Upload
rasti-nurhayati-putri
View
32
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Era perdagangan bebas Asean ( AFTA ) sudah dimulai tahun 2003 dan
disusul dengan Asia Pasifik (APEC) tahun 2010 dan 2020 untuk sedunia, dimana
keperawatan dituntut untuk mampu menyiapkan tenaga perawaat mampu
berkompetensi dalam memenuhi standar global antara lain : mampu
memanfaatkan alih ilmu pengetahuan dan teknologi, menguasai komunikasi
internasional termasuk menggunakan teknologi informasi, menguasai
pengetahuan perawatan transkultural. ( Sheal 2003 ). Fenomena saat ini bahwa
makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan soaial ekonomi masyarakat dan
makin berkembangnya jumlah dan jenis sarana pelayanan kesehatan maka akan
mendorong makin tajamnya perhatian dan tuntutan masyarakat terhadap mutu
pelayanan. Kebutuhan dan tuntutan masyarakat tersebut akan menuntut tenaga
kesehatan khususnya perawat untuk lebih bersifat aktif dalam meningkatkan
sumber daya (SDM) melalui peningkatan pengetahuan/pendidikan serta
peningkatan motivasi kerja perawat terhadap pelayanan keperawatan agar sesuai
dengan kebutuhan pelanggan /masyarakat. Akhir – akhir ini tampak diberbagai
rumah sakit khususnya di instalasi bedah sentral RSD Sidoarjo bahwa
menunjukkan adanya kondisi gairah kerja atau motivasi kerja perawat yang relatif
kurang (monday morning, 26-02-2007). Keadaan yang terjadi saat ini adalah tidak
sedikit keluhan yang ditimbulkan oleh karena kinerja perawat yang belum
optimal. Keluhan datang dari pelanggan internal (profesi diluar keperawatan misal
dokter, ahli gizi, bagian laboratorium dan lain-lain) maupun pelanggan
eksternal(pasien dan keluarganya).
Berdasarkan data kepegawaian di instalasi bedah sentral RSD Sidoarjo
dilaporkan bahwa jumlah tenaga perawat keseluruhan adalah 60 orang. Hasil
pengamatan peneliti selama 3 bulan terakhir ( januari,februari, dan maret 2010 )
menunjukkan bahwa terdapat tanda-tanda adanya motivasi kerja perawat yang
kurang. Hal ini menunjukkan dengan adanya keterlambatan datang, waktu dinas
tidak langsung masuk ke ruangan.Hasil survey awal tanggal 14 april 2010
terhadap 10 perawat didapatkan hasil 2(20%) perawat motivasi tinggi, 4(40%)
perawat motivasi sedang dan 4 (40%) motivasi kurang.
Keadaan pelayanan yang demikian merupakan masalah yang cukup serius
untuk dapat segera ditangani menjadi lebih baik agar kepercayaan masyarakat
dapat ditingkatkan atau rumah sakit akan ditinggalkan oleh pelangannya dan
memilih menjadi pelanggan rumah sakit lainnya atau bahkan bisa jadi memilih
mendapatkan pelayanan di luar negeri.Pelayanan keperawatan yang kurang
optimal adalah tanggung jawab semua pihak manajemen rumah sakit. Beberapa
upaya tersebut sudah dilakukan manajemen rumah sakit dengan berbagai gaya
kepemimpinan dan cara pendekatan. Upaya-upaya tersebut antara lain dengan
pengawasan ketat dan otoriter di tempat kerja, memohon dan merayu serta
berperan setara dengan karyawan. Sedangkan pendekatan karyawan dengan
memberikan insentif akan memberikan kegairahan sesaat. Pendekatan lain yang
dilakukan adalah dengan memberi kesempatan untuk meningkatkan jenjang
pendidikan formal melalui sekolah dan pelatihan-pelatihan lain. Pendekatan ini
diharapkan dapat meningkatkan motivasi dengan meningkatkanya kepercayaan
2
dan harga diri perawat. Oleh karena motivasi sifatnya individual atau bergantung
pada sifat bawaan masing-masing individu menuntut para pimpinan untuk
mengambil pendekatan tidak langsung, menciptakan suasanan organisasi melalui
suasana kerja yang mendukung karyawan untuk lebih produktif. Selain itu juga
motivasi adalah hal yang sangat penting mengingat motivasi seseorang dapat
berubah seiring dengan perubahan informasi dan keadaan yang ada, sehingga pada
akhirnya perawat dapat melaksanakan tugas, peran dan fungsinya secara optimal
sesuaistandart asuhan keperawatan.
Dalam meningkatkan kinerja perawat, manajemen sumber daya manusia
harus memperhatikan karesteristik (sifat bawaan) dan motivasi tiap individu dan
tingkata motivasi agar dapat ditingkatkan dengan lebih baik. Selain karasteristik
dan motivasi, faktor organisasi, pekerjaan dan faktor kebutuhan manusia juga
merupakaan hal penting untuk diperhatikan. Hal tersebut disebabkan karena setiap
individu mempunyai perbedaan dalam menyikapi pekerjaan. Bertitik tolak dari
latar belakang masalah diatas, peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan
judul “ Hubungan antara Motivasi dengan Kinerja Perawat di Instalasi Bedah
sentral rumah sakit umum sidoarjo “.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara motivasi dengan kinerja perawat di instalasi
bedah sentral RSUD Sidoarjo ?
3
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan motivasi kerja dengan kinerja perawat di instalsi
bedah sentral RSUD Sidoarjo.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi motivasi kerja perawat di instalasi bedah sentral rumah sakit
umum sidoarjo.
