26
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk yang senang akan permainan, hal ini sesuai dengan hakikat manusia sebagai mahluk bermain (homo ludens) (Wijana, 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep tentang permainan karena salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat untuk menyampaikan pesan, makna, pikiran, dan ide. Menurut Crystal (1998:1), permainan bahasa terjadi di saat fitur-fitur linguistik dimanipulasi sehingga menghasilkan sesuatu yang tidak normal dan sering dilakukan untuk kesenangan pribadi ataupun orang lain. Setiap ragam permainan bahasa mengandung aturan permainan yang mencerminkan ciri khas atau corak dari permainan bahasanya, ada yang berupa kata atau suku kata yang ditambahkan pada susunan kata agar terbentuk sebuah kalimat dengan arti yang menarik dan masuk akal ada juga yang berupa angka yang membentuk sebuah kata. Permainan jenis ini di Jepang dikenal dengan istilah goroawase permainan kata‟. Ragam-ragam permainan bahasa di atas berfungsi untuk memudahkan dalam mengingat atau menghafalkan sesuatu selain itu juga bisa digunakan sebagai sarana humor.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

  • Upload
    hacong

  • View
    242

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah mahluk yang senang akan permainan, hal ini sesuai

dengan hakikat manusia sebagai mahluk bermain (homo ludens) (Wijana,

2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan

konsep tentang permainan karena salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat

untuk menyampaikan pesan, makna, pikiran, dan ide. Menurut Crystal (1998:1),

permainan bahasa terjadi di saat fitur-fitur linguistik dimanipulasi sehingga

menghasilkan sesuatu yang tidak normal dan sering dilakukan untuk kesenangan

pribadi ataupun orang lain.

Setiap ragam permainan bahasa mengandung aturan permainan yang

mencerminkan ciri khas atau corak dari permainan bahasanya, ada yang berupa

kata atau suku kata yang ditambahkan pada susunan kata agar terbentuk sebuah

kalimat dengan arti yang menarik dan masuk akal ada juga yang berupa angka

yang membentuk sebuah kata. Permainan jenis ini di Jepang dikenal dengan

istilah goroawase „permainan kata‟. Ragam-ragam permainan bahasa di atas

berfungsi untuk memudahkan dalam mengingat atau menghafalkan sesuatu selain

itu juga bisa digunakan sebagai sarana humor.

Page 2: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

2

Dalam Koujien, Shinmura (1989:911) mendefinisikan goroawase (語呂合

わ せ ) sebagai permainan kata. Sedangkan menurut Hayashi (1989:879)

goroawase didefinisikan sebagai salah satu jenis permainan bahasa yang awalnya

berasal dari peribahasa dan ungkapan yang dibentuk menjadi ungkapan yang lucu.

Permainan ini dibuat dengan cara memanfaatkan kemiripan unsur bunyi kata pada

peribahasa yang diubah menjadi ungkapan lucu yang berbeda dari makna asalnya,

misalnya peribahasa “Neko ni Koban” yang berarti „kucing diberi emas‟.

Peribahasa ini mengumpamakan orang yang memiliki harta berharga tetapi tidak

tahu kegunaan benda tersebut kemudian dalam goroawase diubah menjadi “Geko

ni Gohan” yang berarti „orang mabuk diberi makan nasi‟.

Pada awalnya goroawase hanya digunakan untuk menciptakan ungkapan

yang lucu dari sebuah peribahasa dan ungkapan yang sudah ada, namun seiring

perkembangan zaman, kini goroawase banyak digunakan sebagai teknik untuk

menghafalkan angka atau nomor di Jepang. Sistem angka Jepang adalah sistem

bilangan yang digunakan dalam bahasa Jepang. Dalam penulisannya, angka

Jepang didasarkan pada angka Cina. Dua set pengucapan untuk angka yang ada di

Jepang, yang pertama didasarkan pada cara baca Cina (on-yomi), yaitu pembacaan

dari karakter Cina yang pelafalannya telah disesuaikan dengan sistem bunyi

bahasa Jepang dan yang lainnya didasarkan pada cara baca Jepang (kun-yomi),

yaitu kata asli bacaan Jepang (cara baca Jepang). Ada dua cara penulisan angka

dalam bahasa Jepang, angka Arab (1, 2, 3) atau angka Cina yang lebih dikenal

dengan tulisan kanji (一, 二, 三). (Pradinata, 2013).

