175
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan subjek dalam kehidupan sebab sebagai makhluk ciptaan Tuhan manusia selalu melihat, bertanya, berpikir, dan mempelajari segala sesuatu yang ada dalam kehidupannya. Manusia bukan hanya tertarik dan ingin mempelajari apa yang ada pada lingkungannya atau sesuatu di luar dirinya, tetapi juga hal-hal yang ada dalam dirinya. Ilmu pengetahuan yang berobjekkan manusia, dan mempelajari berbagai perilaku manusia sebagai individu adalah psikologi. Pada dasarnya, psikologi terbagi atas dua bagian, yaitu psikologi umum dan psikologi khusus. Psikologi umum adalah ilmu yang mempelajari konsep umum tentang perilaku individu, apa, mengapa, dan bagaimana individu berperilaku. Sementara itu, psikologi khusus adalah 1

BAB 1,2,3,4, dan 5

Embed Size (px)

DESCRIPTION

TA Orang

Citation preview

Page 1: BAB 1,2,3,4, dan 5

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan subjek dalam kehidupan sebab sebagai makhluk ciptaan

Tuhan manusia selalu melihat, bertanya, berpikir, dan mempelajari segala sesuatu

yang ada dalam kehidupannya. Manusia bukan hanya tertarik dan ingin mempelajari

apa yang ada pada lingkungannya atau sesuatu di luar dirinya, tetapi juga hal-hal

yang ada dalam dirinya. Ilmu pengetahuan yang berobjekkan manusia, dan

mempelajari berbagai perilaku manusia sebagai individu adalah psikologi.

Pada dasarnya, psikologi terbagi atas dua bagian, yaitu psikologi umum dan

psikologi khusus. Psikologi umum adalah ilmu yang mempelajari konsep umum

tentang perilaku individu, apa, mengapa, dan bagaimana individu berperilaku.

Sementara itu, psikologi khusus adalah kelompok psikologi yang mempelajari

perilaku individu secara khusus, baik kekhususan karena tahap perkembangannya

maupun posisinya. Aspek yang mendapatkan sorotan utama atau karena kondisinya,

yang termasuk dalam kelompok psikologi khusus adalah psikologi perkembangan

yang terbagi atas psikologi anak, remaja, dewasa dan usia lanjut, psikologi pria dan

wanita, psikologi abnormal, psikologi kepribadian, psikologi diferensial, dan

psikologi binatang.

Psikologi perkembangan merupakan salah satu cabang psikologi khusus yang

mempelajari perilaku dan perubahan perilaku individu dalam berbagai tahap

1

Page 2: BAB 1,2,3,4, dan 5

2

perkembangan, mulai dari masa sebelum lahir (pranatal) sampai mati (Yusuf,

2006:3). Setiap masa perkembangan yang dialami menjadi tahapan dari psikologi

perkembangan sebab setiap masa memiliki ciri-ciri atau karakteristik perkembangan

yang berbeda. Perkembangan dapat juga dikatakan sebagai suatu urutan-urutan

perubahan yang bertahap dalam suatu pola yang teratur dan saling berhubungan.

Selain hal tersebut, perkembangan anak penting dijadikan perhatian khusus

bagi orang tua. Proses perkembangan anak akan memengaruhi kehidupan mereka

pada masa mendatang, perkembangan anak begitu pentingnya sehingga sangat

memengaruhi apa dan bagaimana mereka di masa yang akan datang. Sehubungan

dengan hal itu, Nolte (1945:2) menyatakan sebagai berikut.

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Kata-kata tersebut memiliki makna yang mendalam bahwa peranan orang tua

memang sangat besar bagi perkembangan anak. Dengan demikian, perkembangan

anak sangat penting bagi orang tua karena orang tua berperan penting dalam setiap

perkembangan dan pertumbuhan buah hatinya. Jika orang tua tidak peduli dengan

perkembangan anaknya pasti akan ada masalah yang terjadi pada psikologi

perkembangan anak.

2

Page 3: BAB 1,2,3,4, dan 5

3

Berkenaan dengan pembicaraan mengenai psikologi perkembangan, novel

dapat dijadikan sebagai bahan telaah dalam ranah penelitian psikologi. Hal yang

menarik dari novel adalah cerita dan perkembangan anak yang dipaparkan lebih

mendalam, tidak seperti cerita dalam cerpen yang hanya selintas. Oleh karena itu,

novel menjadi bacaan menarik yang banyak digemari masyarakat pada umumnya.

Dalam sebuah novel, para tokoh menjadi hidup melalui dua unsur pembangun karya

sastra, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Di dalam unsur intrinsik, penokohan atau

karakter tokoh memiliki keterkaitan secara langsung dengan aspek psikologis,

sedangkan unsur ekstrinsik berfungsi sebagai faktor pendukung untuk melengkapi

sebuah cerita pada novel.

Ihwal psikologi perkembangan anak menjadi salah satu aspek yang melatari

novel Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa. Di dalam novel itu,

dikisahkan tentang tokoh Caca dan Adam yang memiliki perkembangan psikologi

yang berbeda dari anak-anak lain. Kedua tokoh tersebut mempunyai keistimewaan

tertentu yang tidak dimiliki oleh anak-anak lainnya. Berkenaan dengan itu, penelitian

ini menggunakan pendekatan psikologi perkembangan kognitif. Peneliti mengkaji

secara mendalam aspek psikologi perkembangan kognitif yang terjadi pada tokoh

Caca dan Adam.

Menurut Yusuf (2006:4) perkembangan kognitif merupakan suatu yang

fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Kunci untuk memahami

tingkah laku anak terletak pada pemahaman bagaimana pengetahuan tersebut

terstruktur dalam berbagai aspeknya. Pembicaraan mengenai perkembangan kognitif

3

Page 4: BAB 1,2,3,4, dan 5

4

anak tidak dapat dilepaskan dari Jean Piaget. Karya psikologi agung Swiss ini telah

memancarkan cahaya terang pada pemahaman kita pada perkembangan intelektual

anak-anak (Tarigan, 2011:45). Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu

teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dan menginterpretasikan objek

dan kejadian-kejadian di sekitarnya.

Secara garis besar, Piaget mengelompokkan tahap-tahap perkembangan

kognitif seorang anak menjadi empat tahap, yaitu tahap sensori motor, tahap

praoperasi, tahap operasi konkret, dan tahap operasi formal. Tahap sensori motor

lebih ditandai dengan pemikiran anak berdasarkan tindakan inderawinya. Tahap

praoperasi diwarnai dengan mulai digunakannya simbol-simbol untuk menghadirkan

suatu benda atau pemikiran, khususnya penggunaan bahasa. Tahap operasi konkret

ditandai dengan penggunaan aturan logis yang jelas. Tahap operasi formal dicirikan

dengan pemikiran abstrak, hipotesis, deduktif, serta induktif (Suparno, 2001:24).

Dalam konteks perkembangan anak, pendidikan di sekolah merupakan salah

satu hal penting. Di sekolah guru mengajarkan empat aspek keterampilan berbahasa

salah satunya adalah keterampilan menulis. Menulis merupakan suatu keterampilan

berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak

secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang

produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini, penulis haruslah terampil

memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata (Tarigan, 2011:3).

Keterampilan menulis seperti halnya keterampilan berbahasa yang lain perlu

dimiliki oleh siswa. Keterampilan menulis sudah mulai dilatihkan semenjak kita

4

Page 5: BAB 1,2,3,4, dan 5

5

memasuki jenjang pendidikan di sekolah. Sebelumnya, kedua orang tua sudah

menanamkan dasar-dasar menulis. Jika dasarnya sudah kuat dan dikuasai dengan

benar, siswa dapat menulis dengan baik dan benar.

Akhadiah dkk. (1993: 64) mengemukakan bahwa keterampilan menulis sangat

kompleks karena menuntut siswa untuk menguasai komponen-komponen di

dalamnya perkembangan anak dalam menulis terjadi secara perlahan-lahan. Anak

perlu mendapatkan bimbingan dalam memahami dan menguasai cara mentransfer

pikiran ke dalam tulisan.

Terkait dengan keterampilan menulis, terdapat beberapa kendala yang

mengakibatkan rendahnya keterampilan menulis yang berhubungan dengan

rendahnya minat baca peserta didik di sekolah apalagi keterampilan menulis dalam

meresensi sebuah novel. Pemilihan bahan ajar yang tidak variatif hingga kurangnya

kreativitas guru dalam menciptakan suasana pembelajaran merupakan beberapa

penyebab timbulnya masalah tersebut. Pada kenyataannya, minat dan keterampilan

menulis resensi novel siswa masih rendah (Masfahani, 2010: 1).

Dari hasil wawancara yang dilaksanakan pada tanggal 24 November 2014

dengan salah satu guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMP 1 Pamarayan,

diperoleh informasi bahawa menulis resensi novel masih dianggap sulit oleh siswa.

Kesulitan ini terefleksi pada ketidaktahuan siswa tentang apa yang harus ditulis dalam

resensi novel dan bagaimana format yang baik dalam menulis resensi novel. Hal

tersebut dikarenakan tidak adanya strategi pembelajaran yang dapat mengarahkan

siswa untuk menghasilkan resensi novel yang baik dan menarik.

5

Page 6: BAB 1,2,3,4, dan 5

6

Berpijak dari latar belakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Tinjauan Psikologi Perkembangan dalam Novel

Rumah Cinta Penuh Warna Karya Asma Nadia dan Isa dan Usulan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran Menulis di Kelas IX SMP”.

1.2 Kajian Relevan

Prosedur penelitian tidak akan lepas dari kajian terhadap penelitian lain yang

relevan. Hal itu perlu dilakukan agar penelitian yang dilakukan tidak bersifat

duplikatif. Selain itu, kajian yang relevan juga bertujuan untuk mengetahui seberapa

jauh perbedaan penelitian yang dilakukan dengan hasil penelitian orang lain.

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan

oleh Nur Anisa, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, tahun

2013 dengan judul “Analisis Psikologi Tokoh Utama dalam Novel Perahu Kertas

karya Dewi Lestari dan Rencana Pembelajaran di SMA.” Metode yang digunakan

dalam penelitian itu adalah deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis

isi. Sementara itu, sumber data yang digunakan adalah novel Perahu kertas karya

Dewi Lestari. Penelitian itu menghasilkan temuan, yaitu (a) menemukan karakter

tokoh utama dan hubungan antartokoh yang sangat menghidupkan cerita, (b) novel

Perahu Kertas karya Dewi Lestari menunjukkan gambaran psikologi dan konflik dari

6

Page 7: BAB 1,2,3,4, dan 5

7

para tokoh yang terdapat dalam novel tersebut, dan (c) Novel Perahu Kertas karya

Dewi Lestari dapat menjadi alternatif media pembelajaran di SMA.

Selain penelitian tersebut ada pula penelitian lain yang dilakukan oleh Ratna

Dewi, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, tahun 2014

dengan judul “Kecemasan Para Tokoh dalam Novel Cerita Dante Karya Stefani Hid

dan Rencana Pelaksanaan Pembelajarannya di SMA.” Metode yang digunakan dalam

penelitian itu adalah deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah studi pustaka. Sementara itu, analisis data yang digunakan adalah analisis isi.

Adapun sumber data yang digunakan adalah novel Cerita Dante karya Stefani Hid.

Penelitian itu menghasilkan temuan, yaitu (a) tokoh Mei Fung didominasi oleh

kecemasan neurotik. Kecemasan tersebut berasal dari ketakutan dalam dirinya yang

berpikir bahwa hidupnya tidak akan lama lagi karena penyakitnya semakin

membuatnya cuci darah, (b) tokoh Chen-Chen mengalami kecemasan neurotik, ia

tidak mampu mengendalikan dirinya dengan baik ketika ditimpa oleh suatu masalah,

(c) tokoh Dante mengalami kecemasan neurotik dan realistik. Kecemasan neurotik

Dante disebabkan oleh ketakutannya dalam menghadapi kamatian, yakni ketika

Dante hendak menembakkan pistol ke kepalanya. Kecemasan realistik Dante terjadi

ketika ia merasa takut saat hendak menarik pelatuk yang diarahkan ke kepalanya,

sehingga ia mengalami lemas dan gemetar pada tubuhnya, dan (d) novel Cerita Dante

memiliki kesesuaian dan kelayakan dari aspek bahasa, psikologis, dan latar belakang

7

Page 8: BAB 1,2,3,4, dan 5

8

budaya. Berdasarkan tiga kriteria tersebut, novel Cerita Dante layak untuk dijadikan

bahan ajar di kelas XII SMA.

Penelitian lain tentang psikologi dilakukan oleh Dian Mardiana, mahasiswa

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, tahun 2012 dengan judul “Analisis

Psikologi Tokoh dalam Novel Biru Karya Fira Basuki Dan Rencana Pelaksanaan

Pembelajarannya di SMA.” Metode yang digunakan dalam penelitian itu adalah

deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka.

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis isi. Sementara itu, sumber data

yang digunakan adalah novel Biru karya Fira Basuki. Penelitian itu menghasilkan

temuan, yaitu (a) tokoh Aris banyak dikuasi oleh ego yang terletak diantara alam

sadar dan bawah sadarnya, penyebabnya karena kebutuhan akan rasa ingin berbagi

dan kebutuhan biologis mendesak yang mampu terealisasi, (b) tokoh Gloria yang taat

kepada tuhannya dan seorang penyayang juga lebih dikuasai oleh egonya, ia lebih

memilih untuk tetap merahasiakan jati dirinya dan ayah kandung dari anaknya aris,

(c) tokoh Mita yang lugu dan naif mengalami kecemasan dan traumatik, yaitu

pengalaman-pengalaman yang menguasai seseorang dengan kecemasan yang

disebabkan perlakuan yang tidak menyenangkan yang diterimanya dari aris yang

begitu saja hadir menghancurkan hidupnya, dan (d) novel Biru digunakan sebagai

bahan Rencan Pelaksanaan Pembelajaran sastra di SMA kelas XII pada kemampuan

mendengarkan.

8

Page 9: BAB 1,2,3,4, dan 5

9

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul

“Tinjauan Psikologi Perkembangan dalam Novel Rumah Cinta Penuh Warna karya

Asma Nadia dan Isa dan Usulan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Menulis di

Kelas IX SMP”. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yaitu sama-

sama mengkaji psikologi tokoh yang digunakan sebagai pijakan penelitian. Adapun

perbedaannya adalah, penelitian ini lebih fokus pada psikologi perkembangan tokoh.

Selain itu, peneliti juga meneliti perkembangan kognitif yang dialami oleh para tokoh

dalam novel Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa.

1.3 Fokus Penelitian

Agar penelitian ini memiliki arah yang jelas, penelitian ini difokuskan pada

masalah sebagai berikut.

1. Psikologi perkembangan tokoh novel Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma

Nadia dan Isa.

2. Usulan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menulis di kelas IX SMP

yang dapat disusun dengan memanfaatkan hasil analisis dan temuan

penelitian.

1.4 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan, pertanyaan penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut.

9

Page 10: BAB 1,2,3,4, dan 5

10

1. Bagaimanakah deskripsi psikologi perkembangan tokoh novel Rumah Cinta

Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa?

2. Bagaimanakah usulan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menulis di

kelas IX SMP yang dapat disusun dengan memanfaatkan hasil analisis dan

temuan penelitian?

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan psikologi perkembangan tokoh novel Rumah Cinta Penuh

Warna karya Asma Nadia dan Isa.

2. Menyusun usulan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menulis di kelas

IX SMP dengan memanfaatkan hasil analisis dan temuan penelitian.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoretis maupun

praktis, yaitu sebagai berikut.

1. Secara teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi kajian bidang

psikologi perkembangan yang terefleksi melalui masalah-masalah perkembangan

dengan korpus data dalam novel Rumah Cinta Penuh Warna.

2. Secara praktis

10

Page 11: BAB 1,2,3,4, dan 5

11

a. Manfaat untuk guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar agar lebih

menyenangkan. Selain itu, dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam

menyusun Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP) menulis di kelas IX SMP.

b. Manfaat bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan

pengalaman baru dalam kegiatan menulis, khususnya dalam meresensi novel.

Selain itu, membantu mengurangi kesulitan-kesulitan siswa dan membantu

meningkatkan motivasi dalam proses menulis.

c. Manfaat bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

motivasi dan membanding atau acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai

psikologi perkembangan, serta dapat menjadi sebuah pengalaman yang

bermanfaat dalam kreativitas peneliti dalam meneliti.

11

Page 12: BAB 1,2,3,4, dan 5

12

BAB 2

KAJIAN TEORI

2.1 Psikologi

Menurut Atkinson dalam Minderop (2010:3), psikologi berasal dari kata

Yunani psyche yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi, psikologi berarti

ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia.

Sementara itu, Ahmadi (2005:3) menyatakan, “Psikologi diartikan sebagai ilmu yang

mempelajari tingkah laku manusia atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala

jiwa manuisa.”

Menurut Zavierra (2008:19), psikologi tidak mempelajari jiwa atau mental itu

secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada

manifestasi dan ekspresi jiwa atau mental tersebut, yakni berupa tingkah laku dan

proses atau kegiatannya sehingga psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu

pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. Dengan demikian,

psikologi merupakan ilmu yang mengkaji tentang gejala kejiwaan manusia.

Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa psikologi

merupakan ilmu yang mempelajari kejiwaan manusia. Kejiwaan dapat dikatakan

masih bersifat absurd. Oleh sebab itu, penelitian psikologi menitikberatkan pada

tingkah laku manusia. Tingkah laku tersebut dapat berupa wujud interaksi antara

12

Page 13: BAB 1,2,3,4, dan 5

13

manusia dan pribadinya sendiri, manusia dan lapisan keluarga, manusia dan lapisan

lingkungannya, ataupun manusia dan lapisan yang lebih luas lagi.

Berkenaan dengan pernyataan tersebut, menurut Dakir dalam Monks (2004:8)

psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan

lingkunganny. Sementara itu, menurut Walgito (2002:10) psikologi merupakan ilmu

pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku tertutup dan terbuka

manusia, baik secara individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan

lingkungan. Dalam hal ini, meliputi semua orang, barang, keadaan, dan kejadian yang

ada di sekitar manuisa.

Menurut Muhibbin (2001:12), psikologi adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu

maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka

adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara,

duduk, berjalan, dan lain sebagainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi

berpikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.

Dari pengertian tersebut, dapat disintesiskan bahwa psikologi adalah ilmu

pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai individu maupun

dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tingkah laku tersebut berupa tingkah

laku yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang

tidak disadari. Pada hakikatnya tingkah laku manusia itu sangat luas, semua yang

13

Page 14: BAB 1,2,3,4, dan 5

14

dialami dan dilakukan manusia merupakan tingkah laku, semenjak bangun tidur

sampai tidur kembali manusia dipenuhi oleh berbagai tingkah laku.

2.2 Psikologi Sastra

Psikologi tidak hanya ada dalam kehidupan nyata, tetapi juga ada dalam

kehidupan sastra sebab psikologi memiliki pengaruh yang besar dalam kejiwaan

tokoh fiksi. Oleh karena itu, psikologi dan sastra memiliki hubungan yang sangat erat.

Kita dapat menganalogikan psikologi dan sastra sebagai kerabat jauh yang saling

bekerja sama untuk meneliti dan mempelajari ilmu jiwa manusia. Bedanya, psikologi

dalam dunia nyata mengkaji manusia nonfiksi, sedangkan psikologi dalam karya

sastra mengkaji manusia fiksi. Kehadiran manusia dalam sastra sulit untuk

dipisahkan. Dalam kaitan dengan itu, Endraswara (2008:10) menyatakan sebagai

berikut.

