29
14 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendidikan IPS 2.1.1 Konsep Dasar IPS Ilmu Pengetahuan Sosial adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Antropologi, Tata Negara dan Sejarah (Kurikulum 2006) Secara Ideal Djahiri (1993) mengkonsepsikan program IPS yaitu (a) secara kognitif melatih dan membekali anak didik dengn konsep pengetahuan yang layak, kemampuan berpikir dan memecahkan masalah yang cukup;(b)Secara skill membekali kemampuan penalaran dan belajar yang luas; (c) secara moral afektual membina pembekalan tatanan nilai, keyakinan dan keadilannya maupun pengalaman dan kemampuan afektual siswa;(d) secara sosial membina ketegaran akan harga diri.

BAB 2 - Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

  • Upload
    vohuong

  • View
    216

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

14

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pendidikan IPS

2.1.1 Konsep Dasar IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial adalah mata pelajaran yang mempelajari

kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian Geografi, Ekonomi,

Sosiologi, Antropologi, Tata Negara dan Sejarah (Kurikulum 2006)

Secara Ideal Djahiri (1993) mengkonsepsikan program IPS yaitu (a) secara

kognitif melatih dan membekali anak didik dengn konsep pengetahuan yang

layak, kemampuan berpikir dan memecahkan masalah yang cukup;(b)Secara skill

membekali kemampuan penalaran dan belajar yang luas; (c) secara moral afektual

membina pembekalan tatanan nilai, keyakinan dan keadilannya maupun

pengalaman dan kemampuan afektual siswa;(d) secara sosial membina ketegaran

akan harga diri.

Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS merupakan perwujudan dari satu

pendekatan interdisiplin (Interdisciplinary Apporach) dari pelajaran ilmu-ilmu

sosial (Sosial Sciences).IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu

sosial,seperti sosiologi, antropologi, psikologi, sosial, sejarah, ekonomi,ilmu

politik, ekologi, dan sebagainya (PPIPT, 1982:10). IPS berusaha

mengintegrasikan bahan/materi dari cabang-cabang tersebut dengan menampilkan

permasalahan sehari-hari masyarakat sekeliling.

Page 2: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

15

2.1.2 Pembelajaran IPS di SMP

Pembelajaran IPS di Sekolah Menengah Pertama mempunyai peranan

yang sangat penting dalam rangka membina pemahaman tentang hal ihwal

kehidupan sosial. Sehingga peran utama dan pembelajaran IPS di SMP bagian

awal dari pendidikan IPS, sesuai KTSP IPS atau standar isi yang isinya

mempelajari kehidupan sosial.

Menurut Hasan (1992:41) IPS bertujuan :

untuk mengembangkan cara berpikir kritis dan kreatif siswa dalam melihat hubungan manusia dan lingkungan hidupnya, dan selanjutnya dikatakan pula tentang fungsi dari kurikulum IPS Sekolah Menengah adalah membentuk sikap rasional dan bertanggung jawab terhadap masalah-masalah yang timbul akibat interaksi antar manusia dan lingkungannya.

Sesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka

bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

maka pembelajaran di sekolah dasar harus diusahakan tercipta suasana siswa aktif

dan menyenangkan. (Depdiknas,2006:1-2)

Pengajaran IPS pada jenjang SMP di Indonesia bertujuan agar siswa

mampu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dasar untuk

memahami kenyataan sosial yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari

(Depdiknas,2006:78).

Materi kurikulum IPS SMP sangat dominan pada materi Geografi,

Ekonomi, dan Sejarah. Dalam jumlah yang terbatas materi berhubungan dengan

kehidupan masyarakat dan lemabaga kemasyarakatan. IPS di SMP sudah merujuk

Page 3: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

16

pada lingkungan manusia terutama siswa. Namun hal ini sangat disayangkan

bahwa organisasi materi masih mengikat (Hasan,1992:42).