Page 3: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

3

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis merasa bahwa pemakaian

goroawase sebagai permainan kata dalam bahasa Jepang jika diangkat sebagai

bahan penelitian kebahasaan akan menjadi suatu hal yang sangat menarik,

mengingat bahasa Jepang memiliki kekhasan tersendiri, salah satunya terletak

pada sistem angkanya. Berikut penulis paparkan beberapa contoh data:

ヒト ミ

Hito Mi

(1) 1月 3日

Hitomi

„3 Januari (hari pupil)‟

(http://qjphotos.wordpress.com)

Angka Cara baca Angka

Goroawase Kun-yomi On-yomi Ei-yomi

1 Hito Ichi Wan Hitomi

3 Mi San Surii

Data (1) di atas merupakan goroawase yang tersusun atas dua angka,

yakni angka 1 dan 3. Deretan angka tersebut merupakan tanggal

diperingatinya hari pupil (hari mata) di Jepang yang bertepatan pada

tanggal 3 Januari. Penanggalan di Jepang umumnya ditulis dengan urutan

tahun (年/nen), bulan (月/gatsu), dan hari (日/nichi). Tanggal 1月 3日

(ichi gatsu mikka) dalam goroawase tidak dilafalkan dengan sistem

penanggalan Jepang, namun berdasarkan pada cara baca Jepang (kun-

yomi) dengan aturan cara baca yaitu, angka 1 dibaca sebagai /hito/ dan

angka 3 dibaca sebagai /mi/ sehingga menghasilkan sebuah bentuk variasi

berupa kata yang dibaca sebagai /hitomi/. Pembentukan deret angka di atas

menjadi sebuah kata yang memiliki makna, merupakan salah satu fungsi

goroawase sebagai alat untuk menjelaskan suatu informasi. Dalam hal ini,

Page 4: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

4

menjelaskan mengenai perayaan hari pupil di Jepang. Makna yang muncul

dalam kata “hitomi” ini memiliki makna yang ambigu, yakni makna

leksikalnya adalah „pupil (bagian dari mata)‟ dan makna goroawasenya

merujuk pada „tanggal 3 Januari‟, yang merupakan tanggal diperingatinya

hari pupil (hari mata) di Jepang, meskipun kedua makna yang muncul

sama-sama merujuk pada kata “mata” namun makna-makna tersebut tidak

saling berkaitan sebab yang satu merujuk pada salah satu bagian dari mata

yaitu pupil, sedangkan makna yang lain menyatakan suatu perayaan yang

biasa dilakukan masyarakat Jepang. Deretan goroawase di atas merupakan

pembentukan goroawase yang berasal dari kata “hitomi” kemudian

dibentuk menjadi deret angka 1-3 yang dilakukan untuk mempermudah

orang dalam mengingat perayaan yang terjadi pada tanggal tersebut. Untuk

selanjutnya penyebutan cara baca Jepang, cara baca Cina, cara baca

Inggris, dan permainan kata akan disebutkan dengan menggunakan istilah

asli Jepangnya yaitu kun-yomi untuk „cara baca Jepang‟, on-yomi untuk

„cara baca Cina‟, ei-yomi untuk „cara baca Inggris‟, dan goroawase untuk

„permainan kata‟. Hal ini dilakukan untuk mengefisienkan pemakaian

kata-kata dalam pemaparan analisis, sehingga tidak terjadi pemborosan

kata dengan menyebutkan istilah asli Jepang disertai padanannya dalam

bahasa Indonesia secara berulang-ulang.

Page 5: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

5

ヤ ク ザ

Ya Ku Za

(2) 8 9 3

Yakuza

„893 (Mafia Jepang)‟

(http://www.anneahira.com/yakuza.htm)

Angka Cara baca Angka

Goroawase Kun-yomi On-yomi Ei-yomi

8 Ya Hachi, Ba Eito

Yakuza 9 Kokono Kyuu, ku Nain

3 Mi San (za) Surii

Apabila dijabarkan, data (2) di atas termasuk dalam klasifikasi cara baca

gabungan on-kun yang menghasilkan variasi bentuk berupa kata yang

dibaca sebagai “yakuza” dengan aturan cara baca yaitu, angka 8 dibaca

secara kun-yomi sebagai /ya/, angka 9 dibaca secara on-yomi sebagai /ku/,

dan angka 3 dibaca secara on-yomi sebagai /za/ yang telah mengalami

penghilangan mora /n/ dari cara baca /san/ kemudian mengalami

perubahan konsonan dari cara baca yang diawali dengan konsonan

alveolar frikatif tidak bersuara (fonem /s/) yaitu /sa/ menjadi konsonan

alveolar frikatif bersuara (fonem /z/) yaitu /za/ (lihat lampiran 1 pada hal.

145). Deret angka 8-9-3 merupakan goroawase yang tersusun atas tiga

angka dan berfungsi sebagai alat untuk merahasiakan sesuatu. Dalam

goroawase, deretan angka tersebut berasal dari kata “yakuza” yang sengaja

dibentuk ke dalam deret angka 8-9-3 untuk simbol atau kode rahasia di

masyarakat umum, sebab biasanya kata yakuza tidak diucapkan secara

jelas apalagi jika berbicara di luar rumah. Masyarakat menyimbolkan kata

“yakuza” dengan cara menggoreskan jari telunjuk ke pipi sendiri atau

dengan menyebutkan bilangan 893. Angka ini berasal dari salah satu

Page 6: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

6

kombinasi kartu yaitu 8-9-3 dalam permainan kartu hanafuda, kombinasi

kartu tersebut apabila dijumlahkan maka hasilnya 20. Angka 20 tersebut

dikenal sebagai “angka sial” di Jepang. Makna leksikal dari kata “yakuza”

adalah „nama dari sindikat teroganisir di Jepang (mafia Jepang)‟

sedangkan makna goroawasenya adalah „simbol angka untuk yakuza‟.

