BAB 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

propolis madu

Citation preview

6

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1Hepar2.1.1Anatomi heparHepar merupakan organ pencernaan yang terletak di bagian kanan atas cavum abdomen, menempati hampir seluruh hipokondrium kanan, sebagian besar epigastrium, dan mencapai hipokondrium kiri sampai sejauh linea mamaria. Strukturnya menyatu dengan saluran bilier dan kandung empedu. Beratnya pada orang dewasa sehat berkisar antara 1400 1600 gram. Batas atas kira-kira sejajar dengan xiphosternal joint, sedikit melengkung ke atas pada setiap sisi. Bagian kiri mencapai spatium intercostalis V, 7-8 cm dari linea mediana, dan di sebelah kanan costae V, melengkung ke bawah menuju batas kanan yang memanjang dari costae VII sampai costae XI di linea midaxillaris. Batas inferior mengikuti garis yang menghubungkan ekstremitas inferior kanan dan ekstremitas superior kiri (Tellingen, 2003).Permukaan luar hepar dibungkus dengan kapsul jaringan fibrosa dan dilingkupi oleh peritoneum viseral. Secara anatomis hepar terbagi menjadi empat lobus yaitu lobus dexter, lobus sisnister, lobus quadratus dan lobus caudatus. Masing-masing lobus dibentuk oleh lobulus-lobulus yang merupakan unit fungsional dasar dari hepar. Secara keseluruhan, hepar dibentuk oleh sekitar 100.000 lobulus dengan struktur serupa dan terdiri dari hepatosit, saluran sinusoid yang dikelilingi oleh endotel vaskuler dan sel Kuffer yang merupakan bagian dari sistem retikuloendotelial (Tellingen, 2003).Hepar memiliki pola heksagonal dengan diameter 1-2 mm yang mengelilingi vena sentral. Pada tiap sudut heksagonal terdapat traktur portal yang masing-masing mengandung cabang-cabang arteri hepatika, vena porta dan duktus biliaris intrahepatik. Oleh garis khayal dari tiap sudut heksagonal sampai ke vena sentral, tiap lobulus akan terbagi menjadi enam area yang disebut asinus yang berbentuk segitiga dengan vena sentral sebagai puncak. Berdasarkan letaknya terhadap suplai darah dari arteri hepatik, maka parenkim asinus dibagi menjadi tiga zona, yaitu: zona 1 (periportal), zona 2 (midzonal) dan zona 3 (sentral). Zona 1 adalah daerah yang paling dekat dengan suplai darah dari arteri hepatika, sedangkan zona 3 adalah daerah asinus hepar yang paling dekat dengan vena sentral. Pembagian zona ini sangat berarti secara fungsional karena mempengaruhi gradien komponen di dalam darah dan hepatosit, yang meliputi kadar oksigen dan heterogenitas kadar protein di dalam hepatosit (Abbouds, 2007).Darah yang masuk ke dalam asinus hepar 60-70% mempunyai kandungan oksigen rendah yang berasal dari vena porta, sedangkan sekitar 30-40% darah yang banyak mengandung oksigen berasal dari arteri hepatika. Selama perjalanan darah dari traktus porta ke vena sentral, oksigen secara cepat dilepas untuk memenuhi kebutuhan metabolisme yang tinggi dari sel parenkim. Sehingga terdapat perbedaan kadar oksigen di zona periportal dan zona sentral. Kadar oksigen di zona periportal sekitar 9-13% sedangkan di zona sentral sekitar 4-5% (Crawford, 2005).Heterogenitas kadar protein hepatosit sepanjang periportal sampai zona sentral mempengaruhi gradien fungsi metabolisme heptosit. Zona periportal mempunyai hepatosit yang kaya mitokondria, sehingga