Kehadiran manusia dalam sastra sulit dibantah. Meskipun dalam sastra mengemukakan tokoh batu, hewan, angin, dan seterusnya, sebenarnya manusia yang dijadikan penggeraknya. Oleh karena itu ketika membaca sebuah karya sastra, maka muncul karakter-karakter manusia dalam dunia nyata yang memiliki andil didalamanya.

Berkenaan dengan hal tersebut, Endraswara (2008:96) menyatakan bahwa

psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktifitas

kejiwaan. Sementara itu, Minderop (2010:54) menyatakan, Psikologi sastra adalah

telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan.

.

14

Page 15: BAB 1,2,3,4, dan 5

15

Menurut Sudjana (1991: 60), pendekatan psikologi sastra dapat diartikan

sebagai suatu cara analisis berdasarkan sudut pandang psikologi dan bertolak dari

asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan

manusia yang merupakan pancaran dalam menghayati dan mensikapi kehidupan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa psikologi

sastra adalah ilmu yang menyelidiki tentang kejiwaan para tokoh yang ada dalam

cerita fiksi, psikologi atau ilmu kejiwaan tidak hanya ada dalam dunia nyata, tetapi

terdapat pula dalam karya sastra berupa novel, drama, dan cerita fiksi lainnya. Dalam

karya sastra tergambar peristiwa kehidupan lewat karakter tokoh dalam menjalani

kehidupan yang dikisahkan dalam alur cerita.

Pernyataan senada dengan uraian tersebut diungkapkan oleh Semi (2002:96),

yaitu “Pendekatan psikologis adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa

karya sastra selalu membahas tentang peristiwa kehidupan manusia.”

Menurut Ratna (2013:324), kehidupan manusia yang dimaksud bukan

ditunjukkan untuk memecahkan masalah-masalah psikologis praktis, tetapi

difungsikan untuk memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam karya

sastra. Aspek-aspek kejiwaan inilah yang menjadi objek perhatian utama dalam

psikologi sastra sebab semata-mata dalam diri manusia itulah, tokoh-tokoh, aspek

kejiwaan dicangkokkan dan dimanifestasikan.

Berkenaan dengan itu, Stanton (2007:234) menyatakan sebagai berikut.

Fiksi psikologis yaitu salah satu aliran yang berusaha mengeksplorasi pikiran sang tokoh utama, terutama pada bagiannya yang terdalam yaitu bawah sadar. Jadi, dapat dikatakan bahwa fiksi psikologis dan psikologi

15

Page 16: BAB 1,2,3,4, dan 5

16

sastra memiliki arti yang sama yaitu pendekatan yang digunakan untuk mengkaji psikologi tokoh fiksi.

Dari pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa psikologi sastra adalah

analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis.

Dengan kata lain, psikologi turut berperan dalam penganalisaan sebuah karya sastra,

yaitu kejiwaan dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembaca karya sastra tersebut.

2.3 Psikologi Perkembangan

Psikologi sangat berkaitan erat dengan kehidupan manusia dalam segala

kegiatanannya yang sangat luas. Oleh karena itu, muncullah berbagai cabang

psikologi yang diberi nama sesuai dengan penerapannya. Di antara cabang-cabang itu

adalah psikologi sosial, psikologi perkembangan (kanak-kanak), psikologi klinik,

psikologi komunikasi, dan psikologi bahasa. Berikut ini dipaparkan beberapa

pendapat ahli berkenaan dengan psikologi perkembangan dengan merujuk pelbagai

sumber.

Menurut Kartono dalam Sobur (2003:128), psikologi perkembangan

(psikologi anak) adalah suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yang

dimulai dengan periode masa bayi, anak pemain, anak sekolah, masa remaja sampai

periode adolesense menjelang dewasa.

Berkenaan dengan uraian tersebut, menurut Desmita (2007:3) psikologi

perkembangan adalah cabang dari psikologi yang mempelajari secara sistematis

perkembangan perilaku manusia secara ontogenetik, yaitu mempelajari proses-proses

16

Page 17: BAB 1,2,3,4, dan 5

17

yang mendasari perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri, baik perubahan

dalam struktur jasmani, perilaku, maupun fungsi mental manusia sepanjang rentang

hidupnya, yang biasanya dimulai sejak konsepsi hingga menjelang mati.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ahmadi dan Sholeh (2005:4) bahwa,

psikologi perkembangan yaitu suatu cabang dari psikologi yang membahas tentang

gejala jiwa seseorang, baik yang menyangkut perkembangan maupun kemunduran

perilaku seseorang sejak masa konsepsi hingga dewasa. Perkembangan menunjukkan

suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang menuju ke depan dan tidak dapat

diulang kembali. Dalam perkembangan manusia terjadi perubahan-perubahan yang

sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat diulangai.

Berdasarkan beberapa kutipan tersebut, disimpulkan bahwa psikologi

perkembangan merupakan cabang dari psikologi yang mempelajari proses

perkembangan individu baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan

perilaku. Selain itu, psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang

mempelajari perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses

perkembangan individu dari mulai masa konsepsi sampai mati.

Selanjutnya, menurut Yusuf (2006:3) psikologi perkembangan merupakan

salah satu bidang psikologi yang memfokuskan kajian atau pembahasannya mengenai

perubahan tingkah laku dan proses perkembangan dari masa konsepsi (pra-natal)

sampai mati. Dalam psikologi perkembangan perubahan tingkah laku sangat penting

untuk diperhatikan karena setiap perubahan tingkah laku yang terjadi pada sesorang

17

Page 18: BAB 1,2,3,4, dan 5

18

dilihat dari masa lahir hingga sampai mati jika perubahan tingkah laku seseorang itu

tidak normal maka akan terlihat dari masa anak-anak.

Berkenaan dengan hal tersebut, Monks (2004:2) mendefinisikan,

“Perkembangan psikologi merupakan suatu proses yang dinamis. Dalam proses

tersebut sifat individu dan sifat lingkungan menentukan tingkah laku apa yang akan

menjadi aktual dan terwujud.”

Berdasarkan dua pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa psikologi

perkembangan adalah ilmu yang mempelajari dan membahas tentang tingkah laku

dan kejiwaan seseorang dari mulai masa bayi, anak-anak hingga dewasa. Tingkah

laku seseorang akan terlihat pada masa bayi menuju tahap anak-anak, maka akan

terlihat perkembangan tingkah lakunya. Kemudian perkembangan kejiwaan

seseorang akan menunjukan ketika orang tersebut mengalami suatu masalah atau

mengalami suatu konflik yang kejiwaannya terguncang karena masalah tersebut.

2.3.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perkembangan

Menurut Hurlock (1980:5) ada beberapa faktor yang memengaruhi

perkembangan pada anak, yaitu (1) penampilan diri, (2) perilaku, (3) stereotip

budaya, (3) nilai-nilai budaya, (4) perubahan peranan, dan (5) pengalaman pribadi.

Sementara itu, menurut Baradja (2005:65) ada dua faktor yang paling

dominan dalam memengaruhi perkembangan anak, yaitu sebagai berikut.

1. Hereditas (keturunan atau pembawaan)Hereditas merupakan suatu faktor bawaan seseorang yang diperoleh dari orang tua yang melahirkan. Hereditas anak membawa pada anak sebagai faktor yang diturukan

18

Page 19: BAB 1,2,3,4, dan 5

19

orang tuanya kepada anak sebagia struktur dan genetik dari orang tua. Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak atau segala potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen.

2. Lingkungan perkembanganLingkungan perkembangan anak merupakan sumber informasi yang diterima anak melalui alat inderanya penglihatan, penciuman, pendengaran, dan perasaan (rabaan). Dengan demikian dapat dikatakan segala hal yang dialami dan kejadian-kejadian pada anak akan mempengaruhi perkembangannya pada disetiap lingkungan diantaranya lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan teman sebaya dan masyarakat.

Dari pendapat ahli tersebut, disimpulkan bahwa faktor yang memengaruhi

perkembangan sangat penting bagi anak karena seorang anak akan mengikuti

lingkungan dan budaya ke dua orang tuanya. Tumbuh kembang anak di lihat dari

bagaimana cara orang tua mendidik anak-anaknya. Anak yang baru dilahirkan hingga

tumbuh dewasa akan memiliki perkembangan yang berbeda-beda mulai dari

penampilan diri, perilaku, budaya, dan pengalaman pribadi sesuai dengan pembawaan

dan lingkungan dari kedua orang tuanya.

2.4 Sastra Anak

Menurut Nurgiyantoro (2005:8), sastra anak adalah sastra yang secara

emosional psikologis dapat ditanggapi dan dipahami oleh anak, dan itu pada

umumnya berangkat dari fakta yang konkret dan mudah diimajinasikan. Sementara

itu, menurut Sarumpaet (2010:2) sastra anak adalah sastra terbaik yang dibaca anak-

anak dengan karakteristik berbagai ragam, tema, dan format dengan bimbingan dan

arahan orang dewasa.

19

Page 20: BAB 1,2,3,4, dan 5

20

Berkenaan dengan pernyataan tersebut, menurut Santoso dalam Tarigan

(2011:8.3) sastra anak adalah karya seni yang imajinatif dengan usur estetisnya

dominan yang bermediumkan bahasa baik lisa maupun tertulis yang secara khusus

dapat dipahami oleh anak-anak tentang dunia yang akrab dengan anak-anak.

Dari pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa sastra anak adalah

karya sastra yang menempatkan sudut anak sebagai pusat penceritaan sesuai dengan

dunia anak, cerita dan bahasa yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan

psikologi, emosional, dan intelektual anak-anak.

Menurut Sarumpaet (2010:29) ada tiga ciri yang menandai sastra anak itu berbeda

dengan sastra orang dewasa. Tiga ciri pembeda itu berupa (1) unsur pantangan, (2)

Penyajian dengan gaya secara langsung, dan (3) fungsi terapan.

Sementara itu, menurut Puryanto dalam Hurlock (1980:7) ciri-ciri sastra anak, yaitu

sebagai berikut.

1. Cerita anak mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus dan tidak berbelit-belit, menggunakan setting yang ada di sekitar atau ada di dunia anak, tokoh dan penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah dipahami tapi mampu mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak.

2. Puisi anak mengandung tema yang menyentuh, ritme yang meriangkan anak, tidak terlalu panjang, ada rima dan bunyi yang serasi dan indah, serta isinya bisa menambah wawasan pikiran anak.

Berkenaan dengan hal tersebut, menurut Nurgiyantoro (2005:48) ciri-ciri

sastra anak, yaitu sebagai berikut.

1. Tokoh yang terlibat dalam cerita diperkenalkan terlebih dahulu. Setiap tokoh yang berperan dalam cerita atau sastra anak diperkenalkan terlebih dahulu,

20

Page 21: BAB 1,2,3,4, dan 5

21

sedangkan pada cerita remaja atau dewasa pengenalan tokoh dapat terjadi ketika cerita sedang berlangsung.

2. Penceritaan selalu terkait dengan gambar. sastra anak-anak penceritaan diperkuat dengan gambar, tujuan dari iringan gambar pada penceritaan adalah untuk memperkuat penceritaan sehingga anak-anak lebih mudah memahami cerita. Selain itu kehadiran gambar adalah salah satu sarana untuk menarik perhatian.

3. Menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Bahasa yang digunakan dalam penceritaan cenderung mudah untuk dipahami oleh anak-anak dan tidak menggunakan bahasa yang kompleks seperti karya sastra yang ditujukan untuk remaja atau dewasa.

4. Desain buku bacaan yang unik untuk menarik perhatian. Desain buku untuk anak-anak cenderung berbeda dengan buku-buku remaja, buku anak lebih menggunakan desain yang berbeda seperti bentuk yang menyerupai buah-buahan, atau dengan kombinasi warna yang menarik perhatian.

5. Penceritaan cenderung terkait dengan kehidupan anak (keluarga, teman, guru, dan lain-lain). Penceritaan selalu dikaitkan dengan kehidupan anak-anak, sehingga pesan yang ingin disampaikan tercapai. Meskipun penceritaan dalam bentuk fabel dan cerita fantasi, namun penceritaan tetap berpusat pada kehidupan yang dialami anak-anak.

6. Diakhir cerita selalu menggembirakan tokoh utama. Penceritaan dalam sastra anak selalu berakhir dengan kegembiraan pada tokoh utama sebagai fokus penceritaan. Tidak hanya tokoh utama, tokoh antagonis dalam cerita selalu berakhir dengan sadar dan berubah dengan sifat baik.

Dari pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa sastra anak berbeda

dengan sastra orang dewasa. Sastra anak lebih mengutamakan pendidikan, bahasa

ataupun cerita yang lebih sederhana, dan desain buku yang lebih unik dan menarik.

Anak-anak akan lebih menyukai cerita dengan kisah secara langsung tidak berbelit-

belit, tetapi langsung kepada inti cerita tidak seperti cerita sastra orang dewasa.

2.4.1 Nilai Sastra Bagi Anak-Anak

21

Page 22: BAB 1,2,3,4, dan 5

22

Menurut Nurgiyantoro (2005:2), sastra berbicara tentang hidup dan

kehidupan, tentang berbagai persoalan hidup manusia, tentang kehidupan di sekitar

manusia, tentang kehidupan pada umumnya, yang semuanya diungkapkan dengan

cara dan bahasa yang khas. Dalam bahasa sastra terkandung unsur dan tujuan

keindahan, bahasa sastra lebih bernuansa keindahan dari pada kepraktisan.

Karakteristik tersebut juga berlaku dalam sastra anak. Di bawah ini ada beberapa nilai

sastra anak, yaitu sebagai berikut.

1) Sastra memberi kesenangan dan pemahaman tentang kehidupan. Sastra menurut Lukens dalam Nurgiyantoro (2005:3) menawarkan dua hal utama, yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra menampilkan cerita yang menarik, mengajak pembaca untuk memanjakan fantasi, membawa pembaca ke suatu alur kehidupan yang penuh daya suspense, daya yang menarik hati pembaca untuk ingin tahu dan merasa terikat karenanya.

2) Sastra merupakan citra dan metafora kehidupan. Saxby dalam Nurgiyantoro (2005:5) mengemukakan bahwa jika citraan dan metafora kehidupan yang dikisahakan itu berada dalam jangkauan anak baik yang melibatkan aspek emosi, perasaan, pikiran, saraf sensori, maupun pengalaman moral, dan diekspresikan dalam bentuk-bentuk kebahasaan yang dapat dijangkau dan dipahami oleh pembaca anak-anak, buku atau teks tersebut dapat diklasifikasikan sebagai sastra anak.

3) Sastra anak memiliki keterbatasan isi dan bentuk. Keterbatasan anak terdapat dalam hal bahasa dan cara pengisahan cerita, anak belum dapat menjangkau dan memahami kosakata dan kalimat yang kompleks. Oleh karena itu, secara umum dapat dikatakan bahwa bahasa sastra anak berkarakteristik sederhana dalam kosakata, struktur, dan ungkapan. Bahasa sastra anak masih lebih lugas, apa adanya, dan tidak berbelit (Nurgiyantoro, 2005:9).

Sementara itu, menurut Tarigan (2011:6) bergaul dengan sastra anak-anak

memperoleh berbagai manfaat nilai untuk dirinya sendiri. Dengan perkataan lain,

sastra dapat memberi nilai intrinsik atau intrisic values bagi anak-anak sehingga

anak-anak mendapatkan keindahan ketika bergaul dengan sastra. Berikut ini

22

Page 23: BAB 1,2,3,4, dan 5

23

diuraikan tiga nilai sastra bagi anak-anak, dengan merujuk pendapat Tarigan (2011:6-

7).

1) Sastra memberi kesenangan, kegembiraan, kenikmatan kepada anak-anak. Nilai seperti ini akan tercapai apabila sastra dapat memperluas cakrawala anak-anak dengan cara menyajikan pengalaman dan wawasan baru. Oleh karena itu, anak-anak perlu menemukan kegembiraan dalam buku-buku sebelum mereka di tuntut menguasai keterampilan membaca. Seharusnya belajar membaca itu dirasakan oleh anak-anak sama dengan belajar naik sepeda. Mereka ingin sekali melakukan kegiatan tersebut karena mereka mengetahui bahwa pada akhirnya akan memberi kegembiraan dan kenikmatan. Dengan demikian, mereka selalu rindu, selalu ingin membaca buku atau karya sastra baru. Semakin banyak mereka membaca semakin banyak pula kegembiraan yang diperolehnya.

2) Sastra dapat mengembangkan imajinasi anak-anak. Sastra anak membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, insan, pengalaman, atau gagasan dengan berbagai cara. Karya sastra yang baik dapat mengungkapkan serta membangkitkan keanehan dan keingintahuan para anak. Sastra dapat membantu para anak mengenal berbagai gagasan yang belum pernah dipikirkan sebelumnya. Sastra juga memberikan pengalaman-pengalaman aneh yang seolah-olah dialami sendiri oleh para anak. Pandangan-pandangan baru akan diturunkan sebagaimanapara anak memperoleh serta memiliki pengalaman aneh itu melalui sastra.

3) Sastra dapat mengembangkan wawasan para anak menjadi perilaku insani.Sastra mempunyai daya yang ampuh dan unggul untuk membayangkan serta memberinya bentuk yang indah dan memberi koherensi yang yang serasi kepada pengalaman insani. Sastra dapat memperlihatkan kepada anak-anak betapa insan lainnya hidup dan “terjadi” kapan saja dan dimana saja, sebaiknya anak-anak memperoleh kesadaran yang luas mengenai kehidupan orang atau bangsa lain, sebagaimana mereka secara pribadi menguji cobakan kaidah-kaidah lain, maka mereka telah mengembangkan suatu pemahaman yang lebih baik mengenai dirinya sendiri dan juga orang-orang lain disekitar mereka. Melalui upaya membaca, maka para anak memperoleh berbagai persepsi pribadi mengenai sastra dan kehiduapan. Dengan demikian wawasan yang telah dimiliki para anak menjelma menjadi perilaku insani atau human behavior, yang abstrak telah berubah menjadi kongkrit.

Dari pendapat ahli tersebut, disimpulkan bahwa sastra anak dapat memberi

kesenangan, keindahan, dan pemahaman yang menarik pada anak, isi dan bentuk

23

Page 24: BAB 1,2,3,4, dan 5

24

sastra anak memiliki bahasa dan cerita yang lebih sederhana dibandingkan sastra

dewasa. Anak akan mudah mengembangkan imajinasi dan wawasan ketika sudah

mengenal dunia sastra karena cerita, dongeng yang ada dalam sastra memiliki unsur

intrinsik yang membuat cerita lebih menarik.

2.4.2 Sastra dan Perkembangan Bahasa Anak

Dalam perkembangan dan pemerolehan bahasa, hal yang pertama tampak

dengan jelas adalah pertumbuhan dan pertambahan kosakata mereka. Kosakata yang

mula-mula mereka peroleh adalah kosakata dasar atau basic vocabular. Sesuai

dengan perkembangan dan pertumbuhan anak-anak, kosakata dasar ini pun

berkembang ke kosakata yang lebih umum dan lebih kongkrit. Kosakata mereka

selalu meningkat, baik secara kuantitatif maupun secara kualitataif (Tarigan,

2011:18).

