72
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional menyatakan bahwa segala upaya dalam pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai derajat kesehatan yang lebih tinggi yang memungkinkan orang hidup lebih produktif baik sosial maupun ekonomi. Dengan meningkatnya status sosial dan ekonomi, pelayanan kesehatan masyarakat, perubahan gaya hidup, bertambahnya umur harapan hidup, maka di Indonesia mengalami pergeseran pola dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular, hal ini dikenal dengan transisi epidemiologi. Kecenderungan meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular salah satunya adalah Diabetes Mellitus (DM) menurut Tarwoto (2012). Jumlah penderita DM didunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, menurut survei yang dilakukan oleh organisasi kesehatan (WHO), jumlah 1

BAB 1,2,3,4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kesehatan

Citation preview

Page 1: BAB 1,2,3,4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem Kesehatan Nasional menyatakan bahwa segala upaya

dalam pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk

mencapai derajat kesehatan yang lebih tinggi yang memungkinkan

orang hidup lebih produktif baik sosial maupun ekonomi. Dengan

meningkatnya status sosial dan ekonomi, pelayanan kesehatan

masyarakat, perubahan gaya hidup, bertambahnya umur harapan

hidup, maka di Indonesia mengalami pergeseran pola dari penyakit

menular menjadi penyakit tidak menular, hal ini dikenal dengan

transisi epidemiologi. Kecenderungan meningkatnya prevalensi

penyakit tidak menular salah satunya adalah Diabetes Mellitus (DM)

menurut Tarwoto (2012).

Jumlah penderita DM didunia dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan, menurut survei yang dilakukan oleh organisasi

kesehatan (WHO), jumlah penderita DM di Indonesia pada tahun

2000 terdapat 8,4 juta orang, jumlah tersebut menempati urutan ke-4

terbesar didunia, sedangkan urutan diatasnya adalah India (31,7 juta),

Cina (20,8 juta), Amerika Serikat (30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta).

Jumlah penderita DM pada tahun 2000 didunia termasuk Indonesia

tercatat 175,4 juta orang dan diperkirakan tahun 2010 menjadi 279,3

1

Page 2: BAB 1,2,3,4

2

juta orang, tahun 2020 menjadi 300 juta orang dan tahun 2030

menjadi 366 juta orang (Long, 2002).

DM merupakan penyakit kelainan metabolisme yang disebabkan

oleh kekurangan hormon insulin yang dihasilkan oleh sekelompok sel

beta dikelenjar pankreas, ditandai dengan kadar glukosa darah

melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein. Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak bisa diserap

semua dan tidak mengalami metabolisme dalam sel dan

mengakibatkan kekurangan energi, sehingga mudah lelah dan berat

badan terus turun (Mirza, 2009).

Pada pasien DM diharuskan untuk mengukur kadar gula darah

secara rutin. Kadar gula darah yang melebihi batas normal (60 mg/dl

sampai 120 mg/dl waktu puasa dan kurang dari 140 mg/dl pada dua

jam setelah makan) atau hiperglikemia (lebih dari 120 mg/dl atau 120

mg. Jika penyakit DM tidak dikendalikan maka dapat mengakibatkan

kerusakan yang serius dalam jangka panjang (Long, 2002).

Dengan meningkatnya kadar gula darah pada pasien DM, maka

dapat menimbulkan kecemasan pada penderita DM. Kecemasan yaitu

respon emosional terhadap sesuatu hal yang dapat diekspresikan

secara langsung melalui perubahan fisiologi dan perilaku. Secara

tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping

sebagai upaya untuk melawan kecemasan. Intensitas perilaku akan

Page 3: BAB 1,2,3,4

3

meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat kecemasan (Stuart

dan sundeen, 2002).

Berdasarkan observasi selama penulis praktek di rumah sakit,

pada pasien DM akan diukur kadar gula darahnya belum pernah

menemukan pada pasien DM diobservasi tingkat kecemasannya.

Menurut buku diit yang ada di Ruang Bougenville di RSUD Wates

Kulon Progo pada tanggal 02 Maret 2011 sampai dengan tanggal 29

Desember 2011, pasien yang menderita DM berjumlah 357 orang.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

studi kasus tentang “Tingkat Kecemasan Pada Pasien Diabetes

Melitus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Gula Darah di Ruang

Bougenville RSUD Wates”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat diambil berdasarkan latar belakang

adalah: Bagaimana Tingkat Kecemasan Pada Pasien Diabetes

Melitus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Gula Darah di Ruang

Bougenville RSUD Wates?

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Studi Kasus terhadap Tingkat Kecemasan

Page 4: BAB 1,2,3,4

4

pada Pasien Diabetes Melitus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan

Gula Darah di Ruang Bougenville RSUD Wates.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya hasil pemeriksaan gula darah di Ruang

Bougenville RSUD Wates.

b. Diketahuinya tingkat kecemasan pada pasien DM di Ruang

Bougenville RSUD Wates.

D. Manfaat Studi Kasus

1. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan masukan bahwa hasil pengukuran gula

darah dapat meningkatkan tingkat kecemasan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Perawat

Sebagai pengembangan ilmu keperawatan, terutama pada

keperawatan medikal bedah bahwa untuk memberikan

ketenangan untuk mencegah terjadinya peningkatan

kecemasan pada pasien DM yang diukur gula darah.

b. Bagi Ilmu Keperawatan

Sebagai bahan masukan untuk perkembangan ilmu

keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah pada

gangguan endokrin.

Page 5: BAB 1,2,3,4

5

c. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis

sendiri tentang tingkat kecemasan terhadap hasil pengukuran

gula darah.

d. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit khususnya

pelayanan di Ruang Bougenville RSUD Wates agar lebih

memperhatikan pasien DM yang diukur kadar gula darahnya.

e. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar

mengenai tingkat kecemasan terhadap hasil pengukuran gula

darah.

E. Ruang Lingkup

1. Subyek Studi Kasus

Subyek studi kasus ini yaitu pasien yang menderita penyakit

DM di Ruang Bougenville RSUD Wates.

2. Lokasi Studi Kasus

Studi Kasus ini dilakukan di Ruang Bougenville RSUD Wates,

karena disini ditemukan adanya pasien yang menderita DM.

3. Waktu

Waktu pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 19

sampai dengan 31 Agustus 2013.

Page 6: BAB 1,2,3,4

6

4. Materi

Studi Kasus ini terkait dengan keperawatan medikal bedah

khususnya tentang penyakit DM.

F. Keaslian Studi Kasus/Penelitian yang Relevan

Tri Hastuti (2008), mengenai “Studi Kasus Asuhan Keperawatan

Faktor-Faktor Resiko Ulkus Diabetika pada Ny. R dengan DM di

Ruang Bougenville RSUD Dr. Moewardi Surakarta”. Metode studi

kasus yang digunakan adalah dengan metode deskriptif dalam bentuk

laporan studi kasus yaitu memaparkan suatu masalah serta

pemecahan masalah dalam waktu tiga hari yang dilakukan secara

langsung. Persamaan studi kasus penulis dengan studi kasus yang

dilakukan oleh Tri Hastuti (2008) adalah pada subyeknya yaitu pasien

DM, sedangkan perbedaannya adalah tempat pengambilan data,

perlakuan yang diberikan dan metode yang digunakan.

Ernawati (2011), mengenai “Studi Kasus Asuhan Keperawatan

Tingkat Kecemasan dan Beban Keluarga pada Ny. A dengan DM di

Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. Kariadi”. Metode studi kasus yang

digunakan adalah dengan metode deskriptif dalam bentuk laporan

studi kasus yaitu memaparkan pengumpulan data apa yang ada pada

saat observasi. Persamaan studi kasus penulis dengan studi kasus

yang dilakukan oleh Ernawati (2011) adalah pada subyeknya yaitu

Page 7: BAB 1,2,3,4

7

pasien DM, sedangkan perbedaannya adalah tempat studi kasus,

perlakuan yang diberikan dan metode yang digunakan.