lebih banyak terjadi kegiatan oksidasi asam lemak, glukoneogenesis, serta detoksifikasi amoniak menjadi urea. Selain itu, gradien enzim yang terlibat bioaktivasi dan detoksifikasi xenobiotik juga berbeda sepanjang asinus hepar. Gluthatione mempunyai kadar dan aktivitas yang lebih tinggi di periportal dibandingkan zona sentral, sedangkan protein sitokrom P450 (terutama isoenzim CYP2E1) terdapat dalam jumlah dan aktivitas yang lebih besar di zona sentral dibandingkan periportal. Pada keadaan toksik, penimbunan lipid dimulai dari sel-sel hepatosit di zona sental. Zona sentral juga merupakan daerah yang paling mudah terkena cedera akibat insufisiensi vaskuler sehingga terjadi nekrosis sel hepar (Mescher, 2010).2.1.2Fisiologi HeparHepar merupakan organ parenkim terbesar, selain itu juga menduduki urutan pertama dalam hal jumlah, kerumitan, dan ragam fungsi. Hepar sangat penting untuk mempertahankan fungsi hidup dan berperan dalam hampir setiap metabolisme tubuh serta bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktivitas berbeda. Hepar memiliki kapasitas cadangan yang besar dan hanya membutuhkan 10-20% jaringan yang berfungsi untuk tetap bertahan. Destruksi total atau pengangkatan hepar menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari 10 jam. Hepar mempunyai kemampuan regenerasi yang baik. Proses regenerasi akan lengkap dalam waktu 4-5 minggu (Tellingen, 2003).Fungsi hepar yang utama adalah membentuk dan menyekresikan empedu. Hepar menyekresikan 500 ml hingga 1000 ml empedu setiap hari. Hepar juga berperan penting dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Semua protein plasma (kecuali gama globulin) disintesis oleh hepar. Protein tersebut antara lain albumin, protrombin, dan faktor pembekuan lainnya. Selain itu, sebagian besar degradasi asam amino dimulai dalam hepar melalui proses deaminasi. Hepar juga mempunyai fungsi lain, yaitu sebagai tempat penimbunan vitamin, besi, tembaga, konjugasi, eksresi steroid adrenal dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh enzim hepar melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat yang dapat berbahaya dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif (Guyton & Hall, 2008).2.1.3Histologi Hepar

VSB (Wulandari, 2012) (Junqueira, 2007)Gambar 2.1Gambaran histologi sel hepar normalA: Tikus; B: Manusia; SN: Sel hepar normal dengan bentuk polihedral dengan membran sel yang jelas dan inti bulat di tengah; VS: Vena Sentralis; S: Sinusoid

Parenkim hepar dibagi menjadi unit-unit fungsional yang disebut lobulus. Tiap lobulus berdiameter 1-2 mm dan terdiri dari rangkaian lempeng-lempeng yang secara radial bermula dari tepi lobulus klasik menuju ke vena sentralis sebagi pusatnya (Daglia et al, 2000). Tebal lempeng biasanya hanya satu sel, kecuali pada tempat-tempat anastomosis dan percabangan. Hepatosit merupakan sel berbentuk polihedral, mempunyai permukaan 6 atau lebih, dengan membran sel yang jelas, inti bulat di tengah. Sel yang besar dengan inti besar atau inti 2 dapat ditemukan karena terjadi mitosis. Di dalam sitoplasmanya terdapat lisosom, peroksisom (mikrobodies), butir-butir glikogen (pengecatan khusus) serta tetes lemak (terutama setelah puasa atau makan makanan banyak lemak). Sel-sel ini merupakan 70 persen dari semua sel