Berkenaan dengan uraian tersebut, sastra dan perkembangan bahasa anak

menurut Nurgiyantoro (2005:42) sebuah karya seni yang bermediakan bahasa, maka

aspek bahasa memegang peran penting di dalamnya. Bahasa dipergunakan untuk

memahami dunia yang ditawarkan dan sekaligus sastra juga berfungsi meningkatkan

kemampuan berbahasa anak, baik menyimak, membaca, berbicara, dan menulis.

Bacaan sastra untuk anak yang baik antara lain adalah yang tingkat kesulitan

berbahasanya masih dalam jangkauan anak, tetapi bahasa yang terlalu sederhana

untuk usia tertentu baik kosakata maupun struktur kalimat justru kurang

meningkatkan kekayaan bahasa anak. Peningkatan penguasaan bahasa anak harus

24

Page 25: BAB 1,2,3,4, dan 5

25

dipahami tidak hanya melibatkan kosakata dan struktur kalimat, tetapi terlebih

menyangkut keempat kemampuan berbahasa baik secara aktif reseptif

(mendengarkan dan membaca) maupun aktif produktif (berbicara dan menulis) untuk

mendukung aktivitas komunikasi dalam kehidupan sehari-hari (Nurgiyantoro,

2005:43).

2.5 Pendekatan Psikologi Perkembangan Kognitif

Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan

bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-

kejadian di sekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-

objek, seperti mainan, perabot, dan makanan, serta objek-objek sosial seperti diri,

orang tua dan teman. Bagaimana cara anak belajar mengelompokkan objek-objek

untuk mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya, untuk

memahami penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek atau peristiwa-

peristiwa, dan untuk membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut

(Tarigan, 2011:45).

Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif di dalam menyusun

pengetahuannya mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima informasi. Walaupun

proses berfikir dan konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasi oleh

pengalamannya dengan dunia sekitar dia, namun anak juga berperan aktif dalam

menginterpretasikan informasi yang ia peroleh dari pengalaman, serta dalam

25

Page 26: BAB 1,2,3,4, dan 5

26

mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia yang telah ia

punyai (Hetherington dan Parke dalam Desmita, 2007:46).

Jean Piaget telah banyak membuat kajian dan eksperimen dalam bidang

psikologi pembelajaran kanak-kanak. Ia berpendapat bahwa pemikiran kanak-kanak

berbeda pada masing-masing tahap. Ia membagi perkembangan pemikiran kanak-

kanak menjadi empat tahap, yaitu tahap sensori motor, tahap pra operasi, tahap

operasi konkret, dan tahap operasi formal. Setiap tahap mempunyai tugas kognitif

yang harus diselesaikan. Tahap sensori motorik (0-2 tahun), pemikiran anak

berdasarkan tindakan indrawinya. Tahap praoperasional (2-7 tahun), pemikiran anak

ditandai dengan penggunaan bahasa serta tanda untuk menggambarkan konsep.

Tahap operasional konkret (7-11 tahun) ditandai dengan penggunaan aturan logis

yang jelas. Tahap operasional Formal dicirikan dengan pemikiran abstrak, hipotesis,

deduktif, serta induktif. Secara skematis, keempat tingkatan itu dapat digambarkan

dalam tabel berikut.

2.1 Tabel Skema Empat Tahap Perkembangan Kognitif Menurut Piaget

Tahap Umur Ciri Pokok Perkembangan

Sensori motorik 0-2 tahun Berdasarkan

Tindakan

Langkah demi

Langkah

Praoperasional 2-7 tahun Penggunaan

26

Page 27: BAB 1,2,3,4, dan 5

27

simbul/bahasa tanda

Konsep intuitif

Operasional konkret 8-11 tahun Pakai aturan

Jelas atau logis

Reversibel dan

Kekekalan

Operasional formal 11 tahun ke atas Hipotesis

Abstrak

Deduktif dan

Induktif

Logis dan

Probabilitas

Sumber: (Suparno, 2001:25)

2.5.1 Tahap Sensori Motorik

Menurut Piaget dalam Tarigan (2011:45) periode sensori-motorik merupakan

periode awal perkembangan kognitif, dan ditandai dengan pembelajaran bayi sampai

anak belajar berjalan kira-kira berusia 2 tahun. Anak-anak belajar selama periode ini,

melalui pengoordinasian persepsi-sensori dan aktivitas-motor. Dari usia 1,5 sampai 2

tahun anak-anak menyenangi kebanyakan rima permainana dan gerak. Pada tahap ini,

inteligensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap

27

Page 28: BAB 1,2,3,4, dan 5

28

lingkungaanya, seperti melihat, meraba, menjamah, mendengar, membau, dan lain-

lain. Pada tahap ini, anak belum dapat berbicara dengan bahasa. Tahap perkembangan

awal sensori motorik ini sangat penting. Tahap ini akan menjadi dasar perkembangan

persepsi dan inteligensi anak pada tahap-tahap berikutnya. Tahap ini berlangsung dari

kelahiran sampai usia 2 tahun, merupakan tahap pertama Piaget.

Pada tahap ini, bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan

mengoordinasikan pengalaman-pengalaman sensori (seperti melihat dan mendengar)

dengan tindakan-tindakan motorik fisik, oleh karena itulah istilahnya sensori motorik.

Pada permulaan tahap ini, bayi yang baru lahir sedikit lebih banyak dari pada pola-

pola refleks. Pada akhir tahap, anak berusia 2 tahun memiiki pola-pola sensori

motorik yang kompleks dan mulai beroperasi dengan simbol-simbol.

2.5.2 Tahap Praoperasional

Tahap ini bermula dari umur 2 tahun hingga 7 tahun, merupakan tahap kedua

Piaget. Pada tahap ini, anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan

gambar. Pada tahap ini, anak-anak lebih sosial dan menggunakan bahasa serta tanda

untuk menggambarkan sesuatu konsep. Secara jelas, penggunaan bahasa pada masa

ini menggambarkan cara berpikir simbolik. Di samping dicirikan berfikir simbolik

pada masa ini, juga dicirikan dengan pemikiran intuitif. Pemikiran simbolis, yaitu

pemikiran dengan menggunakan simbol atau tanda, berkembang sewaktu anak mulai

suka menirukan sesuatu, keaktifan anak menirukan orang tuanya akan memperlancar

pemkiran simbolisnya.

28

Page 29: BAB 1,2,3,4, dan 5

29

Sementara itu, kemampuan sesorang anak menirukan berbagai hal yang

dialami dalam hidupnya akan membantu pembentukan pengetahuan simbolisnya.

Dengan adanya penggunaan simbol, anak dapat mengugkapkan dan sesuatu hal yang

terjadi, dapat membicarakan macam-macam benda dalam waktu bersamaan.

Pemikiran intuitif adalah persepsi langsung akan dunia luar tetapi tanpa dinalar

terlebih dahulu. Intuisi merupakan pemikiran imajinasi atau sesasi langsung tanpa

dipikir lebih dahulu. Memang pemikiran intuitif ini memiliki kelemahan yaitu anak

hanya dapat lihat satu arah saja, anak belum dapat melihat pluralitas gagasan, tetapi

hanya satu arah saja. Apabila beberapa gagasan digabungkan, pemikiran anak

menjadi kacau. Dengan kata lain, pada masa ini anak belum mampu berfikir

decentred, melihat berbagai segi dalam satu kesatuan.

2.5.3 Tahap Operasi Konkret

Sebaliknya anak-anak beranjak dari periode praoperasioal menuju tingkat

berpikir operasi kongkret (usia 7-11 tahun), maka responsi mereka pada sastra dan

puisi pun berubah pula. Pada tahap ini, seorang anak mulai dapat menggambarkan

secara menyeluruh ingatan, pengalaman, dan objek yang dialami. Adaptasi dengan

lingkungan dengan gambaran akan lingkungan itu. Misalnya, anak mulai dapat

menggambarkan situasi sekolahnya, perjalanan dari sekolah ke rumah, dan lain-lain

(Piaget & Inheldar dalam Suparno, 2001:77).

Tahap ini bermula dari umur 7 tahun hingga 11 tahun, merupakan tahap ketiga

Piaget. Pada tahap ini anak-anak dapat melakukan operasi, dan penalaran logis

29

Page 30: BAB 1,2,3,4, dan 5

30

menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam contoh-

contoh yang spesifik intuitif konkret. Operasi itu bersifat reversibel, artinya dapat

mengerti dalam dua arah, yaitu suatu pemikiran yang dapat dikembalikan kepada

awalnya lagi kemudian yang sangat maju dalam tahap ini adalah kemampuan anak

mengurutkan dan mengklasifikasi objek, dengan operasi itu anak telah

mengembangkan pemikiran logis yang dapat diterapkan dalam memecahkan

masalah-masalah konkret yang dihadapi. Pada tahap ini anak juga sudah mampu

menganalisis dari berbagai segi. Meskipun pada tahap ini anak sudah

mengembangkan pemikiran logis tetapi masih terbatas pada suatu yang konkret,

belum bersifat abstrak apalagi hipotetis.

2.5.4 Tahap Operasi Formal

Periode terakhir perkembangan kognitif dilukiskan oleh piaget sehingga

periode operasi formal (usia 11 atau 12 tahun dan seterusnya). Para siswa kini

mempunyai kemampuan berfikir abstrak, berpikir secara teoretis, bernalar dari

hipotesis-hipotesis, kesimpulan yang masuk akal. Pada tahap ini, logika remaja mulai

berkembang dan digunakan. Pikirannya sudah dapat melampaui waktu dan tempat,

tidak hanya terikat pada hal yang sudah dialami, tetapi juga dapat berpikir mengenai

sesuatu yang akan datang karena dapat berpikir secara hipotesis (Piaget dalam

Suparno, 2001:88).

Pada tahap ini anak-anak melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman

konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis. Mereka memecahkan

30

Page 31: BAB 1,2,3,4, dan 5

31

permasalahan yang dihadapi dengan reasoning dan logika. Ada pembebasan

pemikiran dari pengalaman langung menuju ke pemikiran yang berdasarkan proposisi

dan hipotesis. Asimilasi dan akomodasi terus berperan dalam membentuk skema yang

lebih menyeluruh pada pemikiran remaja. Pada pemikiran formal, unsur pokok

pemikiran adalah pemikiran deduktif, induktif, dan abstrkatif. Pemikiran deduktif,

mengambil kesimpulan khusus dari pengalaman yang umum. Pemikiran induktif,

mengambil kesimpulan umum dari pengalaman-pengalaman yang khusus, dan

pemikiran abstraktif tidak langsung dari objek. Pada tahap perkembangan ini, remaja

sudah dapat memahami konsep proposisi dengan baik, menggunakan kombinasi

dalam pemikirana, dapat menggabungkan dua refrensi pemikiran, sudah mengerti

probabilitas dengan unsur yang menyertainya serta permutasinya.

Menurut Piaget, perkembangan masing-masing tahap tersebut merupakan

hasil perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya. Hal ini berarti bahwa menurut

teori tahapan-tahapan Piaget, setiap individu akan melewati serangkaian perubahan

kualitatif yang bersifat invarian, selalu tetap, tidak melompat atau mundur.

Perubahan-perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk

menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur

berpikir. Dari sudut biologis, Piaget melihat adanya sistem yang mengatur dari dalam,

sehingga organisme mempunyai sistem pencernaan, peredaran darah, sistem

pernafasan dan lain-lain. Hal yang sama juga terjadi pada sistem kognisi, di mana

adanya sistem yang mengatur dari dalam yang kemudian dipengaruhi oleh faktor-

faktor lingkungan (Desmita, 2007:47).

31

Page 32: BAB 1,2,3,4, dan 5

32

Piaget meyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang dari bayi sampai

dia dewasa. Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi

yang baru di lahirkan sampai mengijak usia dewasa mengalami empat tingkat

perkembangan kognitif, yaitu tahap sensori-motorik (dari lahir sampai 2 tahun), tahap

pra-operasional (usia 2 sampai 7 tahun), tahap konkret-operasional (usia 7 sampai 11

tahun), dan tahap operasional formal (usia 11 tahun ke atas) (Desmita, 2007:103).

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif

menurut Piaget memiliki empat tahapan yaitu, tahap sensori motorik, tahap pra-

operasional, tahap operasi konkret, dan tahap operasi formal. Keempat tahap tersebut

memiliki fungsi masing-masing namun saling berkesinambungan satu sama lain.

2.6 Novel

2.6.1 Pengertian Novel

Kata novel berasal dari bahasa italia, yaitu “Novellus” yang diturunkan dari

kata Noveus yang berarti baru. Dikatakan baru karena dibandingkan dengan jenis

sastra lainnya seperti puisi, drama, dan lainnya, jenis ini muncul kemudian. Di

indonesia dikenal sejak kira-kira setengah abad yang lalu. Namun dalam masa

hidupnya yang masih muda itu, novel telah mengalami perkembangan yang pesat.

Menurut R.J. Rees (Aziez dan Hasim, 2010:1) novel adalah sebuah cerita fiksi

dalam bentuk prosa yang cukup panjang, yang tokoh dan prilakunya merupakan

cerminan kehidupan nyata, dan yang digambarkan dalam suatu plot yang cukup

kompleks. Sementara itu, menurut Rani (2004:85) novel sebagai karya imajinatif

32

Page 33: BAB 1,2,3,4, dan 5

33

yang mengisahkan sisi utuh atas problematika kehidupan seseorang atau beberapa

tokoh. Novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang

tegang dan pemusatan kehidupan yang tegas

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Semi (2002:32) bentuk yang hampir

sama dengan novel yaitu roman. Bagi pembaca awam, kedua bentuk ini sulit

dibedakan. Pada dasarnya novel maupun roman menceritakan hal yang luar biasa

yang terjadi dalam kehidupan manusia, sehingga jalan hidup tokoh cerita yang

ditampilkan dapat berubah.

Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa novel

merupakan hasil karya sastra indonesia yang menceritakan suatu kejadian yang luar

biasa dalam kehidupan seseorang yang memiliki berbagai kisah kehidupan para tokoh

dan menyebabkan peralihan hidup para tokoh yang dituangkan dalam cerita

berbentuk novel.

2.6.2 Unsur Pembangun Novel

Menurut Wellek dan Werren dalam Nurgiyantoro (2009:24) unsur-unsur

ekstrinsik terdiri dari keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap,

keyakinan dan pandangan hidup yang kesemuanya itu memengaruhi karya yang

ditulisnya. Unsur-unsur pembangun cerpen saling berkaitan satu dengan yang lainnya

secara erat dan saling menggantungkan. Unsur tersebut terbagi ke dalam unsur

intrinsik dan ekstrinsik.

33

Page 34: BAB 1,2,3,4, dan 5

34

Sementara itu, menurut Semi (2002:35) unsur intrinsik adalah unsur-unsur

yang membentuk karya sastra tersebut seperti penokohan atau perwatakan, tema, alur

(plot), pusat pengisahan, latar dan gaya bahasa. Kepaduan antar berbagai unsur

intrinsik inilah yang membuat sebuah novel terwujud.

a. Tema

Menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000:91) tema adalah istilah ide yang

mendasari suatu cerita sehingga berperan juga pangkal tolak pengarang dalam

memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Tema juga dapat dipandang sebagai

dasar cerita, gagasan umum sebuah karya. Gagasan dasar umum inilah yang

kemudian dikembangkan oleh pengarang yang menjadi nilai karya sastra. Tema

sebuah karya fiksi selalu berkaitan dengan makna dan pengalaman kehidupan.

Sementara itu, Nurgiyantoro (2009:70) menyatakan bahwa tema adalah dasar

pengembangan seluruh cerita, maka tema bersifat menjiwai seluruh bagian cerita.

Dari pendapat ahli tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa tema adalah

ide sebuah cerita, dan dalam penulisan sebuah tema pengarang tidak hanya ingin

sekedar bercerita, tapi ingin mengatakan sesuatu kepada pembacanya. Adapun wujud

sesuatu yang dimaksudkan adalah dapat berupa suatu masalah kehidupan, pandangan

hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar tentang kehidupan ini.

b. Alur/Plot

34

Page 35: BAB 1,2,3,4, dan 5

35

Menurut Rozak, dkk. (2000:24) alur/plot adalah unsur struktur yang

berwujudkan jalin peristiwa di dalam karya sastra yang memperlihatkan kepaduan

(koherensi) tertentu yang diwujudkan antara lain oleh hubungan sebab akibat, tokoh,

tema atau ketiganya. Sementara itu, menurut Wiyanto dalam Rozak (2000:86)

menyatakan, “Alur berisi urutan kejadian, namun setiap kejadian hanya dihubungkan

secara sebab akibat, peristiwa yang satu dengan yang lain.”

Berkenaan dengan pernyataan tersebut, Semi (2002:43) menyatakan,“ Alur

atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah

interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagaian-bagian dalam

keseluruhan fiksi.”

Dari pendapat ahli tersebut, disimpulkan bahwa alur cerita adalah rentetan

peristiwa yang di tampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena

pengarang peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab-akibat. Alur cerita sangat

penting dalam setiap peristiwa yang tejadi di dalam sebuah novel karena setiap cerita

tidak akan menarik jika tidak ada sebuah peristiwa yang hebat pada setiap kisah. Alur

cerita membawa pembaca untuk lebih dalam menikmati setiap peristiwa di dalam

sebuah novel atau cerita fiksi.

c. Latar

Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2009:216) latar atau setting di sebut

juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan

lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Sementara

35

Page 36: BAB 1,2,3,4, dan 5

36

itu, Stanton (2007:35) menyatakan bahwa latar adalah lingkungan yang melingkupi

sebuah peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.

Dari uraian tersebut, disimpulkan bahwa latar atau setting adalah landas

tumpu yang digarap para penulis karya fiksi sebagai unsur cerita yang penting. Ia

terjalin erat dengan karakter, tema, suasana cerita, latar atau setting memberikan

pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan

realistis kepada pembaca. Menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-

sungguh ada dan terjadi.

d. Sudut Pandang

Sudut pandang atau point of view menurut Abrams dalam Nurgiyantoro,

(2009:248) merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai

sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan sebagai peristiwa yang

membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

Berkenaan dengan uraian tersebut, menurut Sayuti (2000:159) sudut pandang

akan menyangkut masalah pemilihan peristiwa yang akan disajikan, menyangkut

masalah kemana pembaca akan diarahkan, menyangkut masalah apa yang harus

dilihat pembaca, dan menyangkut masalah kesadaran siapa yang disajikan. Ada tiga

macam sudut pandang yang biasa digunakan pengarang dalam karyanya yaitu sudut

pandang tokoh, sudut pandang tokoh sampingan, dan sudut pandang inpersonal.

Dalam sudut pandang tokoh, pengarang menggunakan kata ganti orang pertama.

36

Page 37: BAB 1,2,3,4, dan 5

37

Pengarang menceritakan hal-hal yang dialami atau diimajinasikannya. Ia

mengungkapkan pikirannya dengan kata-katanya sendiri.

e. Tokoh dan Penokohan

Tokoh cerita menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2009:165) adalah orang-

orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca

ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti diekspresikan

dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Unsur tokoh dan penokohan

dalam cerita rekaan merupakan salah satu unsur intrinsik yang penting. Istilah tokoh

merujuk pada orang atau pelaku pada sebuah karya sastra. Berkenaan dengan hal

tersebut, menurut Sadjiman dalam Budianta (2002:86) tokoh adalah individu rekaan

yang mengalami peristiwa atau berlakukan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.

Ditinjau dari segi keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi dibedakan

menjadi dua, yakni tokoh sentral atau tokoh utama dan tokoh feriferial atau tokoh

tambahan (bawahan).

