53
AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN MUHAMMAD SA’ID AL-‘ASYMÂWI (w. 1435 H) (Analisis Terhadap Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr dan Kitab Haqîqat al- Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts) Tesis Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama (M. Ag) Disusun Oleh: Maria Ulpah NIM : 218410825 PROGRAM STUDI ILMU Al-QUR`AN DAN TAFSIR PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA 1441 H/2020 M

AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

MUHAMMAD SA’ID AL-‘ASYMÂWI (w. 1435 H)

(Analisis Terhadap Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr dan Kitab Haqîqat al-

Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts)

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Magister Agama (M. Ag)

Disusun Oleh:

Maria Ulpah

NIM : 218410825

PROGRAM STUDI ILMU Al-QUR`AN DAN TAFSIR

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA

1441 H/2020 M

Page 2: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN
Page 3: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

MUHAMMAD SA’ID AL-‘ASYMÂWI (w. 1435 H)

(Analisis Terhadap Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr dan Kitab Haqîqat al-

Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts)

Tesis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Magister Agama (M. Ag)

Disusun Oleh:

Maria Ulpah

NIM : 218410825

Pembimbing:

Prof. Dr. Artani Hasbi

Dr. Muhammad Ulinnuha, Lc., M.A.

PROGRAM STUDI ILMU Al-QUR`AN DAN TAFSIR

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA

1441 H/2020 M

Page 4: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN
Page 5: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis dengan judul “Aurat Wanita Perspektif Ibnu „Âsyûr (w. 1393 H) dan

Muhammad Sa‟id Al-„Asymâwi (w. 1435 H) (Analisis Terhadap Tafsir At-

Tahrîr wa at-Tanwîr dan Kitab Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts)”

yang disusun oleh Maria Ulpah dengan Nomor Induk Mahasiswa 218410825

telah melalui proses bimbingan dengan baik dan dinilai oleh pembimbing

telah memenuhi syarat ilmiah untuk diujikan di sidang munaqasyah.

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Artani Hasbi Dr. M. Ulinnuha, Lc.,

M.A.

Tanggal: 14 Mei 2020 Tanggal: 11 Mei 2020

Page 6: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

ii

Page 7: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

iii

PERNYATAAN PENULIS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Maria Ulpah

NIM : 218410825

Tempat/Tgl. Lahir : Bapinang Hulu, 17 Oktober 1996

Program Studi : Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir

Menyatakan bahwa Tesis dengan judul “Aurat Wanita Perspektif Ibnu Âsyûr

(w. 1393 H) dan Muhammad Sa’id Al-‘Asymâwi (w. 1435 H) (Analisis

Terhadap Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr dan Kitab Haqîqat al-Hijâb wa

Hujjiyat al-Hadîts)” adalah benar-benar asli karya saya kecuali kutipan-

kutipan yang sudah disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam karya ini

sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 14 Mei 2020 M

Yang membuat pernyataan,

Maria Ulpah

Page 8: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

iv

ABSTRAK

Tesis dengan judul “Aurat Wanita Perspektif Ibnu Âsyûr (w. 1393 H) dan

Muhammad Sa’id Al-‘Asymâwi (w. 1435 H) (Analisis Terhadap Tafsir At-

Tahrîr wa at-Tanwîr dan Kitab Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts)” oleh

Maria Ulpah (218410825) ini dilatarbelakangi oleh perbedaan pendapat para

mufassir tentang apa batasan aurat bagi wanita itu. Faktor utama munculnya

perbedaan pandangan adalah karena nash-nya zhanni. Al-Qur`an tidak

memberikan ketegasan yang pasti dan hadis-hadis yang dijadikan dalil juga

memiliki aneka interpretasi. Seperti yang dipahami oleh Ibnu Âsyûr dan Al-

‘Asymâwi yang relatif berbeda dengan pandangan mayoritas para ulama

sebelumnya. Penelitian ini merumuskan tiga permasalahan pokok, yaitu:

bagaimana penafsiran Ibnu Âsyûr dan Al-‘Asymâwi terhadap ayat-ayat

tentang aurat wanita? Bagaimana persamaan dan perbedaan pandangan Ibnu

Âsyûr dan Al-‘Asymâwi terhadap ayat-ayat tentang aurat wanita? Bagaimana

Relevansi pandangan kedua tokoh dalam konteks kekinian?

Penelitian ini bersifat kepustakaan (library research). Jenis penelitian

telaah pustaka ini termasuk dalam penelitian kualitatif. Adapun sumber data

primernya yakni kitab Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr dan kitab Haqîqat al-

Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts. Metode analisis data yang digunakan adalah

metode deskriptif komparatif dengan pendekatan historis-filosofis.

Adapun hasil dari penelitian ini adalah, Ibnu ‘Asyûr dalam masalah batas

aurat wanita mentoleransi terbukanya muka, telapak tangan, kaki dan juga

rambut, tentu saja ini berlaku jika dengan menutupnya menimbulkan kesulitan.

Sedang Al-‘Asymâwi mengatakan bahwa rambut bukanlah aurat karena hadis

yang dijadikan landasan selama ini hanyalah hadis ahad yang pada dasarnya

tidak dapat dijadikan hujjah. Ibnu Âsyûr dan Al-‘Asymâwi tidak memandang

ketiga ayat (QS. Al-Ahzâb [33]: 53, QS. An-Nûr [24]: 31, QS. Al-Ahzâb [33]:

59) sebagai kewajiban menutup kepala wanita. Adapun perbedaan pendapat

dari kedua tokoh adalah Ibnu Âsyûr pada ayat perintah menjulurkan jilbab

(jubah menurut Ibnu Âsyûr) ia mengatakan bahwa bentuk jilbab berbeda-beda

tergantung adat yang meliputi si wanita. Sedangkan Al-‘Asymâwi memandang

bahwa menjulurkan jilbab (mantel menurut Al-‘Asymâwi) tidak berlaku lagi.

Hemat penulis pandangan kedua tokoh ini tidaklah relevan jika diterapkan di

Indonesia, karena secara umum mayoritas masyarakat di Indonesia menganut

pandangan bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali muka dan telapak

tangan. Jika pendapat ini diterapkan ditakutkan masyarakat awam menjadi

kebingungan dan bahkan kebablasan dalam menentukan batas aurat.

Kata Kunci: Aurat wanita, Ibnu ‘Âsyûr, Al-‘Asymâwi

Page 9: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

v

ABSTRACT

The title of the research "Perspective of Ibnu Âsyûr and Muhammad

Sa'id Al-'Asymâwi toward the Woman’s Aurat (Analysis of the Tafsir At-

Tahrîr wa at-Tanwîr and the Book of Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts)"

by Maria Ulpah (218410825) The research based on the differences statement

of Mufassir about woman’s aurat control. it discussed about classification of

woman’s aurat included hair, neck and ears. The main factor of controversy

was due to the text of zhanni. The Qur'an did not convey clearly and hadits

also had various interpretations. According to Ibn Âsyûr and Al-'Asymâw were

different view from the majority of the previous scholars of islam. This

research formulated three main problems, as follows: how is the interpretation

of Ibn Âsyûr and Al-'Asymâwi towad verses Qur’an about woman’s aurat?

What are the similarities and differences views of Ibn Âsyûr and Al-'Asymâwi

toward verses Qur’an about woman’s aurat? How are the relevant of views the

two figures in the present context?

The research applied library research. The research type was qualitative

research. The primary data source is the Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr and the

Book of Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts. The data analysis method

used comparative descriptive method by historical-philosophical approach.

The results of the study, Ibn Âsyûr about woman’s aurat control

tolerates to show the face, palms, legs and hair. it can be occur if cover it

become difficulties. While Al-'Asymâwi said that hair is not aurat because the

hadits used as the basis is weak so it cannot be used as evidence. According to

Ibn Âsyûr and Al-'Asymâwi did not have a certain view toward (Surah Al-

Ahzab [33]: 53, Surah An-Nûr [24]: 31, Surah Al-Ahzab [33]: 59) as an

obligation to cover the head of a woman. The differences both of them are Ibn

Âsyûr views that command of bring veil down over themselves (cloak

according to Ibn Âsyûr) he said that the veil has varies depending her custom.

Whereas Al-'Asymâwi views that command of bring veil down over

themselves (the coat according to Al-'Asymâwi) is no longer valid. In my

opinion, the views both of them if applied in Indonesia are irrelevant, because

in general the majority of people in Indonesia has a certain view that all

women's bodies are aurat except their faces and palms. If the opinion between

Ibn Âsyûr and Al-'Asymâwi applied it make people will become confused and

misinterpretation to control woman’s aurat.

Keywords: Woman’ aurat, Ibn 'Asyûr, Al-'Asymâwi

Page 10: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

vi

مقدمةعن عورات النساء عند ابن عاشور و محمد سعيد العشماوي في كتابي تفسير بحث

)التحرير والتنوير و حقيقة الحجاب وحجية الحديث( جمع وإعداد "ماريا ألفة" برقم الطلاب: . نساءال عورات حد عن المفسرين أقوال اختلاف بسبب البحث هذا وجود ١١٨٠١٤٨١٢

والحديث لم يبينا بيانا واضحا في ذلك. كما فهم ابن نص القرآن أن الاختلافات هذه مصدرعاشور ومحمد سعيد العشماوي فقد اختلفا بجمهور علماء السلف. وقد قسم الباحث في

كيف فسر ابن عاشور ومحمد سعيد العشماوي في -١هذه المسألة على ثلاثة المباحث :ول ابن عاشور ومحمد سعيد كيف المشتركة والمقارنة عند ق -١ آيات عن عورات النساء ؟

كيف المناسبة عند قوليهما في هذا العصر؟ -٣العشماوي عن آيات في عورات النساء؟ قد تفاعل هذا البحث بمكتبة، وهو مقبول فيها. أما الكتاب الذي راجعت فيه كتاب

ي ف تفسير )التحرير والتنوير و حقيقة الحجاب وحجيةالحديث(، وطريقة البحث نظرية النسبية قرب التارخية والفلسفة.

أما النتائج التى حصلت على الباحث ما يلي : قال ابن عاشور في حد عورات النساء : هو الوجه، واليدان، والرجلان، والشعر إن كان ستره صعبة، وقال محمد سعيد العشماوي :

ن بن الحديث الذى استنبطه حديث آحاد لا تقبل حجته. الأأن الشعر ليس من العورة ، الأحزاب ٣١، النور ٢٣عاشور ومحمد سعيد العشماري لم ينظرا إلى ثلاث آيات )الأحزاب

( من الآيات التي وجبت ستر الرأس. أما الفرق بين قوليهما، قال ابن عاشور فى تفسيره ٢٥أن تطويل جلابية النساء مختلف باختلاف عادات الناس، وقال محمد سعيد العشماري لا

لك. هذان رأيان لا يناسبان عند أكثر الناس في إندونيسيا؛ لأنهم رأوا كل أعضاء ينطبق على ذ جسم المرأة عورة ما عدا الوجه واليدان، وإن كان يطابق ذلك عند عوام الناس فقد حيروا.

Page 11: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

vii

MOTTO

خي ركم من ت علم القرآن وعلمه

“Orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang belajar Al-

Qur`an dan mengajarkannya” (HR. al-Bukhârî)

Page 12: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

viii

ه ٱ بسم يمه ٱ لرحمنٱ لل لرحه

KATA PENGANTAR

Segala syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. yang senantiasa

melimpahkan curahan taufik dan hidayah-Nya, hingga penulis dapat

merampungkan Tesis yang berjudul “Aurat Wanita Perspektif Ibnu Âsyûr dan

Muhammad Sa’id Al-‘Asymâwi (Analisis Terhadap Tafsir At-Tahrîr wa at-

Tanwîr dan Kitab Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts)”. Shalawat serta

salam semoga selalu tercurahkan kepada sang Rasul pilihan, Nabi Muhammad

saw. Beserta keluarga dan para sahabat beliau hingga hari akhir tiba.