イ イ ク ニ

I I Ku Ni

(3) 1 1 9 2

Ii kuni

„tahun 1192 (negara yang baik)‟

(https://id-id.facebook.com)

Angka Cara baca Angka

Goroawase Kun-yomi On-yomi Ei-yomi

1 Hito Ichi Wan

Ii kuni 9 Kokono Kyuu, ku Nain

2 Futa Ni, ji Tsu

Variasi bentuk yang dihasilkan dari gabungan cara baca pada deret angka

1-1-9-2 berupa frasa yang dibaca sebagai “ii kuni”. Data (3) di atas

merupakan goroawase yang tersusun dari empat angka yang merupakan

tahun berdirinya Keshogunan Kamakura. Pola pembentukan deret angka di

atas berasal angka yang kemudian dibentuk menjadi sebuah frasa dengan

memanfaatkan cara baca yang dimiliki oleh setiap angka pada deret

tersebut, dalam hal ini adalah bunyi Cina (on-yomi) dengan aturan cara

baca yaitu angka 1 dibaca sebagai /i/ yang telah mengalami proses

penghilangan mora /chi/ dari cara baca /ichi/, angka 9 dibaca sebagai /ku/,

dan angka 2 dibaca sebagai /ni/. Goroawase “ii kuni” dimaksudkan untuk

memudahkan orang lain dalam menghapal angka-angka penting di Jepang.

Page 7: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

7

Makna yang muncul dalam frasa “ii kuni”, secara leksikal bermakna

„negara yang baik‟ dan dalam goroawase bermakna „tahun 1192‟. Frasa “ii

kuni” kemudian dipadankan dengan kata yang lain sehingga menjadi

sebuah kalimat yang sekaligus menunjukkan peristiwa yang terjadi pada

tahun tersebut, yaitu “Ii kuni tsukurou kamakura bakufu” yang berarti

„Mari mendirikan negara baik Keshogunan Kamakura‟.

ヨ イ フ ロ

Yo I Fu Ro

(4) 4 1 2 6

Yoi furo

„4126 (tempat pemandian yang nyaman)‟

(http://stepanov.lk.net)

Angka Cara baca Angka

Goroawase Kun-yomi On-yomi Ei-yomi

4 Yon, Yo Shi Ho

Yoi furo 1 Hito Ichi Wan

2 Futa Ni, ji Tsu

6 Mu Roku Shikkusu

Data (4) di atas termasuk dalam klasifikasi goroawase yang berfungsi

sebagai alat untuk menawarkan suatu produk atau jasa karena deret angka

4-1-2-6 merupakan penggalan nomor telepon salah satu tempat pemandian

di Jepang. Deret tersebut berasal dari frasa “yoi furo” yang sengaja

dibentuk menjadi sebuah deret angka dengan mencocokkan cara baca yang

dimiliki oleh setiap angka pada deret tersebut agar sesuai dengan frasa

yang dimaksud dengan tujuan agar pesan yang ingin disampaikan terlihat

menarik dan memudahkan konsumen dalam menghafal nomor telepon

tersebut. Pola pembentukan cara baca pada deret angka 4-1-2-6 merupakan

Page 8: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

8

cara baca gabungan on-kun dengan aturan cara baca yaitu, angka 4 dibaca

secara kun-yomi sebagai /yo/, angka 1 dibaca secara on-yomi sebagai /i/

yang telah mengalami penghilangan mora /chi/ dari cara baca /ichi/, angka

2 dibaca secara kun-yomi sebagai /fu/ yang juga mengalami penghilangan

mora /ta/ dari cara baca /futa/ dan angka 6 dibaca sebagai on-yomi sebagai

/ro/ yang telah mengalami penghilangan mora /ku/ dari cara baca /roku/.

Variasi bentuk yang dihasilkan dari gabungan cara baca yang terdiri atas

empat angka tersebut berupa sebuah frasa yang dibaca sebagai “yoi furo”.

Makna yang muncul dalam frasa “yoi furo” ini memiliki makna leksikal

„pemandian yang nyaman‟ sedangkan makna yang dibentuk dalam

goroawase yaitu „4126‟, yang merujuk pada penggalan nomor telepon

salah satu tempat pemandian di Jepang.

Berdasarkan uraian di atas, maka pengkajian yang komprehensif terhadap

goroawase dalam bahasa Jepang merupakan sesuatu yang sangat diperlukan untuk

mengetahui bagaimana sebuah angka dapat berperan penting dalam kehidupan

masyarakat, khususnya di Jepang. Selain itu, kekhasan pola pembentukan

goroawase seperti yang dicontohkan pada data di atas menimbulkan minat dan

ketertarikan peneliti untuk mengetahui lebih jauh mengenai faktor-faktor yang

melatarbelakangi pembentukan goroawase di Jepang. Penelitian ini mengangkat

sebuah kajian linguistik yang berorientasi sosial budaya Jepang. Sejauh ini belum

ada penelitian terhadap goroawase yang berdasarkan pada kajian semantik. Oleh

karena itu, peneliti membatasi penelitian terhadap goroawase dalam bahasa

Jepang untuk kajian semantik.

