29
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sarana transportasi yang ada di darat, laut, maupun udara memegang peranan penting dalam aspek sosial ekonomi melalui fungsi distribusi antara daerah satu dengan daerah yang lain. Distribusi barang, manusia, dan lain-lain akan menjadi lebih mudah dan cepat bila sarana transportasi yang ada berfungsi sebagaimana mestinya sehingga transportasi dapat menjadi salah satu sarana untuk mengintegrasikan berbagai wilayah di Indonesia. Melalui transportasi penduduk antara wilayah satu dengan wilayah lainya dapat ikut merasakan hasil produksi yang rata maupun hasil pembangunan yang ada. Transportasi darat merupakan moda transportasi yang paling dominan di Indonesia dibandingkan moda transportasi lainnya yaitu transportasi udara dan transportasi laut. Hal ini dikarenakan dominasi kegiatan masyarakat yang ada di darat daripada di laut maupun udara. Hasil survey tahun 2001 yang dilakukan oleh Departemen Perhubungan Republik Indonesia menunjukkan bahwa moda jalan masih menjadi moda utama dalam pergerakan manusia maupun barang. Perkerasan kaku merupakan salah satu jenis perkerasan yang umumnya digunakan untuk mengatasi permasalahan akibat daya dukung tanah yang rendah. Penentuan jenis perkerasan ditentukan berdasarkan jenis beban, keadaan tanah dan pertimbangan ekonomi lainnya. Pada perkerasan kaku, seluruh beban roda dipikul oleh slab beton. Penggunaan koperan pada ujung pelat perkerasan kaku sudah dilakukan pada penelitian Puri, dkk (2013) dalam penelitian Sistem Pelat Terpaku (Nailed- slab System) sebagai salah satu alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan konstruksi jalan yang melalui tanah lunak, yang terdiri atas pelat beton bertulang dan tiang-tiang mikro yang dipasang di bawah pelat tersebut dengan hubungan pelat dan tiang dibuat monolit. Pada bagian kedua ujung pelat dapat pula diperkuat dengan pelat koperan (vertical concrete wall barrier) yang fungsi utamanya untuk mereduksi lendutan akibat beban di pinggir perkerasan.

BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sarana transportasi yang ada di darat, laut, maupun udara memegang

peranan penting dalam aspek sosial ekonomi melalui fungsi distribusi antara

daerah satu dengan daerah yang lain. Distribusi barang, manusia, dan lain-lain

akan menjadi lebih mudah dan cepat bila sarana transportasi yang ada berfungsi

sebagaimana mestinya sehingga transportasi dapat menjadi salah satu sarana

untuk mengintegrasikan berbagai wilayah di Indonesia. Melalui transportasi

penduduk antara wilayah satu dengan wilayah lainya dapat ikut merasakan hasil

produksi yang rata maupun hasil pembangunan yang ada.

Transportasi darat merupakan moda transportasi yang paling dominan di

Indonesia dibandingkan moda transportasi lainnya yaitu transportasi udara dan

transportasi laut. Hal ini dikarenakan dominasi kegiatan masyarakat yang ada di

darat daripada di laut maupun udara. Hasil survey tahun 2001 yang dilakukan

oleh Departemen Perhubungan Republik Indonesia menunjukkan bahwa moda

jalan masih menjadi moda utama dalam pergerakan manusia maupun barang.

Perkerasan kaku merupakan salah satu jenis perkerasan yang umumnya

digunakan untuk mengatasi permasalahan akibat daya dukung tanah yang rendah.

Penentuan jenis perkerasan ditentukan berdasarkan jenis beban, keadaan tanah

dan pertimbangan ekonomi lainnya. Pada perkerasan kaku, seluruh beban roda

dipikul oleh slab beton.

Penggunaan koperan pada ujung pelat perkerasan kaku sudah dilakukan

pada penelitian Puri, dkk (2013) dalam penelitian Sistem Pelat Terpaku (Nailed-

slab System) sebagai salah satu alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan

konstruksi jalan yang melalui tanah lunak, yang terdiri atas pelat beton bertulang

dan tiang-tiang mikro yang dipasang di bawah pelat tersebut dengan hubungan

pelat dan tiang dibuat monolit. Pada bagian kedua ujung pelat dapat pula

diperkuat dengan pelat koperan (vertical concrete wall barrier) yang fungsi

utamanya untuk mereduksi lendutan akibat beban di pinggir perkerasan.

Page 2: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

2

Penelitian ini akan dianalisis desain struktur perkerasan kaku pada

berbagai kondisi, dilakukan dengan Metode Elemen Hingga. Hasil analisis

ditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP

2000.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

maka dapat dirumuskan permasalahannya adalah:

1. Bagaimana lendutan pada perkerasan kaku dengan variasi nilai CBR, tebal

pelat, lokasi beban dan penambahan sayap?

2. Bagaimana tegangan pada perkerasan kaku dengan variasi nilai CBR, tebal

pelat, lokasi beban dan penambahan sayap?

1.3. Batasan Masalah

Membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan

masalah sebagai berikut:

1. Analisis tegangan dan lendutan dilakukan dengan menggunakan Metode

Elemen Hingga menggunakan SAP2000.

