47
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era perdagangan bebas Asean ( AFTA ) sudah dimulai tahun 2003 dan disusul dengan Asia Pasifik (APEC) tahun 2010 dan 2020 untuk sedunia, dimana keperawatan dituntut untuk mampu menyiapkan tenaga perawaat mampu berkompetensi dalam memenuhi standar global antara lain : mampu memanfaatkan alih ilmu pengetahuan dan teknologi, menguasai komunikasi internasional termasuk menggunakan teknologi informasi, menguasai pengetahuan perawatan transkultural. ( Sheal 2003 ). Fenomena saat ini bahwa makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan soaial ekonomi masyarakat dan makin berkembangnya jumlah dan jenis sarana pelayanan kesehatan maka akan mendorong makin tajamnya perhatian dan tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan. Kebutuhan dan tuntutan masyarakat tersebut akan menuntut tenaga kesehatan khususnya perawat untuk lebih bersifat aktif dalam meningkatkan sumber daya (SDM) melalui

bab 1 -3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: bab 1 -3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Era perdagangan bebas Asean ( AFTA ) sudah dimulai tahun 2003 dan

disusul dengan Asia Pasifik (APEC) tahun 2010 dan 2020 untuk sedunia, dimana

keperawatan dituntut untuk mampu menyiapkan tenaga perawaat mampu

berkompetensi dalam memenuhi standar global antara lain : mampu

memanfaatkan alih ilmu pengetahuan dan teknologi, menguasai komunikasi

internasional termasuk menggunakan teknologi informasi, menguasai

pengetahuan perawatan transkultural. ( Sheal 2003 ). Fenomena saat ini bahwa

makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan soaial ekonomi masyarakat dan

makin berkembangnya jumlah dan jenis sarana pelayanan kesehatan maka akan

mendorong makin tajamnya perhatian dan tuntutan masyarakat terhadap mutu

pelayanan. Kebutuhan dan tuntutan masyarakat tersebut akan menuntut tenaga

kesehatan khususnya perawat untuk lebih bersifat aktif dalam meningkatkan

sumber daya (SDM) melalui peningkatan pengetahuan/pendidikan serta

peningkatan motivasi kerja perawat terhadap pelayanan keperawatan agar sesuai

dengan kebutuhan pelanggan /masyarakat. Akhir – akhir ini tampak diberbagai

rumah sakit khususnya di instalasi bedah sentral RSD Sidoarjo bahwa

menunjukkan adanya kondisi gairah kerja atau motivasi kerja perawat yang relatif

kurang (monday morning, 26-02-2007). Keadaan yang terjadi saat ini adalah tidak

sedikit keluhan yang ditimbulkan oleh karena kinerja perawat yang belum

optimal. Keluhan datang dari pelanggan internal (profesi diluar keperawatan misal

Page 2: bab 1 -3

dokter, ahli gizi, bagian laboratorium dan lain-lain) maupun pelanggan

eksternal(pasien dan keluarganya).

Berdasarkan data kepegawaian di instalasi bedah sentral RSD Sidoarjo

dilaporkan bahwa jumlah tenaga perawat keseluruhan adalah 60 orang. Hasil

pengamatan peneliti selama 3 bulan terakhir ( januari,februari, dan maret 2010 )

menunjukkan bahwa terdapat tanda-tanda adanya motivasi kerja perawat yang

kurang. Hal ini menunjukkan dengan adanya keterlambatan datang, waktu dinas

tidak langsung masuk ke ruangan.Hasil survey awal tanggal 14 april 2010

terhadap 10 perawat didapatkan hasil 2(20%) perawat motivasi tinggi, 4(40%)

perawat motivasi sedang dan 4 (40%) motivasi kurang.

Keadaan pelayanan yang demikian merupakan masalah yang cukup serius

untuk dapat segera ditangani menjadi lebih baik agar kepercayaan masyarakat

dapat ditingkatkan atau rumah sakit akan ditinggalkan oleh pelangannya dan

memilih menjadi pelanggan rumah sakit lainnya atau bahkan bisa jadi memilih

mendapatkan pelayanan di luar negeri.Pelayanan keperawatan yang kurang

optimal adalah tanggung jawab semua pihak manajemen rumah sakit. Beberapa

upaya tersebut sudah dilakukan manajemen rumah sakit dengan berbagai gaya

kepemimpinan dan cara pendekatan. Upaya-upaya tersebut antara lain dengan

pengawasan ketat dan otoriter di tempat kerja, memohon dan merayu serta

berperan setara dengan karyawan. Sedangkan pendekatan karyawan dengan

memberikan insentif akan memberikan kegairahan sesaat. Pendekatan lain yang

dilakukan adalah dengan memberi kesempatan untuk meningkatkan jenjang

pendidikan formal melalui sekolah dan pelatihan-pelatihan lain. Pendekatan ini

diharapkan dapat meningkatkan motivasi dengan meningkatkanya kepercayaan

2

Page 3: bab 1 -3

dan harga diri perawat. Oleh karena motivasi sifatnya individual atau bergantung

pada sifat bawaan masing-masing individu menuntut para pimpinan untuk

mengambil pendekatan tidak langsung, menciptakan suasanan organisasi melalui

suasana kerja yang mendukung karyawan untuk lebih produktif. Selain itu juga

motivasi adalah hal yang sangat penting mengingat motivasi seseorang dapat

berubah seiring dengan perubahan informasi dan keadaan yang ada, sehingga pada

akhirnya perawat dapat melaksanakan tugas, peran dan fungsinya secara optimal

sesuaistandart asuhan keperawatan.

