10
 SOEJONO MARTODJOJO 79 rupakan breksi yang rancu dengan komponen  berbagai macam. Fragmen andesit umumnya  bersudut, sampai bersudut tanggung, mulai ukuran kerikil (pebble) sampai bongkah (boul- der). Matriks umumnya batupasir yang sering gampingan. Beberapa fragmen gamping yang  bersudut juga ditemukan. Breksi ini diikuti de- ngan kontak yang berangsur oleh pasir tufaan yang berselang-seling dengan lanau sampai lempung. Hubungan antara breksi dan pasir tufaan yang berlapis baik ini berulang-ulang, hanya ketebalan breksi yang berubah-ubah, yang tertebal mencapai 25 m. Pada lokasi di Cicantayan terdapat hori- zon gamping. Gamping umumnya merupakan grainstone” yang kaya akan fragmen algae dan koral berwarna abu-abu tua, yang sudah me- ngalami diagenesa lanjut. Dari test residu, gamping ini terdiri dari 80% CaC0 3  dan 20% lempung. Secara megaskopik umumnya batupasir yang menjadi sisipan breksi, bersifat tufaan,  berbutir pasir kasar sampai halus berwarna abu- abu (segar) dan coklat tua (lapuk). Penelitian mikroskopik terhadap fragmen  batu breksi, umumnya bertekstur porfiri dengan fenokris andesin dan piroksen. Sebagian ande- sin telah terubah menjadi mineral karbonat. Masadasar merupakan mikroklin, yang terdiri dari gelas dan feldspar. Di sebelah barat dari lokasitipenya, Formasi Cantayan ditemukan lagi sebagai singkapan yang baik, di sepanjang (sungai) Cibeet. Di Cibeet dimulai dengan breksi yang menunjukkan struktur lapisan bersusun normal setebal 1 sampai 2 m, batupasir masif setebal 30 sampai 50 cm, batupasir berstruktur lapisan  bersusun normal setebal 10 sampai 40 cm  berselang-seling dengan serpih setebal 4 sampai 6 cm, batupasir berstruktur laminasi paralel dan laminasi gelembur gelombang setebal 40 sam-  pai 60 cm. Masing-masing ciri ini menunjukkan  penyebaran la teral yang tidak menerus. Semua batupasir dan serpih bagian tengah mempunyai komposisi mineralogi yang sama dengan bagian bawah. Breksi mempunyai war- na yang bervariasi dari abu-abu sampai coklat, matriks batupasir gampingan, diameter mak- simum 15 mm, terpilah sedang, menyudut, kemas terbuka, fragmen pembentuk terdiri dari  batuan andesit dan batugamping, porositas  buruk, padat. Lebih keatas lagi terdapat lapisan-lapisan  breksi yang tidak mengandung struktur sedimen setebal 1 sampai 4 m, diikuti oleh batupasir yang mengandung struktur lapisan bersusun normal dan laminasi paralel yang kurang jelas,  banyak fragmen batulempung berbentuk elips (“clay pellets”) dengan sumbu panjang, mak- simum 50 cm. Tiap fragmen tidak bersentuhan dan terletak pada bagian bawah lapisan, me- nunjukkan bidang-bidang erosi pada alas la-  pisan. Diantara breksi tersebut terdapat serpih  berlapis buruk setebal 0,5 sampai 1,5 m. Ma- sing-masing ciri ini mempunyai penyebaran lateral yang cukup luas. Breksi disini mempu- nyai tekstur dan komposisi yang sama dengan di  bagian bawah, tetapi disini fragmen pembentuk yang berupa batuan andesit mempunyai dia- meter yang lebih besar daripada bagian bawah,  bahkan ada yang sampai mencapai diameter 50 cm. Batupasir di bagian ini mempunyai tekstur dan komposisi sama dengan bagian bawah, pe- let lempung berwarna hitam, getas. Paling atas terdapat breksi dengan litologi yang sama seperti dibawahnya, tetapi mempu- nyai penyebaran lateral yang lebih terbatas, setebal 1 sampai 4 m dengan napal diantara lapisan breksi. Di daerah tipenya, batuan breksi  bawah ini diikuti oleh batupasir dengan selang- seling lempung, dimana batupasirnya lebih do- minan. Pasir berlapis tipis sampai tebal (1,5 m) serta terdapat pula sisipan-sisipan lapisan kong- lomerat. Satuan ini terdiri dari ulangan satuan batuan yang di bagian bawah dari satuan batupasir ini, diawali dengan munculnya lapisan batupasir setebal 30 - 80 cm, dengan sisipan-sisipan konglomerat setebal 50 cm sampai 100 cm, yang berselingan dengan batulempung. Secara  berangsur satuan batuan ini memperlihatkan  perubahan ketebalan lapisan batupasirnya, yak- ni tipis di bagian bawah dan menebal ke arah atas, disertai munculnya sisipan-sisipan kong- lomerat. Lapisan-lapisan konglomerat tersebut, umumnya berwarna abu-abu muda, atau abu- abu kekuningan, terdiri dari fragmen-fragmen  batuan beku andesit, batupasir, batulempung,  batugamping , cangkang mollusca, dan batubara. Bentuk fragmen tersebut umumnya membundar tanggung sampai membundar, berukuran bu- tiran (granule) sampai kerakal (pebble), terpilah sangat buruk, masadasar batupasir, matriks lem-

B5-b03-Stratigrafi With Image _hal 79-88_Cinambo

Embed Size (px)

DESCRIPTION

stratigrafi

Citation preview

  • SOEJONO MARTODJOJO

    79

    rupakan breksi yang rancu dengan komponen berbagai macam. Fragmen andesit umumnya bersudut, sampai bersudut tanggung, mulai ukuran kerikil (pebble) sampai bongkah (boul-der). Matriks umumnya batupasir yang sering gampingan. Beberapa fragmen gamping yang bersudut juga ditemukan. Breksi ini diikuti de-ngan kontak yang berangsur oleh pasir tufaan yang berselang-seling dengan lanau sampai lempung. Hubungan antara breksi dan pasir tufaan yang berlapis baik ini berulang-ulang, hanya ketebalan breksi yang berubah-ubah, yang tertebal mencapai 25 m.

    Pada lokasi di Cicantayan terdapat hori- zon gamping. Gamping umumnya merupakan grainstone yang kaya akan fragmen algae dan koral berwarna abu-abu tua, yang sudah me-ngalami diagenesa lanjut. Dari test residu, gamping ini terdiri dari 80% CaC03 dan 20% lempung.

    Secara megaskopik umumnya batupasir yang menjadi sisipan breksi, bersifat tufaan, berbutir pasir kasar sampai halus berwarna abu-abu (segar) dan coklat tua (lapuk).

    Penelitian mikroskopik terhadap fragmen batu breksi, umumnya bertekstur porfiri dengan fenokris andesin dan piroksen. Sebagian ande-sin telah terubah menjadi mineral karbonat. Masadasar merupakan mikroklin, yang terdiri dari gelas dan feldspar.

    Di sebelah barat dari lokasitipenya, Formasi Cantayan ditemukan lagi sebagai singkapan yang baik, di sepanjang (sungai) Cibeet.

    Di Cibeet dimulai dengan breksi yang menunjukkan struktur lapisan bersusun normal setebal 1 sampai 2 m, batupasir masif setebal 30 sampai 50 cm, batupasir berstruktur lapisan bersusun normal setebal 10 sampai 40 cm berselang-seling dengan serpih setebal 4 sampai 6 cm, batupasir berstruktur laminasi paralel dan laminasi gelembur gelombang setebal 40 sam-pai 60 cm. Masing-masing ciri ini menunjukkan penyebaran lateral yang tidak menerus.

    Semua batupasir dan serpih bagian tengah mempunyai komposisi mineralogi yang sama dengan bagian bawah. Breksi mempunyai war-na yang bervariasi dari abu-abu sampai coklat, matriks batupasir gampingan, diameter mak-simum 15 mm, terpilah sedang, menyudut, kemas terbuka, fragmen pembentuk terdiri dari batuan andesit dan batugamping, porositas buruk, padat.

    Lebih keatas lagi terdapat lapisan-lapisan breksi yang tidak mengandung struktur sedimen setebal 1 sampai 4 m, diikuti oleh batupasir yang mengandung struktur lapisan bersusun normal dan laminasi paralel yang kurang jelas, banyak fragmen batulempung berbentuk elips (clay pellets) dengan sumbu panjang, mak-simum 50 cm. Tiap fragmen tidak bersentuhan dan terletak pada bagian bawah lapisan, me-nunjukkan bidang-bidang erosi pada alas la-pisan. Diantara breksi tersebut terdapat serpih berlapis buruk setebal 0,5 sampai 1,5 m. Ma-sing-masing ciri ini mempunyai penyebaran lateral yang cukup luas. Breksi disini mempu-nyai tekstur dan komposisi yang sama dengan di bagian bawah, tetapi disini fragmen pembentuk yang berupa batuan andesit mempunyai dia-meter yang lebih besar daripada bagian bawah, bahkan ada yang sampai mencapai diameter 50 cm. Batupasir di bagian ini mempunyai tekstur dan komposisi sama dengan bagian bawah, pe-let lempung berwarna hitam, getas.

    Paling atas terdapat breksi dengan litologi yang sama seperti dibawahnya, tetapi mempu-nyai penyebaran lateral yang lebih terbatas, setebal 1 sampai 4 m dengan napal diantara lapisan breksi. Di daerah tipenya, batuan breksi bawah ini diikuti oleh batupasir dengan selang-seling lempung, dimana batupasirnya lebih do-minan. Pasir berlapis tipis sampai tebal (1,5 m) serta terdapat pula sisipan-sisipan lapisan kong-lomerat.

    Satuan ini terdiri dari ulangan satuan batuan yang di bagian bawah dari satuan batupasir ini, diawali dengan munculnya lapisan batupasir setebal 30 - 80 cm, dengan sisipan-sisipan konglomerat setebal 50 cm sampai 100 cm, yang berselingan dengan batulempung. Secara berangsur satuan batuan ini memperlihatkan perubahan ketebalan lapisan batupasirnya, yak-ni tipis di bagian bawah dan menebal ke arah atas, disertai munculnya sisipan-sisipan kong-lomerat.

    Lapisan-lapisan konglomerat tersebut, umumnya berwarna abu-abu muda, atau abu-abu kekuningan, terdiri dari fragmen-fragmen batuan beku andesit, batupasir, batulempung, batugamping, cangkang mollusca, dan batubara. Bentuk fragmen tersebut umumnya membundar tanggung sampai membundar, berukuran bu-tiran (granule) sampai kerakal (pebble), terpilah sangat buruk, masadasar batupasir, matriks lem-

  • EVOLUSI CEKUNGAN BOGOR, JAWA BARAT

    80

    pung. Disamping itu pada batupasir ini sering dijumpai pelet lempung dengan panjang 1 - 15 cm.

    Perubahan vertikal keatas, batupasirnya me-nipis berselingan dengan batulempung, dimana tebal lapisan batupasirnya berkisar dari 5 cm sampai 25 cm, dan batulempungnya menjadi menebal. Keadaan ini makin kearah atas (ver-tikal), ternyata berubah lagi yaitu dengan ha-dirnya kembali lapisan-lapisan batupasir kasar dan konglomerat yang berlapis sedang sampai tebal, dimana pada lapisan konglomeratnya dijumpai lensa-lensa batulempung.