hati dan 90 persen dari berat hati total. Hepatosit tersusun dalam unit-unit fungsional yang disebut asinus, atau lobulus. Setiap lobulus memiliki sebuah vena sentral (vena terminalis) dan traktus portal yang terletak di perifer (Sander, 2007).Sel hepar dipisahkan dari sinusoid oleh suatu celah sempit (celah Disse) yang mengandung jaringan penyambung dan mewakili kompartment intersisial hepar yang sedikit. Celah Disse (perisinusoid) terdapat sel stellata atau sel penimbun lemak (limfosit). Sel ini diduga mampu berdiferensiasi menjadi fibroblas yang ada di dalam lobulus. Sel khusus sistem makrofag (sel Kupffer) berada di dalam sinusoid yang tersebar diantara sel-sel endotel (Chandrasoma et al., 2006).Sistem biliaris dimulai dari kanalikulus biliaris, yang merupakan saluran kecil dilapisi oleh mikrovili kompleks di sekeliling sel hepar. Kanalikulus biliaris membentuk duktulus biliaris intralobular (Kanalis Hering), yang mengalirkan empedu ke duktus biliaris di dalam traktus porta (Chandrasoma et al., 2006).Sel-sel duktus biliaris membentuk duktulus dalam traktus portal lobulus hati. Duktulus dari lobukus-lobulus yang berdekatan menyatu menjadi duktus yang berjalan menuju hilus hati, dengan ukuran dan garis tengahnya secara bertahap membesar. Duktus-duktus empedu intrahepatik besar membentuk duktus empedu ekstrahepatik yang keluar dari hati di hilus hati (porta hepatis) (Sander, 2007).Jaringan ikat portal/interlobular yang merupakan lanjutan dari kapsula, mengelilingi unit struktural utama hepar yang tersusun sebagai lobulus hepar. Lobulus hepar membentuk bagian terbesar dari substansi hepar. Lobulus hepar dipisahkan oleh jaringan pengikat dan pembuluh-pembuluh darah. Pembuluh darah terdapat pada pertemuan sudut-sudut poligonal/heksagonal yang berbentuk segitiga yang disebut sebagai area portal atau trigonum Kiernan. Pada area ini terdapat saluran-saluran, disebut daerah portal, yang terdiri dari cabang arteri hepatika, cabang vena porta, dan duktus biliaris, serta ditambah pembuluh limfe, yang berada diantara jaringan ikat interlobularis. Lobulus hepar secara makroskopis tampak sebagai silinder atau prisma yang tak teratur dengan ukuran 1 mm x 2 mm dan jumlah seluruhnya 1 juta. Pada potongan melintang tampak secara kasar mempunyai 6 sudut (heksagonal) dengan ukuran bervariasi. Pada potongan melintang, lobulus hepar terdiri dari lempengan atau deretan sel-sel parenkim hepar yang tersusun radier yang saling berhubungan dan bercabang membentuk anyaman tiga dimensi dengan pusat pembuluh kecil ditengahnya yaitu vena sentralis, dan dipisahkan oleh celah yang disebut sinusoid hepar. Daerah portal tersusun sedemikian rupa sehingga seakan-akan membatasi lobulus hepar. Daerah ini juga disebut sebagai lobulus klasik hepar. Lobulus klasik yang berbentuk prisma heksagonal merupakan unit struktural anatomis terkecil dari hepar (Eroschenko, 2010).Kerusakan hepar biasanya berhubungan dengan perdarahannya dan suatu susunan unit yang lebih kecil yaitu asinus hepar, merupakan konsep terbaru dari unit fungsional hepar terkecil. Unit ini terdiri atas sejumlah parenkim hepar yang terletak di antara 2 vena sentralis dan mempunyai cabang terminal arteria hepatika, vena porta dan sistem duktuli biliaris sebagai sumbunya. Jadi suatu asinus