Dalam meningkatkan kinerja perawat, manajemen sumber daya manusia

harus memperhatikan karesteristik (sifat bawaan) dan motivasi tiap individu dan

tingkata motivasi agar dapat ditingkatkan dengan lebih baik. Selain karasteristik

dan motivasi, faktor organisasi, pekerjaan dan faktor kebutuhan manusia juga

merupakaan hal penting untuk diperhatikan. Hal tersebut disebabkan karena setiap

individu mempunyai perbedaan dalam menyikapi pekerjaan. Bertitik tolak dari

latar belakang masalah diatas, peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan

judul “ Hubungan antara Motivasi dengan Kinerja Perawat di Instalasi Bedah

sentral rumah sakit umum sidoarjo “.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara motivasi dengan kinerja perawat di instalasi

bedah sentral RSUD Sidoarjo ?

3

Page 4: bab 1 -3

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan motivasi kerja dengan kinerja perawat di instalsi

bedah sentral RSUD Sidoarjo.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi motivasi kerja perawat di instalasi bedah sentral rumah sakit

umum sidoarjo.

2. Mengidentifikasi kinerja perawat di instalasi bedah sentral rumah sakit umum

sidoarjo.

3. Menganalisa hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat di

instalasi bedah sentral RSU Sidoarjo.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi manajemen

rumah sakit sehingga dapat memberikan masukan untuk mencapai produktifitas

yang diharapkan bagi rumah sakit.

1.4.2 Bagi Peneliti

Merupakan wahana untuk menerapkan ilmu yang peneliti peroleh selama

mengikuti pendidikan sekaligus memperluas pengetahuan dan wawasan peneliti

terhadap hubungan antara motivasi dan kinerja perawat di instalasi bedah sentral

RSU Sidoarjo.

4

Page 5: bab 1 -3

1.4.3 Bagi Pendidikan Keperawatan

Sebagai alat ukur bagi institusi bahwa mahasiswa telah melalui proses

yang benar dalam melakukan penelitian.

1.4.4 Bagi Profesi

Dapat menunjukkan eksistensi perawat sebagai profesi.

Menunjukkan partisipasi dalam pengembangan pelayanan kesehatan.

Dapat mengikuti perkembangan tuntutan masyarakat.

5

Page 6: bab 1 -3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas tentang motivasi, kinerja perawat, penilaian

kerja perawat, alat penilaian kinerja perawat permasalahan dalam penilaian

pekerjaan. Selain itu juga digambarkan garis besar kerangka konsep dan

perumusan hipotesa.

2.1 Motivasi

2. 1.1 Pengertian Motivasi

Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota

organisasi mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau

keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan

yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan dalam rangka pencapaian

tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan (Siagian, 1995).

Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak

sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Usaha-usaha yang

dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu, tergerak melakukan

suatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat

keputusan atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya (Kamus Bahasa

Indonesia, Anton Mulyono, 1988).

Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk

melakukan sesuatu. Motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong

seseorang melakukan pekerjaan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam

berperilaku (Sbordeel & Kaluany 1994) dikutip dari Nursalam MNurs.

6

Page 7: bab 1 -3

Motivasi dikutip dari Nursalam adalah karakteristik psikologi manusia

yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk

faktor-faktor yang menyebabkan mengalirkan dan mempertahankan tingkah laku

manusia (Stroner & Freeman, 1995).

Dari berbagai definisi motivasi Stanford (1970) ada tiga poin penting

dalam pengertian motivasi yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan dan tujuan

baik psikologis maupun fisiologis. Dorongan merupakan arahan untuk memenuhi

kebutuhan tadi, sedangkan tujuan adalah akhir dari satu siklus motivasi (Luthans,

1998).

Definisi kebutuhan menjelaskan tentang seberapa besar system tersebut

dibutuhkan dalam realitas kehidupan. Dengan adanya definisi kebutuhan akan

dapat diketahui system seperti apakah yang dibutuhkan dalam realita. Definisi

kebutuhan meliputi survey kebutuhan yang menjelaskan karakteristik system yang

dibutuhkan oleh pengguna, alasan kebutuhan memaparkan tentang alasan

mengapa karakteristik system tersebut dibutuhkan.

(http://prawira87.wordpress.com/2009/01/13/bab-ii-definisi-kebutuhan).

Pada dasarnya dorongan itu hanya dua, yaitu untuk meraih kenikmatan atau

menghindari dari rasa sakit atau kesulitan. Uang bisa menjadi motivasi

kenikmatan maupun motivasi menghindari rasa sakit. Jika kita memikirkan uang

supaya kita tidak hidup sengsara, maka disini alasan seseorang mencari uang

untuk menghindari rasa sakit. Sebaliknya ada orang yang mengejar uang karena

ingin menikmati hidup, maka uang sebagai alasan seseorang untuk meraih

kenikmatan.

7

Page 8: bab 1 -3

Sedangkan definisi tujuan adalah sasaran atau hasil yang diinginkan/ harapan

akhir yang ingin dicapai seseorang / The final purpose or aim; the end to which a

person aims to reach or attain.

2.1.2 Bentuk Motivasi

Menurut stoner & freeman, 1995 menurut bentuknya motivasi terdiri dari:

1. Motivasi intrinsik yaitu motivasi dari dalam diri individu

2. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu

3. Motivasi terdesak yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan

munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali.

2. 1.3 Teori-teori Motivasi

a. Teori hierarki kebutuhan (Need hierarki theory)

Kerangka Maslow mengelompokkan semua kebutuhan dalam lima

kategori yaitu:

l. Fisiologis

2. Keselamatan

3. Sosial

4. Penghargaan

5. Perwujudan diri

Kebutuhan fisik adalah Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang paling

dasar yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan biologis seperti makanan,

minuman, pakaian dan papan tempat berteduh. Kebutuhan rasa aman adalah

kebutuhan atas perlindungan dari gangguan pihak lain baik yang berasal dari

manusia lain maupun dari makhluk lain seperti binatang buas dan sebagainya.

