14
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit demam typoid merupakan suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Hingga saat ini penyakit demam typoid masih menjadi masalah kesehatan di negara – negara tropis termasuk di Indonesia (Nasronudin, 2007). Penyakit ini termasuk salah satu jenis penyakit yang mudah menular dan menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah (Djoko Widodo, 2007). Demam typoid merupakan infeksi pada saluran pencernaan yang dapat berupa penyakit akut maupun kronik dengan masa inkubasi sekitar 10 – 14 hari (Widoyono, 2005). Menurut data World Health Organization (WHO) dikutip oleh Nainggolan tahun 2011 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Sedangkan berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia dikutip oleh Pramitasari tahun 1

BAB 1 ACC.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 1 ACC.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit demam typoid merupakan suatu penyakit sistemik akut yang

disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Hingga saat ini penyakit demam

typoid masih menjadi masalah kesehatan di negara – negara tropis termasuk

di Indonesia (Nasronudin, 2007). Penyakit ini termasuk salah satu jenis

penyakit yang mudah menular dan menyerang banyak orang sehingga dapat

menimbulkan wabah (Djoko Widodo, 2007). Demam typoid merupakan

infeksi pada saluran pencernaan yang dapat berupa penyakit akut maupun

kronik dengan masa inkubasi sekitar 10 – 14 hari (Widoyono, 2005).

Menurut data World Health Organization (WHO) dikutip oleh

Nainggolan tahun 2011 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam

tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.

Sedangkan berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia dikutip oleh Pramitasari

tahun 2010, demam tifoid atau paratifoid menempati urutan ke-3 dari 10

penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2010 yaitu

sebanyak 41.081 kasus, yang meninggal 274 orang. Sedangkan di Jawa Timur

insiden jumlah penderita Thypoid sejak 2007 sebanyak 100.966 kasus

(Raflizar, 2010). Di RSUD Dr. SOEROTO Ngawi jumlah klien yang dirawat

pada tahun 2012 sebanyak 102 kasus, sedangkan pada tahun 2013 terdapat

178 kasus dan yang meninggal sebanyak 2 orang.

1

Page 2: BAB 1 ACC.docx

2

Penyakit demam typoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi

yang masuk ke saluran gastrointestinal. Lalu bakteri Salmonella typhi lolos

dari asam lambung sehingga bakteri masuk dalam usus halus menuju ke

retikulo endothelial (RES) terutama di hati dan limfa. Bakteri tersebut bisa

berkembang biak di hati dan limfa maupun masuk dalam aliran darah.

Bakteri yang masuk dalam aliran darah menyebabkan terjadinya kerusakan

sel dan merangsang leukosit melepas zat epirogen. Lalu zat epirogen

mempengaruhi pusat thermoregulator di hipotalamus, dan terjadi peningkatan

thermoregulator di hipotalamus, sehingga memunculkan masalah

ketidakefektifan thermoregulasi dan resiko kekurangan cairan. Bakteri yang

berkembang biak di hati dan limfa mengakibatkan terjadinya pembesaran hati

(hepatomegali) dan pembesaran limfa (splenomegali) yang mengakibatkan

nyeri. Bakteri yang berkembangbiak di limfa mengakibatkan pembesaran

limfa (splenomegali) sehingga terjadi penurunan atau peningkatan peristaltic

usus, lalu pasien bias mengalami konstipasi, diare, dan peningkatan asam

lambung. Karena peningkatan asam lambung menyebabkan anoreksia, mual,

dan muntah. Sehingga terjadi gangguan ketidakseimbangan nutrisi.Jika tidak

segera ditangani penyakit typoid dapat menyebabkan shock, stupor, dan koma

(Nanda, 2013).

Untuk mencegah penyakit demam typoid dapat dilakukan dengan

cara vaksinasi, menjaga kebersihan personal hygiene, menjaga kebersihan

makanan dan minuman, dan menjaga sanitasi lingkungan (Zulkoni, 2011).

Perawatan di rumah sakit sangat diperlukan pada pasien demam typoid untuk

isolasi, observasi, dan pengobatan. Pasien dianjurkan untuk tirah baring agar

Page 3: BAB 1 ACC.docx

3

tidak terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi usus. Pasien dengan

kesadaran menurun harus sering dimobilisasi posisi tubuhnya untuk

mencegah komplikasi pneumonia dan dekubitus. Pemberian diit pada pasien

typoid dapat diberi diit bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur

kasar, dan akhirnya diberikan nasi beserta lauk pauk rendah selulosa,

sementara menghindari sayuran yang tinggi serat, perubahan diit tersebut

disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Diit tersebut untuk

menghindari komplikasi perdarah usus atau perforasi usus. Obat diminum

secara teratur untuk mempercepat penyembuhan pasien demam typoid

(Widodo, 2007).

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan penyakit ini maka penulis

akan melakukan kajian lebih lanjut dengan melakukan asuhan keperawatan

hepatitis dengan rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimanakah asuhan

keperawatan dengan diagnosa demam typoid di Ruang … RSUD dr. Soeroto

Ngawi?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa

demam typoid di Ruang Melati RSUD dr. Soeroto Ngawi.

Page 4: BAB 1 ACC.docx

4

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengkaji klien dengan diagnosa demam typoid di Ruang Melati

RSUD dr. Soeroto Ngawi.

2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan diagnosa

demam typoid di Ruang Melati RSUD dr. Soeroto Ngawi.

3. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa

demam typoid di Ruang Melati RSUD dr. Soeroto Ngawi.

4. Melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa

demam typoid di Ruang Melati RSUD dr. Soeroto Ngawi.

5. Mengevaluasi klien dengan diagnosa demam typoid di Ruang

Melati RSUD dr. Soeroto Ngawi.

6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan diagnosa

demam typoiddi Ruang Melati RSUD dr. Soeroto Ngawi.

1.4 Manfaat

Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberi

manfaat:

1.4.1. Secara Akademis

Hasil studi kasus ini merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan

khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada klien demam typoid.

1.4.2. Secara praktis, tugas akhir ini akan bermanfaat bagi:

1. Bagi pelayanan keperawatan di Rumah Sakit

Page 5: BAB 1 ACC.docx

5

Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan di

Rumah Sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan klien

demam typoid dengan baik.

2. Bagi profesi kesehatan

Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan

pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada klien

demam typoid.

3. Bagi peneliti berikutnya

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi peneliti

berikutnya, yang akan melakukan studi kasus pada asuhan

keperawatan pada klien demam typoid.

1.5 Metode Penulisan

1.5.1. Metode

Metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan

dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang

suatu keadaan secara objektif. Metode penelitian deskriptif digunakan

untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang

dihadapi pada situasi sekarang. Penelitian ini dilakukan dengan

menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi,

pengolahan/ analisis data, membuat kesimpulan, dan laporan

(Soekidjo, 2005).

Page 6: BAB 1 ACC.docx

6

1.5.2. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data secara langsung

antara perawat dan klien. Perawat mendapatkan respons langsung

dari klien melalui tatap muka dan pertanyaan yang diajukan. Data

wawancara adalah semua ungkapan klien, tenaga kesehatan, atau

orang lain yang berkepentingan – termasuk keluarga, teman, dan

orang terdekat klien (Asmadi, 2008).

2. Observasi

Observasi merupakan metode pengumpulan data melalui

pengamatan visual dengan menggunakan panca – indra. Unsur

terpenting dalam observasi adalah mempertahankan objektivitas

penilaian. Mencatat hasil observasi secara khusus tentang apa yang

dilihat, dirasa, didengar, dicium, dan dikecap akan lebih akurat

dibandingkan mencatat interpretasi seseorang tentang hal tersebut

(Asmadi, 2008).

3. Pemeriksaan

Pemeriksaan adalah proses inspeksi tubuh dan system tubuh guna

menentukan ada/ tidaknya penyakit yang didasarkan pada hasil

pemeriksaan fisik dan laboratorium. Cara pendekatan sistematis

yang dapat digunakan perawat dalam melakukan pemeriksaan fisik

adalah pemeriksaan dari ujung rambut sampai ujung kaki (head to

toe) dan pendekatan berdasarkan sistem tubuh (review of system).

Page 7: BAB 1 ACC.docx

7

Pemeriksaan fisik dengan metode head to toe terdiri atas

pemeriksaan kulit, membran mukosa, kuku, dan rambut, kepala dan

leher; dada dan paru-paru; kardiovaskular; payudara dan ketiak;

abdomen, termasuk di dalamnya ginjal dan rektu; genetalia; dan

ekstremitas atas dan bawah. Pemeriksaan fisik dengan metode

sistem meliputi sistem persepsi-sensori, sistem integument, sistem

pernapasan, sistem kardiovaskular, sistem neurologis, sistem

gastrointestinal, sistem genitourinaria, sistem musculoskeletal, dan

sistem reproduksi (Asmadi, 2008).

Menurut Asmadi (2008) pemeriksaan fisik dilakukan dengan

menggunakan empat metode, antara lain:

a. Inspeksi

Inspeksi didefinisikan sebagai kegiatan melihat atau

memerhatikan secara seksama status kesehatan klien.

b. Auskultasi

Auskultasi adalah langkah pemeriksaan fisik dengan

menggunakan stetoskop yang memungkinkan pemeriksa

mendengar bunyi yang keluar dari rongga tubuh klien.

c. Perkusi

Perkusi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara mengetuk

secara pelan jari tengah menggunakan jari yang lain untuk

menentukan posisi, ukuran, dan konsistensi struktur suatu organ

tubuh.

Page 8: BAB 1 ACC.docx

8

d. Palpasi

Palpasi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara meraba atau

merasakan kulit klien untuk mengetahui struktur yang ada di

bawah kulit.

1.5.3. Sumber Data

Menurut Setiadi (2012) sumber data ada tiga jenis, yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang didapatkan dari klien (bila dapat

diajak komunikasi) untuk menggali informasi mengenai masalah

kesehatan klien.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data atau informasi yang didapat dari

orang tua, suami atau istri, teman klien atau orang terdekat klien.

3. Data Tersier

Data yang diperoleh dari catatan klien, riwayat penyakit klien,

konsultasi, hasil pemeriksan diagnostic, catatan medis dari

anggota tim kesehatan lain, perawat lain, kepustakaan.

1.5.4. Studi Kepustakaan

Bahan-bahan pustaka merupakan hal yang sangat penting dalam

menunjang latar belakang teoretis dari suatu penelitian. Dari buku-

buku, laporan-laporan penelitian, majalah ilmiah, dan jurnal dapat

diperoleh berbagai informasi, baik berupa teori maupun konsep

yang telah dikemukakan oleh berbagai ahli (Soekidjo, 2005).

Page 9: BAB 1 ACC.docx

9

1.6 Sistematika Penulisan

Supaya lebih jelas dan lebih mudah dalam mempelajari dan

memahami studi kasus ini, secara keseluruhan dibagi menjadi 3 bagian,

yaitu:

1.6.1 Bagian awal, memuat halaman judul, persetujuan komisi

pembimbing, pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar,

daftar isi.

1.6.2 Bagian inti, terdiri dari lima bab, yang masing-masing bab terdiri

dari sub bab berikut:

BAB 1 : pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah,

tujuan, manfaat penelitian dan sistematika penulisan

studi kasus.

BAB 2 : tinjauan pustaka, berisi tentang konsep penyakit dari

sudut medis dan asuhan keperawatan klien dengan

diagnosa demam typoid, serta kerangka maslah.

BAB 3 : tinjauan kasus, berisi tentang diskripsi data hasil

pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi.

BAB 4 : pembahasan, berisi tentang perbandingan antara teori

dan kenyataan yang ada di lapangan.

BAB 5 : penutup, berisi tentang simpulan dan saran.

1.6.3 Bagian akhir, terdiri dari daftar pustaka dan lampiran.