Upload
ligapurnamasari
View
216
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) sekitar seperlima
dari penduduk dunia dari remaja berumur 10-19 tahun (Makhfudi &
Efendi 2009, h. 221). Data Demografi di Amerika Serikat menunjukkan
jumlah remaja berumur 10-19 tahun sekitar 15% populasi. Di Asia
Pasifik jumlah penduduknya merupakan 60% dari penduduk dunia,
seperlimanya adalah remaja umur 10-19 tahun (Soetjiningsih, 2004).
Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa, 26,67
persen diantaranya adalah remaja. Besarnya penduduk remaja akan
berpengaruh pada pembangunan dari aspek sosial, ekonomi maupun
demografi baik saat ini maupun di masa yang akan datang (BKKBN, 2011).
Di Indonesia, menurut Biro Pusat Statistik (2009) kelompok umur 10-19
tahun adalah sekitar 22%, yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1%
remaja perempuan. Berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes)
Republik Indonesia tahun 2006, remaja Indonesia berjumlah sekitar 43 juta
jiwa atau sekitar 20% dari jumlah penduduk. Ini sesuai dengan proporsi
remaja di dunia, dimana jumlah remaja diperkirakan 1,2 miliar atau sekitar 1/5
dari jumlah penduduk dunia.
Masa remaja merupakan masa pada fase transisisi dari kanak-kanak
menuju dewasa, dimana mereka akan berusaha menyesuaikan perannya
sebagai anak yang akan menuju dewasa. Perkembangan anak pada fase
kanak-kanak akhir merupakan fase transisi, yaitu anak mulai memasuki
usia remaja, pada usia 11 tahun sampai 18 tahun. Perkembangan yang
mencolok pada periode ini adalah kematangan identitas seksual dengan
berkembangnya organ reproduksi dan pencapaian identitas diri anak
sebagai remaja yang akan meninggalkan masa kanak-kanak dan memasuki
perkembangan sebagai orang dewasa (Supartini, 2012).
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan
hanya dalam artian psikologis, tetapi juga fisik. Bahkan perubahan-perubahan
fisik yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan
remaja. Sementara itu, perubahan-perubahan psikologis muncul antara lain
sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisik tersebut (Sarwono, 2005 ).
Diantara perubahan-perubahan fisik tersebut, yang terbesar pengaruhnya pada
perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tubuh (badan semakin
panjang dan tinggi). Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat reproduksi
(ditandai dengan menstruasi pada wanita) dan tanda-tanda seksual sekunder
(Sarwono, 2005). Perubahan-perubahan fisik tersebut menyebabkan remaja
merasa tidak nyaman, karena mereka harus menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Pertumbuhan badan yang
mencolok, misalnya pembesaran payudara yang lebih cepat daripada teman
sebaya, membuat remaja merasa tersisih dari teman-temannya. Demikian pula
dalam menghadapi haid atau menstruasi pertama, anak-anak remaja itu perlu
mengadakan penyesuaian-penyesuaian tingkah laku. Penyesuaian itu tidak
selalu dapat dilakukan remaja dengan baik, terutama jika tidak ada dukungan
dari orang tua (Sarwono, 2005). Perubahan ini bagi remaja terkadang
menimbulkan rasa cemas, takut, malu, merasa dirinya menjadi lain
dibandingkan teman sebaya yang belum mengalami hal serupa, sehingga
mereka merasa bingung, karena remaja tersebut tidak mempunyai
pengetahuan yang cukup dan tidak mendapat informasi yang memadai.
Pada awal masa remaja ditandai dengan masa pubertas (Jendela Husada,
ed.5/2013), dimana pubertas didefenisikan sebagai periode dimana seseorang
dikatakan mampu untuk bereproduksi dan ditandai dengan maturasi organ
genital, perkembangan karakteristik seks sekunder, pertumbuhan yang cepat,
perubahan psikologis, dan pada perempuan munculnya menarche (Fauziyah,
2012).
Menarche adalah istilah khusus untuk menstruasi yang terjadi
pertama kali. Secara bahasa, menarche adalah perdarahan pertama dari uterus
yang terjadi pada seorang wanita dan biasanya belum memiliki siklus yang
rutin setiap bulannya (Potter & Perry, 2005). Secara ilmiah, menarche
merupakan proses yang sama dengan menstruasi, yakni proses keluarnya
darah, lendir, dan jaringan endometrium melalui serviks hingga keluar
tubuh melewati vagina akibat ovum tidak dibuahi. Bila sudah rutin atau
dialami lebih dari sekali, istilah menarche berganti dengan menstruasi.
