16
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis serta demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan faktor alam, non alam, ulah tangan manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda serta dampak psycologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional. Triage berasal dari bahasa prancis trier bahasa inggris triage dan diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat. Tujuan dari triase dimanapun dilakukan, bukan saja supaya bertindak dengan cepat dan waktu yang tepat tetapi juga melakukan yang terbaik untuk pasien. Dimana triage dilakukan berdasarkan pada ABCDE, beratnya cedera, jumlah pasien yang datang, sarana kesehatan yang tersdia serta kemungkinan hidup pasien. Triage adalah hal yang paling dasar yang seharusnya dimiliki anggota tim penanganan bencana. Triage merupakan suatu teknik penilaian dan mengklasifikasikan tingkat kegawatan

BAB 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fk

Citation preview

Page 1: BAB 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis

serta demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik yang disebabkan faktor alam,

non alam, ulah tangan manusia yang menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda serta dampak psycologis yang dalam keadaan

tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

Triage berasal dari bahasa prancis trier bahasa inggris triage dan diturunkan dalam

bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah pasien berdasar

beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat. Tujuan dari

triase dimanapun dilakukan, bukan saja supaya bertindak dengan cepat dan waktu yang tepat

tetapi juga melakukan yang terbaik untuk pasien. Dimana triage dilakukan berdasarkan pada

ABCDE, beratnya cedera, jumlah pasien yang datang, sarana kesehatan yang tersdia serta

kemungkinan hidup pasien.

Triage adalah hal yang paling dasar yang seharusnya dimiliki anggota tim penanganan

bencana. Triage merupakan suatu teknik penilaian dan mengklasifikasikan tingkat kegawatan

korban bencana. Triage dibagi menjadi dua, yaitu Triage lapangan dan Triage dalam Rumah

Sakit (RS). Untuk triage dalam Rumah Sakit biasanya dilakukan oleh perawat atau dokter

instalasi gawat darurat dan mengenai triage lapangan, harusnya seorang first responder (yang

pertama kali menangani bencana) menguasai triage. Pentingnya triage untuk memilih siapa

yang harus ditangani lebih awal dan siapa yang terakhir.

Ini menjadi kunci utama supaya penanganan bencana mampu menyelamatkan jiwa

sebanyak-banyaknya. Dalam konsep sebagai penolong, bahwa semua korban bencana

pastinya tak akan bisa kita selamatkan, pasti ada yang tidak bisa tertolong karena tingkat

keparahannya, namun tim penolong perlu menolong yang bisa di tolong dengan segera

sehingga mampu menyelamatkan yang survive. Saat tim penolong terlalu sibuk dengan orang

yang prediksi (prognosis) kehidupannya kecil, maka bisa jadi orang dengan prognosis

kehidupan yang lebih besar akan mengarah ke kematian. Bila Triage ini dikuasai oleh orang

Page 2: BAB 2

awam, polisi, pemadam kebakaran, petugas kesehatan daerah, puskesmas maka besar

kemungkinan banyak korban mampu untuk diselamatkan. Tidak perlu lagi para petugas

kesehatan di rumah sakit menghabiskan waktunya untuk menampung korban yang telah

meninggal akibat ikut terbawa dalam rombongan korban bencana.

1.2 Tujuan

Mengetahui cara penanganan dan penggolongan korban gawat darurat berdasarkan triage.

1.3 Manfaat

Meminimalisir kematian dan kecacatan pada korban gawat darurat.

Page 3: BAB 2

BAB II

ISI

2.1 Pembahasan

2.1.1 Gawat Darurat

Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mana penderita memerlukan pemeriksaan medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi penderita.1Gawat darurat juga dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan atau pertolongan segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat, dan cepat. 2Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan mati atau cacat.1

Penyebab kegawatan adalah segala sesutau bisa berupa penyakit maupun trauma yang menyebabkan ancaman terhadap fungsi-fungsi vital tubuh anta lain;

1. Jalan nafas dan fungsi nafas2. Fungsi sirkulasi3. Fungsi otak1

2.1.2 Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu(SPGDT)

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu atau SPGDT adalah sistem penanggulangan pasien gawat darurat yang terdiri dari unsur pra RS, RS dan antar RS. Berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is lifeand limb saving, yang melibatkan masyarakat awam umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan komunikasi.3

SPGDT diperlukan untuk mengurangi dan menyelamatkan korban bencana, cara penanganan yang jelas, yaitu efektif, efisien, dan terstruktur untuk mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kesiap-siagaan dan penanggulangan bencana.4

Tujun dari SPGDT yaitu berdialog untuk menyamakan persepsi untuk mengembangkan atau kala usudahada memperkuat.Minimal SPGDT-S dan BOptimal Satlak PBP, Satkorlak PBP.3

2.1.3 Safe Community (SC)4

Page 4: BAB 2

Safe community atau SC adalah keadaan sehat dan aman yang tercipta dari, oleh dan untuk masyarakat. Pemerintah dan teknorat merupakan fasiltator dan pembina.

Gerakan safe community adalah gerakan agar tercipta masyarakat yang merasa hidup sehat, aman, dan sejahtera dimanapun mereka berada yang melibatkan peran aktif himpunan profesi maupun masyarakat, misalnya : public safety center (PSC), Poskesdes, dll.

Aspek SC, yaitu ;1. Care, kerja sama lintas sektoral termasuk non kesehatan dalam menata

perilaku dan lingkungkungan utnuk mempersiapkan, mencegah dan melakukan mitigasi dalam menghadapi hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan.

2. Cure, peran utama sektor kesehatan dibantu sektor terkait dalam penangan keadaan dan kasus-kasus gawat darurat.Nilai dasar SC, yaitu ;

1. Care: pencegahan, penyiagaan, dan mitigasi2. Equity: adanya kebersamaan dari institus pemerintahan, kelompok/organisasi

profesi dan masyarakat.3. Partnership: menggalang kerja sama lintas sektor dan masyarakat untuk

mencapai tujuan4. Net working: membangun jaring kerja sama dalam suatu sistem dengan

melibatkan seluruh potensi yang terlibat dalam gerakat SC5. Sharing: memiliki rasa saling membutuhkan dan kebersamaan dalam

memecahkan segala permasalahan dalam gerakan SC.

Tujuan usaha SC adalah partisipasi masyarakat menata perilaku, SPGDT yang dapat diterapkan, membangun respons masyarakat melalui pusat pelayanan terpadu dan potensi penyiagaan fasilitas, mempercepat response time untuk menghindari kematian dan kecacatan.

Delapan langkahdalambidangpelayanan yang harus dilakukan untuk mencapai Safe Community yaitu dimulai dengan SPGDT - S dan SPGDT – B sampai dengan Disaster Preparedness, yaitu ; Memahami SPGDT-S, Memahami SPGDT-B, Memahami penanggulangan pengungsi, penanggulangan kedaruratan kompleks, Memahami pentingnya Satlak PBP, Memahami disaster cycle (WHO), Memahami Hazard Vulnerability analysis, dan Memahami Langkah-2 Preparedness.

Hakekat SPGDT adalah Rantai Bantuan Hidup (Life Support Chain), kekuatan rantai ditentukan oleh mata rantai yang paling lemah, pembinaan SPGDT harus dilakukan menyeluruh.Hakekat SPGDT-S adalah sistem yang didesign berdasarkan SISKENAS untuk member pertolongan yang tepat - cermat – cepat pada penderita gadar untuk mencegah kematian dan kecacatan.

Komponen Utama SPGDT-S adalah :

Page 5: BAB 2

1. SDM Terlatih.2. Sistem Komunikasi dan Bidan di Desa sampai RS kelas A / B.3. Sistem Transportasi (Ambulans).4. Sistem Pendanaan :Askes, JasaRaharja, JPKM, dll yang perlu dikembangkan. 5. Sistem kerja sama lintas sektor :Masyarakat, Polri, PMK, DLLAJR, dll.

6. SDM terlatih minimum pelatihan penanggulangan penderita gawat darurat atau PPGD; PPGD Awam Umum, PPGD Awam Khusus, PPGD Perawat, PPGD Dokter (Umum).

SPGDT-B adalah SPGDT-S yang dieskalasikan untuk menanggulangi bencana baik : bencana alam, bencana industrial (karena ulah manusia, misal : Bophal, Chernobyl maupun bencana kompleks.

2.1.4 Pasien Gawat Darurat

Pasien gawat darurat adalah seseorang atau banyak orang yang mengalami suatu keadaan yang mengancam jiwanya memerlukan pertolongan secara cepat, tepat dan cermat yang apabila tidak mendapatkan pertolongan pasienakan mengalami kematianatau kecacatan.1

Kriteria pasien gawat darurat adalah mengalami kegawatan yang menyangkut:

1. Terganggunya jalan nafas, antara lain sumbatan jalan nafas oleh benda asing, asma berat, spasme laryngeal, trauma muka yang mengganggu jalan nafas.