Pemenuhan kebutuhan ini dapat berupa pemilikan alat-alat perlindungan, alat

8

Page 9: bab 1 -3

pertahanan diri, persenjataan, alat tanda bahaya dan sebagainya. Kebutuhan rasa

aman akan muncul setelah kebutuhan fisik terpenuhi.

Setelah kebutuhan urutan kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman terpenuhi

maka akan muncul kebutuhan urutan ketiga yaitu kebutuhan sosial. Kebutuhan

sosial adalah berupa kebutuhan untuk bergaul dengan manusia lain atau anggota

masyarakat yang lain. Kebutuhan ini dapat berupa memberi dan menerima rasa

cinta kasih, rasa diterima dalam kelompok rasa membutuhkan dan dibutuhkan rasa

berteman atau bekerja sama. Apabila kebutuhan urutan ketiga ini telah terpenuhi

maka akan muncul kebutuhan berikutnya yaitu kebutuhan akan penghargaan diri

(harga diri). Kebutuhan ini dapat berupa lima tuntutan atau keinginan untuk

dianggap sebagai pimpinan yang baik, sekretaris yang baik, dosen yang rajin,

karyawan yang berprestasi, mahasiswa teladan dan sebagainya.

Kebutuhan pada urutan terakhir adalah kebutuhan atas aktualisasi diri

yaitu suatu kebutuhan untuk menunjukkan kepribadian khusus seseorang, dengan

mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Kebutuhan ini dapat berupa

keinginan seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang dapat diakui oleh umum

bahwa hasil karyanya sangat baik dan bermanfaat bagi masyarakat atau orang

lain. Dari beberapa urutan kebutuhan manusia tersebut di atas apabila kebutuhan

yang paling dasar sudah terpenuhi maka kebutuhan tingkat berikutnya menjadi

dominan dan kebutuhan yang lain akan menjadi kurang dominan atau pada

hierarkhi yang rendah.

b. Teori Dua Faktor (Motivator-Hygiene Theory)

Faktor berupa pengaruh lingkungan kerja, yaitu antara lain berupa

hubungan dengan supervisor, hubungan dengan teman kerja rasa tidak aman

9

Page 10: bab 1 -3

dalam bekerja, kondisi kerja, status pekerjaan atau jabatan, serta gaji yang cukup.

Tersedianya faktor kesehatan berarti terciptanya lingkungan kerja yang sehat baik

sehat fisik maupun sehat mental (Gitosudarmo, 1986: 82).

Kedua faktor yaitu satisfier faktor dan hygiene faktor harus tersedia atau

disediakan oleh manajer sehingga terjadi dorongan untuk bekerja bersama secara

efektif dan efisien. Implikasi teori ini bahwa seorang pekerja mempunyai

dorongan untuk berkarya tidak sekedar mencari nafkah akan tetapi sebagai

wahana untuk memuaskan berbagai kepentingan dan kebutuhannya,

bagaimanapun kebutuhan itu dikategorisasikan (Siagian, 1 995: 165).

c. Teori X dan Teori Y

Menurut Gregor dalam Gitosudarmo (1986: 83) terdapat dua macam sikap

dasar dari setiap orang yaitu:

l) Sikap dasar yang didasari oleh teori X

Dalam teori ini diasumsikan bahwa pada dasarnya manusia memiliki sifat

malas, lebih senang kepadanya diberikan petunjuk-petunjuk praktis saja daripada

diberikan kebebasan berfikir dan memilih atau mengambil keputusan. Dalam hal

ini mereka tidak senang menerima tanggung jawab, dia hanya menyenangi haknya

saja setia selalu ingin aman. Motivasi kerja hanyalah untuk mendapatkan uang

atau finansial saja (motif finansial). Manajer yang mendasarkan teori ini akan

melakukan pengawasan sangat ketat dengan tidak memberikan kebebasan kepada

bawahan, pekerjaan disusun dengan berstruktur secara rapi dan teliti, sedangkan

pekerja tinggal mengikuti petunjuk-petunjuk pelaksanaan kerja tanpa kebebasan,

kemudian memberikan hukuman atau paksaan dan hadiah atau ganjaran.

Kebijaksanaan manajer dengan teori X mengandung bahaya karena pengawasan

10

Page 11: bab 1 -3

yang terlalu ketat dan tanpa kebebasan akan menimbulkan perlawanan dan

ketidakpuasan. Teori X banyak menunjukkan kebenaran pada masyarakat yang

masih berpendidikan rendah yang pada umumnya mereka masih mendasarkan diri

pada motif fisik dan rasa aman saja.

2) Sikap dasar yang dilandasi oleh teori Y

Teori Y berasumsi bahwa manusia pada dasarnya senang bekerja. Bekerja

adalah faktor alamiah bagi orang dewasa seperti halnya bermain bagi anak-anak

kecil. Oleh karena itu sebenarnya dimanapun dan kapanpun setiap orang dewasa

akan selalu mencoba untuk bekerja. Dalam hal ini, manusia akan selalu bekerja

untuk mencapai tujuannya. Pengendalian dan penempatan diri sendiri merupakan

dasar motivasi kerja guna mencapai tujuan organisasi.

NRF Maier yang dikutip oleh Jan Berkhoret yang disusunan A. Dale

Timpe mengusulkan bahwa istilah motivasi hanya dibatasi penggunaannya untuk

individu dan merupakan proses psikologis intern. Menurut DR A.A Anwar Prabuy

Mangkunegoro, Misi motivasi terbentuk dari sikap (attitude) dalam menghadapi

situasi di tempat kerja. Motivasi merupakan kondisi atau energi yang

menggerakkan karyawan ke arah tujuan organisasi. Sikap mental karyawan yang

positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk

mencapai kerja optimal. Sikap mental karyawan haruslah memiliki sikap yang

siap sedia secara psiko-fisik (siap secara mental, fisik, situasi dan tujuan) artinya

karyawan bekerja secara mental siap, fisik sehat, memahami situasi dan kondisi

serta berusaha keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi).

Menurut Feinberg dkk (1996), diantara beberapa faktor yang

mempengaruhi motivasi seseorang pada garis besarnya dapat terbagi menjadi

11

Page 12: bab 1 -3

beberapa hal antara lain sifat bawaan, kondisi pekerjaan (Job conditioning),

sistem pendukung bekerja (support system), dan pribadi pekerja (worker). Sikap

pribadi pekerja yang positif adalah yang dapat menampilkan kerja keras,

berorientasi pada masa depan mempunyai tingkat cita-cita yang tinggi,

berorientasi pada tugas dan sasaran, selalu berusaha untuk maju, tekun selalu

memanfaatkan waktu dengan baik merupakan teman kerja yang menyenangkan

dan selalu menjaga hubungan baik dengan rekan kerja dan atasan.

Sifat bawaan atau karakteristik adalah satu faktor yang mendorong

motivasi seorang individu, sifat bawaan tersebut ditunjukkan dengan ciri-ciri

sebagai berikut yang dirangkum dari pendapat David C Mc Clelland (1961),

Edward Murray (1957) yang dikutip dari Dr. AA Azwar Prabu Mangkunegara

Msi dan didasarkan kepada dimensi pusat penilaian manajemen (Bray, 1992) yang

dikutip dalam buku seri manajemen sumber daya manusia A Dale Timpe.

Faktor-faktor yang menjadi dasar dari motivasi adalah sifat bawaan

individu. Sifat bawaan tersebut ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut

(Davine Mc. Clelland, 1961)

1. Kerja keras: Pekerja keras selalu mengutamakan pekerjaan dibandingkan

dengan kegiatan di luar pekerjaan, selalu menunjukkan pengabdian kepada

pekerjaan, mengorbankan kegiatan di luar pekerjaan demi pekerjaan itu

sendiri. Senang mendapat tugas yang menantang dan mencari pengalaman atas

hasil kerjanya.

2. Orientasi masa depan: Individu mempunyai kecenderungan memperhitungkan

masa depan, berjuang untuk mencapai sesuatu, punya perencanaan dari

12

Page 13: bab 1 -3

bekerja selalu mempunyai arah yang ingin dicapai dengan membuat target-

target yang harus dicapai.

3. Tingkat cita-cita yang tinggi: Individu dengan tingkat cita-cita yang tinggi

mempunyai tuntutan terhadap dirinya sangat tinggi, mempunyai disiplin diri

yang tinggi. Individu bekerja lebih banyak dari target-target yang sudah

ditetapkan sendiri.

4. Orientasi tugas atau sasaran: Pribadi yang berorientasi terhadap tugas apabila

diberikan tugas dan kepercayaan akan berusaha sebaik-baiknya tidak mudah

menyerah dan selalu melakukan hal-hal yang terbaik untuk mencapai sasaran.

5. Usaha untuk maju: Individu mempunyai kecenderungan bersikap tuntas dan

menentukan dalam mengambil keputusan selalu mencari dan mengkaji

alternatif dan informasi, tidak ragu-ragu untuk mencapai posisi yang

diinginkan setelah informasi didapatkan.

6. Ketekunan: Individu dengan motivasi tinggi akan bekerja secara tekun pada

proyek atau pekerjaan yang dapat mempengaruhi karir daripada mengerjakan

tugas rutin lainnya. selalu merencanakan masa depan dan bertindak sesuai

rencana itu.

7. Rekan kerja yang dipilih : Individu ini mempunyai perilaku yang

menghormati kepada atasan, mencoba meninggalkan kesan yang baik.

Mengembangkan persahabatan dengan orang-orang yang dipilih dan

mempunyai perhatian yang lebih pada yang lain.

8. Pemanfaatan waktu: Individu dengan motivasi tinggi sangat menghargai

waktu bekerja dengan efisien, tidak mempunyai waktu untuk bersenang-

senang dan sangat sibuk untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

13

Page 14: bab 1 -3

Sedangkan individu yang motif berprestasi rendah atau negatif dapat

dikemukakan oleh David C Mc Clelland, Evertthagen dan Daniel Coleman antara

lain:

1. Kurang memiliki tanggung jawab pribadi dalam mengerjakan sesuatu

pekerjaan atau kegiatan

2. Memiliki program kerja tetapi tidak didasarkan pada rencana dan tujuan yang

realistik serta lemah melaksanakannya

3. Bersikap apatis dan tidak percaya diri

4. Ragu-ragu dalam mengambil keputusan

5. Tindakannya kurang terarah pada tujuan

6. Tidak mempunyai kreatifitas dan motivasi

7. Tingkat kecerdasan emosi yang kurang baik seperti sifat iri hati, dengki, sakit

hati, dendam, minder, depresi, mudah marah, tidak suka orang lain yang lebih

sukses, saling menjatuhkan kawan sekerja dan memfitnah sendiri.

2.2 Kinerja

2.2.1 Pengertian Kinerja

Kinerja atau sering dikatakan dengan istilah performance (prestasi kerja)

sebagai hasil dari penilaian atas keputusan-keputusan atau tindakan oleh semua

anggota organisasi merupakan sesuatu yang penting bagi perusahaan baik untuk

pihak intern maupun ekstern Bagi pihak intern kinerja dapat dipakai sebagai acuan

untuk membuat rencana yang lebih baik dimasa depan, sedangkan bagi pemilik

perusahaan, kinerja dapat dimanfaatkan untuk menilai sukses tidaknya manajer

dalam menjalankan perusahaan atau badan usaha. Hal ini berbeda dengan pihak

14

Page 15: bab 1 -3

investor, investor memandang kinerja sebagai alat untuk menilai keberhasilan

perusahaan atau badan usaha sebagai dasar kelanjutan investasinya di perusahaan

atau badan usaha tersebut Bagi kreditur kinerja digunakan sebagai bahan

pertimbangan apakah kredit yang diajukan oleh perusahaan diterima atau ditolak.