Menurut Nurgiyantoro (2009:176-177) tokoh utama adalah yang diutamakan

penceritaannya dalam cerita yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling

banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian, maupun yang dikenai kejadian.

Selain paling banyak diceritakan tokoh utama selalu berhubungan dengan tokoh-

tokoh yang lain.

Dari pendapat para ahli tersebut, disimpulkan bahwa tokoh adalah orang atau

pelaku yang mengemban peristiwa sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu

37

Page 38: BAB 1,2,3,4, dan 5

38

cerita. Sementara itu, penokohan adalah karakter atau perwatakan berupa sikap, sifat,

dan kepribadian yang merujuk pada seorang tokoh fiksi yang muncul dalam cerita

sastra.

2.7 Novel sebagai Bahan Pembelajaran di SMP

Novel merupakan salah satu bahan pembelajaran di SMP, seperti yang

tercantum dalam KTSP mata pelajaran sastra dan bahasa indonesia. Tujuan

pemelajaran sastra pada hakikatnya adalah meningkatkan kemampuan siswa dalam

mengapresiasikan karya sastra. Semi (2002: 194) mengemukakan bahwa tujuan

pembelajaran sastra adalah agar siswa memiliki rasa peka terhadap karya sastra yang

berharga sehingga merasa terdorong dan tertarik untuk membacanya. Sementara itu,

menurut Sarumpaet dalam Sayuti (2000:40-41) menyatakan bahwa lewat sastra siswa

pun dapat meresapi, secara imajinatif, kepentingan-kepentingan di luar dirinya dan

mampu melihat segala gejala sesuatu dari sudut pandang lain, berganti-ganti menurut

wawasan pengarang dan karya yang dihadapinya.

2.7.1 Pembelajaran Menulis di SMP

Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk

berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis merupakan suatu kegiatan yang

produktif dan ekspresif (Tarigan, 2011:3). Dalam kegiatan menulis, penulis haruslah

terampil, keterampilan menulis seseorang tidak datang secara tiba-tiba, tetapi harus

melalui latihan dan praktik yang teratur.

38

Page 39: BAB 1,2,3,4, dan 5

39

Berkenaan dengan hal tersebut, Semi (2002:14) mendefinisikan sebagai berikut.

Menulis merupakan suatu proses kreatif memindahkan gagasan ke dalam lambang-lambang tulisan. Dalam pengertian ini, menulis memiliki tiga aspek utama, yaitu (1) adanya tujuan atau maksud tertentu yang hendak dicapai, (2) adanya gagasan atau sesuatu yang hendak dikomunikasikan, dan

(3) adanya sistem pemindahan gagasan berupa sistem bahasa.

Menulis menurut Suparno (2001:1.3), adalah kegiatan menyampaikan pesan

(komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai media atau alatnya. Dalam

komunikasi tulis setidaknya terdapat empat unsur yang terlibat yaitu: (1) penulis

sebagai penyampai pesan, (2) isi tulisan atau pesa, (3) saluran atau medianya berupa

tulisan, dan (3) pembaca sebagai penerima pesan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa menulis

adalah sesuatu proses menuangkan gagasannya dan melukiskannya dengan lambang-

lambang bahasa dengan tujuan komunikasi. Tujuan menulis yang utama adalah

menuangkan gagasan pikirannya sebagai komunikasi secara tertulis, untuk mencapai

komunikasi yang efektif diperlukan keterampilan dalam menulis.

Menulis merupakan salah satu aspek dari empat keterampilan berbahasa,

selain menyimak, membaca, dan berbicara. Menulis merupakan ketarampilan

berbahasa yang berkembang dalam kehidupan anak-anak yang didahului oleh

keterampilan membaca kemudian keterampilan menulis dilaksanakan melalui latihan

dan praktik yang teratur. Dengan kata lain, kemampuan menulis ini dapat dipelajari

dalam pendidikan formal Tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan

masa ketika keterampilan menulis dapat diasah dan berkembang dengan baik.

39

Page 40: BAB 1,2,3,4, dan 5

40

Kehidupan yang semakin berkembang membuat peserta didik ditingkat SMP

memungkinkan mereka untuk lebih berkreasi di dalam dunia tulis-menulis,

kesempatan ini perlu dimanfaatkan untuk mengembangkan keterampilan berbahasa,

khususnya aspek menulis.

Belajar sebagai aktivitas psikologis memerlukan dorongan dari luar. Hal-hal

yang harus diupayakan yaitu bagaimana memotivasi belajar peserta didik dan

mengaitkannya dengan kehidupan (Mulyasa, 2006:107). Oleh karena itu, kreativitas

guru dalam mengelola kelas dan menggunakan bahan ajar yang sesuai dengan

kebutuhan sangat diperlukan dalam pembelajaran. Berikut ini diuraikan Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang berkaitan dengan pembelajaran menulis

yang terdapat di SMP kelas VII, VIII, dan IX semester 1 dan 2.

Kelas VII, semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Menulis

Mengungkapkan pikiran dan pengalaman dalam buku harian dan surat pribadi

Menulis buku harian atau pengalaman pribadi dengan memperhatikan cara pengungkapan dan bahasa yang baik dan benar

Menulis surat pribadi dengan memperhatikan komposisi, isi, dan bahasa

Menulis teks pengumuman dengan bahasa yang efektif, baik dan benar

Menulis

Mengekspresikan pikiran, perasaan, dan pengalaman melalui pantun dan dongeng

Menulis pantun yang sesuai dengan syarat pantun

Menulis kembali dengan bahasa sendiri dongeng yang pernah dibaca atau didengar

40

Page 41: BAB 1,2,3,4, dan 5

41

Kelas VII, semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Menulis

Mengungkapkan berbagai informasi dalam bentuk narasi dan pesan singkat

Mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan memperhatikan cara penulisan kalimat langsung dan tak langsung

Menulis pesan singkat sesuai dengan isi dengan menggunakan kalimat efektif dan bahasa yang santun

Menulis

Mengungkapkan keindahan alam dan pengalaman melalui kegiatan menulis kreatif puisi

Menulis kreatif puisi berkenaan dengan keindahan alam

Menulis kreatif puisi berkenaan dengan peristiwa yang pernah dialami

Kelas VIII, semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Menulis

Mengungkapkan informasi dalam bentuk laporan, surat dinas, dan petunjuk

Menulis laporan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar

Menulis surat dinas berkenaan dengan kegiatan sekolah dengan sistematika yang tepat dan bahasa baku

Menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan urutan yang tepat dan menggunakan bahasa yang efektif

Menulis

Mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui kegiatan menulis kreatif naskah drama

Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan keaslian ide

Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan kaidah penulisan naskah drama

41

Page 42: BAB 1,2,3,4, dan 5

42

Kelas VIII, semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Menulis

Mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan/poster

Menulis rangkuman isi buku ilmu pengetahuan populer

Menulis teks berita secara singkat, padat, dan jelas

Menulis slogan/poster untuk berbagai keperluan dengan pilihan kata dan kalimat yang bervariasi, serta persuasif

Menulis

Mengungkapkan pikiran, dan perasaan dalam puisi bebas

Menulis puisi bebas dengan menggunakan pilihan kata yang sesuai

Menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan

Kelas IX, semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Menulis

Mengungkapkan informasi dalam bentuk iklan baris, resensi, dan karangan

Menulis iklan baris dengan bahasa yang singkat, padat, dan jelas

Meresensi buku novel Menyunting karangan dengan

berpedoman pada ketepatan ejaan, tanda baca, pilihan kata, keefektifan kalimat, keterpaduan paragraf, dan kebulatan wacana

Menulis

Mengungkapkan kembali pikiran, perasaan, dan pengalaman dalam cerita pendek

Menuliskan kembali dengan kalimat sendiri cerita pendek yang pernah dibaca

Menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami

42

Page 43: BAB 1,2,3,4, dan 5

43

Kelas IX, semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Menulis

Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk karya ilmiah sederhana, teks pidato, surat pembaca

Menulis karya ilmiah sederhana dengan menggunakan berbagai sumber

Menulis teks pidato/ceramah/ khotbah dengan sistematika dan bahasa yang efektif

Menulis surat pembaca tentang lingkungan sekolah

Menulis

Menulis naskah drama

Menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang sudah dibaca

Menulis naskah drama berdasarkan peristiwa nyata

2.8 Kriteria Pemilihan Bahan Ajar Apresiasi Sastra

Pemelajaran sastra harusnya disesuaikan dengan kompetensi-kompetensi yang

terdapat pada aspek kemampuan bersastra. Pemelajaran sastra dalam penelitian ini

difokuskan pada pemelajaran novel. Guru sastra haruslah pandai dalam memilih

sebuah karya sastra yang cocok untuk diajarkan pada siswa sesuai dengan tingkatan

kebahasaan yang dikuasai.

Rahmanto (2005:26) menjelaskan bahwa untuk memilih bahan pemelajaran

sastra beberapa aspek perlu dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut.

1) Bahasa

Penguasaan suatu bahasa tumbuh dan berkembang melalui tahap-tahap yang

nampak jelas pada setiap individu. Sementara perkembangannya karya sastra

melewati tahap-tahap yang meliputi banyak aspek kebahasaan. Oleh karena itu, agar

43

Page 44: BAB 1,2,3,4, dan 5

44

pembelajaran sastra lebih berhasil, guru kiranya perlu mengembangkan keterampilan

(semacam bakat) khusus untuk memilih bahan pembelajaran sastra yang bahasanya

sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa anak.

2) Kematangan Jiwa (Psikologi)

Perkembangan psikologi dari taraf anak menuju kedewasaan ini melewati

tahap-tahap tertentu yang cukup jelas untuk dipelajari. Dalam memilih bahan

pembelajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologi ini hendaknya diperhatikan

karena tahap-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap minat-minat dan

keengganan anak didik dalam banyak hal. Tahap perkembangan psikologi ini juga

sangat besar pengaruhnya terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan

kerjasama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan masalah yang

dihadapi.

3) Latar Belakang Budaya

Latar belakang budaya anak meliputi semua faktor kehidupan dan lingkungan

tempat tinggalnya. Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya yang

memiliki hubungan yang erat dengan latar belakang budayanya. Terutama bila tokoh

atau tempat kejadian di dalam cerita berasal dari lingkungannya. Bahan pembelajaran

yang dekat dengan kehidupan siswa akan mempermudah pembayangannya untuk

memahami isi karya sastra tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan pembelajaran

apresiasi sastra hendaknya memperhatikan tingkah kebahasaan anak, kemampuan

unsur perkembangan psikologi atau kematangan dan memiliki kedekatan latar

44

Page 45: BAB 1,2,3,4, dan 5

45

belakang budaya atau kehidupan siswa, karena hal ini akan memengaruhi

keberminatan anak untuk mempelajari sastra yang dengan sendirinya akan berdampak

positif terhadap hasil pembelajan.

2.9 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Recana Pelaksanaan Pembelajaran adalah rencana yang menggambarkan

prosedur dan pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan

dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. RPP merupakan komponen penting

dari KTSP, yang pengembangannya harus dilakukuan secara profesional (Mulyasa,

2006:212).

Dalam pengembangan RPP guru diberi kewenangan secara leluasa untuk

mengembangkan kurikulum, baik mengubah, memodifikasi, dan menyesuaikan

silabus dengan kondisi sekolah dan daerah, serta dengan karakteristik peserta didik

untuk kemudian dijabarkan menjadi rencana pelaksanaan pembalajaran yang lebih

operasional dan rinci, serta siap dijadikan pedoman atau skenario dalam

pembentukkan kompetensi peserta didik.

Rencana Pelaksanaa Pembelajaran harus jelas mengenai kompetensi dasar

yang akan dimiliki oleh peserta didik, apa yang harus dilakukan, apa yang harus

dipelajari, bagaimana guru mengetahui bahwa peserta didik telah menguasai atau

memiliki kompetensi tertentu. aspek-aspek tersebut merupakan unsur utama yang

secara minimal harus ada dalam setiap RPP sebagai pedoman guru dalam

melaksanakan pembelajaran, dan membentuk kompetensi peserta didik.

45

Page 46: BAB 1,2,3,4, dan 5

46

Rencana pelaksanaan pembelajaran berfungsi untuk mengefektifkan proses

pembelajaran sesuai dengan apa yang direncakana. Dalam hal ini, materi standar yang

dikembangkan dan dijadikan bahan kajian oleh peserta didik harus disesuaikan

dengan kebutuhan dan kemampuannya, mengandung nilai fungsional, praktis serta

disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan, sekolah, dan daerah

(Mulyasa, 2006:218)

Untuk membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, seseorang guru

hendaknya memerhatikan beberapa komponen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

yang terdapat dalam proses rencana pembelajaran. Menurut Muslich (2008:53) secara

teknis rencana pembelajaran minimal mencakup komponen-komponen sebagai

berikut: (1) standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil

belajar, (2) tujuan pembelajaran, (3) materi pembelajaran, (4) pendekatan dan metode

pembelajaran, (5) langkah-langkah kegiatan pembelajaran, (6) alat dan sumber

belajar, dan (7) evaluasi pembelajaran.

Dari pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa komponen Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran adalah langkah-langkah yang patut guru lakukan dalam menyusun

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

1. Menuliskan/mencantumkan identitas mata pelajaran. Komponen pertama yang

harus dilakukan seorang guru dalam membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

adalah menulis/mengisi identitas mata pelajaran yang meliputi: satuan pendidikan,

kelas, semester, program studi, mata pelajaran atau tema pelajaran, dan jumlah

pertemuan.

46

Page 47: BAB 1,2,3,4, dan 5

47

2. Memilih satu unit pembelajaran yang terdapat dalam silabus, lalu tulis Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam unit tersebut. Standar

Kompetensi adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik menggambarkan

penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada

setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran. Sementara itu,

Kompetensi Dasar merupakan sejumlah kemampuan yang harus dikuasi peserta

didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator

kompetensi dalam suatu pelajaran. Selain itu, guru juga menentukan indikator

untuk mencapai kompetensi dasar tersebut, karena dengan indikator guru dapat

mengetahui target-target yang harus dicapai siswanya dalam satu pembelajaran.

3. Tujuan pembelajaran, dalam komponen ini guru menggambarkan proses dan hasil

belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi

dasar. Tujuan pembelajaran dirumuskan berdasarkan SK, KD, dan indikator yang

telah ditulis dalam silabus.

4. Materi ajar, setelah tujuan pembelajaran digambarkan, selanjutnya guru mencari

materi sesuai yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang

telah di gambarkan.

5. Guru memilih metode pembelajaran yang dapat mendukung sifat materi dan tujuan

pembelajaran. Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai kompetensi

dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode

47

Page 48: BAB 1,2,3,4, dan 5

48

pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta

karakteristik dari setiap indikator.

6. Kegiatan pembelajaran, dalam hal ini, guru menyusun langkah-langkah kegiatan

pemebelajaran yang dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu kegiatan awal,

kegiatan inti, dan kegiatan penutup, pada kegiatan awal guru harus dapat

memotivasi dan memfokuskan siswa agar dapat tertarik dan berpartisipasi dalam

pembelajaran. Dalam kegiatan inti, guru dituntut sekreatif mungkin dalam

menyampikan pembelajaran agar siswa dapat tertarik dan berpartisipasi aktif

dalam proses pembelajaran karena kegiatan inti, merupakan proses pembelajaran

untuk mencapai KD. Kegiatan penutup, kegiatan ini dilakukan untuk mengakhiri

aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau

simpulan, penilaian, refleksi, dan tindak lanjut untuk pembelajaran berikutnya.

7. Alat dan sumber belajar, sebelum melakukan pembelajaran ada baiknya guru

memilih dan mempersiapkan alat bantu belajar (media pembelajaran) yang akan

digunakan dalam membantu penyampaian materi ajar.

8. Evaluasi, setelah materi dalam suatu pembelajaran selesai, guru memberikan

evaluasi. Guru menentukan teknik penilaian, bentuk, dan contoh instrumen

penilaian yang akan digunakan untuk mengukur ketercapaian Kompetensi Dasar

atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Jika instrumen penilaian

berbentuk tugas, guru merumuskan tugas dengan jelas dan membuat aturan-aturan

yang jelas untuk meminilisir kecurangan siswa. Jika instrumen penilaian berbentuk

soal, guru mencantumkan soal-soal tersebut dan menentukan kunci jawabannya.

48

Page 49: BAB 1,2,3,4, dan 5

49

Jika penilaiannya berbentuk proses, guru menyusun rubrik dan indikatornya

masing-masing.

Ada beberapa alternatif format Rencana Pelaksanaa Pembelajaran (RPP) yang

dapat dikembangkan. Format yang dipilih guru sangat bergantung pada sifat materi

pembelajaran dan selera atau kehendak kurikulum yang sedang berlaku, yang penting

adalah ketika memutuskan menggunakan format tertentu harus dilakukan secara sadar

dan rasional (Muslich, 2008:55)

Berikut ini jenis format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang biasa

digunakan oleh guru.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Satuan Pendidikan :

Mata Pelajaran :

Kelas/Semester :

Materi Pokok :

Alokasi Waktu : ....x45 menit (pertemuan)

A. Standar Kompetensi

B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi

C. Tujuan Pembelajaran

49

Page 50: BAB 1,2,3,4, dan 5

50

Pertemuan 1

Pertemuan 2

D. Materi Pembelajaran

E. Metode Pembelajaran

F. Media Belajar

G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Pertemuan 1

Petemuan 2

H. Sumber Belajar

I. Penilaian Proses dan Hasil Belajar

Indikator Pencapaian

Kompetensi

Penilaian

Teknik Bentuk Instrumen Instrumen

50

Page 51: BAB 1,2,3,4, dan 5

51

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Menurut Arikunto (2006:136), metode penelitian adalah cara yang digunakan

oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Jadi, metode penelitian

merupakan cara untuk memperoleh data penelitian yang sedang dilaksanakan.

Sehubungan dengan itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif kualitatif. Selanjutnya, Djajasudarma (2010:16) mengemukakan bahwa

dalam metode deskriptif data yang dikumpulkan bukanlah berupa angka-angka, dapat

berupa kata-kata atau gambaran sesuatu.

Berdasarkan uraian tersebut, dalam penelitian ini metode deskriptif kualitatif

dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mendeskripsikan proses

perkembangan kognitif dalam novel Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma Nadia

dan Isa.

Sehubungan dengan hal tersebut, Menurut Satori dan Komariah (2010:25)

penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang mengungkap situasi

sosial tertentu dengan mendeskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-

kata berdasarkan teknik pengumpulan data dan analisis data yang relevan yang

diperoleh dari situasi yang alamiah.

Berkenaan dengan pernyataan tersebut, Bodgan dan Tylor dalam Moleong

(2010:4) menyatakan, “Metode yang bersifat kualitatif adalah sebagai salah satu

51

Page 52: BAB 1,2,3,4, dan 5

52

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”

Dalam kaitan dengan metode deskriptif, Isac dan Michael dalam Rakhmat

(2004:22) menyatakan, “Metode deskriptif adalah metode yang bertujuan melukiskan

secara sistematis fakta dan karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara

faktual dan cermat, objek atau subjek yang diteliti secara tepat.”

Menurut Gulo (2002:19), tipe penelitian deskriptif didasarkan pada

pertanyaan dasar yang ke dua, yaitu bagaimana. Kita tidak puas bila hanya

mengetahui apa masalahnya secara eksploratif, tetapi ingin mengetahui juga

bagaimana peristiwa tersebut terjadi. Terkait dengan pernyataan itu, peneliti

melakukan analisis perkembangan kognitif para tokoh dalam novel Rumah Cinta

Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa. Adapun tujuan penelitian ini, yaitu

mengetahui bagaimana perkembangan psikologi kognitif para tokoh dalam novel

Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa.

