31
BAB 2 LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien/Istri 1.Nama : Ny. M 2.Tempat/ Tanggal Lahir : Keude Matang Kuli, 21 Maret 1982 3.Usia : 38 tahun 4.Alamat : Desa Blang, Kecamatan Matang Kuli 5.Agama : Islam 6.Suku : Aceh 7.Pendidikan : S1 8.Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga 9. Tanggal Masuk :22 Juli 2015 10. Tanggal Keluar :24 Juli 2015 11. No. MR : 06 77 09 B. Identitas Suami 1. Nama : Tn. N 2. Usia : 38 tahun 3. Agama : Islam 4. Suku : Aceh

BAB 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

KK

Citation preview

BAB 2LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien/Istri1. Nama: Ny. M2. Tempat/ Tanggal Lahir: Keude Matang Kuli, 21 Maret 19823. Usia: 38 tahun4. Alamat: Desa Blang, Kecamatan Matang Kuli5. Agama: Islam6. Suku: Aceh7. Pendidikan: S18. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga9. Tanggal Masuk:22 Juli 201510. Tanggal Keluar:24 Juli 201511. No. MR: 06 77 09B. Identitas Suami1. Nama: Tn. N2. Usia: 38 tahun3. Agama: Islam4. Suku: Aceh5. Pendidikan: SMA6. Pekerjaan: Wiraswasta7. Alamat: Desa Blang, Kec. Matang Kuli

C. Anamnesis1. Keluhan Utama: perdarahan pervaginam2. Keluhan Tambahan:nyeri di perut bagian bawah, mual, muntah, pusing, dan nyeri saat miksi.3. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan perdarahan pervaginam selama 2 kali dalam 1 hari pada tanggal 22 Juli 2015, darah berupa bercak-bercak merah dengan jumlah sedikit. Pasien juga mengalami nyeri di seluruh perut bagian bawah dan nyeri saat ditekan. Pasien juga mengeluh mual dan muntah sebanyak 3 kali sejak masuk rumah sakit, pusing, dan nyeri saat miksi. 4. Riwayat Penyakit Dahulu: Menurut keterangan pasien, pasien pernah menderita asma sejak kecil.5. Riwayat Penyakit Keluarga: Ayah pasien mengalami asma dan hipertensi.6. Riwayat Kebiasaan:Pasien menyangkal memiliki riwayat kebiasaan merokok maupun kebiasaan meminum alkohol.7. Riwayat Pengobatan: konsumsi obat asma nya apa ?? (lupa tanya) -__-8. Riwayat Menstruasi:Pertama kali menstruasi dialami pasien pada usia 13 tahun, dengan lamanya 6-7 hari, dan dengan siklus haid teratur (28 hari).9. Riwayat Perkawinan: Pasien sudah menikah10. Riwayat Kehamilan dan Persalinan: HPHT tanggal 6 Juni 2015. Pasien melahirkan anak pertama pada tahun 2008, aterm, secara normal pervaginam dengan jenis kelamin laki-laki dengan berat 3500 gr ditolong oleh bidan dan bayi dalam keadaan sehat. Anak kedua pada tahun 2011, aterm, secara normal pervaginam dengan jenis kelamin laki-laki dengan berat 3500 gr ditolong oleh bidan dan bayi dalam keadaan sehat. Anak ketiga pada tahun 2013, aterm, secara normal pervaginam dengan jenis kelamin laki-laki dengan berat 4100 gr ditolong oleh bidan dan bayi dalam keadaan sehat.11. Riwayat Abortus: Pasien belum pernah mengalami abortus12. Riwayat Antenatal Care:Pasien rutin mengontrol kehamilan ke bidan desa.13. Riwayat Kontrasepsi:Pasien menggunakan KB suntik 3 bulan14. Riwayat Sosial Ekonomi: Pasien adalah wanita berusia 44 tahun dengan pendidikan terakhir S1 dan berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Penghasilan suami cukup untuk menanggung kebutuhan sehari-hari diri sendiri. Kesan status ekonomi menengah kebawah.

D. Pemeriksaan Fisik1. Status PresentKeadaan Umum: lemahKesadaran: Compos MentisTekanan Darah: 150/80 mmHgNadi: 84 kali/ menitPernafasan: 20 kali/menitSuhu: 37,5C2. Status GeneralisKulit: Sawo matang, turgor baik, ptekie (-), ikterus (-)Kepala: Normocephali, rambut hitam dan distribusi merata tidak mudah dicabutMata: Pupil isokor, reflek cahaya (+/+), sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (+/+)Hidung : Bentuk normal, simetris, sekret (-/-), deviasi septum (-), konka hiperemis (-/-)Telinga: Bentuk normal, serumen (+), sekret (-)Mulut: Dalam batas normalTenggorokan: Dalam batas normalLeher: Simetris, pembesaran kelenjar getah bening (-), massa (-)Paru-paruInspeksi: Simetris, jejas (-), retraksi (-/-)Palpasi: Fremitus taktil kanan dan kiri samaPerkusi: Sonor pada kedua lapang paruAuskultasi: Suara nafas vesikular, ronkhi (-/-), wheezing (+/+)JantungInspeksi: Iktus kordis tidak terlihatPalpasi:Iktus kordis teraba pada ICS V linea midklavikularis kiriPerkusi: Dalam batas normalAuskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)AbdomenInspeksi: Bentuk simetris,striae gravidarum (+),venetaksi (-)Palpasi: Soepel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan pada semua dinding abdomen, TFU tidak teraba.Perkusi: TimpaniAuskultasi: Bising usus normalExtremitasAtas dan bawah: Edema (-)

3. Pemeriksaan LaboratoriumTanggal 22 Juli 20151. Hemoglobin : 5,7 gr %Tanggal 24 Juli 20151. Hemoglobin: 8,9 gr %4. Diagnosis Banding1. Kehamilan Ektopik Terganggu2. Abortus Inkomplet3.

5. Penatalaksanaan1. Terapi bedah : Eksisi abses2. Medikamentosa : a. Ringer Lactat 20 gtt/ib. Cefotaxime 1 gr/ 12 jamc. Ranitidine 50 mg/ 12 jam

6. Prognosis1. Quo ad Vitam : Dubia ad bonam2. Qou ad Fungsionam : Dubia ad bonam3. Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam

7. ResumePasien wanita 44 tahun datang dengan keluhan benjolan yang terdapat di bagian atas dari kemaluannya sejak kurang lebih lima tahun yang lalu. Saat di rumah sakit pasien dalam keadaan lemah dan dari pemeriksaan fisik ditemukan terdapat massa pada bagian luar kemaluan yang berisi nanah dan berbau. Pasien mengeluhkan nyeri pada bagian kemaluannya tersebut dan demam. Pasien mengaku pernah menjalani operasi amandel sebelumnya dan tidak memiliki riwayat diabetes melitus maupun hipertensi.Keadaan umum lemah, kesadaran kompos mentis tekanan darah 150/80 mmHg, nadi 84 kali/ menit, pernafasan 20 kali/menit dan suhu 37,5C.

8.8Follow UpTanggalSOAP

12/10 2014Hari 1Nyeri pinggang (+), Demam (subfebril),BAB (+), BAK (+), Abses: gatal (+), nyeri (+) KU : LemahHR : 84x/iRR: 20x/i regulerT : 37,50CTD: 150/80 mmHgKonjungtiva anemis (-/-)

Abses vulva IVFD Ringer Lactat 20gtt/i Inj. Cefotaxime 1gr/12jam Inj. Ranitidine 50 mg/ 12jam

TanggalSOAP

13/10 2014Hari 2Nyeri pinggang (+), Demam (-),BAB (+), BAK (+), Abses: gatal (+), nyeri (+) KU : LemahHR : 84x/iRR: 20x/i regulerT : 36,70CTD: 140/80 mmHgKonjungtiva anemis (-/-)

Abses vulva IVFD Ringer Lactat 20gtt/i Inj. Cefotaxime 1gr/12jam Inj. Ranitidine 50 mg/ 12jam