Page 9: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

9

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk

menggali lebih dalam mengenai pola-pola pembentukan dalam goroawase bahasa

Jepang. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, antara

lain:

a. Bagaimana pola pembentukan dan variasi cara baca goroawase dalam

bahasa Jepang?

b. Bagaimana variasi bentuk yang dihasilkan dari pola pembentukan

goroawase dalam bahasa Jepang?

c. Apa fungsi pembentukan goroawase dalam bahasa Jepang?

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang

permainan kata dalam bahasa Jepang. Selain itu, penelitian ini memiliki tujuan

yang secara khusus dapat dirinci sebagai berikut :

a. Mendeskripsikan tentang pola pembentukan dan variasi cara baca

goroawase dalam bahasa Jepang.

b. Mendeskripsikan tentang variasi bentuk yang dihasilkan dari pola

pembentukan goroawase dalam bahasa Jepang.

c. Menjelaskan tentang fungsi pembentukan goroawase dalam bahasa

Jepang.

Page 10: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

10

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat teoritis maupun

manfaat praktis. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat kepada pembaca mengenai goroawase yang banyak digunakan sebagai

sarana untuk bermain dengan kata-kata dalam bahasa Jepang, dalam hal ini adalah

untuk menghapalkan angka-angka penting di Jepang, untuk menawarkan suatu

produk atau jasa, untuk membuat kode rahasia, dan lain-lain karena sejauh ini

penelitian mengenai goroawase ini masih sangat sedikit ditemukan. Secara praktis,

penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang

pola pembentukan dan variasi cara baca goroawase, variasi bentuk yang

dihasilkan dalam pembentukan goroawase serta fungsi dari pembentukan

goroawase yang kini semakin berkembang di Jepang. Selain itu, penelitian ini

juga diharapkan dapat menjadi referensi tambahan untuk kajian selanjutnya

mengenai goroawase dalam bahasa Jepang.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian yang berhubungan dengan permainan kata ini sebelumnya

pernah dilakukan oleh Wijana (2000) dalam jurnal humaniora dengan judul

penelitian “Angka, Bilangan, dan Huruf dalam Permainan Bahasa”. Penelitian ini

membahas tentang bentuk kreativitas permainan angka, bilangan dan huruf yang

mempresentasikan elemen-elemen bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa

Inggris di dalam masyarakat yang banyak ditentukan oleh situasi sosiolinguistis

sebuah masyarakat, misalnya :

Page 11: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

11

1. Angka sebagai representasi kata atau bagian kata bahasa tertentu,

misalnya adalah ber-217-an dan 2-1 rumah. Dalam contoh ber-217-an

berarti „berdua satu tujuan‟, dan 2-1 rumah berarti „tuan rumah‟.

Contoh pertama merupakan representasi kata dalam bahasa Indonesia

sedangkan contoh kedua merupakan representasi kata dalam bahasa

Inggris.

2. Angka sebagai visualisasi lambang bunyi, misalnya pada angka 90

yang dapat dibaca sebagai go „pergi‟ kata dalam bahasa Inggris. Secara

visual angka Sembilan (9) mirip dengan G „huruf ketujuh‟, dan angka

nol (0) mirip atau sama dengan huruf O.

3. Angka sebagai representasi not lagu, misalnya 23761. 23761

maksudnya adalah Remi Sylado, nama seorang artis.

4. Angka sebagai representasi formula satuan matematis, misalnya dan

lingkaran lambang perdamaian. Angka pecahan yang merupakan

formula satuan matematis dibaca π (phi), sedangkan lingkaran

perdamaian dalam bahasa Inggris dibaca peace /pis/. Jadi angka

pecahan dan perdamaian tersebut dapat dibaca pipis „buang air

kecil‟.

5. Angka sebagai representasi frekuensi pembacaan, misalnya Q2R.

Angka dua dalam tulisan tersebut tidak dibaca sebagai frekuensi

pembacaan huruf sebelumnya, sehingga tulisan tersebut dibaca,

menjadi „kikir‟.

Page 12: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

12

Sedangkan penelitian yang menyangkut tentang goroawase dalam bahasa

Jepang sebelumnya pernah dilakukan oleh Fatkul (2004) dalam skripsinya yang

berjudul “Pemakaian Goroawase Untuk Cara Baca Nomor Telepon Dalam Iklan

Bahasa Jepang”. Penelitian ini membahas tentang usaha yang dilakukan dunia

periklanan Jepang untuk menjadikan sebuah komposisi iklan menarik yaitu

dengan cara memanfaatkan keberadaan nomor telepon secara maksimal.

1.6 Landasan Teori

Teori yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan landasan yang

akan digunakan dalam menganalisis data-data penelitian, maka teori yang menjadi

dasar analisis data penelitian ini antara lain teori tentang permainan bahasa,

goroawase, pola pembentukan goroawase, dan makna.

1.6.1 Permainan Bahasa

Permainan berasal dari kata “main” yang artinya perbuatan untuk

menyenangkan hati (Alwi, 2001:698). Dalam konteks bahasa, permainan berarti

suatu aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan berbahasa tertentu dengan

cara yang menggembirakan (Mahmud, 2009). Dari pemaknaan tersebut dapat

dipahami, bahwa permainan bahasa mempunyai tujuan ganda, di samping untuk

memperoleh kegembiraan, juga untuk melatih keterampilan berbahasa tertentu

seperti keterampilan berbicara dan menulis.

Page 13: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

13

Apte (1985:179-184) menuturkan bahwa permainan bahasa dapat berupa

rima seperti yang digunakan dalam permainan anak, repetisi atau pengulangan,

teka-teki, permainan dialek, pun, kata-kata nonce „untuk saat-saat tertentu‟,

limerick „puisi jenaka yang berima‟, kata-kata yang tak bermakna, malaporism,

spoonerism, dan tounge twister.

Permainan bahasa yang disebut pun merupakan permainan kata yang

meliputi penggunaan homonim dalam sebuah konteks di mana hanya satu makna

saja yang tepat, sementara makna yang lain dapat muncul (Apte, 1985:179).

Goroawase merupakan salah satu permainan kata yang dapat digolongkan ke

dalam kelompok permainan bahasa yang disebut pun yang terdapat di Jepang.

Selain bentuk, permainan bahasa juga memiliki kegunaan. Menurut Cook

(2000:5), permainan bahasa digunakan dengan tujuan untuk humor, menghina

orang lain, dan sebagai media dalam kompetisi di sebuah organisasi sosial.

Sedangkan Apte (1985) mengemukakan jenis-jenis permainan bahasa sebagai

bentuk-bentuk dari humor dan Crystal (1998) memaparkan bahwa permainan

bahasa dilakukan sebagai sumber kesenangan yang pada umumnya adalah humor.

Crystal juga menjelaskan bahwa bukan hanya bentuk-bentuk permainan bahasa

yang tertulis ataupun bunyi-bunyian dengan makna namun bunyi-bunyi tanpa

makna ataupun bunyi yang terdengar lucu seperti suara tokoh Disney Donal Duck

termasuk ke dalam bentuk permainan bahasa.

Page 14: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

14

1.6.2 Goroawase ‘Permainan Kata’

Menurut Kindaichi (1988:719), goroawase adalah ungkapan lucu yang

dibuat dengan cara meniru bunyi yang ada pada kotowaza „peribahasa‟, seeku

„ungkapan‟, dan sebagainya yang selanjutnya dibuat kata baru dengan arti yang

berbeda dari makna asal. Kindaichi (1988: 897-898) juga menuturkan bahwa

goroawase merupakan salah satu teknik yang ada dalam share. Share adalah

teknik permainan bahasa yang digunakan untuk memancing tawa dengan cara

memakai homonim atau mengambil salah satu unsur bunyi yang kemudian diubah

ke dalam kata yang sama sekali berbeda dengan makna asal. Istilah share adalah

berasal dari verba “saru” atau “zaru” yang pada zaman Heian mempunyai banyak

arti. Arti kata tersebut adalah „membersihkan debu‟, „disaring‟, „nakal‟, „bermain‟

dan sebagainya. Verba ini kemudian mengalami proses nominalisasi menjadi

share, dan zaru atau jaru yang memiliki makna sentral „bermain‟ atau „bercanda‟.

Penggunaan istilah share dalam segala sisi kehidupan pada saat itu, mengalami

kecenderungan ke arah teknik permainan bahasa.

Goroawase muncul sekitar tahun 1780-an. Teknik percakapan ini telah

menggerakkan kekhasan dialek Kanto. Misalnya ungkapan “Izukumo onaji aki no

yuugure” „karena sangat kesepian, ketika keluar rumah untuk mencoba melihat

sekeliling dimanapun terasa sama dengan sunyinya senja di musim gugur‟ diubah

menjadi “mizu kumu oyaji aki no yuugure”. Ungkapan “izukumo onaji”

diplesetkan dengan ungkapan yang memiliki unsur kemiripan bunyi menjadi

“mizu kumu oyaji” „ayah yang berkumur‟, yang memiliki arti berbeda sama sekali.

Page 15: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

15

Pada awalnya goroawase ini merupakan kiokuhoo „teknik hafalan‟ yang

lahir berdasarkan kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari, seperti sebelum dikenal

rice cooker, dikenal rangkaian kata-kata untuk menunjukkan cara menanak nasi

yang baik yaitu “hajime chorochoro naka papa” yang berarti „permulaan dengan

api kecil, menjelang nasi tanak dengan api besar sebentar‟. Namun seiring

perkembangan zaman, goroawase pun mengalami perubahan fungsi, kini

goroawase banyak digunakan sebagai teknik untuk menghafalkan tahun, nomor

telepon, dan akar bilangan (heehookon) digunakan teknik goroawase. Misalnya :

a. Nakuyo uguisu heiankyoo „kepodangnya berkicau lho, di Kyoto‟.