3.2 Teknik Penelitian

3.2.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data, peneliti tidak akan mendapatkan data yang

memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2008:62). Berkenaan dengan

52

Page 53: BAB 1,2,3,4, dan 5

53

pernyataan itu, pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan teknik studi

pustaka dan teknik simak catat.

a.Studi Kepustakaan

Isi studi pustakaan dapat berbentuk kajian teoretis yang membahasnya

difokuskan pada informasi sekitar permasalahan penelitian yang hendak dipecahkan

melalui penelitian (Sukardi, 2009:38). Sehubungan dengan pernyataan itu, dalam

penelitian ini teknik studi pustaka digunakan untuk mengumpulkan teori

perkembangan kognitif, psikologi sastra, sastra anak, RPP, dan menulis yang

digunakan sebagai kerangka teori.

b. Teknik Simak Catat

Menurut pendapat Mahsun (2006:91) teknik simak adalah cara yang digunakan

untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa.

Selanjutnya, teknik catat adalah teknik lanjutan yang dilakukan ketika menerapkan

metode simak. Teknik ini dapat dijadikan sebagai cara untuk mendapatkan data

penelitian dengan cara mencatat apa yang sudah disimak (Mahsun, 2006:91).

Teknik simak dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan

penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap novel Rumah Cinta Penuh

Warna karya Asma Nadia dan Isa. Teknik simak dilanjutkan dengan teknik catat,

yakni melakukan pencatatan data pada kartu data.

53

Page 54: BAB 1,2,3,4, dan 5

54

3.2.2 Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Patton dalam Moleong (2010:208) adalah proses

mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan

satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti

yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan pola, urutan, dan mencari

hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi.

Menurut Ratna (2013:49) sebagaimana metode penelitian kualitatif, dasar metode

analisis isi ini adalah penafsiran. Apabila proses penafsiran dalam metode kualitatif

memberikan perhatian pada situasi alamiah, dasar penafsiran dalam metode analisis

isi memberikan perhatian pada isi pesan.

Secara operasional, analisis isi di dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah

sebagai berikut:

a. membaca novel Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa

secara berulang-ulang untuk memahami isi novel;

b. melakukan identifikasi data;

c. melakukan iventarisasi data;

d. melakukan pengodean data;

e. melakukan klasifikasi data;

f. melakukan analisis data sesuai dengan teori yang dirujuk;

g. menyimpulkan hasil analisis.

54

Page 55: BAB 1,2,3,4, dan 5

55

3.3 Sumber Data dan Data Penelitian

Menurut Arikunto (2006:129) sumber data penelitian adalah subjek dari mana

data diperoleh. Sementara itu, menurut Moleong (2010:157) sumber data utama

dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data

tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber penelitian sastra adalah teks-teks

novel, novella, cerita pendek, drama, dan puisi (Siswantoro, 2010:72). Berdasarkan

uraian itu, sumber data penelitian ini adalah novel Rumah Cinta Penuh Warna karya

Asma Nadia dan Isa yang diterbitkan oleh Qanita, tahun terbit 2005, dengan tebal 163

halaman.

Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Arikunto (2006:118) data adalah

hasil pencatatan penelitian, baik yang berupa fakta maupun angka penelitian.

Berkenaan dengan pernyataan itu, data penelitian ini adalah kutipan berupa kalimat,

paragraf, ataupun dialog tokoh yang menunjukkan psikologi perkembangan kognitif,

yang terdapat di dalam novel Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa.

3.4 Pemeriksaan Keabsahan Data

Sama halnya dengan penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif pun memiliki

alat uji validitas atau keabsahan data. Keabsahan data merupakan kebenaran terhadap

data penelitian yang ditemukan. Keabsahan data perlu dilakukan oleh peneliti agar

data yang ditemukan dapat dipercaya dan diakui kebenarannya. Berdasarkan

pernyataan itu, peneliti menggunakan teknik triangulasi untuk memastikan keabsahan

data.

55

Page 56: BAB 1,2,3,4, dan 5

56

Menurut Moleong (2010:330), “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Uji keabsahan data melalui

teknik triangulasi ini perlu dilakukan karena peneliti kualitatif tidak bisa diuji dengan

alat uji statistik.”

Denzim (Moleong, 2010:330) membedakan empat macam triangulasi sebagai

teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan

teori. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti menggunakan teknik penyidik sebagai

teknik pemeriksaan keabsahan data penelitian. Moleong (2010:331) menyatakan

bahwa teknik penyidik dapat dilakukan dengan jalan memanfaatkan peneliti atau

pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data.

Dengan demikian, peneliti tidak melakukan penelitian secara sepihak, melainkan

didukung oleh pendapat ahli lainnya. Teknik ini membantu peneliti dalam

mengurangi kemelencengan pengumpulan data. Dalam hal ini, peneliti memilih tiga

orang penyidik yang memiliki keahlian dalam bidangnya sehingga besar

kemungkinan tidak melakukan kesalahan.

Adapun ketiga orang tersebut, yaitu (1) Dr. H. Chussaery Rusdi S. M. Si, yang

merupakan dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang mengampu mata kuliah

kesusastraan, (2) Maemunah S. Pd. yang merupakan guru mata pelajaran Bahasa

Indonesia di SMP 2 Bandung dan SMP Dian Nusantara, dan (3) Sri Mulyati S. Pd.

yang merupakan guru SD Negeri Patapan. Ketiga orang tersebut dipilih dengan

56

Page 57: BAB 1,2,3,4, dan 5

57

pertimbangan memiliki pengetahuan dan pemahaman teoretis yang memadai terkait

aspek psikologi dalam sastra dan perkembangan kognitif. Berdasarkan hasil

identifikasi dan inventarisasi dari sumber data, ditemukan data sebanyak 30 buah.

Setelah dilakukan pengecekan data oleh ketiga penyidik tersebut, data yang absah

untuk diteliti sebanyak 24 buah.

57

Page 58: BAB 1,2,3,4, dan 5

58

BAB 4

DESKRIPSI DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN HASIL

ANALISIS

4.1 Biografi Pengarang dan Karyanya

Asmarani Rosalba adalah nama asli dari Asma Nadia. Penulis yang lahir di

Jakarta, tanggal 26 Maret 1972 mulai berkecimpung di dunia tulis menulis ketika dia

mulai mencipta lagu di sekolah dasar. Selanjutnya, ibu dari dua orang anak, yaitu

Salsabila dan Adam Putra ini aktif menulis cerpen, puisi, dan resensi di media

sekolah. Setelah lulus dari SMA 1 Budi Utomo, Jakarta, Asma Nadia melanjutkan

kuliah di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Namun, kuliah yang

dijalaninya tidak tamat. Dia harus menjalani istirahat karena sakit yang dideritanya.

Perempuan yang berpendirian kuat, tetapi lemah lembut ini, mempunyai obsesi untuk

terus menulis. Itulah sebabnya, ketika kesehatannya menurun, ia tetap semangat

untuk menulis. Di samping itu, dorongan dan semangat yang diberikan keluarga dan

orang-orang yang menyayanginya, memotivasi Asma untuk terus dan terus menulis.

Perempuan berjilbab ini tetap aktif mengirimkan tulisan-tulisannya ke majalah-

majalah Islam.

Di samping menulis cerita-cerita fiksi, Asma Nadia juga aktif menulis lirik

lagu. Sebagian lirik lagunya dapat ditemukan di album Bestari I (1996), Bestari II

1997, dan Bestari III (2003). Snada The Prestation, Air Mata Bosnia, Cinta Ilahi, dan

58

Page 59: BAB 1,2,3,4, dan 5

59

Kaca Diri. Asma Nadia, adik dari penulis Helvy Tiana Rosa ini, karena keinginannya

yang kuat untuk tetap menulis dan menulis ini, akhirnya mendapat penghargaan dan

hadiah sastra. Sebuah cerpennya yang berjudul Imut dan Koran Gondrong pernah

meraih juara I Lomba menulis Cerita Pendek Islami (LMCPI) tingkat nasional yang

diadakan Majalah Anninda 1994 dan 1995. Bukunya Rembulan di Mata Ibu meraih

Adikarya IKAPI untuk kategori Buku Remaja Terbaik I tahun 2001. Selain hadiah

sastra pernah diperolehnya, Asma juga pernah mendapat penghargaan dari Adikarya

IKAPI. Penghargaan itu diraihnya tahun 2002. Berikutnya, tahun 2003, Asma Nadia

menjadi pengarang Fiksi remaja terbaik dari Mizan Award. Dua cerpennya masuk

dalam antologi kumpulan cerpen terbaik Majalah Anninda: Merajut Cahaya (Pustaka

Anninda).

Selain hadiah dan penghargaan sastra atas karya fiksinya itu, Asma Nadia

juga pernah mengikuti Pertemuan Sastrawan Nusantara XI di Brunei Darusalam,

workshop kepenulisan novel yang diadakan Majelis Sastra Asia Tenggara

(MASTERA). Dari hasil workshop kepenulisan Mastera, Asma Nadia menghasilkan

novel yang berjudul Derai Sunyi. Sebagai anggota ICMI, Asma Nadia juga pernah

diundang untuk mengisi acara workshop kepenulisan yang diadakan ICMI orsat

Cairo. Kesibukan Asma Nadia sekarang selain sebagai penulis fiksi adalah

mengkomandani Forum Lingkar Pena. Sebuah forum kepenulisan bagi penulis-

penulis muda yang anggotanya hampir ada di 25 provinsi di Indonesia. Perempuan

yang pandai mencipta lirik lagu islami sekaligus menyanyikan ini, juga sering

menjadi pemandu acara pada acara yang bernuansa keislaman. Kini, istri Isa

59

Page 60: BAB 1,2,3,4, dan 5

60

Alamsyah juga sibuk dengan pekerjaannya sebagai direktur Yayasan Prakasa Insan

Mandiri (Prima). Ia juga sibuk mengadakan berbagai paket kegiatan anak melalui

Prime Kids dan memberi kursus bahasa Inggris. Buku-buku karya sastranya berupa

cerpen, antara lain, Lentera (An-Najah, 1999), serial Aisyah Putri I sampai dengan 4

(Asy Syaamil), dua buku fabel Ola si Koala (Asy Syaamil), Titian Pelangi (Mizan),

Hari-Hari Cinta Tiara (Mizan), Kepak Sayap Patah (FBA Press), Dialog Dua Layar

(Mizan), Pelangi Menari (Asy Syaamil), Cinta Tak Pernah Menari (Gramedia

Pustaka Utama). Buku novelnya, antara lain, Serenada Biru Dinda (Asy Syaamil),

Pesantren Impian ( Asy Syaamil), Derai Sunyi (Mizan), dan Putri di Antara Peri

Cantik (Lingkar Pena Publising).

Dunia pendidikan dan anak bukanlah hal yang asing bagi Isa. Alumnus UI

jurusan Sastra Jepang, yang telah bertahun-tahun menggeluti bidang pendidikan,

dunia anak, entertainment, selain organisasi kemahasiswaan serta dunia

kewartawanan di media asing. Saat ini, Isa bekerja di TV NHK Jepang setelah

sebelumnya bekerja di koran Jepang YomiuriShimbun, Radio Belanda Nos Radio, dan

menjadi Fixer untuk majalah The Economist dan majalah Investor Jerman, Globus

Vision.

Sejak SD, Isa sudah terlibat dengan berbagai kegiatan pendidikan, kaderisasi,

dan organisasi kepemudaan, mulai dari Pramuka, PMR, PA, Marching Band, dan

berbagai kegiatan lainnya. Menjelang akhir masa SMP, Isa dipercaya untuk menjadi

salah seorang peserta International Trek Camp Palang Merah Remaja di Korea

Selatan. Kegiatan ini mulai membuka wawasannya tentang dunia pendidikan dan

60

Page 61: BAB 1,2,3,4, dan 5

61

dunia anak di negara maju dan mulai diterapkan secara lokal di berbagai organisasi

yang dia geluti.

Wawasan kependidikannya dipertajam ketika dia mulai mengambil pekerjaan

paruh waktu di dua lembaga pendidikan bertaraf internasional di Jakarta International

School dan Japan Foundation ketika masa kuliah, sekalipun tidak terlibat langsung

dengan kegiatan ajar-mengajar, yang dilihat dan dirasakan di sana cukup memberikan

wawasan baru tentang bagaimana mendidik anak dan memperlakukan anak didik.

Akhirnya, Isa mulai dapat menuangkan ide-idenya di bidang kependidikan dalam

praktik nyata ketika bekerja di Guide (Gudwah Islamic Education) dan mengajar

diberbagai lembaga pendidikan lainnya, Yayasan Lembaga SABDA (YLSA),

“Biografi Asma Nadia”, Biokristi.htm.dalam www. google.com.2008.

4.2 Sinopsis Novel Rumah Cinta Penuh Warna Karya Asma Nadia dan Isa

Hari ini saya terbangun, oleh langkah suara putri saya. Masih tampak

mengantuk, dia mendekapi secarik kertas gambar sedemikian rupa, seakan yang dia

bawa adalah sesuatu yang sangat penting dan berharga. Ada sebuah tulisan kanak-

kanak yang huruf demi huruf meloncat kian kemari. Bermain dengan Ayah, bagi

anak-anak adalah seperti menonton siaran TV yang terus berlanjut dengan program

acara yang berbeda-beda, dari permainan satu ke permainan berikutnya. Bermain

dengan Ayah bagi mereka seperti guru mengabsen siswa di sekolah, yang memanggil

nama satu persatu. Ayah memang teman bermain favorit anak-anak. Sementara

Bunda adalah teman pendamping favorit bagi anak-anak sebelum tidur.

61

Page 62: BAB 1,2,3,4, dan 5

62

Bagi orang tua, kehadiran anak kedua bisa berarti pemenuhan keinginana

mereka untuk membuat suasana rumah lebih ramai, bisa berarti adanya harapan untuk

memiliki anak lagi dengan jenis kelamin yang berbeda, bahkan bisa juga berarti

ibadah, atau berbaga kebahagiaan baru yang akan datang. Di sisi lain, bagi para

orang tua, memiliki anak kedua juga bisa berarti persiapan biaya bersalin dengan

segala kemungkinannnya, biaya tambahan untuk susu, kembali bangun tengah malam

di puncak kelelahan, dan berbagai tanggung jawab tambahan yang akan datang.

Caca menjadi pemangsa buku, dia begitu gemar membaca buku Harry Pootter

yang begitu tebal dapat Caca lahap dalam seminggu atau beberapa hari ketika usianya

baru lima tahun. Jika kehabisan buku, Caca dapat membaca ulang buku yang sudah

dibacanya. Melihat Caca menulis, awalnya sering menguji kesabaran karena Caca

yang nyaris tidak bisa diam melihat layar komputer, mengoceh sendiri, mengetik

beberapa kalimat, lalu memutar-mutar kursi. Mengetik lagi, lalu melompat dan

bernyanyi-nyanyi, mengetik lagi, memaju mundurkan kursi, mengetik lagi, dan

mencubit pipi adiknya yang menggemaskan keras-keras. Cerita-cerita di buku Caca

bukan cerita yang sangat luar biasa, tetapi bahwa ia lahir dari sudut pandang anak

usia 7 tahun, sungguh mengalirkan kejernihan. Tak ada yang lebih indah bagi

orangtua saat melihat dua anak kita bermain bersama serta saling mengisi dan

melengkapi. Apalagi jika sampai beranjak dewasa mereka masih akrab dan saling

medukung, tentu saja sangat membahagiakan.

Mendidik dan membesarkan anak bukanlah sekedar proses alami yang kita

jalani sebagaimana air mengalir tanpa konsep dan tanpa tujuan. Pendidikan harus

62

Page 63: BAB 1,2,3,4, dan 5

63

merupakan konsep dan sistem integral yang terencana, teruji, dapat dievaluasi, dan

direvisi, serta dapat memaksimalkan kemampuan dan potensi secara nyata.

Lingkungan harus diciptakan seramah mungkin, semerangsang mungkin bagi

perkembangan anak dan lingkungan serta pendidikan yang pertama kali ditemukan

oleh bayi-bayi kita adalah orangtua, keluarga, rumah, dan lingkungan sekitar. Dengan

demikian, kunci sukses pendidikan pada masa dini adalah di rumah dan kuncinya

terletak pada orangtua. Kesadaran itulah yang membuat kami selalu berusaha

menciptakan lingkungan yang ramah, hangat, aman, dan mendidik bagi anak-anak

kami.

Caca dan Adam sekalipun dididik secara sama oleh orang sama sering kali

memberikan hasil yang berbeda, bahkan terkadang seperti bumi dan langit. Dari hari

ke hari, kami melakukan perbaikan, pembenahan, evaluasi terhadap perkembangan

anak-anak kami. Berbagai trik kami coba untuk mengatasi berbagai masalah,

berbagai perbaikan kami lakukan, berbagai kekurangan kami tinggalkan, tetapi

pendidikan adalah proses yang tak akan pernah selesai. Hari-hari kami bersama anak-

anak hanyalah hari-hari biasa sebagaimana hari-hari keluarga lain. Hanya saja, kami

memperlakukannya sebagai hari yang luar biasa karena sesungguhnya demikianlah

hari-hari bersama anak kami. Memiliki anak adalah mukjizat walaupun semiliar

orang lain juga punya anak, dengan menghargai mukjizat ini, kita akan bersyukur dan

bersungguh-sungguh memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita.

63

Page 64: BAB 1,2,3,4, dan 5

64

4.3 Deskripsi Data

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kalimat atau dialog tokoh dan

antartokoh di dalam novel Rumah Cinta Penuh Warna yang mengungkapkan

psikologi perkembangan kognitif. Psikologi perkembangan kognitif yang

teridentifikasi dari kalimat atau dialog tokoh dan antartokoh dalam novel Rumah

Cinta Penuh Warna adalah sebagai berikut: (1) perkembangan kognitif sensori

motorik; (2) perkembangan kognitif praoperasional; (3) perkembangan kognitif

operasi konkret; (4) perkembangan kognitif operasi formal.

Untuk kepentingan analisis, data penelitian dituliskan disertai dengan kode.

Tujuan pengodean adalah mempermudah peneliti dalam menganalisis data yang

ditemukan. Pengodean data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Tabel

Pengodean untuk Data

No Kode Keterangan

1 D Data

2 Ka Kalimat

3 SM Sensori Motorik

4 PO Praoperasional

5 OK Operasional Konkret

6 OF Operasional Formal

64

Page 65: BAB 1,2,3,4, dan 5

65

Inventarisasi Data

No Tokoh Data Kode Data

1 Caca Saya ingat banyaknya kosakata yang bisa disusun Caca ketika usianya belum lagi satu tahun. Seterusnya, ketika anak-anak kecil lain mampu 5 kata dalam satu kalimat, Caca sudah bisa menyusun 11 kata, kosakata yang dibilang banyak orang tidak lumrah untuk anak balita.

D1-K1-SM

2 Caca Setelah secara telaten kami latih, Caca bisa membuka majalah tanpa robek pada usia yang sangat dini, kurang dari 1 tahun. Ketika anak lain membuka majalah dengan merobek-robek, Caca sudah bisa membukalembar perlembar.

D2-K2-SM

3 Caca “Kalau Bunda mau, Caca bisa kok menulis Buku Bunda. Bunda tinggal kasih tau ceritanya bagaimana, nanti Caca yang tulis.”“Tenang aja, Bunda. Caca mengerti kok dunia menulis!”