2. Mengidentifikasi kinerja perawat di instalasi bedah sentral rumah sakit umum
sidoarjo.
3. Menganalisa hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat di
instalasi bedah sentral RSU Sidoarjo.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi manajemen
rumah sakit sehingga dapat memberikan masukan untuk mencapai produktifitas
yang diharapkan bagi rumah sakit.
1.4.2 Bagi Peneliti
Merupakan wahana untuk menerapkan ilmu yang peneliti peroleh selama
mengikuti pendidikan sekaligus memperluas pengetahuan dan wawasan peneliti
terhadap hubungan antara motivasi dan kinerja perawat di instalasi bedah sentral
RSU Sidoarjo.
4
1.4.3 Bagi Pendidikan Keperawatan
Sebagai alat ukur bagi institusi bahwa mahasiswa telah melalui proses
yang benar dalam melakukan penelitian.
1.4.4 Bagi Profesi
Dapat menunjukkan eksistensi perawat sebagai profesi.
Menunjukkan partisipasi dalam pengembangan pelayanan kesehatan.
Dapat mengikuti perkembangan tuntutan masyarakat.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas tentang motivasi, kinerja perawat, penilaian
kerja perawat, alat penilaian kinerja perawat permasalahan dalam penilaian
pekerjaan. Selain itu juga digambarkan garis besar kerangka konsep dan
perumusan hipotesa.
2.1 Motivasi
2. 1.1 Pengertian Motivasi
Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota
organisasi mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau
keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan
yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan dalam rangka pencapaian
tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan (Siagian, 1995).
Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak
sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Usaha-usaha yang
dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu, tergerak melakukan
suatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat
keputusan atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya (Kamus Bahasa
Indonesia, Anton Mulyono, 1988).
Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu. Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong
seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam
berperilaku (Sbordeel & Kaluany 1994) dikutip dari Nursalam MNurs.
6
Motivasi dikutip dari Nursalam adalah karakteristik psikologi manusia
yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk
faktor-faktor yang menyebabkan mengalirkan dan mempertahankan tingkah laku
manusia (Stroner & Freeman, 1995).
Dari berbagai definisi motivasi Stanford (1970) ada tiga poin penting
dalam pengertian motivasi yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan dan tujuan
baik psikologis maupun fisiologis. Dorongan merupakan arahan untuk memenuhi
kebutuhan tadi, sedangkan tujuan adalah akhir dari satu siklus motivasi (Luthans,
1998).
Definisi kebutuhan menjelaskan tentang seberapa besar system tersebut
dibutuhkan dalam realitas kehidupan. Dengan adanya definisi kebutuhan akan
dapat diketahui system seperti apakah yang dibutuhkan dalam realita. Definisi
kebutuhan meliputi survey kebutuhan yang menjelaskan karakteristik system yang
dibutuhkan oleh pengguna, alasan kebutuhan memaparkan tentang alasan
mengapa karakteristik system tersebut dibutuhkan.
(http://prawira87.wordpress.com/2009/01/13/bab-ii-definisi-kebutuhan).
Pada dasarnya dorongan itu hanya dua, yaitu untuk meraih kenikmatan atau
menghindari dari rasa sakit atau kesulitan. Uang bisa menjadi motivasi
kenikmatan maupun motivasi menghindari rasa sakit. Jika kita memikirkan uang
supaya kita tidak hidup sengsara, maka disini alasan seseorang mencari uang
untuk menghindari rasa sakit. Sebaliknya ada orang yang mengejar uang karena
ingin menikmati hidup, maka uang sebagai alasan seseorang untuk meraih
kenikmatan.
7
Sedangkan definisi tujuan adalah sasaran atau hasil yang diinginkan/ harapan
akhir yang ingin dicapai seseorang / The final purpose or aim; the end to which a
person aims to reach or attain.
2.1.2 Bentuk Motivasi
Menurut stoner & freeman, 1995 menurut bentuknya motivasi terdiri dari:
1. Motivasi intrinsik yaitu motivasi dari dalam diri individu
2. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu
3. Motivasi terdesak yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan
munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali.
2. 1.3 Teori-teori Motivasi
a. Teori hierarki kebutuhan (Need hierarki theory)
Kerangka Maslow mengelompokkan semua kebutuhan dalam lima
kategori yaitu:
l. Fisiologis
2. Keselamatan
3. Sosial
4. Penghargaan
5. Perwujudan diri
Kebutuhan fisik adalah Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang paling
dasar yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan biologis seperti makanan,
minuman, pakaian dan papan tempat berteduh. Kebutuhan rasa aman adalah
kebutuhan atas perlindungan dari gangguan pihak lain baik yang berasal dari
manusia lain maupun dari makhluk lain seperti binatang buas dan sebagainya.
Pemenuhan kebutuhan ini dapat berupa pemilikan alat-alat perlindungan, alat
8
pertahanan diri, persenjataan, alat tanda bahaya dan sebagainya. Kebutuhan rasa
aman akan muncul setelah kebutuhan fisik terpenuhi.
Setelah kebutuhan urutan kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman terpenuhi
maka akan muncul kebutuhan urutan ketiga yaitu kebutuhan sosial. Kebutuhan
sosial adalah berupa kebutuhan untuk bergaul dengan manusia lain atau anggota
masyarakat yang lain. Kebutuhan ini dapat berupa memberi dan menerima rasa
cinta kasih, rasa diterima dalam kelompok rasa membutuhkan dan dibutuhkan rasa
berteman atau bekerja sama. Apabila kebutuhan urutan ketiga ini telah terpenuhi
maka akan muncul kebutuhan berikutnya yaitu kebutuhan akan penghargaan diri
(harga diri). Kebutuhan ini dapat berupa lima tuntutan atau keinginan untuk
dianggap sebagai pimpinan yang baik, sekretaris yang baik, dosen yang rajin,
karyawan yang berprestasi, mahasiswa teladan dan sebagainya.
