mose.

Ketika akan memberikan "ulos", umpasa yang sering digunakan adalah :

Tubu ma halosi di dolok ni Pintu batu,Hami do na mangulosi Debata ma na mamasu-masu.

Umpasa ketika akan menjamu tamu dengan makanan :

Si titik ma si gompa, Golang golang pangarahutna,Tung songon on pe sipanganon na tupa di jolonta on,Sai godang ma pinasuna.

Ketika orang yang mengucapkan sepatah-dua kata hanya diwakilkan dengan satu orang biasa orang mengatakan umpama :

Sada silompa gadong dua silompa ubi,Sada pe namanghatahon Sudema dapotan Uli. create by new bye at 9:30 PM 0 comments

TATA CARA PERNIKAHAN ADAT BATAK

Pada dasarnya, Adat Perkawinan Adat Batak, mengandung nilai sakral. Dikatakan sakral karena dalam pemahaman perkawinan adat Batak, bermakna pengorbanan bagi parboru (pihak penganten perempuan)

karena ia “berkorban” memberikan satu nyawa manusia yang hidup yaitu anak perempuannya kepada orang lain pihak paranak (pihak penganten pria) , yang menjadi besarnya nanti, sehingga pihak pria juga harus menghargainya dengan mengorbankan/ mempersembahkan satu nyawa juga yaitu menyembelih seekor hewan (sapi atau kerbau), yang kemudian menjadi santapan (makanan adat) dalam ulaon unjuk/ adat perkawinan itu.

Sebagai bukti bahwa santapan /makanan adat itu adalah hewan yang utuh, pihak pria harus menyerahkan bagian-bagian tertentu hewan itu (kepala, leher, rusuk melingkar, pangkal paha, bagian bokong dengan ekornya masih melekat, hatu, jantung dll) . Bagian-bagian tersebut disebut tudu-tudu sipanganon (tanda makanan adat) yang menjadi jambar yang nanti dibagi-bagikan kepada para pihak yang berhak, sebagai tanda penghormatan atau legitimasi sesuai fungsi-fungsi (tatanan adat) keberadaan/kehadira n mereka didalam acara adat tersebut, yang disebut parjuhut.

Sebelum misi/zending datang dan orang Batak masih menganut agama tradisi lama, lembu atau kerbau yang dipotong ini ( waktu itu belum ada pinahan lobu) tidak sembarang harus yang rerbaik dan dipilih oleh datu. Barangkali ini menggambarkan hewan yang dipersembahkan itu adalah hewan pilihan sebagai tanda/simbol penghargaan atas pengorbanan pihak perempuan tersebut. Cara memotongnya juga tidak sembarangan, harus

Page 13: Aturan Adat Istiadat Batak

sekali potong/sekali sayat leher sapi/kerbau dan disakasikan parboru (biasanya borunya) jika pemotongan dilakukan ditempat paranak (ditaruhon jual). Kalau pemotongan ditempat parboru (dialap jual) , paranak sendiri yang menggiring lembu/kerbau itu hidup-hidup ketempat parboru. Daging hewan inilah yang menjadi makanan pokok “ parjuhut” dalam acara adat perkawinan (unjuk itu). Baik acara adat diadakan di tempat paranak atau parboru, makanan/juhut itu tetap paranak yang membawa /mempersembahkan.

Kalau makanan tanpa namargoar bukan makanan adat tetapi makanan rambingan biar bagaimanpun enak dan banyaknya jenis makananannya itu. Sebaliknya “namargoar/tudu- tudu sipanagnaon” tanpa “juhutnya” bukan namrgoar tetapi “namargoar rambingan” yang dibeli dari pasar. Kalau hal ini terjadi di tempat paranak bermakna “paranak” telah melecehkan parboru, dana kalau ditempat parboru (dialap jula) parboru sendiri yang melecehkan dirinya sendiri. Dari pengamatan hal seperti ini sudah terjadi dua kali di suatu kota, yang menunjukkan betapa tidak dipahami nilai luhur adat itu.

Anggapan acara adat Batak rumit dan bertele-tele adalah keliru, sepanjang ia diselenggarakan sesuai pemahamn dan nilai luhur adat itu sendiri. Ia menajdi rumit dan bertele-tele karena diselenggrakan sesuai pamaham atau seleranya.

Urutan Kegiatan

Gambar Nama-nama Bagian Hewan Sapi/Kerbau (Tanda makanan Adat)

Bagian I Pra Nikah

Yang dimaksud dengan pra nikah disini adalah proses yang terjadi sebelum acara adat pernikahan.

A. Perekenalan dan bertunangan

Pernikahan tidak selalu dengan proses ini, khususnya ketika masih masanya Siti Nurbaya.

B. Patua Hata

Terjemahannya menyampaikan secara resmi kepada orang tua perempuan hubungan muda mudi dan akan dilanjutkan ke tingkat perkawinan. Dengan bahasa umum, melamar secara resmi.

C. Marhori-hori dinding

Membicarakan secara tidak resmi oleh utusan kedua belah pihak menyangkut rencana pernikahan tersebut.

Page 14: Aturan Adat Istiadat Batak

D. Marhusip

Arti harafiahnya adalah berbisik. Maksudnya kelanjutan pembicaraan angka III tetapi sudah oleh utusan resmi, bahkan ada kalanya sudah oleh kedua pihak langsung.

E. Pudun Saut

Parajahaon/ Pengesahan kesepakatan di Marhusip di tonga managajana acara yang dihadiri dalihan na tolu dan suhi ampang na opat masing-masing pihak. Disini pihak Paranak/Pria sudah membawa makanan adat/makanan namargoar.

Catatan:Aslinya dikatakan “Marhata Sinamot” dimana pembicaraan langsung tanpa didahului marhusip.

Yang pokok dibicarakan dalam acara adat Pudun Saut anatara lain adalah:

1. Sinamot

2. Ulos

3. Parjuhut dan Jambar

4. Alap Jual atau Taruhon Jual)

5. Jumlah undananga

6. Tanggal dan tempat pemberkatan

7. Tatacara ( ulaon unjuk )

(Selengkapnya lihat dalam Pedoman Pudun Saut)

Bagian II Unjuk Atau Acara Adat Pernikahan

Acara ini diselenggarakan setelah acara pernikahan secara agama sesuai yang diatur dalam UU untuk itu.

A Beberapa Pengertian Pokok Dalam Adat Perkawinan

1. Suhut , kedua pihak yang punya hajatan

Page 15: Aturan Adat Istiadat Batak

2. Parboru, orang tua pengenten perempuan=Bona ni hasuhuton

3. Paranak, orang tua pengenten Pria= Suhut Bolon

4. Suhut Bolahan amak : Suhut yang menjadi tuan rumah dimana acara adat di selenggarakan

5. Suhut naniambangan, suhut yang datang

6. Hula-hula, saudara laki-laki dari isteri masing-masing suhut

7. Dongan Tubu, semua saudara laki masing-masing suhut ( Raja Manurung dan Raja Panjaitan )

8. Boru, semua yang isterinya semarga dengan marga kedua suhut ( boru Manurung dan boru Panjaitan )

9. Dongan sahuta, arti harafiah “teman sekampung” semua yang tinggal dalam huta/kampung komunitas (daerah tertentu) yang sama paradaton/solupnya

10. Ale-ale, sahabat yang diundang bukan berdasarkan garis persaudaraan (kekerabatan atau silsilah)

11. Uduran, rombongan masing-masing suhut, maupun rombongan masing-masing hula-hulanya

12. Raja Parhata (RP), Protokol (PR) atau Juru Bicara (JB) masing-masing suhut, juru bicara yang ditetapkan masing-masing pihak.