    Urutan ini terus berulang kembali yang memperlihatkan siklus yang menebal dan mengkasar kearah atas, sampai akhirnya beru-bah menjadi satuan batulempung tengah yang menutup satuan batupasir ini. Tebal tiap sekuen tersebut antara 10 - 15 m.

    Struktur sedimen dari lapisan batupasir yang dapat dijumpai adalah lapisan bersusun (graded bedding), laminasi paralel lapisan silang siur (cross bedding), dimana struktur laminasi pa-ralel sangat umum dijumpai. Disamping itu struktur sedimen yang sering pula dijumpai pada lapisan batupasir ini adalah struktur jejak suling (flute cast) dan scour and fill. Lapisan batupasir memperlihatkan bidang perlapisan yang tidak teratur, bahkan terputus-putus, se-perti yang terlihat pada lokasi yang sama.

    Secara megaskopis, batupasir memperli-hatkan warna yang bervariasi, ada yang keku-ningan, abu-abu terang, maupun abu-abu kehi-taman oleh adanya cerat-cerat karbon. Pada pasir ditemukan fragmen plagioklas (40%), fragmen batuan beku (20%), mineral piroksen (5%) didalam masadasar lempung-tufa. Oleh karena itu batuan dapat digolongkan ke dalam greywacke feldspatik.

    Lapisan batulempung, berlapis tipis sampai masif, memperlihatkan warna abu-abu tua, lunak, sedikit gampingan, serta kadang-kadang terdapat lapisan nodul-nodul batulempung yang keras, berwarna coklat kekuningan.

    Berdasarkan ciri litologi tersebut diatas, ma-ka terlihat bahwa pada satuan batupasir dari Formasi Cantayan memperlihatkan ciri struktur sedimen yang mengikuti sekuen Bouma, serta beberapa lapisan-lapisan batuan yang beraso-siasi dengan turbidit normal.

    Dari pengamatan diatas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa lapisan-lapisan batupasir

    disini, mengikuti suatu keteraturan yakni tipis di bagian bawah (memperlihatkan struktur tur-bidit dari urutan Bouma), dan kearah atas (ver-tikal) menebal, tidak didapatkan urutan Bouma.

    Keteraturan seperti ini, terjadi berulang-ulang membentuk serangkaian satuan batuan setebal 285 m, dimana ketebalan tiap urutan yang menebal dan mengkasar kearah atas masing-masing berkisar dari 5 m sampai 15 m.

    Satuan batupasir yang memperlihatkan ciri-ciri dan keteraturan seperti diatas, ditafsirkan sebagai endapan submarine fan, bagian distal (Walker, 1978).

    Diatas satuan batuan pasir ditemukan satuan lempung. Ketebalan terukur dari satuan batu-lempung tengah ini yang tersingkap di S. Cibingbin sebesar 187 m, sedang pada S. Cigeblig - S. Cipinang adalah 525 m.

    Litologi satuan batulempung tengah, berupa batulempung yang berwarna abu-abu tua, lunak, sedikit gampingan, mengandung sisipan tipis batupasir yang tebalnya antara 5 cm - 15 cm.

    Lapisan batupasir tersebut umumnya berwarna abu-abu muda atau sedikit keku-ningan jika lapuk, berbutir halus sampai kasar, dengan bentuk butir menyudut tanggung, terpi-lah buruk, masadasar lempung, dengan mineral pembentuk feldspar, kwarsa, fragmen batuan, dan oksida-oksida besi. Pasir ini dapat digo-longkan pada batupasir greywacke. Struktur sedimen yang dapat diamati adalah laminasi halus paralel.

    Pada satuan batulempung tengah yang tersingkap di S. Cibingbin dapat dijumpai adanya butiran nodul batulempung yang sangat keras, berukuran garis tengah 5 cm - 10 cm, berwarna coklat kekuningan yang umumnya tidak beraturan.

    Di daerah tipenya, demikian pula di daerah sebelah timur Purwakarta, Formasi Cantayan terdiri dari dua urutan. Urutan kedua sebagai-mana yang pertama juga dimulai dengan breksi. Oleh karena itu untuk mudahnya dinamakan breksi atas.

    Breksi atas ini sangat tebal, dan merupakan tubuh batuan breksi yang menerus tanpa disisipi oleh lapisan lain. Breksi ini, disusun oleh komponen batuan beku andesit, batupasir, batugamping, batulempung berupa lensa-lensa, dimana kebundaran dari komponen-komponen batuan tersebut umumnya menyudut tanggung sampai menyudut, terpilah buruk, dengan masa-

  • SOEJONO MARTODJOJO

    81

    dasar batulempung yang sangat berlimpah, kemas terbuka.

    Satuan breksi atas ini berbeda dengan satuan breksi bawah, oleh berlimpahnya batulempung yang sebagai masadasar, sedangkan pada satuan breksi bawah, keadaan seperti ini tidak dijum-pai.

    Ke atas, breksi ini memperlihatkan peru-bahan ukuran besar komponen batuan penyu-sunnya, yang umumnya makin membesar ke arah atas. Pada bagian dasar lapisan, ukuran komponen batuannya relatif kecil, umumnya berkisar antara 1 cm sampai 3 cm.

    Kearah atas memperlihatkan perubahan ukuran komponen yang makin membesar, bah-kan muncul lensa-lensa batulempung dengan ukuran sumbu panjang 5 cm sampai 40 cm (Cibingbin).

    Pada bagian teratas dari satuan batuan ini, dijumpai bongkah-bongkah batugamping de-ngan ukuran garis tengah 2,5 m sampai 3 m, mengambang dalam masa batuan breksi.

    Dari keterangan diatas, dapatlah disim-pulkan bahwa satuan breksi atas ini dicirikan oleh berlimpahnya batulempung sebagai masa-dasar, serta memperlihatkan perubahan dari ukuran komponennya yang membesar/ mengka-sar kearah atas.

    Diatas dari satuan breksi atas ditemukan satuan batupasir-batulempung. Ketebalan satuan ini yang diukur pada Sungai Cibingbin adalah 275 m, sedang pada S. Cipinang didapatkan ketebalan sebesar 145 m.

    Satuan batupasir-batulempung, dicirikan oleh perulangan antara lapisan batupasir dan batulempung. Batupasir umumnya bersifat tu-faan, dan ketebalannya bervariasi, umumnya berkisar dari 5 cm sampai 15 cm, beberapa tempat ada yang 25 cm - 30 cm tebalnya.

    Secara megaskopis, batupasir tersebut memperlihatkan warna abu-abu muda, berbutir halus sampai sangat kasar, butiran menyudut tanggung, umumnya terpilah buruk, masadasar lempung tufaan. Pengamatan mikroskopis, mendapatkan bahwa batupasir tersebut disusun oleh mineral-mineral feldspar, kwarsa, fragmen batuan, dan sedikit oksida besi, masadasar umumnya berupa batulempung dan tufa. Se-hingga batupasir tersebut dapat digolongkan kedalam batupasir greywacke.

    Konglomerat, sebagai sisipan yang diamati pada S. Cibingbin berwarna abu-abu muda,

    komponen penyusun terdiri dari batupasir, batulempung, batugamping, cangkang-cangkang mollusca, fragmen batuan andesit, semuanya tertanam dalam masadasar lempung pasiran. Komponen tersebut berukuran butiran (granule) sampai bongkah (boulder), dengan bentuk membundar tanggung sampai membundar, terpilah sangat buruk, kemas tertutup, kompak.

    Pada Sungai Cibingbin, Cijamur dan Cipi-nang, satuan batuan ini tersingkap dengan baik, sehingga secara keseluruhan perubahannya se-cara vertikal dapat diamati.

    Perubahan vertikal keatas, dimulai dari ba-gian bawah, jarak perulangan lapisan batupasir relatif rapat dengan ketebalan berkisar 15 cm sampai 30 cm, kearah atas jarak perulangan lapisan batupasir menjadi jarang dan relatif lebih tipis (5 cm - 12 cm), sedang lapisan batulempungnya menjadi tebal-tebal berkisar 1 m - 5 m.

    Struktur sedimen yang dapat diamati pada lapisan batupasir adalah perlapisan bersusun (graded bedding), serta laminasi paralel.

    Satuan terakhir pada Formasi Cantayan ini terdiri dari batulempung.

    Penyebaran satuan batulempung atas, meli-puti, daerah-daerah di sekitar Purwakarta, yakni pada S. Cibingbin dan S. Cisarai (lembar peta 30 q) dan pada S. Cijamur, S. Cibanggala - desa Cikadongdong (lembar peta 31 d). Lebih ke selatan yaitu pada S. Cipiit, S. Cimenteng, S. Cibadak - kampung Maswati, desa Rende (lem-bar peta 31 h), serta pada hulu S. Cipicung - kampung Lembang, dan pada lereng selatan Ps. Susuru, desa Kertamukti (lembar peta 31 h).

    Ketebalan terukur satuan batulempung atas, yang diukur pada S. Cibingbin (lembar peta 30 q), didapatkan sebesar 720 m, sedang tebal yang diperoleh dari penampang geologi (lem-bar peta 31 h), didapatkan sebesar 850 m.

    Litologi satuan batulempung atas, terdiri dari batulempung yang monoton dengan sedikit sisipan tipis batupasir. Pada bagian bawah, batulempungnya berwarna abu-abu tua, makin keatas berubah berwarna kehitaman sampai hitam. Pada lempung hitam ini, didapatkan butiran-butiran halus mineral pirit serta karbon, dan tidak ditemukan fosil didalamnya.

    Pada S. Cigandasoli dan hulu S. Cikekep (lembar peta 30 q) dapat diamati adanya te-baran butiran mineral pirit berdiameter 1 cm - 8 cm, dengan bentuk kristal yang ideal,

  • EVOLUSI CEKUNGAN BOGOR, JAWA BARAT

    82

    tertanam dalam batulempung. Satuan lain yang kaya akan mollusca terdapat di utara kota Cianjur.

    Bagian bawah terdiri dari batupasir, selang-seling antara konglomerat-batupasir yang ma-sing-masing bersifat tufaan dan batulempung yang kaya akan fosil mollusca. Pada bagian bawah ini terdapat beberapa sisipan breksi, dengan fragmen berkomposisi andesit yang penyebaran lateralnya tidak menerus, penga-matan sepanjang S. Cibatuhalang menunjukkan 1 sisipan, sepanjang S. Cihajere 3 sisipan, sepanjang Sungai Cioray 1 sisipan dan sepan-jang S. Cipanguluran 3 sisipan.