(tahun 794). “Nakuyo” pada data (5) merupakan teknik yang

digunakan untuk menghafalkan tahun mulainya zaman Heian. Angka

794 dibaca /nakuyo/ berasal dari cara baca angka secara kun-yomi

angka 7 yang dibaca sebagai /na/, angka 9 yang dibaca secara on-yomi

sebagai /ku/, dan angka 4 yang dibaca secara kun-yomi sebagai /yo/.

(http://www.japantimes.co.jp).

b. Hakushi ni modosu kentooshi yang berarti „para utusan yang kembali

tanpa hasil‟ (tahun 894). “Hakushi” pada data (6) merupakan teknik

yang digunakan untuk menghafalkan tahun dihentikannya pengiriman

utusan ke Cina pada tahun 894. Kata /hakushi/ berasal dari cara baca

angka 8 yang dibaca secara on-yomi sebagai /ha/, angka 9 yang dibaca

secara on-yomi sebagai /ku/, dan angka 4 yang dibaca secara on-yomi

sebagai /shi/. (http://www.japantimes.co.jp).

Page 16: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

16

c. Hito yo hito yo ni hito migoro yang berarti „setiap malam selalu

berubah terlihat seperti orang lain‟ (√2=1.41421356) pada data (7)

merupakan teknik yang digunakan untuk menghafalkan rumus

matematika. Kalimat di atas diperoleh dari cara baca angka 1 yang

dibaca secara kun-yomi sebagai /hito/, angka 4 dibaca secara kun-yomi

sebagai /yo/, angka 2 dibaca secara on-yomi sebagai /ni/, angka 3

dibaca secara kun-yomi sebagai /mi/, angka 5 dibaca secara on-yomi

sebagai /go/, dan angka 6 dibaca secara on-yomi sebagai /ro/ yang

telah mengalami proses penghilangan mora /ku/.

(http://www.mognet.net/).

1.6.3 Pola Pembentukan Cara Baca Goroawase

Pola pembentukan cara baca goroawase secara umum mengacu kepada

cara baca angka dan bilangan yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari oleh

masyarakat Jepang. Angka adalah tanda atau lambang sebagai pengganti bilangan,

sedangkan bilangan adalah satuan jumlah. Dalam konsep bahasa Jepang suatu

angka dapat berubah menjadi bilangan sekaligus penunjuk nomor urut dengan

menambah kata bantu bilangan.

Shinmura (1998:2914-2917) membagi numeralia pokok bahasa Jepang

menjadi dua, yakni numeralia bahasa Jepang dan numeralia bahasa Cina.

Numeralia bahasa Jepang yaitu angka yang dilafakan dengan cara baca Jepang

(kun-yomi), yang digunakan untuk menghitung jumlah suatu benda atau objek

sedangkan numeralia bahasa Cina merupakan angka yang dilafalkan dengan cara

Page 17: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

17

baca yang berasal dari bahasa Cina yang pelafalanannya telah disesuaikan dengan

sistem bunyi bahasa Jepang, umumnya digunakan untuk menyatakan bilangan,

kwantitas atau jumlah suatu benda atau objek. Dalam goroawase, Schourup

(2000:132) menemukan cara baca angka yang muncul dari transliterasi dari

bahasa Inggris (ei-yomi), yakni sebagai berikut :

Tabel 1.1 Cara Baca Goroawase

Angka

Shinmura (1998) Schourup (2000)

Cara Baca Jepang

(Kun-yomi)

Cara Baca Cina

(On-yomi)

Cara Baca Inggris

(Ei-yomi)

0 Maru, wa Rei O, Zero

1 Hito Ichi Wan

2 Futa Ni, Ji Tsu

3 Mi San Surii

4 Yon, Yo Shi Ho

5 Itsu Go Faibu

6 Mu Roku Shikkusu

7 Nana Shichi Sebun

8 Ya Hachi, Ba Eito

9 Kokono Kyuu, Ku Nain

10 Too, To Ju, Ji Ten

Pola pembentukan goroawase sangat berkaitan dengan sistem fonologi

dalam bahasa Jepang, huruf vokal pada sistem fonologi bahasa Jepang tidak

mempunyai banyak permasalahan, akan tetapi huruf konsonan sangat problematik.

Fonem segmental dan suprasegmental membedakan arti. Dalam unit

suprasegmental, yaitu silabe dan mora. Kata “shinbun” yang berarti „surat kabar‟

terdiri atas dua silabe, yaitu “shin” dan “bun”, tetapi penutur bahasa Jepang

membagi lagi kata tersebut menjadi empat unit, yaitu /shi/, /n/, /bu/, dan /n/,

berdasarkan empat grafem kana. Dalam bahasa Jepang, mora adalah suatu unit

Page 18: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

18

yang dapat diwakilkan oleh sebuah grafem kana. Berikut tabel aksara Kana

menurut Aronoff (2001:55) via Soelistyowati (2002).

Tabel 1.2 Tabel Aksana kana (Gojuuonzu)

Hiragana Katakana

-A -I -U -E -O -A -I -U -E -O

Ø あ い う え お ア イ ウ エ オ

a i u e o a i U e o

K- か き く け こ カ キ ク ケ コ

ka ki ku ke ko ka ki Ku ke ko

G- が ぎ ぐ げ ご ガ ギ グ ゲ ゴ

ga gi gu ge go ga gi Gu ge go

S- さ し す せ ぞ サ シ ス セ ソ

sa shi su se so sa shi su se so

Z- ざ じ ず ぜ ぞ ザ ジ ズ ゼ ゾ

za ji zu ze zo za ji zu ze zo

T- た ち つ て と タ チ ツ テ ト

ta chi tsu te to ta chi tsu te to

D- だ ぢ づ で ど ダ ヂ ヅ デ ド

da ji zu de do da ji zu de do

N- な に ぬ ね の ナ ニ ヌ ネ ノ

na ni nu ne no na ni nu ne no

H- は ひ ふ へ ほ ハ ヒ フ ヘ ホ

ha hi fu he ho ha hi fu he ho

B- ば び ぶ べ ぼ バ ビ ブ ベ ボ

ba bi bu be bo ba bi bu be bo

P- ぱ ぴ ぷ ぺ ぽ パ ピ プ ペ ポ

pa pi pu pe po pa pi pu pe po

M- ま み む め も マ ミ ム メ モ

ma mi mu me mo ma mi mu me mo

Y- や

よ ヤ

ya yu yo ya yu yo

R- ら り る れ ろ ラ リ ル レ ロ

ra ri ru re ro ra ri ru re ro

W- わ

を ワ

wa wo wa wo

N ん ン

n n

Page 19: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

19

Berkaitan dengan angka atau bilangan, Saussure (1974:38) via Zoest

(1996:59-60) menggolongkan bilangan ke dalam dua tanda bahasa yaitu tanda

bahasa yang tidak bermotivasi, misalnya kata bilangan eleven, dan tanda bahasa

tidak semena absolut, misalnya kata bilangan thirteen, twenty five dan seterusnya

karena di dalamnya terkandung unsur satuan dan puluhan. Sedangkan berkaitan

dengan tanda bahasa secara umum, Saussure berpendapat bahwa ciri umum tanda

bahasa adalah arbiraritas „kesemenaan‟ absolut. Ini dipertentangkannya dengan

tanda bahasa yang mempunyai motivasi. Tanda bahasa seperti ini disebut simbol

(Zoest, 1996:59-60).

1.6.4 Makna

Bahasa dapat dipandang sebagai sistem yang dikendalikan oleh aturan

tertentu sesuai dengan bahasa yang digunakan, tapi sebenarnya masih ada metode

lain untuk memahami cara kerja dan tujuan digunakannya bahasa tersebut. Hal

inilah yang akan difokuskan dalam penelitian ini. Sebagai contoh, biasanya

bahasa digunakan untuk mengatakan apa yang menjadi maksud yang ingin

disampaikan. Namun proses dari terbentuknya “maksud” atau makna ini sangat

rumit. Untuk menjelaskannya, maka harus dibuat semacam “model” dari makna.

Model adalah sebuah cara berpikir yang bisa membantu kita untuk memulai

menelaah sebuah ide secara sederhana (Thomas, 2007:9).

Page 20: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

20

Salah satu model yang dibuat untuk menjelaskan makna mengatakan

bahwa untuk semua kelompok bunyi atau huruf yang ada dalam sebuah kata, ada

hubungan satu-persatu (one to one relation) dengan sebuah makna, dan untuk

semua makna yang bisa dipikirkan, akan selalu ada satu kelompok bunyi (kata

lisan) dan kelompok huruf (kata tertulis) yang mewakilinya, misalnya pada

pembentukan goroawase. Makna-makna yang muncul dari hasil gabungan cara

baca angka yang terdapat pada deret angka dalam goroawase menghasilkan

variasi bentuk berupa kata, frasa, klausa bahkan kalimat yang memiliki makna

yang berbeda dengan makna aslinya.

Dalam buku metode linguistik, Djajasudarma (1999:5) mengemukakan

bahwa pengertian makna (sense) dibedakan dari pengertian arti (meaning) di

dalam semantik. Makna bertalian dengan sistem hubungan yang kompleks yang

ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Sementara

Lyons (1977:204) via Djajasudarma (1999:5) menyebutkan bahwa mengkaji atau

memberi makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan

dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dengan

kata-kata yang lain.

Page 21: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

21

1.7 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif,

yaitu penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta

kebahasaan yang ada atau fenomena-fenomena yang memang secara empiris

hidup pada penuturnya. Penelitian ini menggunakan tiga macam metode. Ketiga

metode itu adalah metode pengumpulan data, metode analisis dan metode

penyajian hasil analisis data.

1.7.1 Sumber Data

Data dalam penelitian ini berasal dari beberapa telusuran internet seperti

<www.facebook.com>; < http://stepanov.lk.net >; < http://rick.cogley.info > dan

lain-lain, sebab penggunaan goroawase umumnya dipakai untuk beberapa tujuan

tertentu sehingga masih sangat sulit untuk menemukan buku-buku sumber yang

berhubungan dengan goroawase. Selain itu, penulis memakai korpus elektronik

bahasa Jepang (Goroawase Generator) yang bersumber pada situs

<http://seoi.net/goro/?n=> untuk menguji kevalidan data yang didapat dan juga

untuk menjaga reabilitas penelitian. Data-data yang didapat kemudian

dikonsultasikan kepada informan yang adalah penutur asli.