13. Namargoar, Tanda Makanan Adat , bagian-bagian tubuh hewan yang dipotong yang menandakan makanan adat itu adalah dari satu hewan (lembu/kerbau) yang utuh, yang nantinya dibagikan

14. Jambar, namargoar yang dibagikan kepada yang berhak, sebagai legitimasi dan fungsi keberadaannya dalan acara adat itu

15. Dalihan Na Tolu (DNT), terjemahan harafiah”Tungku Nan Tiga” satu sistim kekerabatan dan way of life masyarakat Adat Batak

16. Solup, takaran beras dari bambu yang dipakai sebagai analogi paradaton, yang bermakna dihuta imana acara adat batak diadakan solup/paradaton dari huta itulah yang dipakai sebagai rujukan, atau disebut dengan hukum tradisi “sidapot solup do na ro

B Prosesi Masuk Tempat Acara Adat (Contoh Acara di Tempat Perempuan)

Raja Parhata/Protokol Pihak Perempuan (PRW), Raja Parhata/Protokol Pihak Laki-laki (PRP), Suhut Pihak Wanita (SW), dan Suhut Pihak Pria (SP).

I. PRW meminta semua dongan tubu/semaraganya bersiap untuk menyambut dan menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang.

Page 16: Aturan Adat Istiadat Batak

II. PRW memberi tahu kepada Hula-hula, bahwa SP sudah siap menyambut dan menerima kedatangan Hula-hula.

III. Setelah hula-hula mengatakan mereka sudah siap untuk masuk, PRW mempersilakan masuk dengan menyebut satu persatu, hula-hula dan tulangnya secara berurutan sesuai urutan rombongan masuk nanti: dimulai dari Hula-hula.

1.Hula-hula, ……

2.Tulang, …….

3.Bona Tulang, …..

4.Tulang Rorobot, …..

5.Bonaniari, ……

6.Hula-hula namarhahamaranggi: a…, b…., c…., dst

7.Hula-hula anak manjae, ….. ,

dengan permintaan agar mereka bersam-sama masuk dan menyerahkan pengaturan selanjutnya kepada hula-hula Yang pertama di panggil/ dijouhon

IV. PR Hulahula, menyampaikan kepada rombongan hula-hula dan tulang yang sudah disebutkan PRW pada III , bahwa SW sudah siap menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang dengan permintaan agar uduran Hula-hula dan Tulang memasuki tempat acara , secara bersama-sama.Untuk itu diatur urut-urutan uduran (rombongan) hula-hula dan tulang yang akan memasuki ruangan. Uduran yang pertama adalah Hula-hula,……, diikuti TULANG …….sesuai urut-urutan yang disebut kan PR W pada III.

V. Menerima Kedatangan Suhut Paranak (SP)

Setelah seluruh rombongan hula-hula dan tulang dari SW duduk (acara IV), rombongan Paranak/SP dipersilakan memasuki ruangan.

1. PRW, memberitahu bahwa tempat untuk SP dan uduran/rombongannya sudah disediakan dan SW sudah siap menerima kedatangan mereka beserta Hula-hula , Tulang SP dan uduran/rombongannya.

2. PRP menyampaikan kepada dongan tubu Batubara, bahwa sudah ada permintaan dari Tobing agar mereka memasuki ruangan.

Page 17: Aturan Adat Istiadat Batak

Kepada hula-hula dan tulang (disebutkan satu persatu) yaitu:

1. Hula-hula, ….

2. Tulang, …..

3. Bona Tulang, ….

4. Tulang Rorobot, …..

5. Bonaniari , …..

6. Hula-hula namarhaha-maranggi: a…, b…., c…., dst

7. Hula-hula anak manjae…..

PRP memohon, sesuai permintaan hula-hula SW agar mereka masuk bersama-sama dengan SP. Untuk itu tatacara dan urutan memasuki ruangan diatur, pertama adalah Uduran/rombongan SP dan Borunya, disusul Hula-hula….., Tulang…..dan seterusnya sesuai urut-urutan yang telah dibacPanjaitan(Dibacakan sekali lagi kalau sudah mulai masuk).

C Menyerahkan Tanda Makanan Adat

(Tudu-tudu Ni Sipanaganon)

Tanda makanan adat yang pokok adalah: kepala utuh, leher (tanggalan), rusuk melingkar (somba-somba) , pangkal paha (soit), punggung dengan ekor (upasira), hati dan jantung ditempatkan dalam baskom/ember besar. Letak tanda makanan adat itu dalam tubuh hewan dapat dilihat dalam gambar.

Gambar Nama Jambar/Tanda Makanan Adat

(Bagin Tubuh Hewan Lembu atau Kerbau)

Tanda makanan adat diserahkan SP beserta Isteri didampingi saudara yang lain dipandu PRP, diserahkan kepada SW dengan bahasa adat, yang intinya menunjukkan kerendahan hati dengan mengatakan walaupun makanan yang dibawa itu sedikit/ala kadarnya semoga ia tetap membawa manfaat dan berkat jasmani dan rohani hula-hula SW dan semua yang menyantap nya, sambil menyebut bahasa adat : Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna, tung so sadia (otik) pe naung pinatupa i, sai godangma pinasuna.

D Menyerahkan Dengke/Ikan Oleh SW

Page 18: Aturan Adat Istiadat Batak

Aslinya ikan yang diberikan adalah jenis “ihan” atau ikan Batak, sejenis ikan yang hanya hidup di Danau Toba dan sungai Asahan bagian hulu dan rasanya memang manis dan khas. Ikan ini mempunyai sifat hidup di air yang jernih (tio) dan kalau berenang/berjalan selalu beriringan (mudur-udur) , karena itu disebut ; dengke sitio-tio, dengke si mudur-udur (ikan yang hidup jernih dan selalu beriringan/berjalan beriringan bersama).

Simbol inilah yang menjadi harapan kepada penganeten dan keluarganya yaitu seia sekata beriringan dan murah rejeki (tio pancarian dohot pangomoan).

Tetapi sekarang ihan sudah sangat sulit didapat, dan jenis ikan mas sudah biasa digunakan. Ikan Masa ini dimasak khasa Batak yang disebut “naniarsik” ikan yang dimasak (direbus) dengan bumbu tertentu sampai airnya berkurang pada kadar tertentu dan bumbunya sudah meresap kedalam daging ikan itu.

E Makan Bersama

Sebelum bersantap makan, terlebih dahulu berdoa dari suhut Pria (SP) , karena pada dasarnya SP yang membawa makanan itu walaupun acara adatnya di tempat SW.

Untuk kata pengantar makan, PRP menyampaikan satu uppasa (ungkapan adat) dalam bahasa Batak seperti waktu menyerahakan tanda makanan adat:

Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna

Tung, sosadiape napinatupa on, sai godangma pinasuna.

Ungkapan ini menggambarkan kerendahan hati yang memebawa makanan (Batubara), dengan mengatakan walaupun makanan yang dihidangkan tidak seberapa (pada hal hewan yang diptong yang menjadi santapan adalah hewan lembu atau kerbau yang utuh), tetapi mengharapkan agar semua dapat menikmatinya serta membawa berkat. Kemudian PRP mempersilakan bersantap.

F Membagi Jambar/Tanda Makanan Adat

Biasanya sebelum jambar dibagi, terlebih dahulu dirundingkan bagian-bagian mana yang diberikan SW kepada SP. Tetapi, yang dianut dalam acara adat yaitu Solup Batam, yang disebut dengan “JAMBAR MANGIHUT”dimana jambar sudah dibicarakan sebelumnya dan dalam acara adatnya (unjuk) SW tinggal memberikan bagian jambar untuk SP sebagai ulu ni dengke mulak. Selanjutnya masing masing suhut membagikannya kepada masing-masing fungsi dari pihaknya masing-masing saat makan sampai selesai dibagikan.

Page 19: Aturan Adat Istiadat Batak

G Manajalo Tumpak (Sumbangan Tanda Kasih)

Arti harafiah tumpak adalah sumbangan bentuk uang, tetapi melihat keberadaan masing-masing dalam acara adat mungkin istilah yang lebih tepat adalah tanda kasih. Yang memberikan tumpak adalah undangan SUHUT PRIA, yang diantarkan ketempat SUHUT duduk dengan memasukkannya dalam baskom yang disediakan/ ditempatkan dihadapan SUHUT, sambil menyalami pengenten dan SUHUT.

Setelah selesai santap makan, PRP meminta ijin kepada PRW agar mereke diberi waktu untuk menerima para undangan mereka untuk mengantarkan tumpak (tanda kasih).

Setelah PRW mempersilakan, PRP menyampai kan kepada dongan tubu, boru/bere dan undangannya bahwa SP sudah siap menerima kedatangan mereka untuk mengantar tumpak.

Setelah selesai PRP mengucapkan terima kasih atas pemberian tanda kasih dari para undangannya.

H Acara Percakapan Adat

I. Mempersiapkan Percakapan:

1. RPW menanyakan Batubara apakah sudah siap memulai percakapan, yang dijawab oleh SP, mereka sudah siap.

2. Masing-masing PRW dan PRP menyampaikan kepada pihaknya dan hula-hula serta tulangnya bahwa percakapan adat akan dimulai, dan memohon kepada hula-hulanya agar berkenan memberi nasehat kepada mereka dalam percakapan adat nanti.

II. Memulai Percakapan (Pinggan Panungkunan)

Pinggan Panungkunan, adalah piring yang didalamnya ada beras, sirih, sepotong daging (tanggo-tanggo) dan uang 4 lembar. Piring dengan isinya ini adalah sarana dan simbol untuk memulai percakapan adat.

1. PRP meminta seorang borunya mengantar Pinggan Panungkunan itu kepada PRW.

2. PRW, menyampaikan telah menerima Pinggan Panungkunan dengan menjelaskan apa arti semua isi yang ada dalam beras itu. Kemudian PRW mengambil 3 lembar uang itu, dan

Page 20: Aturan Adat Istiadat Batak

kemudian meminta salah seorang borunya untuk mengantar piring itu kembali kepada PRP.

3. PRW membuka percakapan dengan memulainya dengan penjelasan makna dari tiap isi pinggan panungkunan (beras, sirih, daging dan uang), kemudian menanyakan kepada Batubara makna tanda dan makanan adat yang sudah dibawa dan dihidangkan oleh pihak Batubara.

4. Akhir dari pembukaan percakapan ini, keluarga Manurung mengatakan bahwa makanan dan minuman pertanda pengucapan syukur karena berada dalam keadaan sehat, dan tujuannya adalah menyerahkan kekurangan sinamot , dilanjutkan adat yang terkait dengan pernikahan anak mereka.

III. Penyerahan Panggohi/Kekurangan Sinamot

1. Dalam percakapan selanjutnya, setelah PRW meminta PRP menguraikan apa/berapa yang mau mereka serahkan , PRP memberi tahukan kekurangan sinamot yang akan mereka serahkan adalah sebsar Rp…Juta, menggenapi seluruh sinamot Rp….Juta. (Pada waktu acara Pudun Saut, Manurung sudah menyerahkan Rp 15 juta sebagai bohi sinamot (mendahulukan sebagian penyerahan sinamot di acara adat na gok).

2. Sebelum PR Panjaitan mengiakan lebih dulu RP= RAJA PARHATA meminta nasehat dari Hula-hula dan pendapat dari boru Panjaitan.

3. Sesudah diiakan oleh PR Panjaitan, selanjutnya penyerahan kekurangan sinamot kepada suhut oleh Manurung.

IV. Penyerahan Panandaion

Tujuan acara ini memperkenalkan keluarga pihak perempuan agar keluarga pihak pria mengenal siapa saja kerabat pihak perempuan sambil memberikan uang kepada yang bersangkutan.

Secara simbolis, yang diberikan langsung hanya kepada 4 orang saja, yang disebut dengan patodoan atau “suhi ampang na opat” ( 4 kaki dudukan/pemikul bakul) yang merupakan symbol pilar jadinya acara adat itu. Dengan demikian biarpun hanya yang empat itu yang dikenal/menerima langsung, sudah mewakili menerima semuanya. (Mungkin dapat dianalogikan dengan pemberian tanda penghargaan massal kepada pegawai PNS yang diwakili 4 orang, masing-masing 1 orang dari tiap golongan I sampai golongan IV).

Kepada yang lain diberikan dalam satu envelope saja yang nanti akan dibagikan Panjaitan kepada yangditujuV. Penyerahan Tintin Marangkup

Page 21: Aturan Adat Istiadat Batak

Diberikan kepada tulang /paman penganten pria (saudara laki ibu penganten pria). Yang menyerahkan adalah orang tua penganten perempuan berupa uang dari bagian sinamot itu.

Secara tradisi penganten pria mengambil boru tulangnya untuk isterinya, sehingga yang menerima sinamot seharusnya tulangnya.

Dengan diterimanya sebagian sinamot itu oleh Tulang Pengenten Pria yang disebut titin marangkup, maka Tulang Pria mengaku penganten wanita, isteri ponakannya ini, sudah dianggapnya sebagai boru/putrinya sendiri walaupun itu boru dari marga lain.

VI. Penyerahan/Pemberian Ulos oleh Pihak Perempuan

Dalam Adat Batak tradisi lama atau religi lama, ulos merupakan sarana penting bagi hula-hula, untuk menyatakan atau menyalurkan sahala atau berkatnya kepada borunya, disamping ikan, beras dan kata-kata berkat. Pada waktu pembuatannya ulos dianggap sudah mempunyai “kuasa”. Karena itu, pemberian ulos, baik yang memberi maupun yang menerimanya tidak sembarang orang , harus mempunyai alur tertentu, antara lain adalah dari Hula-hula kepada borunya, orang tua kepada anank-anaknya. Dengan pemahaman iman yang dianut sekarang, ulos tidak mempunyai nilai magis lagi sehingga ia sebagai simbol dalam pelaksaan acara adat.

Ujung dari ulos selalu banyak rambunya sehingga disebut “ulos siganjang/sigodang rambu”(Rambu, benang di ujung ulos yang dibiarkan terurai).

Pemberian Ulos sesuai maknanya adalah sebagai berikut:

Ulos Namarhadohoan

Keterangan Yang Menerima:

A Kepada Paranak1. Pasamot/Pansamot Orang tua pengenten pria2. Hela Pengenten

B Partodoan/Suhi Ampang Naopat1. Pamarai Kakak/Adek dari ayah pengenten pria2. Simanggokkon Kakak/Adek dari pengenten pria3. Namborunya Saudra perempuan dari ayah pengenten pria4. Sihunti Ampang Kakak/Adek perempuan dari pengenten pria

Page 22: Aturan Adat Istiadat Batak

Ulos Kepada Pengenten

Keterangan Yang Mangulosi:

A Dari Parboru/Partodoan1. Pamarai 1 lembar, wajib Kakak/Adek dari ayah pengenten wanita2. Simandokkon Kakak/Adek laki-laki dari pengenten wanita3. Namborunya (Parorot) Iboto dari ayah pengenten wanita4. Pariban Kakak/Adek dari pengenten wanita

B Hula-hula dan Tulang Parboru1. Hula-hula 1 lembar, wajib2. Tulang 1 lembar, wajib3. Bona Tulang 1 lembar, wajib4. Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib

C Hula-hula dan Tulang Paranak

1. Hula-hula 1 lembar, wajib2. Tulang 1 lembar, wajib3. Bona Tulang 1 lembar, wajib4. Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib

Catatan:

1. Hula-hula namarhahamaranggi dohot hula-hula anak manjae ndang ingkon ulos tanda holong nasida boi ma nian bentuk hepeng, songon na pinatorang. Songoni angka na asing na marholong ni roha.

2. Keruwetan yang terjadi karena undangan pihak permpuan merasa uloslah yang mejadi tanda holong/tanda kasih sehingga harus mengulosi, pada hal sesuai pemahamn pemebri ulos yang tidak sembarangan, ulos yang diberikan itu artinya sam dengan kado/tanda kasih bentuk lain baik barang atau uang, tidak ada nilai adat/sakralnya lagi.

VII. Mangujungi Ulaon (Menyimpulkan Acara Adat)

1. Manggabei (kata-kata doa dan restu) dari pihak SW

Berupa kata-kata pengucapan syukur kepada Tuhan bahwa acara adat sudah terselenggara dengan baik:

Page 23: Aturan Adat Istiadat Batak

a. Ucapan terima kasih kepada dongan tubu dan hula-hulanya

b. Permintaan kepada Tuhan agar rumah tangga yang baru diberkati demikian juga orang tua pengenten dan saudara Batubara yang lainnya

2. Mangampu (ucapan terima kasih) dari pihak SP

Ucapan terima kasih kepada semua pihak baik kepada hula-hula SW maupun kepada SP atas terselenggaranya acara adat nagok ini.

Catatan:

Dalam marhata gabe-gabe dan mangampu, RP masing-masing biasanya memberi kesempatan kepada Hula-hula dan boru/ber masing-masing turut menyampaikan beberapa kata sesuai fungsinya baru SUHUT sebagai penutup.

Disini tidak pada tempatnya memberi nasehat kepada pengenten panjang lebar, tetapi senentiasa permintaan kepada Tuhan agar rumah tangga yang baru itu menjadi rumahtangga yang diberkati.

3. Mangolopkon (Mengamenkan) oleh Tua-tua/yang dituakan di Kampung itu

Kedua suhut Manurung dan Panjaitan, menyediakan piring yang diisi beras dan uang ( biasanya ratusan lembar pecahan Rp1.000 yang baru) kemudian diserahkan kepada Raja Huta yang mau mangolopkon Raja Huta berdiri sambil mengangkat piring yang berisi beras dan uang olop-olop itu. Dengan terlebih dahulu menyampaikan kata-kata ucapan Puji Syukur kepada Tuhan Karen kasih-Nya cara adat rampung dalam suasan dami (sonang so haribo-riboan) serta restu dan harapan kemudian diahiri, dengan mengucapkan : olop olop, olop olop, olop olop sambil menabur kan beras keatas dan kemudian membagikan uang olop-olop itu.

4. Ditutup dengan doa / ucapan syukur

Akhirnya acara adat ditutup dengan doa oleh Hamba Tuhan. Sesudah amin, sama-sama mengucapkan: horas ! horas ! horas !

5. Bersalaman untuk pulang, suhut na niambangan Manurung menyalami Suhut Tobing

Bagian III Paska Pernikahan

Ada tradisi lama (tidak semua melakukannya) setelah acara adat nagok , ada lagi acara yang disebut paulak une/mebat dan maningkir tangga.

Page 24: Aturan Adat Istiadat Batak

Acara ini dilakukan setelah penganten menjalani kehidupan sebagai suami isteri biasanya sesudah 7-14 hari (sesudah robo-roboan) yang sebenarnya tidak wajib lagi dan tidak ada kaitannya dengan acara keabsahan perkawinan adat na gok. Acara dimaksud adalah:

I. Paulak Une

Suami isteri dan utusan pihak pria dengan muda mudi (panaruhon) mengunjungi rumah mertu/orang tuanya dengan membawa lampet ( lampet dari tepung beras dibungkus 2 daun bersilang). Menurut tradisi jika pihak pria tidak berkenan dengan pernikahan itu (karena perilaku) atau sang wanita bukan boru ni raja lagi, si perempuan bisa ditinggalkan di rumah orang tua perempuan itu.

II. Maningkir Tangga. (Arti harafiah “Menilik Tangga”)

Pihak orang tua perempuan menjenguk rumah (tangga anaknya) yang biasanya masih satu rumah dengan orang tuanya.

Catatan:

Sekarang ini ada yang melaksanakan acara paulak une dan maningkir tangga langsung setelah acara adat ditempat acara adat dilakukan, yang mereka namakan “Ulaon Sadari” . Acara ini sangat keliru, karena disamping tidak ada maknanya seperti dijelaskan diatas, tetapi juga menambah waktu dan biaya ( ikan & lampet dan makanan namargoar) dan terkesan main-main / melecehkan makna adat itu.

Karena itu diharapkan acara seperti ini jangan diadakan lagi dengan alasan:

1. Dari pemahaman iman, rumah tangga yang sudah diberkati tidak bisa bercerai lagi dengan alasan yang disebut dalam pengertian Paulak Une, dan pemahaman adat itu dilakukan setelah penganten mengalami kehidupan sebagai suami isteri.

2. Terkesan main-main, hanya tukar menukar tandok berisi makananan , sementara tempat Paulak Une dan Maningkir Tangga yang seharusnya di rumah kedua belah pihak. Artinya saling mengunjungi rumah satu sama lain, diadakan di gedung pertemuan , pura-pura saling mengunjungi, yang tidak sesuai dengan makna dan arti paulak une dan maningkir tangga itu.

3. Menghemat waktu dan biaya, tidak perlu lagi harus menyediakan makanan namargoar (paranak) dan dengke dengan lampetnya (parboru).

Page 25: Aturan Adat Istiadat Batak

4. Acara itu tidak harus diadakan dan tidak ada hubungannya dengan keabsahan acara adat nagok perkawinan saat ini.

5. Acara Paulak Une dan Maningkir Tangga diadakan atau tidak, diserahkan saja kepada kedua SUHUT karena acara ini adalah acara pribadi mereka, biarlah merek mengatur sendiri kapan mereka saling mengunjungi rumah.

UMPASA UNTUK PERNIKAHAN ADAT BATAK

Umpasa adalah kata pasu-pasu (berkat/doa) dari pihak parboru, tulang, ale-ale(tamu) kepada orang yang menikah. Biasa umpasa yang lazim diucapkan adalah :

Sahat sahat di solu maSai sahat ma tu bontean,Nunga sahat hita mangoluSai sahat ma tupanggabean.

Bintang ma narumiris tu ombun nasumorop,Anak pe riris boru pe torop.

Tubu ma hariara diholang-holang ni huta, dakkanai tanggo pinarait-aithon,Tubu ma di hamu anak na marsahala dohot boru namartua, sitongka panahit-nahiton.

Biasa umpasa balasan yang sering diucapkan adalah:

Turtu ma ninna anduhur Tio ma ninna lote,Hata nauli nadenggan naung dipasahat hamuSai unang ma muba unang mose.

Ketika akan memberikan "ulos", umpasa yang sering digunakan adalah :

Tubu ma halosi di dolok ni Pintu batu,Hami do na mangulosi Debata ma na mamasu-masu.

Umpasa ketika akan menjamu tamu dengan makanan :

Si titik ma si gompa, Golang golang pangarahutna,Tung songon on pe sipanganon na tupa di jolonta on,Sai godang ma pinasuna.

Ketika orang yang mengucapkan sepatah-dua kata hanya diwakilkan dengan satu orang biasa orang

Page 26: Aturan Adat Istiadat Batak

mengatakan umpama :

Sada silompa gadong dua silompa ubi,Sada pe namanghatahon Sudema dapotan Uli.

TATA CARA PERNIKAHAN ADAT BATAK

Pada dasarnya, Adat Perkawinan Adat Batak, mengandung nilai sakral. Dikatakan sakral karena dalam pemahaman perkawinan adat Batak, bermakna pengorbanan bagi parboru (pihak penganten perempuan)

karena ia “berkorban” memberikan satu nyawa manusia yang hidup yaitu anak perempuannya kepada orang lain pihak paranak (pihak penganten pria) , yang menjadi besarnya nanti, sehingga pihak pria juga harus menghargainya dengan mengorbankan/ mempersembahkan satu nyawa juga yaitu menyembelih seekor hewan (sapi atau kerbau), yang kemudian menjadi santapan (makanan adat) dalam ulaon unjuk/ adat perkawinan itu.

Sebagai bukti bahwa santapan /makanan adat itu adalah hewan yang utuh, pihak pria harus menyerahkan bagian-bagian tertentu hewan itu (kepala, leher, rusuk melingkar, pangkal paha, bagian bokong dengan ekornya masih melekat, hatu, jantung dll) . Bagian-bagian tersebut disebut tudu-tudu sipanganon (tanda makanan adat) yang menjadi jambar yang nanti dibagi-bagikan kepada para pihak yang berhak, sebagai tanda penghormatan atau legitimasi sesuai fungsi-fungsi (tatanan adat) keberadaan/kehadira n mereka didalam acara adat tersebut, yang disebut parjuhut.

Sebelum misi/zending datang dan orang Batak masih menganut agama tradisi lama, lembu atau kerbau yang dipotong ini ( waktu itu belum ada pinahan lobu) tidak sembarang harus yang rerbaik dan dipilih oleh datu. Barangkali ini menggambarkan hewan yang dipersembahkan itu adalah hewan pilihan sebagai tanda/simbol penghargaan atas pengorbanan pihak perempuan tersebut. Cara memotongnya juga tidak sembarangan, harus sekali potong/sekali sayat leher sapi/kerbau dan disakasikan parboru (biasanya borunya) jika pemotongan dilakukan ditempat paranak (ditaruhon jual). Kalau pemotongan ditempat parboru (dialap jual) , paranak sendiri yang menggiring lembu/kerbau itu hidup-hidup ketempat parboru. Daging hewan inilah yang menjadi makanan pokok “ parjuhut” dalam acara adat perkawinan (unjuk itu). Baik acara adat diadakan di tempat paranak atau parboru, makanan/juhut itu tetap paranak yang membawa /mempersembahkan.

Kalau makanan tanpa namargoar bukan makanan adat tetapi makanan rambingan biar bagaimanpun enak dan banyaknya jenis makananannya itu. Sebaliknya “namargoar/tudu- tudu sipanagnaon” tanpa “juhutnya” bukan namrgoar tetapi “namargoar rambingan” yang dibeli dari pasar. Kalau hal ini terjadi di tempat paranak bermakna “paranak” telah melecehkan parboru, dana kalau ditempat parboru (dialap jula) parboru sendiri yang melecehkan dirinya sendiri. Dari pengamatan hal seperti

Page 27: Aturan Adat Istiadat Batak

ini sudah terjadi dua kali di suatu kota, yang menunjukkan betapa tidak dipahami nilai luhur adat itu.

Anggapan acara adat Batak rumit dan bertele-tele adalah keliru, sepanjang ia diselenggarakan sesuai pemahamn dan nilai luhur adat itu sendiri. Ia menajdi rumit dan bertele-tele karena diselenggrakan sesuai pamaham atau seleranya.

Urutan Kegiatan

Gambar Nama-nama Bagian Hewan Sapi/Kerbau (Tanda makanan Adat)

Bagian I Pra Nikah

Yang dimaksud dengan pra nikah disini adalah proses yang terjadi sebelum acara adat pernikahan.

A. Perekenalan dan bertunangan

Pernikahan tidak selalu dengan proses ini, khususnya ketika masih masanya Siti Nurbaya.

B. Patua Hata

Terjemahannya menyampaikan secara resmi kepada orang tua perempuan hubungan muda mudi dan akan dilanjutkan ke tingkat perkawinan. Dengan bahasa umum, melamar secara resmi.

C. Marhori-hori dinding

Membicarakan secara tidak resmi oleh utusan kedua belah pihak menyangkut rencana pernikahan tersebut.

D. Marhusip

Arti harafiahnya adalah berbisik. Maksudnya kelanjutan pembicaraan angka III tetapi sudah oleh utusan resmi, bahkan ada kalanya sudah oleh kedua pihak langsung.

E. Pudun Saut

Parajahaon/ Pengesahan kesepakatan di Marhusip di tonga managajana acara yang dihadiri dalihan na tolu dan suhi ampang na opat masing-masing pihak. Disini pihak Paranak/Pria sudah membawa

Page 28: Aturan Adat Istiadat Batak

makanan adat/makanan namargoar.

Catatan:Aslinya dikatakan “Marhata Sinamot” dimana pembicaraan langsung tanpa didahului marhusip.

Yang pokok dibicarakan dalam acara adat Pudun Saut anatara lain adalah:

1. Sinamot

2. Ulos

3. Parjuhut dan Jambar

4. Alap Jual atau Taruhon Jual)

5. Jumlah undananga

6. Tanggal dan tempat pemberkatan

7. Tatacara ( ulaon unjuk )

(Selengkapnya lihat dalam Pedoman Pudun Saut)

Bagian II Unjuk Atau Acara Adat Pernikahan

Acara ini diselenggarakan setelah acara pernikahan secara agama sesuai yang diatur dalam UU untuk itu.

A Beberapa Pengertian Pokok Dalam Adat Perkawinan

1. Suhut , kedua pihak yang punya hajatan

2. Parboru, orang tua pengenten perempuan=Bona ni hasuhuton

3. Paranak, orang tua pengenten Pria= Suhut Bolon

4. Suhut Bolahan amak : Suhut yang menjadi tuan rumah dimana acara adat di selenggarakan

5. Suhut naniambangan, suhut yang datang

Page 29: Aturan Adat Istiadat Batak

6. Hula-hula, saudara laki-laki dari isteri masing-masing suhut

7. Dongan Tubu, semua saudara laki masing-masing suhut ( Raja Manurung dan Raja Panjaitan )

8. Boru, semua yang isterinya semarga dengan marga kedua suhut ( boru Manurung dan boru Panjaitan )

9. Dongan sahuta, arti harafiah “teman sekampung” semua yang tinggal dalam huta/kampung komunitas (daerah tertentu) yang sama paradaton/solupnya

10. Ale-ale, sahabat yang diundang bukan berdasarkan garis persaudaraan (kekerabatan atau silsilah)

11. Uduran, rombongan masing-masing suhut, maupun rombongan masing-masing hula-hulanya

12. Raja Parhata (RP), Protokol (PR) atau Juru Bicara (JB) masing-masing suhut, juru bicara yang ditetapkan masing-masing pihak.

13. Namargoar, Tanda Makanan Adat , bagian-bagian tubuh hewan yang dipotong yang menandakan makanan adat itu adalah dari satu hewan (lembu/kerbau) yang utuh, yang nantinya dibagikan

14. Jambar, namargoar yang dibagikan kepada yang berhak, sebagai legitimasi dan fungsi keberadaannya dalan acara adat itu

15. Dalihan Na Tolu (DNT), terjemahan harafiah”Tungku Nan Tiga” satu sistim kekerabatan dan way of life masyarakat Adat Batak

16. Solup, takaran beras dari bambu yang dipakai sebagai analogi paradaton, yang bermakna dihuta imana acara adat batak diadakan solup/paradaton dari huta itulah yang dipakai sebagai rujukan, atau disebut dengan hukum tradisi “sidapot solup do na ro

B Prosesi Masuk Tempat Acara Adat (Contoh Acara di Tempat Perempuan)

Raja Parhata/Protokol Pihak Perempuan (PRW), Raja Parhata/Protokol Pihak Laki-laki (PRP), Suhut Pihak Wanita (SW), dan Suhut Pihak Pria (SP).

I. PRW meminta semua dongan tubu/semaraganya bersiap untuk menyambut dan menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang.

II. PRW memberi tahu kepada Hula-hula, bahwa SP sudah siap menyambut dan menerima kedatangan Hula-hula.

III. Setelah hula-hula mengatakan mereka sudah siap untuk masuk, PRW mempersilakan masuk

Page 30: Aturan Adat Istiadat Batak

dengan menyebut satu persatu, hula-hula dan tulangnya secara berurutan sesuai urutan rombongan masuk nanti: dimulai dari Hula-hula.

1.Hula-hula, ……

2.Tulang, …….

3.Bona Tulang, …..

4.Tulang Rorobot, …..

5.Bonaniari, ……

6.Hula-hula namarhahamaranggi: a…, b…., c…., dst

7.Hula-hula anak manjae, ….. ,

dengan permintaan agar mereka bersam-sama masuk dan menyerahkan pengaturan selanjutnya kepada hula-hula Yang pertama di panggil/ dijouhon

IV. PR Hulahula, menyampaikan kepada rombongan hula-hula dan tulang yang sudah disebutkan PRW pada III , bahwa SW sudah siap menerima kedatangan rombongan hula-hula dan tulang dengan permintaan agar uduran Hula-hula dan Tulang memasuki tempat acara , secara bersama-sama.Untuk itu diatur urut-urutan uduran (rombongan) hula-hula dan tulang yang akan memasuki ruangan. Uduran yang pertama adalah Hula-hula,……, diikuti TULANG …….sesuai urut-urutan yang disebut kan PR W pada III.

V. Menerima Kedatangan Suhut Paranak (SP)

Setelah seluruh rombongan hula-hula dan tulang dari SW duduk (acara IV), rombongan Paranak/SP dipersilakan memasuki ruangan.

1. PRW, memberitahu bahwa tempat untuk SP dan uduran/rombongannya sudah disediakan dan SW sudah siap menerima kedatangan mereka beserta Hula-hula , Tulang SP dan uduran/rombongannya.

2. PRP menyampaikan kepada dongan tubu Batubara, bahwa sudah ada permintaan dari Tobing agar mereka memasuki ruangan.

Page 31: Aturan Adat Istiadat Batak

Kepada hula-hula dan tulang (disebutkan satu persatu) yaitu:

1. Hula-hula, ….

2. Tulang, …..

3. Bona Tulang, ….

4. Tulang Rorobot, …..

5. Bonaniari , …..

6. Hula-hula namarhaha-maranggi: a…, b…., c…., dst

7. Hula-hula anak manjae…..

PRP memohon, sesuai permintaan hula-hula SW agar mereka masuk bersama-sama dengan SP. Untuk itu tatacara dan urutan memasuki ruangan diatur, pertama adalah Uduran/rombongan SP dan Borunya, disusul Hula-hula….., Tulang…..dan seterusnya sesuai urut-urutan yang telah dibacPanjaitan(Dibacakan sekali lagi kalau sudah mulai masuk).

C Menyerahkan Tanda Makanan Adat

(Tudu-tudu Ni Sipanaganon)

Tanda makanan adat yang pokok adalah: kepala utuh, leher (tanggalan), rusuk melingkar (somba-somba) , pangkal paha (soit), punggung dengan ekor (upasira), hati dan jantung ditempatkan dalam baskom/ember besar. Letak tanda makanan adat itu dalam tubuh hewan dapat dilihat dalam gambar.

Gambar Nama Jambar/Tanda Makanan Adat

(Bagin Tubuh Hewan Lembu atau Kerbau)

Tanda makanan adat diserahkan SP beserta Isteri didampingi saudara yang lain dipandu PRP, diserahkan kepada SW dengan bahasa adat, yang intinya menunjukkan kerendahan hati dengan mengatakan walaupun makanan yang dibawa itu sedikit/ala kadarnya semoga ia tetap membawa manfaat dan berkat jasmani dan rohani hula-hula SW dan semua yang menyantap nya, sambil menyebut bahasa adat : Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna, tung so sadia (otik) pe naung pinatupa i, sai godangma pinasuna.

Page 32: Aturan Adat Istiadat Batak

D Menyerahkan Dengke/Ikan Oleh SW

Aslinya ikan yang diberikan adalah jenis “ihan” atau ikan Batak, sejenis ikan yang hanya hidup di Danau Toba dan sungai Asahan bagian hulu dan rasanya memang manis dan khas. Ikan ini mempunyai sifat hidup di air yang jernih (tio) dan kalau berenang/berjalan selalu beriringan (mudur-udur) , karena itu disebut ; dengke sitio-tio, dengke si mudur-udur (ikan yang hidup jernih dan selalu beriringan/berjalan beriringan bersama).

Simbol inilah yang menjadi harapan kepada penganeten dan keluarganya yaitu seia sekata beriringan dan murah rejeki (tio pancarian dohot pangomoan).

Tetapi sekarang ihan sudah sangat sulit didapat, dan jenis ikan mas sudah biasa digunakan. Ikan Masa ini dimasak khasa Batak yang disebut “naniarsik” ikan yang dimasak (direbus) dengan bumbu tertentu sampai airnya berkurang pada kadar tertentu dan bumbunya sudah meresap kedalam daging ikan itu.

E Makan Bersama

Sebelum bersantap makan, terlebih dahulu berdoa dari suhut Pria (SP) , karena pada dasarnya SP yang membawa makanan itu walaupun acara adatnya di tempat SW.

Untuk kata pengantar makan, PRP menyampaikan satu uppasa (ungkapan adat) dalam bahasa Batak seperti waktu menyerahakan tanda makanan adat:

Sitiktikma si gompa, golang golang pangarahutna

Tung, sosadiape napinatupa on, sai godangma pinasuna.

Ungkapan ini menggambarkan kerendahan hati yang memebawa makanan (Batubara), dengan mengatakan walaupun makanan yang dihidangkan tidak seberapa (pada hal hewan yang diptong yang menjadi santapan adalah hewan lembu atau kerbau yang utuh), tetapi mengharapkan agar semua dapat menikmatinya serta membawa berkat. Kemudian PRP mempersilakan bersantap.

F Membagi Jambar/Tanda Makanan Adat

Page 33: Aturan Adat Istiadat Batak

Biasanya sebelum jambar dibagi, terlebih dahulu dirundingkan bagian-bagian mana yang diberikan SW kepada SP. Tetapi, yang dianut dalam acara adat yaitu Solup Batam, yang disebut dengan “JAMBAR MANGIHUT”dimana jambar sudah dibicarakan sebelumnya dan dalam acara adatnya (unjuk) SW tinggal memberikan bagian jambar untuk SP sebagai ulu ni dengke mulak. Selanjutnya masing masing suhut membagikannya kepada masing-masing fungsi dari pihaknya masing-masing saat makan sampai selesai dibagikan.

G Manajalo Tumpak (Sumbangan Tanda Kasih)

Arti harafiah tumpak adalah sumbangan bentuk uang, tetapi melihat keberadaan masing-masing dalam acara adat mungkin istilah yang lebih tepat adalah tanda kasih. Yang memberikan tumpak adalah undangan SUHUT PRIA, yang diantarkan ketempat SUHUT duduk dengan memasukkannya dalam baskom yang disediakan/ ditempatkan dihadapan SUHUT, sambil menyalami pengenten dan SUHUT.

Setelah selesai santap makan, PRP meminta ijin kepada PRW agar mereke diberi waktu untuk menerima para undangan mereka untuk mengantarkan tumpak (tanda kasih).

Setelah PRW mempersilakan, PRP menyampai kan kepada dongan tubu, boru/bere dan undangannya bahwa SP sudah siap menerima kedatangan mereka untuk mengantar tumpak.

Setelah selesai PRP mengucapkan terima kasih atas pemberian tanda kasih dari para undangannya.

H Acara Percakapan Adat

I. Mempersiapkan Percakapan:

1. RPW menanyakan Batubara apakah sudah siap memulai percakapan, yang dijawab oleh SP, mereka sudah siap.

2. Masing-masing PRW dan PRP menyampaikan kepada pihaknya dan hula-hula serta tulangnya bahwa percakapan adat akan dimulai, dan memohon kepada hula-hulanya agar berkenan memberi nasehat kepada mereka dalam percakapan adat nanti.

II. Memulai Percakapan (Pinggan Panungkunan)

Page 34: Aturan Adat Istiadat Batak

Pinggan Panungkunan, adalah piring yang didalamnya ada beras, sirih, sepotong daging (tanggo-tanggo) dan uang 4 lembar. Piring dengan isinya ini adalah sarana dan simbol untuk memulai percakapan adat.

1. PRP meminta seorang borunya mengantar Pinggan Panungkunan itu kepada PRW.

2. PRW, menyampaikan telah menerima Pinggan Panungkunan dengan menjelaskan apa arti semua isi yang ada dalam beras itu. Kemudian PRW mengambil 3 lembar uang itu, dan kemudian meminta salah seorang borunya untuk mengantar piring itu kembali kepada PRP.

3. PRW membuka percakapan dengan memulainya dengan penjelasan makna dari tiap isi pinggan panungkunan (beras, sirih, daging dan uang), kemudian menanyakan kepada Batubara makna tanda dan makanan adat yang sudah dibawa dan dihidangkan oleh pihak Batubara.

4. Akhir dari pembukaan percakapan ini, keluarga Manurung mengatakan bahwa makanan dan minuman pertanda pengucapan syukur karena berada dalam keadaan sehat, dan tujuannya adalah menyerahkan kekurangan sinamot , dilanjutkan adat yang terkait dengan pernikahan anak mereka.

III. Penyerahan Panggohi/Kekurangan Sinamot

1. Dalam percakapan selanjutnya, setelah PRW meminta PRP menguraikan apa/berapa yang mau mereka serahkan , PRP memberi tahukan kekurangan sinamot yang akan mereka serahkan adalah sebsar Rp…Juta, menggenapi seluruh sinamot Rp….Juta. (Pada waktu acara Pudun Saut, Manurung sudah menyerahkan Rp 15 juta sebagai bohi sinamot (mendahulukan sebagian penyerahan sinamot di acara adat na gok).

2. Sebelum PR Panjaitan mengiakan lebih dulu RP= RAJA PARHATA meminta nasehat dari Hula-hula dan pendapat dari boru Panjaitan.

3. Sesudah diiakan oleh PR Panjaitan, selanjutnya penyerahan kekurangan sinamot kepada suhut oleh Manurung.

IV. Penyerahan Panandaion

Tujuan acara ini memperkenalkan keluarga pihak perempuan agar keluarga pihak pria mengenal siapa saja kerabat pihak perempuan sambil memberikan uang kepada yang bersangkutan.

Page 35: Aturan Adat Istiadat Batak

Secara simbolis, yang diberikan langsung hanya kepada 4 orang saja, yang disebut dengan patodoan atau “suhi ampang na opat” ( 4 kaki dudukan/pemikul bakul) yang merupakan symbol pilar jadinya acara adat itu. Dengan demikian biarpun hanya yang empat itu yang dikenal/menerima langsung, sudah mewakili menerima semuanya. (Mungkin dapat dianalogikan dengan pemberian tanda penghargaan massal kepada pegawai PNS yang diwakili 4 orang, masing-masing 1 orang dari tiap golongan I sampai golongan IV).

Kepada yang lain diberikan dalam satu envelope saja yang nanti akan dibagikan Panjaitan kepada yangditujuV. Penyerahan Tintin Marangkup

Diberikan kepada tulang /paman penganten pria (saudara laki ibu penganten pria). Yang menyerahkan adalah orang tua penganten perempuan berupa uang dari bagian sinamot itu.

Secara tradisi penganten pria mengambil boru tulangnya untuk isterinya, sehingga yang menerima sinamot seharusnya tulangnya.

Dengan diterimanya sebagian sinamot itu oleh Tulang Pengenten Pria yang disebut titin marangkup, maka Tulang Pria mengaku penganten wanita, isteri ponakannya ini, sudah dianggapnya sebagai boru/putrinya sendiri walaupun itu boru dari marga lain.

VI. Penyerahan/Pemberian Ulos oleh Pihak Perempuan

Dalam Adat Batak tradisi lama atau religi lama, ulos merupakan sarana penting bagi hula-hula, untuk menyatakan atau menyalurkan sahala atau berkatnya kepada borunya, disamping ikan, beras dan kata-kata berkat. Pada waktu pembuatannya ulos dianggap sudah mempunyai “kuasa”. Karena itu, pemberian ulos, baik yang memberi maupun yang menerimanya tidak sembarang orang , harus mempunyai alur tertentu, antara lain adalah dari Hula-hula kepada borunya, orang tua kepada anank-anaknya. Dengan pemahaman iman yang dianut sekarang, ulos tidak mempunyai nilai magis lagi sehingga ia sebagai simbol dalam pelaksaan acara adat.

Ujung dari ulos selalu banyak rambunya sehingga disebut “ulos siganjang/sigodang rambu”(Rambu, benang di ujung ulos yang dibiarkan terurai).

Pemberian Ulos sesuai maknanya adalah sebagai berikut:

Page 36: Aturan Adat Istiadat Batak

Ulos Namarhadohoan

Keterangan Yang Menerima:

A Kepada Paranak1. Pasamot/Pansamot Orang tua pengenten pria2. Hela Pengenten

B Partodoan/Suhi Ampang Naopat1. Pamarai Kakak/Adek dari ayah pengenten pria2. Simanggokkon Kakak/Adek dari pengenten pria3. Namborunya Saudra perempuan dari ayah pengenten pria4. Sihunti Ampang Kakak/Adek perempuan dari pengenten pria

Ulos Kepada Pengenten

Keterangan Yang Mangulosi:

A Dari Parboru/Partodoan1. Pamarai 1 lembar, wajib Kakak/Adek dari ayah pengenten wanita2. Simandokkon Kakak/Adek laki-laki dari pengenten wanita3. Namborunya (Parorot) Iboto dari ayah pengenten wanita4. Pariban Kakak/Adek dari pengenten wanita

B Hula-hula dan Tulang Parboru1. Hula-hula 1 lembar, wajib2. Tulang 1 lembar, wajib3. Bona Tulang 1 lembar, wajib4. Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib

C Hula-hula dan Tulang Paranak

1. Hula-hula 1 lembar, wajib2. Tulang 1 lembar, wajib3. Bona Tulang 1 lembar, wajib4. Tulang Rorobot 1 lembar, tidak wajib

Page 37: Aturan Adat Istiadat Batak

Catatan:

1. Hula-hula namarhahamaranggi dohot hula-hula anak manjae ndang ingkon ulos tanda holong nasida boi ma nian bentuk hepeng, songon na pinatorang. Songoni angka na asing na marholong ni roha.

2. Keruwetan yang terjadi karena undangan pihak permpuan merasa uloslah yang mejadi tanda holong/tanda kasih sehingga harus mengulosi, pada hal sesuai pemahamn pemebri ulos yang tidak sembarangan, ulos yang diberikan itu artinya sam dengan kado/tanda kasih bentuk lain baik barang atau uang, tidak ada nilai adat/sakralnya lagi.

VII. Mangujungi Ulaon (Menyimpulkan Acara Adat)

1. Manggabei (kata-kata doa dan restu) dari pihak SW

Berupa kata-kata pengucapan syukur kepada Tuhan bahwa acara adat sudah terselenggara dengan baik:

a. Ucapan terima kasih kepada dongan tubu dan hula-hulanya

b. Permintaan kepada Tuhan agar rumah tangga yang baru diberkati demikian juga orang tua pengenten dan saudara Batubara yang lainnya

2. Mangampu (ucapan terima kasih) dari pihak SP

Ucapan terima kasih kepada semua pihak baik kepada hula-hula SW maupun kepada SP atas terselenggaranya acara adat nagok ini.

Catatan:

Dalam marhata gabe-gabe dan mangampu, RP masing-masing biasanya memberi kesempatan kepada Hula-hula dan boru/ber masing-masing turut menyampaikan beberapa kata sesuai fungsinya baru SUHUT sebagai penutup.

Disini tidak pada tempatnya memberi nasehat kepada pengenten panjang lebar, tetapi senentiasa permintaan kepada Tuhan agar rumah tangga yang baru itu menjadi rumahtangga yang diberkati.

Page 38: Aturan Adat Istiadat Batak

3. Mangolopkon (Mengamenkan) oleh Tua-tua/yang dituakan di Kampung itu

Kedua suhut Manurung dan Panjaitan, menyediakan piring yang diisi beras dan uang ( biasanya ratusan lembar pecahan Rp1.000 yang baru) kemudian diserahkan kepada Raja Huta yang mau mangolopkon Raja Huta berdiri sambil mengangkat piring yang berisi beras dan uang olop-olop itu. Dengan terlebih dahulu menyampaikan kata-kata ucapan Puji Syukur kepada Tuhan Karen kasih-Nya cara adat rampung dalam suasan dami (sonang so haribo-riboan) serta restu dan harapan kemudian diahiri, dengan mengucapkan : olop olop, olop olop, olop olop sambil menabur kan beras keatas dan kemudian membagikan uang olop-olop itu.

4. Ditutup dengan doa / ucapan syukur

Akhirnya acara adat ditutup dengan doa oleh Hamba Tuhan. Sesudah amin, sama-sama mengucapkan: horas ! horas ! horas !

5. Bersalaman untuk pulang, suhut na niambangan Manurung menyalami Suhut Tobing

Bagian III Paska Pernikahan

Ada tradisi lama (tidak semua melakukannya) setelah acara adat nagok , ada lagi acara yang disebut paulak une/mebat dan maningkir tangga.

Acara ini dilakukan setelah penganten menjalani kehidupan sebagai suami isteri biasanya sesudah 7-14 hari (sesudah robo-roboan) yang sebenarnya tidak wajib lagi dan tidak ada kaitannya dengan acara keabsahan perkawinan adat na gok. Acara dimaksud adalah:

I. Paulak Une

Suami isteri dan utusan pihak pria dengan muda mudi (panaruhon) mengunjungi rumah mertu/orang tuanya dengan membawa lampet ( lampet dari tepung beras dibungkus 2 daun bersilang). Menurut tradisi jika pihak pria tidak berkenan dengan pernikahan itu (karena perilaku) atau sang wanita bukan boru ni raja lagi, si perempuan bisa ditinggalkan di rumah orang tua perempuan itu.

II. Maningkir Tangga. (Arti harafiah “Menilik Tangga”)

Pihak orang tua perempuan menjenguk rumah (tangga anaknya) yang biasanya masih satu rumah dengan orang tuanya.

Page 39: Aturan Adat Istiadat Batak

Catatan:

Sekarang ini ada yang melaksanakan acara paulak une dan maningkir tangga langsung setelah acara adat ditempat acara adat dilakukan, yang mereka namakan “Ulaon Sadari” . Acara ini sangat keliru, karena disamping tidak ada maknanya seperti dijelaskan diatas, tetapi juga menambah waktu dan biaya ( ikan & lampet dan makanan namargoar) dan terkesan main-main / melecehkan makna adat itu.

Karena itu diharapkan acara seperti ini jangan diadakan lagi dengan alasan:

1. Dari pemahaman iman, rumah tangga yang sudah diberkati tidak bisa bercerai lagi dengan alasan yang disebut dalam pengertian Paulak Une, dan pemahaman adat itu dilakukan setelah penganten mengalami kehidupan sebagai suami isteri.

2. Terkesan main-main, hanya tukar menukar tandok berisi makananan , sementara tempat Paulak Une dan Maningkir Tangga yang seharusnya di rumah kedua belah pihak. Artinya saling mengunjungi rumah satu sama lain, diadakan di gedung pertemuan , pura-pura saling mengunjungi, yang tidak sesuai dengan makna dan arti paulak une dan maningkir tangga itu.

3. Menghemat waktu dan biaya, tidak perlu lagi harus menyediakan makanan namargoar (paranak) dan dengke dengan lampetnya (parboru).

4. Acara itu tidak harus diadakan dan tidak ada hubungannya dengan keabsahan acara adat nagok perkawinan saat ini.

5. Acara Paulak Une dan Maningkir Tangga diadakan atau tidak, diserahkan saja kepada kedua SUHUT karena acara ini adalah acara pribadi mereka, biarlah merek mengatur sendiri kapan mereka saling mengunjungi rumah.