Kebutuhan pada urutan terakhir adalah kebutuhan atas aktualisasi diri
yaitu suatu kebutuhan untuk menunjukkan kepribadian khusus seseorang, dengan
mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Kebutuhan ini dapat berupa
keinginan seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang dapat diakui oleh umum
bahwa hasil karyanya sangat baik dan bermanfaat bagi masyarakat atau orang
lain. Dari beberapa urutan kebutuhan manusia tersebut di atas apabila kebutuhan
yang paling dasar sudah terpenuhi maka kebutuhan tingkat berikutnya menjadi
dominan dan kebutuhan yang lain akan menjadi kurang dominan atau pada
hierarkhi yang rendah.
b. Teori Dua Faktor (Motivator-Hygiene Theory)
Faktor berupa pengaruh lingkungan kerja, yaitu antara lain berupa
hubungan dengan supervisor, hubungan dengan teman kerja rasa tidak aman
9
dalam bekerja, kondisi kerja, status pekerjaan atau jabatan, serta gaji yang cukup.
Tersedianya faktor kesehatan berarti terciptanya lingkungan kerja yang sehat baik
sehat fisik maupun sehat mental (Gitosudarmo, 1986: 82).
Kedua faktor yaitu satisfier faktor dan hygiene faktor harus tersedia atau
disediakan oleh manajer sehingga terjadi dorongan untuk bekerja bersama secara
efektif dan efisien. Implikasi teori ini bahwa seorang pekerja mempunyai
dorongan untuk berkarya tidak sekedar mencari nafkah akan tetapi sebagai
wahana untuk memuaskan berbagai kepentingan dan kebutuhannya,
bagaimanapun kebutuhan itu dikategorisasikan (Siagian, 1 995: 165).
c. Teori X dan Teori Y
Menurut Gregor dalam Gitosudarmo (1986: 83) terdapat dua macam sikap
dasar dari setiap orang yaitu:
l) Sikap dasar yang didasari oleh teori X
Dalam teori ini diasumsikan bahwa pada dasarnya manusia memiliki sifat
malas, lebih senang kepadanya diberikan petunjuk-petunjuk praktis saja daripada
diberikan kebebasan berfikir dan memilih atau mengambil keputusan. Dalam hal
ini mereka tidak senang menerima tanggung jawab, dia hanya menyenangi haknya
saja setia selalu ingin aman. Motivasi kerja hanyalah untuk mendapatkan uang
atau finansial saja (motif finansial). Manajer yang mendasarkan teori ini akan
melakukan pengawasan sangat ketat dengan tidak memberikan kebebasan kepada
bawahan, pekerjaan disusun dengan berstruktur secara rapi dan teliti, sedangkan
pekerja tinggal mengikuti petunjuk-petunjuk pelaksanaan kerja tanpa kebebasan,
kemudian memberikan hukuman atau paksaan dan hadiah atau ganjaran.
Kebijaksanaan manajer dengan teori X mengandung bahaya karena pengawasan
10
yang terlalu ketat dan tanpa kebebasan akan menimbulkan perlawanan dan
ketidakpuasan. Teori X banyak menunjukkan kebenaran pada masyarakat yang
masih berpendidikan rendah yang pada umumnya mereka masih mendasarkan diri
pada motif fisik dan rasa aman saja.
2) Sikap dasar yang dilandasi oleh teori Y
Teori Y berasumsi bahwa manusia pada dasarnya senang bekerja. Bekerja
adalah faktor alamiah bagi orang dewasa seperti halnya bermain bagi anak-anak
kecil. Oleh karena itu sebenarnya dimanapun dan kapanpun setiap orang dewasa
akan selalu mencoba untuk bekerja. Dalam hal ini, manusia akan selalu bekerja
untuk mencapai tujuannya. Pengendalian dan penempatan diri sendiri merupakan
dasar motivasi kerja guna mencapai tujuan organisasi.
NRF Maier yang dikutip oleh Jan Berkhoret yang disusunan A. Dale
Timpe mengusulkan bahwa istilah motivasi hanya dibatasi penggunaannya untuk
individu dan merupakan proses psikologis intern. Menurut DR A.A Anwar Prabuy
Mangkunegoro, Misi motivasi terbentuk dari sikap (attitude) dalam menghadapi
situasi di tempat kerja. Motivasi merupakan kondisi atau energi yang
menggerakkan karyawan ke arah tujuan organisasi. Sikap mental karyawan yang
positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk
mencapai kerja optimal. Sikap mental karyawan haruslah memiliki sikap yang
siap sedia secara psiko-fisik (siap secara mental, fisik, situasi dan tujuan) artinya
karyawan bekerja secara mental siap, fisik sehat, memahami situasi dan kondisi
serta berusaha keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi).
Menurut Feinberg dkk (1996), diantara beberapa faktor yang
mempengaruhi motivasi seseorang pada garis besarnya dapat terbagi menjadi
11
beberapa hal antara lain sifat bawaan, kondisi pekerjaan (Job conditioning),
sistem pendukung bekerja (support system), dan pribadi pekerja (worker). Sikap
pribadi pekerja yang positif adalah yang dapat menampilkan kerja keras,
berorientasi pada masa depan mempunyai tingkat cita-cita yang tinggi,
berorientasi pada tugas dan sasaran, selalu berusaha untuk maju, tekun selalu
memanfaatkan waktu dengan baik merupakan teman kerja yang menyenangkan
dan selalu menjaga hubungan baik dengan rekan kerja dan atasan.
