18
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old Testament oleh Aristoteles. Nama Sarcoptes scabiei berasal dari bahasa Yunani “sarx” yang berarti daging dan “koptein” yang berarti irisan/potongan, serta dari bahasa Latin “scabere” yang berarti garukan (Hicks dan Elston, 2009). Skabies merupakan penyakit infestasi ektoparasit pada manusia yang disebabkan Sarcoptes scabiei varietas hominis (Harahap M., 2000). Penyakit ini dikenal juga dengan nama the itch, gudik, atau gatal agogo. Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi (Handoko, 2009). Insidens skabies di negara berkem bang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemi dan permulaan epidemi berikutnya kurang lebih 10 -15 tahun (Harahap M., 2000). Skabies dapat diderita semua orang tanpa membedakan usia dan jenis kelamin, akan tetapi lebih sering ditemukan pada anak -anak usia sekolah dan dewasa muda/remaja (Murtiastutik D., 2008). Berdasarkan pengumpulan data Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI) tahun 2001 dari 9 rumah sakit di 7 kota besar di Indonesia, diperoleh sebanyak 892 penderita skabies dengan insiden tertinggi pada kelompok usia sekolah (5 -14 tahun) sebesar 54,6% serta penderita berjenis kelamin laki -laki lebih banyak daripada perempuan yakni sebesar 63,4%. Hal ini sesuai dengan fakto r predisposisi pada anak usia sekolah yang memiliki kemungkinan pajanan di luar rumah lebih besar, dengan anak laki - laki memiliki frekuensi kegiatan di luar rumah lebih banyak daripada anak perempuan (Tabri F., 2003). Proporsi penyakit paling tinggi terda pat di negara-negara tropis yang merupakan tempat di mana penyakit skabies itu endemik. Di wilayah lain selain negara-negara tropis, dijumpai sedikit bukti dari prevalensi penyakit ini. Jumlah yang paling tinggi dari penyakit muncul pada kondisi tempat tin ggal yang ramai, seperti kos dan asrama (Leone P.A., 2007). Sebuah teori epidemiologi di UK Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Skabies pertama kali dilukiskan di Old Testament oleh Aristoteles. Nama

Sarcoptes scabiei berasal dari bahasa Yunani “sarx” yang berarti daging dan

“koptein” yang berarti irisan/potongan, serta dari bahasa Latin “scabere” yang

berarti garukan (Hicks dan Elston, 2009).

Skabies merupakan penyakit infestasi ektoparasit pada manusia yang

disebabkan Sarcoptes scabiei varietas hominis (Harahap M., 2000). Penyakit ini

dikenal juga dengan nama the itch, gudik, atau gatal agogo. Skabies ditemukan di

semua negara dengan prevalensi yang bervariasi (Handoko, 2009).

Insidens skabies di negara berkem bang menunjukkan siklus fluktuasi yang

sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemi

dan permulaan epidemi berikutnya kurang lebih 10 -15 tahun (Harahap M., 2000).

Skabies dapat diderita semua orang tanpa membedakan usia dan jenis

kelamin, akan tetapi lebih sering ditemukan pada anak -anak usia sekolah dan

dewasa muda/remaja (Murtiastutik D., 2008). Berdasarkan pengumpulan data

Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI) tahun 2001 dari 9 rumah

sakit di 7 kota besar di Indonesia, diperoleh sebanyak 892 penderita skabies

dengan insiden tertinggi pada kelompok usia sekolah (5 -14 tahun) sebesar 54,6%

serta penderita berjenis kelamin laki -laki lebih banyak daripada perempuan yakni

sebesar 63,4%. Hal ini sesuai dengan fakto r predisposisi pada anak usia sekolah

yang memiliki kemungkinan pajanan di luar rumah lebih besar, dengan anak laki -

laki memiliki frekuensi kegiatan di luar rumah lebih banyak daripada anak

perempuan (Tabri F., 2003).

Proporsi penyakit paling tinggi terda pat di negara-negara tropis yang

merupakan tempat di mana penyakit skabies itu endemik. Di wilayah lain selain

negara-negara tropis, dijumpai sedikit bukti dari prevalensi penyakit ini. Jumlah

yang paling tinggi dari penyakit muncul pada kondisi tempat tin ggal yang ramai,

seperti kos dan asrama (Leone P.A., 2007). Sebuah teori epidemiologi di UK

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

menunjukkan skabies lebih banyak terdapat di area kota dan lebih sering terjadi

pada musim dingin ketimbang pada musim panas. Hal ini terdapat di area kota

dan insidennya meningkat selama musim dingin (Chosidow O., 2006).

Skabies menular dengan dua cara yaitu secara kontak langsung dan tidak

langsung. Kontak langsung terjadi ketika adanya kontak dengan kulit penderita,

misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hub ungan seksual. Sedangkan

kontak tidak langsung melalui benda yang telah dipakai oleh penderita seperti

pakaian, handuk, bantal, dan lain -lain (Handoko, 2009). Hal lain yang dapat

mempermudah penyebaran adalah keadaan penyediaan air bersih yang jumlahnya

kurang. Oleh sebab itu, skabies banyak didapat juga sewaktu terjadi peperangan

(Slamet, 2009).

Faktor predisposisi paling banyak dari penyakit skabies adalah keramaian,

imigrasi, higienitas yang buruk, status gizi buruk, tunawisma, demensia, dan

kontak seksual. Beberapa literatur melaporkan, skabies bisa menggambarkan

sebuah ancaman di suatu institusi, seperti rumah sakit, penjara, taman kanak -

kanak, panti jompo, dan fasilitas perawatan jangka panjang (Hicks dan Elston,

2009).

Pasien yang menderita skabies bu tuh penjelasan tahap demi tahap dalam

menggunakan terapi yang spesifik, dimana pada anggota keluarga yang tidak

punya keluhan dan tidak mengalami kontak langsung dengan penderita juga

membutuhkan pengobatan. Kemudian pasien perlu tahu bagaimana menjaga

kebersihan lingkungannya dan juga termasuk mengelola pakaian, selimut, handuk,

lantai, matras, tempat pakaian, dll (Wolf R, 2010).

Dari uraian di atas, peneliti ingin meneliti tentang karakteristik penderita

skabies di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010 -2012.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka diperlukan penelitian untuk

menjawab pertanyaan yaitu bagaimana karakteristik penderita skabies di RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2010-2012?

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik penderita skabies di RSUP H. Adam Malik

Medan tahun 2010-2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui karakteristik penderita skabies di RSUP H. Adam Malik

tahun 2010-2012 berdasarkan usia.

2. Mengetahui karakteristik penderita skabies di RSUP H. Adam Malik

tahun 2010-2012 berdasarkan jenis kelamin.

3. Mengetahui karakteristik penderita skabies di RSUP H. Adam Malik

tahun 2010-2012 berdasarkan pekerjaan.

4. Mengetahui karakteristik penderita skabies di RSUP H. Adam Malik

tahun 2010-2012 berdasarkan asal daerah.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit skabies terutama

siapa saja yang dapat terkena penyakit skabies.

2. Memberikan informasi penyakit skabies kepada RSUP H. Adam Malik

Medan yang mungkin bermanfaat dalam perencanaan obat.

3. Menambah wawasan peneliti tentang penelitian, serta pengetahuan

tentang penyakit skabies.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Skabies

2.1.1. Sinonim

The itch, gudik, budukan, atau gatal agogo (Handoko, 2009).

2.1.2. Definisi

Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes

scabei varian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung

(Harahap M., 2000).

2.1.3. Epidemiologi

Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit

ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit ini banyak

dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua u mur.

Insidens sama pada pria dan wanita (Harahap M., 2000).

Insidens skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang

sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemi

dan permulaan epidemi berikutnya kurang le bih 10-15 tahun (Harahap M., 2000).

Beberapa faktor yang dapat membantu penyebarannya adalah kemiskinan,

higiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi,

ekologi, dan derajat sensitasi individual (Harahap M., 2000).

2.1.4. Etiologi

Tungau Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda , kelas Arachnida,

ordo Acarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.

hominis. Selain itu terdapat Sarcoptes scabiei yang lain, misalnya pada kambing

dan babi (Handoko, 2009). Skabies pada anjing dapat juga ditularkan kepada

manusia dalam kondisi tertentu (Sembel, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

Secara morfologi, Sarcoptes scabiei merupakan tungau kecil berbentuk

oval, memiliki punggung yang cembung, dan bagian perutnya rata. Tungau ini

translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukuran tungau betina

berkisar antara 330–450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan tungau jantan

berukuran lebih kecil, yakni 200 -240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa

mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di d epan sebagai alat untuk melekat dan

2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang

jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan

alat perekat (Handoko, 2009).

Gambar 2.1. Bentuk Dewasa Sarcoptes scabiei.

(Chosidow O., 2006)

Siklus hidup tungau ini adalah sebagai berikut: setelah kopulasi

(perkawinan) yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati, kadang-kadang

masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina .

Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum,

dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4

butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi

ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu

3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat

tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan

menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk: jantan dan betina, dengan 4 pasang

kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan

waktu antara 8-12 hari (Handoko, 2009 dan Stone S .P. et al, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3-4 hari, kemudian larva

meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva

berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau skabies betina

membuat liang di dalam epidermis dan meletakkan telur -telurnya di dalam liang

yang ditinggalkannya, sedangkan tungau skabies jantan hanya mempunyai satu

tugas dalam kehidupannya yaitu kawin dengan tungau betina , dan setelah

melaksanakan tugasnya masing-masing mereka akan mati (Graham -Brown dan

Burns, 2005).

Telur yang dihasilkan skabies betina ditularkan melalui kontak fisik yang

erat, misalnya melalui pakaian dalam, handuk, sprei, dan tempat tidur. Skabies

dapat hidup di luar kulit hanya 2 -3 hari dan pada suhu kamar 21°C dengan

kelembaban relative 40-80% (Harahap M., 2000).

Penyebaran terjadi dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung

atau dua orang yang menggunakan tempat tidur yang sama. Penyebaran biasa

terjadi di tempat-tempat yang padat populasi atau di rumah -rumah yang dihuni

oleh banyak orang (Sembel, 2009).

Individu yang menderita HIV, orang tua, dan pasien dengan medication-

induced immunosupression beresiko terkena skabies, meskipun telah dilaporkan

telah terjadi di antara warga Australia yang imunokompeten ( Stone SP et al,

2008).

Gambar 2.2. Siklus Hidup Sarcoptes scabiei

(Currie B.J., 2010)

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

2.1.5. Klasifikasi

Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit

dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk

tersebut antara lain (Harahap M., 2000):

1. Skabies pada orang bersih

Skabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya baik

sering salah didiagnosis. Biasanya sangat sukar ditemukan terowongan.

Kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur.

2. Skabies pada bayi dan anak

Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasu k

seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi

infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang

ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di muka.

3. Skabies yang ditularkan oleh hewan

Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang

pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut, mis. peternak

dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul

terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat -tempat kontak. Lesi

akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih -

bersih.

4. Skabies noduler

Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal.

Nodus biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia

laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi

hipersensetivitas terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur

lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat

menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah

diberi pengobatan anti skabies dan corticosteroid.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

5. Skabies inkognito

Obat steroid topical atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan

tanda skabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan

dengan steroid topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi

bertambah hebat. Hal ini mungkin dis ebabkan oleh karena penurunan

respons imun seluler.

6. Skabies terbaring di tempat tidur ( bed ridden)

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus

tinggal di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

7. Skabies krustosa (Norwegian scabies)

Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang

luas dengan krusta, skuama generalisata, dan hyperkeratosis yang

tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, siku,

lutut, telapak tangan, dan kaki ya ng dapat disertai distrofi kuku.

Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies

Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena

jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies

Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun

tubuh gagal membatasi proliferasi tungau sehingga dapat berkembang

biak dengan mudah.

2.1.6. Patogenesis

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi

juga oleh penderita sendiri akibat garuk an. Gatal yang terjadi disebabkan oleh

sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira -kira

sebulan setelah infestasi. Pada saat itu dijumpai kelainan kulit menyerupai

dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urticaria , dan lain-lain. Dengan

garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta , dan infeksi sekunder (Handoko,

2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

Tungau dapat hidup di dalam terowongan di tempat predileksi, yaitu jari

tangan, pergelangan tangan bagian ventral, siku bagian luar, lipatan ketiak depa n,

umbilicus, gluteus, ekstremitas, genitalia eksterna pada laki-laki, dan areola

mammae pada perempuan. Pada bayi , skabies dapat menyerang telapak tangan

dan telapak kaki (Harahap M., 2000).

Pada tempat predileksi dapat ditemukan terowongan berwarna putih abu-

abu dengan panjang yang bervariasi, rata -rata 1 mm, berbentuk lurus atau

berkelok-kelok. Terowongan ditemukan bila belum terdapat infeksi sekunder. Di

ujung terowongan dapat ditemukan vesikel atau papul kecil (Sutanto I. et al,

2009). Terowongan lebih banyak terdapat di daerah yang berkulit tipis dan tidak

banyak mengandung folikel pilosebasea (Harahap M., 2000).

Adanya periode asimptomatis bermanfaat sekali bagi parasit ini, karena

dengan demikian mereka mempunyai waktu untuk membangun dirinya sebelum

hospes membuat respons imunitas. Setelahnya, hidup mereka menjadi penuh

bahaya karena terowongannya akan digaruk dan tungau -tungau serta telur mereka

akan hancur. Dengan cara ini hospes mengendalikan populasi tungau dan pada

kebanyakan penderita skabies, rata-rata jumlah tungau betina dewasa pada

kulitnya tidak lebih dari selusin (Graham -Brown dan Burns, 2005).

2.1.7. Cara Penularan

1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan,

tidur bersama, dan berhubungan seksual.

2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,

bantal, dan lain-lain.

Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi

atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var.

animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka

yang banyak memelihara binatang peliharaan, misalnya anjing (Handoko, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

2.1.8. Gejala Klinis

Gatal merupakan gejala utama sebel um gejala klinis lainnya muncul. Rasa

gatal biasanya hanya pada lesi tetapi pad a skabies kronis gatal dapat dirasakan

pada seluruh tubuh. Pada orang dewasa, gejala yang timbul antara lain ada rasa

gatal yang hebat pada malam hari, ruam kulit yang terjadi terutama di bagian sela-

sela jari tangan, bawah ketiak, pinggang, sekeliling sik u, areola mammae,

permukaan depan pergelangan tangan, skrotum, dan penis (Johnston G dan

Sladden M, 2005).

Pada bayi dan anak-anak, lesi biasanya mengenai wajah, kepala, leher,

kulit kepala, dan telapak kaki. Pada bayi paling umum lesi yang nampak adalah

papul-papul dan vesikopustul. Vesikopustul sering nampak di kulit kepala dan

telapak kaki (Johnston G. dan Sladden M ., 2005).

Ada 4 tanda kardinal gejala skabies:

a. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari oleh karena aktivitas

tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam

sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi.

Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya ,

sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau

tersebut. Dikenal juga keadaan hiposensitisasi, yaitu seluruh anggota

keluarganya terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini

bersifat sebagai pembawa (carrier).

c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang

berwarna putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata -

rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul, atau

vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf

(pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya

merupakan tempat dengan st ratum korneum yang tipis, yaitu : sela-sela

jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong,

genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat

menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. D apat

ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal

tersebut (Handoko, 2009).

Gambar 2.3. Gejala Klinis Sarcoptes scabiei.

Keterangan gambar:

(A, F, dan H). Sela-sela Jari Tangan.

(B). Bawah Ketiak.

(C). Areola Mammae.

(D). Penis.

(E). Telapak Kaki Pada Bayi.

(G). Permukaan Depan Pergelangan Tangan.

(Chosidow O., 2006 dan Currie B.J., 2010)

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

2.1.9. Diagnosis

Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta , dan infeksi

sekunder. Di daerah tropis, hampir setiap kasus skabies terinfeksi sekunder oleh

Streptococcus aureus atau Staphylococcus pyogenes (Harahap M., 2000).

Diagnosis ditegakkan atas dasar:

1. Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau

berkelok-kelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm, dan

pada ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula .

2. Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan

bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola

mammae, sekitar umbilicus, abdomen bagian bawah, dan genitalia

eksterna pria. Pada orang dewasa jarang terdapat di muka dan kepala,

kecuali pada penderita immunosupresif, sedangkan pada bayi, lesi

dapat terjadi di seluruh permukaan kulit.

3. Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies topikal yang

efektif.

4. Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota

keluarga menderita gatal, harus dicurigai adanya skabies. Gatal pada

malam hari disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi

sehingga aktivitas kutu meningkat.

Diagnosis pasti baru dapat ditega kkan bila ditemukan kutu dewasa, telur,

larva dari dalam terowongan. Cara mendapatkannya adalah dengan membuka

terowongan dan mengambil parasit dengan menggunakan pisau bedah atau jarum

steril. Kutu betina akan tampak sebagai bintik kecil gelap atau keabua n di bawah

vesikula. Di bawah mikroskop dapat terlihat bintik mengkilat dengan pinggiran

hitam.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

Cara lain ialah dengan meneteskan minyak immersi pada lesi dan

epidermis di atasnya dikerok secara perlahan -lahan. Tangan dan pergelangan

tangan merupakan tempat terbanyak ditemukan kutu, kemudian berturut -turut siku,

genital, akhirnya aksila (Harahap M., 2000).

2.1.10. Pembantu Diagnosis

Diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau melalui

pemeriksaan mikroskop, yang dapat dilakukan dengan b eberapa cara, antara lain

(Murtiastutik D., 2008):

1. Kerokan kulit.

Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau

papula menggunakan skalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca

objek, diberi minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup,

dan dengan mikroskop pembesaran 20x atau 100x dapat dilihat tungau,

telur, atau fecal pellet.

2. Mengambil tungau dengan jarum.

Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap

(kecuali pada orang kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan

tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat

keluar.

3. Epidermal shave biopsy.

Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari

dan jari telunjuk, dengan hati -hati diiris puncak lesi dengan skalpel

nomor 15 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi

dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan atau

tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu ditetesi

minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

4. Kuretase terowongan.

Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau

puncak papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah

diletakkan di gelas objek atau ditetesi minyak mineral.

5. Tes tinta Burowi.

Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, ke mudia segera dihapus

dengan alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis

yang karakteristik, berkelok-kelok, karena ada tinta yang masuk. Tes

ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan pada penderita yang

non-koperatif.

6. Tetrasiklin topikal.

Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai.

Setelah dikeringkan selama 5 menit, hapus larutan tersebut dengan

isopropilalkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam melalui

kerusakan stratum korneum dan terowongan akan tampak dengan

penyinaran lampu Wood, sebagai garis linier berwarna kuning

kehijauan sehingga tungau dapat ditemukan.

7. Apusan kulit.

Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada

lesi dan diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakk an

di atas gelas objek (enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas

objek) dan diperiksa dengan mikroskop.

8. Biopsi plong (punch biopsy)

Biopsi berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau

atau telur. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa j umlah tungau hidup

pada penderita dewasa hanya sekitar 12, sehingga biopsi berguna bila

diambil dari lesi yang meradang. Secara umum digunakan punch

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

biopsy, tetapi epidermal shave biopsy adalah lebih sederhana dan

biasanya dilakukan tanpa anestetik lokal p ada penderita yang tidak

kooperatif.

2.1.11. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari skabies terbagi atas 5 (Karthikeyan K., 2007):

1. Papular Urtikaria.

Biasanya terjadi pada anak-anak berumur diantara 2-10 tahun.

Yang membedakannya dari skabies adalah ketidakhadiran terowongan

pada lesinya. Dan lagi pada umumnya tidak terdapat karakteristik gatal

pada skabies.

2. Atopic Dermatitis.

Terdapat gatal dan erupsi vesikopapular yang predominan di

fleksor. Yang membedakannya dengan skabies adalah adanya

terowongan dan pembungkusan ruang jaringan.

3. Lichen Planus.

Ditandai dengan sebuah gatal di lengan bawah, kaki, dan punggung.

Selain gatal, simetris dari lesi, dan kejadian lesinya, penyakit ini tidak

menyerupai skabies.

4. Dermatitis Herpetiformis.

Ditandai dengan gatal yang kronis, simetris, dan erupsi

vesikopapular yang meliputi ekstremitas atas dan ekstremitas bawah.

Gatal bersifat persisten dan hadir terus setiap hari. Penyakit ini sering

salah didiagnosis sebagai skabies, meskipun jarang terjadi.

5. Infantile Acropustulosis.

Penyakit ini bisa dibedakan dengan skabies dengan tidak adanya

lesi pada jaringan cutaneous di badan, dan juga tidak adanya gatal.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

2.1.12. Pengobatan

Merupakan hal yang penting untuk menerangkan kepada pasien dengan

sejelas-jelasnya tentang bagaimana cara memakai obat -obatan yang digunakan,

dan lebih baik lagi bila disertai penjelasan tertulis. Semua anggota keluarga dan

orang-orang yang secara fisik berhubungan erat dengan pasien, hendaknya secara

simultan diobati juga. Obat -obat topikal harus dioleskan mulai daerah leher

sampai jari kaki, dan pasien diingatkan untuk tidak membasuh tangannya sesudah

melakukan pengobatan (Graham -Brown dan Burns, 2005).

Pada bayi, orang-orang lanjut usia, dan orang -orang dengan

immunokompromasi , terowongan tungau dapat terjadi pada kepala dan leher,

sehingga pemakaian obat perlu diperluas pada daerah itu. Sesudah pengobatan,

rasa gatal tidak dapat segera hilang, tetapi pelan -pelan akan terjadi perbaikan

dalam waktu 2-3 minggu, saat epidermis superfisial yan g mengandung tungau

alergenik terkelupas (Graham-Brown dan Burns, 2005).

Syarat obat yang ideal adalah harus efektif terhadap semua stadium tungau,

harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau kotor serta

tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah

(Handoko, 2009).

Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan skabies yaitu:

1. Permetrin.

Dalam bentuk krim 5% sebagai dosis tunggal. Penggunaannya

selama 8-12 jam dan kemudian dicuci bersih -bersih. Obat ini dilaporkan

efektif untuk skabies. Pengobatan pada skabies krustosa sama dengan

skabies klasik, hanya perlu ditambahkan salep keratolitik. Bila

didapatkan infeksi sekunder perlu diberikan antibiotik sistemik (Harahap

M., 2000). Tidak dianjurkan pa da bayi di bawah umur 2 bulan (Handoko,

2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

2. Malathion.

Malathion 0,5% dengan dasar air digunakan selama 24 jam.

Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari kemudian (Harahap M.,

2000).

3. Emulsi Benzil-benzoas (20-25%).

Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama

tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang -

kadang makin gatal setelah dipakai (Handoko, 2009).

4. Sulfur.

Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10% secara umum aman dan

efektif digunakan. Dalam konsentrasi 2,5% dapat digunakan pada bayi.

Obat ini digunakan pada malam hari selama 3 malam (Harahap M.,

2000). Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian

dan kadang-kadang menimbulkan iritasi (Handoko, 2009).

5. Monosulfiran.

Tersedia dalam bentuk lotion 25%, yang sebelum digunakan harus

ditambah 2-3 bagian dari air dan digunakan selama 2-3 hari. Selama

pengobatan, penderita tidak boleh minum alkohol karena dapat

menyebabkan keringat yang berlebihan dan takikardi (Harahap M.,

2000).

6. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan).

Kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena

efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi

iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita

hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup

sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian

(Handoko, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB 1 PENDAHULUAN - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/Capter I.pdf · BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Skabies pertama kali dilukiskan di Old

7. Krotamiton.

Krotamiton 10 % dalam krim atau losio juga merupakan obat

pilihan, mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal; harus

dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra (Handoko, 2009).

2.1.13. Komplikasi

Komplikasi pada skabies yang sering dijumpai adalah infeksi sekunder,

seperti lesi impetiginosa, ektima, furunkulosis, dan selulitis. Kadang -kadang dapat

timbul infeksi sekunder sistemik, yang memberatkan perjalana n penyakit.

Stafilokok dan streptokok yang berada dalam lesi skabies dapat menyebabkan

pielonefritis, abses interna, pneumonia piogenik, dan septikemia (Soedarto M.,

2005).

2.1.14. Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat

pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain higiene), maka

penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik (Handoko, 2009).

Universitas Sumatera Utara