Dan bagi karyawan, kinerja dapat dipakai untuk permintaan kenaikan

kesejahteraan. Dengan demikian tiap-tiap kelompok mempunyai sudut pandang

yang berbeda-beda mengenai kinerja. Karena sampai sekarang, belum ada

keragaman dalam mengartikannya.

2.2.2 Sistem Pengukuran Kinerja

Dalam pengukuran kinerja memiliki sasaran implementasi strategi, dalam

menetapkan sistem pengukuran kinerja manajemen puncak memilih serangkaian

ukuran-ukuran yang menunjukkan strategi perusahaan (Jemsly : 1997). Ukuran-

ukuran ini dapat dilihat sebagai faktor kesuksesan kritis saat ini dan masa depan.

Jika faktor ini diperbaiki, maka perusahaan telah menetapkan strateginya.

Kesuksesan suatu strategi tergantung pada strategi itu sendiri. Sistem pengukuran

kinerja secara ringkas merupakan mekanisme perbaikan lingkungan organisasi

agar berhasil dalam menerapkan strategi perusahaan. Adapun ukuran-ukuran

tersebut yang sering digunakan dalam sistem kinerja adalah:

a. Ukuran keuangan

Ukuran keuangan merupakan salah satu faktor yang menunjukkan

kesuksesan perusahaan. Laba dan pendapatan menunjukkan hasil keputusan

masa lalu yang telah diambil perusahaan.

15

Page 16: bab 1 -3

b. Ukuran non keuangan

Ukuran non keuangan merupakan suatu pengukuran yang lebih

menekankan pada aspek selain keuangan pada suatu organisasi, contohnya

tingkat kepuasan pelanggan dan lain-lain.

2.2.3 Tujuan Pengukuran Kinerja

Untuk memperjelas tujuan pengukuran kinerja manajemen, maka penulis

mengemukakan beberapa pendapat diantaranya menurut Mulyadi (1997 : 419)

“Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik atas efektifitas operasional

suatu organisasi, bagan organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standard

and criteria yang telah ditetapkan sebelumnya”.

Sedangkan menurut Teuku Mirza (1997) dalam Manajemen usahawan No.

3 "Penilaian merupakan suatu hal yang sangat penting dalam proses perencanaan,

pengendalian dan proses transaksional karena melalui penilaian ini perusahaan

dapat memilih strategi dan struktur keuangan, menentukan phase out terhadap

unit-unit bisnis yang tidak produktif, menetapkan batas jasa (reward) interval dan

menentukan harga saham secara wajar”.

Dalam organisasi yang berorientasi pada laba maupun tidak yang semakin

tumbuh dan berkembang, manajer puncak sebagai penanggungjawab utama atas

keberhasilan perusahaan harus mampu mengelola organisasi secara efektif dan

efisien. Tanpa mengabaikan peran serta bawahan, agar semua harapan para stake

holder (pihak yang berkepentingan dengan perusahaan) dapat terwujud. Karena

nilai atas keberhasilan pengelolaan perusahaan dapat menunjukkan bagaimana

efektifitas kegiatan operasi yang dipercayakan kepadanya apakah ada peningkatan

16

Page 17: bab 1 -3

atau penurunan dari periode sebelumnya dan dapat digunakan untuk mengambil

keputusan strategi selanjutnya.

Pengukuran atas hasil kerja pelaksanaan aktivitas perusahaan ini dapat

dimanfaatkan oleh manajer untuk:

1. Mengelola organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian

karyawan;

2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan;

3. Memberikan keharmonisan antara tujuan individu dengan tujuan organisasi

secara keseluruhan;

4. Memberi motivasi bagi manajer bawah dan karyawan;

5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan;

6. Menyediakan umpan balik bagi karyawan;

7. Menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan;

Terdapat 5 indikator mutu terkait dengan kinerja karyawan dalam

hubungan dengan pelayanan prima secara umum, yaitu (r) empathy (rasa empati),

yang berupa pemberian pelayanan dengan penuh perhatian dan sesuai kebutuhan

klien; (2) reliability (keteladanan), yang terdiri dari kemampuan provider untuk

memberikan pelayanan yang diharapkan secara akurat; (3) responsiveness (cepat

tanggap), yaitu keinginan untuk membantu dan menyediakan pelayanan yang

dibutuhkan dengan segera; (4) communication (komunikasi), yang berarti selalu

memberikan informasi yang sebaik-baiknya dan mendengarkan segala apa yang

disampaikan oleh klien; (5) caring (pengayoman), yaitu mudah dihubungi dan

selalu memberikan perhatian kepada klien.

17

Page 18: bab 1 -3

Selanjutnya Cronin dan Taylor (l992) menyatakan bahwa kinerja adalah

suatu konsep yang berkaitan dengan sikap (attitude). Keberhasilan penerapan

pelayanan prima sangat dibutuhkan oleh sikap pemberi pelayanan (para manajer

dan pelaksana) dan juga sikap klien terhadap pelayanan yang diterima. Pada

prinsipnya penerapan konsep pelayanan prima mencakup semua segi yang

berkaitan dengan kepuasan dan pihak yang turut berkepentingan, yang melebihi

ekspektasi mereka.

Keberhasilan penerapan pelayanan prima pada bidang pelayanan

kesehatan pada aksinya diukur dengan derajat kepuasan pemakai. Secara lebih

khusus keberhasilan pelayanan prima adalah ukuran besar masalah kepuasan yang

didapat oleh pemakai dibandingkan dengan besar pengorbanan yang telah

dikeluarkannya.