Siklus normal menstruasi berkisar antara 21 sampai 42 hari dengan rata-
rata 28 hari selama tahun-tahun reproduktif. Periode untuk sekali
menstruasi berlangsung selama 4-5 hari dan selama waktu tersebut 50-60
ml darah keluar (Smeltzer, Suzanne & Brenda, 2002). Selain sebagai
respon fungsional tubuh yang normal, menarche menjadi peristiwa yang
khas sebagai tanda kedewasaan, feminitas, dan maturitas seksual.
Menarche menunjukkan bekerjanya kemampuan reproduksi wanita
(Orringer & Gahagan, 2010). Menarche umumnya terjadi dua tahun
setelah pembesaran payudara (thelarche) dan empat sampai enam bulan
setelah munculnya rambut di pubis (pubarche) dan ketiak (O’Grady,
2009). Beberapa perubahan fisik yang mengawali munculnya menarche
merupakan pertanda bahwa perempuan sudah mencapai maturitas seksual
dan siap bereproduksi. Oleh karena itu, perkembangan fisik tersebut
hendaknya diiringi dengan perkembangan psikologis yang matang
sehingga anak mengerti bagaimana sebaiknya mereka mensikapi
datangnya menarche.
Beberapa penelitian lainnya Hasil dari beberapa penelitian menunjukan
bahwa kebanyakan remaja mempunyai harapan yang lebih negatif
terhadap menstruasi pertama (menarche) dan merespon menstruasi pertama
(menarche) secara negatif. Hal ini dideskripsikan oleh subjek dengan
perasaan secara negatif seperti merasa takut, terkejut, sedih, kecewa, malu
khawatir dan bingung (Aboyeji, dkk, 2005; Santrock, 2003; Yeung, Tang
& Lee, 2005).
menunjukan bahwa remaja memiliki pengetahuan yang sedikit sehingga
tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang menstruasi pertama
(menarche). Hasil penelitian menunjukan bahwa remaja sama sekali tidak
tahu proses terjadinya menstruasi, darimana darah menstruasi berasal dan
frekuensi datangnya menstruasi (Aboyeji, dkk, 2005; Muagman, 1990;
Kurniawan, 2009).
Kasus lain yang memaparkan tentang dampak negatif dari ketidaktahuan
remaja mengenai menstruasi pertama (menarche) dalam sebuah artikel, yaitu:
“S (11 tahun) ditemukan hampir pingsan di dalam kamar oleh
orangtuanya dan segera dilarikan ke rumah sakit. Berhubung perawat
terbatas dan sedang melayani pasien lainnya, maka segera dibawa
masuk ke ruang tindakan dan ditangani oleh dokter. Menurut orangtuanya,
mereka panik ketika melihat anaknya hampir pingsan dengan kondisi
berdarah-darah. Mereka semakin panik karena anaknya tidak menjawab
sewaktu ditanya apa yang terjadi. Keputusan pertama yang dipikirkan adalah
membawa segeraanaknya ke layanan kesehatan terdekat. Ternyata S
mendapatkan menstruasi pertama kalinya. Solusi sederhana yang diberikan
oleh dokter adalah memberinya pembalut, resep vitamin dan konsultasi
tentang kesehatan reproduksi terhadap remaja dan orang tuanya.” (Respati,
W. S. Problematika Remaja).
Berdasarkan kasus di atas dapat diketahui bahwa remaja belum
mendapatkan informasi benar tentang menstruasi. Remaja biasanya tidak
mengetahui tentang dasar perubahan yang terjadi pada dirinya. Oleh
karena itu, jika remaja tidak diberitahu atau tidak dipersiapkan dengan
baik tentang perubahan fisik dan psikologis yang terjadi pada masa
puber, maka pengalaman akan adanya perubahan fisik tersebut dapat
menjadi peristiwa yang traumatis. Akibatnya, remaja akan
mengembangkan sikap yang kurang baik terhadap perubahan tersebut
(Hurlock, 2004).