    Di bagian bawah terdapat batupasir tufaan dengan penyebaran lateral terbatas setebal 3 - 5 m. Batupasir tufaan disini berwarna abu-abu coklat, berbutir halus sampai sedang, terdiri da-ri mineral plagioklas dan hornblenda, terpilah sedang, bentuk butir menyudut tanggung, po-rositas baik sekali, dapat diremas, berstruktur silang siur, laminasi paralel dan acakan bina-tang (bioturbation). Pada batupasir ini terda-pat urutan konglomerat tufaan, batupasir tufaan dan lempung yang kaya akan fosil mollusca. Siklus ini berketebalan antara 0,5 - 1,5 m. Masing-masing siklus mempunyai penyebaran lateral yang tidak menerus sementara batas suatu siklus dengan lapisan dibawahnya adalah tegas, merupakan bidang erosi. Konglomerat tufaan umumnya berwarna abu-abu dan coklat, kadang-kadang gampingan, diameter fragmen maksimum 3 cm, fragmen pembentuk terdiri dari batuan andesit, matriks batupasir tufaan, terpilah buruk, kemas terbuka, porositas baik sekali, kompak. Batupasir tufaan berwarna abu-abu, dan coklat, kadang-kadang gampingan, berbutir sedang sampai kasar, terpilah sedang, bentuk butir menyudut tanggung, porositas baik sekali, dapat diremas, berstruktur silang siur, mengandung fosil mollusca. Batulempung berwarna hitam dan abu-abu, getas, mengan-dung fosil mollusca, penuh oleh acakan bi-natang.

    Selang-seling antara batupasir berbutir sangat kasar dengan batupasir berbutir halus masing-masing mempunyai ketebalan 3 sampai 15 cm, seperti terdapat pada lokasi S. Cihajere. Batupasir yang berbutir sangat kasar berwarna hitam, terdiri dari mineral-mineral hornblenda, terpilah baik, bentuk butir membundar, poro-sitas buruk, padat, dibatasi dari lapisan diba-

    wahnya oleh bidang erosi. Batupasir berbutir halus berwarna coklat dan hitam dengan kom-posisi yang sama dengan batupasir diatas, berstruktur silang siur dan laminasi paralel. Siklus kedua jenis batupasir ini dimulai oleh batupasir berbutir kasar di bagian bawah, dii-kuti oleh batupasir halus dengan struktur silang siur.

    Sisipan-sisipan breksi lahar sebagian ada yang menunjukkan ciri-ciri endapan turbidit seperti terlihat pada singkapan di Si. Cibenteng dekat Ps. Gadung. Disini terdapat selang-seling antara breksi setebal 2 - 10 cm. Breksi disini menunjukkan struktur lapisan bersusun (gra-ding) dan batupasir menunjukkan struktur laminasi paralel yang masing-masing menye-rupai interval A dan B dari model Bouma (1963). Batas antara interval A dengan interval B dibawahnya adalah bidang erosi. Breksi berwarna hitam, diameter fragmen maksimum 20 cm, fragmen terdiri dari batuan andesit, menyudut, matriks batupasir, semen kalsit terpi-lah buruk, kemas terbuka, porositas buruk, padat. Batupasir berwarna hitam, terdiri dari fragmen andesit 35%, plagioklas 35%, serta kwarsa 5%, berbutir halus sampai kasar, terpi-lah buruk, padat dengan semen kalsit, seperti telah disebutkan.

    Bagian atas dari Formasi Cantayan Anggota Batupasir ini dicirikan oleh tidak adanya kan-dungan fosil mollusca dan foram kecil yang pada bagian bawah satuan ini merupakan ciri yang sangat khas.

    Bagian atas umumnya terdiri dari siklus (mulai dari bawah) konglomerat setebal 2 - 4 m, batupasir tufaan setebal 1,5 - 2,5 m dan batu-lempung setebal 0,5 2 m. Masing-masing siklus ini berbentuk lensa.

    3.3.13.7. Ciri Batas

    Formasi Cantayan dibedakan dengan For-masi Bantargadung dibawahnya dengan mulai munculnya breksi. Karena Formasi Cantayan ini merupakan satuan marin termuda, maka satuan umumnya ditutupi secara tidak selaras oleh endapan volkanik tua.

    3.3.13.8. Kandungan Fosil dan Umur

    Umur dari Formasi Cantayan menurut Lud-wig adalah lebih muda dari horizon Annulatus.

  • SOEJONO MARTODJOJO

    83

    Dalam rekonstruksi penampang geologi sulit untuk dapat membenarkan pernyataan tersebut, mengingat tidak adanya kontak langsung, ka-rena struktur yang rumit diantara singkapan kedua satuan tersebut. Formasi Cantayan hanya berkembang di bagian selatan, sedangkan ho-rizon Annulatus hanya berkembang di utara.

    Beberapa pemeta (Muchsin, 1971) di daerah Cantayan (S.M.1) telah mendapatkan umur Miosen Akhir dengan ditandai oleh fosil :

    Globigerina bulloides Globigerina venezuelana Globigerinoides rubra Globigerinoides triloba Globigerinoides sacculifera Globoquadrina altispira Globoquadrina dehiscens Globorotalia mayeri Orbulina universa Isi fosil dari satuan batupasir bawah yang

    diperoleh dari sisipan batulempungnya (en-dapan pelitic) diantaranya ada :

    Globorotalia plesiotumida Globorotalia venezuelana Globigerina ampliapertura Berdasarkan kisaran foram ini umurnya

    adalah N17 - N18 (Miosen Atas). Contoh Formasi Cantayan bagian bawah di

    Cibingbin, menunjukkan umur N16. Pada lokasi lain di sungai yang sama sekitar N17 - N18. Pada contoh di Cipinang umurnya adalah N17 - N18.

    Pada contoh di S. Cibeet Formasi Cantayan, bagian bawah menunjukkan umur N16 - N18. Pada lokasi lain menunjukkan umur N18.

    Dari uraian diatas, kita dapat simpulkan bahwa umur Formasi Cantayan diantara N16 pada bagian bawah dan N18 di bagian paling atas.

    3.3.13.9. Lingkungan Pengendapan

    Didalam sejarah pengendapan Cekungan Bogor, telah beberapa kali didapatkan kemun-culan breksi. Breksi tertua, Formasi Jampang diikuti Formasi Saguling, Formasi Cigadung dan terakhir adalah Formasi Cantayan. Kemun-culan breksi ini rupanya mempunyai arti yang tersendiri dalam sejarah stratigrafi, maupun tek-tonik Cekungan Bogor.

    Sebagaimana breksi sebelumnya demikian pula breksi Formasi Cantayan ini juga ditaf-sirkan sebagai endapan kipas laut dalam, bagian atas. Timbulnya breksi disini ditafsirkan tim-bulnya suprafan baru diatas outer fan yang terdiri dari Formasi Bantargadung. Adanya dua siklus breksi-pasir-lempung pada Formasi Can-tayan ini membuktikan bahwa setelah suprafan tersebut terbentuk, aktifitas aliran gravitasi me-ngecil, dimana terendapkan pasir dan kemudian diikuti oleh lempung breksian.

    Pada saat terakhir, pengendapan Formasi Cantayan, yang berupa satuan lempung atas, asal sedimen mungkin lebih cenderung dari utara. Hal ini mengingat banyaknya fragmen gamping dan kesamaan fragmen lempung pada satuan ini dengan lempung dari Formasi Subang yang seumur dan berada di utaranya. Formasi Subang ini adalah khas endapan paparan di utara.

    Umur N16 - N18 adalah merupakan en-dapan aliran gravitasi termuda di Cekungan Bogor. Di Paparan Pegunungan Selatan Jawa Barat tidak ditemukan satuan yang seumur. Formasi Beser yang berada di tepi utara pa-paran ini umurnya tidak dapat ditentukan. Tetapi Formasi Bentang yang berada pada tepi selatan Paparan Pegunungan Jawa Barat beru-mur lebih muda yakni N19 - N20.

    Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Paparan Pegunungan Selatan Jawa Barat meru-pakan daratan pada waktu pengendapan For-masi Cantayan.

    Kearah utara, Formasi Cantayan ini beru-mur sama dengan Formasi Subang yang umumnya terdiri dari lempung monoton, yang ditafsirkan berlingkungan pengendapan tidal-flat.

    3.3.14. Formasi Cinambo

    3.3.14.1. Penamaan

    Singkapan Formasi Cinambo di S. Cima-nuk, cukup jauh terpisah dari singkapan-singkapan lain Cekungan Bogor di barat. Sing-kapan endapan yang sebanding dan terdekat adalah di Krawang Selatan. Diantara kedua singkapan ini terdapat lapisan penutup yang terdiri dari endapan gunungapi muda, dari mulai kota Purwakarta sampai Darmaraja, sebelah

  • EVOLUSI CEKUNGAN BOGOR, JAWA BARAT

    84

    timur kota Sumedang, berjarak sekitar 75 km. Ciri batuan serta umur di daerah aliran

    Cimanuk sangat menyerupai batuan di daerah Krawang Selatan. Di kedua daerah ini batuan endapan aliran gravitasi berkisar dari umur N12 sampai N18. Didalam hal ini penulis sadar bahwa pada konsep litostratigrafi, waktu bukan merupakan pembatas. Tetapi mengingat khuluk (nature) batuan adalah endapan aliran gravitasi maka kesulitan penamaan dapat timbul, yang menyangkut masalah kesinambungan.

    Didalam model kipas laut dalam, penye-baran lateral suatu kipas dapat terbatas. Oleh karena itu didalam waktu yang sama dapat terjadi lebih dari satu kipas laut dalam. Analisa stratigrafi, sedapat mungkin membedakan satu satuan terhadap yang lain. Mengingat ukuran setiap kipas cukup besar, sehingga mencakup persyaratan suatu satuan stratigrafi, maka umumnya untuk setiap kipas laut dalam dapat diberikan satuan stratigrafi tersendiri. Berda-sarkan pada pemikiran ini, maka penamaan untuk batuan di aliran S. Cimanuk, dibedakan terhadap penamaan di daerah Krawang Selatan.

    Satuan ini umumnya terdiri dari lempung dan pasir kotor (greywacke). Koolhoven (1935) menamakannya sebagai Tjimanuk Serie, se-dangkan van Bemmelen (1949) menamakannya sebagai Pemali Beds.

    Nama Cinambo dipilih karena singkapan terbaik satuan ini adalah terdapat pada Cinam-bo, anak Sungai Cimanuk. Disamping itu nama tersebut telah dipakai oleh penyelidik terdahulu (Djuri, 1973).

    3.3.14.2. Sinonim

    Tjimanuk Serie (Koolhoven, 1935)

    3.3.14.3. Penyebaran dan Ketebalan

    Penyebaran satuan ini dapat diikuti ke tenggara di sekitar Waduk Darma di Kuningan. Ketebalan Formasi Cinambo di daerah tipe 1750 m (Purnamaningsih, 1973) atau 1608 m (Kuswinda, 1971).

    3.3.14.4. Lokasitipe dan Stratotipe

    Lokasitipe dan stratotipe Formasi Cinambo terletak pada tempat yang sama, yakni di S. Cinambo anak Sungai Cimanuk, di daerah

    kecamatan Cadasngampar, Darmaraja, Subang. Dalam ordinat adalah 108 15 B.T. dan 6 45 L.S. (gambar 34).

    3.3.14.5. Ungkapan Morfologi

    Formasi Cinambo dibandingkan dengan sa-tuan diatas dan dibawahnya umumnya kurang tahan terhadap erosi, oleh karena itu pula sa-tuan ini umumnya membentuk topografi ren-dah.

    3.3.14.6. Ciri Litologi

    Formasi Cinambo terbagi menjadi 2 siklus batuan. Setiap siklus bagian bawahnya terdiri dari lempung dan pasir, sedangkan bagian atasnya terdiri dari breksi.

    Formasi Cinambo dimulai dengan lempung hijau yang tersingkap di utara Jatigede, di S. Cisaar Landeuh.

    Batuan ini terdiri dari lempung abu-abu kehijauan, konkoidal, perlapisan kurang baik. Dalam lempung hijau ini ditemukan sisipan la-nau dan pasir halus setebal 5 cm sampai 30 cm. Satuan ini kaya akan fosil foram plangton. Pasirnya umumnya berlaminasi tipis.

    Diatas dari lempung hijau didapatkan urutan yang kebanyakan terdiri dari perselingan antara pasir lanau dan lempung. Perulangan ini hampir sempurna baik dalam ketebalan maupun ma-cam batuan, membentuk suatu urutan khas flysch (Struder, 1929), masing-masing la-pisan berkisar dari ketebalan 20 sampai 25 cm.

    Beberapa sisipan pasir mencapai 65 cm, sering menunjukkan gambaran urutan Bouma (1963), beberapa membentuk urutan sempurna dari A, B, C, D dan E. Disamping itu juga sering didapatkan bekas acakan binatang. Da-lam penelitian mikroskopi pada batuan pasir (Purnamaningsih, P. 85), terdiri dari feldspar, kwarsa, fragmen batu beku, mineral lempung. Pemilahan sangat jelek.

    Sisipan batupasir gampingan, terdapat pada muara Ciharuman, mempunyai ketebalan 50 - 150 cm. Pasir ini mengandung fragmen-fragmen foraminifera besar seperti Spiroclypeus dan Lepidocyclina. Disamping itu pada beberapa tempat juga ditemukan pasir konglomeratan dengan ketebalan antara 50 - 150 cm frag- men berupa komponen lempung mencapai

  • SOEJONO MARTODJOJO

    85

    Gambar 34. Stratotipe Fm. Cinambo di Cinambo

  • EVOLUSI CEKUNGAN BOGOR, JAWA BARAT

    86

    ukuran 10 cm, beraturan mengikuti bidang perlapisan.

    Satuan teratas pembentuk Formasi Cinambo ini terdiri dari pasir dengan sisipan lempung. Koolhoven (1935) menamakan satuan ini seba-gai Cimanuk Serie I.

    Batupasir sebagai komponen utama umumnya berbutir halus sampai kasar memben-tuk lapisan berukuran dari 5 sampai 30 cm, pa-da beberapa tempat ada yang mencapai 2,5 m. Pasir membentuk struktur laminasi paralel, kadang-kadang didasari oleh lapisan bersusun (graded bedding). ANGGOTA JATIGEDE (gambar 35)

    Ciri litologi Anggota Jatigede adalah brek- si berbeda dengan ciri umum dari Formasi Cinambo yang terdiri dari pasir dan lempung. Anggota ini dimasukkan kedalam Formasi Cinambo, mengingat bahwa seluruh tubuh ba-tuan dalam formasi ini dianggap merupakan satu satuan genesa, yaitu satu siklus kipas laut dalam.

    Ketebalan Anggota ini adalah sekitar 275 m, tersingkap baik di daerah Jatigede, Ps. Haru-man.

    Breksi ini berselingan dengan batupasir dan kadang-kadang diselingi oleh lempung. Brek-sinya berwarna abu-abu, dengan masadasar pa-sir kotor. Komponen terdiri dari batuan beku dari jenis piroksen andesit.

    Butiran breksi menyudut, sampai menyudut tanggung, berukuran sampai 20 cm. Ketebalan lapisan breksi antara 2 - 8 m. Beberapa interval membentuk struktur lapisan bersusun.

    Lempung merupakan bagian terbawah dari siklus kedua dengan sisipan lanau dan batupasir halus. Lempungnya berwarna abu-abu hitam, konkoidal, berlapis kurang baik, banyak me-ngandung foraminifera plangton. Sisipan batu-pasir sekitar 5 - 20 cm berwarna abu-abu, kompak berlapis paralel.

    Perselingan antara lempung dengan lanau dan pasir umumnya berkisar antara ketebalan 5 - 20 cm. Makin keatas satuan ini makin kaya akan lanau sampai pasir, sebagaimana terlihat di Cadasngampar. Bagian ini lempungnya berwar-na hitam, getas, kaya akan lanau. Pada lempung ini sering ditemukan sisipan batupasir dengan ketebalan sekitar 10 - 15 cm, berwarna abu-abu kecoklatan berbutir pasir sedang sampai kasar.

    Bagian teratas dari siklus kedua terdiri dari pasir, butirannya kasar, sampai breksi, terutama bagian paling atas.

    Singkapan terbaik dari anggota ini terdapat di S. Cacaban. Breksi berwarna abu-abu, de-ngan komponen bermacam-macam terdiri dari fragmen batuan beku, batulempung, gamping, dan fragmen batupasir. Ukuran butir dari mulai kerikil sampai bongkah.

    Fragmen breksi mengambang sampai tertu-tup diatas matriks pasir kotor. Ketebalan breksi ini dari 25 cm - 200 cm. Komponen batu-gamping banyak mengandung fosil koral, tetapi tidak dijumpai foram besar. Fragmen batuan beku bersifat andesitan An 45 - An 36 45%, piroksen 30%, biotit 10% dan mineral bijih 5%. Batupasir sering membentuk struktur paralel sedangkan pada konglomeratan, atau breksian umumnya membentuk struktur lapisan bersu-sun yang tidak jelas. Breksi umumnya tidak membentuk struktur masif.

    Lempung sebagai sisipan dari breksi sering mencapai ketebalan sampai 100 m, lempung ini banyak mengandung foram kecil dari jenis plangton. Foram kecil diantaranya menunjukkan lingkungan yang tidak terlalu dalam, sekitar 150 m - 330 m dibawah muka laut.

    3.3.14.7. Ciri Batas

    Formasi Cinambo adalah urutan satuan litologi terbawah di daerah aliran Cimanuk, sehingga batas bawah tidak terlihat. Batas atas ditutupi secara selaras oleh Formasi Kaliwangu yang kaya akan fosil mollusca.

    3.3.14.8. Kandungan Fosil dan Umur

    Bagian terbawah dari Formasi Cinambo yang terdiri dari lempung, napal, mengandung banyak fosil foram plangton.

    Diantaranya adalah Globorotalia lobata dan Globorotalia peripheroronda yang menun-jukkan umur N11 (Blow, 1969).

    Satuan diatasnya yang terdiri dari pasir dan lempung mengandung fosil plangton, dian-taranya, Globorotalia mayeri dan Globorotalia menardii, yang menunjukkan umur N12 - N13. Disamping itu pada pasir gampingan juga dite-mukan fosil foram besar diantaranya adalah :

  • SOEJONO MARTODJOJO

    87

    Gambar 35. Stratotipe Anggota Jatigede di Cinambo

  • EVOLUSI CEKUNGAN BOGOR, JAWA BARAT

    88

    Spiroclypeus orbitoides Miogypsina thecideformis Miogypsina dehartii Cycloclypeus sp Lepidocyclina sumatrensis Yang menunjukkan umur Te5 atau equi-

    valent dengan umur N5. Kedua fauna tersebut diatas adalah

    bertentangan didalam kedudukan waktunya. Perlu diutarakan disini bahwa foraminifera be-sar diambil dari interval A, yang berupa lapisan bersusun (graded bedding) dari pasir gam-pingan. Foraminifera besar yang ditemukan disini adalah sama dengan yang diselidiki oleh Koolhoven (1935). Oleh karena itu Koolhoven juga menempatkan Tjimanuk Serie-nya pada umur Miosen Awal.

    Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa satuan pasir-lempung ternyata berumur lebih muda dari yang telah di tulis sebelumnya, disini ditentukan berumur N12 - N14.

    Satuan pasir juga ternyata mengandung ba-nyak fosil foram plangton, terutama pada si-sipan lempungnya. Beberapa bentuk, seperti :

    Globorotalia mayeri Globorotalia lenguaensis Globorotalia menardii

    yang menunjukkan umur N13 (Postuma, 1971).

    Satuan teratas dari Formasi Cinambo adalah Anggota Jatigede yang berupa breksi. Pada si-sipan lempungnya banyak didapatkan fosil fo-ram plangton, seperti :

    Globorotalia linguaensis Globorotalia menardii Globorotalia mayeri

    yang menunjukkan umur N13 (Postuma, 1971).

    Dari uraian tersebut diatas kita dapat simpulkan bahwa umur dari Formasi Cinambo adalah dari N11 - N13. Umur ini sesuai dengan umur dari Formasi Saguling bagian atas.

    Bagian atas, pada siklus ke dua didapatkan fosil-fosil yang menunjukkan umur N15 sampai N18.

    Dari uraian tersebut diatas, terlihat adanya rumpang umur, yakni N14 tidak atau jarang ditemukan. Namun demikian adanya Anggota Jatigede yang terdiri dari breksi dan hampir tidak mengandung fosil kemungkinan meru-pakan endapan pada N14 tersebut.

    3.3.14.9. Lingkungan Pengendapan

    Formasi Cinambo menunjukkan dua urutan struktur sedimen khas endapan aliran gravitasi. Dari bawah ke atas butiran makin kasar dan akhirnya berupa breksi. Urutan ini menyerupai model yang diberikan oleh Walker (1978) sebagai hasil dari progadasi suatu kipas laut dalam.

    Bagian lempung merupakan endapan cekungan, diikuti oleh endapan kipas luar (lempung-pasir), kemudian ditutupi oleh en-dapan kipas tengah bagian luar, dan akhirnya berupa endapan kipas tengah bagian atas.

    3.3.15. Formasi Cibulakan

    3.3.15.1. Penamaan

    Frei (1931) yang pertama-tama menamakan satuan ini sebagai Cibulakan Series, van Bemmelen (1949) kemudian menamakannya Annulatus Complex, Sudjatmiko (1972) dan Bhanuindra (1974) kemudian menamakannya sebagai Formasi Jatiluhur, sedangkan Nu-groho (1973), Arpandi dan Padmosukismo (1975) serta Hutasoit (1976) menamakannya Formasi Cibulakan.

    Nama Formasi Cibulakan dipakai pada tu-lisan ini mengingat sudah dikenal di pustaka.

    3.3.15.2. Sinonim

    Formasi Jatiluhur (Sudjatmiko, 1972).

    3.3.15.3. Penyebaran dan Ketebalan

    Formasi Cibulakan adalah khas endapan epikontinen Sunda. Satuan ini mulai dari batas Cekungan Bogor di selatan meluas ke utara ke daerah lepas pantai. Semua pemboran minyak menembus formasi ini (Arpandi dan Padmo-soekismo, 1975).

    Ketebalan formasi ini pada daerah tipenya di S. Cibulakan, dekat Ps. Parigi, Pangkalan, Krawang Selatan hanya 157 m. Yang tersing-kap disini hanya bagian teratas dari Formasi Cibulakan.

    Dari pemboran minyak bumi di daerah dataran tepi pantai (coastal plain), maupun di lepas pantai ketebalannya bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya, tetapi umumnya menebal kearah selatan. Yang paling tebal