2.2.4 Penilaian Kinerja Perawat

Menurut Swanburg (1987), Penilaian kinerja adalah alat yang paling dapat

dipercaya oleh manager perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan

produktifitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam

mengarahkan prilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan

dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manager dapat menggunakan

proses aprasial kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih,

bimbingan perencanaan karier, serta pemberian penghargaan kepada personal

perawat yang berkompeten.

Satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manager perawat guna

mencapai hasil organisasi adalah sistem penilaian pelaksanaan kerja perawat.

Melalui evaluasi regular dari setiap pelaksanaan kerja pegawai, manager dapat

18

Page 19: bab 1 -3

mencapai beberapa tujuan. Hal ini berguna untuk membantu kepuasan perawat

dan untuk memperbaiki pelaksanaan kerja mereka memberitahukan perawat yang

bekerja tidak memuaskan bahwa pelaksanaan kerja kurang serta menganjurkan

metode perbaikan, mengidentifikasi pegawai yang layak menerima promosi atau

kenaikan gaji, mengenal pegawai yang memenuhi syarat penugasan khusus

memperbaiki komunikasi antara atasan dan bawahannya serta menentukan

pelatihan dasar untuk pelatihan karyawan yang memerlukan bimbingan khusus.

Dalam merencanakan sistem penilaian pelaksanaan kinerja pegawai,

manager perawat sebaiknya menetapkan orang yang akan bertanggung jawab

untuk mengevaluasi setiap pekerja. Idealnya setiap supervisor pegawai terdekat

hendaknya mengevaluasi pelaksanaan kerjanya. Dimana satu orang mengevaluasi

kerja rekannya secara akurat, keduanya harus selalu mengadakan kontak yang

sering, langsung dan diperpanjang sehingga evaluator memiliki kesempatan untuk

menganalisa sampel yang memadai seluruh aspek dari pelaksanaan kerja pegawai.

Para ahli membantah tentang perlu seringnya diadakan pertemuan dimana

pelaksanaan kerja pegawai jasa keperawatan dievaluasi secara formal. Prakteknya

di kebanyakan lembaga adalah melakukan evaluasi terhadap masing - masing

pelaksanaan kerja perawat diakhir masa orientasi dan dilakukan setiap tahun. Di

beberapa organisasi, evaluasi pegawai diadakan setiap enam bulan sekali sehingga

praktek kerja yang baik dapat diperkuat serta kebiasaan kerja yang baik dapat

dihilangkan. Menurut Gillies (1996) untuk mengevaluasi bawahan secara tepat

dan adil, manager sebaiknya mengamati prinsip-prinsip tertentu. Evaluasi pekerja

sebaiknya didasarkan pada standart pelaksanaan kerja orientasi tingkah laku untuk

posisi yang ditempati. Karena diskripsi kerja dan standart pelaksanaan kerja

19

Page 20: bab 1 -3

disajikan oleh pegawai selama masa orientasi sebagai tujuan yang harus

diusahakan, pelaksanaan kerjanya sebaiknya dievaluasi berkenaan dengan saran-

saran yang sama.

Dalam penelitian pelaksanaan kerja perawat sering ditemukan berbagai

permasalahan antara lain (Gillis, 1996):

1. Pengaruh Halo effect

Pengaruh halo effect adalah tendensi untuk menilai pelaksanaan kerja

bawahannya terlalu tinggi karena salah satu alasan. Misalnya pegawai yang

dekat dengan penilai keluarga dekat akan mendapatkan nilai yang tinggi dan

sebaliknya pegawai yang sering menyatakan pendapat yang tidak sesuai

dengan pendapat penilai akan mendapat nilai yang terendah.

2. Pengaruh horn

Pengaruh horn adalah kecenderungan untuk menilai pegawai lebih

rendah dari pelaksanaan kerja yang sebenarnya karena alasan-alasan tertentu.

Seorang pegawai yang pelaksanaan kerja diatas tingkat rata-rata sepanjang

tahun sebelumnya namun dalam beberapa hari penilaian pelaksanaan kerja

tahunannya telah melakukan kesalahan terhadap perawatan pasien atau

supervisi pegawai, cenderung menerima penilaian lebih rendah dari penilaian

sebenarnya.

Sedangkan meurut Nursalam dalam bukunya metodologi penelitian,

bahwa pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan penilaian kuesioner

dengan kriteria : - Baik : 76 % - 100 %

- Cukup : 56% - 75 %

- Kurang : ≤ 55 %

20

Page 21: bab 1 -3

2.3 Kerangka Teori

Gambar 2.3 Kerangka Teori hubungan antara motivasi perawat dengan kinerja perawat di instalasi bedah sentral RSD Sidoarjo

21

Tiga poin penting dalam motivasi: 1. Kebutuhan 2. Dorongan 3. Tujuan 4. Lama kerja

Motivasi Perawat

Bentuk Motivasi: 1. intrinsik2. Ekstrinsik3. Terdesak

Kinerja perawat:- Empati- Responsiveness- Realibility- Communication- Caring

Pelayanan Prima

Peningkatan Kinerja

Teori-teori Motivasi: 1. Teori hirarki

kebutuhan2. Teori dua factor3. Teori X dan Teori Y

Kepuasan Pelanggan

Page 22: bab 1 -3

2.4 Kerangka Konseptual Penelitian

Gambar 2.4 Kerangka Koseptual hubungan antara motivasi perawat dengan kinerja perawat di instalasi bedah sentral RSD Sidoarjo

Keterangan:

Yang diteliti

Yang tidak diteliti

2.5 Hipotesis

Ho : Tidak ada hubungan antara motivasi kerja dan kinerja

perawatHipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif di

instalasi bedah sentral RSD Sidoarjo.

H¹ : Ada hubungan antara motivasi kerja dan kinerja perawat Hipotesis

dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif di instalasi bedah sentral

RSD Sidoarjo.

22

Motivasi Perawat :1. Kebutuhan2. Dorongan3. Tujuan

Kinerja Perawat:- Empati- Responsiveness- Realibility- Communication- Caring

Mutu Pelayanan

Tuntutan Masyarakat akan Pelayanan

Pelayanan Prima

Peningkatan Kinerja Perawat

Cukup

Kurang

Baik

Kepuasan Pelanggan

Page 23: bab 1 -3

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab

pertanyaan peneliti dan mengantisipasi kesulitan yang mungkin timbul selama

proses penelitian (Buru & Groove, 1991 dikutip dari Nursalam & Siti Parian

2000).

Penelitian ini menggunakan desain Analitik Crossectional Corelation.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara variabel motivasi kerja

perawat dan variabel kinerja. Perawat yang mempunyai motivasi tinggi apakah

dapat menampilkan unjuk kerja yang lebih baik daripada perawat dengan motivasi

lebih rendah. Untuk menjelaskan hubungan antara variabel motivasi dan kinerja

perawat digunakan desain korelasi dengan kerangka sebagai berikut:

3.2 Populasi, Sampel dan Sampling

3.2.l Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang dapat terdiri manusia,

benda hewan gejala, nilai tes atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki

karakteristik tertentu didalam suatu penelitian (Nawawi, 1987).

Populasi dalam penelitian ini adalah perawat di instalasi Bedah sentral

RSD Sidoarjo berjumlah 60 orang.

23

Page 24: bab 1 -3

3.2.2 Sampel

Sampel adalah seleksi dari keseluruhan populasi dan dianggap

representatif mewakili seluruh populasi.

Kriteria Inklusi :

- Perawat Pelaksana

- Tidak sedang cuti

- Bersedia di teliti

Kriteria eklusi :

← - Perawat non pelaksana

← - Cuti / ijin

3.2.3. Sampling

Jumlah populasi perawat di instalasi bedah sentral rumah sakit daerah

Sidoarjo adalah sebanyak 60 orang, maka sampel yang diperlukan dengan nilai

standar normal : 0.05 (1.96) dan tingkat kesalahan d = 0.05. Besar sampel

menurut Zainuddin 1999 diperoleh besar sampel menggunakan rumus sebagai

berikut:

N =

Keterangan:

n : perkiraan jumlah sampel

N : perkiraan besar Populasi

z : nilai standar normal, = 0.05 (1.96)

q : 1-p (100%-1)

d : tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0.05)

Perhitungan besar sampel:

24

Page 25: bab 1 -3

n =

n =

n = 33,3 (dibulatkan menjadi 33 sampel)

3.2.4 Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan non

probability sampling dengan metode Purposive dimana peneliti akan mengambil

sampel 33 orang perawat yang diidentifikasi dan representatif dari 60 perawat

yang ada di bedah sentral rumah sakit daerah Sidoarjo.

3.3 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional

3.3.1 Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel

lain. Variabel bebas diamati dan diukur untuk diketahui hubungannya atau

pengaruhnya terhadap variabel lain. Variabel independen dalam penelitian ini

adalah motivasi kerja perawat

3.3.2 Variabel Dependen (Tergantung)

Variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel respon akan

muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-variabel lain. Dalam ilmu tingkat

laku, variabel tergantung adalah aspek tingkah laku yang diamati dari suatu

organisme yang dikenai stimulus. Dengan kata lain, variabel terikat adalah faktor

yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh

dari variabel bebas.

Variabel dependen penelitian ini adalah kinerja perawat.

3.3.3 Definisi Operasional

25

Page 26: bab 1 -3

Tabel 3.3.3 Definisi Operasional

Variabel Definisi Parameter Alat ukur

skala ukur Skor

Variabel

independen

(bebas)

motivasi

perawat

terhadap

pekerjaannya

Motivasi adalah

segala sesuatu

yang mendorong

hati untuk

melakukan

pekerjaannya

-Kebutuhan -Dorongan -Tujuan

Skala:

Ordinal

Alat ukur:

Kuesioner

11 – 22 = rendah

23 – 33 = sedang

34 – 44 = tinggi

Variabel

dependen

(tergantung)

kinerja

perawat

Segala sesuatu

yang dihasilkan

oleh perawat

setelah

melakukan

asuhan

keperawatan

pasien

- Empati

- Responsiveness

- Realibility

- Communication

- Caring-

Skala

pengukuran:

Ordinal

Alat ukur:

Quesioner /

format

penilaian

kinerja

≤ 55 % =

kurang

56 – 75 % =

cukup

76 - 100% =

baik

3.4. Prosedur Penelitian

Peneliti akan mengambil data dari ruang rawat inap sejumlah 33 (tiga

puluh tiga) orang perawat responden dengan cara kuota sampel. Dalam hal ini

peneliti akan melakukan dengan bekerja sama dengan kepala ruang masing-

masing responden.

Dalam melakukan penelitian, peneliti akan melengkapi proses perijinan

penelitian dari Rumah Sakit Daerah Sidoarjo, memberikan persetujuan responden

sebagai sampel penelitian dan pelaksana penelitian kami lakukan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

26

Page 27: bab 1 -3

3.4.1 Kerangka Kerja

Kerangka kerja pada penelitian ini adalah seperti bagan dibawah ini :

Gambar 3.4.1. Kerangka Kerja hubungan antara motivasi perawat dengan kinerja perawat di instalasi bedah sentral RSD Sidoarjo

27

Populasi : Seluruh Perawat Instalasi Bedah Sentral RSD Sidoarjo

Besar sampel yaitu semua pasien yang sesuai

dengan kriteria inklusi sebanyak 33 orang

Pengumpulan data Dengan instrument questioner dan check list

Analisa data Ditabulasi dan dikoding dengan menggunakan uji statistik korelasi Spearman (Windows SPSS 17)

Penyajian data dengan menggunakan tabel

Desiminasi hasil yaitu kinerja Baik, Cukup, Kurang

Sampling : Concecutive sampling

Page 28: bab 1 -3

3.5. Pengumpulan data

Data dikumpulkan melalui kuisioner yang diisi oleh responden. Sebelum

mengisi kuisioner diberi penjelasan cara pengisian, yaitu responden diminta

memilih salah satu jawaban dengan tanda centang pada kuisioner.