Menurut SDKI-R tahun 2007, pengetahuan remaja umur 15-24 tahun
tentang kesehatan reproduksi masih rendah, 21 persen remaja
perempuan tidak mengetahui sama sekali perubahan yang terjadi pada remaja
laki-laki saat pubertas. Pengetahuan remaja tentang masa subur relatif masih
rendah. Hanya 29 persen wanita dan 32 persen pria memberi jawaban yang
benar bahwa seorang perempuan mempunyai kesempatan besar menjadi hamil
pada pertengahan siklus periode haid. Usia remaja adalah masa dimana
seseorang berada pada sebuah kondisi masa peralihan antara anak-anak dan
dewasa. Perubahan yang terjadi pada usia remaja adalah perubahan
secara fisik maupun perubahan non fisik. Hasil SDKI-R tahun 2007
menunjukkan bahwa remaja perempuan yang tidak tahu tentang perubahan
fisik yang terjadi pada anak perempuan sebanyak 13,3 persen lebih tinggi
dibandingkan hasil SDKI-R tahun 2002/2003 sebesar 10,7 persen. Hampir
separuh (47,9 persen) remaja perempuan tidak mengetahui kapan seorang
perempuan memiliki hari atau masa suburnya. Sebaliknya dari hasil survei
yang sama, persentase pengetahuan responden laki-laki yang mengetahui
masa subur seorang perempuan lebih tinggi (32,3 persen) dibandingkan
dengan responden perempuan (29 persen). Secara nasional remaja yang
mengetahui masa subur dengan benar sebesar 21,6 persen (RPJMN 2010).
Hasil survei RPJMN tahun 2010 menunjukkan remaja yang terpapar
informasi PIK-Remaja (Pusat Informasi dan Konseling Remaja) mencapai 28
persen. Berarti hanya 28 dari 100 remaja yang akses dengan kegiatan yang
berkaitan dengan informasi kesehatan reproduksi (BKKBN, 2011).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di Sekolah Dasar Negeri
12 Bukik Cangang Bukittinggi, hasil wawancara peneliti dengan 10 orang
siswi didapat 70% (7 orang) dari siswi yang diwawancarai tidak tahu tentang
menstruasi dan mengatakan takut ketika ditanyakan apakah siap menghadapi
menstruasi pertama.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti bermaksud melakukan penelitian
dengan judul “Hubungan Pengetahuan Tentang Menstruasi Dengan Kesiapan
Menghadapi Menarche Pada Siswi Di Sekolah Dasar Negeri 12 Bukik Cangang
Bukittinggi Tahun 2015”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang
menstruasi dengan kesiapan menghadapi menarche pada siswi di sekolah dasar
negeri 12 bukik cangang bukittinggi tahun 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diketahuinya tingkat pengetahuan tentang menstruasi pada siswi di
sekolah dasar negeri 12 bukik cangang bukittinggi tahun 2015.
1.3.2.2 Diketahuinya tingkat kesiapan dalam menghadapi menarche siswi di
sekolah dasar negeri 12 bukik cangang bukittinggi tahun 2015.
1.3.2.3 Diketahuinya hubungan pengetahuan tentang menstruasi dengan kesiapan
menghadapi menarche pada siswi di sekolah dasar negeri 12 bukik
cangang bukittinggi tahun 2015.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Dinas Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi, bahan
referensi, bahan masukan untuk lebih meningkatkan program kegiatan yang sudah
ada, khususnya dalam hal ini meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi bagi siswinya.
1.4.2 Bagi Dinas Kesehatan
Sebagai bahan masukan, sumber informasi, bahan referensi bagi Dinas
Kesehatan untuk lebih meningkatkan, mengoptimalkan dan mengembangkan
program yang sudah ada, yaitu Program UKS (Usaha Kesehatan Sekolah)
khususnya masalah PKPR.
1.4.3 Bagi Tempat Penelitian (SDN 12 Bukik Cangang Bukittinggi)
Sebagai lembaga pendidikan, sekolah juga sangat berperan penting
dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi bagi siswa dan siswinya
selain ilmu pengetahuan formal yang memang wajib diberikan.
1.4.4 Bagi Peneliti
Sebagai wahana dalam menerapkan ilmu pengetahuan sehingga dapat
memperluas pengalaman pada bidang penelitian serta meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan.