Upload
vohuong
View
216
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
14
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pendidikan IPS
2.1.1 Konsep Dasar IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial adalah mata pelajaran yang mempelajari
kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian Geografi, Ekonomi,
Sosiologi, Antropologi, Tata Negara dan Sejarah (Kurikulum 2006)
Secara Ideal Djahiri (1993) mengkonsepsikan program IPS yaitu (a) secara
kognitif melatih dan membekali anak didik dengn konsep pengetahuan yang
layak, kemampuan berpikir dan memecahkan masalah yang cukup;(b)Secara skill
membekali kemampuan penalaran dan belajar yang luas; (c) secara moral afektual
membina pembekalan tatanan nilai, keyakinan dan keadilannya maupun
pengalaman dan kemampuan afektual siswa;(d) secara sosial membina ketegaran
akan harga diri.
Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS merupakan perwujudan dari satu
pendekatan interdisiplin (Interdisciplinary Apporach) dari pelajaran ilmu-ilmu
sosial (Sosial Sciences).IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu
sosial,seperti sosiologi, antropologi, psikologi, sosial, sejarah, ekonomi,ilmu
politik, ekologi, dan sebagainya (PPIPT, 1982:10). IPS berusaha
mengintegrasikan bahan/materi dari cabang-cabang tersebut dengan menampilkan
permasalahan sehari-hari masyarakat sekeliling.
15
2.1.2 Pembelajaran IPS di SMP
Pembelajaran IPS di Sekolah Menengah Pertama mempunyai peranan
yang sangat penting dalam rangka membina pemahaman tentang hal ihwal
kehidupan sosial. Sehingga peran utama dan pembelajaran IPS di SMP bagian
awal dari pendidikan IPS, sesuai KTSP IPS atau standar isi yang isinya
mempelajari kehidupan sosial.
Menurut Hasan (1992:41) IPS bertujuan :
untuk mengembangkan cara berpikir kritis dan kreatif siswa dalam melihat hubungan manusia dan lingkungan hidupnya, dan selanjutnya dikatakan pula tentang fungsi dari kurikulum IPS Sekolah Menengah adalah membentuk sikap rasional dan bertanggung jawab terhadap masalah-masalah yang timbul akibat interaksi antar manusia dan lingkungannya.
Sesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka
bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,
maka pembelajaran di sekolah dasar harus diusahakan tercipta suasana siswa aktif
dan menyenangkan. (Depdiknas,2006:1-2)
Pengajaran IPS pada jenjang SMP di Indonesia bertujuan agar siswa
mampu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dasar untuk
memahami kenyataan sosial yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari
(Depdiknas,2006:78).
Materi kurikulum IPS SMP sangat dominan pada materi Geografi,
Ekonomi, dan Sejarah. Dalam jumlah yang terbatas materi berhubungan dengan
kehidupan masyarakat dan lemabaga kemasyarakatan. IPS di SMP sudah merujuk
16
pada lingkungan manusia terutama siswa. Namun hal ini sangat disayangkan
bahwa organisasi materi masih mengikat (Hasan,1992:42).
Untuk kurikulum SMP di masa mendtaang kiranya perlu memikirkan
pengembangan kemampuan sisw amengenai siswa dan lingkungan baik dalam
dimensi kehiodupan yang dikenalnya secara langsung maupun dalam dimensi
waktu. Oleh karena itu pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai
wilayah,kegiatan manusia, perjalanan kehidupan manusia dari masa dulu hingga
sekarang, tetap merupakan perhatian dan kepedulian utama IPS pendidikan dasar.
Melalui IPS ini siswa harus mendapatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
bangsa, masyarakat dan tanah airnya, serta perkembangan wilayah dari
lingkungan terkecil, lingkungan nasional bahkan lingkungan internasional.
Dengan IPS khususnya pendidikan dasar, siswa mampu mengembangkan
kemampuan mencari, mengolah, dengan menggunakan informasi yang masih
terbatas pada wilayah tanah air, sosial budaya, dan perkembangan kehidupan
masyarakat Indonesia.
Dari pembelajaran IPS jangan sampai pada keadaan yang cukup
membahayakan yaitu “IPS hanya mengajarkan siswa menghafal fakta”
(Hasan,1992:42). Dengan demikian perlu pemilihan materi kurikulum yang
berdasarkan pada pendekatan selektif bukan pada pendekatan ensiklopedi.
Dikatakan pula oleh Hasan (1992:43-44) bahwa :
IPS SMP harus mengembangkan kemampaun afektif seperti semamngat keagamaan,rasa tanggung jawab,kemauan bekerja sama,penghargaan terhadap apa yang dihasilkan orang lain,semangat bersaing yang sehat, keinginan bekerja keras, dan perhatian yang terus menerus terhadap masyarakat dan kepentingan masyarakat sekitarnya
17
1.1.3 Metode Pembelajaran IPS
Dahlan (1984:21) memberi pengertian metode pembelajaran sebagai suatu
rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi
pelajaran dan memberikan petunjuk pada pengajar di kelas dalam pengajaran.
Sedangkan menurut Sudirman (1991 :45) metode pembelajaran adalah
upaya guru dalam membantu siswa untuk memudahkan proses belajar mengajar.
Metode pembelajarn IPS haruslah efektif dan mudah menyerap atau memperoleh
informasi, gagasan, kemampuan, nilai-nilai, berpikir serta dapat mengekspresikan
dirinya.
Setiap model pembelajaran yang di pilih haruslah mengungkapkan
berbagai realitas yang sesuai dengan situasi kelas dan pandangan hidup, yang
dihasilkan dari kerjasama guru dan siswa. Penciptaan Model-model mengajar di
dasarkan pada asumsi bahwa model pembelajaran tertentu yang cocok ditangani
model mengajar tertentu pula.
Menurut Ausubel (dalam Hasan,1996:95) dalam proses pembelajaran
harus belajar penuh makna (meaningful learning) supaya siswa tertarik dalam
belajar sehingga proses pembelajaran itu bermakna.
18
2.2. Pendekatan Pembelajaran IPS
2.2.1. Pendekatan Pembelajaran di SMP
Kegiatan belajar dalam proses belajar mengajar sebenarnya bukan
merupakan masalah baru dalam dunia pendidikan, setidak-tidaknya sebagai
konsep walau masih belum sepenuhnya terwujud dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar.
Dalam pembelajaran, terutama pada proses pembelajaran IPS dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal siswa. Faktor internal meliputi pembawaan atau
bakat kemampuan yang langsung di bawah sejak lahir. Sedangkan faktor eketernal
merupakan fakor di luar bakat kemampuan seperti lingkungan.
Dalam pendekatan pembelajaran IPS, Guru harus dapat melihat kedua
fakor tadi, karena peranan guru dapat berpengaruh dalam proses belajar mengajar
siwa di kelas.Menurut Hasan (1992:41) Dari pembelajaran IPS jangan sampai
pada keadaan yang cukup membahayakan yaitu “IPS hanya mengajarkan siswa
menghafal fakta” tetapi harus berdasarkan pada pendekatan selektif bukan pada
pendekatan ensiklopedi.
Dikatakan pula oleh Hasan (1992:43-44) bahwa IPS SMP harus
mengembangkan kemampuan afektif seperti semangat keagamaan,rasa tanggung
jawab dan perhatian terus menerus terhadap masyarakat dan kepentingan
masyarakat sekitar.
Selain itu, para pakar pendidikan IPS telah menyarankan agar pendekatan
induktif digunakan sebagai salah satu teknik mengajar (Somantri, 2001:331)
19
2.2.2 Metode Pembelajaran IPS di SMP
Setiap metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan membawa
pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap siswa dalam pencapaian hasil
yang diharapkan, baik berupa dampak langsung maupun dampak pengiring.
Tidak semua metode Pembelajaran digunakan sekaligus pada saat yang sama
untuk pencapaian materi.
Dalam metode pembelajaran IPS diharapkan menggunakan metode
pembelajaran yang bervariasi, menurut Sudirman (1987 :97) Jarang sekali dalam
suatu peristiwa belajar mengajar, seorang guru hnya menggunakan satu metode
pembelajaran. Penggunaan yang ideal dalam metode pembelajarn IPS adalah
penggunaan metode pembelajaran secara bervariasi dalam suatu pertemuan atau
peristiwa belajar mengajar atau disesuaikan dengan dampak langsung dan dampak
pengiring yang diharapkan.
Sebagai contoh menurut Sudirman (1987 :100), metode Ceramah ,
misalnya dapat membuat siswa menjadi pendengar yang baik dan dapat
berpengaruh kurang baik seperti siswa mudah melupakan apa yang telah
diceramahkan. Dengan demikian untuk menentukan pilihan metode pembelajaran
yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan kesesuaiannya dengan tujuan yang
akan dicapai.
Menurut Rusyan (1995:47), Pertimbangan untuk memilih metode
pembelajaran didasarakan atas kepentingan pencapaian tujuan juga di sesuaikan
20
dengan bentuk belajar. Jadi metode pembelajarn IPS di SMP haruslah disesuaikan
dengan tujuan pembelajaran IPS supaya tercipta hasil yang diharapkan.
2.3. Model pembelajaran Cooperative Learning
2.3.1 Pengertian Model pembelajaran
Model adalah suatu pol atau gaya dari suatau proses pembelajaran yang
berlangsung untuk mencapai keberhasilan dari suatau program pembelajaran.
Sedangkan poembelajaran adalah suatu upaya yang sistematik dan disengaja
untuk menciptakan kondisi agar terjadi kegiuatan belajar membelajarkan
(Sudjana,1993:6).
Model pembelajarn menurut Joice dan Weil (1990) adalah suatu pola atau
rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk
menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran,dan memberikan petunjuk
kepada pengajar di kelasnya. Dalam penerapannya model pembelajaran ini harus
sesuai dengan kebutuhan siswa.
Untuk memilih model yang tepat, maka perlu diperhatikan relevansinya
dengan pencapaian tujuan pengajaran. Dalam prakteknya semua model
pembelajaran bisa dikatakan baik jika memenuhhi prinsip-prinsip sebagai
berikut: pertama, semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar
aktivitas belajar siswa, maka hal itu semakin baik ; Kedua, semakin sedikit waktu
yang diperlukan oleh guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik ;
ketiga, sesuai dengan rencana belajar siswa yang dilakukan; Keempat, dapat
21
dilaksanakan baik oleh guru; KelimaTidak ada satupun metode yang paling sesuai
untuk segala tujuan,jenis materi dan proses belajar yang ada (Hasan,1996).
2.3.2 Pengertian Cooperative Learning
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya
mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama
lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.
Salvin mengemukakan bahwa “In cooperative learning methods,studenta
work together I foruer member teams to master material initially presented by the
teacher” (Salvin,1995:4). Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa
pengertian cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana system
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4 orang
secara kolaboratif sehiungga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam
belajar.
Cooperative learning mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai
tujuan bersama. Dalam kegiataan kooperatif, siswa mencari hasil yang
menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok belajar kooperatife adalah
pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar
anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur cooperative learning didesain
untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam kelompok kecil yang
terdiri atas empat sampai lima orang.
Anita Lie (2000) menyebutkan cooperative learning dengan istilah
pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi
22
kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-
tiugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan bahwa cooperative learning hanya
berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau tim yang didalamnya siswa
bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan, dengan
jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4 (empat) atau 5 (lima)
orang saja.
Cooperative learning adalah suatu model yang saat ini banyak digunakan
untuk kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented)
terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam
mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain,siswa yang
agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti
dapat diguakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.
Prose pembelajaran cooperative learning ini berdasarkan pada pemikiran
filosofis “getting Better Together”. Artinya bahwa untuk mendapatkan sesuatu
lebih baik dalam belajar hendaknya dilakukan secara bersama-sama dalam sebuah
kelompok. Di samping itu ada keyakinan berdasarkan penelitian, bahwa peserta
didik akan lebih baik belajar dengan rekan sebaya. Atas alasan itu maka
pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning ini dipergunakan
sebagai salah satu model yang diperguankan disekolah-sekolah.
Sebagai konsekuensinya dalam melaksanakan pembelajaran ini,guru harus
benar-benar memeprsiapkan segala sesuatunya secara matang. Suasana kelas perlu
direncanakan, sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu
sama lain. Dalam interaksi ini siswa akan membetuk komunitas yang
23
memungkinkan mereka menyenangi dan mencintai proses belajar serta mencintai
satu sama lain. Dalam suasana yang demikian maka siswa akan lebih mudah
dalam memahami serta mengembangkan kreatifitasnya dalam belajar.
Berdasarkan penelitian ditemukan data-data yangmenunjukkan bahwa
suasana belajar cooperative learning menghasilkan prestasi tinggi, hubungan yang
lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar
yang penuh dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa .(Johnson &
Johnson,1989).