hepar memperoleh darah dari cabang akhir arteria hepatika dan vena porta, serta mengeluarkan hasil ekskresi eksokrin kedalam duktuli biliaris (Dhillon, 2012).2.1.4Pola Morfologi Kerusakan HeparPada kondisi normal, sitoplasma berwarna merah jambu agak basofilik dengan pengecatan Hematoxilin Eosin. Warna basofilik berasal dari ribosomal RNA (rRNA). Pada manifestasi awal kerusakan hepar, sejumlah besar rRNA berkurang sehingga warna kebiruan pada sitoplasma menjadi hilang dan sitoplasma tampak pucat (Rahn, 2001).Pembengkakan retikulum endoplasma dan mitokondria membuat gambaran bercak berawan pada sitoplasma (cloudy swelling). Gambaran mikroskopis menunjukkan sel serta organel sel membengkak dan menyebabkan peleburan kapiler pada sinusoid hepar. Hal ini merupakan bentuk dari degenerasi albuminosa/parenkimatosa yang bersifat reversibel. Bila penimbunan air dalam sel berlanjut karena jejas terhadap sel semakin berat, akan timbul vakuola-vakuola yang tampak cerah dalam sitoplasma (Crawford, 2005; Tamad, 2011). Bentuk jejas yang lebih parah dibandingkan degenerasi albuminosa ini disebut degenerasi hidropik atau degenerasi vakuoler. Apabila jejas berlanjut, maka akan terjadi kondensasi kromatin, sel mengkerut, sitoplasma tampak lebih padat dan akhirnya nekrosis (Tamad, 2011).Sel nekrotik menunjukkan warna yang lebih eosinofilik karena hilangnya warna basofilik yang dihasilkan oleh rRNA pada sitoplasma serta meningkatnya pengikatan eosin oleh protein sitoplasma yang rusak. Sel menjadi lebih mengkilap homogen dibandingkan sel normal, kemungkinan karena hilangnya partikel glikogen (Saukkonen et al., 2006). Pada inti sel, kematian sel akan memberikan gambaran sebagai:1. Piknosis, gambaran sel hepar yang intinya mengecil dan berwarna gelap2. Karioreksis, gambaran sel hepar yang intinya mengalami fragmentasi atau hancur dengan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel3. Kariolisis, gambaran sel hepar dengan kromatin basofil menjadi pucat, inti sel kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan menghilang begitu saja (Price dan Wilson, 2006).

261345(Lisdiana, 2004)Gambar 2.2Sel hepar yang mengalami nekrosis1: sel hepar normal; 2: inti sel; 3: sinusoid; 4: piknosis; 5:karioreksis; 6:kariolisis2.2Propolis2.2.1PengertianPropolis merupakan substansi/bersifat resin yang dikumpulkan oleh lebah Apis Mellifera dari pucuk daun pada berbagai jenis tanaman yang berbeda. Lebah mencampur resin tersebut dengan substansi dari polen dan jenisjenis enzim saliva aktif yang berbedabeda. Resin-resin yang diperoleh dari bermacam-macam tumbuhan ini dicampur dengan saliva dan enzim lebah sehingga berbeda dari resin asalnya. Propolis dipengaruhi oleh temperaturnya. Pada temperatur di bawah 15oC, propolis keras dan rapuh, tapi kembali lebih lengket pada temperatur yang lebih tinggi (25-45oC). Propolis umumnya meleleh pada temperatur 60-69 oC dan beberapa sampel mempunyai titik leleh di atas 100oC (Woo, 2004).Lebah memanfaatkan propolis untuk pelindung sarang dari faktor pengganggu dari luar misalnya kadal, ular atau tikus. Bangkai binatang yang terjebak ke sarang akan dilumuri oleh propolis sehingga tidak ada kuman pembusuk yang dapat bekerja. Dengan demikian propolis dapat melindungi koloni lebah dari bakteri (Hegazi, 1998).