2. Kekakuan tanah dimodelkan sebagai kumpulan pegas (elastic spring) yang

berdiri sendiri dan tidak berhubungan.

3. Struktur perkerasan dimodelkan dengan elemen Shell.

4. Beban kendaraan dimodelkan sebagai beban statis.

5. Struktur perkerasan yang dianalisis berupa perkerasan kaku dengan luasan

6 m x 3 m.

6. Mutu beton yang digunakan K350.

7. Nilai CBR efektif tanah yang digunakan adalah 5%, 10%, 15%, dan 20%.

8. Variasi tebal pelat 20 cm, 25 cm, dan 30 cm.

9. Analisis dilakukan dengan variasi posisi pembebanan ujung, tepi dan tengah.

10. Dimensi sayap lebar 25 cm dengan tinggi 50 cm.

11. Analisis dilakukan dalam batas linier.

Page 3: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

3

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui lendutan pada perkerasan kaku dengan variasi nilai CBR, tebal

pelat, lokasi beban dan penambahan sayap.

2. Mengetahui tegangan pada perkerasan kaku dengan variasi nilai CBR, tebal

pelat, lokasi beban dan penambahan sayap.

1.5. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Mengetahui lendutan dan tegangan pada perkerasan kaku menggunakan

metode elemen hingga Software SAP 2000 sebagai salah satu parameter dalam

perencanaan struktur perkerasan kaku.

1.4.2 Manfaat Praktis

Mengetahui perilaku perkerasan kaku dengan berbagai kondisi yang

dievaluasi dari nilai lendutan dan tegangan melalui analisis Software SAP2000.

Page 4: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Tanah dasar (Subgrade) yang ekspansif menimbulkan banyak masalah

kerusakan pada perkerasan jalan raya, sehingga perkerasan yang terletak pada

tanah dasar ekspansif ini sering membutuhkan biaya pemeliharaan dan

rehabilitasi yang besar sebelum perkerasan mencapai umur rancangannya. Tanah

ekspansif (exspansive soil) adalah tanah atau batuan yang mempunyai potensi

penyusutan atau pengembangan oleh pengaruh perubahan kadar air. Rusaknya

perkerasan yang berada di atas tanah dasar ekspansif adalah karena perkerasan

merupakan struktur yang ringan dan sifat bangunannya meluas (Hardiyatmo,

2007).

Perkerasan kaku adalah solusi tepat dalam menangani tanah dasar yang

bermasalah. Namun jika tebal dan mutu beton tidak diperhitungkan dengan tepat,

akan menghasilkan lendutan yang sangat besar, sehingga menyebabkan cracking,

serta pumping dan faulting pada sambungan (Hilyanto, 2013).

Hardiyatmo (2007) dalam penelitiannya untuk menangani gangguan

ketidakrataan permukaan jalan akibat pengembangan tanah dasar maka dicoba

perkerasan kaku dengan menggunakan Sistem Cakar Ayam yang dilengkapi

dengan struktur penghalang vertikal.

Sistem Pelat Terpaku (Nailed-slab System) merupakan salah satu

alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan konstruksi jalan yang melalui

tanah lunak. Sistem ini terdiri atas pelat beton bertulang dan tiang-tiang mikro

yang dipasang di bawah pelat tersebut. Hubungan pelat dan tiang dibuat monolit.

Pada bagian kedua ujung pelat dapat pula diperkuat dengan pelat koperan

(vertical concrete wall barrier) yang fungsi utamanya untuk mereduksi lendutan

akibat beban di pinggir perkerasan (Puri, dkk 2013).

Metode Elemen Hingga bisa menjadi alternatif dalam analisis dan desain

perkerasan kaku (Elnaga, 2014). Metode Elemen Hingga disarankan sebagai

metode alternatif untuk menghitung tekanan perkerasan kaku (Maske., dkk,

2013).

Page 5: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

5

Elnaga (2014) menyajikan metode alternatif untuk desain dan analisis

perkerasan kaku menggunakan Metode Elemen Hingga program LUSAS

(London University Stress Analysis System) yang dibandingkan dengan metode

Portland Semen Assosiation (PCA).

Janco (2010) Membandingkan hasil analisa beam pada fondasi elastic

menggunakan MEH program ansys dan perhitungan metrik dengan hasil

menggambarkan lendutan dan gaya yang terjadi adalah sama.

Meshram, dkk (2013) melakukan penelitian analisis tegangan dan

penentuan k-value efektif untuk perkerasan kaku menggunakan Metode Elemen

Hingga program EverFE dengan variasi tebal perkerasan, k-value, kondisi

pembebanan (sudut dan tepi) dan kondisi beban roda (beban sumbu tunggal dan

ganda) yang dibandingkan dengan teori Westergaard dan Solusi Picket dan Ray.

Secara umum dari hasil analisis dan pembahasan mengenai simulasi

perilaku pelat beton menggunakan program BoEF (Beams on Elastic

Foundation) menyimpulkan bahwa pada variasi ketebalan dan nilai pembebanan

pada pelat beton serta lokasi titik pembebanan mempunyai pengaruh terhadap

nilai lendutan, momen lentur dan gaya lintang pada pelat tersebut (Firdaus,

2010).