Dalam penyusunan Tesis ini, tidak mungkin selesai tanpa bantuan dan

partisipasi dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sehubungan dengan hal tersebut penulis ingin menghaturkan ucapan terima

kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta, Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah

T. Yanggo, M.A., atas kebijaksanaannya beliau sebagai pimpinan IIQ

Jakarta dan telah berjasa dalam kemajuan perguruan tinggi ini.

2. Direktur Pascasarjana IIQ Jakarta, Bapak Dr. KH. Muhammad Azizan

Fitriana, M.A., dan Kaprodi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Bapak Dr. KH.

Ahmad Syukron, M.A., yang telah memberikan arahan, motivasi dan

dedikasinya atas kemajuan Program Pascasarjana IIQ Jakarta. Semoga ini

senantiasa melahirkan generasi-generasi yang profesional dan

berkompetensi.

3. Dosen pembimbing I, Bapak Prof. Dr. KH. Artani Hasbi dan Dosen

Pembimbing II, Bapak Dr. KH. Muhammad Ulinnuha, Lc, M.A., yang

telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan

bimbingan dan saran guna kebaikan Tesis ini. Semoga beliau-beliau dalam

lindungan Allah dan diberikan kesehatan.

Page 13: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

ix

4. Seluruh dosen Pascasarjana IIQ Jakarta yang telah membimbing,

membagikan bekal pengetahuan kepada penulis, baik secara teori maupun

praktik selama penulis berada di bangku perkuliahan.

5. Seluruh Staf TU Pascasarjana IIQ Jakarta yang telah membantu penulis

dari proses awal hingga terselesaikannya penulisan Tesis ini.

6. Kepada Babah dan Mama saya, Edi Subara dan Djaliah serta adik saya

Muhammad Husni yang selalu memotivasi dan memberikan doa serta

dukungan yang tak pernah putus, sehingga Tesis ini dapat terselesaikan.

7. Teman-teman Prodi IAT angkatan 2018 yang penulis sayangi. Terkhusus

kelas B. Isyroqotun Nashoiha, Siti Harzotun, Mabrurotul Hasanah, dan

lainnya. Terima kasih atas dukungan moril maupun materil sejak penulis

bergabung dalam lingkaran civitas IIQ Jakarta.

8. Noor Uzmah Hayati dan Rima Aprilia, atas kebersamaan selama 2 tahun

masa kuliah, dari masa-masa mahasiswi baru hingga masa penyelesaian

tugas-tugas akhir. Terima kasih segalanya, semoga selalu terkenang.

Penulis mengharapkan semoga Tesis ini memberikan manfaat khususnya

bagi penulis dan umumnya bagi semua pembaca. Penulis menyadari bahwa

penulisan Tesis ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran

selalu dinantikan demi kesempurnaan karya selanjutnya. Semoga semua

bantuan yang telah diberikan kepada penulis dicatat sebagai amal ibadah.

Akhirnya semoga Allah memberikan manfaat bagi penulis dan siapapun yang

membacanya, Âmîn.

Jakarta, 21 Ramadhân 1441 H

14 Mei 2020 M

Maria Ulpah

Page 14: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

x

DAFTAR ISI

Persetujuan Pembimbing ...................................................................... i

Pengesahan Penguji ................................................................................ ii

Pernyataan Penulis ................................................................................. iii

Abstrak ..................................................................................................... iv

Motto ........................................................................................................ vii

Kata Pengantar ....................................................................................... viii

Daftar Isi .................................................................................................. x

Pedoman Transliterasi ............................................................................ xiii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................... 1

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah ......................................................... 7

2. Pembatasan Masalah ........................................................ 7

3. Perumusan Masalah ......................................................... 8

C. Tujuan Penelitian .................................................................. 8

D. Kegunaan Penelitian ............................................................. 9

E. Kajian Pustaka ....................................................................... 10

F. Metodologi Penelitian ............................................................ 18

G. Sistematika Penulisan ........................................................... 22

BAB II. AURAT WANITA DALAM WACANA TEORITIS

A. Aurat dan Perbedaan Pendapat Ulama .................................. 24

B. Jilbab dan Cadar, Sejarah Serta Polemiknya di Indonesia ... 34

C. Dalil Al-Qur`an Tentang Aurat Menurut Mufassir .............. 50

D. Dalil Hadis Tentang Aurat ................................................... 73

Page 15: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

xi

BAB III. BIOGRAFI IBN ÂSYÛR DAN KITAB TAFSIR AT-

TAHRÎR WA AT-TANWÎR, AL-‘ASYMÂWI DAN KITAB

HAQÎQAT AL-HIJÂB WA HUJJIYAT AL-HADÎTS.

A. Biografi Ibnu Âsyûr

1. Riwayat Hidup dan Karier Intelektual .......................... 85

2. Karya-Karya Intelektual ................................................ 89

3. Kitab Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr ............................ 90

B. Muhammad Sa’id Al-‘Asymâwi

1. Riwayat Hidup dan Karier Intelektual .......................... 96

2. Karya-karya Intelektual ................................................ 100

3. Kitab Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts ............. 102

BAB IV. PENAFSIRAN IBNU ÂSYÛR DAN MUHAMMAD SA’ID

AL-‘ASYMÂWI TERHADAP AYAT-AYAT TENTANG

AURAT

A. Penafsiran Ibnu Âsyûr dan Muhammad Sa’id Al-‘Asymâwi

1. Surat Al-Ahzâb [33]: 53................................................ 108

2. Surat An-Nur [24]: 31 ................................................... 118

3. Surat Al-Ahzâb [33]: 59................................................ 131

4. Surat Al-Ahzâb [33]: 53................................................ 136

5. Surat An-Nûr [24]: 31 ................................................... 139

6. Surat Al-Ahzâb [33]: 59................................................ 147

B. Analisis Perbandingan Penafsiran Kedua Tokoh

1. Persamaan Penafsiran ................................................... 150

2. Perbedaan Penafsiran ..................................................... 152

3. Perbedaan dengan Ulama Sebelumnya .......................... 154

4. Faktor yang Melatarbelakangi ....................................... 158

5. Kelebihan ....................................................................... 161

Page 16: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

xii

6. Kekurangan ................................................................... 162

C. Relevansi dalam Konteks Kekinian ..................................... 164

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................... 168

B. Saran ....................................................................................... 169

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 171

Lampiran ................................................................................................. 177

Curriculum Vitae .................................................................................... 180

Page 17: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

xiii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Tesis ini ditulis dengan menggunakan pedoman transliterasi sebagaimana

diuraikan di bawah ini. Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian

huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Dalam penulisan tesis dan

disertasi di Program Pascasarjana IIQ Jakarta, transliterasi Arab-Latin

mengacu pada berikut ini:

1. Konsonan

th : ط a : أ

zh : ظ b : ب

‘ : ع t : ت

gh : غ ts : ث

f : ف j : ج

q : ق h : ح

k : ك kh : خ

l : ل d : د

m : م dz : ذ

n : ن r : ر

w : و z : ز

h : ه s : س

` : ء sy : ش

y : ي sh : ص

dh : ض

Page 18: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

xiv

2. Vocal

Vocal Tunggal Vocal Panjang: Vocal Rangkap:

Fathah: a أ: â ... ي : ai

Kasrah : i ي: î و…: au

Dhammah: u و: û

3. Kata Sandang

a. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) qamariyah

ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, Contoh:

Al-Mâidah : المائدة Al-Baqarah : البقرة

b. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam (ال) syamsiyah

ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan

sesuai dengan bunyinya. Contoh:

as-Sayyidah : السيدة ar-Rajulu : الرجل

مسالش : asy-Syams الدارمي : ad-Dârimî

c. Syaddah (Tasydîd) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang ( _),

sedangkan untuk alih aksara dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd. Aturan ini berlaku

secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di akhir kata

ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-

huruf syamsiyah. Contoh:

ا بالله أمن : Âmannâbillâhi فهاء أمن الس : Âmana as-Sufahâ’u

Page 19: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

xv

war-rukka’i : والر كع Inna al-ladzîna : إن الذين

d. Ta Marbûthah(ة) Ta Marbûthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti oleh kata

sifat (na’at), maka huruf tersebut dialih aksarakan menjadi huruf “h”.

Contoh:

ةد ئ ف الأ : al-Af`idah

ةي م لا س ة ال ع ام الج : al-Jâmiah al-Islâmiyah

Sedangkan ta marbûthah (ة) yang diikuti atau disambungkan (di-

washal) dengan kata benda (ism), maka dialih aksarakan menjadi huruf

“t”. Contoh:

عاملة ناصبة : Âmilatun Nâshibah

ة الكب رىالآي : al-Âyat al-Kubrâ

e. Huruf Kapital

Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf kapital, akan

tetapi apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan Ejaan

Yang Disempurnakan (EYD) Bahasa Indonesia, seperti penulisan awal

kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain.

Ketentuan yang berlaku pada EYD berlaku pula dalam alih aksara ini,

seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan

lainya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang,

maka huruf yang ditulis kapital adalah awal nama diri, bukan kata

Page 20: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

xvi

sandangnya. Contoh: ‘Alî Hasan al-‘Âridh, al-‘Asqallânî, al-Farmawî

dan seterusnya. Khususnya untuk penulisan kata Al-Qur`an dan nama-

nama surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-Qur`an, Al-

Baqarah, Al-Fâtihah dan seterusnya.

Page 21: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Syariat dan fikih merupakan dua kata yang sering kali tidak dapat

dibedakan oleh sebagian pihak, sehingga membuat individu tersebut

menjadi “alergi” dengan perbedaan pandangan. Dari paparan berikut akan

diketahui bahwa umat Islam sepakat terhadap persoalan syariat dan tidak

mustahil untuk tidak sepandangan dalam persoalan fikih. Syariat

mempunyai definisi yang sangat luas. Namun, dalam hukum Islam definisi

syariat ialah sebuah ketentuan hukum Islam yang sumbernya berasal dari

nash yang qath’i.1 Sementara itu, fikih merupakan ketentuan hukum Islam

yang sumbernya berasal dari nash yang zhanni.2

Syariat tersusun atas nash qath’i sedangkan fikih tersusun dari nash

zhanni. Berikut ini contoh praktisnya. Kewajiban untuk puasa Ramadhan.

(Nash-nya qath’i dan ini syariat), kapan memulai berpuasa atau kapan

1 Qath’i terbagi dua qath’i ats-tsubut/ qath’i al-wurud yakni pasti dari segi datangnya

dan qath’i ad-dilalah yakni pasti lafalnya (tidak membutuhkan penafsiran/ ijtihad). Semua

ayat Al-Qur`an bersifat qath’i ats-tsubut akan tetapi tidak semua ayat Al-Qur`an itu bersifat

qath’i ad-dilalah. Begitu juga dengan hadis mutawattir juga bersifat qath’i al-wurud yakni

pasti dari segi datangnya. Namun, tidak semua hadis mutawattir bersifat qath’i ad-dilalah.