G. Metode Komprehensif

1. Metode

Metode yang digunakan pada studi kasus ini adalah metode

observasi dengan rancangan Hamilton Anxiety Rating scale

(HARS) oleh Max Hamilton. Studi kasus ini akan diambil pada

pasien yang menderita DM dan akan diukur kadar gula darah

sewaktunya, menurut hasil pemeriksaan tersebut maka dapat

menimbulkan tingkat kecemasan pada pasien DM (Ernawati,

2011).

Waktu studi kasus yaitu selama dua minggu dengan

pengambilan sampel secara purposive sampling. Sampel studi

kasus ini adalah pasien di RSUD Wates sebanyak 2 pasien

dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

a. Pasien DM yang dirawat di Ruang Bougenville RSUD Wates

baik laki-laki maupun perempuan.

b. Pasien dengan kasus DM yang dilihat dari diagnosa medis,

hasil pemeriksaan gula darah yang mengalami peningkatan.

c. Pasien kooperatif

d. Bersedia menjadi responden

Kriteria eksklusi sebagai berikut:

Page 8: BAB 1,2,3,4

8

a. Pasien DM.

b. Tingkat kesadaran pasien: komposmentis, apatis, delirium,

somnolen, stupor dan koma.

2. Definisi Operasional

a. DM

DM adalah penyakit gangguan metabolisme kronis yang

ditandai peningkatan glukosa darah (hiperglikemia),

disebabkan karena ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan insulin. Insulin dalam tubuh dibutuhkan untuk

memfasilitasi masuknya glukosa dalam sel agar dapat

digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel

(Tarwoto, 2012).

b. Hasil pengukuran Gula Darah

DM diartikan pula sebagai penyakit metabolisme yang

termasuk dalam kelompok gula darah yang melebihi batas

normal (60 mg/dl sampai 120 mg/dl waktu puasa, dan

kurang dari 140 mg/dl pada dua jam setelah makan) atau

hiperglikemia (lebih dari 120 mg/dl atau 120 mg %) menurut

Suliswati (2005).

c. Tingkat kecemasan

Tingkat kecemasan yaitu dengan melihat 14 point

seperti: perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan

tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala

Page 9: BAB 1,2,3,4

9

somatik, gejala sensorik, gejala kardiovaskuler, gejala

pernafasan, gejala gastrointestinal, gejala urogenital, gejala

vegetative, perilaku sewaktu wawancara .

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan

nilai dengan kategori:

0 = tidak ada kategori sama sekali

1 = satu dari gejala yang ada (ringan)

2 = sedang atau separuh dari gejala yang ada

3 = berat lebih dari sebagian gejala yang ada

4 = sangat berat, semua gejala ada (panik).

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah

nilai skor dan item 1-14 dengan hasil:

a) Skor kurang dari 6 adalah tidak ada kecemasan.

b) Skor 7-14 adalah kecemasan ringan.

c) Skor 15-27 adalah kecemasan sedang.

d) Skor 28-41 adalah kecemasan berat.

e) Skor diatas 42 adalah panik.

3. Instrument Pengambilan data

Instrument dalam studi kasus ini adalah dengan Hamilton

Anxiety Rating scale (HARS) oleh Max Hamilton yang sudah

layak diuji validitas maupun rehabilitas, tiap point mempunyai

penilaian dari satu sampai empat dan dapat dilihat ada 14 gejala

kecemasan kemudian data yang sudah terkumpul akan diberikan

Page 10: BAB 1,2,3,4

10

nilai rata-rata dengan rumus jumlah data dibagi dengan

banyaknya data.

4. Tekhnik Pengolahan Data

Tekhnik pengumpulan data pada studi kasus ini adalah

menggunakan alat ukur questioner tingkat kecemasan pada

pasien DM dengan melihat gejala Hamilton Anxiety Rating scale

(HARS) oleh Max Hamilton sebanyak 14 gejala yang akan dilihat

oleh penulis setiap hari selama dua minggu. Penulis yang akan

melakukan observasi apakah pasien tersebut termasuk didalam

14 gejala tersebut dan memiliki kecemasan panik, berat, sedang,

ringan atau bahkan tidak ada kecemasan terhadap hasil

pemeriksaan gula darah.

Page 11: BAB 1,2,3,4

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. DM

a. Definisi DM

DM merupakan penyakit kelainan metabolisme yang

disebabkan kurangnya hormon insulin. Hormon insulin

dihasilkan oleh sekelompok sel beta dikelenjar pankreas dan

sangat berperan dalam metabolisme glukosa dalam sel tubuh.

Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak bisa diserap

semua dan tidak mengalami metabolisme dalam sel.

Akibatnya, seseorang akan kekurangan energi, sehingga

mudah lelah dan berat badan terus turun. Kadar glukosa yang

berlebih dikeluarkan melalui ginjal melalui urine. Gula memiliki

sifat menarik air sehingga menyebabkan seseorang banyak

mengeluarkan urine dan selalu merasa haus (Mirza, 2009).

Secara normal, glukosa masuk kedalam sel-sel dan

kelebihannya dibersihkan dari darah dalam waktu dua jam.

Jika tubuh tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang

cukup atau insulin yang tersedia tidak bekerja sebagaimana

mestinya, maka sel-sel tidak dapat terbuka dan ini akan

11

Page 12: BAB 1,2,3,4

12

menyebabkan glukosa terkumpul dalam darah sehingga

terjadilah DM (Long, 2002).

Selain itu kadar gula darah yang tinggi akan dibuang

melalui urine. Penderita DM akan kekurangan energi/tenaga,

mudah lelah, lemas, mudah haus dan lapar, sering

kesemutan, sering buang air kecil, gatal-gatal dan sebagainya.

Kandungan atau kadar gula penderita DM saat puasa lebih

dari 126 mg/dl dan saat tidak puasa atau normal lebih dari 200

mg/dl (Tarwoto, 2012).

Peningkatan gula darah setelah makan atau minum

merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga

mencegah kenaikan gula darah yang lebih lanjut dan

menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan.

Ada cara lain untuk menurunkan kadar gula darah, yaitu

dengan melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga, karena

otot menggunakan glukosa dalam darah untuk dijadikan

energi (Suliswati, 2005).

b. Etiologi DM

Menurut Mirza (2009) DM disebabkan karena

berkurangnya produksi dan ketersediaan insulin dalam tubuh

atau terjadinya gangguan fungsi insulin yang sebenarnya

berjumlah cukup, beberapa faktor yang menyebabkan DM

sebagai berikut:

Page 13: BAB 1,2,3,4

13

1) Genetik atau faktor keturunan

DM cenderung diturunkan bukan ditularkan, anggota

keluarga penderita DM memiliki kemungkinan lebih besar

terserang penyakit. Para ahli kesehatan juga

menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut

kromosom seks atau kelamin, penderita terbanyak adalah

kaum laki-laki, sedangkan kaum perempuan sebagai

pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-

anaknya.

2) Virus dan bakteri

Virus penyebab DM adalah rubella, mumps dan

human cytomegalovirus B4. Melalui mekanisme infeksi

sitolitik dalam sel beta, virus ini menyebabkan destruksi

atau perusakan sel.

3) Bahan toksik atau beracun

Pemicu terjadinya autoimun dan bahan beracun yang

mampu menghancurkan atau merusak sel beta pankreas

secara langsung adalah obat-obatan dan zat kimia.

4) Nutrisi

Nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan

faktor resiko pertama yang menyebabkan DM.

Page 14: BAB 1,2,3,4

14

5) Hipertensi

Tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/90

mmHg.

6) HDL kolesterol lebih dari atau sama dengan 35 mg/dl,

atau trigliserida lebih dari 250 mg/dl.

7) Riwayat gestasional DM.

8) Kadar kortikosteroid yang tinggi.

9) Kebiasaan diet.