Untuk kurikulum SMP di masa mendtaang kiranya perlu memikirkan

pengembangan kemampuan sisw amengenai siswa dan lingkungan baik dalam

dimensi kehiodupan yang dikenalnya secara langsung maupun dalam dimensi

waktu. Oleh karena itu pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai

wilayah,kegiatan manusia, perjalanan kehidupan manusia dari masa dulu hingga

sekarang, tetap merupakan perhatian dan kepedulian utama IPS pendidikan dasar.

Melalui IPS ini siswa harus mendapatkan pengetahuan dan pemahaman tentang

bangsa, masyarakat dan tanah airnya, serta perkembangan wilayah dari

lingkungan terkecil, lingkungan nasional bahkan lingkungan internasional.

Dengan IPS khususnya pendidikan dasar, siswa mampu mengembangkan

kemampuan mencari, mengolah, dengan menggunakan informasi yang masih

terbatas pada wilayah tanah air, sosial budaya, dan perkembangan kehidupan

masyarakat Indonesia.

Dari pembelajaran IPS jangan sampai pada keadaan yang cukup

membahayakan yaitu “IPS hanya mengajarkan siswa menghafal fakta”

(Hasan,1992:42). Dengan demikian perlu pemilihan materi kurikulum yang

berdasarkan pada pendekatan selektif bukan pada pendekatan ensiklopedi.

Dikatakan pula oleh Hasan (1992:43-44) bahwa :

IPS SMP harus mengembangkan kemampaun afektif seperti semamngat keagamaan,rasa tanggung jawab,kemauan bekerja sama,penghargaan terhadap apa yang dihasilkan orang lain,semangat bersaing yang sehat, keinginan bekerja keras, dan perhatian yang terus menerus terhadap masyarakat dan kepentingan masyarakat sekitarnya

Page 4: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

17

1.1.3 Metode Pembelajaran IPS

Dahlan (1984:21) memberi pengertian metode pembelajaran sebagai suatu

rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi

pelajaran dan memberikan petunjuk pada pengajar di kelas dalam pengajaran.

Sedangkan menurut Sudirman (1991 :45) metode pembelajaran adalah

upaya guru dalam membantu siswa untuk memudahkan proses belajar mengajar.

Metode pembelajarn IPS haruslah efektif dan mudah menyerap atau memperoleh

informasi, gagasan, kemampuan, nilai-nilai, berpikir serta dapat mengekspresikan

dirinya.

Setiap model pembelajaran yang di pilih haruslah mengungkapkan

berbagai realitas yang sesuai dengan situasi kelas dan pandangan hidup, yang

dihasilkan dari kerjasama guru dan siswa. Penciptaan Model-model mengajar di

dasarkan pada asumsi bahwa model pembelajaran tertentu yang cocok ditangani

model mengajar tertentu pula.

Menurut Ausubel (dalam Hasan,1996:95) dalam proses pembelajaran

harus belajar penuh makna (meaningful learning) supaya siswa tertarik dalam

belajar sehingga proses pembelajaran itu bermakna.

Page 5: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

18

2.2. Pendekatan Pembelajaran IPS

2.2.1. Pendekatan Pembelajaran di SMP

Kegiatan belajar dalam proses belajar mengajar sebenarnya bukan

merupakan masalah baru dalam dunia pendidikan, setidak-tidaknya sebagai

konsep walau masih belum sepenuhnya terwujud dalam pelaksanaan kegiatan

belajar mengajar.

Dalam pembelajaran, terutama pada proses pembelajaran IPS dipengaruhi

oleh faktor internal dan eksternal siswa. Faktor internal meliputi pembawaan atau

bakat kemampuan yang langsung di bawah sejak lahir. Sedangkan faktor eketernal

merupakan fakor di luar bakat kemampuan seperti lingkungan.

Dalam pendekatan pembelajaran IPS, Guru harus dapat melihat kedua

fakor tadi, karena peranan guru dapat berpengaruh dalam proses belajar mengajar

siwa di kelas.Menurut Hasan (1992:41) Dari pembelajaran IPS jangan sampai

pada keadaan yang cukup membahayakan yaitu “IPS hanya mengajarkan siswa

menghafal fakta” tetapi harus berdasarkan pada pendekatan selektif bukan pada

pendekatan ensiklopedi.