2. Terganggunya fungsi pernafasan, antara lain trauma thorak (tension pneumotorak, masif hematotorak, emfisema, fraktur flail chest, fraktur iga), paralisis otot pernafasan karena obat atau penyakit dan lain-lain.

3. Terganggunya fungsi sirkulasi antara lain syok (hipovolemik, kardiogenik, anafilaksis, sepsis, neurogenik), tamponade jantung.

4. Terganggunya fungsi otak dan kesadaran antara lain stroke dengan penurrunan kesadaran, trauma capitis dengan penurunan kesadaran, koma diabetika, koma hepatikum, infeksi otak, dan kejang.5

Ada tiga jalur call for help utnuk pasien gawat darurat dari puskesmas;1. Jalur administrasi Depdagri : Puskesmas-Camat-Bupati-Gubernur-Mendagri2. Jalur administrasi Depkes :Puskesmas-DinkesKab/Kota-Dinkes Prop.-dst.3. Jalur Rujukan Medik : Puskesmas-RS Kab/Kota-RS Prop.-dst

Pada tahap acute untuk Rapid Response sebaiknya dipakai jalur ketiga.2

2.1.5 Triase Triase adalah suatu tindakan untuk mengelompokkan penderita berdasarkan

beratnya cedera yg diprioritaskan berdasarkan ada tidaknya gangguan pada A (airway), B (breathing), dan C (Circulation) .6

Page 6: BAB 2

Tujuan Triase adalah agar dapat mengidentifikasi secaracepat korban yang membutuhkan stabilisasi segera (perawatan di lapangan) dan mengidentifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan darurat (life-saving surgery).7

Jika musibah masal dgn jumlah penderita dan beratnya perlakuan sesuai dengan kemampuan RS .Maka penderita gawat darurat dan multi trauma akan ditangani terlebih dahulu.8

Jika musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya perlakuan melampaui kemampuan RS.Maka penderita yang ditangani adalah yang kemungkinan survival terbesar, serta membutuhkan waktu dan perlengkapan dan tenaga yang lebih sedikit.8

Prinsip- Prinsip Triase :1. Derajat Ancaman Jiwa akibat Cedera (ABCDE Pelayanan Korban Trauma). Derajat

ancaman jiwa akibat suatu cedera ditentukan dengan mempertimbangkan urutan prioritas pda survey primer tiap-tiap penderita dan menerapkan prinsip yang sama pada kelompok-kelompo penderita. Dengan sistem ini, penderita yang terancam jalan napas atau pernapasannya, lebih diprioritaskan daripada penderita yang terganggu sirkulasi atau neurologinya.

2. Beratnya Cedera. Beratnya cedera secara keseluruhan pada seorang penderita mungki bukan hanya berhubungan dengan tiap-tiap cedera, tetapi juga dengan beratnya cedera serta bagaimana respon penderita terhadap cederanya. Sebagai contoh : Fraktur pada suatu tulang mungkin prioritasnya rendah, tetapi bila disertai pendarahan hebat , maka tingkat prioritasnya pada proses triase akan meningkat.

3. Kemungkinan Terselamatkan. Penderita yang hebat cederanya atau paling terancam jiwanya tidak selalu mendudukki prioritas paling tertinggi pada skenario-skenario penderita yang jumlahnya banyak. Harus dipertimbangkan kemungkinan penderita akan bertahan hidup atau tidak. dalam sistem ini, penderita yang kecil kemungkinannya untuk hidup karena cederanya paling parah, sering dimasukkan ke prioritas rendah, dan ditolong setelah penderita yang dianggap lebih mungkin terselamatkan.

4. Sumber daya, termasuk kemampuan personel dan peralatan. Penderita yang kebutuhannya melampui kapasitas sumber daya, mendapat prioritas rendah sampai kebutuhan sumber daya tersebut terpenuhi.

5. Waktu, Jarak, Lingkungan. Cedera yang dapat dikelolah amat cepat, meskipun beratnya cedera tergolong ringan dan ancamannya terhadap jiwa mungkin mendapat prioritas tinggi karena pendeknya waktuyang diperlukan untuk mengatasi masalah yang telah teridentifikasi. Jarak perjalanan membawapenderita ketempat terapidefenitive dan faktor lingkungan yang lain juga perlu dipertimbangkan saat menentukan prioritas pengelolaan pada skenario-skenario penderita yang jumlahnya banyak.6

2.1.5.1 Penggolongan Triase7

Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritisasikan tindakan atas korban adalah yang dijumpai pada sistim METTAG. Prioritas tindakan dijelaskan sebagai :

1. Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi.

