Upload
riniez-scatzy-ciimenirr-ypas
View
97
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas merupakan
langkah penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Hal ini
diselenggarakan melalui kuantitas penduduk dan peningkatan kualitas insani dan
sumber daya manusia karakteristik pembangunan antara lain dilaksanakan melalui
pengendalian pertumbuhan penduduk, keluarga berencana, dan dengan cara
pengembangan kualitas penduduk, melalui perwujudan keluarga kecil berkualitas
( Depkes RI, 2005 ).
Program Keluarga Berencana Nasional mempunyai kontribusi penting dalam
upaya meningkatakan kualitas penduduk hal ini terlihat pada program Making
Pregnancy Safer Indonesia yang memiliki sebuah kunci bahwa setiap kehamilan harus
merupakan kehamilan yang diinginkan yang dapat terwujudkan dengan adanya
pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama yaitu pelayanan keluarga
berencana yang optimal ( Saifudin, 2003 ).
Ada beberapa hal yang dapat mendukung terwujudnya gerakan KB nasional,
yaitu dengan pemberian informasi kepada calon aseptor KB. Dalam pemberian
informasi mengenai kontrasepsi terdapat tiga kegiatan, dimana diantaranya adalah
konseling. Konseling merupakan aspek penting dalam keluargga berencana ( KB )
dan kesehatan reproduksi. Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu
klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai
dengan pilihannya ( Saifudin, 2006 ).
Konseling merupakan suatu kegiatan dengan pola pendekatan perorangan
dengan materi pembahasan mengenai kontrasepsi yang di pakai. Dengan adanya
konseling mengenai keluarga berencana, diharapkan mampu memberikan
pengetahuan tentang kelebihan dan kekurangan masing – masing metode kontrasepsi,
sehingga calon peserta KB dapat menentukan pilihan kontrasepsi yang dikehendaki
dan sesuai dengan kondisi kesehatannya. Pilihan yang diputuskan sendiri dengan
bantuan petugas dalam memberikan pengetahuan tentang kontrasepsi yang menjadi
1
pilihannya, akan memberikan gambaran dan kemantapan untuk memakai kontrasepsi
yang lebih tepat. Seperti diketahui bahwa terdapat beberapa dampak akibat tidak
diberikannya pelayanan KIE pada aseptor KB, dimana salah satunya adalah klien
kesulitan memperoleh informasi yang benar dari konselor, sehingga memungkinkan
untuk terjadinya saalah penilaian ( persepsi ) terhadap pesan yang disampaikan
dengan yang diterima. Dalam pelaksanaannya, program KB nasional digunakan untuk
menunda kehamilan, menjarangkan kehamilan, dan menghentikan kehamilan atau
kesuburan ( Hartanto, 2003 ).
B. Tujuan Penulisaan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran penerapan konseling KB dan pemilihan
kontrasepsi terhadap aseptor KB baru.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui penerpan pelaksanaan konseling yang benar terhadap
aseptor KB.
b. Untuk mengetahui pemilihan alat kontrasepsi terhadap aseptor.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konseling
1. Definisi
Konseling adalah proses pertukaran informasi dan interaksi positif antara klien
dengan petugas untuk membantu klien mengenali kebutuhannya, memilih solusi
terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang
dihadapi. Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
seorang ahli ( disebut konselor ) kepada individu yang mengalami sesuatu
masalah ( disebut Konsele ) yang bermuara pada teratasinya masalah yang
dihadapi klien ( Frank Parsons, 1908 ).
Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek
pelayanan KB dan bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada
suatu kesempatan yakni pada saat memberikan pelayanan. Konseling adalah suatu
kegiatan profesional yang selalu dikaitkan dengan adanya pemecahan persoalan.