10)Kurang olahraga.

c. Patofisiologi DM

Menurut Suliswati (2005) DM merupakan kumpulan gejala

yang kronik dan bersifat sistemik dengan karakteristik dengan

peningkatan gula darah/ hiperglikemia yang disebabkan

menurunnya sekresi atau aktivitas dari insulin sehingga

mengakibatkan terhambatnya metabolisme karbohidrat,

protein dan lemak.

Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu

dalam darah dan sangat dibutuhkan untuk kebutuhan sel dan

jaringan. Glukosa dibentuk dihati dari makanan yang

dikonsumsi. Makanan yang masuk sebagian digunakan untuk

kebutuhan energi dan sebagian lagi disimpan dalam bentuk

glikogen dihati dan jaringan lainnya dengan bantuan insulin.

Pada orang dewasa rata-rata diproduksi 40-50 unit, untuk

Page 15: BAB 1,2,3,4

15

mempertahankan gula darah tetap stabil antara 70-120 mg/dl

(Tarwoto, 2012).

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah

menumpukan glukosa dalam darah, peningkatan sejumlah

insulin harus disekresi dalam mengatur kadar glukosa darah

dalam batas normal atau sedikit lebih tinggi kadarnya. Namun

jika sel beta tidak dapat menjaga dengan meningkatkan

kebutuhan insulin, mengakibatkan kadar glukosa meningkat

(Mirza, 2009), yaitu sebagai berikut:

1) Menurunnya penggunaan glukosa

Pada diabetes, sel-sel membutuhkan insulin untuk

membawa glukosa hanya sekitar 25% untuk energi. Sel-

sel lain seperti jaringan adipose, otot jantung

membutuhkan insulin untuk transport glukosa. Tanpa

adekuatnya jumlah insulin yang mengakibatkan glukosa

darah meningkat karena hati tidak dapat menyimpan

glukosa menjadi glikogen, agar gula darah kembali

menjadi normal maka tubuh mengeluarkan glukosa

melalui ginjal, sehingga banyak glukosa berada dalam

urin.

2) Meningkatnya metabolisme lemak

Mobilisasi lemak yang dipecahkan untuk energi jika

cadangan glukosa tidak ada. Hasil metabolisme lemak

Page 16: BAB 1,2,3,4

16

adalah keton yang akan terkumpul didalam darah,

dikeluarkan lewat ginjal dan paru.

3) Meningkatkan penggunaan protein

Kurangnya insulin berpengaruh pada pembuangan

protein, pada keadaan normal insulin berfungsi

menstimulasikan sintesis protein, jika terjadi

ketidakseimbangan, asam amino dikonversi menjadi

glukosa di hati sehingga kadar glukosa menjadi tinggi.

Keadaan patologi tersebut akan berdampak sebagai

berikut:

a) Hiperglikemia

Hiperglikemia merupakan glukosa yang tinggi

pada rentang non puasa 140-160 mg/100 ml darah.

Proses terjadinya hiperglikemia karena defisit insulin

tergambar pada perubahan metabolik sebagai

berikut:

(1) Transport glukosa yang melintasi membrane

sel-sel berkurang.

(2) Glukogenesis (membentuk glikogen dari

glukosa) berkurang.

(3) Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat,

sehingga cadangan glikogen berkurang.

Page 17: BAB 1,2,3,4

17

(4) Glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari

unsur non karbohidrat) meningkat dan lebih

banyak glukosa hati yang tercurah kedalam

darah.

b) Hiperosmolaritas

Hiperomolaritas adalah adanya kelebihan

tekanan osmotik pada pasma sel karena adanya

peningkatan konsentrasi zat.

c) Starvasi selluler

Starvasi selluler merupakan kondisi kelaparan

yang dialami oleh sel karena glukosa sulit masuk

karena tidak ada yang memfasilitasi untuk masuk

sel.

d. Klasifikasi DM

Klasifikasi DM menurut Brunner & Suddarth (2002) adalah

yang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM American Diabetes

Assosiation sebagai berikut:

1) DM tipe 1 (insulin dependent)

DM tipe 1 atau disebut juga dengan insulin

dependent (tergantung insulin) adalah penderita

diabetes yang menggunakan insulin dikarenakan tubuh

tidak dapat menghasilkan insulin, terjadi karena masalah

genetik, virus atau penyakit autoimun dan injeksi insulin

Page 18: BAB 1,2,3,4

18

diperlukan setiap hari. Penyebab dari kehilangan sel

beta adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang

menghancurkan sel beta pankreas, reaksi autoimunitas

tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

DM tipe 1 dapat diobati dengan menggunakan

insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat

glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.

Pengobatan dasar DM tipe 1, bahkan untuk tahap paling

awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa

insulin, ketosis dan diabetik ketoakidosis bisa

menyebabkan koma bahkan bisa menyebabkan

kematian serta penekanan juga diberikan pada

penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga).

2) DM tipe 2 (insulin requirement)

DM tipe 2 atau disebut juga dengan insulin

requirement (membutuhkan insulin) adalah mereka yang

membutuhkan insulin sementara atau seterusnya. Pada

tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah

berkurangnya sensitivitasnya terhadap insulin, yang

ditandai dengan meningkatnya kadar insulin dalam

darah.

Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi dengan

berbagai cara dan obat anti diabetes yang dapat

Page 19: BAB 1,2,3,4

19

meningkatkan sensitivitas terhadap insulin atau

mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun

semakin parah penyakit, sekresi insulinpun semakin

berkurang dan terapi dengan insulin akan dibutuhkan.

Faktor yang mempengaruhi DM yaitu usia lebih dari 65

tahun, obesitas dan riwayat keluarga.

3) DM tipe 3 (gestasional)

DM gestasional yaitu DM yang terjadi hanya selama

kehamilan dan pulih setelah melahirkan.

e. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada pasien DM

menurut Long (2002), yaitu:

1) Sering atau meningkatnya frekuensi buang air kecil

(polyuria)

2) Meningkatnya rasa haus (polidpsia)

3) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran

darah.

4) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein

sebagai bahan pembentukan antibodi, peningkatan

konsentrasi glukosa disekresi mucus, gangguan fungsi

imun, dan penurunan aliran darah pada penderita

diabetes kronik.

5) Kelainan pada kulit: gatal atau bisul-bisul

Page 20: BAB 1,2,3,4

20

6) Kelainan genekolis

7) Ketonuria

8) Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati

9) Kelemahan tubuh

10) Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh

11) Mata yang kabur disebabkan katarak dan gangguan

refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia

dan dikarenakan adanya kelainan pada corpus vitreum.

f. Pemeriksaan menunjang

Untuk menentukan penyakit DM, disamping dikaji tanda

dan gejala yang dialami pasien juga yang terpenting adalah

dilakukan tes diagnosis menurut Suliswati (2005), diantaranya:

1) Pemeriksaan Gula Darah Puasa Atau Fasting Blood

Sugar (FBS)

Tujuan : Menentukan jumlah glukosa darah

pada saat puasa.

Pembatasan : Tidak makan selama 12 jam

sebelum test biasanya jam 08.00

pagi sampai jam 20.00, boleh

minum.

Hasil : Normal: 80-120 mg/100 ml serum

Abnormal: 140 mg/100 ml atau lebih

Page 21: BAB 1,2,3,4

21

2) Pemeriksaan gula darah postprandial

Tujuan : Menentukan gula darah setelah

makan

Pembatasan : Tidak ada

Prosedur : Pasien diberi makan kira-kira 100 gr

karbohidrat, dua jam kemudian

diambil darah venanya.

Hasil : Normal: kurang dari 120mg/100 ml

serum

Abnormal: lebih dari 200 mg/ 100 ml

atau lebih, indikasi DM.

g. Pengobatan DM

Menurut Hasdianah (2012), tujuan utama pengobatan DM

adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam batas

normal dengan memperhatikan berat badan, olahraga dan diet

serta memberikan perhatian khusus terhadap infeksi kaki, kuku

dan pemeriksaan mata supaya bisa diketahui perubahan yang

terjadi pada pembuluh darah dimata. Pengobatan ada dua cara

non-farmakologi dan farmakologi, yaitu:

1) Terapi farmakologi untuk DM adalah:

a) Obat Hipoglikemia Oral (OHO)

(1) Golongan sulfoniluria

Page 22: BAB 1,2,3,4

22

Cara kerja golongan ini adalah merangsang

sel beta pankreas untuk mengeluarkan insulin.