Page 7: BAB 2

2. Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan tindakan dan transport segera (gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat).

3. Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien dengan cedera yang dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat (cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher, serta luka bakar ringan).

4. Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas serta gawat darurat psikologis).

2.1.5.2 Pembagian Tanggungjawab Pelaksana Triase Gawat Darurat dan Non Gawat Darurat8

a. Pelaksana triase GADAR: 1. Utama : Dokter UGD RS, ahlianestesiatauahlibedah2. Dibantu :Perawat, tenaga medis GADAR atau tenaga pertolongan pertama.3. Petugas administrasi registrasi korban.

Penanggungjawab pada lokasi GADAR ialah dokter spesialis, konsultan atau dokter terlatih, yang bertanggungjawab :

1. Sebagaimana jerpos medis lanjutan

2. Menjamin suplai ke pos medis lanjutan

3. Melakukan koordinasi dengan bagian lain dalam pos medis lanjutan

4. Mengatur pembuangan alat dan bahan yang telah dipakai

5. Komunikasi dengan pos komando dan RS

b. Pelaksana triase Non GADAR : 1. Utama : perawat mahir, perawat atau Tenaga Medis GADAR2. Dibantu oleh tenaga Pertolongan Pertama.3. Petugas administrasi (diambil dari tenaga Pertolongan Pertama).

Pelaksana petugas berdasarkan tempat triase ;a. Tempat Perawatan Merah :

1. Ketua tim : ahli anestesi, dokter UGD atau perawat mahir2. Perawat/Penata anestesi dan atau perawat dari UGD3. Tenaga Bantuan : tenaga medis GADAR atau para tenaga pertolongan

Pertama.4. Tenaga pengangkut tandu.

b. Tempat perawatan kuning : 1. Ketua tim : perawat anestesi atau UGD) atau seorang Perawat lainnya2. Tenaga bantuan adalah Tenaga Medis GADAR atau para tenaga Pertolongan

Pertama.

Page 8: BAB 2

3. Tenaga pengangkut tandu.

c. Tim Perawatan Area Hijau : 1. Ketua tim : tenaga medis GADAR ygberpengalaman2. Tenaga bantuan : tenaga medis GADAR atau para tenaga pertolongan

pertama.3. Tenaga pengangkut tandu.

d. Tim perawatan Area Hitam : Tidak diperlukan petugas di bagian ini

2.1.6 Protocol Keselamatan Petugas 9

1. Khusus : Petugas Kesehatan menggunakan atribut khusus sehingga mudah dikenal (Rompi Palang Merah), Menggunakan ambulans untuk transportasi, Mengambil jarak dari alat angkut TNI, Memiliki Penggerak Komunikasi : HT, HP, Mengetahui Nomor (POLRI) untuk minta bantuan, Masuk ke daerah rawan hanya setelah dinyatakan aman.

2. Umum : Pengembangan Peace Coridor (JalanAman) untuk memudahkan transportasi.

2.2 Analisis Kasus

Identifikasi Masalah

o Apa yang anda lakukan jika anda sebagai dokter di puskesmas tersebut.

o Bagaimana melakukan triage kepada 40 orang korban tersebut.

Analisis Masalah

Menyiapkan alat dan bahan

Dokter mengkoordinasi petugas kesehatan & melakukan triage

1 perawat 3 perawat 3 perawat 3 perawat

Menghubungi

bantuan

merah kuning hijau hitam

pertolongan pertama

rumah sakit lapangan

rumah sakit rujukan

Pengecekan ulang

pasien

Kasus

Di suatu Pulau A, terjadi kerusuhan antar suku. Dimana lokasi berjarak 100 km ke RS type B yang bisa ditempuh dengan jalan darat selama 4 jam karena jalan tak baik dan harus melewati sungai.

Fasilitas kesehatan hanya Puskesmas dengan tenaga : 1 dokter, 10 perawat, dengan 1 mobil ambulance dan 1 kapal air dengan kapasitas 10 orang. Tak terdapat fasilitas komunikasi telepon, dll.

Terdapat korban sebanyak 40 orang dengan luka2 yang bervariasi, diantaranya : luka tusuk di dada, perut, patah tulang. Luka robek di kepala, dll.