(Finstrom and Spivak, 2010)Gambar 2.3Propolis Apis Mellifera2.2.2Kandungan propolisPropolis mengandung beberapa mineral seperti Mg, Ca, I, K, Na, Cu, Zn, Mn dan Fe dan juga beberapa vitamin seperti B1, B2, B6, C dan E, dan beberapa asam lemak. Propolis juga mengandung beberapa enzim seperti succinic dehydrogenase, glucose-6-phosphatase, adenosine triphosphatase dan acid phosphatase. Propolis mengandung banyak beta-amilase, flavon, flavonon, asam fenolik dan ester (Lotfy, 2006).Flavonoid merupakan zat yang diketahui banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan dan mempunyai efek antioksidan dalam melumpuhkan radikal bebas (Manach et al., 2004). Propolis diketahui mempunyai kandungan flavonoid yang tinggi (Bankova 2008; Kumazawa 2004). Propolis mengandung dua belas macam flavonoid yang berbeda seperti : apigenin, tt-farnesol, quercetin, pinocembrin, acacetin, chrysin, rutin, katekin, naringenin, galangin, luteolin, kaempferol, dan myricetin, dua phenolic acid, cinnamic acid dan caffeic acid (Lotfy, 2006).Flavonoid merupakan sekelompok besar antioksidan bernama polifenol yang terdiri atas antosianidin, biflavon, katekin, flavonon, flavon, flavonol. Senyawa senyawa ini adalah zat warna merah, ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuhtumbuhan (Agestiawaji dan Sugrani, 2009). Manfaat flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk mencegah kanker. Manfaat flavonoid antara lain anti inflamasi, mencegah keropos tulang, dan sebagai antibiotik (antibakteri dan antivirus) (Agestiawaji dan Sugrani, 2009).Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim. Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas antioksidannya dapat menjelaskan mengapa flavonoid merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati gangguan fungsi hati (Lotfy, 2006).Quercertin adalah salah satu zat aktif kelas flavonoid yang secara biologis amat kuat. Bila vitamin C memiliki antioksidan 1 maka quercertin memiliki aktifitas antioksidan 4,7. Quercertin adalah senyawa kelompok flavonol terbesar, quercertin dan glikosidanya berada dalam jumlah sekitar 60% -75% dari flavonoid (Agestiawaji dan Sugrani, 2009).Manfaat quercertin dipercaya dapat melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit degeneratif dengan cara mencegah terjadinya peroksidasi lemak. Quercertin memperlihatkan kemampuan mencegah proses oksidasi dari LDL kolesterol dengan cara menangkap radikal bebas dan menghelat ion logam transisi (Agestiawaji dan Sugrani, 2009).2.2.3Manfaat PropolisManusia dapat memanfaatkan propolis sebagai bahan kosmetik, teknologi pengolahan pangan, dan obat-obatan. Propolis memiliki aktifitas antibakterial dan antioksidan (Lotfy, 2006). Senyawa yang terkandung dalam propolis mampu menghambat pertumbuhan bakteri Helicobacter pylori, Campylobacter jejuni, Campylobacter coli (Koo et al., 2002). Propolis mampu menghambat pertumbuhan kelompok bakteri cocci dan bakteri gram positif, termasuk penyebab tuberculosis dan meningkatkan aktivitas sistem imun tubuh dan antiinflamasi (Lotfy, 2006). Kandungan vitamin B pada propolis meningkatkan metabolisme sel tubuh sehingga meningkatkan pembentukan sel darah merah dan hemoglobin pada anak-anak dan dewasa (Mutsaers, 2005). Propolis berpengaruh terhadap pembentukan hemoglobin dengan meningkatkan absorbsi Fe dan mempercepat perombakan hemoglobin dari eritosit yang mati. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa propolis mempunyai efek antimicrobial, antivirus, antifungus, antiinflamasi, dan antitumor (Lotfy, 2006).2.2.4Keamanan PropolisProduk yang mengandung propolis telah banyak digunakan sebagai suplemen makanan. Sering terjadi alergi pada pemakaian propolis, tetapi propolis relatif tidak beracun. Hal ini terlihat pada penelitian yang dilakukan terhadap 90 tikus dengan dosis 1400 mg/kg berat badan/hari. Penelitian toksisitas subkronik ekstrak propolis yang diberikan secara oral menunjukkan bahwa tidak ada perilaku dan toksisitas klinis signifikan yang terlihat pada tikus jantan. Propolis jarang menimbulkan efek sistemik. Namun, propolis merupakan sensitizer yang potensial sehingga tidak seharusnya digunakan pada pasien dengan predisposisi alergi terutama alergi terhadap serbuk sari (Guo et al., 2011). Penelitian di Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada, membuktikan bahwa propolis sangat aman dikonsumsi. Uji toksisitas dilakukan untuk menentukan toksisitas propolis yang dikonsumsi berulang dalam waktu sampai tiga bulan. Dalam uji praklinis, LD50 propolis mencapai lebih dari 10.000 mg. LD50 adalah lethal dosage, yaitu dosis yang mematikan separuh hewan percobaan. Jika dikonversi, maka 7 ons sekali konsumsi untuk manusia dengan berat badan 70 kg. Sedangkan, dosis konsumsi propolis di masyarakat sangat rendah, hanya 1-2 tetes dalam segelas air minum. Efek konsumsi propolis jangka panjang tidak menimbulkan kerusakan pada darah, organ hati, dan ginjal (Sarto dan Saragih, 2009). Penentuan toksisitas subkronik dilakukan dengan menggunakan 21 ekor mencit jantan yang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol tanpa perlakuan, dua kelompok yang lain diperlakukan dengan dosis propolis 5.000 mg/kgbb dan 10.000 mg/kgbb setiap hari selama 30 hari. Hasil analisis menunjukkan tidak menimbulkan kematian mencit, tidak mempengaruhi berat badan, tidak mengganggu jumlah sel-sel darah dan kadar hemoglobin, tidak mengganggu fungsi hati dan ginjal, tidak mempengaruhi kualitas sel-sel hati, ginjal dan lambung (Sarto dan Saragih, 2009).2.3Madu2.3.1Definisi MaduMadu merupakan cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi serangga. Madu mempunyai nama latin Mel depuratum. Madu asli biasanya merupakan eksudat gula atau sari bunga yang dikumpulkan, diubah, dan diikat dengan senyawasenyawa tertentu oleh lebah, terutama Apis mellifera. Kualitas madunya sendiri ditentukan oleh kualitas tanah tempat sumber nektar tumbuh, sumber nektar, cuaca, derajat pemasakan, dan cara ekstraksi (Suranto, 2004).

(Data primer, 2014)Gambar 2.4 MaduSebagai produk organik yang dihasilkan lebah, madu telah digunakan sejak zaman purba sebagai bahan pemanis. Orang-orang Mesir, Yunani, dan Romawi kuno menggunakan madu untuk kue, minuman dan bumbu daging (Sarwono, 2001; Suranto, 2004). Selain itu, madu juga telah digunakan oleh masyarakat Mesir kuno untuk mengobati luka bakar, merangsang pengeluarkan kemih, sakit perut, mengatasi kram otot, mengobati sesak nafas, demam dan digunakan untuk mengawetkan mumi. Madu secara topikal juga telah terbukti untuk mencegah kerusakan kornea (The National Honey Board, 2002).Beberapa tahun terakhir, penelitian tentang madu mulai berkembang. Menurut Fattah (2005) dikutip dari berberapa jurnal, dia mengatakan bahwa madu dapat digunakan sebagai anti infeksi, menyembuhkan luka bakar, menjaga kesehatan mulut, serta dapat sebagai obat radang perut maupun kolitis. Selain itu madu juga dapat menghilangkan rasa letih, lelah, lesu, dapat menurunkan tekanan darah tinggi dan sebagai obat demam, flu, masuk