Sehingga dapat dipahami bahwa seluruh ayat Al-Qur’an dan hadis mutawattir bersifat qath’i

ats-tsubut atau qath’i al-wurud. Sedangkan qath’i ad-dilalah adalah sebagian ayat Al-Qur’an

dan sebagian hadis mutawattir. Disampaikan oleh Nadirsyah Hosen dalam “Ngaji online

bareng Gus Nadir, Perbedaan Syariat dan fikih” pada 19 Maret 2020. 2 Zhanni, pun terbagi atas zhanni ad-dalalah dan zhanni al-wurud. zhanni ad-dalalah

yakni dari segi lafalnya membutuhkan adanya penafsiran atau ijtihad, terdapat sejumlah ayat

Al-Qur’an dan hadis yang bersifat zhanni ad-dalalah. Sedangkan zhanni al-wurud adalah dari

segi kedatangan bersifat tidak pasti yang termasuk golongan ini adalah hadis masyhur dan

hadis ahad. Sehingga dapat disimpukan bahwa wajar jika terdapat perbedaan pendapat

mengenai hadis masyhur dan ahad karena dari segi datangnya dan juga lafalnya bersifat tidak

pasti. Disampaikan oleh Nadirsyah Hosen dalam “Ngaji online bareng Gus Nadir, Perbedaan

Syariat dan fikih” pada 19 Maret 2020. Lihat juga, Umi Cholifah, “Membumikan Qath’i dan

Zhanni (Konsep Absolut dan Relativitas Hukum)” dalam Jurnal an-Nuha, Vol. 4, No. 2,

Desember 2017, h. 156-160

Page 22: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

2

Ramadhan? (Nash-nya zhanni dan ini fikih), hadis mengatakan bahwa

harus melihat bulan, akan tetapi kata “melihat” ini mengandung aneka

penafsiran. Membasuh kepala pada saat berwudu itu wajib (Nash qath’i

dan ini syariat), akan tetapi sampai mana membasuh kepala tersebut?

(Nash-nya zhanni dan ini fikih), kata “ م pada ”ب ك رءوس terbuka وامسحواب

untuk ditafsirkan. Memulai shalat harus dengan niat. (Nash qath’i dan ini

syariat). Apakah niat itu diucapkan (dengan ushalli) atau cukup niat dalam

hati? (Ini fikih). Menutup aurat itu wajib bagi lelaki dan perempuan (Nash

qath’i dan ini syariat). Apa batasan aurat laki-laki dan perempuan? (Ini

fikih). 3 Dengan demikian, pertanyaan apakah jilbab itu wajib adalah

kurang tepat, yang wajib adalah menutup aurat (apakah akan ditutup

dengan kerudung atau dengan kain biasa).

Aurat sendiri seperti yang penulis sadur dari Kamus Besar Bahasa

Indonesia ialah bagian fisik seseorang yang semestinya tidak patut

diperlihatkan menurut perintah agama Islam, kemaluan, atau organ

perkembangbiakan.4 Sedangkan secara terminologi dalam Hukum Islam,

aurat adalah sesuatu yang menimbulkan rasa malu, sehingga seseorang

terdorong untuk menutupnya, batas minimal bagian tubuh manusia yang

wajib ditutup berdasarkan perintah Allah.5

Para Ulama bersepakat bahwa aurat itu hukumnya wajib untuk

ditutup. Adapun yang menjadi persoalan pokok selanjutnya adalah apa

sajakah batasan aurat bagi perempuan itu? Apakah rambut, telinga, wajah

3 Ibrahim Hosen dan Nadirsyah Hosen, Ngaji Fikih Pemahaman tekstual dengan

Aplikasi yang Kontekstual, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2020), Cet. 1, h. 2-6. 4 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), ed. 2, Cet. 7, h. 66 5 Muhammad Sudirman Sesse “Aurat Wanita Dan Hukum Menutupnya Menurut

Hukum Islam” Dalam Jurnal Al-Maiyyah, Vol. 9 No. 2 Juli-Desember 2016, h. 315, Yang

mengutip dari Al-Husayni, Kifayatul al-Akhyar, Kairo: Isa al-Halaby,t.t., Juz. I, h.92

Page 23: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

3

dan leher itu termasuk ke dalam aurat sehingga wajib untuk ditutup. Para

ulama berbeda dalam menjawabnya.

Mengenai batasan aurat wanita ada tiga pendapat: pertama, pendapat

yang mengatakan bahwa seluruh tubuh perempuan adalah aurat. Kedua,

pendapat yang mengatakan seluruh tubuh perempuan adalah aurat kecuali

muka dan telapak tangan (ada yang menambahkan setengah lengan dan

juga kaki). Ketiga, pandangan cendekiawan kontemporer yang

berpendapat bahwa unsur adat, kebiasaan dan kebutuhanlah yang

dijadikan dasar pertimbangan dalam menetapkan batasan-batasan aurat

namun tetap berpedoman kepada kaidah-kaidah agama yang juga diakui

para ulama sebelumnya.6

Terlepas dari polemik tersebut, yang jelas bahwa penyebab utama

timbulnya kontroversi yakni dikarenakan nash-nya zhanni. Ayat Al-

Qur`an yang membahas tentang batasan-batasan aurat perempuan tidak

memberikan ketegasan yang pasti, oleh karena itu ulama-ulama banyak

yang melihat keterangan pada hadis Rasulullah Saw., juga kebiasaan

perempuan-perempuan Muslimah pada zaman Nabi saw. Begitu juga

dalam memahami hadis Nabi, ada sebagian pihak yang menjadikan hadis

tertentu sebagai landasan tetapi pihak lain menilai hadis itu dhaif sehingga

sebagian pihak melahirkan pendapat yang berbeda dengan pihak lainnya,

ada yang ketat dan pihak lainnya ada yang lebih longgar.

Seperti pendapat Muhammad ath-Thâhir Ibnu ‘Âsyûr7 ketika

menafsirkan QS. An-Nûr [24]: 31 pada kalimat نها اماظهرم ل menuturkan ا

6 Lihat, Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, (Jakarta: Lentera Hati,

2018), lihat juga kesimpulan (Irfan Soleh, “Aurat Perempuan di Mata Pengkritik Syahrur”

Skripsi Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2010. Tidak diterbitkan (t.d) 7 Nama lengkapnya adalah Muhammad ath-Thâhir bin Muhammad ath-Thâhir bin

Muhammad bin Muhammad ath-Thâhir ‘Âsyûr, pengarang kitab tafsir At-Tahrîr wa at-

Tanwîr, lahir di Tunisia pada tahun 1879 M dan wafat pada Tahun 1973 M. Beliau terkenal

Page 24: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

4

bahwa adapun makna firman Allah yang berbunyi: “Janganlah mereka

menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya.”

Perhiasan yang dikecualikan untuk ditutup oleh wanita di dalam ayat

tersebut adalah wajah, dan dua telapak tangan dan kaki. Sekelompok

ulama menafsirkan bahwa perhiasan wanita adalah seluruh tubuhnya,

adapun yang dikecualikan untuk ditutup adalah wajah dan dua telapak

tangan, bahkan ada pendapat yang menyatakan bahwa dua telapak kaki

dan rambut juga ikut dikecualikan.8

Kemudian pendapat seorang mantan Hakim Agung Mesir,

Muhammad Sa’id Al-‘Asymâwi9 ketika membahas ayat yang sama (QS.

An-Nûr [24]: 31) menuturkan bahwa hukum yang ditetapkan dalam ayat

ini (mengenai khimâr) bersifat temporal. Selama masa dibutuhkannya

pembedaan itu (Asbâb an-nuzûl ayat ini adalah untuk membedakan wanita

sebagai “Sang Pencerah” karena menanamkan kecerdasan berfikir, daya nalar yang kritis dan

toleransi yang “tinggi”. Dapat dikatakan bahwa nilai-nilai besar yang terkandung di dalam

kajian tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr ini sangat dibutuhan oleh setiap orang, demi memperkaya

wawasan ke-Islaman yang lebih luas. Lihat, Afrizal Nur MIS dkk, “Sumbangan Tafsir ath-

Tahrir wa at-Tanwîr Ibn ‘Asyûr dan Relasinya dengan Tafsir al-Mishbah M. Quraish Shihab”,

dalam Jurnal al-Turath, Vol. 2, No. 2, 2017, h. 78 8 Muhammad ath-Thâhir ibn ‘Âsyûr, Tafsir at-Tahrîr wa at-Tanwîr, (Tunisia: ad-Dâr

at-Tunisiyah Li an-Nasyr, t.p, t.t), h. 207 dimana redaksinya:

و فسر ما ظهر منها ما كان موضعه مما لا تستره المرأة و هو الوجه و الكفان و القدمان. فمعنى جمع من المفسرين الزينة بالجسد كله و فسر ما ظهر بالوجه و الكفين قيل و القدمين و الشعر.9 Muhammad Sa’id Al-‘Asymâwi, seorang cendekiawan kontemporer, pengarang

kitab Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts, lahir di Kairo 1932 M. Al-‘Asymâwi adalah

lulusan Fakultas Hukum di Cairo University pada tahun 1954 M. Kemudian, Al-‘Asymâwi

menjadi pembantu jaksa wilayah dan selanjutnya menjabat sebagai jaksa wilayah di

Alexandria. Pada tahun 1961 M, Al-‘Asymâwi diangkat menjadi hakim dan berturut-turut

menjadi hakim ketua pada Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Banding dan Pengadilan

Kriminal Tinggi serta Pengadilan Tinggi Keamanan Negara, yang telah menjatuhkan hukuman

kepada orang-orang radikal Islâm yang melakukan kampanye menentang otoriterianisme

negara Mesir. Lihat, Bustami Saladin, “Potret Ideologi Pemikiran M. Sa’id Al-‘Asymâwi

tentang ayat Ahkam dengan Metode Kontekstual”, dalam Jurnal Sosial, Politik, Kajian Islam

Dan Tafsir, Vol. 1, No. 2, Desember 2018, h. 113

Page 25: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

5

mukmin dengan yang bukan mukmin10) maka hukum ayat ini bukan

merupakan hukum yang kekal (hukm mu'abbad).11

Ini merupakan persoalan yang cukup untuk diteliti lebih lanjut, untuk

memahami seperti apa argumentasi sebenarnya dari kedua tokoh di atas

yakni Muhammad at-Thâhir Ibnu Âsyûr (w. 1973 M) dalam kitabnya

Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr dan Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi (w.

1435 H) dalam kitabnya Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts

memahami ayat-ayat tentang aurat sehingga pandangan keduanya

dimungkinkan mampu untuk merespon masalah yang actual mengenai

jilbab.