Sifat bawaan atau karakteristik adalah satu faktor yang mendorong
motivasi seorang individu, sifat bawaan tersebut ditunjukkan dengan ciri-ciri
sebagai berikut yang dirangkum dari pendapat David C Mc Clelland (1961),
Edward Murray (1957) yang dikutip dari Dr. AA Azwar Prabu Mangkunegara
Msi dan didasarkan kepada dimensi pusat penilaian manajemen (Bray, 1992) yang
dikutip dalam buku seri manajemen sumber daya manusia A Dale Timpe.
Faktor-faktor yang menjadi dasar dari motivasi adalah sifat bawaan
individu. Sifat bawaan tersebut ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut
(Davine Mc. Clelland, 1961)
1. Kerja keras: Pekerja keras selalu mengutamakan pekerjaan dibandingkan
dengan kegiatan di luar pekerjaan, selalu menunjukkan pengabdian kepada
pekerjaan, mengorbankan kegiatan di luar pekerjaan demi pekerjaan itu
sendiri. Senang mendapat tugas yang menantang dan mencari pengalaman atas
hasil kerjanya.
2. Orientasi masa depan: Individu mempunyai kecenderungan memperhitungkan
masa depan, berjuang untuk mencapai sesuatu, punya perencanaan dari
12
bekerja selalu mempunyai arah yang ingin dicapai dengan membuat target-
target yang harus dicapai.
3. Tingkat cita-cita yang tinggi: Individu dengan tingkat cita-cita yang tinggi
mempunyai tuntutan terhadap dirinya sangat tinggi, mempunyai disiplin diri
yang tinggi. Individu bekerja lebih banyak dari target-target yang sudah
ditetapkan sendiri.
4. Orientasi tugas atau sasaran: Pribadi yang berorientasi terhadap tugas apabila
diberikan tugas dan kepercayaan akan berusaha sebaik-baiknya tidak mudah
menyerah dan selalu melakukan hal-hal yang terbaik untuk mencapai sasaran.
5. Usaha untuk maju: Individu mempunyai kecenderungan bersikap tuntas dan
menentukan dalam mengambil keputusan selalu mencari dan mengkaji
alternatif dan informasi, tidak ragu-ragu untuk mencapai posisi yang
diinginkan setelah informasi didapatkan.
6. Ketekunan: Individu dengan motivasi tinggi akan bekerja secara tekun pada
proyek atau pekerjaan yang dapat mempengaruhi karir daripada mengerjakan
tugas rutin lainnya. selalu merencanakan masa depan dan bertindak sesuai
rencana itu.
7. Rekan kerja yang dipilih : Individu ini mempunyai perilaku yang
menghormati kepada atasan, mencoba meninggalkan kesan yang baik.
Mengembangkan persahabatan dengan orang-orang yang dipilih dan
mempunyai perhatian yang lebih pada yang lain.
8. Pemanfaatan waktu: Individu dengan motivasi tinggi sangat menghargai
waktu bekerja dengan efisien, tidak mempunyai waktu untuk bersenang-
senang dan sangat sibuk untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
13
Sedangkan individu yang motif berprestasi rendah atau negatif dapat
dikemukakan oleh David C Mc Clelland, Evertthagen dan Daniel Coleman antara
lain:
1. Kurang memiliki tanggung jawab pribadi dalam mengerjakan sesuatu
pekerjaan atau kegiatan
2. Memiliki program kerja tetapi tidak didasarkan pada rencana dan tujuan yang
realistik serta lemah melaksanakannya
3. Bersikap apatis dan tidak percaya diri
4. Ragu-ragu dalam mengambil keputusan
5. Tindakannya kurang terarah pada tujuan
6. Tidak mempunyai kreatifitas dan motivasi
7. Tingkat kecerdasan emosi yang kurang baik seperti sifat iri hati, dengki, sakit
hati, dendam, minder, depresi, mudah marah, tidak suka orang lain yang lebih
sukses, saling menjatuhkan kawan sekerja dan memfitnah sendiri.
2.2 Kinerja
2.2.1 Pengertian Kinerja
Kinerja atau sering dikatakan dengan istilah performance (prestasi kerja)
sebagai hasil dari penilaian atas keputusan-keputusan atau tindakan oleh semua
anggota organisasi merupakan sesuatu yang penting bagi perusahaan baik untuk
pihak intern maupun ekstern Bagi pihak intern kinerja dapat dipakai sebagai acuan
untuk membuat rencana yang lebih baik dimasa depan, sedangkan bagi pemilik
perusahaan, kinerja dapat dimanfaatkan untuk menilai sukses tidaknya manajer
dalam menjalankan perusahaan atau badan usaha. Hal ini berbeda dengan pihak
14
investor, investor memandang kinerja sebagai alat untuk menilai keberhasilan
perusahaan atau badan usaha sebagai dasar kelanjutan investasinya di perusahaan
atau badan usaha tersebut Bagi kreditur kinerja digunakan sebagai bahan
pertimbangan apakah kredit yang diajukan oleh perusahaan diterima atau ditolak.
Dan bagi karyawan, kinerja dapat dipakai untuk permintaan kenaikan
kesejahteraan. Dengan demikian tiap-tiap kelompok mempunyai sudut pandang
yang berbeda-beda mengenai kinerja. Karena sampai sekarang, belum ada
keragaman dalam mengartikannya.