angin, campak, tukak lambung maupun TBC. Lebih spesifik lagi, madu dapat digunakan untuk mengatasi gangguan hati (Moruk et al., 2006). Hal ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Erguder (2008) dan Kilicoglu (2008), dimana madu dapat mengurangi kerusakan hepar akibat obstruksi duktus biliaris komunis dan akibat kista yang ditimbulkan oleh cacing hati.Sebagai produk alami, komposisi madu sangat bervariasi. Madu sebagai obat dengan berjuta khasiat sudah dikenal sejak zaman dahulu, bahkan Al-Quran pun menjelaskan manfaat lebah dan produknya sebgai penyembuh berbagai macam penyakit. 2.3.2Kandungan MaduMadu memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap. Madu mengandung berbagai jenis gula, yaitu monosakarida, disakarida dan trisakarida. Monosakarida terdiri atas glukosa dan fruktosa sekitar 70%, disakarida yaitu maltose sekitar 7% dan sukrosa antara 1-3%, sedangkan trisakarida antara 1-5%. Dalam madu juga terdapat banyak kandungan asam amino, vitamin, mineral, asam, enzim serta serat. Asam amino yang terdapat dalam madu berjumlah 18 jenis. Vitamin dalam madu berupa thiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat, folat, vitamin B6, B12, C, A, D, E dan vitamin K. Enzim yang terkandung dalam madu antara lain enzim invertase, amylase atau diastase, glukosa oksidase, katalase, dan asam fosfatase. Madu mengandung sekitar 15 jenis asam sehingga pH madu sekitar 3,9 (Tirtawinata, 2006).Kandungan mineral dalam madu yang telah diketahui antara lain Sulfur (S), Kalsium (Ca), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), Besi (Fe), Fosfor (P), Kalium (K), Klor (Cl), Magnesium (Mg), Iodium (I), Seng (Zn), Silikon (Si), Natrium (Na), Molibdenum (Mo), dan Alumunium (Al). Masing-masing mineral ini memiliki manfaat, diantaranya adalah Mangan yang berfungsi sebagai antioksidan dan berpengaruh dalam pengontrolan gula darah serta mengatur hormon steroid. Magnesium berperan penting dalam mengaktifkan fungsi replikasi sel, protein, dan energi. Iodium berguna bagi pertumbuhan. Besi (Fe) dapat membantu proses pembentukan sel darah merah. Magnesium, Fosfor, dan Belerang berkaitan dengan metabolisme tubuh. Sedangkan Molibdenum berguna dalam pencegahan anemia dan sebagai penawar racun (Saptorini, 2003).Penelitian Kilicoglu (2008) membuktikan efek antimikroba dari madu, hal ini berkaitan dengan osmolaritas madu, keasaman, kandungan flavonoid maupun hidrogen peroksida. Madu menunjukkan efek proteksi terhadap mekanisme toksisitas pada sirkulasi dan hati yang disebabkan oleh ikterus obstruktif. Madu berperan sebagai antioksidan sehingga dapat mencegah kerusakan hepar. Manifestasinya adalah terjadi peningkatan nitrit oxide (NO) di jaringan hati, nitrit oxide ini berfungsi dalam mengeliminasi radikal bebas sehingga kerusakan hepar dapat dicegah (Erguder et al., 2008).Madu mengandung zat-zat aktif yang berperan melindungi hepar dari kerusakan baik melalui peningkatan glutation maupun sebagai antioksidan. Madu memiliki efek antioksidan karena terkandung vitamin C, vitamin E, flavonoid, mangan, betakaroten, dan masih banyak zat aktif lain yang mampu melindungi hepar (Erguder et al., 2008; Al Waili, 2003).2.4Karbon Tetraklorida2.4.1Definisi dan Penggunaan Karbon TetrakloridaCCl4 merupakan cairan jernih yang mudah menguap. Di lingkungan banyak ditemukan dalam bentuk gas, tidak mudah terbakar dan berbau amis. CCl4 tidak terbentuk secara alami tetapi diproduksi dalam jumlah besar untuk membuat cairan pendingin dan pendorong tabung