Dikatakan pula oleh Hasan (1992:43-44) bahwa IPS SMP harus

mengembangkan kemampuan afektif seperti semangat keagamaan,rasa tanggung

jawab dan perhatian terus menerus terhadap masyarakat dan kepentingan

masyarakat sekitar.

Selain itu, para pakar pendidikan IPS telah menyarankan agar pendekatan

induktif digunakan sebagai salah satu teknik mengajar (Somantri, 2001:331)

Page 6: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

19

2.2.2 Metode Pembelajaran IPS di SMP

Setiap metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan membawa

pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap siswa dalam pencapaian hasil

yang diharapkan, baik berupa dampak langsung maupun dampak pengiring.

Tidak semua metode Pembelajaran digunakan sekaligus pada saat yang sama

untuk pencapaian materi.

Dalam metode pembelajaran IPS diharapkan menggunakan metode

pembelajaran yang bervariasi, menurut Sudirman (1987 :97) Jarang sekali dalam

suatu peristiwa belajar mengajar, seorang guru hnya menggunakan satu metode

pembelajaran. Penggunaan yang ideal dalam metode pembelajarn IPS adalah

penggunaan metode pembelajaran secara bervariasi dalam suatu pertemuan atau

peristiwa belajar mengajar atau disesuaikan dengan dampak langsung dan dampak

pengiring yang diharapkan.

Sebagai contoh menurut Sudirman (1987 :100), metode Ceramah ,

misalnya dapat membuat siswa menjadi pendengar yang baik dan dapat

berpengaruh kurang baik seperti siswa mudah melupakan apa yang telah

diceramahkan. Dengan demikian untuk menentukan pilihan metode pembelajaran

yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan kesesuaiannya dengan tujuan yang

akan dicapai.

Menurut Rusyan (1995:47), Pertimbangan untuk memilih metode

pembelajaran didasarakan atas kepentingan pencapaian tujuan juga di sesuaikan

Page 7: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

20

dengan bentuk belajar. Jadi metode pembelajarn IPS di SMP haruslah disesuaikan

dengan tujuan pembelajaran IPS supaya tercipta hasil yang diharapkan.

2.3. Model pembelajaran Cooperative Learning

2.3.1 Pengertian Model pembelajaran

Model adalah suatu pol atau gaya dari suatau proses pembelajaran yang

berlangsung untuk mencapai keberhasilan dari suatau program pembelajaran.

Sedangkan poembelajaran adalah suatu upaya yang sistematik dan disengaja

untuk menciptakan kondisi agar terjadi kegiuatan belajar membelajarkan

(Sudjana,1993:6).

Model pembelajarn menurut Joice dan Weil (1990) adalah suatu pola atau

rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk

menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran,dan memberikan petunjuk

kepada pengajar di kelasnya. Dalam penerapannya model pembelajaran ini harus

sesuai dengan kebutuhan siswa.

Untuk memilih model yang tepat, maka perlu diperhatikan relevansinya

dengan pencapaian tujuan pengajaran. Dalam prakteknya semua model

pembelajaran bisa dikatakan baik jika memenuhhi prinsip-prinsip sebagai

berikut: pertama, semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar

aktivitas belajar siswa, maka hal itu semakin baik ; Kedua, semakin sedikit waktu

yang diperlukan oleh guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik ;

ketiga, sesuai dengan rencana belajar siswa yang dilakukan; Keempat, dapat

Page 8: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

21

dilaksanakan baik oleh guru; KelimaTidak ada satupun metode yang paling sesuai

untuk segala tujuan,jenis materi dan proses belajar yang ada (Hasan,1996).

2.3.2 Pengertian Cooperative Learning

Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya

mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama

lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.

Salvin mengemukakan bahwa “In cooperative learning methods,studenta

work together I foruer member teams to master material initially presented by the

teacher” (Salvin,1995:4). Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa

pengertian cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana system

belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4 orang

secara kolaboratif sehiungga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam

belajar.