2.2.2 Sistem Pengukuran Kinerja
Dalam pengukuran kinerja memiliki sasaran implementasi strategi, dalam
menetapkan sistem pengukuran kinerja manajemen puncak memilih serangkaian
ukuran-ukuran yang menunjukkan strategi perusahaan (Jemsly : 1997). Ukuran-
ukuran ini dapat dilihat sebagai faktor kesuksesan kritis saat ini dan masa depan.
Jika faktor ini diperbaiki, maka perusahaan telah menetapkan strateginya.
Kesuksesan suatu strategi tergantung pada strategi itu sendiri. Sistem pengukuran
kinerja secara ringkas merupakan mekanisme perbaikan lingkungan organisasi
agar berhasil dalam menerapkan strategi perusahaan. Adapun ukuran-ukuran
tersebut yang sering digunakan dalam sistem kinerja adalah:
a. Ukuran keuangan
Ukuran keuangan merupakan salah satu faktor yang menunjukkan
kesuksesan perusahaan. Laba dan pendapatan menunjukkan hasil keputusan
masa lalu yang telah diambil perusahaan.
15
b. Ukuran non keuangan
Ukuran non keuangan merupakan suatu pengukuran yang lebih
menekankan pada aspek selain keuangan pada suatu organisasi, contohnya
tingkat kepuasan pelanggan dan lain-lain.
2.2.3 Tujuan Pengukuran Kinerja
Untuk memperjelas tujuan pengukuran kinerja manajemen, maka penulis
mengemukakan beberapa pendapat diantaranya menurut Mulyadi (1997 : 419)
“Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik atas efektifitas operasional
suatu organisasi, bagan organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standard
and criteria yang telah ditetapkan sebelumnya”.
Sedangkan menurut Teuku Mirza (1997) dalam Manajemen usahawan No.
3 "Penilaian merupakan suatu hal yang sangat penting dalam proses perencanaan,
pengendalian dan proses transaksional karena melalui penilaian ini perusahaan
dapat memilih strategi dan struktur keuangan, menentukan phase out terhadap
unit-unit bisnis yang tidak produktif, menetapkan batas jasa (reward) interval dan
menentukan harga saham secara wajar”.
Dalam organisasi yang berorientasi pada laba maupun tidak yang semakin
tumbuh dan berkembang, manajer puncak sebagai penanggungjawab utama atas
keberhasilan perusahaan harus mampu mengelola organisasi secara efektif dan
efisien. Tanpa mengabaikan peran serta bawahan, agar semua harapan para stake
holder (pihak yang berkepentingan dengan perusahaan) dapat terwujud. Karena
nilai atas keberhasilan pengelolaan perusahaan dapat menunjukkan bagaimana
efektifitas kegiatan operasi yang dipercayakan kepadanya apakah ada peningkatan
16
atau penurunan dari periode sebelumnya dan dapat digunakan untuk mengambil
keputusan strategi selanjutnya.
Pengukuran atas hasil kerja pelaksanaan aktivitas perusahaan ini dapat
dimanfaatkan oleh manajer untuk:
1. Mengelola organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian
karyawan;
2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan;
3. Memberikan keharmonisan antara tujuan individu dengan tujuan organisasi
secara keseluruhan;
4. Memberi motivasi bagi manajer bawah dan karyawan;
5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan;
6. Menyediakan umpan balik bagi karyawan;
7. Menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan;
Terdapat 5 indikator mutu terkait dengan kinerja karyawan dalam
hubungan dengan pelayanan prima secara umum, yaitu (r) empathy (rasa empati),
yang berupa pemberian pelayanan dengan penuh perhatian dan sesuai kebutuhan
klien; (2) reliability (keteladanan), yang terdiri dari kemampuan provider untuk
memberikan pelayanan yang diharapkan secara akurat; (3) responsiveness (cepat
tanggap), yaitu keinginan untuk membantu dan menyediakan pelayanan yang
dibutuhkan dengan segera; (4) communication (komunikasi), yang berarti selalu
memberikan informasi yang sebaik-baiknya dan mendengarkan segala apa yang
disampaikan oleh klien; (5) caring (pengayoman), yaitu mudah dihubungi dan
selalu memberikan perhatian kepada klien.
17
Selanjutnya Cronin dan Taylor (l992) menyatakan bahwa kinerja adalah
suatu konsep yang berkaitan dengan sikap (attitude). Keberhasilan penerapan
pelayanan prima sangat dibutuhkan oleh sikap pemberi pelayanan (para manajer
dan pelaksana) dan juga sikap klien terhadap pelayanan yang diterima. Pada
prinsipnya penerapan konsep pelayanan prima mencakup semua segi yang
berkaitan dengan kepuasan dan pihak yang turut berkepentingan, yang melebihi
ekspektasi mereka.
Keberhasilan penerapan pelayanan prima pada bidang pelayanan
kesehatan pada aksinya diukur dengan derajat kepuasan pemakai. Secara lebih
khusus keberhasilan pelayanan prima adalah ukuran besar masalah kepuasan yang
didapat oleh pemakai dibandingkan dengan besar pengorbanan yang telah
dikeluarkannya.
2.2.4 Penilaian Kinerja Perawat
Menurut Swanburg (1987), Penilaian kinerja adalah alat yang paling dapat
dipercaya oleh manager perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan
produktifitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam
mengarahkan prilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan
dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manager dapat menggunakan
proses aprasial kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih,
bimbingan perencanaan karier, serta pemberian penghargaan kepada personal
perawat yang berkompeten.
Satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manager perawat guna
mencapai hasil organisasi adalah sistem penilaian pelaksanaan kerja perawat.
Melalui evaluasi regular dari setiap pelaksanaan kerja pegawai, manager dapat
18
mencapai beberapa tujuan. Hal ini berguna untuk membantu kepuasan perawat
dan untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka memberitahukan perawat yang
bekerja tidak memuaskan bahwa pelaksanaan kerja kurang serta menganjurkan
metode perbaikan, mengidentifikasi pegawai yang layak menerima promosi atau
kenaikan gaji, mengenal pegawai yang memenuhi syarat penugasan khusus
memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahannya serta menentukan
pelatihan dasar untuk pelatihan karyawan yang memerlukan bimbingan khusus.
Dalam merencanakan sistem penilaian pelaksanaan kinerja pegawai,
manager perawat sebaiknya menetapkan orang yang akan bertanggung jawab
untuk mengevaluasi setiap pekerja. Idealnya setiap supervisor pegawai terdekat
hendaknya mengevaluasi pelaksanaan kerjanya. Dimana satu orang mengevaluasi
kerja rekannya secara akurat, keduanya harus selalu mengadakan kontak yang
sering, langsung dan diperpanjang sehingga evaluator memiliki kesempatan untuk
menganalisa sampel yang memadai seluruh aspek dari pelaksanaan kerja pegawai.
Para ahli membantah tentang perlu seringnya diadakan pertemuan dimana
pelaksanaan kerja pegawai jasa keperawatan dievaluasi secara formal. Prakteknya
di kebanyakan lembaga adalah melakukan evaluasi terhadap masing - masing
pelaksanaan kerja perawat diakhir masa orientasi dan dilakukan setiap tahun. Di
beberapa organisasi, evaluasi pegawai diadakan setiap enam bulan sekali sehingga
praktek kerja yang baik dapat diperkuat serta kebiasaan kerja yang baik dapat
dihilangkan. Menurut Gillies (1996) untuk mengevaluasi bawahan secara tepat
dan adil, manager sebaiknya mengamati prinsip-prinsip tertentu. Evaluasi pekerja
sebaiknya didasarkan pada standart pelaksanaan kerja orientasi tingkah laku untuk
posisi yang ditempati. Karena diskripsi kerja dan standart pelaksanaan kerja
19
disajikan oleh pegawai selama masa orientasi sebagai tujuan yang harus
diusahakan, pelaksanaan kerjanya sebaiknya dievaluasi berkenaan dengan saran-
saran yang sama.
Dalam penelitian pelaksanaan kerja perawat sering ditemukan berbagai
permasalahan antara lain (Gillis, 1996):
1. Pengaruh Halo effect
Pengaruh halo effect adalah tendensi untuk menilai pelaksanaan kerja
bawahannya terlalu tinggi karena salah satu alasan. Misalnya pegawai yang
dekat dengan penilai keluarga dekat akan mendapatkan nilai yang tinggi dan
sebaliknya pegawai yang sering menyatakan pendapat yang tidak sesuai
dengan pendapat penilai akan mendapat nilai yang terendah.
2. Pengaruh horn
Pengaruh horn adalah kecenderungan untuk menilai pegawai lebih
rendah dari pelaksanaan kerja yang sebenarnya karena alasan-alasan tertentu.
Seorang pegawai yang pelaksanaan kerja diatas tingkat rata-rata sepanjang
tahun sebelumnya namun dalam beberapa hari penilaian pelaksanaan kerja
tahunannya telah melakukan kesalahan terhadap perawatan pasien atau
supervisi pegawai, cenderung menerima penilaian lebih rendah dari penilaian
sebenarnya.
Sedangkan meurut Nursalam dalam bukunya metodologi penelitian,
bahwa pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan penilaian kuesioner
dengan kriteria : - Baik : 76 % - 100 %
- Cukup : 56% - 75 %
- Kurang : ≤ 55 %
20
2.3 Kerangka Teori
Gambar 2.3 Kerangka Teori hubungan antara motivasi perawat dengan kinerja perawat di instalasi bedah sentral RSD Sidoarjo
21
Tiga poin penting dalam motivasi: 1. Kebutuhan 2. Dorongan 3. Tujuan 4. Lama kerja
Motivasi Perawat
Bentuk Motivasi: 1. intrinsik2. Ekstrinsik3. Terdesak
Kinerja perawat:- Empati- Responsiveness- Realibility- Communication- Caring
Pelayanan Prima
Peningkatan Kinerja
Teori-teori Motivasi: 1. Teori hirarki
kebutuhan2. Teori dua factor3. Teori X dan Teori Y
Kepuasan Pelanggan
2.4 Kerangka Konseptual Penelitian
Gambar 2.4 Kerangka Koseptual hubungan antara motivasi perawat dengan kinerja perawat di instalasi bedah sentral RSD Sidoarjo
Keterangan:
Yang diteliti
Yang tidak diteliti
2.5 Hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan antara motivasi kerja dan kinerja
perawatHipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif di
instalasi bedah sentral RSD Sidoarjo.
H¹ : Ada hubungan antara motivasi kerja dan kinerja perawat Hipotesis
dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif di instalasi bedah sentral
RSD Sidoarjo.
22
Motivasi Perawat :1. Kebutuhan2. Dorongan3. Tujuan
Kinerja Perawat:- Empati- Responsiveness- Realibility- Communication- Caring
Mutu Pelayanan
Tuntutan Masyarakat akan Pelayanan
Pelayanan Prima
Peningkatan Kinerja Perawat
Cukup
Kurang
Baik
Kepuasan Pelanggan
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab
pertanyaan peneliti dan mengantisipasi kesulitan yang mungkin timbul selama
proses penelitian (Buru & Groove, 1991 dikutip dari Nursalam & Siti Parian
2000).
Penelitian ini menggunakan desain Analitik Crossectional Corelation.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara variabel motivasi kerja
perawat dan variabel kinerja. Perawat yang mempunyai motivasi tinggi apakah
dapat menampilkan unjuk kerja yang lebih baik daripada perawat dengan motivasi
lebih rendah. Untuk menjelaskan hubungan antara variabel motivasi dan kinerja
perawat digunakan desain korelasi dengan kerangka sebagai berikut:
3.2 Populasi, Sampel dan Sampling
3.2.l Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang dapat terdiri manusia,
benda hewan gejala, nilai tes atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki
karakteristik tertentu didalam suatu penelitian (Nawawi, 1987).
Populasi dalam penelitian ini adalah perawat di instalasi Bedah sentral
RSD Sidoarjo berjumlah 60 orang.
23
3.2.2 Sampel
Sampel adalah seleksi dari keseluruhan populasi dan dianggap
representatif mewakili seluruh populasi.
Kriteria Inklusi :
- Perawat Pelaksana
- Tidak sedang cuti
- Bersedia di teliti
Kriteria eklusi :
← - Perawat non pelaksana
← - Cuti / ijin
3.2.3. Sampling
Jumlah populasi perawat di instalasi bedah sentral rumah sakit daerah
Sidoarjo adalah sebanyak 60 orang, maka sampel yang diperlukan dengan nilai
standar normal : 0.05 (1.96) dan tingkat kesalahan d = 0.05. Besar sampel
menurut Zainuddin 1999 diperoleh besar sampel menggunakan rumus sebagai
berikut:
N =
Keterangan:
n : perkiraan jumlah sampel
N : perkiraan besar Populasi
z : nilai standar normal, = 0.05 (1.96)
q : 1-p (100%-1)
d : tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0.05)
Perhitungan besar sampel:
24
n =
n =
n = 33,3 (dibulatkan menjadi 33 sampel)
3.2.4 Teknik Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan non
probability sampling dengan metode Purposive dimana peneliti akan mengambil
sampel 33 orang perawat yang diidentifikasi dan representatif dari 60 perawat
yang ada di bedah sentral rumah sakit daerah Sidoarjo.
3.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional
3.3.1 Variabel Independen (Bebas)
Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel
lain. Variabel bebas diamati dan diukur untuk diketahui hubungannya atau
pengaruhnya terhadap variabel lain. Variabel independen dalam penelitian ini
adalah motivasi kerja perawat
3.3.2 Variabel Dependen (Tergantung)
Variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel respon akan
muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-variabel lain. Dalam ilmu tingkat
laku, variabel tergantung adalah aspek tingkah laku yang diamati dari suatu
organisme yang dikenai stimulus. Dengan kata lain, variabel terikat adalah faktor
yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh
dari variabel bebas.
Variabel dependen penelitian ini adalah kinerja perawat.
3.3.3 Definisi Operasional
25
Tabel 3.3.3 Definisi Operasional
Variabel Definisi Parameter Alat ukur
skala ukur Skor
Variabel
independen
(bebas)
motivasi
perawat
terhadap
pekerjaannya
Motivasi adalah
segala sesuatu
yang mendorong
hati untuk
melakukan
pekerjaannya
-Kebutuhan -Dorongan -Tujuan
Skala:
Ordinal
Alat ukur:
Kuesioner
11 – 22 = rendah
23 – 33 = sedang
34 – 44 = tinggi
Variabel
dependen
(tergantung)
kinerja
perawat
Segala sesuatu
yang dihasilkan
oleh perawat
setelah
melakukan
asuhan
keperawatan
pasien
- Empati
- Responsiveness
- Realibility
- Communication
- Caring-
Skala
pengukuran:
Ordinal
Alat ukur:
Quesioner /
format
penilaian
kinerja
≤ 55 % =
kurang
56 – 75 % =
cukup
76 - 100% =
baik
3.4. Prosedur Penelitian
Peneliti akan mengambil data dari ruang rawat inap sejumlah 33 (tiga
puluh tiga) orang perawat responden dengan cara kuota sampel. Dalam hal ini
peneliti akan melakukan dengan bekerja sama dengan kepala ruang masing-
masing responden.
Dalam melakukan penelitian, peneliti akan melengkapi proses perijinan
penelitian dari Rumah Sakit Daerah Sidoarjo, memberikan persetujuan responden
sebagai sampel penelitian dan pelaksana penelitian kami lakukan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
26
3.4.1 Kerangka Kerja
Kerangka kerja pada penelitian ini adalah seperti bagan dibawah ini :
Gambar 3.4.1. Kerangka Kerja hubungan antara motivasi perawat dengan kinerja perawat di instalasi bedah sentral RSD Sidoarjo
27
Populasi : Seluruh Perawat Instalasi Bedah Sentral RSD Sidoarjo
Besar sampel yaitu semua pasien yang sesuai
dengan kriteria inklusi sebanyak 33 orang
Pengumpulan data Dengan instrument questioner dan check list
Analisa data Ditabulasi dan dikoding dengan menggunakan uji statistik korelasi Spearman (Windows SPSS 17)
Penyajian data dengan menggunakan tabel
Desiminasi hasil yaitu kinerja Baik, Cukup, Kurang
Sampling : Concecutive sampling
3.5. Pengumpulan data
Data dikumpulkan melalui kuisioner yang diisi oleh responden. Sebelum
mengisi kuisioner diberi penjelasan cara pengisian, yaitu responden diminta
memilih salah satu jawaban dengan tanda centang pada kuisioner.
3.5.1. Instrumen Penelitian
Instrumen yang dipakai dalam pengumpulan data adalah kuisioner dan
check list. Kuisioner dipakai untuk mengumpulkan data tentang motivasi dari
perawat, sedangkan check list digunakan untuk penilaian kinerja perawat (A. Dale
Timpe, 1982).
3.5.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dilakukan penelitian. Lokasi penelitian
dilakukan di instalasi bedah sentral Rumah Sakit Umum Daerah Pemerintah
Kabupaten Daerah tingkat II Sidoarjo. Terletak di jalan Mojopahit No. 667
Sidoarjo. Penelitian akan melakukan penelitian pada perawat di instalasi bedah
sentral yang terdiri dari: Ruang RR, Anastesi, dan kamar operasi
3.6. Cara Analisis Data
3.6.1. Langkah-langkah Analysa Data
Editing adalah : upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh
atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau
setelah data terkumpul.
Coding : merupakan kegiatan pemberian kode numerik atau angka terhadap data
yang terdiri atas beberapa kategori. Dalam pemberian kode dapat dibuat juga
28
daftar kode yang artinya : dalam satu buku ( Coding Book ) untuk memudahkan
kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.
Soring : digunakan pada kedua variabel bebas dan tergantung / Variabel
dependen dan independen.
Tabulasing : Setelah data lengkap, data dikelompokkan, ditabulasi dan disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dilakukan perhitungan
( Hidayat, 2007 )
Hubungan antara motivasi kerja dan kinerja perawat dianalisis melalui
analisa hubungan korelasional. Data yang diperoleh akan dianalisa dan
diprosentasikan dari masing-masing kuisioner. selain itu juga akan dibuat
gambaran dari data umum yang diperoleh seperti masa kerja jenis kelamin dan
tingkat pendidikan responden.
Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan koding dan scoring setelah itu
data dihitung dan ditabulasi dengan menggunakan teknik prosentase. Untuk data
yang bersifat kuantitatif menggambarkan prosentase sebagai pendukung dalam
interpretasi. Setelah prosentase diketahui kemudian hasilnya di interpretasikan
dengan kriteria :
a.Motivasi Kerja
Scoring : Sangat Setuju ( SS ) : 4
Setuju ( S ) : 3
Tidak Setuju ( TS ) : 2
Sangat Tidak Setuju : 1
Interpretasi :
Rendah : 11 – 22
29
Sedang : 23 – 34
Tinggi : 35 – 44
b.Kinerja Perawat
Scoring : Bila telah dilakukan sepenuhnya dengan tepat : 4
Bila dilakukan sepenuhnya namun tidak tepat : 3
Bila dilaksanakan hanya sebagian : 2
Bila hanya sedikit yang dilaksanakan : 1
Bila tidak dikerjakan sama sekali : 0
Interpretasi :
Baik : 76 % - 100 %
Cukup : 56% - 75 %
Kurang : ≤ 55 % ( Nursalam, 2003 )
Hubungan antara variabel dianalisa dengan analisis deskriptif dan analisis
statistic. Analisa deskriptif dalam penelitian ini akan disajikan dalam bentuk
tabulasi yang menggambarkan besarnya kejadian masing-masing variabel,
sedangkan untuk mendiskripsikan hubungan motivasi pekerjaan dan kinerja
perawat digunakan tabulasi silang.
Uji statistic yang dipakai adalah korelasi Spearman (Windows SPSS 17) dengan
tingkat signifikansi p <0,05.
3.7. Etika Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti membuat :
(1) Lembar persetujuan menjadi partisipan. Lembar ini diberikan kepada seluruh
partisipan atau responden sebelum mengisi format penilaian pelaksanaan
kerja pegawai atau perawat maupun tes minat jabatan, dengan tujuan
30
partisipan mengetahui tujuan penelitian. Jika partisipan setuju dan bersedia
maka responden/partisipan menandatangani lembaran tersebut.
(2) Anonymity
Dalam menjawab pertanyaan atau mengisi tes minat jabatan dan
evaluasi penilaian kerja perawat partisipan tidak perlu mencantumkan nama
pada lembar format/tes tersebut. Peneliti akan memberikan koding pada
masing-masing format yang dibagikan.
(3) Confidentially
Informasi yang telah diberikan oleh partisipan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti. Hanya data-data tertentu saja yang akan disajikan sebagai hasil
penelitian.
3.8. Keterbatasan
Keterbatasan dan kelemahan dalam penelitian ini:
(1) Sample yang digunakan terbatas hanya pada satu instalasi rawat inap di
Rumah Sakit Sidoarjo saja sehingga tidak mewakili dalam skala regional
maupun nasional
(2) Subyek mungkin setuju untuk menjadi responden namun karena keterbatasan
waktu dan banyaknya tugas bias terjadi kesalahan atau kurang lengkapnya
pengisian formulir.
(3) Pengaruh dari luar
Jawaban dari subyek dapat dipengaruhi orang di sekitarnya.
(4) Penilaian motivasi dan kinerja oleh responden bisa terjadi subyektifitas oleh
karena jabatan peneliti sebagai kepala bidang keperawatan sehingga ada
kemungkinan keterkaitan emosional
31
(5) Keterbatasan peneliti sendiri: kurangnya keterampilan dan pengalaman dalam
pengumpulan data berdampak terhadap data yang dikumpulkan dan dalam
menggali atau menghubungkan dengan data lain dibalik semua data yang
didapatkannya.
32