D3-K3-SM

4 Adam Suatu hari, pangeran kecil kami, Adam, berlari tergopoh-gopoh dari halaman dan menabrakku. Ia baru saja melihat sesuatu yang tak sabar ingin dibaginya kepadaku. Katanya, “Bunda bulan teltutup awan!” Aku diam. Tercengang dengan pilihan kata si bungsu yang baru dua tahun. Tiba-tiba aku merasa begitu beruntung sebab berada di sana, ketika dia bicara dan terlihat begitu dewasa.

D4-K4-SM

5 Adam Hujan makin deras. Adam yang melihat curahan air dari langit yang kian deras tiba-tiba memandangku, dengan mata bulatnya, menolehkan kejernihan anak-anak. Katanya, sekonyong-konyong “Bunda, Adam harus soleh, supaya langitnya engga nangis lagi.”

D5-K5-SM

65

Page 66: BAB 1,2,3,4, dan 5

66

Aku mendekapnya erat. Bagaimana kalimat sejernih itu lahir dari mulutnya yang kecil?

6 Caca Caca dari mana? Kenapa lama?” sambil menegakkan badan, usai mengatupkan risleting tasnya, Caca pun menjawab, tangannya menunjuk sebuah kotak di sudut restoran, “aku baru nyumbang, Bunda. Katanya untuk anak yatim!” dengan penuh ingin tahu, saya pun bertanya, “Memangnya Caca nyumbang berapa?” wajahnya biasa saja, ketika sambil berjalan Caca menjawab, “Delapan koin, Bunda. Semuanya dua ribu empat ratus rupiah!”

D6-K1-PO

7 Caca Delapan koin yang sepertinya dia rogoh dengan susah payah dari tas. Delapan koin di antara uang ribuan dan puluhan ribu dalam kotak kaca. Delapan koin yang membuat saya terenyuh, sekaligus merasa malu. Hari itu, saya belajar satu hal dari Caca.

D7-K2-PO

8 Adam “Masya Allah, banya’ amat mobilnya nih.” Atau “Masalahnya apa?” sebagai jawaban saat aku menegur kebiasaannya manjat-manjat kursi. Lalu...”Adam kan masih bayi!”

D8-K3-PO

9 Adam Kata Ayah, aku boleh main hujan!” (Tidak pernah terjadi, kecuali hujan buatan dari shower). “Kata Ayah, aku boleh naik sepeda!” (Padahal, hari mendung). “Kata Ayah, aku boleh makan eskrim kok!” (Padahal, Adam lagi batuk!).

D9-K4-PO

10 Adam Pada usianya yang 4 tahun, Adam memang sudah bisa dinasehati dan diajak diskusi. Ada kata-kata khas yang selalu dilontarkan Adam setiap kali mau membantu kakaknya, dan selalu disampaikan dengan gaya betawi yang kental.

D10-K5-PO

66

Page 67: BAB 1,2,3,4, dan 5

67

Tenang aja Ca,...

11 Caca “Kenapa orang cerai, Ca?” tanpa berpikir, dengan cepat Caca menjawab.“ Karena pertengkaran, karena kesulitan, misalnya ada bencana yang menimpa ayah, yang lain disuruh lari,biar ayahnya aja yang jadi korban. Begitu Bunda.”

D11-K1-OK

12 Caca “Bunda, Caca mungkin engga rangking satu. Gimana kalau Caca ternyata rangking dua? Gimana kalau rangking tiga?”

D12-K2-OK

13 Adam Ketika kami bilang, “Caca kalau kamu tidak makan, nanti buku Doraemonnya Bunda simpan.” Adam menyela, “ Tenang aja Ca, nanti aku cariin.”

D13-K3-OK

14 Adam Ketika kami memancing Caca, “Caca boleh dapat hadiah ini jika bisa menjawab pertanyaan Ayah Bunda. “Adam juga ikutan nimbrung, “Tenang aja Ca, nanti aku yang beliin.”

D14-K4-OK

15 Adam Ketika kami bilang “Ayo Caca cepat tidur, besok sekolah.” Dengan santai adam nyeletuk, “Tenang aja Ca nanti aku bangunin.”

D15-K5-OK

16 Caca “Bukan gitu. Tapi kan Caca malu kalau teman-teman ngledekin: Caca enggak rangking, Caca engga rangking!”

D16-K1-OF

17 Caca “Bunda, gimana kalau Caca kasih Adam uang di celengan Caca? Jadi, Adam bisa tetep merasakan ulang tahun dengan teman-teman. Kasihan kan Bunda, aku sudah sering mengundang teman, tapi Adam sekalipun belum. Plis ya Bunda?”

D17-K2-OF

18 Caca “Bunda...Bunda...” ujarnya sambil menepuk pundakku, “Kan Bunda sendiri yang pernah bilang, penampilan tidak penting, yang penting kalau Bunda mengisi seminar,

D18-K3-OF

67

Page 68: BAB 1,2,3,4, dan 5

68

Bunda ngisinya bagus.

19 Caca Kalau Bunda baca cerpen, Bunda baca cerpennya bagus. Kalau Bunda nasyid bersama Bestari, Bunda nyanyinya bagus. Pede aja lagi, Bunda!”

D19-K4-OF

20 Adam Kini, Adam Putra Firdaus menjelang 5 tahun dan menunjukan perkembangan yang baik. Frekuensi kunjungan kami ke dokter saraf anak sudah jauh berkurang. Dari dua pekan sekali, sebulan sekali, tiga bulan sekali, hingga enam bulan sekali. Terakhir, dokter malah tidak meminta kami untuk kembali. Sejauh ini pula, Adam menunjukkan kecerdasan yang alhamdulillah bahkan di atas rata-rata, dilihat dari kosakata yang dimiliki dan nalarnya.

D20-K5-OF

21 Adam “Adam, maaf ya...tadi bunda gak lewat tempat donat. Jadi, nggak beli deh. Tapi, besok, insya Allah bunda beliin!”“Gak apa kok Bunda, lagian, kapan-kapan juga masih bisa.”

D21-K6-OF

22 Adam “Aduh Adam, maaf ya... tadi bundan nggak jemput Adam pulang sekolah, soalnya ternyata banyak telepon dari kantor.”“Gak apa kok Bunda, kan udah diwakilin sama Caca.”

D22-K7-OF

23 Adam “Kali lain, ketika berjanji untuk membelikan boneka Dr. Oct, musuh Spiderman sebagai hadiah ulang tahun yang diminta Adam. Sayangnya, karena kami berangkat ke mall sehabis isya, tak banyak waktu yang kami punya, toko mainan ternyata sudah tutup.“Gak apa kok Bunda, besok kalau tokonya buka kan Bunda bisa beli.”

D23-K8-OF

68

Page 69: BAB 1,2,3,4, dan 5

69

24 Adam Duh, Adam seakan punya segudang pengertian untuk mengobati kekecewaan dirinya sendiri, juga kecewa dan perasaan bersalah Ayah atau Bundanya karena gagal menepati janji.

D24-K9-OF

4.4 Analisis Data

4.4.1 Analisis Data Tahap Periode Sensori Motorik

(1) Kode Data

D1-K1-SM

Data

Saya ingat banyaknya kosakata yang bisa disusun Caca ketika usianya belum lagi satu tahun. Seterusnya, ketika anak-anak kecil lain mampu 5 kata dalam satu kalimat, Caca sudah bisa menyusun 11 kata, kosakata yang dibilang banyak orang tidak lumrah untuk anak balita (Nadia, 2005:58).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut mencerminkan bahwa pada tahap sensori motorik awal tokoh

Caca sudah menunjukkan kemampuan kognitifnya, ia sudah dapat menyusun 11

kosakata dengan baik pada usianya yang belum satu tahun tanpa bantuan kedua orang

tua. Perkembangan bahasa yang dialami tokoh Caca dengan bekal kosakata yang

sudah semakin banyak mampu menghasilkan ucapan-ucapan yang lebih panjang dan

menunjukkan bahwa Caca sudah memiliki sejumlah bentuk gramatikal yang bagus,

termasuk etika mengungkapkan bahasanya. Perkembangan kemampuan motorik

69

Page 70: BAB 1,2,3,4, dan 5

70

berjalan pada anak yang cerdas dimulai pada usia 12 bulan kemudian perkembangan

bahasa (berbicara) anak yang cerdas dimulai pada usia 16 bulan.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat (Asrori, 2007:147) tinggi rendahnya

kemampuan kognitif individu akan mempengaruhi cepat lambatnya perkembangan bahasa

individu tersebut. Individu yang dalam kehidupan sehari-hari banyak berinteraksi dengan

lingkungan yang kaya dalam kemampuan berbahasanya, akan cenderung memiliki

kesempatan yang lebih banyak dan lebih bagus untuk mengembangkan kemampuan

bahasanya.

(2) Kode Data

D2-K2-SM

Data

Setelah secara telaten kami latih, Caca bisa membuka majalah tanpa robek pada usia yang sangat dini, kurang dari 1 tahun. Ketika anak lain membuka majalah dengan merobek-robek, Caca sudah bisa membuka lembar perlembar (Nadia, 2005:137).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh Caca mempunyai kreativitas

yang tinggi dalam menunjukkan kemampuanya membuka sebuah majalah, agar

potensi kreatif anak dapat diwujudkan diperlukan kekuatan-kekuatan pendorong dari

luar untuk memotivasi rangsangan yang ada pada anak dan begitupun berkaitan

dengan respon dari orang tua dan lingkungan sekitar.

70

Page 71: BAB 1,2,3,4, dan 5

71

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suparno (2001: 43) yang menyatakan bahwa

pada tahap ini, anak semakin sadar bahwa orang lain dan juga benda lain dapat menjadi

penyebab suatu tindakan, anak pada tahap ini juga sadar bahwa benda-benda lain pun

dapat menjadi sumber kejadian yang lain. Selain itu, Caca mengalami perkembangan

kognitif yang sangat baik relatifnya ketika usia anak-anak yang lain belum dapat melakukan

untuk membuka majalah dengan baik, di atas diperlihatkan oleh Caca bahwa ia mampu

membuka majalah setiap lembaran dengan tidak merobeknya. Perkembangan yang dialami

oleh tokoh Caca berbeda dengan perkembangan anak lainnya.

(3) Kode Data

D3-K3-SM

Data

“Kalau Bunda mau, Caca bisa kok menulis Buku Bunda. Bunda tinggal kasih tau ceritanya bagaimana, nanti Caca yang tulis.”

“Tenang aja, Bunda. Caca mengerti kok dunia menulis!” (Nadia, 2005:47).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Tokoh Caca sudah memiliki bakat yang

diturunkan dari kedua orang tuanya, orang tua Caca seorang penulis yang cukup

terkenal dalam dunia menulis begitupun Caca, ia sudah mempunyai bakat dalam

dunia menulis di saat usianya belum 5 tahun, kemampuan Caca dalam dunia menulis

mulai terlihat ketika ia sudah mempunyai karya tulis sendiri. Hal tersebut sesuai

71

Page 72: BAB 1,2,3,4, dan 5

72

dengan pendapat Tarigan (2011: 10) yang menyatakan bahwa pada tahap ini,

kepribadian seorang anak akan jelas terlihat saat ia mencoba memperoleh

kemampuan untuk mengekspresikan emosinya, mengekspresikan empatinya terhadap

orang lain.

Kepedulian yang diperlihatkan tokoh Caca di atas sangat besar terhadap bunda

padahal Caca belum mengerti benar tentang dunia menulis, tetapi sifat yang ditunjukkan

kepada bunda seperti seorang yang sudah mengerti dengan dunia menulis, kemampuan

Caca sudah terlihat dalam bidang menulis karena diusianya yang masih kecil sudah memiliki

karya sendiri.

(4) Kode Data

D4-K4-SM

Data

Suatu hari, pangeran kecil kami, Adam, berlari tergopoh-gopoh dari halaman dan menabrakku. Ia baru saja melihat sesuatu yang tak sabar ingin dibaginya kepadaku. Katanya, “Bunda bulan teltutup awan!” Aku diam. Tercengang dengan pilihan kata si bungsu yang baru dua tahun. Tiba-tiba aku merasa begitu beruntung sebab berada di sana, ketika dia bicara dan terlihat begitu dewasa (Nadia, 2005:26).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Perkembangan kognitif sensori motorik

yang di perlihatkan tokoh Adam merupakan proses psikologis yang di dalamnya

melibatkan proses memperoleh dan menggunakan pengetahuan, serta kegiatan-

72

Page 73: BAB 1,2,3,4, dan 5

73

kegiatan mental seperti megamati kejadian yang sedang berlangsung melalui interaksi

dengan lingkungan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Piaget (Suparno, 2001:42)

yang menyatakan bahwa pada tahap ini, tingkah laku anak ini menjadi inteligensi

sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang baru.

Keingintahuan akan benda-benda menjadi sangat besar, anak mulai menggunakan

gerakan-gerakan dan tindakan yang bervariasi.

Selain hal tersebut, proses perkembangan kognitif yang ditunjukkan tokoh Adam

ketika ia melihat pemandangan yang indah dan tidak sabar untuk memberitahukan kepada

bunda. Adam tidak ingin melewatkan sebuah kejadian yang dilihatnya hanya seorang diri, ia

bergegas masuk ke dalam rumah kemudian dengan cepat menggandeng tangan bunda

untuk cepat keluar menuju halaman, Adam ingin berbagi kepada bunda sebuah

pemandangan yang Adam lihat.

(5) Kode Data

D5-K5-SM

Data

Hujan makin deras. Adam yang melihat curahan air dari langit yang kian deras tiba-tiba memandangku, dengan mata bulatnya, menolehkan kejernihan anak-anak. Katanya, sekonyong-konyong “Bunda, Adam harus soleh, supaya langitnya engga nangis lagi.” Aku mendekapnya erat. Bagaimana kalimat sejernih itu lahir dari mulutnya yang kecil? (Nadia, 2005:27).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

73

Page 74: BAB 1,2,3,4, dan 5

74

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Tokoh Adam berkembang menjadi

pribadi yang kreatif, ia mengungkapkan sebuah bahasa yang berkembang didasari

oleh potensi yang ada dalam diri dan ditunjang oleh pengalaman selama berinteraksi

dengan lingkungannya, dari situlah perkembangan kemampuan berpikir anak mulai

terlihat. Lingkungan yang baik akan mempengaruhi tumbuh berkembangnya anak

menjadi pribadi yang baik namun, sebaliknya jika lingkungan anak tidak baik anak

akan mudah mempengaruhi dalam pertumbuhannya

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Piaget (Suparno, 2001: 47) yang

menyatakan bahwa pada tahap ini, secara mental seorang anak mulai dapat

menggambarkan suatu kejadian, dan dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan

gambaran tersebut. Seorang anak membentuk pengetahuannya sendiri, proses

asimilasi dan akomodasi yang terjadi pada anak dalam menghadapi lingkungannya

menunjukkan bahwa anak aktif membentuk pengetahuannya sudah sejak lahir.

psikologi perkembangan periode sensori motorik yang dialami Adam sangat luar

biasa, tidak disangka anak kecil yang belum mengerti apapun sudah berbicara seperti

orang dewasa yang dari mulutnya keluar kata-kata indah.

4.4.2 Analisis Data Tahap Periode Praoperasional

(1) Kode Data

74

Page 75: BAB 1,2,3,4, dan 5

75

D6-K1-PO

Data

Caca dari mana? Kenapa lama?” sambil menegakkan badan, usai mengatupkan risleting tasnya, Caca pun menjawab, tangannya menunjuk sebuah kotak di sudut restoran, “aku baru nyumbang, Bunda. Katanya untuk anak yatim!” dengan penuh ingin tahu, saya pun bertanya, “Memangnya Caca nyumbang berapa?” wajahnya biasa saja, ketika sambil berjalan Caca menjawab,“Delapan koin, Bunda. Semuanya dua ribu empat ratus rupiah!” (Nadia, 2005:21).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut sesuai dengan pendapat Piaget (Suparno, 2001: 55) pada

tahap ini, anak-anak lebih sosial dan menggunakan bahasa serta tanda untuk

menggambarkan sesuatu konsep. Secara jelas, penggunaan bahasa pada masa ini

menggambarkan cara berpikir simbolis. Disamping dicirikan berfikir simbolis pada

masa ini, juga dicirikan dengan pemikiran intuitif. Pemikiran simbolis, yaitu

pemikiran dengan menggunakan simbol atau tanda, berkembang sewaktu anak mulai

suka menirukan sesuatu, keaktifan anak menirukan orang tuanya akan memperlancar

pemikiran simbolisnya.

Kutipan di atas, menjelaskan bahwa tokoh Caca anak kecil yang usianya belum lima

tahun memiliki hati mulia, ia mengerti dengan adanya kotak amal yang disediakan untuk

anak-anak yatim sehingga hatinya tergerak untuk menyumbang sebagian dari uang jajannya.

Tokoh Caca memiliki psikologi perkembangan yang sangat baik sehingga ia sudah mengerti

setiap simbol-simbol yang berada di sekelilingnya.

75

Page 76: BAB 1,2,3,4, dan 5

76

(2) Kode Data

D7-K2-PO

Data

Delapan koin yang sepertinya dia rogoh dengan susah payah dari tas. Delapan koin di antara uang ribuan dan puluhan ribu dalam kotak kaca. Delapan koin yang membuat saya terenyuh, sekaligus merasa malu. Hari itu, saya belajar satu hal dari Caca (Nadia, 2005:22).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut sesuai dengan pendapat (Asrori, 2007:134) kemampuan anak

mengembangkan pemikiran logis sudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai

mangembangkan memori dan telah memiliki kemampuan untuk memikirkan masa

lalu dan masa yang akan datang, meskipun masih dalam jangka pendek selain itu,

anak memiliki kemampuan untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa penting dalam

lingkungannya.

Selain itu, tokoh Caca sangat peduli di lingkungan sekitarnya untuk saling berbagi

dan memberi, walaupun uang koin yang Caca sumbangkan untuk anak yatim tidak seberapa

tetapi Caca ikhlas memberikannya. Anak sekecil itu sudah mengerti arti berbagi dan

memberi. Ayah dan bunda Caca pun sangat bangga memiliki anak sepintar dan sebaik Caca.

Pada usianya yang masih kecil Caca sudah memiliki hati yang begitu mulia, ia seakan sudah

mengerti bahwa hidup di dunia ini tidak sendiri tetapi begitu banyak saudara-saudara kita

meskipun itu orang lain. Caca yang masih kecil tetapi sudah rela untuk berbagi kebahagiaan

76

Page 77: BAB 1,2,3,4, dan 5

77

dengan orang lain dengan cara memberikan sedekah untuk anak-anak yatim yang tidak

seberuntung dirinya.

(3) Kode Data

D8-K3-PO

Data

“Masya Allah, banya’amat mobilnya nih.” Atau “Masalahnya apa?” sebagai jawaban saat aku menegur kebiasaannya manjat-manjat kursi. Lalu...”Adam kan masih bayi!” (Nadia, 2005:55).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Tokoh Adam memiliki potensi kreatif

yang unik yang berinteraksi dengan orang lain baik tentang pengalaman ataupun

keadaan hidupnya. Lingkungan yang merupakan tempat anak berinteraksi dapat

mendukung berkembangnya kreativitas anak. Hal tersebut sesuai dengan pendapat

Nurgiyantoro (2005: 61) bahwa, di dalam diri anak terdapat hubungan yang erat

antara perkembangan pemahaman secara kognitif dan kemampuan berbahasa

sebagaimana anak mempergunakan bahasa sebagai sarana untuk mengorganisasikan

dan menerangkan dunia.