Page 9: BAB 2

Deskripsi Spiderweb :

Langkah pertama adalah dokter dan perawat menyiapkan alat dan bahan untuk melakukan pertolongan terhadap korban. Dokter bertugas untuk mengkoordinasi perawat dan melakukan triage. Perawat dibagi menjadi empat.Satu orang perawat bertugas untuk menghubungi bantuan melalui jalur administrasi depdagri karena kejadian terjadi pada daerah dengan puskesmas tanpa bantuan saluran komunikasi sehingga hanya bisa menghubungi bantuan melalui camat. Tiga orang perawat dibantu dokter akan menolong pasien dengan tanda merah. Sedangkan tiga orang perawat lainnya akan menolong pasien dengan tanda kuning dan tiga orang lainnya menolong pasien dengan tanda hijau. Jika ada banyak korban yang membutuhkan pertolongan lebih lanjut maka akan dibentuk rumah sakit lapangan kerena sulit untuk mengevakuasi korban ke rumah sakit rujukan. Jika hanya sedikit korban yang membutuhkan pertolongan lebih lanjut maka korban akan dibawa ke rumah sakit rujukan. Dokter tetap melakukan triage terus-menerus karena kondisi korban dapat berubah seketika waktu.

Triage kepada para korban akan dilakukan dengan cara mengidentifikasi keadaan korban dengan beberapa step – step :

Step 1 Apakah Korban masih dapat berjalan ?

Jika Ya (Tandai dengan warna Hijau)

Jika Tidak (Next Step)

Step 2 Pernapasan korban ?

Jika Ya (Apakah >30/menit atau <30/menit ?)

>30/menit (tandai dengan warna merah)

<30/menit (Next Step)

Jika Tidak (buka jalan napas)

Jika sudah ada (tandai dengan warna merah)

Jika tetap tidak ada (tandai dengan warna hitam)

Step 3 Sirkulasi ?

Jika ada denyut nadi (Next step)

Jika tidak ada denyut nadi (Kontrol Pendarahan,tandai dengan

warna merah)

Step 4 Kesadaran

Dapat mengikuti perintah sederhana (Tandai warna kuning)

Tidak dapat mengikuti perintah sederhana (tandai warna merah)

Page 10: BAB 2

Korban Luka Tusuk

- Dada - Perut - Leher - Kepala - Ekstremitas (Jika masih ada kesadaran)

Korban Luka Tembak

- Dada - Perut - Ekstremitas (Jika masih ada kesadaran)

Korban Luka Robek

- Kepala (Masih memenuhi step 1)- Ekstremitas

Korban Luka Bakar

- Derajat I (masih memenuhi step 1)- Derajat IIA - Derajatt IIB (Masih ada kesadaran)- Derajat III

Korban Patah Tulang (Fraktur)

- Terbuka / - Tertutup / /

Korban Luka Ringan

- Lecet - Memar - Tergores

Page 11: BAB 2

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Triage adalah hal yang paling dasar yang seharusnya dimiliki anggota tim penanganan bencana. Triage merupakan suatu teknik penilaian dan mengklasifikasikan tingkat kegawatan

Page 12: BAB 2

korban bencana. Triage memiliki 4 warna tingkat kegawatan yaitu hijau (luka ringan), kuning (luka sedikit ringan), merah (gawat darurat), dan hitam (sudah meninggal). Triage dibagi menjadi dua. Yaitu triage lapangan dan triage rumah sakit. Triage kepada para korban akan dilakukan dengan cara mengidentifikasi keadaan korban dengan beberapa step – step :

1. Step 1 Mengetahui apakah korban masih dapat berjalan

2. Ste p 2 Pernapasan korban

3. Step 3 Sirkulasi (denyut nadi)

4. Step 4 Mengetahui tingkat kesadaran

Dari kasus tersebut dapat kami simpulkan bahwa ada beberapa luka yang membahayakan dan ada luka yang tidak membahayakan atau luka ringan. Sesuai dengan triage korban – korban tersebut dikelompokkan dan diberi warna pita sesuai dengan tingkat kegawatdaruratan masing - masing.

3.2 Saran

Seorang dokter harus dapat mengelompokkan korban berdasarkan berat ringannya luka. Dan seorang dokter harus dapat mengkoordinir atau memimpin dan mengatur tenaga medis lainnya dengan tegas dan benar. Maka dari itu, pengertian serta pemahaman tentang triage sangat diperlukan.