Cooperative learning mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai

tujuan bersama. Dalam kegiataan kooperatif, siswa mencari hasil yang

menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok belajar kooperatife adalah

pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar

anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur cooperative learning didesain

untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam kelompok kecil yang

terdiri atas empat sampai lima orang.

Anita Lie (2000) menyebutkan cooperative learning dengan istilah

pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi

Page 9: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

22

kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-

tiugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan bahwa cooperative learning hanya

berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau tim yang didalamnya siswa

bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan, dengan

jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4 (empat) atau 5 (lima)

orang saja.

Cooperative learning adalah suatu model yang saat ini banyak digunakan

untuk kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented)

terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam

mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain,siswa yang

agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti

dapat diguakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.

Prose pembelajaran cooperative learning ini berdasarkan pada pemikiran

filosofis “getting Better Together”. Artinya bahwa untuk mendapatkan sesuatu

lebih baik dalam belajar hendaknya dilakukan secara bersama-sama dalam sebuah

kelompok. Di samping itu ada keyakinan berdasarkan penelitian, bahwa peserta

didik akan lebih baik belajar dengan rekan sebaya. Atas alasan itu maka

pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning ini dipergunakan

sebagai salah satu model yang diperguankan disekolah-sekolah.

Sebagai konsekuensinya dalam melaksanakan pembelajaran ini,guru harus

benar-benar memeprsiapkan segala sesuatunya secara matang. Suasana kelas perlu

direncanakan, sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu

sama lain. Dalam interaksi ini siswa akan membetuk komunitas yang

Page 10: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

23

memungkinkan mereka menyenangi dan mencintai proses belajar serta mencintai

satu sama lain. Dalam suasana yang demikian maka siswa akan lebih mudah

dalam memahami serta mengembangkan kreatifitasnya dalam belajar.

Berdasarkan penelitian ditemukan data-data yangmenunjukkan bahwa

suasana belajar cooperative learning menghasilkan prestasi tinggi, hubungan yang

lebih positif, dan penyesuaian psikologis yang lebih baik daripada suasana belajar

yang penuh dengan persaingan dan memisah-misahkan siswa .(Johnson &

Johnson,1989).

Dalam merancang pembelajaran guru harus memeprtimbangkan aspek

kebersamaan siswa yang lebih lama, artinya siswa tidak hanya aktif selama di

kelas saja melainkan juga diluar lingkungan kelas. Sehingga melalui model belajar

ini siswa dilatih selain untuk mampu mengembangkan aspek kognitif, juga

mampu mengembangkan sikap dan perilaku-perilaku sosial serta keterampilan

yang memungkinkan dirinya untuk memahami sedini mungkin kenyataan hidup

bermasyarakat (Waterworth;1994).

Pada dasarnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Hal ini

disebabkan antar cooperative learning dengan bekerja kelompok memiliki

persamaan. Persamaan ini terletak pada tujuannya yaitu : 1) Untuk

mengembangkan kemampuan mental yang meliputi membina pengetahuan,

mengajar problem soving, mengambil keputusan, serta mengembangkan berpikir

kritis; 2) menelaah dan meneliti suatu bidang kajian tertentu; 3) Untuk

mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara lisan, dan; 4) Untuk

mengubah sikap yang kurang terpuji.

Page 11: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

24

Sedangkan perbedaanya cooperative learning lebih unggul dibandingkan

dengan diskusi kelompok biasa. menurut Slavin (1995) terdapat enam

karakteristik dari cooperative learning yang membedakannya dengan metode

yaitu :1) group goals; 2) individual accountability; 3) equal opportunities for

success; 4) team competition; 5) task specialization; 6) Adaption to individual

needs. (Slavin,1995:12).

Anita Lie (2000) melihat ada lima unsur yang membedakannnya dengan

kerja kelompok biasa. Kelima unsur itu adalah : 1) saling ketergantungan yang

positif ; 2) Tanggung jawab perseorangan; 3)Interaksi tatap muka; 4)Komunikasi

antar anggota; 5)Evaluasi proses kelompok.

2.3.3 Pengelolaan Kelas Cooperative Learning

Menciptakan lingkungan yang optimal baik secara fisik maupun mental,

dengan cara menciptakan suasana kelas yang nyaman, suasana hatai yang gembira

tanpa tekanan maka dapat memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran.

Pengaturan kelas yang baik merupakan langkah pertama yang efektif untuk

mengatur pengalaman belajar siswa secara keseluruhan. (Porter

&hernacki,2001:66). Sesuai dengan pendapat tersebut, maka dalam pelaksanaan

model cooperative learning dibutuhkan kemauan dan kemampaun serta kreatifitas

guru dalam mengelola lingkungan kelas. Sehingga dengan menggunakan model

ini guru bukannya bertambah pasif tapi harus menjadi lebih aktif terutama saat

menyusun rencana pembelajaran secara matang, pengaturan kelas saat

pelaksanaan dan membuat tugas untuk dikerjakan oleh siswa bersama dengan

kelompoknya.

Page 12: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

25

Dalam model pembelajaran cooperative learning, dibutuhkan proses yang

melibatkan niat dan kiat (Will and skill) dari anggota kelompoknya. Sehingga

masing-masing siswa harus memiliki niat untuk bekerja sama dengan anggota

lainnya disamping itu juga harus memiliki kiat-kita bagaimana cara berinteraksi

dan bekerja sama dengan orang lain. Dalam pengelolaan kelas model cooperative

learning ini ada tiga hal yang pelru diperhatikan yakni pengelompokan,

pemberian motivasi kepada kelompok dan penataan ruang kelas (Lie,2000).

2.4. Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Think Paire Share

Think Paire Share atau berpikir berpasangan berbagai adalah jenis

pembelajaran cooperative learning yang dirancang untuk mempengaruhi pola

interaksi siswa. (Trianto, 2007:61). Dengan menggunakan Think Paire Share

merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi

kelas. Dengan asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk

mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam

Think Paire Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir untuk

merespon dan saling membantu.

Ada bebrapa langkah melakukan Think Paire Share yaitu (1) Berpikir

(Thinking) pada langkah ini guru memberikan suatu pertanyaan atau masalah yang

dikaitkan dengan pelajaran dan meminta untuk berpikir; (2) Berpasangan

(Paireing) pada langkah ini guru meminta siswa untuk berpasangan dan

mendiskusikan permasalahan yang diberikan guru; (3) Berbagi (Sharing) pada

Page 13: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

26

langkah ini guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi keseluruh kelas. (Lie,

2000:79)

Menurut Slavin (Lie, 2000) pembelajaran Coopertaive Learning

merupakan model pembelajaran yang menempatkan siswa belajar dalam

kelomok-kelompok kecil dengan latar belakang kemampuan (tingkat) yang

berbeda. Pembelajaran Cooperative Learning merupakan bentuk pembeajaran

yang didasarkan pada pemahaman konstruktivisme, yaitu siswa akan lebih mudah

menemukan dan memahamai materi pelajaran ynag sulit apabila mereka dapat

saling mendiskusikan bersama temannya. Dalam menyelesaikan tugas kelompok,

setiap anggota saling bekerjasama dan membantu teman sekelompok untuk

mencapai ketuntasan. Ibrahim (2001) menyatakan bahwa guru yang belum pernah

menerapkan pembelajaran cooperative learning sebelumnya dan menggunakan

model ini dengan siswa yang belum berpengalaman dengan model pembelajaran

cooperative learning, mungkin pada awalnya model ini kelihatannya tidak

berjalan.

Menurut Kagan (1998) mengatakan adanya masalah menerapkan strategi

belajar bersama di kelas yaitu ramai, gagal untuk saling mengenal perilaku yang

salah dan penggunaan waktu yang tidak efektif. Dalam pembelajaran dengan

model pembelajaran cooperative learning tipe Think Paire Share memiliki

prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih

banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain. Andaikan

guru baru saja menyeleaikan suatu penyajian singkat atau siswa telah membaca

suatu tugas atau situasi penuh teka teki telah dikemukakan sekarang guru

Page 14: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

27

menginginkan siswa memikirkan secara lebih mendalam tentang apa yang telah

dijelaskan atau dialami. Guru memilih untuk menggunakan tipe Think Paire

Share sebagai gantinya tanya jawab seluruh kelas (Ibrahim,et al, 2001).