Selain hal tersebut, Adam yang belum lancar berbicara dan kata-kata yang keluar

dari mulutnya tidak begitu jelas, namun ia sudah memiliki gaya seperti orang dewasa dan

merasa takjub ketika Adam melihat kendaraan roda empat yang begitu banyak dan

77

Page 78: BAB 1,2,3,4, dan 5

78

peristiwa apapun yang dilihat Adam selalu menarik baginya. Setiap kejadian yang menarik

Adam tidak ingin melihatnya sendiri, ia selalu berbagi dengan keluarga.

(4) Kode Data

D9-K4-PO

Data

Kata Ayah, aku boleh main hujan!” (Tidak pernah terjadi, kecuali hujan buatan dari shower). “Kata Ayah, aku boleh naik sepeda!” (Padahal, hari mendung). “Kata Ayah, aku boleh makan eskrim kok!” (Padahal, Adam lagi batuk!) (Nadia, 2005:69).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Adam yang mulai berani berbohong

terhadap bunda. Bunda tidak menyangka Adam berani berbohong padahal kedua

orang tuanya tidak pernah mengajarkan anak-anaknya untuk berbohong. Adam

menunjukkan dunia bermainnya dengan melakukan semua apa yang diinginkannya

harus terpenuhi walaupun itu hal yang tidak baik, namun Adam anak yang pintar dan

baik walaupun suka menunjukkan sifat kenakalannya tapi ketika dinasehati Adam

langsung mengerti dan memiliki sifat layaknya seperti orang dewasa.

Dengan demikian tuturan di atas mengungkapkan pada tahap ini, anak berusaha

mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan masalah yang dihadapi, dengan

bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki anak berusaha berbohong kepada

orang tua untuk memecahkan masalah tersebut. Namun, pada tahap ini belum ada arah

78

Page 79: BAB 1,2,3,4, dan 5

79

yang tetap meskipun anak sudah mampu mengeksplorasi untuk memecahkan masalah yang

terjadi. Anak masih sangat membutuhkan perhatian kedua orang tua untuk mengamati

perkembangan kemampuan berpikir pada anak.

(5) Kode Data

D10-K5-PO

Data

Pada usianya yang 4 tahun, Adam memang sudah bisa dinasehati dan diajak diskusi. Ada kata-kata khas yang selalu dilontarkan Adam setiap kali mau membantu kakaknya, dan selalu disampaikan dengan gaya betawi yang kental.

Tenang aja Ca,...(Nadia, 2005:72).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Perkembangan hubungan sosial anak

semakin berkembang ketika anak mulai berhadapan dengan orang-orang di sekitarnya

yang mungkin menyetujui tetapi ada pula yang menghalangi keinginannya. Tokoh

Adam berinteraksi dengan Caca kakaknya mereka saling mempengaruhi satu sama

lain untuk menciptakan hasil yang sama dalam menentang perintah bunda. Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Piaget (Suparno, 2001:62) pada tahap ini, pemikiran

anak masih egosentris, ia belum dapat melihat pandangan orang lain. Ia percaya

bahwa setiap orang itu berpikir sama dengannya. Akibatnya adalah bahwa seorang

79

Page 80: BAB 1,2,3,4, dan 5

80

anak tidak pernah mempertanyakan pikirannya sendiri karena itu yang dianggap

paling benar.

Selain itu, kekompakkan kaka beradik Adam dan Caca terlihat dalam kata-

kata Adam yang setiap waktu dapat membantu kakaknya Caca jika ada hal yang tidak

diijinkan oleh kedua orang tuanya. Adam sangat peduli kepada Caca, rasa cinta dan

sayang yang diterapkan oleh kedua orang tua mereka berhasil, tetapi Adam tidak

hanya membela Caca dalam hal positif, ia juga membela Caca dalam hal negatif.

4.4.3 Analisis Data Tahap Periode Operasi Konkret

(1) Kode Data

D11-K1-OK

Data

“Kenapa orang cerai, Ca?” tanpa berpikir, dengan cepat Caca menjawab. “ Karena pertengkaran, karena kesulitan, misalnya ada bencana yang menimpa ayah, yang lain disuruh lari,biar ayahnya aja yang jadi korban. Begitu Bunda.” (Nadia, 2005:29).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut mecerminkan bahwa tingkah laku yang ditunjukkan Caca

memberikan pengaruh besar pada perkembangan operasional konkretnya, ia

memberikan respon dengan cepat atas pertanyaan yang diberikan kedua orang tuanya.

80

Page 81: BAB 1,2,3,4, dan 5

81

Respon atau reaksi pada saat yang tepat terhadap tingkah laku anak dapat

memberikan pengaruh yang penting terhadap rasa percaya diri anak.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Piaget (Suparno, 2001: 69) pada tahap

ini, anak telah mengembangkan sistem pemikiran logis yang dapat diterapkan dalam

memecahkan persoalan-persoalan konkret yang dihadapi. Oleh karena itu, ia tidak

mempunyai banyak kesulitan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan konservasi.

Pemikiran anak juga lebih decentering dari pada tahap sebelumnya , yaitu dapat

menganalisis masalah dari berbagai segi.

(2) Kode Data

D12-K2-OK

Data

“Bunda, Caca mungkin engga ranking satu. Gimana kalau Caca ternyata ranking dua? Gimana kalau rangking tiga?” (Nadia, 2005:42).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh caca tidak tenang atau

mengalami kecemasan yang luar biasa karena rasa takutnya jika tidak mendapatkan

ranking di kelasnya. Biasanya anak seuisa Caca tidak peduli dengan ranking di kelas

81

Page 82: BAB 1,2,3,4, dan 5

82

tetapi tokoh Caca sangat peduli dan sangat mengharapkan dapat menjadi ranking satu

karena Caca ingin memiliki prestasi yang bagus dan dapat membanggakan kedua

orang tuanya.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tarigan (2011: 51) pada tahap ini, rasa takut

adalah sejenis emosi yang terdapat dalam kehidupan nyata dan dalam buku-buku, banyak

anak-anak yang merasa takut pergi ke sekolah untuk pertama kalinya ataupun pindah ke

lingkungan tetangga baru. Anak-anak harus belajar menanggulangi serta mengendalikan

emosi mereka dan harus memiliki konsep pribadi yang positif, konsep pribadi mereka

merupakan cermin dari apa yang mereka yakini mengenai diri mereka.

(3) Kode Data

D13-K3-OK

Data

Ketika kami bilang, “Caca kalau kamu tidak makan, nanti buku Doraemonnya Bunda simpan.” Adam menyela, “Tenang aja Ca, nanti aku cariin.” (Nadia, 2005:73).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Adam akan selalu membela kakanya

dari teguran bunda karena Caca susah untuk makan, sehingga bunda dengan terpaksa

menegur Caca dengan mengancam buku doraemon kesukaannya akan disimpan.

82

Page 83: BAB 1,2,3,4, dan 5

83

Namun Adam yang belum tahu antara benar dan salah dengan besar hati membela

kakaknya seperti pahlawan yang selalu ada untuk Caca.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tarigan (2011: 50) pada tahap ini, anak-anak

menjalani berbagai tahap perkembangan pribadi atau perkembangan personalitas apabila

mereka mencoba mencapai kemampuan untuk menyatakan berbagai emosi yang berterima,

mengekspresikan empatinya kepada orang lain, serta mengembangkan berbagai perasaan

harga diri dan isi hati.

(4) Kode Data

D14-K4-OK

Data

Ketika kami memancing Caca, “Caca boleh dapat hadiah ini jika bisa menjawab pertanyaan Ayah Bunda. “Adam juga ikutan nimbrung, “Tenang aja Ca, nanti aku yang beliin.” (Nadia, 2005:73).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa perhatian Adam kepada kakaknya

melebihi perhatian kedua orang tuanya. Adam seakan-akan selalu ada dan selalu

dapat melakukan apapun yang kakaknya inginkan, sementar itu Adam yang belum

beranjak dewasa dan belum dapat mencari penghasilaan sendiri, kebutuhan Adam

masih tanggung jawab kedua orang tuanya tetapi Adam yang memiliki pemikiran

83

Page 84: BAB 1,2,3,4, dan 5

84

seperti orang dewasa yang kapan saja Caca butuh benda yang disukainya, Adam akan

selalu membantu untuk mendapatkannya.

Perhatian yang di tunjukkan Adam terhadap kakaknya merupakan dasar

berkembangnya hubungan emosional yang baik antara kakak dan adik, hubungan penuh

stimulasi dan perhatian sangat dibutuhkan bagi perkembangan anak yang sehat. Bila anak

mendapatkan stimulasi, bila ia diterima, bila ia memperoleh kehangatan, maka hal-hal ini

akan berpengaruh sangat positif bagi perkembangan anak.

(5) Kode Data

D15-K5-OK

Data

Ketika kami bilang “Ayo Caca cepat tidur, besok sekolah.” Dengan santai adam nyeletuk, “Tenang aja Ca nanti aku bangunin.” (Nadia, 2005:73).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa perhatian yang ditunjukan Adam pada

Caca seakan-akan Adam yang menjadi pahlawan untuk Caca dimanapun Caca

mendapat kesulitan Adam akan selalu ada untuk membantunya, perkembangan yang

diperlihatkan Adam sangat luar biasa dalam umurnya yang baru empat tahun sudah

mempunyai fikiran yang begitu dermawan untuk membahagiakan kakanya.

Menurut Berne Patricia dalam bukunya yang berjudul Membangun Harga

Diri Anak, dalam interaksi sosial terjadi pemenuhan kebutuhan kasih sayang dan

84

Page 85: BAB 1,2,3,4, dan 5

85

sosial pada anak. Melalui interaksi sosial, anak belajar menerima dan memberi kasih

sayang, belajar memahami orang lain dan belajar mengenal kaidah-kaidah sosial yang

digunakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan bagi keberlangsungan hidupnya.

Untuk anak yang memiliki masalah psikologis, interaksi sosial yang intimn akan

membentuk rasa aman, hangat dan kasih sayang, dimana hal tersebut dibutuhkan anak

dalam proses tumbuh kembang mereka.

4.4 Analisis Data Tahap Periode Operasi Formal

(1) Kode Data

D16-K1-OF

Data

“Bukan gitu. Tapi kan Caca malu kalau teman-teman ngledekin: Caca enggak ranking, Caca engga ranking!” (Nadia, 2005:43).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Tokoh Caca mengalami kecemasan

yang sangat emosional, ia mengalami pemahaman yang sulit dalam mengeskpresian

emosinya, dengan bimbingan bundanya perlahan atau secara lambat Caca belajar

mengendalikan emosinya. Hal itu sejalan dengan pendapat Asrori (2007:162) yang

menyatakan bahwa pada tahap ini anak telah mengembangkan sistem pemikiran logis

85

Page 86: BAB 1,2,3,4, dan 5

86

yang dapat diterapkan dalam memecahkan persoalan-persoalan konkret yang

dihadapi.

Selain hal tersebut, tokoh Caca akan merasa malu jika tidak mendapatkan ranking di

kelas, Caca malu jika teman-teman kelasnya meledek karena Caca tidak mendapatkan

ranking. Tokoh Caca ingin membuktikan kepada teman-temannya bahwa Caca layak dan

pantas untuk mendapatkan ranking di kelas, Caca tidak mau kalah bersaing untuk

mendapatkan prestasi dengan teman-teman di kelasnya. Semangat belajar Caca dalam

dunia pendidikan begitu besar, kecemasan dan rasa gundah yang dialami Caca pun begitu

besar dan ada rasa takut, malu, dan depresi yang Caca rasakan ketika akan mendapatkan

hasil akhir perjuangan selama dalam pendidikan di sekolah dasar.

(2) Kode Data

D17-K2-OF

Data

“Bunda, gimana kalau Caca kasih Adam uang di celengan Caca? Jadi, Adam bisa tetep merasakan ulang tahun dengan teman-teman. Kasihan kan Bunda, aku sudah sering mengundang teman, tapi Adam sekalipun belum. Plis ya Bunda?” (Nadia, 2005:25).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan kognitif tokoh Caca

mengalami perkembangan tahap demi tahap menuju kesempurnaannya. Secara

sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk

86

Page 87: BAB 1,2,3,4, dan 5

87

berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan

masalah dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat di luar.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Nurgiyantoro (2005: 58) pada tahap ini,

kepandaian dan perasaan rendah diri, anak berusaha mengembangkan rasa gembira

dan bangga jika dapat melakukan sesuatu atau menghasilkan dari aktivitasnya, atau

justru sikap sebaliknya jika tidak mampu anak akan merasa rendah diri.

Kutipan di atas juga memcerminkan tokoh Caca yang begitu dermawan untuk

membantu Adam supaya tetap merayakan ulang tahun adiknya dengan menyumbangkan

uang yang ada di celengan miliknya agar ulang tahun Adam tetap terlaksana, walaupun uang

celengan yang dimiliki Caca tidak seberapa, namun niat baik Caca untuk membantu Adiknya

membuat Bundanya terharu dan bangga memiliki anak seperti mereka berdua.

(3) Kode Data

D18-K3-OF

Data

“Bunda...Bunda...” ujarnya sambil menepuk pundakku, “Kan Bunda sendiri yang pernah bilang, penampilan tidak penting, yang penting kalau Bunda mengisi seminar, Bunda ngisinya bagus. Kalau Bunda baca cerpen, Bunda baca cerpennya bagus.” (Nadia, 2005:33).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Caca seorang gadis kecil yang mampu

mengajarkan bundanya untuk tampil percaya diri dalam mengisi suatu acara. Caca

87

Page 88: BAB 1,2,3,4, dan 5

88

gadis kecil yang pintar yang dapat memecahkan suatu masalah yang sedang dihadapi

bundanya, ia memberikan solusi dengan penuh percaya diri seperti seorang ibu yang

sedang mengajarkan anaknya ketika akan melakukan pentas.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Piaget (Desmita, 2007:106) anak dapat

memahami dan mengerti orang lain. Ia juga dapat bersikap bijaksana atas apa yang ia alami

dan hadapi, di sini dalam melatih kecerdasan emosional, orang tua harus menampilkan

suasana damai dengan sikap saling menghargai satu sama lain, tekun, ulet, dan banyak

memberi senyum. Selain itu, anak memperoleh kebanyakan dari responsi, perilaku, dan

keyakinan mereka dengan cara mengamati orang lain. Anak akan meniru perilaku dan

responsi lainnya dari orang tua atau lingkungan sekitar.

(4) Kode Data

D19-K4-OF

Data

Kalau Bunda nasyid bersama Bestari, Bunda nyanyinya bagus. Pede aja lagi, Bunda!” (Nadia, 2005:33).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Caca yang dengan percaya diri

menasehati bundanya untuk tidak terlalu mementingkan penampilan, tapi yang lebih

penting dilihat dari setiap kemampuan yang dimiliki. Setiap orang memiliki keahlian

yang berbeda-beda dan kita harus tahu keahlian yang kita miliki, percaya diri yang

harus kita tanamkan pada diri itu hal yang lebih penting.

88

Page 89: BAB 1,2,3,4, dan 5

89

Perkembangan kognitif operasional formal ditunjukkan tokoh Caca, ia mampu

memecahkan masalah yang dihadapi bunda. Caca berusaha mengembangkan rasa

gembira dan bangga jika dapat melakukan sesuatu atau menghasilkan sesuatu dari

aktifitasnya. Hal itu sejalan dengan pendapat Piaget (Suparno, 2001:89) unsur yang

juga penting dalam memperkembangkan pemikiran seseorang adalah latihan dan

pengalaman. Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya, serta mengambil

kesimpulan akan membantu seseorang untuk mengembangkan pemikirannya.

(5) Kode Data

D20-K5-OF

Data

Kini, Adam Putra Firdaus menjelang 5 tahun dan menunjukan perkembangan yang baik. Frekuensi kunjungan kami ke dokter saraf anak sudah jauh berkurang. Dari dua pekan sekali, sebulan sekali, tiga bulan sekali, hingga enam bulan sekali. Terakhir, dokter malah tidak meminta kami untuk kembali. Sejauh ini pula, Adam menunjukkan kecerdasan yang alhamdulillah bahkan di atas rata-rata, dilihat dari kosakata yang dimiliki dan nalarnya (Nadia, 2005:55).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa kecemasan yang dirasakan bunda dulu

ketika anak bungsunya Adam tiba-tiba mengalami sakit kejang-kejang dan ternyata

Adam mengalami pendarahan di otak. Kini Bunda sangat bersyukur ketika Adam

berusia 5 tahun dan menunjukkan perkembangan yang baik. Kecerdasan kosakata

89

Page 90: BAB 1,2,3,4, dan 5

90

yang dimiliki Adam pun melebihi rata-rata anak seusianya. Sekarang Adam tumbuh

menjadi anak yang cerdas dan pintar seperti kakanya Caca.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Piaget (Desmita, 2007:102) Perkembangan

kognitif pada anak dari masing-masing tahap merupakan hasil perbaikan dari perkembangan

tahap sebelumnya, setiap anak akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang

bersifat invarian, selalu tetap, tidak melompat atau mudur. Perubahan-perubahan kualitatif

ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya

pengorganisasian struktur berpikir.

(6) Kode Data

D21-K6-OF

Data

“Adam, maaf ya...tadi bunda gak lewat tempat donat. Jadi, nggak beli deh. Tapi, besok, insya Allah bunda beliin!”

“Gak apa kok Bunda, lagian, kapan-kapan juga masih bisa.” (Nadia, 2005:76).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh Adam yang begitu pengertian

atas kesalahan bundanya yang tidak menepati janji karena tidak melewati tempat

donat yang Adam inginkan. Adam sama sekali tidak merasa kecewa maupun sedih

dan tidak merasa kesal kepada bundanya yang sudah bersalah, biasanya anak yang

usianya belum lima tahun bila keinginannya tidak dipenuhi akan merasa kecewa dan

90

Page 91: BAB 1,2,3,4, dan 5

91

marah tetapi Adam sosok anak yang sangat sabar ketika keinginannya tidak dapat

dipenuhi.

Pada tuturan tersebut, tokoh Adam sudah memiliki kemampuan untuk berpikir

melalui urutan sebab-akibat dan mulai mengenali banyaknya cara yang dapat ditempuh

dalam menyelesaikan permasalah yang dihadapinya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat

Piaget (Desmita, 2007:107) secara umum karakteristik pemikiran anak pada tahap

operasional formal ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak,

menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.

(7) Kode Data

D22-K7-OF

Data

“Aduh Adam, maaf ya... tadi bunda nggak jemput Adam pulang sekolah, soalnya ternyata banyak telepon dari kantor.”

“Gak apa kok Bunda, kan udah diwakilin sama Caca.” (Nadia, 2005:76).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh Adam yang belum berumur lima

tahun tetapi sudah memiliki kesabaran yang luar biasa, ketika bundanya tidak dapat

menjemput ke sekolah, Adam sama sekali tidak merasa kecewa atas perlakuan

bundanya.

91

Page 92: BAB 1,2,3,4, dan 5

92

Psikologi perkembangan yang dialami Adam tidak mempengaruhi

perkembangannya ke arah yang negatif karena kedua orang tuanya selalu

mengajarkan kedua anaknya ke arah yang positif dan memiliki kesabaran yang luar

biasa. Adam tidak marah kepada bundanya yang tidak dapat menjemput Adam di

sekolahnya karena sudah ada Caca kakaknya yang menggantikan bundanya.