Data-data dalam penelitian ini penulis batasi menjadi goroawase yang

tersusun atas dua angka, tiga angka, empat angka, lima angka, enam angka, dan

tujuh angka. Data-data yang terkumpul merupakan data-data yang diperoleh dari

tanggal 11 September 2013 sampai dengan tanggal 17 Januari 2014.

Page 22: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

22

1.7.2 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan sebagai pengumpulan data dalam penelitian ini

adalah metode simak yaitu dengan cara menyimak penggunaan bahasa dengan

cara mencari data-data dari beberapa telusuran internet. Teknik yang digunakan

dalam metode ini adalah teknik catat, yaitu dengan mencatat semua data yang

didapat pada kartu data yang kemudian dilanjutkan dengan klasifikasi data.

Untuk mempermudah pemahaman, data yang dianalisis ditulis miring

dengan huruf kecil dan diberi tanda petik, sementara definisinya ditulis dengan

huruf kecil yang diapit dengan tanda petik tunggal. Sejumlah data yang diperoleh

dicatat pada kartu data. Pencatatan pada kartu data untuk memudahkan

pengklasifikasian.

Sumber data adalah kata-kata yang diambil dari hasil pencarian melalui

beberapa telusuran internet yang kemudian diuji kevalidannya dalam korpus

Goroawase Generator pada situs <http://seoi.net/goro/?n=>. Berikut ini adalah

tahapan dalam menguji data goroawase dari situs Goroawase Generator yang

selanjutnya disingkat menjadi GG.

Page 23: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

23

1) Masuk ke situs Goroawase Generator (GG) yang tampilan situsnya

seperti berikut:

2) Masukkan angka seperti pada gambar berikut :

Page 24: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

24

3) Klik tombol „Enter‟ kemudian akan keluar hasil seperti berikut :

4) Penulis menyalin dan menyimpan keluaran hasil pencarian goroawase

melalui GG ke format Microsoft Word.

5) Data yang diperoleh dianalisis dan disajikan dengan penomoran urut

sesuai dengan nomor data yang digunakan dalam pembahasan.

1.7.3 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam analisis “Goroawase dalam Bahasa

Jepang” adalah metode padan. Padan merupakan kata yang bersinonim dengan

kata banding dan sesuatu yang dibandingkan mengandung makna adanya

keterhubungan sehingga padan di sini diartikan sebagai hal menghubung-

bandingkan (Mahsun, 2005:112). Peneliti menggunakan metode padan

ekstralingual karena yang akan dihubungpadankan berkenaan dengan unsur yang

berada di luar bahasa (ekstralingual), seperti hal yang menyangkut makna,

informasi, dan sebagainya.

Page 25: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

25

Tahap-tahap analisis data dimulai dengan mengklasifikasikan data

berdasarkan sistem penggabungan angka dalam goroawase yakni goroawase yang

tersusun atas dua, tiga, empat, lima, enam dan tujuh angka kemudian dilihat juga

bentuk variasi yang dihasilkan dari gabungan baca angka pada deret angka

tersebut.

Selanjutnya pemaparan analisis dilakukan berdasarkan definisi makna

yang muncul dalam goroawase dan makna asli pada kata-kata yang terbentuk

yang telah dicatat pada kartu data. Sebagai data primer, kata-kata tersebut

didefinisikan terlebih dahulu setelah itu dipadankan dengan kata dalam kamus

bahasa Jepang-Indonesia yang disusun oleh Matsuura (1994). Makna kata yang

terbentuk dari goroawase ini tidak didefinisikan, tetapi disinonimkan dengan

makna asli pada kata dalam bahasa Jepang.

1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan

metode penyajian informal dan metode penyajian formal (Mahsun 2005:255).

Penyajian informal adalah bentuk penyajian dengan menggunakan rumusan kata-

kata biasa yang digunakan untuk merumuskan variasi dan tipe-tipe goroawase

dalam bahasa Jepang. Sementara dalam penyajian formal peneliti menggunakan

tanda dan lambang atau dalam bentuk tabel atau rumus.

Page 26: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69140/potongan/S2-2014... · 2009:100) dan bahasa merupakan salah satu sarana dalam mengekspresikan konsep

26

1.8 Sistematika Penyajian

Penelitian „Goroawase Dalam Bahasa Jepang‟ disajikan dalam lima bab,

antara lain: Bab 1 berisi pendahuluan yang akan memaparkan mengenai latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penyajian. Bab

2 mendeskripsikan pola pembentukan dan variasi cara baca goroawase dalam

bahasa Jepang. Bab 3 mendeskripsikan variasi bentuk yang dihasilkan dari pola

pembentukan goroawase dalam bahasa Jepang. Bab 4 mendeskripsikan fungsi

pembentukan goroawase dalam bahasa Jepang, dan bab 5 berisi simpulan dan

saran.