(2) Golongan biguanid

Dengan merangsang sekresi insulin dapat

menurunkan kadar gula darah menjadi normal

dan tidak pernah menyebabkan hipoglikemia.

(3) Alfa Glukosidase Inhibitor

Berguna untuk menghambat kerja insulin alfa

glukosidase didalam saluran cerna sehingga

dapat menurunkan penyerapan glukosa dan

menurunkan hiperglikemia post prandial.

(4) Insulin Sensitizing Agent

Berguna untuk meningkatkan sensitifitas

berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa

menyebabkan hipoglikemia.

b) Terapi Sulih Insulin

Insulin disuntikkan dibawah kulit lapisan lemak,

biasanya dilengan, paha, atau dinding perut. Insulin

terdapat dalam 3 bentuk dasar, yang memiliki

kecepatan dan lama kerja yang berbeda, dapat dilihat

dibawah ini:

(1) Insulin kerja cepat (bekerja dalam 20 menit).

(2) Insulin kerja sedang (bekerja dalam 1-3 jam)

Page 23: BAB 1,2,3,4

23

(3) Insulin kerja lambat (bekerja dalam 6 jam)

2) Terapi non farmakologi untuk DM adalah:

(a) Manajemen Diet DM

Mengontrol nutrisi diet dan berat badan yaitu

kebutuhan kalori tubuh, intake yang dibutuhkan,

mencapai kadar serum lipid normal, menurunkan gula

dalam urine menjadi negatif, mencapai dan

mempertahankan berat badan ideal. Komposisi nutrisi

pada diet DM adalah kebutuhan kalori, karbohidrat,

lemak, protein, dan serat adalah sebagai berikut:

(a) Kebutuhan kalori

Kebutuhan kalori tergantung dari berat badan,

jenis kelamin, usia dan aktifitas fisik.

(b) Kebutuhan karbohidrat

Karbohidrat yang tinggi bila disertai dengan

tinggi serat maka akan memperbaiki kadar

kolesterol dan trigliserida.

(c) Kebutuhan protein

Berkurangnya aktivitas insulin menghambat

sintesis protein, untuk adekuatnya cadangan

protein, diperlukan kira-kira 10-20% dari

kebutuhan kalori atau 0.8 g/kg/hari.

Page 24: BAB 1,2,3,4

24

(d) Kebutuhan lemak

Kebutuhan lemak kurang dari 30% dari total

kalori, sebaiknya lemak nabati lebih banyak dari

lemak hewani.

(e) Kebutuhan serat

Serat dapat membentuk lapisan pada saluran

pencernaan dan menghambat absorbsi.

(b) Latihan fisik

Latihan fisik bagi penderita DM sangat dibutuhkan,

karena pada saat latihan fisik energi yang dipakai

adalah glukosa dan asam bebas yang bertujuan:

(1) Menurunkan gula darah dengan meningkatkan

metabolisme karbohidrat.

(2) Menurunkan berat badan dan mempertahankan

berat badan normal.

(3) Meningkatkan sensitifitas insulin.

(4) Meningkatkan kadar HDL (high density lipoprotein)

dan menurunkan kadar trigliserida.

(5) Menurunkan tekanan darah dengan melakukan

latihan fisik.

h. Pencegahan DM

Menurut Atun (2010), untuk menghindari komplikasi

dengan cara yang tepat seperti dibawah ini:

Page 25: BAB 1,2,3,4

25

1) Menurunkan berat badan agar lemak dalam tubuh dapat

menyerap insulin.

2) Menghindari makanan berlemak, makanan yang

diawetkan.

3) Memilih makanan yang berserat tinggi dan mengurangi

makanan yang mengandung banyak glukosa.

4) Memperbanyak konsumsi air.

5) Berolahraga secara teratur dan menghindari stress.

6) Tidak merokok.

i. Komplikasi DM

Menurut Brunner & Suddarth (2002), kadar gula darah yang

tinggi bisa merusak pembuluh darah dan saraf dengan

terbentuknya gula didalam dinding pembuluh darah menebal

dan mengalami kebocoran, akibatnya aliran darah berkurang

yang menuju kulit dan saraf menyebabkan ulkus,

penyembuhan luka berjalan lambat sirkulasi yang mengalami

gangguan melalui pembuluh darah besar dan kecil dapat

melukai jantung, otak, tungkai, mata, ginjal, saraf dan kulit.

Komplikasi DM jangka panjang dapat dilihat pada tabel 1.

sebagai berikut:

Page 26: BAB 1,2,3,4

26

Tabel 1.Komplikasi DM Jangka Panjang

Organ/jar yg trkena

Yang terjadi Komplikasi

Pembuluh darah

Plak aterosklerotik terbentuk & menyumbat arteri berukuran besar/sedang dijantung, otak, tungkai & penis. Dinding pembuluh darah kecil mengalami kerusakan sehingga pembuluh darah yang mengalami kerusakan tidak dapat menstransfer oksigen secara normal & mengalami kebocoran.

Sirkulasi mengalami gangguan menyebabkan penyembuhan luka yang lambat & bisa menyebabkan stroke, gangren kaki & tangan, impoten & infeksi

Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh darah kecil retina

Gangguan penglihatan & pada akhirnya menjadi kebutaan

Ginjal 1Penebalan pembuluh darah ginjal2Protein bocor ke dalam air kemih3Darah tidak disaring secara normal

Fungsi ginjal yang buruk menyebabkan gagal ginjal

Saraf Kerusakan saraf karena glukosa tidak dimetabolisir sacara normal & karena aliran darah berkurang

1 Kelemahan tungkai yang terjadi secara tiba-tiba atau secara perlahan

2 Berkurangnya rasa kesemutan & nyeri ditangan & kaki

3 Kerusakan saraf menahunSystem saraf otonom

Kerusakan pada saraf yang mengendalikan tekanan darah & saluran pencernaan

1 Tekanan darah yang naik turun2 Kesulitan menelan & perubahan

fungsi pencernaan disertai serangan diare

Kulit Berkurangnya aliran darah kekulit & hilangnya rasa yang menyebabkan cedera berulang

1 Luka, infeksi dalam (ulkus diabetikum)

2 Penyembuhan luka yang memburukDarah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama infeksi

saluran kemih dan kulitJaringan ikat Glukosa tidak dimetabolisis secara normal

sehingga jaringan menebalSindroma terowongan Karpal Kontraktur

Data primer (Hasdianah, 2012).

j. Prognosis DM

Bersifat ireversible yaitu tidak dapat kembali normal atau

disembuhkan untuk komplikasi hipoglikemi kematian jarang

terjadi, dapat terjadi jika terlambat dalam mendapatkan obat

dan terlalu lama dalam keadaan koma mengakibatkan

kerusakan otak, sedangkan komplikasi Hiperosmolar

Hiperglikemi Non Ketotik (HHNK) biasanya buruk yang

disebabkan oleh penyakit yang mendasari atau menyertainya

menurut Sriyono (2008).