TanggalSOAP

14/10 2014Hari 3Nyeri pinggang (+), Demam (-),BAB (+), BAK (+), Abses pecah: nanah seperti telur yang direbus, bau(+), gatal (+), nyeri (+) KU : LemahHR : 84x/iRR: 20x/i regulerT : 36,70CTD: 120/70 mmHgKonjungtiva anemis (-/-)

Abses vulva IVFD Ringer Lactat 20gtt/i Inj. Cefotaxime 1gr/12jam Inj. Ranitidine 50 mg/ 12jam

TanggalSOAP

15/10 2014Hari 4Nyeri pinggang (-), Demam (-),BAB (+), BAK (+), Abses: bau(+), gatal (+), nyeri (+)KU : LemahHR : 82x/iRR: 18x/i regulerT : 36,60CTD: 140/80 mmHgKonjungtiva anemis (-/-)

Abses vulva Insisi abses IVFD Ringer Lactat 20gtt/i Inj.Fosmicin1gr/12jam Inj. Ranitidine 50 mg/ 12jam Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam Inj. Kalnex 50 mg/8 jam

TanggalSOAP

16/10 2014Hari 5Nyeri pinggang (-), Demam (-),BAB (+), BAK (+), Abses post insisi: bau(-), gatal (-), nyeri (-)KU : BaikHR : 82x/iRR: 18x/i regulerT : 36,60CTD: 140/80Konjungtiva anemis (-/-)

Post incisi abses vulva IVFD Ringer Lactat 20gtt/i Inj.Fosmicin1gr/12jam Inj. Ranitidine 50 mg/ 12jam Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam Inj. Kalnex 50 mg/8 jam

TanggalSOAP

17/10 2014Hari 6Nyeri pinggang (-), Demam (-),BAB (+), BAK (+), Abses post insisi: bau(-), gatal (-), nyeri (-)KU : BaikHR : 76x/iRR: 19x/i regulerT : 36,50CTD: 110/80Konjungtiva anemis (-/-)

Post incisi abses vulva IVFD Ringer Lactat 20gtt/i Inj.Fosmicin1gr/12jam Inj. Ranitidine 50 mg/ 12jam Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam Inj. Kalnex 50 mg/8 jam

TanggalSOAP

18/10 2014Hari 7Nyeri pinggang (-), Demam (-),BAB (+), BAK (+), Abses post insisi: bau(-), gatal (-), nyeri (-)KU : BaikHR : 72x/iRR: 18x/i regulerT : 36,50CTD: 110/80Konjungtiva anemis (-/-)

Post incisi abses vulva IVFD Ringer Lactat 20gtt/i Inj.Fosmicin1gr/12jam Inj. Ranitidine 50 mg/ 12jam Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam Inj. Kalnex 50 mg/8 jam

BAB 3TINJAUAN PUSTAKA

3.1DefinisiKehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di tempat yang tidak semestinya dan bukan di dalam endometrium kavum uterus (Prawirohardjo, 2010). Istilah kehamilan ektopik lebih tepat digunakan daripada istilah kehamilan ekstrauterin, karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang terjadi di dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal seperti kehamilan yang terjadi pada pars interstitialis tuba dan serviks uteri. Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan yang berakhir dengan abortus dan ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien. Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai aterm dan merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal selama trimester pertama.