Hardiyatmo (2010) menyajikan hasil-hasil analisis pada potongan

melintang Sistem Cakar Ayam Modifikasi yang terdiri dari satu deret “cakar”

dengan dimensi pelat 7,5 m x 2,5 m. Analisis dilakukan dengan menggunakan

Metoda Eemen Hingga (SAP 2000). Defleksi, momen dan gaya lintang oleh

akibat beban titik 1 ton (10 kN) yang bekerja di pusat dan pinggir pelat Sistem

Cakar Ayam dihitung dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel-tabel dan grafik-

grafik.

Setiawan (2015) melakukan penelitian tentang sistem cakar ayam

modifikasi menggunakan Elemen Hingga pada tanah ekspansif dengan model

pelat dengan cakar ayam berupa pipa galvanis. Pengamatan berupa tekanan

pengembangan dan lendutan pada pelat dengan posisi beban tengah, tepi dan

ujung serta diantara cakar ayam. Cakar ayam tersebut mampu mereduksi

pergeseran sebesar 59,46%-89,64% .

Page 6: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

6

Beberapa penelitian yang diantaranya disebutkan di atas, Road Map

penelitian ini ditunjukkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Road Map Penelitian

Nama Peneliti Metode Pokok bahasan

Hardiyatmo

2007

Uji lapangan dan

Uji laboratorium

Usulan penggunaan perkerasan kaku dengan

sistem Cakar Ayam yang dilengkapi dengan

struktur penghalang vertikal pada tanah dasar

yang mempunyai potensi pengembangan

tinggi.

Hardiyatmo

2010 FEM SAP 2000

Analisis Sistem Cakar Ayam Modifikasi

dengan dan tanpa koperan akibat beban

dipusat dan pinggir pelat

Firdaus

2010 FEM BoEF 2D

Gaya yang bekerja pada plat , tinjauan variasi

tebal pelat (15 cm, 25 cm, 35 cm dan 45 cm)

serta

nilai pembebanan (100 kN, 200 kN, 300 kN

dan 400 kN).

Janco

2010 FEMAnsys 2D

Membandingkan hasil analisis dengan ansys

dan teoritical matric pada frame dan beam

pada fondasi elastik.

Surat

2011

FEM SAP 2000

Program Bisar

Menganalisa perkerasan kaku dan lentur

dengan nilai cbr acuan 2%, tebal plat 28cm

dan beban 8t pada ruas jalan purwodadi

dengan pembebanan di tengah.

Sujianto

2012 FEM SAP 2000

Menganalisa perkerasan kaku dengan nilai

cbr lapangan 2% dan tebal 28 cm terhadap

pembebanan 8 t pada ruas jalan Lingkar utara

Sragen dengan pembebanan di tengah.

Puri, dkk 2013

Pengujian Model

Skala penuh dan

FEM BoEF

Sistem Pelat Terpaku tanpa pelat koperan dan

yang dilengkapi pelat koperan dengan variasi

lokasi beban sentris dan beban ujung

Page 7: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

7

Nama Peneliti Metode Pokok bahasan

Hilyanto

2013 Plaxis 3D

Simulasi perilaku plat terhadap tanah dasar

dengan melihat parameter tebal plat 15, 25

dan 35 cmserta mutu beton 20, 25, 30 Mpa

terhadap pembebanan tepi, pinggir dan

tengah.

Meshram, dkk

2013

FEM EverFE dan

Teori

Wastergaard

Analisis tegangan dan penentuan k-value

efektif untuk perkerasan kaku dengan variasi

tebal perkerasan, k-value, kondisi

pembebanan (sudut dan tepi) dan kondisi

beban roda (beban sumbu tunggal dan ganda)

Maske, dkk

2013

FEM EverFE

Wastergaard

Analisa tegangan pada perkerasan kaku

dengan dengan variasi tebal 15-20 cm pada

dasar.

Elnaga

2014 FEM Lusas 2D

Melihat gaya yang bekerja dengan

membandingakan ks-values of 13.5, 27, 54

dan 81 kPa/mm, dengan tebal 25 to 50 cm

dengan pembebanan 2 * 106 kN

Setiawan B

2015 SAP 2000

Perilaku sistem cakar ayam modifikasi

dengan pelat gavanis pada tanah ekspansif

dengan posisi beban di tengah, ujung, tepi dan

diantara cakar ayam.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah diuraikan pada

Tabel 2.1., adalah penelitian ini menggunakan penambahan sayap pada

perkerasan kaku tanpa modifikasi sebagaimana telah diaplikasikan di lapangan

berdasarkan analisis dengan Metode Elemen Hingga (SAP 2000).

Page 8: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

8

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Perkerasan kaku

Perkerasan kaku adalah suatu struktur perkerasan yang umumnya terdiri

dari tanah dasar, lapis pondasi bawah dan lapis beton semen dengan atau tanpa

tulangan. (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003)

Jenis perkerasan kaku dikelompokan menjadi beberapa jenis

(Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003), yaitu:

a. Perkerasan Beton Semen yaitu perkerasan kaku dengan semen sebagai

lapisan aus. Terdiri menjadi empat jenis, yaitu:

1. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan(Jointed

Unreinforced Concrete Pavement) merupakan perkerasan beton semen

yang dibuat tanpa tulangan dengan ukuran pelat mendekati bujur sangkar,

dimana panjang dari pelatnya dibatasi oleh adanya sambungan-

sambungan melintang. Panjang pelat dari jenis perkerasan ini berkisar

antara 4 meter hingga 5 meter.

2. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan (Jointed

Reinforced Concrete Pavement) merupakan perkerasan beton yang dibuat

dengan tulangan, yang ukuran pelatnya berbentuk empat persegi panjang,

dimana panjang dari pelatnya dibatasi oleh adanya sambungan-

sambungan melintang. Panjang pelat dari jenis perkerasan ini berkisar

antara 8 meter hingga 15 meter.

3. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan (Continuously

Reinforced Concrete Pavement) merupakan perkerasan beton yang dibuat

dengan tulangan dan dengan panjang pelat yang menerus yang hanya

dibatasi oleh adanya sambungan-sambungan muai melintang. Panjang

pelat dari jenis perkerasan ini lebih besar dari 75 meter.

4. Perkerasan beton semen pratekan (prestressed concrete pavement)

merupakan perkerasan beton menerus, tanpa tulangan yang menggunakan

kabel-kabel pratekan guna mengurangi pengaruh susut, muai dan lenting

akibat perubahan temperatur dan kelembaban.

b. Perkerasan komposit yaitu berupa perkerasan beton yang bagian

permukaannya diberi lapisan beraspal.

Page 9: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

9

Pada umumnya lapis perkerasan kaku dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Susunan lapisan perkerasan kaku (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003)

Beberapa pertimbangan mengenai waktu/kapan perlu perkerasan kaku

biasa dipakai. adalah sebagai berikut:

- Bila presentasi lalu lintas berat relatif besar.

- Variasi dan daya dukung tanah besar.

- Pilih konstruksi tidak bertahap.

- Pertimbangan ketersediaan biaya.

2.2.2. Parameter Karakteristik Tanah Dasar (Subgrade)

Lapis Tanah dasar merupakan lapisan tanah yang berfungsi sebagai

tempat perletakan lapisan perkerasan dan pendukung konstruksi perkerasan jalan

diatasnya.

Parameter karakteristik tanah dasar yang dipakai dalam analisis struktur

perkerasan jalan antara lain:

a. Modulus reaksi tanah dasar

Koefisien Modulus of Subgrade Reaction (ks) yang digunakan untuk

analisis struktur perkerasan dapat dihitung berdasarkan nilai CBR tanah

dasarnya.

b. Modulus elastisitas tanah dasar

Modulus elastisitas tanah dapat diukur dari korelasi antara modulus

resilient tanah dasar dengan CBR, yang dinyatakan pada persamaan (2.1) berikut

ini,

Page 10: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

10

MR tanah dasar (MPa) = 10 x CBR(%) (2.1)

c. Angka Poisson’s ratio tanah dasar

Menurut Bouwles (1998), besarnya nilai Poisson’s Ratio µ) berdasarkan

jenis tanahnya disajikan pada Tabel. 2.2 Jangkauan nilai banding Poisson’s ratio,

sebagai berikut :

Tabel. 2.2 Jangkauan nilai banding Poisson’s ratio (Bouwles, 1998)

Macam tanah µ

Lempung Jenuh 0.4 - 0.5

Lempung tak Jenuh 0.1 - 0.3

Lempung berpasir 0.2 - 0.3

Lanau 0.3 - 0.35

Pasir padat 0.2 - 0.4

Pasir kasar (angka poti, e=0.4 - 0.7) 0.15

Pasir halus (angka poti, e=0.4 - 0.7) 0.25

Batu (agak tergantung dari macamnya) 0.1 - 0.4

Loess 0.1 - 0.3

d. Daya dukung ultimit tanah dasar

Daya dukung tanah ultimate dapat dihitung berdasarkan rumus

pendekatan yang diberikan oleh J.E. Bowles dengan persamaan (2.2) dan (2.3)

sebagai berikut :

ks = 40.qu. (2.2)

qu = Ks /40 (2.3)

dimana :

ks : Modulus reaksi tanah dasar (kN/m3)

qu : Daya dukung tanah ultimit (kN/m2)

e. Lendutan ijin pada tanah dasar

Lendutan maksimal yang dijinkan terjadi pada struktur perkerasan yang

berada diatas subgrade dapat dihitung dengan persamaan (2.4)

Page 11: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

11

δ = ��

�� (2.4)

dimana :

δ = lendutan yang diijinkan (m)

qu = daya dukung tanah ultimit (kN/m2)

ks = Modulus reaksi tanah dasar (kN/m3)

Tebal lapisan pondasi minimum 10 cm yang paling sedikit mempunyai

mutu sesuai dengan SNI 03-6388-2000 dan AASHTO M-155 serta SNI 03-1743-

1989. Bila direncanakan perkerasan beton semen bersambung tanpa ruji, pondasi

bawah harus menggunakan campuran beton kurus (CBK). CBR tanah dasar

efektif berdasarkan tebal pondasi bawah dapat dilihat berdasar Gambar 2.2

Gambar 2.2 Nilai CBR tanah dasar efektif berdasarkan tebal pondasi bawah (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003)

Hubungan antara nilai modulus reaksi tanah dasar (k) dan nilai CBR dapat

diperoleh dari beberapa pendekatan. Gambar 2.3 adalah pendekatan hubungan

CBR dan modulus reaksi tanah yang diambil dari Pd T-14. Tahun 2003.

Page 12: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

12

Gambar 2.3 Hubungan antara CBR dan modulus reaksi tanah dasar (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003)

Pendekatan nilai modulus reaksi tanah dasar (k) dapat juga menggunakan

hubungan nilai CBR dengan k seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4 diambil

dari Oglesby dan Hicks (1996).

Gambar 2.4 Hubungan antara k dan CBR (Oglesby dan Hicks, 1996)

A. Koefisien Reaksi Subgrade Arah Horizontal (kh)

Koefisien reaksi subgrade arah horizontal (kh), dapat diperoleh dengan

berbagai cara. Salah satu cara tersebut adalah korelasi dari koefisien subgrade

vertical (kv) dari pengujian Plate Load Test (PLT), pengujian lateral tiang, dan

menggunakan rumus empiris dari nilai kuat geser tanah (cu). Persamaan (2.5)

menunjukan nilai kh adalah n kali nilai kv.

kh = n. kv. (2.5)

dengan

kh : koefisien reaksi subgrade arah horizontal (kN.m2.m-1)

Page 13: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

13

n : indek empiris dengan n ≥ 0

kv. : koefisien reaksi subgrade arah vertikal (kN.m2.m-1)

B. Koefisien Gesek Dinding dengan Tanah (kv)

Tahanan gesek dinding dipengaruhi oleh bentuk dan bahan dinding, bila

tanah homogen. Tahanan gesek dinding, dengan adhesi antara dinding dengan

tanah, akan berpengaruh besar pada kapasitas dukung ultimatenya, faktor adhesi

diperoleh dari Gambar 2,5. Besarnya modulus gesek dinding dan tanah (kτ)

kτ = ��

� (2.6)

dengan

δ = lendutan yang diijinkan (m)

kτ = koefisien gesek tiang dengan tanah (kN.m2.m-1)

fs = tahanan gesek (kN/m2)

fs = �. cu (2.7)

dengan

α = faktor adhesi (ditunjukan dari Gambar 2.5)

cu = kohesi tak terdrainase (kN/m2), nilai berkisar 30xCBR

fs = tahanan gesek (kN/m2)

CBR = California Bearing Ratio (%)

Nilai modulus gesek tersebut disajikan dalam persamaan (2.6), sedangkan

nilai tahanan gesek satuan disajikan dalam persamaan (2.7). Nilai modulus

reaksi vertikal (kv), koefisien subgrade horizontal (kh), dan modulus gesek (kτ),

akan digunakan sebagai parameter input dalam analisis hitungan dengan Metode

Elemen Hingga

Page 14: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

14

Gambar 2.5 Faktor adhesi untuk tiang pancang dalam tanah lempung (Mc Clelland, 1974 dalam Setiawan, 2015)

2.2.3. Dimensi Pelat

Penentuan dimensi pelat mengacu pada buku petunjuk perencanaan

perkerasan kaku.

a. Lebar pelat

Penentuan lebar pelat ditentukan berdasarkan metode pelaksanaan yang

akan dilakukan. Umumnya mesin penghambar mempunyai kemampuan

maksimum 7,5 m lebar hambaran (untuk dua jalur lalulintas). Terdapat juga

mesin penghambar yang mempunyai kemampuan 15 meter lebar hambaran,

tetapi untuk mengurangi tegangan lenting sering kali dilakukan pembuatan

sambungan susut memanjang.

b. Panjang pelat

Biasanya pelat berbentuk empat persegi panjang yang mempunyai

perbandingan panjang dengan lebar cukup besar, cenderung pecah. Untuk

mencegah keretakan pelat yang tidak terkendali sedapat mungkin dibuat pelat

yang mempunyai ukuran panjang dan lebar yang sama.

Page 15: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

15

Pelat berbentuk empat persegi panjang mempunyai keuntungan dalam hal

pengurangan jumlah sambungan yang diperlukan untuk suatu panjang perkerasan

pertentu, sehingga akan menghemat biaya pembuatan dan perawatan sambungan.

c. Tebal pelat

Buku Petunjuk Perencanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen) Departemen

Pekerjaan Umum Republik Indonesia, tebal minimum pelat untuk perkerasan

kaku adalah 150 mm.

2.2.4. Muatan sumbu terberat (MST) kendaraan

Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk

menerima beban lalu lintas dan dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST)

dalam satuan ton.

Muatan Sumbu Terberat (MST) adalah beban gandar maksimum yang

diijinkan pada jalan raya. MST dipakai sebagai dasar hukum dalam pengendalian

dan pengawasan muatan kendaraan di jalan dan ditetapkan berdasarkan

peraturan.

Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan

klasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Klasifikasi menurut kelas jalan (DPU, 1997)

Fungsi Kelas Muatan Sumbu

Terberat(MST) Ton

Arteri

I > 10

II 10

IIIA 8

Kolektor IIIB

8 IIIC

2.2.5. Lendutan dan Tegangan pelat beton akibat pembebanan oleh roda

Lendutan dan Tegangan yang terjadi pada pelat beton perkerasan kaku

akibat pembebanan oleh roda (lalu lintas) (Suryawan, 2009) adalah:

Page 16: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

16

a. Pembebanan ujung

b. Pembebanan pinggir

c. Pembebanan tengah.

Gambar 2.6 Pembebanan pada pelat beton (Suryawan, 2009)

2.2.6. Sayap

Sayap atau struktur penghalang vertikal adalah struktur perkuatan pada

ujung pelat perkerasan kaku yang fungsi utamanya untuk mereduksi lendutan

akibat beban di pinggir perkerasan (Puri, dkk 2013).

2.2.7. Metode Elemen Hingga (Finite Element Method)

2.2.7.1. Pelat lentur

Pelat dianggap sebagai struktur tipis, dengan a>>t dan b>>t serta beban

luar berupa beban merata q yang bekerja arah tegak lurus bidang datar. Struktur

tersebut dapat dikondisikan sebagai pelat lentur (plate bending). Komponen

tegangan yang terjadi σz, σzx dantzy, disajikan dalam Gambar 2.7. Persamaan

tegangan-regangan (Persamaan (2.8), (2.9) dan (2.10) adalah sebagai berikut,

Suhendro, 2000),

σ= Ee (2.8)

t��

� = �

(���)�

1 0 1 0

0 0��

� �

e�

e�

��

� (2.9)

e�

e�

��

� =

⎩⎪⎨

⎪⎧ −�

��

��

−���

��

−2���

��⎭⎪⎬

⎪⎫

(2.10)

Page 17: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

17

Gambar 2.7 Permukaan pelat tipis lentur (Suhendro, 2000)

Besarnya momen per satuan panjang terhadap sumbu Y dan X dapat dilihat pada

Persamaan (2.11) dan (2.12) sedangkan besarnya twisting moment per satuan

panjang terhadap txy dapat dilihat pada Persamaan (2.13)

Mx = -D���

�� + ��

��� (2.11)

My = -D���

�� +��

��� (2.12)

Myx = Mxy = -D (1-) ��

�� (2.13)

dengan,

D = ���

�� (����) : kekakuan lentur pelat (flexural rigidity), Mxy dan Myx

bekerja pada bidang yang berbeda.

Gambar 2.8 Keseimbangan gaya dalam differential element dx dy (Suhendro, 2000).

Gambar 2.8 memperlihatkan elemen yang ditinjau pada suatu differential

element dx dy yang menerima beban terbagi merata (q) dan moment Mx, My, Mxy,

Qx, Qy merupakan fungsi (x,y) dengan keseimbangan gaya dalam yang diperoleh

Page 18: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

18

dari persamaan Governing Differential Equation untuk defleksi pelat tipis

menjadi Persamaan (2.14)

��

�� + 2 ��

���� + ��

�� = �

� (2.14)

Kondisi pelat di atas fondasi elastis (plate on elastic foundation), pada kondisi ini

pelat langsung berada di atas tanah dan terbebani, sehingga pelat akan

mendapatkan perlawanan dari tanah sebesar ksw dengan w merupakan fungsi

(x,y), dan persamaan tersebut menjadi Persamaan (2.15)

��

�� + 2 ��

���� + ��

�� = �����

� (2.15)

dengan

w = : deformasi (m)

ks = kv : koefisien tanah dasar

2.2.7.2. Elemen Shell

Elemen shell merupakan lengkung dalam ruang, dan memiliki ketebalan

kecil dibandingkan dengan dimensi panjang dan lebar dalam ruang tersebut, jenis

thin shell, dengan deformasi geser diabaikan. Secara geometris, digambarkan

dengan ketebalan dan bentuk permukaan bidang tengahnya (midsurface).

Umumnya terdapat tegangan lentur dan tegangan membran secara simultan.

Hubungan regangan dengan displacement pada elemen shell disajikan

pada Persamaan (2.16) berikut:

�e� e�e�e��e��e����= ∑ ����� �� � � �

��

� (2.16)

dengan:

e : regangan normal

: regangan geser

B : matrik strain-displacement

u, v, w : translation displacement

, : rotation displacement

Persamaan (2.17) dan (2.18) menunjukkan hubungan matriks tegangan

dan regangan pada elemen shell, adalah berikut ini,

= Ee (2.17)

Page 19: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

19

⎩⎪⎨

⎪⎧

��

����

����

��⎭⎪⎬

⎪⎫

=

⎣⎢⎢⎢⎢⎡��� ���

0000

���

���

0000

000000

000

���

00

0000

5���/60

00000

���⎦⎥⎥⎥⎥⎤

⎩⎪⎨

⎪⎧

��

����

����

��⎭⎪⎬

⎪⎫

(2.18)

dengan:

: tegangan normal

t : tegangan geser

E : modulus elastis

G : modulus geser

: angka Poisson

Arah indeks 1 dan 2 berarah tangen terhadap midsurface dan arah 3

normal terhadap midsurface. Faktor 5/6 untuk memperhitungkan variasi

parabolik dari regangan geser tranversal pada ketebalan shell. Untuk kondisi

material yang isotropis disajikan dalam Persamaan (2.19) dan (2.20).

E11 = E22 = ���

=

(���) (2.19)

G12 = G23 = G = �

�(��) (2.20)

(a) Aksi membran (membrane); (b) aksi lentur (bending)

Gambar 2.9 Model elemen Shell (Gibson, 1980 dalam Setiawan, 2015)

Page 20: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

20

Pembebanan pada elemen in akan direspon atau ditahan oleh 2

mekanisme aksi, yaitu aksi membran (membrane) dan aksi lentur (bending).

Penjelasan aksi membran dapat dilihat pada Gambar 2.9a. Beban luar hanya

ditahan oleh gaya-gaya dalam yang bekerja pada permukaan elemen shell saja,

sedangkan pada aksi lentur (Gambar 2.9.b). Elemen shell menahan beban luar

melalui momen dan gaya internal yang akan melawan lenturan yang terjadi,

Gibson (1980) dalam Setiawan (2015).

2.2.7.3. Elemen Spring

Elemen spring ini menurut Potts, dkk (2001) dalam Setiawan (2015) ,

dijelaskan bahwa sebagai alternatif penggunaan elemen membran (membrane)

untuk memodelkan elemen struktural, yang menahan gaya aksial saja, kondisi

batas spring dapat digunakan. Spring dapat diaplikasikan dalam elemen hingga

dapat ditempatkan pada:

1. antara 2 nodal dalam mesh elemen

2. nodal tunggal

3. menerus sepanjang bagian dari daerah batas mesh.

2.2.7.4. Model konstitutif material

2.2.7.4.1 Tegangan dan Regangan

Gambar 2.10 Sistem koordinat 3 dimensi dan perjanjian tanda tegangannya (Plaxis 3D versi 1.5)

Sistem koordinat tiga dimensi (3D) dan perjanjian tentang tanda pada

tegangan yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 2.10. Tensor tegangan

Page 21: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

21

dinyatakan dengan matriks dalam sistem koordinat Cartesian sebagai berikut,

Persamaan (2.21),

= �

��� ��� ���

��� ��� ���

��� ��� ���

� (2.21)

Tensor tegangan tersebut adalah simetris, karena memenuhi teori

deformasi standar, yaitu xy = yx, yz = zy, dan xz = zx, dengan demikian

terdapat 6 komponen yang berbeda, sehingga bentuk notasi vektor dapat ditulis

sebagai berikut, Persamaan (2.22),

= ���� ��� ��� ��� ��� �����

(2.22)

Jika disesuaikan dengan prinsip Terzaghi bahwa tegangan di dalam tanah

dibedakan ke dalam tegangan efektif, (') dan tekanan pori (w), maka dapat

ditulis sebagaimana persamaan (2.23),

� = �� + � � (2.23)

Tegangan efektif prinsipal ditentukan dengan cara sebagai berikut,

Persamaan (2.24):

det ��� − � ��� = 0 (2.24)

dengan

�: matrik identity

Persamaan ini memberikan tiga solusi tegangan efektif prinsipal yaitu

(1', 2', 3') yang didalam program Plaxis disusun dalam bentuk sebagai berikut,

Persamaan (2.25)

1' ≥ 2' ≥ 3' (2.25)

Adapun tensor regangan dapat dinyatakan dengan sebuah matriks yang

menggunakan koordinat Cartesian, yaitu, Persamaan (2.26)

� = �

��� ��� ���

��� ��� ���

��� ��� ���

� (2.26)

Regangan ini merupakan turunan dari komponen displacement seperti eij

= ui/i, dengan i merupakan salah satu dari x, y, atau z. Berdasarkan teori

deformasi kecil (small deformation theory). Hanya saja jumlah kelengkapan

Page 22: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

22

komponen regangan geser Cartesian eij dan eji menghasilkan tegangan geser.

Jumlah tersebut merupakan regangan geser (), sedangkan komponen regangan

pada Persamaan (2.27) dan dapat diganti dengan komponen regangan geser, dan

sering dinyatakan dengan notasi vektor yang hanya melibatkan 6 komponen

berbeda, yaitu.

� = ���� ��� ��� ��� ��� ����� (2.27)

dengan

��� =���

�� , ��� =

���

�� , ��� =

���

�� , ��� = ��� + � �� =

���

��+

���

�� ,

��� = ��� + � �� =���

��+

���

�� , ��� = ��� + � �� =

���

��+

���

��

Analogi dengan invarian tegangan, regangan juga dapat ditentukan

dengan invarian regangan, yang sering digunakan berupa regangan volumetrik

e = exx + eyy = e1 + e2 + e3 (2.28)

Regangan volumetrik (Persamaan (2.28)) dinyatakan sebagai negatif

untuk kompaksi dan positif untuk dilatansi, untuk model elastoplastis, regangan

dapat dipisah ke dalam komponen elastis dan plastis, yaitu persamaan (2.29),

� = �� + � � (2.29)

dengan

e : superscript untuk menyatakan regangan elastis

p : superscript untuk regangan plastis

Page 23: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data material beton dan

tanah, ukuran pelat untuk perkerasan kaku, ukuran koperan, data beban lalu-lintas

dan data-data pendukung lainnya.

3.2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan cara Studi Pustaka (desk

study), yaitu pengumpulan data yang bersifat tidak langsung pada objek

penelitian tetapi melalui dokumen yang tersedia.

Studi dilakukan terhadap beberapa literatur, program yang akan

digunakan, buku, artikel, makalah, jurnal, tugas akhir, skripsi, tesis yang menjadi

acuan sebagai bahan referensi. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini

mengacu pada data sekunder untuk penelitian-penelitian perkerasan kaku yang

telah ada.

3.3. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisa data dalam

penelitian ini adalah:

1. Analisis struktur desain perkerasan jalan menggunakan program aplikasi MEH

untuk menghitung besaran deformasi dan tegangan pada model perkerasan

jalan yang ditinjau.

2. Evaluasi hasil analisis output MEH.

Page 24: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

24

3.4. Variabel dan Parameter

Variabel dalam analisis ini mengacu pada data perancangan sebagaimana

ditunjukkan dalam tabel 3.1.

Tabel 3.1 Variasi Kondisi Tinjauan

No

Variabel

Tanpa Sayap Dengan Sayap 25x50 cm

Nilai

CBR

(%)

Tebal

Pelat

(cm)

Posisi

Beban

Nilai

CBR

(%)

Tebal

Pelat

(cm)

Posisi

Beban

1 5 20

25

30

Tengah

Tepi

Ujung

5 20

25

30

Tengah

Tepi

Ujung

2 10 10

3 15 15

4 20 20

3.5. Analisis Elemen Hingga

3.5.1 Idealisasi model perkerasan kaku dengan Metode Elemen Hingga

Sistem perkerasan jalan yang terdiri dari slab beton dan tanah mengalami

pembebanan sehingga terjadi aksi dan reaksi di antara komponen tersebut.

Permukaan slab mengalami lendutan dalam beban tertentu. Tanah memiliki nilai

koefisien reaksi vertikal subgrade (kv), koefisien reaksi horisontal subgrade (kh),

dan koefisien reaksi gesek tanah (kt). Nilai-nilai tersebut sesuai luasan elemen

akan terwakili oleh spring arah vertikal, horisontal, dan gesek di setiap titik

nodalnya. Gambar 3.1

Apabila beban bekerja di atas slab pada bidang kontak, akan

mengakibatkan lendutan di permukaan slab. Lendutan dapat diperoleh dari

analisis MEH.

Besarnya nilai koefisien reaksi subgrade vertikal tanah dasar (kv),

koefisien reaksi horisontal (kh) dan koefisien reaksi gesek (kt), diperoleh dari

nilai CBR.

Page 25: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

25

Gambar 3.1 Model elemen hingga pada sistem perkerasan kaku

3.5.2 Bidang Kontak pada Slab

Slab menerima beban pada bidang kontak, dan akan menyalurkan beban

ke slab. Slab diwakili oleh midsurface, dan luasan kontak akan membesar.

Gambar 3.2 menunjukkan luasan bidang kontak di permukaan slab dan pada

midsurface.

Gambar 3.2. Bidang kontak dan midsurface pada slab beton

kv

kv

kt

kh

kh

kt

Page 26: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

26

3.5.3 Pembuatan Mesh

Pembuatan Mesh sebagai berikut:

1. Pembagian elemen di bidang kontak beban lebih dirapatkan, sehingga

elemen lebih banyak. Mesh yang rapat ini menjadi lebih teliti, karena

perubahan pada tempat tersebut akan mengalami perubahan tegangan,

regangan dan lendutan yang lebih signifikan antar elemen (relatif besar).

2. Tanah tidak mampu menahan tarik, maka spring yang mewakili sifat tanah

tersebut dimodelkan sebagai compression only elemen.

3. Mesh yang digunakan adalah berbentuk segi empat.

4. Pembagian mesh tersebut di setiap elemen nodal-nodal harus saling

berhubungan.

Gambar 3.3 Mesh pada bidang kontak

3.5.4 Input Data

Ruang pembuatan model telah terbentuk, kemudian dilakukan input data.

Pendefinisien elemen model pada struktur dapat dilakukan sebelum maupun

sesudah penggambaran model struktur. Input properties material yang digunakan

pada pemodelan ini adalah properties material beton. Material beton digunakan

untuk mendefiniskan slab. Tampilan model setelah inut data disajikan dalam

gambar 3.4

Page 27: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

27

Gambar 3.4 Tampilan model struktur perkerasan jalan dengan MEH

3.5.4 Output

Contoh tipikal output MEH berupa lendutan dan tegangan dapat dilihat

pada Gambar 3.5, Gambar 3.6 dan Gambar 4.7.

Gambar 3.5 Contoh output kontur lendutan 3D dengan MEH

Page 28: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

28

Gambar 3.6 Contoh output kontur tampak atas dengan MEH

Gambar 3.7 Contoh output kontur tegangan Smax dengan MEH

Page 29: BAB 1 PENDAHULUANditinjau berupa lendutan dan tegangan hasil perhitungan menggunakan SAP 2000. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal,

29

3.6. Diagram Alir Tahapan Penelitian

Gambar 3.11. Bagan Alir Penelitian