Dalam merancang pembelajaran guru harus memeprtimbangkan aspek
kebersamaan siswa yang lebih lama, artinya siswa tidak hanya aktif selama di
kelas saja melainkan juga diluar lingkungan kelas. Sehingga melalui model belajar
ini siswa dilatih selain untuk mampu mengembangkan aspek kognitif, juga
mampu mengembangkan sikap dan perilaku-perilaku sosial serta keterampilan
yang memungkinkan dirinya untuk memahami sedini mungkin kenyataan hidup
bermasyarakat (Waterworth;1994).
Pada dasarnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Hal ini
disebabkan antar cooperative learning dengan bekerja kelompok memiliki
persamaan. Persamaan ini terletak pada tujuannya yaitu : 1) Untuk
mengembangkan kemampuan mental yang meliputi membina pengetahuan,
mengajar problem soving, mengambil keputusan, serta mengembangkan berpikir
kritis; 2) menelaah dan meneliti suatu bidang kajian tertentu; 3) Untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara lisan, dan; 4) Untuk
mengubah sikap yang kurang terpuji.
24
Sedangkan perbedaanya cooperative learning lebih unggul dibandingkan
dengan diskusi kelompok biasa. menurut Slavin (1995) terdapat enam
karakteristik dari cooperative learning yang membedakannya dengan metode
yaitu :1) group goals; 2) individual accountability; 3) equal opportunities for
success; 4) team competition; 5) task specialization; 6) Adaption to individual
needs. (Slavin,1995:12).
Anita Lie (2000) melihat ada lima unsur yang membedakannnya dengan
kerja kelompok biasa. Kelima unsur itu adalah : 1) saling ketergantungan yang
positif ; 2) Tanggung jawab perseorangan; 3)Interaksi tatap muka; 4)Komunikasi
antar anggota; 5)Evaluasi proses kelompok.
2.3.3 Pengelolaan Kelas Cooperative Learning
Menciptakan lingkungan yang optimal baik secara fisik maupun mental,
dengan cara menciptakan suasana kelas yang nyaman, suasana hatai yang gembira
tanpa tekanan maka dapat memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran.
Pengaturan kelas yang baik merupakan langkah pertama yang efektif untuk
mengatur pengalaman belajar siswa secara keseluruhan. (Porter
&hernacki,2001:66). Sesuai dengan pendapat tersebut, maka dalam pelaksanaan
model cooperative learning dibutuhkan kemauan dan kemampaun serta kreatifitas
guru dalam mengelola lingkungan kelas. Sehingga dengan menggunakan model
ini guru bukannya bertambah pasif tapi harus menjadi lebih aktif terutama saat
menyusun rencana pembelajaran secara matang, pengaturan kelas saat
pelaksanaan dan membuat tugas untuk dikerjakan oleh siswa bersama dengan
kelompoknya.
25
Dalam model pembelajaran cooperative learning, dibutuhkan proses yang
melibatkan niat dan kiat (Will and skill) dari anggota kelompoknya. Sehingga
masing-masing siswa harus memiliki niat untuk bekerja sama dengan anggota
lainnya disamping itu juga harus memiliki kiat-kita bagaimana cara berinteraksi
dan bekerja sama dengan orang lain. Dalam pengelolaan kelas model cooperative
learning ini ada tiga hal yang pelru diperhatikan yakni pengelompokan,
pemberian motivasi kepada kelompok dan penataan ruang kelas (Lie,2000).
2.4. Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think Paire Share
Think Paire Share atau berpikir berpasangan berbagai adalah jenis
pembelajaran cooperative learning yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. (Trianto, 2007:61). Dengan menggunakan Think Paire Share
merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi
kelas. Dengan asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk
mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam
Think Paire Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir untuk
merespon dan saling membantu.
Ada bebrapa langkah melakukan Think Paire Share yaitu (1) Berpikir
(Thinking) pada langkah ini guru memberikan suatu pertanyaan atau masalah yang
dikaitkan dengan pelajaran dan meminta untuk berpikir; (2) Berpasangan
(Paireing) pada langkah ini guru meminta siswa untuk berpasangan dan
mendiskusikan permasalahan yang diberikan guru; (3) Berbagi (Sharing) pada
26
langkah ini guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi keseluruh kelas. (Lie,
2000:79)
Menurut Slavin (Lie, 2000) pembelajaran Coopertaive Learning
merupakan model pembelajaran yang menempatkan siswa belajar dalam
kelomok-kelompok kecil dengan latar belakang kemampuan (tingkat) yang
berbeda. Pembelajaran Cooperative Learning merupakan bentuk pembeajaran
yang didasarkan pada pemahaman konstruktivisme, yaitu siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahamai materi pelajaran ynag sulit apabila mereka dapat
saling mendiskusikan bersama temannya. Dalam menyelesaikan tugas kelompok,
setiap anggota saling bekerjasama dan membantu teman sekelompok untuk
mencapai ketuntasan. Ibrahim (2001) menyatakan bahwa guru yang belum pernah
menerapkan pembelajaran cooperative learning sebelumnya dan menggunakan
model ini dengan siswa yang belum berpengalaman dengan model pembelajaran
cooperative learning, mungkin pada awalnya model ini kelihatannya tidak
berjalan.