3.2Epidemiologi3.2.1Distribusi frekuensiKehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru memberikan gejala bila kehamilan tersebut terganggu, sehingga insiden kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan prevalensi KET cenderung meningkat. Dengan berkembangnya alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya. Menurut American College of Obstericians and Gynecologists (2008), 2% dari seluruh kehamilan di trimester pertama di Amerika Serikat adalah kehamilan ektopik. Jumlah ini berkontribusi sekitar 6% pada semua kematian terkait kehamilan. Riset World Health Organization (WHO) 2007 menunjukkan bahwa, KET merupakan penyebab satu dari 200 (5-6%) mortalitas maternal di negara maju. Dengan 60.000 kasus setiap tahun atau 3% dari populasi masyarakat, angka kejadian KET di Indonesia diperkirakan tidak jauh berbeda dengan negara maju, menurut WHO (portal garuda 2014). 3.2.2Determinana) Usia Umur merupakan faktor resiko yang penting terhadap terjadinya kehamilan ektopik. Sebagian besar wanita mengalami kehamilan ektopik berumur 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Menurut Linardakis (1998) 40% dari kehamilan ektopik terjadi antara umur 20-29 tahun.b) Paritas Insiden kehamilan ektopik meningkat seiring dengan pertambahan paritas. Kejadian ini lebih banyak terjadi pada multipara. Terdapat laporan yang menyebutkan kejadiannya satu dalam 2600 kehamilan. Penelitian di RSUD Arifin Achmad di Pekan Baru selama periode 1 Januari 2003-31 Desember 2005 melaporkan bahwa kehamilan ektopik terganggu terbanyak terjadi pada penderita paritas 1 (35,34 %).c) Ras/Suku Menurut Philip Kotler, banyak faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang, salah satunya adalah faktor sosial dan kebudayaan. Suku termasuk bagian dari budaya yang tentunya akan mempengaruhi perilaku dalam menggunakan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan. Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari pada wanita kulit putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis lebih banyak ditemukan pada golongan wanita kulit hitam. d) Agama Agama merupakan salah satu faktor sosio demografi yang mempengaruhi penggunaann pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kebidanan yang merupakan salah satu bentuk dari pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk menjamin agar setiap wanita hamil dan menyusui dapat memelihara kesehatannya sesempurna mungkin, dapat melahirkan bayi yang sehat tanpa gangguan apapun dan dapat merawatnya dengan baik. e) Tingkat Pendidikan Ibu dengan pendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatannya selama kehamilan bila dibanding dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penting dalam usaha menjaga kesehatan ibu, anak dan juga keluarga. Semakin tinggi pendidikan formal seorang ibu diharapkan semakin meningkat pengetahuan dan kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan dalam kehamilan dan persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur. f) Pekerjaan Derajat sosio ekonomi masyarakat akan menunjukkan tingkat kesejahteraan dan kesempatannya dalam menggunakan dan menerima pelayanan kesehatan. Jenis pekerjaan ibu maupun suaminya akan mencerminkan keadaan sosio ekonomi keluarga. Kehamilan ektopik lebih sering terjadi pada keadaan sosio ekonomi yang rendah. g) Riwayat Penyakit Terdahulu Riwayat penyakit yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik adalah infeksi, tumor yang mengganggu keutuhan saluran telur, dan keadaan infertil. h) Riwayat Kehamilan Jelek Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik adalah kehamilan ektopik, induksi abortus berulang dan mola. Sekali pasien pernah mengalami kehamilan ektopik ia mempunyai kemungkinan 10 sampai 25% untuk terjadi lagi. Hanya 60% dari wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14.6%. Sebagai konsekuensinya, beberapa pasien melaporkan kehamilan ektopik sebelumnya dan mengenal gejala-gejala sekarang yang serupa.

i) Riwayat infeksi pelvis Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik mempunyai riwayat infeksi pelvis sebelumnya. Calon ibu menderita infeksi akibat penyakit GO (gonorrhea) ataupun radang panggul. Hal inilah yang menyebabkan ibu yang menderita keputihan harus melakukan pemeriksaan untuk memastikan gejala yang di deritanya adalah tanda infeksi atau hanya keputihan yang bersifat fisiologis.j) Riwayat kontrasepsi Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), rasio kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan intrauterin adalah lebih besar daripada wanita-wanita yang tidak menggunakan metode kontrasepsi. Kejadian kehamilan ektopik pada akseptor AKDR dilaporkan 12 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pemakai kondom. Diperkirakan terjadi 2 kehamilan ektopik per 1000 akseptor AKDR setiap tahun. Akseptor pil yang berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai insiden yang tinggi terhadap kehamilan ektopik apabila terjadi kehamilan selagi menjadi akseptor yaitu 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan insidennya yang biasa. Pada pemakai pil mini 4-6% dari kehamilannya dilaporkan adalah ektopik, akan tetapi dilaporkan tidak terjadi perubahan insiden pada akseptor pil kombinasi.

k) Riwayat operasi tuba Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur sterilisasi yang gagal maupun usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin umum sebagai faktor resiko terjadinya kehamilan ektopik. l) Merokok Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan meningkatkan insiden kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan afinitas reseptor andrenergik dalam tuba.