Konseling kontrasepsi adalah komunikasi tatap muka dimana satu pihak
membantu pihak lain untuk mengambil keputusan dan melaksanakan keputusan
tersebut, berarti unsur yang terkandung didalamnya adalah memberikan informasi
yang jelas, tepat dan benar serta kemampuan memahami pihak lain sehingga dapat
memberi bantuan yang tepat sesuai yang dibutuhkan agar akhirnya pihak lain /
calon akseptor tersebut dapat membuat keputusan yang mantap mengenai metode
yang akan digunakan. Interaksi atau konseling yang berkualitas antara klien dan
provider (tenaga medis) merupakan salah satu indikator yang sangat menentukan
bagi keberhasilan program keluarga berencana (KB). Sangat mudah dimengerti
jika hal itu membuat tingkat keberhasilan KB di Indonesia menurun.
3
2. Tujuan
Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal :
a. Memberikan informasi yang tepat serta objektif mengenai berbagai metode
kotrasepsi sehingga klien mengetahui manfaat bagi diri sendiri dan
keluarga.
b. Mengidentifikasi dan menampung persaan - perasaan negatif misalnya
keraguan – keraguan maupun ketakutan-ketakutan yang dialami klien
sehubungan dengan pelayanan KB atau metode - metode kontasepsi,
sehingga konselor dapat membantu klien dalam hal penanggulangan.
c. Membantu klien untuk memilih kontrasepsi terbaik bagi mereka, terbaik
disini berarti metode yang aman bagi klien dan yang ingin digunakan
klien, dengan perkataan lain metode yang secara mantap oleh klien.
d. Membantu klien agar dapat menggunakan cara kontrasepsi yang mereka
pilih secara aman dan efektif memberikan informasi tentang cara
mendapatkan bantuan - bantuan dan tempat pelayanan KB.
Secara singkat tujuan disini adalah agar klien mampu membuat pilihan mantap
tentang kontrasepsi yang akan digunakannya, memiliki pemahaman yang tepat
dan jelas mengenai praktek dn penjelasan KB, sehingga mereka tidak ragu-ragu
dalam menjalani program keluarga berencana tersebut puas dengan pilihannya
sendiri. Dengan harapan, keadaan semacam ini akan menyebabkan klien dapat
bertindak sebagai model bagi calon akseptor lainnya dan secara tidak langsung
menunjang suksesnya program Keluarga Berencan Nasional
3. Teknik - teknik konseling yang baik
a. Memperlakukan klien dengan baik
Petugas bersikap sabar, memperlihatkan sikap menghargai setiap klien
dan menciptakan suatu rasa percaya diri sehingga klien dapat berbicara secara
terbuka dalam segala hal termasuk masalah – masalah pribadi sekalipun.
Petugas meyakinkan klien bahwa ia tidak akan mendiskusikan rahasia klien
kepada orang lain.
b. Interaksi antara petugas dan klien
Petugas harus mendengarkan, mempelajari dan menanggapi keadaan
klien karena setiap klien mempunyai kebutuhan dan tujuan peroduksi berbeda.
Bantuan terbaik seorang petugas adalah dengan cara memahami klien adalah
4
manusia yang membutuhkan perhatian dan bantuan. Oleh karena itu, petugas
harus mendorong klien brani bicara dan bertanya.
c. Memberikan informasi yang baik kepada klien
Dengan mendengarkan apa yang disampaikan klien berarti petugas
belajar mendengarkan informasi apa saja yang dibutuhkan oleh setiap klien.
Sebagai contoh pasanagan muda yang baru menikah mungkin menginginkan
lebih banyak informasi mengenai masalah penjarangan kelahiran. Bagi wanita
dengan usia dan jumlah anak yang cukup mungkin lebih menghendaki
informasi mengenai metode operasi ( tubektomi / vasektomi ). Sedangkan bagi
pasangan mua yang belum menikah mungkin dikehendaki adalah informasi
mengenai infeksi menular seksual ( IMS ). Dalam memberikan informasi
petugas harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti klien.
d. Menghindari pemberian informasi yang berlebihan
Klien membutuhkan penjelasan untuk menentukan pilihan ( informed
choice ). Namun tidak semua klien dapat menangkap semua informasi tentang
berbagai jenis kontrasepsi. Terlalu banyak informasi yang memberikan akan
menyebabkan kesulitan bagi klien dalam mengingat infomasi yang penting.
Hal ini disebut kelebihan informasi. Pada waktu memberikan informasi
petugas harus memberikan waktu klien untuk berdiskusi, bertanya dan
mengajukan pendapat. Tersedianya metode yang diinginkan klien dan petugas
membanu klien membuat keputusan mengenai pilihannya serta harus tanggap
terhadap pilihan klien meskipun klien menolak memutuskan atau
menangguhkan penggunaan kontrasepsi.
Didalam melakukan konseling petugas mengkai apakah klien sudah mengerti
mengenai jenis kontrasepsi, termasuk keuntungan dan kerugian serta bagaimana
cara penggunaanya. Konseling mengenai kontrasepsi yang dimulai dengan
mengenalkan berbagai jenis kontrasepsi dalam program Keluarga Berencana.
Petugas mendorong klien untuk berpikir melihat persamaan yang ada dan
membandingkan antar jenis kontrasepsi tersebut. Dengan cara ini petugas
membantu klien untuk membuat keputusan ( informed choice ). Jika tidak ada
dalam bidang kesehatan sebaiknya klien mempunyai pilihan kontrasepsi sesuai
dengan pilihannya. Bila memperoleh pelayanan kontrasepsi sesuai dengan
pilihannya, bila menggunakan kontrasesi tersebut lebih lama dan efektif,
5
mambantu klien untuk mengerti dan mengingat petugas memberikan contoh alat
kontrasepsi dan menjelaskan pada klien agar memahaminya dengan
memperhatikan bagaimana cara - cara penggunaanya. Petuga juga
memperlihatkan dan menjelaskan dengan flip charts, poster, pamphlet dan
halaman bergambar. Petugas juga perlu melakukan penilaian bahwa klien telah
mengerti. Jika memungkinkan klien dapat membawa bahan - bahan tersebut
kerumah, ini akan membantu klien mengingat apa yang harus dilakukan juda
dapat memberitahu orang lain.
4. Prinsip Konseling KB
Prinsip konseling KB meliputi :
a. percaya diri / confidentiality
b. Tidak memaksa / voluntary Choice, Informed consent
c. Hak klien / clien’t rights
d. Kewenangan / empowerment
5. 6 Langkah Kunci Konseling
a. Greet ( Berikan salam )
Salam yg bersahabat akan membuat klien merasa diterima,
membangun hubungan yg baik dan menimbuilkan kepercayaan dalam diri
klien.
b. Ask ( Tanyakan )
Menanyakan keluhan dan kebutuhan pasien menilai apakah keluhan /
keinginan yang disampaikan memang sesuai dengan kondisi yang di hadapi.
Petugas kesehatan harus mempunyai kemampuan untuk bertanya dan
mendengar dengan efektif.
c. Tell ( Berikan informasi )
Beritahu bahwa persoalan pokok yang dihadapi oleh pasien adalah
seperti yang tercermin dari hasil tukar informasi dan harus dicarikan upaya
penyelesaian masalah. Petugas kesehatn harus dapat memberi berbagai
alternatif kepada klien serta konsekuaensinya
d. Help
Bantu pasien untuk memahami masalah utamanya dan masalah itu juga
yang harus diselesaikan. Jelaskan beberapa cara yang dapat menyelesaikan
6
menyelesaikan masalah tersebut, termasuk keuntungan dan keterbatasan dari
masing-masing cara tersebut, minta pasien untuk memutuskan cara terbaik
bagi dirinya. Petugas kesehatan membantu klien mengambil keputusan yang
tepat
e. Explaining
Jelaskan bahwa cara terpilih telah diberikan / dianjurkan dan hasil yang
diharapkan mungkin dapat segera terlihat / diobservasi beberapa saat hingga
menampakan hasil seperti yang diharapkan. Jelaskan pula siapa dan dimana
pertolongan lanjut/darurat dapat diperoleh. Petugas kesehatan mengingatkan /
menjelaskan kepada klien apa yang harus dilakukan setelah mengambil suatu
keputusan.
f. Return
Rujuk apabila fasilitas ini tidak dapat memberikan pelayanan yang
sesuai / buat jadwal kunjungan ulang apabila pelayanan terpilih telah
diberikan. Setelah selesai petugas kesehatan mengundang pasien kembali bila
merasa membutuhankannya.
6. Keuntungan Konseling KB
Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan keuntungan kepada
pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB. Adapun keuntungannya
adalah :
a. Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan
kebutuhannya.
b. Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau penyesalan.
c. Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif.
d. Membangun rasa saling percaya.
e. Mengormati hak klien dan petugas.
f. Menambah dukungan terhadap pelayanan KB.
g. Menghilangkan rumor dan konsep yang salah.
7. Jenis Konseling
Jenis konseling terbagi menjadi tiga, yaitu :
a. Konseling Umum
7
Konseling umum dapat dilakukan oleh petugas lapangan keluarga
berencana atau PLKB. Konseling umum meliputi penjelasan umum dari
berbagai metode kontrasepsi untuk mengenalkan kaitan antara kontrasepsi,
tujuan dan fungsi reproduksi keluarga .
b. Konseling Spesifik
Konseling spesifik dapat dilakukan oleh dokter / bidan / konselor.
Konseling spesifik berisi penjelasan spesifik tentang metode yang
diinginkan, alternatif, keuntungan - keterbatasan, akses, dan fasilitas
layanan.
c. Konseling Pra dan Pasca Tindakan
Konseling pra dan pasca tindakan dapat dilakukan oleh operator /
konselor / dokter / bidan. Konseling ini meliputi penjelasan spesifik
tentang prosedur yang akan dilaksanakan ( pra, selama dan pasca ) serta
penjelasan lisan / instruksi tertulis asuhan mandiri.
B. Keluarga Berencana
1. Definisi
Keluarga berencana ( KB ) adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang
sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Upaya peningkatkan kepedulian
masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera ( Undang-
undang No. 10/1992 ).
Keluarga Berencana ( Family Planning, Planned Parenthood ) merupakan
suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan
dengan memakai kontrasepsi ( WHO Expert Committe, 1970 ).
Tindakan yang membantu individu / pasutri untuk Mendapatkan objektif -
objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan
kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan dan menentukan
jumlah anak dalam keluarga.
Kontrasepsi adalah pencegahan kehamilan atau pencegahan konsepsi. Untuk
mencapai tujuan tersebut, berbagai cara dapat dilakukan, antara lain penggunaan
pil KB / kontrasepsi oral, suntikan atau intravaginal, penggunaan alat dalam
saluran reproduksi ( kondom, alat kontrasepsi dalam rahim / implan ), operasi
( tubektomi, vasektomi ) atau dengan obat topikal intravaginal yang bersifat
8
spermisida. Itu bermakna adalah perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan
yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat - alat kontrasepsi atau
penanggulangan kelahiran seperti kondom , spiral , IUD, dan sebagainya. Jumlah
anak dalam sebuah keluarga yang dianggap ideal adalah dua. Gerakan ini mulai
dicanangkan pada tahun akhir 1970 - an.
2. Tujuan Program KB
Kebijakan Keluarga Berencana ( KB ) bertujuan untuk mengendalikan
pertumbuhan penduduk melalui usaha penurunan tingkat kelahiran. Kebijakan KB
ini bersama - sama dengan usaha - usaha pembangunan yang lain selanjutnya akan
meningkatkan kesejahteraan keluarga. Upaya menurunkan tingkat kelahiran
dilakukan dengan mengajak pasangan usia subur ( PUS ) untuk berkeluarga
berencana. Sementara itu penduduk yang belum memasuki usia subur ( Pra – PUS
) diberikan pemahaman dan pengertian mengenai keluarga berencana. Untuk
menunjang dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan KB telah
ditetapkan beberapa kebijakan, yaitu perluasan jangkauan, pembinaan terhadap
peserta KB agar secara terus menerus memakai alat kontrasepsi, pelembagaan dan
pembudayaan NKKBS serta peningkatan keterpaduan pelaksanaan keluarga
berencana.
Selanjutnya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut terus
dimantapkan usaha-usaha operasional dalam bentuk upaya pemerataan pelayanan
KB, peningkatan kualitas baik tenaga, maupun sarana pelayanan KB,
penggalangan kemandirian, peningkatan peran serta generasi muda, dan
pemantapan pelaksanaan program di lapangan.