Dalam tuturan di atas tokoh Adam sudah dapat memahami adanya berbagai

macam aspek pada suatu persoalan yang dapat diselesaikan sekaligus, tidak lagi satu

persatu sebagaimana yang dilakukan anak-anak pada tahap operasional konkret. Di

sini terlihat bahwa perkembangan kognitif pada tahap oprasional formal mencapai

tingkatan tertinggi pada keseimbangan dalam hubungannya dengan lingkungan.

(8) Kode Data

D23-K8-OF

Data

“Kali lain, ketika berjanji untuk membelikan boneka Dr. Oct, musuh Spiderman sebagai hadiah ulang tahun yang diminta Adam. Sayangnya, karena kami berangkat ke mall sehabis isya, tak banyak waktu yang kami punya, toko mainan ternyata sudah tutup.

“Gak apa kok Bunda, besok kalau tokonya buka kan Bunda bisa beli.” (Nadia, 2005:77).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

92

Page 93: BAB 1,2,3,4, dan 5

93

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa untuk kesekian kalinya Adam di

kecewakan oleh bundanya namun Adam selalu berfikir positif dan memperlihatkan

sikap yang santai dan bijaksana kepada orang tuanya, padahal Adam selalu di

kecewakan oleh bundanya namun itu semua tidak disengaja. Adam anak yang baik

dan pintar setiap kesalahan bundanya selalu dimaafkan karena Adam mengerti kalau

bundanya tidak sengaja untuk membuatnya kecewa atau tidak menepati janjinya.

Tuturan di atas terlihat jelas bahwa tokoh Adam memiliki hati yang dermawan

dan dapat memecahkan masalah dengan baik, pada tahap ini anak seolah-olah

melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah atau rasa kecewa yang

dihadapinya dan tidak ingin memikirkannya sampai kemudian timbul inpirasi atau

gagasan untuk pemecahan masalah.

Selain itu, interaksi dengan lingkungan sudah sangat luas menjangkau banyak teman

sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang dewasa. Kondisi

seperti ini tidak jarang menimbulkan masalah dan interaksi dengan orang tua namun,

sebenarnya secara diam-diam anak juga masih mengharapkan perlindungan dari orang tua

karena belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya sendiri.

(9) Kode Data

D24-K9-OF

93

Page 94: BAB 1,2,3,4, dan 5

94

Data

Duh, Adam seakan punya segudang pengertian untuk mengobati kekecewaan dirinya sendiri, juga kecewa dan perasaan bersalah Ayah atau Bundanya karena gagal menepati janji (Nadia, 2005:77).

Data telah dicatat pada kartu data tanggal 12 Juni 2015

Analisis

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa pada tahap ini, anak sudah mampu

menyelesaikan masalah yang dihadapi, oleh sebab itu maka perkembangan kognitif

anak harus diarahkan pada tingkat perkembangan berpikir yang baik dan mampu di

pahami sesuai konsep berpikirnya yang formal dan logis begitupun peran orang tua

sangat penting untuk mengawasi tumbuh berkembangnya anak. Pemikiran

operasional formal tokoh Adam ditunjukkan pada tingkah lakunya yang sabar dan

tidak menyalahkan kedua orang tuanya ketika mereka tidak menepati janjinya pada

Adam, biasanya anak seusia Adam akan merasa sedih dan kecewa ketika janji orang

tuanya tidak ditepati, tapi tokoh Adam seakan mengerti jika orang tuanya tidak

menepati janjinya dan Adam tidak merasa kecewa terhadap mereka.

Hal itu sejalan dengan pendapat Piaget (Suparno, 2001:90) yang menyatakan

bahwa dalam tahap ini anak mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan

mulai mampu menunjukkan pemikiran, sikap, dan perilaku yang semakin dewasa,

orang tua mulai memberikan kepercayaan yang selayaknya kepada anak, interaksi

dengan orang tua pun semakin lebih bagus dan lancar. Selama tahap operasional

94

Page 95: BAB 1,2,3,4, dan 5

95

formal ini anak mulai menggunakan aturan-aturan formal dari pikiran dan logika

untuk memberikan dasar kebenaran- kebenaran setiap masalah yang dihadapi.

4.5 Kesesuaian Novel Rumah Cinta Penuh Warna sebagai Kriteria Pemilihan

Bahan Ajar di SMP

Di dalam kelas guru memegang peranan penting dalam proses pembelajaran.

oleh karena itu, menjadi tanggung jawab penuh seorang guru untuk menentukan

bahan ajar yang sesuai dengan kemampuan siswa dalam suatu tahapan tertentu.

Selanjutnya, ditinjau dari sudut pandang perencanaan pengajaran sebagai suatu sistem

adalah sebuah susunan dari sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk

menggerakan pembelajaran, pengembangan sistem pengajaran melalui proses yang

sistematik selanjutnya diimplementasikan dengan mengacu pada sistem perencanaan

itu (Majid, 2005:19).

Berkenaan dengan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa definisi di atas

memperhatikan rumusan dan tekanan yang berbeda, yang satu mencari wujud yang

akan datang serta usaha untuk mencapainya, yang lain menghilangkan kesenjangan

antara keadaan sekarang dan keadaan masa mendatang. Berdasarkan rumusan di atas,

dapat dibuat rumusan baru tentang apa itu perencanaan. Perencanaan yakni suatu cara

yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai

dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi

sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Untuk materi pembelajaran lebih terarah pada tujuan yang akan dicapai, maka

harus ditentukan pembelajaran sastra yang tepat, ada beberapa aspek yang perlu

95

Page 96: BAB 1,2,3,4, dan 5

96

dipertimbangkan, yaitu (1) aspek bahasa, (2) aspek psikologi, (3) aspek latar

kebudayaan, diantaranya:

1. Aspek Bahasa

Aspek kebahasaan dapat dilihat dari beberapa faktor cara penulisan yang

dilakukan oleh pengarang, ciri-ciri karya sastra pada waktu dilakukan penulisan, dan

kelompok pembaca, yang ingin dijangkau pengarang, sehingga siswa dapat

memahami karya sastra tersebut dari segi bahasa itu sendiri. Penyajian bahan ajar

khususnya novel Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa dapat

disesuaikan dengan bahasa yang digunakan. Bahasa yang mudah dibaca dan

dipahami akan cenderung lebih mudah dalam penyampaian isi cerita yang dibaca oleh

siswa.

2. Aspek Psikologi

Dalam memilih bahan pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan

psikologis ini perlu diperhatikan karena tahap ini sangat berpengaruh terhadap minat

dan kemampuan peserta didik dalam berbagai hal. Tahap psikolgis ini juga sangat

besar pengaruhnya terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan

bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan masalah yang

dihadapi. Aspek ini sangat memberikan pengaruh dalam jiwa siswa. Pemilihan bahan

ajar khususnya novel harus bisa memberi jalan ke siswa pada siswa supaya dapat

berperan dan aktif dalam proses pembelajaran dan dapat mendorong siswa untuk

96

Page 97: BAB 1,2,3,4, dan 5

97

memotivasi akan minatnya, mau mengerjakan tugas, mau bekerja sama, dan mampu

menghadapi berbagi masalah yang akan dihadapi.

Melalui novel Rumah Cinta Penuh Warna yang telah dianalisis memuat tema

yang sesuai dengan perkembangan psikologis siswa pada usia anak mulai dari kecil

hingga menuju pubertas dan melanjut ke tahap pendewasaan. Siswa SMP yang rata-

rata memasuki usia 14 tahun sudah memasuki tahap berfikir kritis mengenai masalah

yang diahapi. Tema tentang psikologi perkembangan kognitif anak di dalamnya

mencakup permasalahan tentang perkembangan baik itu tentang pendidikan yang

terjadi di lingkungan sekitar siswa diharapkan dapat menarik minat siswa secara

psikologi dan sangat sesuai dengan perkembangan jiwa mereka pada umumnya,

sehingga novel tersebut dapat dijadikan bahan pengajaran apresiasi novel di SMP

dengan berbagai variasi.

3. Aspek Budaya

Latar belakang karya sastra ini meliputi faktor kehidupan manusia dan

lingkungannya, seperti: geografis, sejarah, tipografi, iklim, metodologi, legenda,

pekerjaan, kepercayaan, cara berfikir, nilai-nilai masyarakat, seni, hiburan ,moral,

etika, dan sebagianya. Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya sastra dengan

latar belakang kehidupan mereka, terutama bila karya itu menghadirkan tokoh yang

mereka kenal. Berkenaan dengan hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam

pemilihan bahan ajar, guru harus pandai-pandai menyesuaikan bahan ajar tersebut

dengan kondisi siswa pada saat itu. Aspek bahasa isalnya, guru bisa memilih novel

97

Page 98: BAB 1,2,3,4, dan 5

98

yang bermanfaat yang disajikan dalam bahasa-bahasa yang ringan, bahasa yang

mudah dipahami oleh siswa. Saat pemilihan bahan ajar harus dapat memberikan

perubahan kepada siswa dalam kegiatan pembelajaran misalnya dengan novel yang

mereka gemari. Siswa dapat mengerjakan tugas dengan baik dan dapat

memperaktekan kerja sama antara siswa.

Latar belakang budaya novel Rumah Cinta Penuh Warna adalah novel yang

menceritakan latar belakang sebuah keluarga yang sangat bahagia dimana kedua

orangtua yang mendidik kedua anaknya dengan sabar dan mendidik dengan baik

sehingga kedua anaknya menjadi sangat berprestasi. Dengan demikian novel Rumah

Cinta Penuh Warna ini sesuai untuk dijadikan salah satu bahan pembelajaran

apresiasi sastra bagi siswa SMP.

4.6 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Novel Rumah Cinta Penuh Warna

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Nama Sekolah : ..............................

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas / Semester : IX/1

Standar Kompetensi : 4. Mengungkapkan informasi dalam bentuk iklan baris,

resensi, dan karangan

98

Page 99: BAB 1,2,3,4, dan 5

99

Kompetensi Dasar : 4.2. Meresensi buku novel

Alokasi waktu : 4 x 40 menit (2x pertemuan)

1. Tujuan Pembelajaran

- Pertemuan Pertama:

o Peserta didik dapat Menentukan buku novel yang akan dibaca

- Pertemuan Kedua :

o Peserta didik menjelaskan kelebihan dan kekurangan buku novel.

Karakter siswa yang diharapkan :

1. Dapat dipercaya ( Trustworthines)

2. Rasa hormat dan perhatian ( respect )

3. Tekun ( diligence )

4. Tanggung jawab ( responsibility )

2. Materi Pembelajaran

a. Buku novel yang ditentukan

b. Daftar pengalaman siswa

c. Meresensi dan menyunting

3. Metode Pembelajaran

a. Tanya jawab

b. Unjuk kerja

c. Inkuiri

99

Page 100: BAB 1,2,3,4, dan 5

100

4. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran

Pertemuan Pertama

a. Kegiatan Awal

Apersepsi :

1. Peserta didik menentukan buku novel yang akan dibaca

2. Peserta didik dan guru bertanya jawab tentang buku novel yang akan diresensi

Memotivasi :

o Mencermati dan membaca buku novel

b. Kegiatan Inti

Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

1. Mampu bercerita dengan urutan yang baik, suara, lafal, intonasi, gesture,

dan mimik yang tepat;

2. Memfasilitasi peserta didik dapat mencermati dan membaca buku novel;

3. Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media

pembelajaran, dan sumber belajar lain;

4. Memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara peserta

didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;

5. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Elaborasi

100

Page 101: BAB 1,2,3,4, dan 5

101

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

1. Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain

untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;

2. Peserta didik berdiskusi untuk menentukan kelebihan dan kekurangan buku

novel;

3. Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan

baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;

4. Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual

maupun kelompok;

5. Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan

kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

1. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,

tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik;

2. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta

didik melalui berbagai sumber;

3. Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh

pengalaman belajar yang telah dilakukan;

101

Page 102: BAB 1,2,3,4, dan 5

102

4. Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna

dalam mencapai kompetensi dasar:

a. Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab

pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan

menggunakan bahasa yang baku dan benar;

b. Membantu menyelesaikan masalah;

c. Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil

eksplorasi;

d. Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;

e. Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum

berpartisipasi aktif.

5. Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diktahui siswa;

6. Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman,

memberikan penguatan, dan penyimpulan.

c. Kegiatan Akhir

Dalam kegiatan penutup, guru:

1. Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat

rangkuman/simpulan pelajaran;

2. Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah

dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;

3. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;

102

Page 103: BAB 1,2,3,4, dan 5

103

4. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi,

program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik

tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta

didik.

Pertemuan Kedua.

a. Kegiatan Awal

Apersepsi :

1. Peserta didik dan guru bertanya jawab tentang kegiatan

mengidentifikasi buku novel

2. Peserta didik berdiskusi sesuai dengn kegiatan sebelumnya

b. Kegiatan Inti

Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

1. Mampu bercerita dengan urutan yang baik,suara,lafal, intonasi, gesture

dan mimik yang tepat;

2. Peserta didik menjelaskan kelebihan dan kekurangan buku novel yang

dibacanya;

3. Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran,

dan sumber belajar lain;

103

Page 104: BAB 1,2,3,4, dan 5

104

4. Memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik serta antara peserta

didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;

5. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan

pembelajaran.

Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

1. Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-

lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;

2. Peserta didik melanjutkan kegiatan dengan cara merangkum isi buku

novel atau membuat ikhtisar;

3. Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan

baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;

4. Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual

maupun kelompok;

5. Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan

kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.

Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

1. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,

tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik;

104

Page 105: BAB 1,2,3,4, dan 5

105

2. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta

didik melalui berbagai sumber;

3. Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh

pengalaman belajar yang telah dilakukan;

4. Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang

bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:

a. Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab

pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan

menggunakan bahasa yang baku dan benar;

b. Membantu menyelesaikan masalah;

c. Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan

hasil eksplorasi;

d. Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;

e. Memberikan motivasi kepada peserta didik

yang kurang atau belum berpartisipasi aktif;

f. Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diktahui siswa;

g. Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahan

pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan.

c. Kegiatan Akhir

Dalam kegiatan penutup, guru:

105

Page 106: BAB 1,2,3,4, dan 5

106

1. Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat

rangkuman/simpulan pelajaran;

2. Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah

dilaksanakan secara konsisten dan terprogram;

3. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;

4. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi,

program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik

tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta

didik.

5. Sumber Belajar

a. Perpustakaan sekolah

b. Buku-buku teks novel

c. Buku pelajaran bahasa Indonesia

6. Penilaian

Penilaian proses dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung

Indikator Pencapaian

Kompetensi

Penilaian

Teknik

Penilaian

Bentuk

PenilaianInstrumen

106

Page 107: BAB 1,2,3,4, dan 5

107

Mampu

mengidentifikasi

bentuk fisik dan isi

buku novel serta

menunjukkan

kelebihan serta

kekurangannya

Mampu

merangkum isi

buku novel

Penugasan

individual/ke

lompok

Proyek Bacalah buku

novel, kemudian

tentukanlah satu

buku novel untuk

diresensi!

Perhatikanlah

langkah-langkah

penulisan resensi

buku! Waktu: 2

minggu

1. Identifikasilah satu buku novel kemudian tunjukkanlah kelebihan dan kekurangan!

Kegiatan Skor

1. Peserta didik yang dapat menentukan kelebihan dan kekurangan buku 1

2. Peserta didik yang tidak dapat menentukan kelebihan dan kekurangan 0

2. Berilah tanggapan terhadap satu buku novel yang telah kamu baca dan kamu

rangkum!

Kegiatan Skor

1. Peserta didik dapat memberi tanggapan baik dan lengkap 2

2. Peserta didik dapat memberi tanggapan kurang baik dan tidak 1

107

Page 108: BAB 1,2,3,4, dan 5

108

lengkap

3. Peserta didik yang tidak dapat memberi tanggapan 0

Mengetahui,

Kepala ...............……………

(__________________________)

NIP / NIK : ..........................

…..,………………… 20

…….

Guru Mapel Bhs Indonesia.

(_______________________)

NIP / NIK : ..........................

108

Page 109: BAB 1,2,3,4, dan 5

109

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian ini, peneliti dapat

mengemukakan simpulan sebagai berikut.

1. Dari hasil identifikasi dan inventarisasi terhadap sumber data, peneliti ini

menemukan psikologi perkembangan tokoh dalam novel Rumah Cinta Penuh

Warna karya Asma Nadia dan Isa sebanyak 24 buah.

2. Ditinjau dari psikologi perkembangan kognitif yang ditemukan dalam novel

Rumah Cinta Penuh Warna karya Asma Nadia dan Isa dapat diklasifikasikan

sebagai berikut: (1) perkembangan kognitif tahap sensori motorik pada tahap

tersebut, anak akan membangun suatu pemahaman tentang dunianya sendiri

dan mengerti akan simbol-simbol yang ada di sekitarnya. Anak lebih

didasarkan pada tindakan inderawi terhadap lingkungaanya, seperti melihat,

meraba, menjamah, mendengar, membau dan lain-lain. Pada tahap ini, anak

belum dapat berbicara dengan bahasa. Tahap perkembangan awal sensori

motorik ini sangat penting, Tahap ini akan menjadi dasar perkembangan

persepsi dan inteligensi anak pada tahap-tahap berikutnya. (2) perkembangan

109

Page 110: BAB 1,2,3,4, dan 5

110

kognitif tahap praoperasional pada tahap ini, anak mulai melukiskan dunia

dengan kata-kata dan gambar kemudian anak akan berfikir simbolis, yaitu

pemikiran dengan menggunakan simbol atau tanda, berkembang sewaktu anak

mulai suka menirukan sesuatu, keaktifan anak menirukan orang tuanya akan

memperlancar pemkiran simbolisnya. (3) perkembangan kognitif tahap

operasional konkret pada tahap ini, anak mulai dapat menggambarkan secara

menyeluruh ingatan, pengalaman, dan objek yang dialami. Pada tahap

operasional konkret anak telah mengembangkan pemikiran logis yang dapat

diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi

misalnya anak mulai dapat menggambarkan situasi sekolahnya, perjalanan

dari sekolah kerumah, dan lain-lain. (4) perkembangan kognitif tahap

operasional formal pada tahap ini, logika anak mulai berkembang dan

digunakan pikirannya sudah dapat melampaui waktu dan tempat, tidak hanya

terikat pada hal yang sudah dialami, tetapi juga dapat berpikir mengenai

sesuatu yang akan datang karena dapat berpikir secara hipotesis.

5.2 Saran

Saran yang dapat dikemukakan sesuai dengan hasil analisis dan temuan

penelitian adalah sebagai berikut.

1. Bagi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia

110

Page 111: BAB 1,2,3,4, dan 5

111

Dalam melaksanakan pembelajaran bahasa dan sastra indonesia di sekolah,

khususnya yang berkaitan dengan menulis. Melalui pemanfaatan hasil analisis ini,

guru dapat lebih peka untuk memperhatikan psikologi perkembangan kognitif

para siswanya dan dapat merangsang siswa untuk memiliki prestasi yang lebih

baik.

2. Bagi peneliti lain, peneliti ini dapat dijadikan sebagai kajian relevan sekaligus

dapat dijadikan kajian pendahuluan untuk mengkaji aspek lain yang belum

diteliti oleh peneliti ini. Terdapat banyak aspek yang belum dijangkau oleh

peneliti ini, misalnya aspek perkembangan kognitif. Oleh karena itu, peneliti

ini memiliki ruang yang penting untuk dilakukan penelitian lanjutan.

111