3.3 KlasifikasiKlasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan tempat terjadinya implantasi dari kehamilan ektopik, dapat dibedakan menurut: 3.3.1. Kehamilan tuba Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopi. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba (95%). Konseptus dapat berimplantasi pada ampulla (55%), isthmus (25%), fimbrial (17%), atau pun pada interstisial (2%) dari tuba. Tuba fallopi mempunyai kemampuan untuk berkembang yang terbatas, sehingga sebagian besar akan pecah (ruptura) pada umur kehamilan 35-40 hari. Kehamilan pars interstisialis tuba terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya 1% dari semua kehamilan tuba. Ruptur pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan menyebabkan kematian. Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber perdarahan dengan melakukan irisan baji (wedge resection) pada kornu uteri dimana tuba pars interstisialis berada. 3.3.2 Kehamilan ektopik gandaKehamilan ektopik ganda ini sangat jarang tejadi. Kehamilan ektopik ini berlangsung bersamaan dengan kehamilan intrauterine, sehingga disebut kehamilan ektopik ganda (combined ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.00-40.000 persalinan. Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparatomi ditemukan uterus yang membesar sesuai dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea.3.3.3Kehamilan ovarial Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg yaitu :a. Tuba pada sis kehamilan harus normalb. Kantong janin harus berlokasi pada ovariumc. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium.d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin.Diagnosa yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture, ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang mengandung darah, villi korialis dan mungkin juga mudigah.3.3.4 Kehamilan servikalKehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran konsepsi pervaginam yang menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis.Paalman dan Mc Ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut :a. Ostium uteri intertum tertutupb. Ostium uteri eksternum terbuka sebagianc. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviksd. Peradarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyerie. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga terbentuk hour-glass uterus.3.3.5 Kehamilan ektopik kronikUmumnya terjadi setelah ruptur tuba atau abortus tuba dan selanjutnya janin dapat tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang dapat meluaskan insersinya pada jaringan sekitarnya. Bila janin cukup besar dapat terus hidup sebagai kehamilan abdominal. Kehamilan ini merupakan komplikasi obstetrik yang mempunyai morbiditas dan mortalitas janin yang tinggi dan sangat membahayakan ibu sehingga tidak bijaksana bila kita menemukan kehamilan abdominal masih berupaya untuk mempertahankan sampai genap bulan. Dianjurkan bila diagnosis kehamilan abdominal sudah tegak harus dilakukan laparotomi untuk penghentian kehamilan tersebut.

3.4Faktor RisikoTerdapat berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik, tetapi kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko. Lebih dari setengah kehamilan ektopik yang berhasil diidentifikasi ditemukan pada wanita tanpa ada faktor resiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah:1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.3. Kerusakan dari saluran tuba Faktor dalam lumen tuba: 1. Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu akibat perlekatan endosalping. 2. Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini disertai gangguan fungsi silia endosalping. 3. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit. Faktor pada dinding tuba: a) Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba. b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang dibuahi di tempat itu.Faktor di luar dinding tuba: a) Perlekatan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan telur. b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba Faktor lain : a) Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya. Hal ini dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus, pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur. b) Fertilisasi in vitro.

3.5PatogenesisPada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Karena tuba bukan merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuhan embrio atau mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami bebrapa perubahan (Prawirohardjo, 2010). Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek. Endometrium dapat pula berubah menjadi desidua. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping atau dilepaskan secara utuh. Perdarahan pervaginam yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degenerative.Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Terdapat beberapa kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu:dalam bentuk berikut ini: 1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari. 2. Abortus ke dalam lumen tuba Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba bergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis ke arah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan oleh lumen pars ampularis yang lebih luas sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi jika dibandingkan dengan bagian ismus dengan lumen sempit. Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abotus, perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sehngga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba embesar dan kebiruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.

Gambar abortus tuba3. Ruptur dinding tuba Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus, dapat terjadi kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion. Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus.