21
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh. Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan teknis dan administratif yang lebih berat, karena spesifikasi rumah susun memiliki bentuk dan keadaan khusus yang berbeda dengan perumahan biasa (landed house). Disamping itu pelaku pembangunan juga harus dituntut benar-benar qualified di bidangnya untuk melaksanakan pembangunan rumah susun. Pada daerah perkotaan yang berpenduduk padat, di mana tanah yang tersedia sangat terbatas perlu dikembangkan pembangunan perumahan dan pemukiman dalam bentuk rumah susun yang lengkap, seimbang, dan serasi dengan lingkungannya. Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh. Jika dilihat dari sisi pengertian, Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan

BAB 1 rmah susun.docx

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh. Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan teknis dan administratif yang lebih berat, karena spesifikasi rumah susun memiliki bentuk dan keadaan khusus yang berbeda dengan perumahan biasa (landed house). Disamping itu pelaku pembangunan juga harus dituntut benar-benar qualified di bidangnya untuk melaksanakan pembangunan rumah susun.Pada daerah perkotaan yang berpenduduk padat, di mana tanah yang tersedia sangat terbatas perlu dikembangkan pembangunan perumahan dan pemukiman dalam bentuk rumah susun yang lengkap, seimbang, dan serasi dengan lingkungannya. Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh.Jika dilihat dari sisi pengertian, Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda-benda bersama dan tanah bersama[1].Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan teknis dan administratif yang lebih berat, karena spesifikasi rumah susun memiliki bentuk dan keadaan khusus yang berbeda dengan perumahan biasa (landed house). Pembangunan rumah susun harus memenuhi berbagai persyaratan teknis dan administratif sebagaimana yang telah ditetapkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yakni : Undang-Undang No 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun; dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun.

1.2 Rumusan Masalah1. Apakah yang dimaksud dengan rumah susun?2. Bagaimana macam macam rumah susun?3. Dasar Hukum rumah susun?4. Proses perizinan rumah susun?

1.3 Tujuan MakalahMakalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui pengertian Rumah susun,macam macam rusun susun,dasar hukum rumah susun,proses perizinan rumah susun.

BAB IILANDASAN TEORITIS2.1. PENGERTIAN PERIZINANPerizinan atau izin merupakan salah satu instrument hukum administrasi Negara yang dapat digunakan bagi pelaksana undang-undang untuk melakukan tindakan hukum dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.Dalam perizinan ada istilah beberapa istilah lain yang sedikit banyak memiliki kesejajaran dengan izin dimana hal ini sering dikenal dengan izin khusus yang artinya yaitu persetujuan terlihat adanya kombinasi antara hukum publik dengan hukum prifat, dengan kata lain izin khusus adalah penyimpangan dari sesuatu yang dilarang. Izin yang dimaksud yaitu :1.DispensiAdalah penetapan yang bersifat deklaratoir, menyatakan bahwa suatu perundang-undangan tidak berlaku bagi kasus sebagaimana diajukan oleh seorang pemohon. Dispensasi ialah keputusan administrasi Negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan tersebut.W.F Prins mengatakan bahwa dispensasi adalah tinadakan pemerintahan yang menyebabkan suatu peraturan undang undang menjadi tidak berlaku bagi sesuatau hal yang istimewa. Menurut Ateng Syafrudin, dispensasi bertujuan untuk menembus rintangan yang sebetulnya secara normail tidak diizinkan, jadi dispensasi berarti menyisihkan pelarangan dalam hal yang khusus.[footnoteRef:1] [1: Ridwan H.R. 2011. Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Rajawali Press]

2. LisensiAdalah suatu izin yang memberikan hak untuk menyelenggarakan suatu perusahaan. Lisesnsi digunakan untuk menyatakan suatu izin yang memperkenankan seseorang untuk menjalanankan suatu perusahaan. Linsesi merupakan izin untuk melakukan suatu yang bersifat komersial serta mendatangkan laba dan keuntungan3. KonsesiAdalah suatu penetapan administrasi negara yang secara yuridis dan kompleks, oleh karena merpuakan seperangkat dispensasi-dispensasi, jiin-ijin, serta lisensi-lisensi disertai dengan pemberian semcam wewenang pemerintah terbatas pada konsensionaris. Konsesi tidak mudah diberikan oleh karena banyak bahaya penyelundupan, kekayaan bumi dan kekayaan alam negara dan kadang-kadang merugikan masyarakat yang bersangkutan. Wewenang pemerintah diberikan kepada konsensionaris walupun terbatas dapat menimbulkan masalah pilitik dan social yang cukup rumit, oleh karena perusahaan pemegang konsesi tersebut dapat memindahkan kampong, dapat membuat jaringan jalan, listrik dan telepon, membentuk barisan keamanan, mendirikan rumah sakit dan segala sarana lainnya.Istilah konsesi yang merupakan suatu izin yang berhubungan dengan pekerjaan besar dimana kepentingan umum terlibat erat sekali sehingga sebenarnya pekerjaan itu menjadi tugas dari pemerintah, tetapi oleh pemerintah diberi hak penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin) yang bukan pejabat pemerintah. Bentuknya dapat berupa kontarktual atau kombinasi antara lisensi dengan pemberian status tertentu dengan hak atau kewajiban serta syarat syarat tertentu.Meskipun Syahran Basah mengakui betapa sulitnya memberikan defenisi perihal perizinan karena terlalu beragamnya defenisi tersebut, tetapi kata kunci yang dapat menjadi pegangan dari pada izin menurut hemat penulis, bahwa pada dasarnya perbuatan itu berangkat memang pada dasarnya dibolehkan oleh sesutau ketentuan hukum.Di bawah ini dikutip beberapa defenisi perizinan dari beberapa ahli diantaranya: Utrecht Perizinan adalah bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan tetapi masih jua memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan administrasi Negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning). PrinsPerizinan adalah pada izin memuat uraian yang limitatif tentang alasan-alasan penolakannya, sedangkan syarat atau bebas dispensasi memuat uraian yang limitatif tentang hal-hal yang untuknya dapat diberikan dispensasi itu, tetapi perbedaan ini tidak selamanya jelas. Ateng SyarifuddinPerizinan adalah bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh atau als opheffing van een algemen verbodsregel in het concrete geval (sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkret).[footnoteRef:2] [2: Ridwan, 2003:152]

UtrechtPerizinan adalah bahwa bilamana pembuat peraturan umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, keputusan administrasi Negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin. Bagir Manan Perizinan adalah bahwa izin dalam arti luas, suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu secara umum dilarang.

N.M Spelt dan J.B.J.M. ten BergePerizinan adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan-larangan peraturan perundang-perundangan. Adrian Sutedi izin (vergunning) sebagai suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undangundang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Izin juga dapat diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan.[footnoteRef:3] [3: Adrian Sutedi (2010: 167).]

2.2. Fungsi Pemberian Izin

Ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu sebagai fungsi penertib dan fungsi pengatur. Sebagai fungsi penertib, dimaksudkan agar izin atau setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan usaha masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain. Berkaitan dengan itu, maka ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud. Sedangkan izin sebagai fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapatdilaksanakan sesuai dengan peruntukkannya, sehingga terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah.

2.3. Tujuan dari Sistem PerizinanPemerintah melalui izin terlibat dalam kegiatan warga negara. Dalam hal ini pemerintah mengarahkan warganya melalui instrumen yuridis berupa izin. Izin dapat dimaksudkan untuk mencapai berbagai tujuan tertentu. Menurut Spelt dan Ten Berge, motif-motif untuk menggunakan sistem izin dapat berupa keinginan untuk mengarahkan (mengendalikan/sturen) aktivitas-aktivitas tertentu, mencegah bahaya bagi lingkungan, keinginan melindungi objek-objek tertentu, hendakmembagi benda-benda yang sedikit, dan mengarahkan dengan menyeleksi orangorangdan aktivitas-aktivitas.[footnoteRef:4] [4: Pudyatmoko, 2009:11.]

Berkaitan dengan tujuan dan fungsi perizinan, Adrian Sutedi (2010:200) menjelaskan bahwa secara umum, tujuan dan fungsi perizinan adalah untuk pengendalian daripada aktivitas pemerintah dalam hal-hal tertentu dimana ketentuannya berisi pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan oleh baik yang berkepentingan ataupun oleh pejabat yang berwenang. Selain itu, tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu: dari sisi pemerintah, dan dari sisi masyarakat.a. Dilihat dari sisi Pemerintah

Dilihat dari sisi Pemerintah, tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut:

1) Guna melaksanakan peraturan Apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan dalam pratiknya atau tidka dan sekaligus untuk mengatur ketertiban.2) Bermanfaat sebagai sumber pendapatan daerah Dengan adanya permintaan permohonan izin, maka secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin banyak pula pendapatan di bidang retribusi tujuan akhirnya, yaitu untuk membiayai pembangunan.

b. Dilihat dari sisi masyarakat

Dilihat dari sisi masyarakat, tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut:1) Untuk adanya kepastian hukum,2) Untuk adanya kepastian hak,3) Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas.[footnoteRef:5] [5: Adrian Sutedi (2010:200)]

2.4. Bentuk dan Isi IzinSesuai dengan sifatnya, yang merupakan bagian dari ketetapan, izin selalu dibuat dalam bentuk tertulis,sebagai ketetapan tertulis,secara umum izin memuat hal-hal sebagai tersebut: a.Organ yang berwenangDalam izin dinyatakan siapa yang memberikannya,biasanya dari kepala surat dan penandantangan izin akan nyata organ mana yang memberikan izin. b.Yang dialamatkanIzin ditujukan pada pihak yang berkepentingan,biasanya izin lahir setelah yang berkepentingan mengajukan permohonan untuk itu,oleh karena itu keputusan yang memuat izin akan dialamatkan pula kepada pihak yang memohon izin. c.Dictum Keputusan yang memuat izin,demi alas an kepastian hokum,harus memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin itu diberikan.bagian keputusan ini,dimana akibat-akibat hokum yang ditimbulkan oleh keputusan dinamakan dictum,yang merupakan inti dari keputusan,memuat hak-hak dan kewajiban yang dituju oleh keputusan itu. d.Ketentuan-ketentuan,pembatasan-pembatsan dan syarat-syaratKetentuan ialah kewajiban-kewajiban yang dapat dikaitkan pada keputusan yang menguntungkan. Pembatasan-pembatsan dalam izin member, memungkinan untuk secara praktis melingkari lebih lanjut tindakan yang dibolehkan, pembatasan ini merujuk batsa-batas dalam waktu,tempat dan cara lain.Juga terdapat syarat,dengan menetapkan syarat akibat-akibat hukum tertentu digantungkan pada timbulnya suatu peristiwa dikemudian hari yang belum pasti,dapat dimuat syarat penghapusan dan syarat penangguhan. e.Pemberi alasanPemberian alasan dapat memuat hal-hal seperti penyebutan ketentuan UU,pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan fakta. f.Pemberitahuan-pemberitahuan tambahanPemberitahuan tambahan dapat berisi bahwa kepada yang dialamatkan ditunjukkan akibat-akibat dari pelanggaran ketentuan dalam izin,seperti sanksi-sanksi yang mungkin diberikan pada ketidakpatuhan.mungkin saja juga merupakan petunjuk-petunjuk bagaimna sebaiknya bertidak dalam mengajukan permohonan-permohonan berikutnya atau informasi umum dari organ pemerintahan yang berhubungan dengan kebijaksanaannya sekarang atau dikemudian hari.

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1. PENGERTIAN RUMAH SUSUN'Rumah Susun' adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama dan tanah bersama.( UU NO 20 TAHUN 2011 Tentang Rumah Susun).Rumah susun merupakan bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontalmaupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, dengan sistem pengelolaan yang menganut konsep kebersamaan (UURS No.16 tahun 1985).Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal, dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. (UU No.1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman).Masing-masing memiliki batas-batas, ukuran dan luas yang jelas, karena sifat dan fungsinya harus dinikmati bersama dan tidak dapat dimiliki secara perseorangan.Pembangunan Rumah Susun (Rusun) seharusnya dibangun sesuai dengan tingkat keperluan dan kemampuan masyarakat terutama bagi yang berpenghasilan rendah. Rusun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembangunan Rusun berlandaskan pada azas kesejateraan umum, keadilan dan pemerataan, serta keserasian dan kesimbangan dalam perikehidupan, dengan bertujuan memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya. Kepemilikan satuan Rusun dapat dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah yang meliputi, hak atas bagian-bersama, benda-bersama, dan tanah-bersama, yang semuanya merupakan satu-kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.

3.2.MACAM MACAM RUMAH SUSUNMacam-Macam rumah susun di Indonesia yaitu: Rumah susun umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan menengah bawah dan berpenghasilan rendah yang pembangunannya mendapatkan kemudahan dan bantuan Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Rumah susun khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan oleh negara atau swasta untuk memenuhi kebutuhan sosial. Rumah susun negara adalah rumah susun yang dimiliki dan dikelola negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian. Rumah susun dinas adalah rumah susun negara yang dimiliki negara yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian untuk menunjang pelaksanaan tugas pejabat atau pegawai negeri beserta keluarganya. Rumah susun komersial adalah rumah susun yang diperuntukkan bagi masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi dan dapat diperjual belikan sesuai dengan mekanisme pasar. Contohnya adalah apartemen atau kondominium. Pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, rumah susun negara, dan rumah susun dinas merupakan tanggung jawab Pemerintah atau Pemerintah Daerah. 3.3.DASAR HUKUM RUMAH SUSUNUU No 16 Tahun 1988 tentang Rumah Susun;PP No 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun;Permendagri No. 3 Tahun 1992 tentang Pedoman Penyusunan Perda Rumah Susun.UU No 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.

3.4.TATA CARA PERIZINAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUNPembangunan rumah susun dilakukan melalui perencanaan teknis, pelaksanaan, dan pengawasan teknis. Dalam membangun rumah susun, pelaku pembangunan wajib memisahkan rumah susun atas sarusun, bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.Pasal 24Persyaratan pembangunan rumah susun meliputi: a. persyaratan administratif; b. persyaratan teknis; dan c. persyaratan ekologis. persyaratan administratifPersyaratan administratif di atur di pasal 28 34 UU No 20 tahun 2011 tentang rumah susun.Pasal 28Dalam melakukan pembangunan rumah susun, pelaku pembangunan harus memenuhi ketentuan administratif yang meliputi: a. status hak atas tanah; dan b. izin mendirikan bangunan (IMB).

Pasal 29(1) Pelaku pembangunan harus membangun rumah susun dan lingkungannya sesuai dengan rencana fungsi dan pemanfaatannya. (2) Rencana fungsi dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan izin dari bupati/walikota. (3) Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, rencana fungsi dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan izin Gubernur. (4) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diajukan oleh pelaku pembangunan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut: a. sertifikat hak atas tanah; b. surat keterangan rencana kabupaten/kota; c. gambar rencana tapak; d. gambar rencana arsitektur yang memuat denah, tampak, dan potongan rumah susun yang menunjukkan dengan jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari sarusun; e. gambar rencana struktur beserta perhitungannya; f. gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama; dan g. gambar rencana utilitas umum dan instalasi beserta perlengkapannya. (5) Dalam hal rumah susun dibangun di atas tanah sewa, pelaku pembangunan harus melampirkan perjanjian tertulis pemanfaatan dan pendayagunaan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).

Pasal 30Pelaku pembangunan setelah mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dan ayat (3) wajib meminta pengesahan dari pemerintah daerah tentang pertelaan yang menunjukkan batas yang jelas dari setiap sarusun, bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama berserta uraian NPP.

Pasal 31(1) Pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) harus mendapatkan izin dari bupati/walikota. (2) Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan izin dari Gubernur. (3) Pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi fungsi bagian bersama, benda bersama, dan fungsi hunian.(4) Dalam hal pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan pengubahan NPP, pertelaannya harus mendapatkan pengesahan kembali dari bupati/walikota. (5) Khusus Provinsi DKI Jakarta pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mendapatkan pengesahan dari Gubernur. (6) Untuk mendapatkan izin pengubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku pembangunan harus mengajukan alasan dan usulan pengubahan dengan melampirkan:a. gambar rencana tapak beserta pengubahannya; b. gambar rencana arsitektur beserta pengubahannya; c.gambar rencana struktur dan penghitungannya beserta pengubahannya; d. gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama beserta pengubahannya; dan e. gambar rencana utilitas umum dan instalasi serta perlengkapannya beserta pengubahannya. (7) Pengajuan izin pengubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dikenai retribusi.

Pasal 32Pedoman permohonan izin rencana fungsi dan pemanfaatan serta pengubahannya diatur dengan peraturan Menteri.

Pasal 33Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan izin rencana fungsi dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 serta permohonan izin pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 diatur dengan peraturan daerah.

Pasal 34(1) Pembangunan rumah susun dilaksanakan berdasarkan perhitungan dan penetapan koefisien lantai bangunan dan koefisien dasar bangunan yang disesuaikan dengan kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan yang mengacu pada rencana tata ruang wilayah. (2) Ketentuan mengenai koefisien lantai bangunan dan koefisien dasar bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal terdapat pembatasan ketinggian bangunan yang berhubungan dengan: a. ketentuan keamanan dan keselamatan operasional penerbangan; dan/atau b. kearifan lokal.

Persyaratan Teknis

Persyaratan teknis di atur di pasal 35-36 UU NO 20 Tahun 2011 tentang Rumah susun.Pasal 35Persyaratan teknis pembangunan rumah susun terdiri atas: a. tata bangunan yang meliputi persyaratan peruntukan lokasi serta intensitas dan arsitektur bangunan; dan b. keandalan bangunan yang meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.

Pasal 36Ketentuan tata bangunan dan keandalan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Persyaratan EkologisPersyaratan Ekologis di atur di pasal 37-38 UU NO 20 Tahun 2011 tentang Rumah susun.

Pembangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan ekologis yang mencakup keserasian dan keseimbangan fungsi lingkungan. Pembangunan rumah susun yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan harus dilengkapi persyaratan analisis dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perizinan ini merupakan tahapan awal sebelum pembangun Rumah Susun dan wajib diajukan oleh penyelenggara pembangunan.. Kewajiban ini meliputi :a. Surat Izin Penunjukan Tanah (AIPPT);b. Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan LO (SP3L);c. Keterangan Rencana Kota;d. izin Membangun Prasarana (IMB);e. Izin Membangun Prasarana Kota (IMP);f. Izin Layak Huni (ILH) / Izin Penggunaaan Bangunan (IPB), dan;g. Izin izin lain yang diperlukan.Untuk mendapatkan SLF seseorang harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas yang bertanggungjawab dibidang pengawasan dan penertiban bangunan gedung. Permohonan tertulis yang diajukan dilengkapi dengan beberapa dokumen, yaitu:1. Kartu Tanda Penduduk (KTP)2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)3. surat bukti kepemilikan tanahPembangun rumah susun juga wajib mematuhi ketentuan persyaratan pembangunan sebagai berikut :a. Pembebasan tanah dalam kaitannya dengan dengan penyediaan Rumah Susun tersebut.b. Program distribusi perumahan/ pemukiman terarah dan penetuan tipe perumahan rumah susun.c. Keserasian rencana kota (RUTK, RBWK, RTK, RUK) d. Tertib bangunan.e. Tertib hunian dan lingkungan.Pendaftaran Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Syarat-syarat :a. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas meterai cukupb. Surat kuasa apabila dikuasakanc. Fotocopy identitas pemohon (ktp, kk) dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loketd. Sertipikat hak atas tanah yang merupakan tanah bersama (asli)e. Proposal pembangunan rumah susunf. Ijin layak hunig. Advis planningh. Akta pemisahan yang dibuat oleh penyelenggara pembangunan rumah susun, dengan lampiran gambar dan uraian pertelaan dalam arah vertikal maupun horisontal serta nilai perbandingan proposionalnya yang disahkan oleh pejabat yang berwenang (gubernur untuk dki jakarta atau bupati/walikota).

BAB IVKESIMPULAN 4.1. KESIMPULAN 'Rumah Susun' adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama dan tanah bersama.( UU NO 20 TAHUN 2011 Tentang Rumah Susun).

1. Dasar Hukum Rumah Susun UU No 16 Tahun 1988 tentang Rumah Susun; PP No 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun; Permendagri No. 3 Tahun 1992 tentang Pedoman Penyusunan Perda Rumah Susun. UU No 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.