3.5.1. Instrumen Penelitian

Instrumen yang dipakai dalam pengumpulan data adalah kuisioner dan

check list. Kuisioner dipakai untuk mengumpulkan data tentang motivasi dari

perawat, sedangkan check list digunakan untuk penilaian kinerja perawat (A. Dale

Timpe, 1982).

3.5.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dilakukan penelitian. Lokasi penelitian

dilakukan di instalasi bedah sentral Rumah Sakit Umum Daerah Pemerintah

Kabupaten Daerah tingkat II Sidoarjo. Terletak di jalan Mojopahit No. 667

Sidoarjo. Penelitian akan melakukan penelitian pada perawat di instalasi bedah

sentral yang terdiri dari: Ruang RR, Anastesi, dan kamar operasi

3.6. Cara Analisis Data

3.6.1. Langkah-langkah Analysa Data

Editing adalah : upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh

atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau

setelah data terkumpul.

Coding : merupakan kegiatan pemberian kode numerik atau angka terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori. Dalam pemberian kode dapat dibuat juga

28

Page 29: bab 1 -3

daftar kode yang artinya : dalam satu buku ( Coding Book ) untuk memudahkan

kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.

Soring : digunakan pada kedua variabel bebas dan tergantung / Variabel

dependen dan independen.

Tabulasing : Setelah data lengkap, data dikelompokkan, ditabulasi dan disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dilakukan perhitungan

( Hidayat, 2007 )

Hubungan antara motivasi kerja dan kinerja perawat dianalisis melalui

analisa hubungan korelasional. Data yang diperoleh akan dianalisa dan

diprosentasikan dari masing-masing kuisioner. selain itu juga akan dibuat

gambaran dari data umum yang diperoleh seperti masa kerja jenis kelamin dan

tingkat pendidikan responden.

Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan koding dan scoring setelah itu

data dihitung dan ditabulasi dengan menggunakan teknik prosentase. Untuk data

yang bersifat kuantitatif menggambarkan prosentase sebagai pendukung dalam

interpretasi. Setelah prosentase diketahui kemudian hasilnya di interpretasikan

dengan kriteria :

a.Motivasi Kerja

Scoring : Sangat Setuju ( SS ) : 4

Setuju ( S ) : 3

Tidak Setuju ( TS ) : 2

Sangat Tidak Setuju : 1

Interpretasi :

Rendah : 11 – 22

29

Page 30: bab 1 -3

Sedang : 23 – 34

Tinggi : 35 – 44

b.Kinerja Perawat

Scoring : Bila telah dilakukan sepenuhnya dengan tepat : 4

Bila dilakukan sepenuhnya namun tidak tepat : 3

Bila dilaksanakan hanya sebagian : 2

Bila hanya sedikit yang dilaksanakan : 1

Bila tidak dikerjakan sama sekali : 0

Interpretasi :

Baik : 76 % - 100 %

Cukup : 56% - 75 %

Kurang : ≤ 55 % ( Nursalam, 2003 )

Hubungan antara variabel dianalisa dengan analisis deskriptif dan analisis

statistic. Analisa deskriptif dalam penelitian ini akan disajikan dalam bentuk

tabulasi yang menggambarkan besarnya kejadian masing-masing variabel,

sedangkan untuk mendiskripsikan hubungan motivasi pekerjaan dan kinerja

perawat digunakan tabulasi silang.

Uji statistic yang dipakai adalah korelasi Spearman (Windows SPSS 17) dengan

tingkat signifikansi p <0,05.

3.7. Etika Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti membuat :

(1) Lembar persetujuan menjadi partisipan. Lembar ini diberikan kepada seluruh

partisipan atau responden sebelum mengisi format penilaian pelaksanaan

kerja pegawai atau perawat maupun tes minat jabatan, dengan tujuan

30

Page 31: bab 1 -3

partisipan mengetahui tujuan penelitian. Jika partisipan setuju dan bersedia

maka responden/partisipan menandatangani lembaran tersebut.

(2) Anonymity

Dalam menjawab pertanyaan atau mengisi tes minat jabatan dan

evaluasi penilaian kerja perawat partisipan tidak perlu mencantumkan nama

pada lembar format/tes tersebut. Peneliti akan memberikan koding pada

masing-masing format yang dibagikan.

(3) Confidentially

Informasi yang telah diberikan oleh partisipan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti. Hanya data-data tertentu saja yang akan disajikan sebagai hasil

penelitian.

3.8. Keterbatasan

Keterbatasan dan kelemahan dalam penelitian ini:

(1) Sample yang digunakan terbatas hanya pada satu instalasi rawat inap di

Rumah Sakit Sidoarjo saja sehingga tidak mewakili dalam skala regional

maupun nasional

(2) Subyek mungkin setuju untuk menjadi responden namun karena keterbatasan

waktu dan banyaknya tugas bias terjadi kesalahan atau kurang lengkapnya

pengisian formulir.

(3) Pengaruh dari luar

Jawaban dari subyek dapat dipengaruhi orang di sekitarnya.

(4) Penilaian motivasi dan kinerja oleh responden bisa terjadi subyektifitas oleh

karena jabatan peneliti sebagai kepala bidang keperawatan sehingga ada

kemungkinan keterkaitan emosional

31

Page 32: bab 1 -3

(5) Keterbatasan peneliti sendiri: kurangnya keterampilan dan pengalaman dalam

pengumpulan data berdampak terhadap data yang dikumpulkan dan dalam

menggali atau menghubungkan dengan data lain dibalik semua data yang

didapatkannya.

32