Page 27: BAB 1,2,3,4

27

2. Pemeriksaan Gula Darah

a. Definisi pemeriksaan gula darah

Menurut Atun (2010), pemeriksaan kadar gula darah adalah

pemeriksaan kadar gula darah yang digunakan untuk

mengetahui adanya peningkatan atau penurunan kadar gula

darah serta untuk memonitor hasil pengobatan pasien dengan

DM, oleh karena itu kontrol gula darah secara rutin dan teratur

merupakan cara efektif sebagai upaya pencegahan penyakit

DM ini, dapat dilihat pada tabel 2 yang merupakan angka kadar

gula darah sebagai berikut:

Tabel 2.Angka Kadar Gula Darah

Kadar gula dalam darah Metode pengukuranGDP GDPP

normal < 6.1 mmol/l< 110 mg/dL

< 7.8 mmol/L< 140 mg/dL

DM ≥ 7.0 mmol/L< 126 mg/dL

≥11.1 mmol/L≥ 200 mg/dL

IGT < 7.0 mmol/L< 126 mg/dL

7.8 ≤ X < 11.1 mmol/L140 ≤ X < 200 mg/dL

IFG 6.1 ≤ X < 7.0 mmol/L110 ≤ X 126 mg/dL

< 7.8 mmol/L< 140 mg/dL (jika diukur)

Data Primer (Atun, 2010).

b. Tingkat Kadar Gula Darah

Umumnya seseorang dikatakan sehat apabila kadar gula

dalam darahnya dalam keadaan normal, yakni kurang dari 100

mg/dL saat berpuasa dan kurang dari 140 mg/dL 2 jam setelah

makan. Pada siang hari, kadar gula dalam darah cenderung

lebih rendah pada saat sebelum makan (Tarwoto, 2012).

Page 28: BAB 1,2,3,4

28

c. Diagnosis DM

Tanda DM muncul ketika gula darah sudah menimbulkan

kerusakan pada tubuh. Dengan mengukur gula darah secara

berkala, maka bisa mengetahui bagaimana tubuh dapat

bereaksi terhadap situasi yang berbeda-beda dan dapat

mengetahui bagaimana makanan dan olahraga yang

mempengaruhi gula darah, sehingga dapat dilakukan tindakan

yang tepat (Long, 2002).

d. Cara Mengukur Kadar Gula Darah

Sekitar 20 tahun lalu sedikit orang yang mengukur gula

darah atau glukosa darahnya sendiri (Tarwoto, 2012). Berikut ini

prosedur pengukuran kadar gula darah:

1) Alat

Glucometer atau argometer glucose (bood glikosa

monitoring) adalah alat yang tepat untuk memantau

penyakit diabetes, sedangkan alat-alat pendukung lainnya

adalah alkohol, kasa atau kapas, jarum penusuk (lancet),

alat penusuk (lacet device), dan test strip.

2) Langkah teknis

a) Cuci dan keringkan tangan sebelum melakukan tes

untuk menghindari kontaminasi.

b) Masukan jarum penusuk (lancet) di alatnya (lancing

divice).

Page 29: BAB 1,2,3,4

29

c) Letakan ujung jari yang akan ditusuk. Jempol dan

kelingking sebaiknya tidak digunakan untuk

pengambilan sampel (gunakan jari tengah, jari manis

atau telunjuk).

d) Bersihkan ujung jari mengunakan kassa atau kapas

beralkohol untuk menghindari infeksi.

e) Tusukkan jarum ke ujung jari. Bersihkan darah

pertama yang keluar dengan kassa, tekan dengan

pelan ujung jari untuk membantu mengeluarkan darah.

f) Masukan test skrip ke alat pengukur (glucosemeter).

g) Tempelkan ujung teststrip kebulatan darah sampai

terbasahi merata bagian untuk sampelnya.

h) Tempelkan kasa atau kapas beralkohol pada ujung jari

yang tertusuk untuk menghentikan pendarahan.

i) Lihat hasil pengukuran di glucometer.

e. Cara Menurunkan Kadar Gula Darah

Selain melakukan latihan fisik, mengatur pola makan juga

dapat menurunkan kadar gula dalam darah, menurut Philips

(2013) berikut ini cara mengatur pola makan yang sehat bagi

penderita DM:

1) Makan dan catat

Makanlah seperti biasaya namun gunakan alat ukur

gula darah untuk mengukur gula darah pada saat bangun

Page 30: BAB 1,2,3,4

30

pagi (puasa), satu jam sampai dua jam setelah makan, tulis

jenis makanan dan hasil gula darah.

2) Kurangi konsumsi karbohidrat untuk beberapa hari

berikutnya

Hilangkan roti, sereal, nasi, biji-bijian, makanan yang

mengandung tepung gandum, kentang, jagung dan buah,

penuhi kebutuhan karbohidrat hanya dari sayuran.

3. Tingkat Kecemasan

a. Definisi kecemasan

Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang sfesifik

yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara

interpersonal dapat berupa kebingungan, kekhawatiran yang

akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan

dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak

berdaya. Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan

individu dalam memelihara kesehatan dan dapat memberikan

motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber

penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup

(Katrine dan Patricia, 2005).

Kecemasan terjadi sebagai dari akibat terhadap harga diri

atau identitas diri yang sangat mendasar dari keberadaan

individu. Kecemasan dikomunikasikan secara interpersonal

Page 31: BAB 1,2,3,4

31

yang merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari,

menghasilkan peringatan yang berharga dan penting untuk

upaya memelihara kesehatan diri dan melindungi diri hidup

(Suliswati, dkk, 2005).

b. Penyebab kecemasan

Dalam kehidupan sehari-hari setiap individu sering

merasakan cemas, respon tersebut tidak dapat dihindari dari

kehidupan, respon ini berguna dalam memelihara

keseimbangan (Stuart & Sundeen, 2001).

c. Tanda dan gejala kecemasan

Perubahan tingkah laku berupa bicara cepat, meremas-

remas tangan, berulang-ulang bertanya, tidak mampu

menyimpan informasi yang diberikan, tidak mempu

berkonsentrasi, gelisah, kedinginan dan telapak tangan

lembab Menurut Nugroho (2000).

Menurut Carpenito (2001), kecemasan bervariasi

tergantung tingkat kecemasan yang dialami oleh seseorang

yang manifestasi gejalanya terdiri atas kategori fisiologi, emosi

dan koognitif, antara lain:

1) Gejala fisiologi

Peningkatan frekuensi nasi, peningkatan tekanan

darah, peningkatan frekuensi nafas, diaforasis, suara

bergetar, gemetar, palpitasi, mual atau muntah, sering

Page 32: BAB 1,2,3,4

32

berkemih, diare, insomnia, kelelahan, kelemahan,

kemerahan, atau pucat pada wajah, mulut kering, sakit

badan dan nyeri (khusus dada, punggung dan leher),

gelisah, pingsan atau pusing, parestesia, rasa panas dan

dingin.

2) Faktor emosional

Individu mengatakan bahwa ia merasa ketakutan,

tidak berdaya, gugup, kehilangan rasa percaya diri,

kehilangan control, tegang, tidak dapat rileks. Individu

juga memperlihatkan peka terhadap rangsang atau tidak

sabar, marah, meledak, menangis, cenderung

menyalahkan orang lain, reaksi terkejut, mengkritik diri

sendiri dan orang lain, menarik diri serta kurang inisiatif.

3) Gejala koognitif

Tidak mampu berkonsentrasi, kurang orientasi

lingkungan, pelupa, termenung, orientasi pada masa lalu

dari pada saat ini dan akan datang, memblok pikiran

(ketidakmampuan untuk mengingat) dan perhatian yang

berlebihan.

d. Respon Fisiologis Dan Psikologis Terhadap Kecemasan

Respon sistem saraf otonom terhadap rasa takut dan

ansietas menimbulkan aktivitas involunter pada tubuh yang

termasuk dalam mekanisme pertahanan diri. Serabut saraf

Page 33: BAB 1,2,3,4

33

simpatis mengatur tanda-tanda vital untuk mempersiapkan

pertahanan tubuh. Kelenjar adrenal melepas adrenalin

(epinefrin), yang menyebabkan tubuh mengambil lebih

banyak oksigen, medilatasi pupil, dan meningkatkan

tekanan arteri serta frekuensi jantung sambil membuat

konstriksi pembuluh darah perifer dan memompa darah dari

sistem gastrointestinal dan reproduksi serta meningkatkan

glikogenolisis menjadi glukosa bebas guna menyokong

jantung, otot dan sistem saraf pusat. Ketika bahaya telah

berakhir, serabut saraf parasimpatis membalik proses ini

dan mengembalikan tubuh ke kondisi normal sampai tanda

ancaman berikutnya mengaktifkan kembali respons

simpatis (Videbeck, 2008) dapat dilihat pada skema 1.

dibawah ini:

Skema 1.Hubungan Psiko-Neuro-imunologi (Psiko-Neuro-

Endokrinologi) Adaptasi Fisiologis

Data Primer menurut Videbeck (2008).