Kesimpulan dari tujuan program KB adalah :
a. Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan bangsa
b. Mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan
bangsa
c. Memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan KR yang
berkualitas, termasuk upaya - upaya menurunkan angka kematian ibu ,
bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi .
Tujuan KB berdasar RENSTRA 2005 - 2009 meliputi :
a. Keluarga dengan anak ideal
9
b. Keluarga sehat
c. Keluarga berpendidikan
d. Keluarga sejahtera
e. Keluarga berketahanan
f. Keluarga yang terpenuhi hak - hak reproduksinya
g. Penduduk tumbuh seimbang ( PTS )
3. Sasaran Program KB
Sasaran utama dari pelayanan KB adalah :
a. Pasangan Usia Subur ( PUS )
Pelayanan KB diberikan di berbagai unit pelayanan baik oleh
pemerintah maupun swasta dari tingkat desa hingga tingkat kota dengan
kompetensi yang sangat bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain adalah
Rumah Sakit, Puskesmas, dokter praktek swasta, bidan praktek swasta dan
bidan desa. Sasaran program KB tertuang dalam RPJMN 2004 - 2009 yang
meliputi :
1) Menurunnya rata - rata laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar
1,14 persen per tahun.
2) Menurunnya angka kelahiran total ( TFR ) menjadi sekitar 2,2 per
perempuan.
3) Menurunnya PUS yang tidak ingin punya anak lagi dan ingin
menjarangkan kelahiran berikutnya, tetapi tidak memakai alat /
cara kontrasepsi ( unmet need ) menjadi 6 persen.
4) Meningkatnya pesertaKB laki – laki menjadi 4,5persen.
5) Meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi yang rasional,
efektif, dan efisien.
6) Meningkatnya rata - rata usia perkawinan pertama perempuan
menjadi 21 tahun.
7) Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh
kembang anak .
8) Meningkatnya jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera
- 1 yang aktif dalam usaha ekonomi produktif.
9) Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan Program KB Nasional.
10
4. Ruang Lingkup KB
Ruang lingkup KB antara lain:
a. Komunikasi informasi dan edukasi (KIE)
b. Keluarga berencana
c. Kesehatan reproduksi remaja
d. Ketahanan dan pemberdayaan keluarga
e. Penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas
f. Keserasian kebijakan kependudukan
g. Pengelolaan SDM aparatur
h. Penyelenggaran pimpinan kenegaraan dan Kepemerintahan
i. Peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara
5. Strategi Program KB
Strategi program KB terbagi dalam dua hal yaitu :
a. Strategi dasar
1) Meneguhkan kembali program di daerah
2) Menjamin kesinambungan program
b. Strategi operasional
1) Peningkatan kapasitas sistem pelayanan Program KB Nasional
2) Peningkatan kualitas dan prioritas program Penggalangan dan
pemantapan komitmen
3) Dukungan regulasi dan kebijakan
4) Pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas pelayanan
6. Dampak Program KB
Program keluarga berencana memberikan dampak, yaitu :
a. Penurunan angka kematian ibu dan anak
b. Penanggulangan masalah kesehatan reproduksi
c. Peningkatan kesejahteraan keluarga
d. Peningkatan derajat kesehatan
e. Peningkatan mutu dan layanan KB - KR
f. Peningkatan sistem pengelolaan dan kapasitas SDM
11
g. Pelaksanaan tugas pimpinan dan fungsi manajemen dalam
penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan berjalan lancar.
C.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Intra Uterin Fetal Death ( IUFD )
IUFD ( Intra Uterin Fetal Death ) adalah kematian janin atau kematian hasil
konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya, tanpa memandang umur
kehamilannya ( Manuaba, 2006 ).
IUFD juga merupakan kematian janin yang terjadi saat usia kehamilan dari 20
minggu atau pada trimester ke dua. Kematian dinilah dengan fakta bahwa sesudah
dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas atau menunjukan tanda – tanda kehidupan
seperti denyut jantung, fulsasi talli pusat, atau kontraksi otot.