Menurut Kagan (1998) mengatakan adanya masalah menerapkan strategi
belajar bersama di kelas yaitu ramai, gagal untuk saling mengenal perilaku yang
salah dan penggunaan waktu yang tidak efektif. Dalam pembelajaran dengan
model pembelajaran cooperative learning tipe Think Paire Share memiliki
prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih
banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain. Andaikan
guru baru saja menyeleaikan suatu penyajian singkat atau siswa telah membaca
suatu tugas atau situasi penuh teka teki telah dikemukakan sekarang guru
27
menginginkan siswa memikirkan secara lebih mendalam tentang apa yang telah
dijelaskan atau dialami. Guru memilih untuk menggunakan tipe Think Paire
Share sebagai gantinya tanya jawab seluruh kelas (Ibrahim,et al, 2001).
Think Paire Share adalah struktur yang memiliki tujun umum untuk
meningkatkan penugasan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa,
selain itu juga mengolah informasi, komunikasi dan mengembangkan berpikir
dengan relevant skill : memberikan informasi, mendengarkan, bertanya,
meringkas gagasan orang lain, menguraikan dengan kata-kata sendiri. Model
pembelajaran cooperative learning ini secara ideal cocok untuk guru dan siswa
yang baru melakukan pembelajaran koopertif.
Langkah-langkah pembelajran cooperative learning tipe Think-Paire
Share menurut Ibrahim (2001) ada tiga tahap
Tahap 1: Thinking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran
kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara
mandiri untuk beberaoa saat
Tahap 2 : Paireing (berpasangan)
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan
apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini
diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau
berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi.
28
Tahap 3: Sharing (berbagi)
Guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa
yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran
pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan
telah mendapat kesempatan untuk melaporkan .
Think Paire Share menghasilkan partisipasi siswa bertambah.langkah
terakhir Think paire Share mempunyai berbagai keunungan bagi semua siswa
yaitu mereka memahami konsep sama yang terungkap dari beberapa cara yang
berbeda dari tiap individu berbeda. (Lie, 2002)
2.5 Prestasi Belajar
Sebelum menguraikan tentang peningkatan prestasi belajar, terlebih
dahulu akan dijelaskan tentang pengertian belajar itu sendiri. Belajar adalah suatu
kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi, serta menganalisa bahan-
bahan pelajaran yang disajikan oleh guru yang berakhir pada kemampuan anak
menguasai bahan pengajaran yang disajikan itu.
Guthrie dalam buku yang dikutip oleh Arifin (1988: 172) mengemukakan:
Bahwa belajar itu adalah perubahan tingkah laku akibat dari pengalaman yang diperoleh dari akibat belajar seseorang dan perubahan tersebut bukan karena disebabkan oleh tendensi (kecenderungan) tabi’iyah yang otomatis membawa perubahan tingkah laku orang yang lelah dan sebagainya.
29
Sehubungan dengan pengertian tersebut perlu ditegaskan bahwa
perubahan tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan. Keadaan gila,
mabuk, lelah, jenuh tidak dapat dikatakan sebagai prestasi belajar.
2.5.1 Pengertian Prestasi Belajar
Kata prestasi belajar berasal dari bahasa Belanda yaitu: “prestatei” yang
dalam bahasa Indonesia berubah menjadi “prestasi” yang berarti “hasil usaha”
(Arifin, 1988: 2). Menurut Surya (1992: 74) “Prestasi belajar adalah seluruh
kecakapan yang diperoleh melalui proses belajar di sekolah yang dinyatakan
dengan nilai-nilai”.
Menurut Makmun (1981: 44) mengemukakan bahwa:
Prestasi belajar adalah kecakapan yang dapat diuji sekarang juga, karena merupakan hasil usaha belajar yang bersangkutan dengan cara, bahan, dan dalam hal tertentu yang telah dipelajarinya dan manipestasinya dapat dideteksi dalam term-term pengetahuan, keterampilan, dan sikap dengan menggunakan alat ukur.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi itu suatu
nilai yang dapat dinyatakan dalam bentuk angka yang diperoleh pada umumnya
melalui test atau hasil pencapaian yang nyata dan hasil yang diperlihatkan siswa
baik dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan setelah siswa mengalami
berbagai kegiatan.
Prestasi merupakan hasil pekerjaan, hasil belajar yang menyenangkan hati,
yang diperoleh dengan keuletan dan sabar. Hal ini sesuai dengan konsep yang
dikemukakan oleh Nursid (1984: 296) bahwa, “Prestasi adalah apa yang telah
diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan
jalan keuletan bekerja”.
30
Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dikategorikan menjadi tiga bidang,
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga bidang tersebut merupakan suatu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu tujuan yang hendak dicapai.
Ketiganya harus nampak sebagai hasil belajar siswa. Sedangkan menurut
Subyanto (dalam Syamsudin, 1981: 34) mengatakan bahwa, ”hasil belajar akan
tampak dalam perubahan tingkah laku siswa sesuai rumusan tujuan yang
dikehendaki”.
Untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan belajar, salah satu
indikatornya adalah dengan melihat prestasi belajar yang dicapai siswa. Prestasi
merupakan hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan
bekerja. Arifin (1990: 2) mengemukakan bahwa ”prestasi berarti hasil usaha”.
Syamsudin (1981: 44) mengemukakan pengertian prestasi belajar ”sebagai
kecakapan nyata yang menunjukan kepada aspek kecakapan yang segera dapat
didemonstrasikan dan diuji, karena merupakan hasil usaha yang bersangkutan
dengan cara dan bahan dan dalam hal-hal tertentu yang dijalaninya”.
Dari beberapa uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar merupakan aspek kecakapan yang telah dimiliki oleh siswa sebagai hasil
usaha dari kegiatan belajar yang ditempuhnya. Dengan demikian, prestasi belajar
merupakan indikator yang penting dalam menentukan keberhasilan keseluruhan
proses pendidikan pada umumnya dan proses belajar pada khususnya. Prestasi
belajar berfungsi untuk mengetahui keberhasilan belajar dalam bidang studi
tertentu juga sebagai indikator kualitas institusi tertentu.
31
2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Purwanto (1989: 102) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar siswa sebagai berikut:
a. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut faktor individual, diantaranya faktor kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi lainnya.
b. Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial , misalnya faktor keluarga, keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan maupun kesempatan yang tersedia.
Sementara itu Syamsu (1985: 11-12) menjelaskan bahwa,
Faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat diklasifikasikan dalam faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu siswa. Sedangkan faktor internal adalah faktor yang datang dari dalam diri siswa yang memuat dua hal, yaitu faktor fisik dan psikis.
Sudjana (1987: 103) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi proses
belajar dan hasil belajar sebagai berikut:
a. Faktor raw input, yaitu faktor siswa atau anak itu sendiri, dimana tiap siswa memiliki kondisi yang berbeda-beda dalam kondisi psikologisnya dan kondisi fisiologisnya.
b. Faktor environmental input, yaitu faktor lingkungan, baik lingkungan alami ataupun sosialnya.
c. Faktor instrumental input, yang di dalamnya terdiri antara lain kurikulum, program/bahan pengajaran, suasana dan fasilitas maupun guru.
Faktor-faktor di atas dalam banyak hal saling berkaitan dan mempengaruhi
satu sama lain. Seorang siswa bersifat conserving terhadap ilmu pengetahuan atau
bermotif ekstrinsik (faktor eksternal) umpamanya, biasanya cenderung mengambil
pendidikan belajar yang sederhana dan mendalam. Sebaliknya seorang siswa yang
berintelegensi tinggi (faktor internal) dan mendapat dorongan positif dari orang
32
tuanya (faktor eksternal), mungkin akan memilih pendekatan belajar yang lebih
mementingkan kualitas hasil pembelajaran.
Prestasi belajar yang dicapai siswa sangat dipengaruhi oleh model,
metode, dan strategi yang digunakan dalam pembelajaran. Apabila kita dapat
memilih dan menggunakan metode mengajar yang tepat, yaitu sesuai dengan
tujuan, materi, kemampuan siswa, kemampuan guru, ataupun keadaan waktu serta
keadaan yang memadai, dapatlah kita mencapai apa yang diharapkan di dalam
proses KBM di kelas.