Berkenaan dengan masalah jilbab ini baru-baru ini ada sebuah

pernyataan yang membuat warganet bereaksi keras bahkan ada yang

sampai tega mengucapkan kata-kata kasar yakni pernyataan dari Ibu Sinta

Nuriyah12, istri KH. Abdurrahman Wahid tersebut memberikan

pernyataan bahwa tidak ada kewajiban bagi seorang Muslimah untuk

mengenakan jilbab.13 Sebagian kalangan tampaknya memang belum

10 Muhammad Sa’id Al-‘Asymâwi, Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts, (Mesir:

Madbûli ash-Shagîr, 1995), Cet. 2, h. 15 11 Muhammad Sa’id Al-‘Asymâwi, Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts, Cet. 2,

h. 16 dimana redaksinya:

فالواضح من السياق فى الآية السالفة والحديث السابق أن القصد الحقيقى منهما هو وضع فارق أو علامة واضحة بين المؤمنين والمؤمنات وغير المؤمنين وغير المؤمنات. ومعنى ذلك أن الحكم فى كل

داأمر حكم وقتى يتعلق بالعصر الذى أريد فيه وضع التمييز وليس حكما مؤب12 Dr. (H.C) Dra. Hj. Sinta Nuriyah Wahid, M.Hum promotor gerakan kesetaraan

gender dan pemberdayaan perempuan Puan Amal Hayati adalah istri dari Presiden Indonesia

keempat Abdurrahman Wahid. Lihat, Indo Santalia, “KH. Abdurrahman Wahid: Agama dan

Negara, Pluralisme, Demokratisasi dan Pribumisasi”, dalam Jurnal al-Adyân, Vol. 1, No. 2,

Desember 2015, h. 138. 13 Ibu Sinta Nuriyah dan anaknya berada di chanel Youtube Deddy Corbuzier pada

Rabu, 15 Januari 2020, dengan tema “Kontroversi Jilbab, Ibu Sinta Nuriyah Mengenang Gus

Dur”, durasi video 46 menit 30 detik. Video tersebut telah ditonton sebanyak 972.136 kali

serta komentar yang tertera sebanyak 25 ribuan. Diakses pada tanggal 24 Februari 2020, jam

09.53 WIB

Page 26: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

6

terbiasa berbeda pandangan dengan santun. Lebih dalam lagi, sebagian

kalangan tampaknya belum terbiasa untuk belajar memahami argumentasi

pandangan yang berbeda.

Melihat permasalahan di atas maka penulis lewat karya ilmiah ini

hendak menunjukkan kepada masyarakat Islam Indonesia khususnya,

pandangan sementara mufassir dan cendekiawan kontemporer yang bisa

jadi berbeda dengan cara pandang mayoritas kita, agar setiap orang bisa

belajar memahami argumentasi pendapat yang berbeda dan mampu

menumbuhkan sikap toleransi yang tinggi.

Terdapat sejumlah alasan akademik mengapa penulis memilih

penelitian dengan tema “aurat wanita” dan mengapa objek materialnya

kitab Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr dan kitab Haqîqat al-Hijâb wa

Hujjiyat al-Hadîts dalam riset ini dan bukan yang lain. Pertama, tema

batasan aurat wanita merupakan tema yang sedang hangat dibicarakan

saat ini khususnya di Indonesia. Kedua, tema ini juga merupakan tema

yang di dalamnya terjadi selisih pendapat di kalangan para mufassir.

Ketiga, penafsiran terhadap ayat-ayat aurat yang dipahami oleh

Muhammad at-Thâhir Ibnu Âsyûr (w. 1393 H) dan Muhammad Sa’id Al-

’Asymâwi (w. 1435 H) relative berbeda dengan pemahaman para ulama

sebelumnya serta memiliki hubungan keterlibatan yang signifikan dalam

penafsiran Al-Qur`an, terutama dalam rangka memberikan respons terkait

isu yang actual seperti isu tentang hijab atau jilbab seperti pandangan Ibu

Sinta Nuriyah di atas.

B. Permasalahan

Untuk menguraikan permasalahan yang terkait dengan tema

pembahasan penelitian, maka hal-hal yang perlu dijelaskan sebagai

berikut:

Page 27: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

7

1. Identifikasi Masalah

a. Aurat adalah sesuatu yang harus ditutup karena dengan

membukanya membuat malu baik bagi orang yang melihat mapun

yang dilihat. Perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai apa

saja batasan aurat wanita;

b. Faktor utama munculnya kontroversi batasan aurat adalah

dikarenakan tidak adanya ketegasan yang jelas dan pasti dari Al-

Qur`an tentang batas-batas aurat wanita;

c. Metodologi yang digunakan Ibnu Âsyûr dalam Tafsir At-Tahrîr wa

at-Tanwîr dan Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi dalam kitab

Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts;

d. Paradigma masyarakat yang beranggapan bahwa yang benar

adalah hanya satu dan pendapat selain dari itu adalah salah;

e. Penafsiran Ibnu Âsyûr dan Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi

terhadap ayat-ayat tentang aurat wanita dalam Tafsir At-Tahrîr wa

at-Tanwîr dan kitab Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts;

2. Pembatasan Masalah

Mengacu pada identifikasi masalah yang telah disebutkan, maka

dibatasi hanya beberapa masalah saja yang dianggap penting, yakni:

a. Aurat adalah sesuatu yang harus ditutup karena dengan

membukanya membuat malu baik bagi orang yang melihat mapun

yang dilihat. Perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai apa

saja batasan aurat, dalam penelitian ini penulis memfokuskan

penelitian hanya pada batasan aurat wanita;

b. Penafsiran Ibnu Âsyûr dan Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi

terhadap ayat-ayat tentang aurat wanita dalam Tafsir At-Tahrîr wa

at-Tanwîr dan kitab Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts,

dalam hal ini penulis membatasi pada tiga ayat saja yakni QS. Al-

Page 28: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

8

Ahzâb [33]: 53, QS. An-Nûr [24]: 31 dan QS. Al-Ahzâb [33]: 59.

Hal ini dilakukan agar pendapat kedua tokoh menjadi seimbang

karena salah satu tokoh yakni Al-‘Asymâwi hanya menafsirkan

tiga ayat tersebut.

3. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang relevan berdasarkan pada

identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas adalah sebagai

berikut:

a. Bagaimana penafsiran Ibnu Âsyûr dan Muhammad Sa’id Al-

’Asymâwi terhadap ayat-ayat tentang aurat wanita dalam Tafsir At-

Tahrîr wa at-Tanwîr dan kitab Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-

Hadîts?

b. Bagaimana perbandingan penafsiran Ibnu Âsyûr dan Muhammad

Sa’id Al-’Asymâwi pada ayat-ayat tentang aurat wanita?

c. Bagaimana relevansi penafsiran Ibnu Âsyûr dan Muhammad Sa’id

Al-’Asymâwi pada ayat-ayat tentang aurat wanita dalam konteks

kekinian?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka yang diharapkan

menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. Mendeskripsikan bagaimana argumentasi Ibnu Âsyûr dan

Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi terhadap ayat-ayat tentang aurat

wanita dalam Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr dan kitab Haqîqat al-

Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts;

b. Mencari sejumlah persamaan dan perbedaan antara penafsiran Ibnu

Âsyûr dan Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi terhadap ayat-ayat

Page 29: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

9

tentang aurat wanita dalam Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr dan kitab

Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts;

c. Mengetahui dan menilai apakah pandangan Ibnu Âsyûr dan

Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi terhadap ayat-ayat tentang aurat

wanita relevan dengan konteks Indonesia saat ini.

D. Kegunaan Penelitian

Dari penelitian tesis ini, penulis berharap akan mendapatkan suatu

manfaat diantaranya sebagai upaya untuk:

1. Memberikan kontribusi yang berarti terhadap khazanah keilmuan

Islam, terutama dalam bidang kajian tafsir ayat hukum.

2. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat Islam Indonesia

mengenai berbagai pendapat tentang batasan aurat wanita sehingga

bisa belajar memahami argumentasi pendapat yang berbeda dan

menumbuhkan sikap toleransi yang tinggi.

3. Untuk menunjukkan bahwa bahwa masing-masing mufassir itu

memiliki kerangka berfikir dan asumsi yang beragam dalam

memahami karena tafsir merupakan hasil dialektika antara proses

perfikir mempertimbangkan baik dan buruk dari seorang mufassir

dengan teks Al-Qur`an serta konteks adat dan kebiasaan yang

meliputinya sehingga dapat dipastikan adanya perubahan-perubahan

yang dinamis, yakni tafsir itu tidak stagnan (tidak berhenti).

4. Untuk memberikan wawasan, khususnya umat Islam Indonesia

berkenaan dengan penafsiran Ibnu Âsyûr dan Muhammad Sa’id Al-

’Asymâwi pada ayat-ayat tentang aurat wanita dalam Tafsir At-Tahrîr

wa at-Tanwîr dan kitab Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts; di

samping memberikan keterangan berkenaan dengan biografi kedua

Page 30: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

10

tokoh tersebut serta metode yang digunakan keduanya dalam kitab

tersebut.

E. Kajian Pustaka

Memang diakui bahwa kajian mengenai tafsir ayat-ayat tentang aurat

wanita bukanlah penelitian yang baru. Dalam hal ini, penulis mendapati

beberapa karya ilmiah yang memiliki kaitan dengan penafsiran tentang

aurat wanita dan Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr dan kitab Haqîqat al-

Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts. Diantara karya ilmiah tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Kitab “al-Kitab wa al-Qur`an Qirâ’ah Mu’âshirah” ditulis oleh

Muhammad Syahrûr. Pembahasan dalam kitabnya tersebut mengenai

aurat bahwa yang dimaksud dengan khimâr adalah penutup, akan

tetapi bukanlah hanya menutupi kepala oleh sebab itu Allah

menyuruh agar menutupi seluruh hiasan wanita yang tersembunyi

yakni juyûb dan boleh menampakkan perhiasan itu kepada delapan

golongan yakni mahramnya perempuan. Ini dapat diartikan bahwa

perempuan mukminah dibolehkan tampil di hadapan delapan

kelompok ini dengan telanjang bulat.14

Kitab ini memberikan informasi baru kepada penulis terkait

batasan aurat menurut pandangan Syahrûr, namun penulis hanya

menjadikan kitab ini sebagai pengetahuan saja tidak menjadikannya

sebagai rujukan karena pendapat Syahrûr ini banyak menuai kritik

14 Muhammad Syahrûr, Al-Kitab wa al-Qur`an Qirâ’ah Mu’âshirah, (Cairo: Sina Li

an-Nasyr, 1992

Page 31: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

11

dan banyak yang menyatakan tidak setuju salah satunya adalah

Quraish Shihab (L. 1944 M).15

2. Kitab yang berjudul “al-Mar’ah al-Muslimah fî ‘Ashr al-‘Aulamah”

ditulis oleh Muhammad Mahmûd Jamâluddîn. Kitab ini juga

membahas mengenai masalah aurat wanita yang mana ia menulis

bahwa karena teriknya panas, karena terbiasanya menampakkan

leher, sebagian tangan dan rambut wanita sehingga tidak lagi

menimbulkan rangsangan pada masa sekarang. Serta untuk

memberikan kemudahan bagi wanita sesuai dengan profesi yang

mereka tekuni dengan dibukannya bagian-bagian tersebut. Maka

ulama atau cendekiawan kontemporer mengajak untuk melakukan

ijtihad mengenai hal tersebut.16 Quraish Shihab (L. 1944 M)

mengomentari pendapat ini dengan “Tidak seorang pun yang dapat

menolak perlunya berijtihad sebab pintu ijtihad masih terbuka bagi

mereka yang yang memiliki kemampuan untuk itu.”17

Kitab ini memberikan kontribusi kepada penulis sebagai

tambahan referensi terkait dengan masalah aurat wanita menurut

pandangan cendekiawan kontemporer.

3. Kitab yang berjudul “Tahrîr al-Mar’ah” ditulis oleh Qâsim Amîn

(w. 1908 M). Dalam kitab ini ada empat persoalan yang dibahas

yakni mengenai pakaian perempuan, aktivitas kerja perempuan,

masalah poligami dan talak. Mengenai pandangannya terhadap

pakaian perempuan, menurut Qâsim Amîn jenis pakaian penutup

15 Lebih lanjut lihat, Soleh, Irfan, “Aurat Perempuan di Mata Pengkritik Syahrur”

Skripsi Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2010. Tidak diterbitkan (t.d) 16 Muhammad Mahmûd Jamâluddîn, Al-Mar’ah al-Muslimah fî ‘Ashr al-‘Aulamah,

(Mesir: Dâr al-Kitâb al-Mashri, 2001) 17 M. Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, (Jakarta: Lentera Hati, 2018)

h. 179

Page 32: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

12

kepala (jilbab) seperti yang populer sekarang pada awalnya

merupakan kebiasaan akibat terjadinya interaksi antara orang-orang

Mesir dengan Negara-negara lainnya yang ditiru karena dinilai bagus

kemudian selanjutnya dipahami sebagai tuntunan Islam. Qâsim Amîn

melanjutkan penjelasannya bahwa Al-Qur`an memberikan

kelonggaran kepada perempuan untuk dibolehkannya menampakkan

sebagian dari tubuhnya kepada lelaki yang bukan mahramnya, akan

tetapi Al-Qur`an tidak menentukan bagian-bagian mana yang boleh

ditampakkan tersebut secara tegas.18

Kitab ini berkontribusi terhadap penelitian penulis terutama

sebagai referensi pendukung mengenai masalah batasan aurat

menurut cendekiawan kontemporer.

4. Buku “Jilbab Pakaian Wanita Muslimah” yang ditulis oleh M.

Quraish Shihab. Kesimpulan dari buku tersebut adalah Al-Qur`an

tidak menjelaskan batas aurat wanita secara pasti, bahkan ketika

membahasnya para ulama berbeda pendapat. Wanita yang telah

mengenakan pakaian tertutup hingga seluruh tubuhnya telah

melaksanakan bunyi teks ayat dan bahkan bisa jadi itu berlebih. Akan

tetapi, di waktu yang sama tidaklah benar jika mengecap pihak yang

tidak mengenakan jilbab juga memperlihatkan setengah tangannya

sebagai seseorang yang telah melanggar perintah Allah.19

Buku ini memberikan kontribusi kepada penulis terkait

perbedaan pendapat dalam masalah aurat wanita dan membantu

penulis dalam memecahkan isu jilbab seperti yang Ibu Sinta Nuriyah

sampaikan. Perbedaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan

18 Qâsim Amîn, Tahrîr al-Mar’ah, (Mesir: Percetakan Muhammad Zakiy ad-Dîn,

1347 H) 19 M. Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, (Jakarta: Lentera Hati, 2018)

Page 33: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

13

adalah penulis lebih berfokus hanya kepada pendapat dua tokoh

yakni Ibnu ‘Asyûr dan Al-Asymâwi saja.

5. Tesis yang berjudul “Studi Kritis Pemikiran Muhammad Sa’id Al-

Asymâwi tentang Hijab dalam kitab Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-

Hadîts” oleh Mohammad Asy’ari. Kesimpulan tesis ini adalah Al-

‘Asymâwi dalam membahas hukum hijab menggunakan metode

lebih mendahulukan Asbâb an-nuzûl ayat daripada keumuman

teksnya. Al-Asymâwi juga mengatakan ditetapkannya sebuah

perintah berpatokan pada ada dan tiadanya alasan perintah itu ada.

Menurutnya juga hadis Rasulullah yang bisa menjadi landasan

ketetapaan syariat adalah hadis mutawattir dan mashur sedangkan

hadis ahad menurutnya hanya bisa menjadi sebagai penguat. 20

Tesis ini memiliki objek material yang sama dengan yang

penulis teliti namun ia hanya berfokus pada bab 1 saja, adapun

perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan penulis antara lain:

penulis mengungkapkan pandangan Al-‘Asymâwi yang terdapat

pada bab 1 (tentang hijab) dan bab 2 (Rambut perempuan bukan

aurat), penulis menggunakan metodologi deskriptif komparatif yakni

perbandingan dua tokoh (Ibnu ‘Âsyûr dan Al-Asymâwi), dan penulis

mengkaji pada bagaimana ayat-ayat tentang aurat ditafsirkan oleh

kedua tokoh kemudian memberikan analisis relevansi pandangan

kedua tokoh ini dalam konteks kekinian.

6. Tesis yang berjudul “Perempuan dan Aurat dalam Perspektif Hukum

Islam (Analisis Tekstual dan Kontekstual dalam Berbusana)” ditulis

oleh Mita Elida. Kesimpulan dari Tesis ini adalah secara tekstual

20 Mohammad Asy’ari, “Studi Kritis Pemikiran Muhammad Sa’id Al-Asymâwi

tentang Hijab dalam kitab Haqîqat al-Hijâb wa Hujjîyat al-Hadîts” Tesis Konsentrasi Syari’ah

Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2006. Tidak diterbitkan (t.d)

Page 34: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

14

ulama sepemahaman bahwa memperlihatkan aurat itu haram, namun

para ulama berselisih pandangan terhadap batas-batas aurat tersebut.

Penerapan aturan tata cara berbusana para mahasiswi Institut Ilmu

Al-Qur`an (IIQ) Jakarta yang memenuhi ketentuan syar’i diatur

dalam Pedoman Akademik Program S1 belum optimal sehingga

masih banyak kalangan yang melakukan pelanggaran karena aturan

tersebut tidak berjalan dengan optimal. Belum terjadi sinkronisasi

secara komprehensif antara aturan tekstual dengan penafsiran

kontekstual dan implementasinya. 21

Tesis ini memberikan informasi kepada penulis terkait aurat dan

penerapannya pada mahasiswi IIQ Jakarta. Adapun sisi perbedaan

dengan riset penulis adalah penelitian ini tidak sampai membahas

hingga ranah tafsir.

7. Tesis yang berjudul “Implikasi Ragam Qirâ`ât terhadap Penafsiran

Ayat-ayat Ahkam (Telaah Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr karya Ibnu

‘Âsyûr pada Surat Al-Baqarah sampai Al-Mâidah) ditulis oleh Lana

Najiah. Kesimpulan dari Tesis ini adalah perbedaan qirâ`ât yang ada

berimplikasi terhadap istinbath (produk hukum hasil ijtihad) yang

berbeda. Seringkali Ibnu ‘Âsyûr mendukung salah satu qirâ`ât saja

atau beliau mengkompromikan antara qirâ`ât yang berbeda bacaan.

Begitu pula dengan kecenderungan mazhab, Ibnu ‘Âsyûr terkadang

menyatakan bahwa beliau cenderung kepada mazhab Maliki. Akan

tetapi itu tidak mendominasi penafsiran beliau. Karena Ibnu ‘Âsyûr

21 Mita Elida, “Perempuan dan Aurat dalam Perspektif Hukum Islam (Analisis

Tekstual dan Kontekstual dalam Berbusana)” Tesis Konsentrasi Ilmu Syari’ah, Pascasarjana

IIQ Jakarta, 2010. Tidak diterbitkan (t.d)

Page 35: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

15

lebih banyak bersikap netral atau tidak mengungkapkan

kecenderungan mazhab. 22

Tesis ini memberikan informasi baru kepada penulis terkait

penafsiran ayat-ayat hukum dalam tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr

dengan pendekatan qirâ`ât. Adapun perbedaannya dengan penelitian

penulis adalah dari segi objek kajiannya yakni penulis menganalisis

penafsiran pada ayat-ayat tentang aurat.

8. Jurnal yang berjudul “Sumbangan Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr Ibn

‘Asyûr dan Relasinya dengan Tafsir al-Mishbah M. Quraish Shihab”

ditulis oleh Afrizal Nur MIS, Mukhlis Lubis dan Hamdi Ishak.

Kesimpulan dari jurnal ini adalah bahwa kitab Tafsir At-Tahrîr wa

at-Tanwîr, banyak menyumbangkan ide-ide besar demi kemajuan

umat Islam. Ibnu ‘Asyûr mampu memaparkan tafsirnya dengan

memakai kosa kata dan sastra Arab bernilai tinggi yang mudah

dimengerti oleh para mufassir masa sekarang. Beliau terkenal sebagai

“Sang Pencerah” karena menanamkan kecerdasan berfikir, daya

nalar yang kritis dan toleransi yang “tinggi”. Dapat dikatakan bahwa

nilai-nilai besar yang terkandung di dalam kajian tafsir Ibnu ‘Asyûr

ini sangat dibutuhkan oleh setiap orang, demi memperkaya wawasan

ke-Islaman yang lebih luas. Tafsir ini mempunyai sumbangan besar

dan memiliki hubungan keterkaitan yang kuat terhadap tokoh

mufassir Indonesia yaitu M. Quraish Shihab (L. 1944 M), karena

menurut hemat penulis antara Ibnu ‘Asyur dan Quraish Shihab (L.

1944 M) sama-sama memiliki semangat rasional. Pengaruh Tafsir At-

Tahrîr wa at-Tanwîr sangat besar khususnya mampu membawa

22 Lana Najiah, “Implikasi Ragam Qirâ`ât terhadap Penafsiran Ayat-ayat Ahkam

(Telaah Tafsir at-Tahrîr wa at-Tanwîr karya Ibnu ‘âsyûr pada Surat Al-Baqarah sampai Al-

Mâidah), Tesis Konsentrasi Ulumul Qur`an dan Ulumul Hadis, Pascasarjana IIQ Jakarta, 2015,

Tidak diterbitkan (t.d)

Page 36: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

16

pencerahan pemikiran kepada umat Islam untuk lebih produktif dan

kreatif.23

Jurnal ini memberikan wawasan baru kepada penulis terkait

pengaruh tafsir Ibnu ‘Asyûr terhadap tafsir Al-Mishbah. Adapun

perbedaannya dengan penelitian penulis adalah penulis berfokus

pada bagaimana ayat-ayat tentang aurat dipahami oleh Ibnu ‘Âsyûr

dan Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi.

9. Jurnal yang berjudul “Potret Ideologi Pemikiran M. Sa’id Al-

‘Asymâwi tentang ayat Ahkam dengan Metode Kontekstual”

ditulis oleh Bustami Saladin. Kesimpulan dari jurnal ini adalah

bahwa Al-‘Asymâwi memandang bahwa syari’at bukan merupakan

aturan-aturan melainkan sebuah semangat yang menembus inti

segala sesuatu. Sebuah semangat yang terus berlanjut dalam

membuat aturan-aturan yang baru, melakukan pembaharuan-

pembaharuan dan penafsiran modern. Syari’at menurut Al-‘Asymâwi

merupakan sebuah gerak langkah yang mengandung dimanika yang

selalu membawa manusia pada tujuan yang benar. 24

Jurnal ini memberikan kontribusi kepada penulis terkait

bagaimana Al-‘Asymâwi memahami sebuah syariat, dan jurnal ini

mendukung penelitian penulis dalam mengetahui bagaimana Al-

‘Asymâwi memahami ayat-ayat tentang aurat.

10. Jurnal yang berjudul, “Rekonstruksi Syariat Pemikiran Muhammad

Sa’id Al-’Asymâwi” ditulis oleh Muhammad Kholidul Adib.

Kesimpulan dari jurnal ini adalah bahwa Muhammad Sa’id Al-

23 Afrizal Nur MIS dkk, “Sumbangan Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwîr Ibn ‘Asyûr dan

Relasinya dengan Tafsir al-Mishbah M. Quraish Shihab”, dalam Jurnal al-Turath, Vol. 2, No.