B. Penyebab Intra Uterin Fetal Death ( IUFD )
Kematian bayi dalam kandungan ( Intra Uterin Fetal Death ) dapat
dikarenakan berbagai hal seperti permasalahan asupan nutrisi, infeksi, lilitan tali
pusat, perdarahan, kelainan plasenta, serta akibat penyakit yang diderita si ibu yang
mengandungnya.
Dalam kasus ini Spalding dan Horner mengemukakan bahwa IUFD atau
kematian janin dalam rahim terjadi karena penyusutan jaringan otak. Penyusutan
jaringan otak ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih pada tulang tengkorak
sehingga ukuran kepala janin mengalami penyusutan.
Apabila pada hasil USG di dapatkan bahwa janin di dalam rahim sudah mati,
akan didukung dengan didapatkannya keadaan tulang tengkorak seperti keadaan di
12
atas. Yang mana penyusutan jaringan otak tersebut juga tidak jauh kaitannya dengan
keadaan nutrisi ibu pada saat hamil. Keadaan nutrisi yang kurang pada ibu hamil
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan terhadap semua organ yang
terdapat pada tubuh janin.
C. Usaha Pencegahan Intra Uterin Fetal Death ( IUFD )
Dalam kenyataannya, IUFD atau kematian janin dalam rahim dapat dicegah
dengan beberapa langkah, seperti kunjungan antenatal care yang teratur pada ibu
hamil yaitu minimal 4 kali. Yaitu 1 x pada TM I, 1 x pada TM II, dan 2 x pada TM
III. Dengan adanya kunjungan ANC teratur yang dilakukan ibu, kita sebagai tenaga
kesehatan dapat melakukan suatu upaya pencegahan agar tidak terjadinya IUFD.
Pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan urin, gula darah, USG serta
pemberian konseling yang baik kepada ibu hamil, dapat mengurangi resiko terjadinya
IUFD terhadap ibu hamil.
13
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembelajaran yang telah kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa,
ada beberapa kelainan yang dapat menjadi suatu penghambat dalam suatu kehamilan,
yang kelainan ini meliputi prematuritas, postmatur, IUGR ( Intra Uterin Growth
Retardation ), dan IUFD ( Intra Uterin Fetal Death ). Kelainan – kelainan tersebut
dapat membuat suatu kehamilan menjadi lama atau terhambat.
Pengertian dari prematur tersebut adalah persalinan yang terjadi pada
kehamilan kurang dari 37 minggu ( antara 20 – 37 minggu ) atau dengan berat janin
kurang dari 2500 gram. Sedangkan postmatur adalah kehamilan yang melewati 294
hari atau lebih dari 42 minggu lengkap di hitung dari HPHT. Intra Uterin Growth
Retardation atau IUGR merupakan suatu kondisi dimana janin berukuran lebih kecil
dari standar ukuran biometri normal pada usia kehamilan. Dan yang terakhir adalah
IUFD atau Intra Uterin Fetal Death yang mempunyai pengertian merupakan kematian
janin yang terjadi di dalam rahim tanpa sebab yang jelas, yang mengakibatkan
kehamilan tidak sempurna.
B. Saran
Berdasarkan uraian dan kesimpulan diatas maka saran yang dapat diberikan
adalah, kita sebagai mahasiswi kebidanan diharapkan untuk mengetahui kelainan –
kelainan dalam lamanya kehamilan, yang mana kelainan tersebut adalah prematur,
postmatur, IUGR, dan juga IUFD.
14
Dan bagi petugas pelayanan kesehatan khususnya petugas kesehatan yang
berada di rumah sakit diharapkan dapat menambah ilmu dan wawasannya dalam
memberikan asuhan berupa usaha pencegahan, pengobatan, perawatan, serta
konseling pada ibu hamil yang mengalami kelainan – kelainan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Bari, Abdul S. 2003. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB POGI,
FKUI. Jakarta.
Cunningham, Gary, dkk. 2006. Obstetri William ed. 21. Jakarta. EGC
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2007, Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta.
Arcan.
Mochtar, Rustam. 1998, Sinopsis Obstetri Patologi. Jakarta. EGC
Norwitz, Errol dan John O Schorge. 2008. At A Glance Obstetri
& Ginekologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Prawiroharjo, Sarwono. 2009. IlmuKebidanan. Jakarta.Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.