aerosol. Karena pengaruhnya pada lapisan ozon, maka produksi CCl4 menurun. Pada tahun 1960-an CCl4 digunakan secara luas sebagai cairan pembersih dalam industri dan juga digunakan sebgai dry cleaning. Sedangkan dalam rumah tangga digunakan sebagai penghilang noda, fumigasi dan pembunuh serangga. Penggunaan sebagai pestisida dihentikan pada tahun 1986. CCl4 dalam jumlah kecil ditemukan di udara, air dan tanah (Panjaitan et al., 2007).CCl4 sering digunakan pada hewan coba untuk menginduksi proses peradangan hati karena gambaran hepatologi yang ditimbulkan mirip dengan penyakit hepatitis virus pada manusia. Induksi CCl4 dapat memberikan efek toksik langsung pada hewan coba dan menyebabkan nekrosis, sirosis dan karsinoma pada hati. Sehingga dengan penginduksian CCl4 pada hewan coba dapat memberikan gambaran yang baik untuk radikal bebas (Panjaitan et al., 2007).2.4.2Mekanisme Toksisitas Karbon TetrakloridaHepar merupakan organ yang sensitif terhadap karbon tertraklorida, karena mengandung banyak enzim yang dapat merubah bentuk senyawa kimia (United States. Department of Health and Human Services, 2005). Mekanisme toksisitas CCl4 sebagai sumber radikal bebas berawal dari konversi molekul menjadi radikal bebas triklorometil (CCl3-) dalam endoplasmik retikulum hepar oleh sitokrom P450 2E1 (CYP2E1). Kemudian, triklorometil dengan oksigen akan membentuk radikal triklorometilperoxida (CCl3O2-) yang dapat menyerang lipid membran endoplasmik retikulum dengan kecepatan yang melebihi radikal bebas triklorometil. Hal ini menyebabkan peroksidasi lipid dengan kerusakan cepat pada retikulum endoplasma, hilangnya homeostasis Ca2+ dan kematian sel (Panjaitan et al., 2007). Kerusakan pada retikulum endoplasma menyebabkan hilangnya aktivasi enzim metabolik dan aktivasi glukosa-6-fosfat serta penurunan sintesis protein (Alagammal et al., 2013). Dalam waktu 2 jam, terjadi pembengkakan smooth endoplasmic reticulum (SER) dan disosiasi ribosom dari rough endoplasmic reticulum (RER). Selanjutnya, terjadi pengurangan ekspor lipid dari hepatosit, karena ketidakmampuannya menyintesis apoprotein menjadi ikatan kompleks dengan trigliserida. Akibatnya terjadi perlemakan hepar. Kondisi itu diikuti dengan cedera pada mitokondria, dan penurunan cadangan ATP yang menyebabkan gangguan transport ion dan pembengkakan sel yang progresif (Crawford, 2005).Kerusakan pada mitokondria diikuti oleh pembengkakan progresif sel-sel hepar karena peningkatan permeabilitas selaput plasma. Pembengkatan sel-sel hepar dapat mendesak dan membendung saluran kanalikuli (Crawford, 2005). CCl4 mempengaruhi homeostasis Ca2+ melalui 2 cara, yang pertama mendorong influks kalsium ke dalam sitoplasma dengan merusak membran plasma melalui lipid peroksidasi dan membuka membran kanal Ca2+. Kedua, menghambat transport aktif ion kalsium keluar dari sitoplasma (Zowail et al., 2012). Ca2+ dapat menyebabkan kematian sel akibat rangsangan yang terus-menerus terhadap enzim-enzim sel, seperti phospholipase (penyebab kerusakan membran), protease, ATPase, dan endonuclease (Crawford, 2005). Hal ini menimbulkan cedera hepar yang ireversibel (Zowail et al., 2012). CCl4 juga menyebabkan aktivasi sel Kupffer yang terjadi 8 jam setelah paparan CCl4. Kemudian diikuti dengan pelepasan mediator proinflamasi seperti tumor necrosis factor- (TNF- ), transforming factor- (TGF- ), interleukin-1 (IL-1), dan IL-6. Sitokin-sitokin tersebut akan mengaktivasi NF-k dan COX-2 sehingga menyebabkan nekrosis sel hepar (Zowail et al., 2012).5