Susunan saraf pusat (medulla oblongata, sistem limbik, sistem transmisi

saraf/neurotransmitter)

Kelenjar endokrin (sistem hormonal

dan imonologi)

Stres cemas Depresi

Stres

Page 34: BAB 1,2,3,4

34

e. Tingkat kecemasan

Menurut Stuart dan Sundeen (2001), ada 4 tingkat

kecemasan:

1) Kecemasan ringan

Kecemasan ringan sangat dihubungkan dengan

ketegangan atau tekanan kehidupan sehari-hari. Individu

masih waspada serta lapang persepsi meningkat

solusinya dengan menajamkan inderanya seperti

penglihatan, pendengaran, pemahamannya melebihi

sebelumnya mampu memecahkan masalah secara efektif.

2) Kecemasan sedang

Kecemasan sedang yaitu individu terfokus pada

pikiran yang menjadi perhatiannya (hanya pada yang

dekat), penyempitan lapangan persepsi dapat lebih sempit

dari penglihatan, pendengaran pemahaman dari orang

lain, mengalami hambatan dalam memperhatikan hal-hal

tertentu, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan

orang lain.

3) Kecemasan berat

Kecemasan berat yaitu lapangan persepsi individu

sangat sempit, pusat perhatiannya pada yang kecil

(spesifik), Seluruh perilaku dimaksudkan untuk

Page 35: BAB 1,2,3,4

35

mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah dan

arahan untuk terfokus pada area lain.

4) Panik

Panik yaitu saat individu memiliki rasa kehilangan

pengendalian diri dan detail perhatian hilang. Karena

hilangnya kontrol maka tidak dapat melakukan apapun,

walaupun dengan perintah.

Berdasarkan keterangan diatas, maka tingkat kecemasan

ada 4 yang dapat dilihat nilai skornya pada tabel 1. dibawah

ini:

Tabel 3.Rentang Nilai Tingkat Kecemasan

Tingkat kecemasan Nilai skorTidak terdapat kecemasan <6

Ringan 7-14Sedang 15-27Berat 28-41Panik >42

Data primer Menurut Tri Hastuti (2008)

Reaksi terhadap kecemasan dibagi menjadi dua menurut

Katherine dan Patricia (2005), yaitu:

1. Reaksi Adaptif

Bila kecemasan terjadi dan individu mampu menahan

dan mengelola kecemasan tersebut, maka akan

menghasilkan reaksi positif

Page 36: BAB 1,2,3,4

36

2. Reaksi Maladaptif

Kecemasan yang tidak mampu dikelola, individu akan

memilih menggunakan mekanisme koping dan strategi

yang berlebihan dan dipandang disfungsional atau

abnormal oleh individu lain.

Dibawah ini merupakan rentang respon kecemasan

menurut Stuart (2001), dapat dilihat pada gambar 1. sebagai

berikut:

Gambar 1.Rentang Respon Tingkat Kecemasan

Data Primer menurut Stuart (2001)

Page 37: BAB 1,2,3,4

37

B. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep

1. Kerangka teori:

Skema 2.Kerangka teori menurut Tarwoto (2012)

FaktorKerusakan sel beta pankreas

Penyebab

↓insulin ↑glukagon

↓penggunaan glukosa

Jaringan Hati Otot

↑Liposis ↑FFA↑gliserol

↑ketogenesisis↑glukoneogenesis↑LDL kolestrol↑HDL kolestrol

DislipidemiaAtherogenesis

↓sintesis glikogen↑katabolisme protein

↑asam amino

Kelemahan otot

ketoasidosisIntoleransi aktivitas

Heperventilasi

nuropati

Ggn retina Ggn jantung Ulkus diabetikum Ggn reproduksi

Ggn. Pertukaran gas

Hiperglikemi

Glikosuria

Diuresis osmotik

Cairan &elektrolit hilang

Hipotensi

PoliuriaPolidipsi

Ggn. Keseimbangan

Cairan & elektrolit

Ggn. Perfusi jaringan

Page 38: BAB 1,2,3,4

38

2. Kerangka Konsep

Skema 3.

Kerangka Konsep

BAB III

Hasil Pemeriksaan Gula Darah

Tingkat kecemasan:

1. Ringan2. Sedang3. Berat4. Panik

Tidak ada kecemasan

Pasien DM Kecemasan

Page 39: BAB 1,2,3,4

39

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Penulis telah melakukan studi kasus terhadap pasien DM yang

dirawat di Ruang Bougenville RSUD Wates. Subjek penelitian diambil

selama dua minggu dari tanggal 19 sampai 31 Agustus 2013 dengan

2 orang pasien DM, adapun hasilnya meliputi karakteristik responden,

hasil pengukuran gula darah dan tingkat kecemasan adalah sebagai

berikut:

1. Karakteristik Responden

Dalam pengambilan data di RSUD Wates, penulis mendapat

2 pasien menderita DM yang sesuai dengan kriteria inklusi, dapat

dilihat pada tabel 3. dibawah ini:

Tabel 4.Karakteristik Responden

No. RM Nama Umur (tahun) Tgl pengkajian Pendidikan Pekerjaan469534 Ny. S 64 14 Agustus 2013 Sekolah Rakyat Petani

570909 Ny. P 69 20 Agustus 2013 Sekolah Rakyat Petani

Data Primer

Berdasarkan tabel 3. diatas, dapat dianalisa bahwa kedua

pasien pasien yang memiliki perbedaan umur memiliki persamaan

tingkat pendidikan dan pekerjaan.

2. Hasil Pemeriksaan Gula Darah dan Tingkat Kecemasan

Hasil pemeriksaan gula darah dan tingkat kecemasan pada

pasien Ny. Sm dan Ny. P, dapat dilihat pada tabel 5. dibawah ini:

Tabel 5.Hasil pemeriksaan gula darah dan tingkat kecemasan

Page 40: BAB 1,2,3,4

40

pada Ny. S dan Ny. PNy. S

Tanggal Gula Darah Puasa

(70-105 mg/dl)

Gula Darah 2 jam Post Prandial(< 140 mg/dl)

Gula Darah Sewaktu

(< 200 mg/dl)

Jumlah tingkat kecemasan

(ringan: 7-14)14-8-13 - - 275 1415-8-13 212 110 - 1318-8-13 138 156 - 920-8-13 145 201 - 822-8-13 211 205 - 1223-8-13 147 173 - 1225-8-13 122 140 - 7Jumlah 975 985 275 75

Rata-rata 139.3 140.7 39.3 10.7Persen 1.4% 1.4% 0.4% 0.1%

Ny. PTanggal Gula Darah

Puasa (70-105 mg/dl)

Gula Darah 2 jam Post Prandial (<

140 mg/dl)

Gula Darah Sewaktu

(< 200 mg/dl)

Jumlah tingkat kecemasan

(ringan: 7-14)20-8-13 - - 144 1421-8-13 49 109 - 1223-8-13 - - 145 925-8-13 166 233 - 1326-8-13 - - 309 12Jumlah 215 342 598 60

Rata-rata 107.5 171 226.5 12Persen 0.1% 1.7% 2.3% 0.1%

Data primer

Berdasarkan tabel 5. di atas, dapat dianalisa bahwa pada Ny.

S gula darah puasa tertinggi 212 dan terendah 122 mg/dl nilai R

139.3 mendapat 1.4%, gula darah 2 jam post prandial tertinggi

205 terendah 110 mg/dl nilai R 140.7 mendapat 1.4% dan gula

darah sewaktu 275 mg/dl dengan nilai R 39.3 mendapat 0.4%

sedangkan hasil tingkat kecemasan dengan nilai tertinggi 14 dan

terendah 7 nilai R 10.7 termasuk dengan kategori ringan,

mendapat 0.1%.

Pada Ny. P gula darah puasa tertinggi 166 dan terendah 49

mg/dl nilai R 107.5 mendapat 0.1%, gula darah 2 jam post

prandial tertinggi 233 dan terendah 109 mg/dl nilai R 171

mendapat 1.7% serta gula darah sewaktu tertinggi 309 dan

Page 41: BAB 1,2,3,4

41

terendah 144 mg/dl nilai R 226.5 mendapat 2.3% sedangkan hasil

tingkat kecemasan dengan nilai tertinggi 14 dan terendah 9 nilai

R 12 mendapat 0.1%.

Bahwa pada Ny. S jika terdapat kadar gula darah tertinggi 212

mg/dl maka tingkat kecemasan tertinggi 14 dengan rata-rata

kadar gula darah 139.3 dan rata-rata kecemasan 10.7 dan pada

Ny. P jika terdapat kadar gula darah tertinggi 166 mg/dl maka

tingkat kecemasan tertinggi 14 dengan rata-rata kadar gula darah

107.5 dan rata-rata kecemasan 12.

Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara

kadar gula darah dengan tingkat kecemasan dimana jika kadar

gula darah meningkat mengakibatkan gangguan fungsi saraf,

khususnya saraf kaki maka akan merasakan gejala mati rasa

dapat menimbulkan luka yang akan berkembang menjadi

gangrene, dengan gula darah yang mengalami peningkatan maka

kecemasan juga mengalami peningkatan walaupun hanya

kecemasan ringan saja.

B. Pembahasan

Umumnya seseorang dikatakan sehat apabila kadar gula dalam

darahnya dalam keadaan normal yaitu kurang dari 100mg/dl saat

puasa dan 140 mg/dL 2 jam setelah makan adalah hal yang normal

Page 42: BAB 1,2,3,4

42

dan kadar gula darah yang dilakukan pemeriksaan gula darah

sewaktu normalnya adalah kurang dari 200 mg/dl (Atun, 2010).

Sistem saraf simpatis dan epinephrine yang dikeluarkan

menyebabkan hambatan pada insulin dan merangsang glukagon

yang dapat meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah

karena epinephrine glukagon dan kortisol meningkatkan lipolisis,

sedangkan insulin menghambatnya (Sherwood, 2005).

Hal ini sesuai dengan hasil studi kasus yang dilakukan terhadap

Ny. S memiliki kadar gula darah puasa tertinggi 212 mg/dl tanggal 15

Agustus dan terendah 122 mg/dl tanggal 25 Agustus 2013 hasil

tersebut masih tergolong tinggi didukung dengan nilai rata-rata 139.3

yang berada diatas normal, kadar gula darah 2 jam post prandial

tertinggi 205 mg/dl tanggal 22 Agustus 2013 dan terendah 110 mg/dl

tanggal 15 Agustus 2013 hasil tersebut masih tergolong tinggi

didukung dengan nilai rata-rata 140.7 yang berada diatas normal dan

pemeriksaan gula darah sewaktu yang dilakukan satu kali saja

dengan hasil 275 mg/dl tanggal 14 Agustus 2013 hasil tersebut masih

tergolong tinggi didukung dengan nilai rata-rata 275 yang berada

diatas normal.

Respon umum (general adaptation syndrome) dikendalikan oleh

hipotalamus yang menerima masukan mengenai stresor fisik dan

psikologis serta mengaktifkan sistem saraf simpatis dan

mengeluarkan Cortocotropin Releasing Hormone (CRH) untuk

Page 43: BAB 1,2,3,4

43

merangsang sekresi Adrenocorticotropic Hormone (ACTH). Stimulasi

simpatis menyebabkan sekresi epinephrine, dimana keduanya

memiliki efek sekresi terhadap insulin dan glukagon oleh pankreas

(Syaifuddin, 2009).

Hal tersebut didukung berdasarkan hasil observasi bahwa Ny. S

yang sudah menderita penyakit DM selama 7 tahun dan melakukan

pemeriksaan gula darah secara rutin sangat berpengaruh terhadap

hasil tingkat kecemasan yang dialami Ny. S, hasil pengukuran tingkat

kecemasan tertinggi 14 dan terendah 7 dengan nilai rata-rata 10.7

yang berada dalam batas normal.

Menurut Stuart (2001), kecemasan pada setiap individu terdapat

dua jenis yaitu Local Adaptation Syndrom (LAS) yaitu tubuh

menghasilkan banyak respons terhadap stres, respon bersifat adaptif,

diperlukan stressor untuk menstimulasikannya, respon bersifat jangka

pendek dan tidak terus menerus. Sedangkan yang kedua adalah

General Adaptation Syndrom (GAS) merupakan respon fisiologis dari

seluruh tubuh terhadap stres. Respon yang terlibat didalamanya

adalah sistem saraf otonom dan sistem endokrin. 

Hai ini sesuai dengan hasil studi kasus yang dilakukan terhadap

Ny. P yang memiliki kadar gula darah puasa tertinggi 166 mg/dl

tanggal 25 Agustus dan terendah 49 mg/dl tanggal 21 Agustus 2013

hasil tersebut masih tergolong tinggi didukung dengan nilai rata-rata

107.5 yang berada diatas normal, kadar gula darah 2 jam post

Page 44: BAB 1,2,3,4

44

prandial tertinggi 233 mg/dl tanggal 25 Agustus 2013 dan terendah

109 mg/dl tanggal 21 Agustus 2013 hasil tersebut masih tergolong

tinggi didukung dengan nilai rata-rata 171 yang berada diatas normal

dan pemeriksaan gula darah sewaktu tertinggi 309 mg/dl tanggal 25

Agustus 2013 dan terendah 144 tanggal 20 Agustus 2013 hasil

tersebut masih tergolong tinggi didukung dengan nilai rata-rata 226.5

yang berada diatas normal.

Terdapat 3 fase dalam GAS yaitu: pertama, fase  waspada yaitu m

ekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi

stressor. Kedua, fase melawan tubuh menyeimbangkan kondisi fisiolo

gis sebelumnya  dan tubuh  mencoba  mengatasi faktor penyebab str

es. Ketiga, fasekelelahan yang dapat mengakibatkan kematian. Cada

ngan energi sudah habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi

menghadapi stres. Berdasarkan hasil observasi Ny. P sudah

menderita penyakit DM selama 10 tahun dan melakukan pemeriksaan

gula darah secara rutin sangat berpengaruh terhadap hasil tingkat

kecemasan yang dialami Ny. P, hasil studi kasus tingkat kecemasan

tertinggi 14 dan terendah 9 dengan nilai rata-rata 12 yaitu termasuk

dalam tingkat kecemasan ringan.

Menurut Stuart dan Sundeen (2001), kecemasan ringan

dihubungkan dengan tekanan kehidupan sehari-hari. Individu masih

waspada serta lapang persepsi meningkatkan solusi dengan

menajamkan inderanya yang dapat memotivasi untuk belajar serta

Page 45: BAB 1,2,3,4

45

mampu memecahkan masalah secara efektif yang dihubungkan

dengan Ny. S dan Ny. P pada saat observasi dengan melihat bahasa

tubuh meliputi ekspresi muka rileks tidak tegang, kontak mata saling

menjaga, suara dengan intonasi pelan dan jelas.

C. Faktor Pendukung dan Penghambat

a. Faktor Pendukung

Faktor pendukung dari studi kasus ini yaitu kepercayaan dan

ketersediaan pasien untuk diukur tingkat kecemasannya. Pasien

dengan senang hati menceritakan keadaannya kepada penulis.

pelaksanaan studi kasus ini tidak hanya difokuskan untuk

melakukan studi kasus saja tapi juga untuk melaksanakan praktek

klinik yang ada di bangsal Bougenville RSUD Wates.

b. Faktor Penghambat

Waktu studi kasus ini sangat terbatas yang hanya

dilaksanakan selama 2 minggu. Diantara kedua pasien terdapat

perbedaan jumlah waktu dalam pengukuran gula darah, pada Ny.