Sastrawinata, S., 2003. Obstetri Patologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
15
Varney, Helen Dkk.2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC
Lampiran
JURNAL
INTRA UTERINE FETAL DEATH
A Clinical-Radiological Study
Irving F. Stein, M.D., Associate Attending Gynecologist and Obstetrician and
Robert A. Arens , M.D., Roentgenologist, Michael Reese Hospital, Chicago,
Michael Reese Hospital, Chicago
ABSTRAK
Subyek diagnosa dengan roentgenografi intrauterin, kematian janin telah mendapat
perhatian lebih dan sporadis dari dokter kandungan dan roentgenologists sampai sekarang.
Spalding dan Horner dalam komunikasi asli independen melaporkan tiga kasus masing -
masing kematian janin pada sekitar waktu yang sama, masing - masing menggambarkan
begitu disebut tanda patognomonik. Tambahan beberapa pengamat, Greenhill, Moss, Portes
dan Blanche, Bourland dan Spangler, telah ditulis pada subyek yang menguatkan pernyataan
Spalding dan Horner.
16
Ketika seseorang menganggap jumlah kasus ini sangat kecil dari dua kasus terakhir
yang disebutkan dan jumlah yang lebih kecil kemudian dilaporkan oleh pengamat lain, tidak
ada satupun yang memiliki lebih dari dua kasus, agak menarik untuk mencerminkan bahwa
apa yang seharusnya menjadi tanda patognomonik intrauterin fetal death telah begitu
diterima.
Spalding menyatakan : " Tampaknya sangat lama setelah kematian intrauterin,
jaringan otak menyusut, yang menghasilkan tumpang tindih pada tulang tengkorak janin.
Tumpang tindih dari tulang tengkorak janin ini tampaknya menjadi pathognomonic dari
kondisi kematian intrauterin dan memberikan gambaran yang sangat berbeda dari tumpang
tindih yang seharusnya. Dengan X-ray, ukuran penurunan kepala janin dari menyusut
postmortem dapat ditentukan karena tulang tengkorak tetap hampir sama ukuran dan
bentuknya.
Menyusutnya tulang kepala yang tumpang tindih memiliki jarak yang menakjubkan.
Kelengkungan Jari - jari dari kepala menyusut menjadi jelas lebih kecil dari tulang tengkorak.
Ketika kedua perubahan di atas dicatat dalam gambar X-ray tampaknya dibenarkan untuk
menyimpulkan bahwa anak itu sudah mati.
Dalam seri ini, tiga bayi yang mati dan mempresentasikan temuan khas, 18 masih
hidup, yang 17 tidak menunjukkan perubahan dari kepala janin dan sutura. Satu bayi
menunjukkan ditandai adanya tumpang tindih tulang tengkorak akibat molding disebabkan
oleh lamanya tahap pertama yang dilakukan tenaga kerja, tetapi meskipun ini tumpang tindih,
tulang tengkorak menunjukkan ketidakseimbangan yang ada dalam kaitannya dengan
sebagian besar isi tengkorak.
Horner melaporkan agak sama : “ Dalam tiga kasus di mana kematian janin diduga,
X-ray mengungkapkan override dari tulang tengkorak, dengan asimetri kepala. Ini bagi saya
menunjukkan kematian janin dan kursus berikutnya menanggung diluar kemampuan saya ”.
Oleh karena itu, ia menyimpulkan, “ override dari tulang tengkorak dengan cephalic asimetri
adalah tanda - tanda kematian janin dan adalah satu - satunya tanda - tanda positif dari intra -
uterin fetal death ”. Dia tidak menyebutkan jumlah kasus di mana janin dalam rahim sudah
mati dan tanda patognomonik tidak hadir.
17
Dari Adolf Stein Memorial untuk Penelitian di Roentgenology. Karya ini didukung
oleh dana dari Dana Baer Otto untuk Penelitian Klinis. Makalah yang dibacakan di hadapan
Masyarakat Radiologi Amerika Utara, di Cleveland, Desember 2000.
18