2; 2017 24 Bustami Saladin, “Potret Ideologi Pemikiran M. Sa’id Al-‘Asymâwi tentang ayat

Ahkam dengan Metode Kontekstual”, dalam Jurnal Sosial, Politik, Kajian Islam Dan Tafsir,

Vol. 1, No. 2, Desember 2018

Page 37: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

17

Asymâwi bermaksud hendak menyegarkan kembali hukum Islam

agar tetap kontekstual dalam bersentuan dengan realitas sekarang

yang sangat dinamis. Bahwa dalam teks-teks Al-Qur`an berdasarkan

pada khususnya untuk siapa ayat tersebut ditujukan dan bukan pada

umumnya teks nash. Hal tersebut dapat dilihat dalam kasus kerudung

(jilbab). Maksud dari perintah menjulurkan pakaian pada ayat dan

hadis tentang jilbab menurutnya adalah agar mampu membedakan

wanita terhormat dengan wanita lain yang tidak terhormat, sehingga

wanita terhormat dapat terhindar dari pelecehan. Dalam konteks

kekinian yang mana tidak lagi ditemukan perbudakan maka suruhan

menjulurkan mantel pada ayat bermakna sebuah hal yang dianjurkan

untuk wanita agar mengenakan model baju terhormat sesuai adat

masing-masing daerah dan walau pakaian tersebut bukan berupa

kerudung.

Jurnal ini memberikan kontribusi kepada penulis mengenai

penafsiran Al-‘Asymâwi terhadap syar’iat dan kewajiban jilbab.

Adapun perbedaanya adalah penulis akan berfokus pada bagaimana

Al-‘Asymâwi memahami ayat-ayat tentang aurat dalam kitabnya

Haqiqât al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts.

Berdasarkan hal di atas, penulis memberanikan diri untuk

menulis tentang penafsiran ayat-ayat tentang aurat yang meliputi

(ayat hijab QS. Ah-Ahzab [33]: 53, ayat khimar QS. An-Nûr [24]: 31

dan ayat jilbab QS. Al-Ahzâb [33]: 59) yang pada konteks sekarang

ini sedang ramai diperbincangkan dikalangan warganet. Adapun sisi

persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama

mengeksplorasi pemikiran Al-‘Asymâwi, hanya saja perbedaannya

adalah tesis sebelumnya mengenai Al-‘Asymâwi menggunakan

metode content analysis yakni mengkritik isi dari kitab Haqiqât al-

Page 38: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

18

Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts dengan objek kajiannya pada bab

pertama kitab tersebut yakni tentang hakikat hijab. Begitu juga

dengan penelitian tentang Ibn ‘Âsyûr, persamaan dengan tesis

sebelumnya adalah dalam hal objek kajian yakni tafsir At-Tahrîr wa

at-Tanwîr. Namun kitab sebelumnya mengkaji pada sisi qirâ`ât-nya.

Sedangkan dalam tulisan ini menggunakan metode deskriptif

komparatif yakni mengkomparasikan penafsiran dari Ibn ‘Âsyûr dan

Al-‘Asymâwi berkenaan dengan ayat-ayat hijab, khimar dan jilbab

dalam kitab tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr dan kitab Haqiqât al-Hijâb

wa Hujjiyat al-Hadîts yang mana objek kajian pada kitab kedua ini

adalah pada bab pertama yaitu hakikat hijab dan bab kedua yaitu

rambut bukan aurat. Perbedaan selanjutnya juga bahwa penulis dalam

tesis ini menggunakan pendekatan historis-filosofis yakni merunutkan

mengapa pandangan itu bisa digagaskan kedua tokoh dan apa hal

yang melatarbelakanginya sehingga memunculkan pandangan yang

seperti demikian.

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penulis di dalam riset ini menggunakan studi kepustakaan (library

research), yaitu riset yang penulis lakukan terhadap literatur yang

berkaitan dengan penulisan penelitian ini.25 Jenis studi telaah pustaka

ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu sebuah proses studi dan

pemahaman yang berdasarkan kepada metodologi yang mengkaji suatu

fenomena sosial dan masalah manusia.26

25 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: yayasan Obor, 2004), h. 3 26 Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009),

cet. 1, h. 11

Page 39: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

19

2. Sumber Data

Demi mendapatkan data dalam penulisan riset ini, peneliti

menggunakan sumber data yang relevan. Sumber data yang dipakai

dalam menyusun tesis ini terdiri dari sumber primer yakni data-data

yang merupakan karya dari sang tokoh yang akan dikaji27 dan sumber

sekunder yakni kitab, buku-buku, jurnal atau artikel mengenai tokoh

tersebut atau karya-karya dari peneliti sebelumnya mengenai tokoh

tersebut, dan kitab-kitab lain yang memiliki kaitan dengan tema riset

ini atau berkaitan dengan sesuatu yang bisa membantu analisis batas

aurat wanita.28 Adapun sumber data primer dalam penulisan tesis ini

adalah:

a. Kitab Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr karya Ibnu Âsyûr (w. 1393 H)

yang diterbitkan di Tunisia oleh ad-Dâr at-Tunisiyah Li an-Nasyr,

tanpa tahun (t.t).

b. Kitab Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts karya Muhammad

Sa’id Al-’Asymâwi (w. 1435 H). Diterbitkan di Mesir oleh Madbûli

ash-Shagîr, pada tahun 1995, cetakan ke-2.

Sedangkan sumber-sumber sekunder yang digunakan ialah:

a. Kitab-kitab tafsir sebagai referensi pelengkap yakni kitab tafsir

klasik seperti, Tafsir Al-Qur`ân al-‘Âzhim karya Ibnu Katsir, Tafsir

Jâmi’ al-Bayân karya Imam at-Thabari, Kitab tafsir Al-Jâmi li

Ahkâm Al-Qur`ân karya Imam Al-Qurthubî, dan kitab tafsir

kontemporer seperti Adhwa al-Bayan karya as-Syinqithy, Tafsir al-

Marâghî karya Ahmad Musthafa al-Marâghî, Tafsir Âyât al-Ahkâm

27 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur`an dan Tafsir, (Yogyakarta: Idea

Press, 2015), cet. 1, h. 52 28 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur`an dan Tafsir, cet. 1, h. 52

Page 40: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

20

karya Muhammad ‘Ali as-Sayis, serta Al-Mishbah karya M.

Quraish Shihab.

b. Buku-buku atau kitab-kitab yang membahas tentang aurat wanita

seperti al-Mar’ah al-Muslimah fî ‘Ashr al-‘Aulamah” ditulis oleh

Muhammad Mahmûd Jamâluddîn, Tahrîr al-Mar’ah” ditulis oleh

Qâsim Amîn.

c. Kitab-kitab atau jurnal yang memiliki kaitan terhadap tema atau

tokoh penelitian.

3. Teknik Pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam riset ini

adalah metode dokumentatif, yakni menghimpun, memeriksa dan

mencatat data-data yang relevan dengan tema yang dibahas dan

bersumber dari kitab-kitab, buku-buku, jurnal, majalah dan lain-lain.29

Pengumpulan data ini dilakukan dari sumber data utama dan

sumber data pendukung. Langkah pertama, penulis melakukan

penetapan terhadap objek data yang difokuskan dalam penelitian yakni

Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr dan kitab Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat

al-Hadîts. Langkah kedua, adalah menetapkan tema, yaitu bagaimana

penafsiran Ibnu Âsyûr dan Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi terhadap

ayat-ayat tentang aurat wanita. Langkah ketiga, yaitu melacak dan

mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur`an yang akan dianalisa yaitu ayat-

ayat Al-Qur`an yang berkaitan dengan masalah aurat wanita yang

meliputi Hijab, Jilbab, Khimar, (seperti Al-Ahzâb [33]: 53, Al-Ahzâb

[33]: 59, An-Nur [24]: 31)30 Langkah keempat, yaitu data-data yang

29 Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 64 30 Jenis Sampel yang dipakai dalam riset ini termasuk ke dalam sampel purposif yakni

sebuah sampel yang anggotanya ditentukan langsung secara sengaja oleh peneliti sesuai

dengan pengetahuan dan keyakinan peneliti. Lihat Prasetyo Irawan dkk. Metode Penelitian,

(Jakarta: Universitas Terbuka, 2009) h. 5.4

Page 41: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

21

telah dikumpulkan diabstraksi menggunakan metode deskriptif,

bagaimana sebenarnya penafsiran Ibnu Âsyûr (w. 1393 H) dan

Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi terhadap ayat-ayat aurat. Langkah

kelima, penulis akan melakukaan analisis komparatif dari pandangan

Ibnu Âsyûr (w. 1393 H) dan Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi tadi

terhadap permasalahan jilbab yang sedang hangat dibicarakan.

4. Metode analisis data

Pembahasan dalam riset ini memakai metode penulisan yang

bersifat Deskriptif komparatif. Deskriptif ialah sebuah metode yang

tujuannya untuk memaparkan data-data yang sedang diteliti atau

menjelaskan secara rinci data-data penelitian agar mampu menjawab

pertanyaan yang menyankut dengan pokok permasalahan.31 Adapun

komparatif ialah sebuah metode yang tujuannya untuk

membandingkan data-data yang mempunyai sisi kemiripan, biasanya

metode ini dipakai guna mendukung peneliti dalam menjelaskan

sebuah pandangan atau prinsip.32 Jadi dengan metode deskriptif

komparatif penulis akan mendeskripsikan penafsiran Ibnu Âsyûr (w.

1393 H) dan Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi (w. 1435 H) pada ayat-

ayat tentang aurat wanita. Kemudian mengungkapkan persamaan dan

perbedaan penafsiran dari kedua tokoh tersebut dan perbedaan

penafsiran dari ulama sebelumnya. Selanjutnya menganalisis akar-akar

pemikiran kedua tokoh tersebut, termasuk implikasi dari penafsiran

kedua tokoh terhadap isu jilbab yang marak di Indonesia serta analisis

relevansi pandangan kedua tokoh jika diterapkan di Indonesia.

31 Winarto, Ilmu Pengantar Ilmiah Dasar Metode Teknik, (Bandung: Trasinto, 1978),

h., 10 32 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur`an dan Tafsir, cet. 1, h. 132, lihat juga,

Nasaruddin Baidan dan Erwati Aziz, Metodologi Khusus Penelitian Tafsir, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2016), Cet. 1, h. 164

Page 42: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

22

Adapun pendekatan yang peneliti tempuh dalam riset ini adalah

pendekatan historis-filosofis yakni dengan merunutkan alasan tokoh

tersebut mengungkapkan argumentasi yang demikian, seperti apa

konteks yang melatarbelakanginya sehingga akan ditemukan akar dari

pandangan tokoh tersebut.

G. Teknik dan Sistematika Penulisan

Teknik penulisan dalam penyusunan tesis ini merujuk ke buku

Pedoman Penulisan Penelitian, Proposal, Tesis dan Disertasi Program

Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta yang diterbitkan IIQ

Press tahun 2017.

Adapun sistematikanya untuk memudahkan pembahasan dalam

penelitian ini, penulis membagi pembahasan menjadi lima bab, setiap

babnya terdiri dari beberapa sub bab dengan sistematika sebagai berikut.

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan, bab ini terdiri dari tujuh

sub bab yaitu: latar belakang masalah, identifikasi, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka,

kemudian metode penelitian dan teknik serta sistematika penulisan.

Bab kedua, aurat wanita dalam wacana teoritis, bab ini terdiri dari

sub bab yaitu: penafsiran tentang aurat dan perbedaan pendapat Ulama,

pembahasan tentang jilbab dalam kajian tentang aurat, dalil Al-Qur`an

tentang aurat menurut mufassir klasik dan kontemporer, dan dalil hadis

tentang aurat.

Bab ketiga, biografi Ibnu Âsyûr dan Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr ,

Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi dan kitab Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat

al-Hadîts, dalam bab kedua ini berisikan sub bab tentang riwayat hidup

Ibnu Âsyûr, pendidikan dan karier intelektualnya, karya-karya intelektual,

serta profil Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr , kemudian sub bab kedua berisi

Page 43: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

23

riwayat hidup Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi, pendidikan dan karier

intelektualnya, karya-karya intelektualnya dan profil kitab Haqîqat al-

Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts.

Bab keempat, ini merupakan pembahasan dari rumusan masalah

yaitu penafsiran Ibnu Âsyûr dan Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi terhadap

ayat-ayat tentang aurat wanita, bab ini terdiri dari sub delapan sub bab

yaitu: penafsiran Ibnu Âsyûr dan Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi, analisis

persamaan penafsiran Ibnu Âsyûr dan Al-’Asymâwi, perbedaan

penafsiran Ibnu Âsyûr dan Al-’Asymâwi, perbedaan penafsiran kedua

tokoh dengan mufassir terdahulu, kelebihan, kekurangan pandangan

kedua tokoh, analisis faktor yang melatarbelakangi pandangan kedua

tokoh, serta relevansi pandangan Ibnu Âsyûr dan Muhammad Sa’id Al-

’Asymâwi tentang ayat-ayat aurat dalam konteks kekinian.

Bab kelima atau bab terakhir dalam penulisan penelitian ini yaitu, bab

penutup yang terdiri dari kesimpulan dari apa yang telah penulis paparkan

dan saran. Selanjutnya diikuti dengan daftar pustaka, lampiran dan

curriculum vitae singkat penulis.

Page 44: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

168

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan yang telah penulis deskripsikan pada bahasan yang

telah lalu maka penulis mengambil simpulan sebagai jawaban terhadap

rumusan masalah yakni sebagai berikut:

Ibnu ‘Asyûr dan Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi (w. 1435 H)

memaknai hijab pada QS. Al-Ahzâb [33]: 53 sebagai sebuah tirai pemisah

atau tabir yang memisahkan antara orang-orang mukmin dengan istri-istri

Nabi. Hijab dalam ayat ini tidak ada sangkut pautnya dengan model

pakaian penutup kepala. Adapun hukum hijab ini disepakati kedua tokoh

di atas hanya diberlakukan untuk istri-istri Nabi dan tidak berlaku untuk

kaum muslimah lainnya. Adapun pada QS. An-Nûr [24]: 31 kedua tokoh

menyepakati bahwa saat ayat ini turun wanita pada masa itu sudah

mengenakan khimar. Hanya saja cara pemakaiannya tidak benar sehingga

ayat ini turun untuk membenarkan cara berpakaian itu. Ibnu ‘Asyûr

membolehkan terbukanya muka, telapak tangan, kaki dan juga rambut,

tentu saja ini berlaku jika dengan menutupnya menimbulkan kesulitan.

Sedangkan Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi (w. 1435 H) berpandnagan

bahwa rambut wanita bukanlah aurat. Adapun pada QS. Al-Ahzâb [33]:

59 Ibnu ‘Asyûr memaknai jilbab sebagai pakaian yang lebih kecil dari

jubah. Sedangkan Muhammad Sa’id Al-’Asymâwi memaknai jilbab

dengan gaun besar yang menutupi sekujur tubuh. Perintah menjulurkan

jilbab ini sebagai tanda pembeda bahwa mereka adalah perempuan

merdeka.

Page 45: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

169

Adapun perbedaan pendapat dari kedua tokoh adalah Ibnu Âsyûr (w.

1393 H) pada ayat perintah menjulurkan jilbab (pakaian yang lebih kecil

dari jubah menurut Ibnu Âsyûr) ia mengatakan bahwa bentuk jilbab

berbeda-beda tergantung adat yang meliputi si perempuan. Penulis

memahami bahwa model jilbab ini tetap berlaku sampai saat ini namun

disesuaikan dengan adat dan kebiasaan si wanita. Sedangkan Al-

‘Asymâwi (w. 1435 H) memandang bahwa menjulurkan jilbab (gaun

besar atau mantel menurut Al-‘Asymâwi) tidak berlaku lagi pada zaman

sekarang.

Menurut hemat penulis, pandangan kedua tokoh ini tidak sesuai atau

tidak relevan dengan kondisi masyarakat di Indonesia. Secara umum

mayoritas masyarakat di Indonesia menganut pandangan bahwa segenap

bagian fisik wanita adalah aurat terkecuali wajah dan telapak tangan. Jika

pendapat ini diterapkan ditakutkan masyarakat awam menjadi

kebingungan dan bahkan terlalu jauh dalam menentukan batas aurat.

Perspektif masyarakat umum menilai bahwa wanita yang tidak berjilbab

menandakan kurang ilmu agama dan wanita Muslimah yang berjilbab

dipandang lebih sopan daripada yang tidak berjilbab. Penulis juga tidak

menyetujui pemikiran yang menjadikan besar dan kecilnya jilbab sebagai

standar tinggi rendahnya keimanan seseorang. Namun, jika seandainya

bertemu dengan seseorang yang menganut pandangan bahwa jilbab tidak

wajib bagi muslimah, alangkah lebih baik jika kita memahami

argumentasinya terlebih dahulu, dan tidak diharuskan menyetujui

kesimpulan akhirnya. Karena yang terpenting adalah meskipun berbeda

pendapat tetapi tetap dilakukan dengan santun.

B. Saran

Penulis mengakui bahwa penelitian tesis ini masih jauh dari kata

sempurna, hal ini karena kapasitas dan keterbatasan dari penulis. Oleh

Page 46: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

170

karena itu penulis sangat mengharapkan ada riset-riset lain yang bisa

mengulas mengenai masalah aurat ini dengan lebih sempurna lagi

memadai. Diharapkan juga generasi yang akan datang bisa lebih luas

mengkaji karya-karya cendekiawan kontemporer. Hingga karya-karya

tersebut tidak asing bagi kalangan akademika maupun masyarakat

Indonesia dan dapat menjadi kebutuhan bagi umat Islam.

Kajian tentang aurat wanita ini hanyalah sedikit kajian dari karya

kedua tokoh yakni Ibnu Âsyûr (w. 1393 H) dan Muhammad Sa’id Al-

’Asymâwi (w. 1435 H) dalam kitabnya Haqiqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-

Hadits, masih banyak karya yang lainnya yang belum dapat dikaji. Untuk

peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji tentang aurat terutama karya dari

cendekiawan kontemporer penulis menyarankan untuk meneliti tentang

aurat dalam kitab yang berjudul “Al-Mar’ah al-Muslimah fî ‘Ashr al-

‘Aulamah” ditulis oleh Muhammad Mahmûd Jamâluddîn, kitab “Tahrîr

al-Mar’ah” ditulis oleh Qâsim Amîn, kitab “Al-Mar’atu Baina Tughyâni

an-Nizhâmi al-Gharbî wa Lathâ`ifi at-Tasyri’ ar-Rabbânî” ditulis oleh

Muhammad Sa’’id Ramadhan al-Buthi, kitab “Jilbâb al-Mar’ah al-

Muslimah fî al-Kitâb wa as-Sunnah” ditulis oleh Nâshiruddîn al-Albâni,

kitab “Syakhshiyyah al-Mar`ah al-Muslimah Kamayashughuhal Islam fî

al-Kitâb wa Sunnah” ditulis oleh Muhammad ‘Ali Hasyimi dan kitab

“Syakhsiyyah al-Mar`ah al-Muslimah fi Dhau`i al-Kitâb wa As-Sunnah”

karya Syaikh Khâlid Abdurrahman al-Ak, serta kitab “Al-Hijâb baina at-

Tasyrî’ wa al-Ijtimâ’ karya Syaikh Athiyyah Saqr.

Page 47: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

171

DAFTAR PUSTAKA

al-Alûsi, Mahmud. Rûh al-Ma’âni fî Tafsîr al-Qur`ân al-‘Azîm wa Sab’ al-

Matsânî, Beirut: Idârah at-Thibâ’ah al-Muniriyah, t.t.

al-Albânî, Muhammad Nasharuddin, Fatwa Penting Sehari-hari (Ensiklopedi

Fatwa Syaikh Albani), Terj. Rudi Hartono, Jakarta: Pustaka as-Sunnah,

2009

Amîn, Qâsim. Tahrîr al-Mar’ah, al-Qâhirah: Dâr al-Ma’ârif, t.t.

Al-‘Asymâwi, Muhammad Sa’’id, Haqîqat al-Hijâb Wa Hujjiyat al-Hadist,

Mesir: Madbûli ash-Shagîr, 1995.

___________, Kritik Atas Jilbab, Terj. Novriantoni Kahar dan Oppie Tj,

Jakarta: The Asian Foundation, 2003.

___________, Nalar Kritis Syari’ah, Terj. Lutfi Thomafi, Yogyakarta: LKiS,

2004.

Asy’ari, Mohammad, “Studi Kritis Pemikiran Muhammad Sa’’id Al-Asymâwi

tentang Hijab dalam kitab Haqîqat al-Hijâb wa Hujjîyat al-Hadîts”

Tesis Konsentrasi Syari’ah Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya,

2006. Tidak diterbitkan (t.d)

Baidan, Nasaruddin dan Erwati Aziz, Metodologi Khusus Penelitian Tafsir,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016

al-Bukhârî, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhârî, Kitab

Hajji, Bab wewangian yang dilarang bagi orang yang ihram baik laki-

laki maupun perempuan. Hadis no. 1707.

Daud, Fathonah K. “Tren Jilbab Syar’i dan Polemik Cadar Mencermati Geliat

Keislaman Kontemporer Di Indonesia” dalam 2nd Proceedings Annual

Conference for Muslim Scholars STAI Al-Hikmah Tuban, Tidak

diterbitkan (t.d)

Dickson, “Profil Negara Tunisia”, http://ilmupengetahuanumum.com/profil-

negara-tunisia/, diakses tanggal 29 Februari 2020.

_______, “Profil Negara Mesir”,http://ilmupengetahuanumum.com/profil-

negara-mesir-egypt/, diakses tanggal 28 April 2020.

Page 48: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

172

Elida, Mita, “Perempuan dan Aurat dalam Perspektif Hukum Islam (Analisis

Tekstual dan Kontekstual dalam Berbusana)” Tesis Konsentrasi Ilmu

Syari’ah, Pascasarjana IIQ Jakarta, 2010. Tidak diterbitkan (t.d)

Facruddin, Fuad Mohd. Aurat dan Jilbab dalam Pandangan Mata Islam,

Jakarta: Yayasan al-Amin, 1984.

al-Ghâli, Balqâsim Al-Imâm asy-Syeikh al-Jami’ al-A’zam Muhammad ath-

Thâhir ibn Âsyûr Hayâtuhu wa Âthâruhu, Beirut: Dar Ibn Hazm, 1996.

El-Guindi, Fadwan. Jilbab: Antara Kesalehan, Kesopanan dan Perlawanan,

terj. Mujiburrahman Jakarta: Serambi, 2003.

Halim, Abdul “Epistimologi Ibn ‘Asyur Dalam Kitab Tafsir At-Tahrîr wa at-

Tanwîr”, Tesis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010. Tidak

diterbitkan (t.d).

Hanbal, Ahmad bin, Musnad Ahmad, Kitab sisa musnad sahabat Anshar, Bab

lanjutan musnad yang lalu, Hadis no. 24012

Hosen, Ibrahim dan Nadirsyah Hosen, Ngaji Fikih Pemahaman tekstual

dengan Aplikasi yang Kontekstual, Yogyakarta: Bentang Pustaka,

2020.

Hosen, Nadirsyah dalam “Ngaji online bareng Gus Nadir, Perbedaan Syariat

dan fikih”. Tidak diterbitkan (t.d)

Ibn Âsyûr, Muhammad ath-Thâhir, Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr, Tunisia:

ad-Dâr at-Tunisiyah Li an-Nasyr, t.p, t.t.

__________, Syarh al-Muqoddimah al-Asahiyyah li Syarh al-Marzuqî ‘ala

dîwâni al-Hamâsati, Riyadh: Maktabah dâr al- Minhâj, 1431 H.

Ibn Katsîr, Tafsîr Al-Qur`ân al-‘Azhîm, Beirut: Dâr al-Manâr, 2002.

Ibn al-‘Araby, Abu Bakar Muhammad Ibn ‘Abdillah, Ahkâm al-Qur`ân,

Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.t.

Ibn al-Manzhûr,. Lisân al-Arab, Qahira, Mishr: Dâr al-Ma’ârif, t.t.

Ibn Majah, Abu Abdillah Muhammad bin Yazi, Sunan Ibnu Mâjah, Kitab

Thaharah dan Sunah-sunahnya, Bab jika gadis telah haid maka wajib

mengenakan kerudung, Hadis no. 647.

Page 49: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

173

Ibn Humaidah, Mahdi, “Muhammad ath-Thâhir ibn ‘Âsyûr ‘Alam wa Sîrah”,

dalam majalah online Turess, https//www.turess.com/alwasat/126,

diakses tanggal, 29 Februari 2020.

Ibn al-Kaujah, Muhammad al-Jaib, Syaikh al-Islam al-Imâm al-Akbar

Muhammad ath-Thâhir ibn ‘Âsyûr, Beirut: Dar Muassasah Manbu’ li

al-Tauzi, 2004.

Irawan, Prasetyo dkk. Metode Penelitian, Jakarta: Universitas Terbuka, 2009.

Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Gaung Persada Press,

2009.

al-Jamal, Ibrahim Muhammad, Fiqih Muslimah Ibadah-Mu’amalah, Jakarta:

Pustaka Amani, 1999.

Jajuli, M. Sulaeman, Fiqh Madhzhab ‘Ala Indonesia, Yogyakarta: Deepublish,

2015.

Al-Khurasany, Ahmad bin Syu'aib, Sunan An-Nasa`I, Kitab Manasik Haji,

Bab larangan memakai sarung tangan, Hadis no. 2633.

Komaruddin, Kamus Riset, Bandung: Angkasa, 1989.

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an Badan Litbang dan Diklat Agama RI

Kementrian, Tafsir Al-Qur`an Tematik, Jakarta: Kamis Pustaka, 2014.

Mabrur dalam “Jilbab dalam Al-Qur`an”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2014, tidak diterbitkan (t.d)

Mahmud, Mani’ Abdul Halim Metodologi Tafsir: Kajian Komprehensif

Metode Para Ahli Tafsir, PT RajaGrafindo Persada, 2006.

al-Marâghî, Ahmad Musthofa. Tafsir al-Marâghî, Beirut: Dar al-Fikr, 1974.

Marfuah, Abidatul “Penafsiran Hadis tentang Jilbab (Perbandingan Penafsiran

antara Yusuf Al-Qardhawi dalam Kitab Al-Halâl wa al-Harâm fî al-

Islâm dan Muhmmad Sa’id Al-‘Asymâwi dalam kitab Haqîqat al-

Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts)” Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya,

2019, Tidak diterbitkan (t.d).

al-Maudhûdi, Abû al-Alâ, Purdah and The Status of Women in Islam, Terj.

Achmad Noer. Z, Bandung: Gema Risalah Press, 1993.

Mernissi, Fatimah. Menengok Kontroversi Peran Wanita dalam Politik, Terj.

M. Masyhur Abadi, Surabaya: Dunia Ilmu, 1997.

Page 50: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

174

Muchlas, Imam. “Hubungan Sebab Antara Turunya Ayat-ayat dan Adat

Kebiasaan dalam Tradisi Kebudayaan Arab Jahiliyyah”, Disertasi PPs

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1990.

Munthe, Saifuddin Herlambang, Studi Tokoh Tafsir dari Klasik hingga

Kontemporer, Pontianak: IAIN Pontianak Press, 2018

Muthahhari, Murtadha. On The Islamic Hijab, Terj. Agus Efendy dan Alwiyah

Abdurrahman, Bandung: Mizan, 1990

an-Naisaburi, Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi. Shahîh

Muslim, kitab an-Nikâh, hadis no. 1428

Najiah, Lana, “Implikasi Ragam Qirâ`ât terhadap Penafsiran Ayat-ayat Ahkam

(Telaah Tafsir At-Tahrîr wa at-Tanwîr karya Ibnu ‘âsyûr pada Surat

Al-Baqarah sampai Al-Mâidah)”, Tesis Konsentrasi Ulumul Qur`an

dan Ulumul Hadis, Pascasarjana IIQ Jakarta, 2015, Tidak diterbitkan

(t.d)

Qardhawi, Yusuf, Hadî al-Islâm Fatâwî Mu’âshirah, Terj. As’ad Yasin,

Jakarta: Gema Insani Press, 1995

Al-Qurthubî, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshary, Al-Jâmi’ li

Ahkâm al-Qur`ân, Beirut: Muasasah ar-Risâlah, 2006.

Sari, Rosa Lita, “Penafsiran Ayat-ayat tentang Jilbab (Studi Komparatif Tafsir

Muhammad Quraish Shihab dan Tafsir Muhammad Ali Ash-

Shabuni)”, Skripsi Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin IIQ

Jakarta, 2016. Tidak diterbitkan (t.d)

as-Sâyis, Muhammad ‘Ali, Tafsir Âyât al-Ahkâm Muqarrar as-Sanah ats-

Tsâlisah, Mesir: ‘Ali Shubaih, 1953.

Ash-Shabuny, Muhammad Ali. Rawâi’u al-Bayân Tafsîr Âyât al-Ahkâm min

al-Qur`ân, Damaskus: Maktabah al-Ghazali, t.t.

Shalih, Qomarudin. Asbâb an-Nuzûl, Bandung: CV, Diponegoro, 1995.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-

Qur`an, Jakarta: Lentera Hati, 2002.

_______, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, Jakarta: Lentera Hati, 2018

_______, Membumikan Al-Qur'an, Mizan: Bandung, 1999.

Page 51: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

175

Shuqqah, Abu. Busana dan Perhiasan Wanita menurut Al-Qur`an dan Sunnah

Bandung: al-Bayan, 1998.

As-Sijistani, Abî Dâwud Sulaiman bin Al-Asy'ats, Sunan Abî Dâwud, Kitab

shalat, Bab Wanita Shalat tanpa mengenakan kerudung. Hadis no. 546.

as-Suyuthi, Jalaluddin. Lubâb an-Nuqûl fî Asbâb an-Nuzûl, Beirut, Lebanon:

Muassasah al-Kutub as-Saqâfiyah, 2002.

Soleh, Irfan, “Aurat Perempuan di Mata Pengkritik Syahrur” Skripsi Jurusan

Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2010. Tidak diterbitkan (t.d)

Soekantono, Soerjono Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2006.

Asy-Syaukani, Nail Al-Authâr, Mesir: Al-Halaby, t.t.

Syamsudin, Syahiron Pemetaan Terhadap Pengkritik Pemikiran Syahrur,

Yogyakarta: el-SAQ, 2008.

Asy-Syinqithy, Muhammad al-Amîn Tafsir Adhwa al-Bayan fî Idhâh al-

Qur`an bi al-Qur`an, t.t: Dâr al-Fawâid, t.t.

Syibromalisi, Faizah Ali dan Jauhar Azizi, Membahas Kitab Tafsir Klasik-

Modern, Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Thalib, Sayuti. Hukum Keluarga Indonesia, Jakarta: UI Press, 1986.

ath-Thabarî, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir, Tafsir ath-Thabarî, t.t: Dâr Hijr

Lithibâ’ah wa an-Nasyr, 2001.

at-Tirmidzi, Muhammad bin Isa, Sunan At-Tirmidzi, Kitab Shalat, Bab tidak

diterima shalat wanita selain berkerudung, Hadis no. 344.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus

Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996.

Winarto, Ilmu Pengantar Ilmiah Dasar Metode Teknik, Bandung: Trasinto,

1978.

Yanggo, Huzaemah T., Fiqih Perempuan Kontemporer, Jakarta: Al-Mawardi

Prima, 2001.

Yunus, Mahmud. Tafsir Quran Karim, Jakarta: PT. Hida Karya Agung, 2004.

Page 52: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

176

Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: yayasan Obor, 2004.

Iqtishoduna: Jurnal Ekonomi Islam Vol. 8 No. 1 April 2019.

Diktum: Jurnal Syariah dan Hukum, Vol. 17 No. 1 Juli 2019.

Jurnal Penelitian Medan Agama Vol. 9, No. 2, 2018.

Jurnal Sosiologi Reflektif, Vol. 13, No. 1, Oktober 2018

Jurnal Sosial, Politik, Kajian Islam Dan Tafsir, Vol. 1, No. 2, Desember 2018

Jurnal Ilmiah Al-Syir’ah Vol. 16 No. 1 Tahun 2018

Ijtihad: Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 18, No. 1, Juni

2018

Jurnal al-Turath, Vol. 2, No. 2; 2017

Jurnal Diyâ al-Afkâr, Vol. 5, No. 1, Juni 2017

Jurnal an-Nuha, Vol. 4, No. 2, Desember 2017

Istinbath Jurnal of Islamic Law, Vol. 16, No. 22, Desember 2017

Jurnal Al-Maiyyah, Vol. 9 No. 2 Juli-Desember 2016

Jurnal al-Adyân, Vol. 1, No. 2, Desember 2015

Page 53: AURAT WANITA PERSPEKTIF IBNU ‘ÂSYÛR (w. 1393 H) DAN

180

Curriculum Vitae

Maria Ulfah, Tempat, Tanggal Lahir,

Bapinang Hulu, 17 Desember 1996. Putri

pertama dari Bapak Luqman Edi Subara dan Ibu

Djaliah. Pengalaman pendidikan SDN 2 Satiruk,

Kalimantan Tengah tahun 2002-2008, Madrasah

Tsanawiyah Sabilal Muhtadin, Kalimantan

Tengah tahun 2008-2011, Madrasah Aliyah Al-

Falah 2 Nagreg, Bandung tahun 2011-2014. Kemudian melanjutkan

pendidikan S1 di Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta, Prodi Ilmu Al-Qur`an

dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Dakwah tahun 2014-2018 dan

menyelesaikan Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta

pada tahun 2020 dengan prodi yang sama.

Adapun prestasi yang pernah diraih diantaranya, Juara II Tilawah

Golongan Anak-Anak pada MTQ tingkat Provinsi Kalimantan Tengah pada

tahun 2010. Juara I Tilawah Golongan Anak-Anak pada STQ Provinsi

Kalimantan Tengah pada tahun 2011. Juara III Tilawah Golongan Remaja

MTQ tingkat Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2012. Juara II Tilawah

Golongan Remaja pada STQ Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2013.

Juara III Tilawah Golongan Remaja MTQ tingkat Provinsi Kalimantan Tengah

tahun 2014.

Akhir kata penulis mengucapkan rasa syukur atas selesainya karya

ilmiah ini dengan judul “Aurat Wanita Perspektif Ibnu ‘Âsyûr dan

Muhammad Sa’id Al-‘Asymâwi (Analisis Terhadap Tafsir At-Tahrîr wa

at-Tanwîr dan Kitab Haqîqat al-Hijâb wa Hujjiyat al-Hadîts)”.