P tidak rutin dilakukan pemeriksaan gula darah.

Page 46: BAB 1,2,3,4

46

BAB IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi kasus mengenai tingkat kecemasan

pada pasien DM berdasarkan hasil pemeriksaan gula darah di

Ruang Bougenville RSUD Wates, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Kadar gula darah sangat berhubungan dengan tingkat

kecemasan dimana kedua hal tersebut saling mempengaruhi.

2. Terdapat hubungan yang signifikan antara gula darah dan

tingkat kecemasan.

3. Dengan melihat hubungan antara gula darah dan tingkat

kecemasan maka dapat dilaksanakan asuhan keperawatan

guna memberikan tindakan kerawatan yang tepat.

B. Saran

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan agar pihak manajemen rumah sakit

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan memberikan

dukungan terhadap perawat, untuk memaksimalkan pelayanan

serta tindakan dalam perawatan di rumah sakit.

Page 47: BAB 1,2,3,4

47

2. Bagi Perawat

Bagi perawat khususnya perawat di Ruang Bougenville

RSUD Wates agar lebih mengupayakan dalam memberikan

tindakan keperawatan pada pasien DM, seperti memeriksa

kadar gula darah, dalam menyampaikan hasil kadar gula darah

dan dapat meminimalkan tingkat kecemasan yang dialami oleh

pasien. Serta mengupayakan peningkatan mutu pelayanan

dengan melibatkan partisipasi keluarga dalam meningkatkan

kesehatan pasien.

3. Bagi Penulis Selanjutnya

Diharapkan dapat menyempurnakan studi kasus ini dengan

mengembangkan tingkat kecemasan serta tidak hanya melihat

hasil pengukuran gula darah saja tapi juga melihat pemeriksaan

laboratorium yang mendukung. Selain itu waktu untuk

mengukur tingkat kecemasan terlalu singkat sehingga hasilnya

belum terlalu optimal, oleh karena itu disarankan pada studi

kasus berikutnya disarankan untuk memperpanjang waktu

untuk pengukuran.

Page 48: BAB 1,2,3,4

48

DAFTAR PUSTAKA

Atun. (2010). Diabetes Mellitus Memahami, Mencegah dan Merawat Penderita Penyakit Gula. Bantul: Kreasi Wacana.

Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta: EGC.

Carpenito, L,J. (2001). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Ernawati. (2011). Studi Kasus Asuhan Keperawatan Tingkat Kecemasan dan Beban Keluarga pada Ny. A dengan DM di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. Kariadi. Semarang: Universitas Diponegoro.

Hasdianah. (2012). Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak-anak dengan Solusi Herbal. Yogyakarta: Nuha Medika.

Katrine dan Patricia. (2005). Psikiatric Nursing Care Plan Edisi 2. St Louis: Mosby Year Book.

Long, Barbara. (2002). Perawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Nugroho, W. (2000). Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta: EGC.

Mirza, Maulana. (2009). Mengenal Diabetes Mellitus Pancuan Praktis Menangani Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta: Kata Hati.

Philips, Darwin. (2013). Menikmati Gula Tanpa Rasa Takut. Yogyakarta: Sinar Ilmu.

Riyadi, Sujono. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Eksokrin dan Endokrin Pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sherwood Lauralee. (2005). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC.

Sriyono, Anton. (2008). Konsep Diri Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Instalasi Rawat Jalan RSD Panembahan Senopati Bantul

Page 49: BAB 1,2,3,4

49

Yogyakarta.Karya Ilmiah Tidak Diterbitkan. Program Studi S1 Keperawatan STIKES Wira Husada: Yogyakarta.

Stuart & Sundeen. (2001). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Syaifuddin. (2009). Fisiologi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Tarwoto, dkk. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: Trans Info Media.

Tri Hastuti. (2008). Studi Kasus Asuhan Keperawatan Faktor-Faktor Resiko Ulkus Diabetika pada Ny. R dengan DM di Ruang Bougenvile RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Semarang: Universitas Diponegoro.

Videbeck. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Page 50: BAB 1,2,3,4

50

KUESIONER STUDI KASUS TINGKAT KECEMASAN DENGAN DM BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN GULA DARAH

DI RSUD WATESNo Pernyataan Jawaban1 Perasaan cemas (ansietas) 0 1 2 3 4

CemasFirasat burukTakut akan pikiran sendiriMudah tersinggung

2 Ketegangan 0 1 2 3 4Merasa tegangLesuTidak bisa istirahat dengan tenangMudah terkejutMudah menangisGemetarangelisah

3 Ketakutan 0 1 2 3 4Pada gelapPada orang asingDitinggal sendirianPada binatang besarPada keramaian lalu lintasPada kerumunan orang banyak

4 Gangguan tidur 0 1 2 3 4Sukar untuk tidurTerbangun pada malam hariTidur tidak nyenyakBangun dengan lesuBanyak mimpi-mimpiMimpi burukMimpi menakutkan

5 Gangguan kecerdasan 0 1 2 3 4Sukar untuk berkonsentrasiIngatan menurunDaya ingat buruk

6 Perasaan depresi (murung) 0 1 2 3 4Hilangnya minatBerkurangnya kesenangan pada hobiSedihBangun dini hariPerasaan berubah-ubah sepanjang hari

7 Perasaan somatik/fisik (otot) 0 1 2 3 4Sakit dan nyeri di otot-otot

Page 51: BAB 1,2,3,4

51

No Pernyataan JawabanKakuKedutan ototGigi gemerutukSuara tidak stabil

8 Gejala somatik/fisik (sensorik) 0 1 2 3 4Tinnitus (telinga berdenging)Penglihatan kaburMuka merah atau pucatMerasa lemasPerasaan ditusuk-tusuk

9 Gejala kadiovaskuler (jantung dan pembuluh darah)

0 1 2 3 4

Takikardi (denyut jantung cepat)Berdebar-debarNyeri dadaDenyut nadi mengerasRasa lesu/lemas seperti mau pingsanDetak jantung menghilang (berhenti sekejap)

10 Gejala repiratori (pernafasan) 0 1 2 3 4Rasa tertekan atau sempit dadaRasa tercekikSering menarik nafasNafas pendek/sesak

11 Gejala gastrointestinal (pencernaan) 0 1 2 3 4Sulit menelanMengalami perut melilitGangguan pencernaanNyeri sebelum dan sesudah makanPerasaan terbakar diperutRasa penuh atau kembungMualMuntahBuang air besar (BAB)lembekSukar buang air besar (konstipasi)Kehilangan berat badan

12 Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) 0 1 2 3 4Sering buang air kecil (BAK)Tidak dapat menahan air seniTidak datang bulan (tidak ada haid)Darah haid berlebihanDarah haid sangat sedikitMasa haid berkepanjanganMasa haid sangat pendek

Page 52: BAB 1,2,3,4

52

No Pernyataan JawabanHaid beberapa kali dalam sebulanMenjadi dingin (frigid)Ejakulasi diniEreksi melemahEreksi hilangImpotensi

13 Gejala outonom 0 1 2 3 4Mulut keringMuka merahMudah berkeringatKepala pusingKepala terasa beratKepala terasa sakitBulu-bulu tangan berdiri

14 Tingkah laku (sikap) pada wawancara 0 1 2 3 4GelisahTidak tenangJari gemetaranKening berkerutMuka tidak rileksOtot tegang/mengerasNafas pendek dan cepatMuka merah

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor

dengan kategori sebagai berikut:

1. Skor kurang dari 6 adalah tidak ada kecemasan.

2. Skor 7-14 adalah kecemasan ringan.

3. Skor 15-27 adalah kecemasan sedang.

4. Skor 28-41 adalah kecemasan berat.

5. Skor >42 adalah panik.