Think Paire Share adalah struktur yang memiliki tujun umum untuk

meningkatkan penugasan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa,

selain itu juga mengolah informasi, komunikasi dan mengembangkan berpikir

dengan relevant skill : memberikan informasi, mendengarkan, bertanya,

meringkas gagasan orang lain, menguraikan dengan kata-kata sendiri. Model

pembelajaran cooperative learning ini secara ideal cocok untuk guru dan siswa

yang baru melakukan pembelajaran koopertif.

Langkah-langkah pembelajran cooperative learning tipe Think-Paire

Share menurut Ibrahim (2001) ada tiga tahap

Tahap 1: Thinking (berpikir)

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran

kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara

mandiri untuk beberaoa saat

Tahap 2 : Paireing (berpasangan)

Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan

apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini

diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau

berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi.

Page 15: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

28

Tahap 3: Sharing (berbagi)

Guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa

yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran

pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan

telah mendapat kesempatan untuk melaporkan .

Think Paire Share menghasilkan partisipasi siswa bertambah.langkah

terakhir Think paire Share mempunyai berbagai keunungan bagi semua siswa

yaitu mereka memahami konsep sama yang terungkap dari beberapa cara yang

berbeda dari tiap individu berbeda. (Lie, 2002)

2.5 Prestasi Belajar

Sebelum menguraikan tentang peningkatan prestasi belajar, terlebih

dahulu akan dijelaskan tentang pengertian belajar itu sendiri. Belajar adalah suatu

kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi, serta menganalisa bahan-

bahan pelajaran yang disajikan oleh guru yang berakhir pada kemampuan anak

menguasai bahan pengajaran yang disajikan itu.

Guthrie dalam buku yang dikutip oleh Arifin (1988: 172) mengemukakan:

Bahwa belajar itu adalah perubahan tingkah laku akibat dari pengalaman yang diperoleh dari akibat belajar seseorang dan perubahan tersebut bukan karena disebabkan oleh tendensi (kecenderungan) tabi’iyah yang otomatis membawa perubahan tingkah laku orang yang lelah dan sebagainya.

Page 16: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

29

Sehubungan dengan pengertian tersebut perlu ditegaskan bahwa

perubahan tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan. Keadaan gila,

mabuk, lelah, jenuh tidak dapat dikatakan sebagai prestasi belajar.

2.5.1 Pengertian Prestasi Belajar

Kata prestasi belajar berasal dari bahasa Belanda yaitu: “prestatei” yang

dalam bahasa Indonesia berubah menjadi “prestasi” yang berarti “hasil usaha”

(Arifin, 1988: 2). Menurut Surya (1992: 74) “Prestasi belajar adalah seluruh

kecakapan yang diperoleh melalui proses belajar di sekolah yang dinyatakan

dengan nilai-nilai”.

Menurut Makmun (1981: 44) mengemukakan bahwa:

Prestasi belajar adalah kecakapan yang dapat diuji sekarang juga, karena merupakan hasil usaha belajar yang bersangkutan dengan cara, bahan, dan dalam hal tertentu yang telah dipelajarinya dan manipestasinya dapat dideteksi dalam term-term pengetahuan, keterampilan, dan sikap dengan menggunakan alat ukur.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi itu suatu

nilai yang dapat dinyatakan dalam bentuk angka yang diperoleh pada umumnya

melalui test atau hasil pencapaian yang nyata dan hasil yang diperlihatkan siswa

baik dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan setelah siswa mengalami

berbagai kegiatan.

Prestasi merupakan hasil pekerjaan, hasil belajar yang menyenangkan hati,

yang diperoleh dengan keuletan dan sabar. Hal ini sesuai dengan konsep yang

dikemukakan oleh Nursid (1984: 296) bahwa, “Prestasi adalah apa yang telah

diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan

jalan keuletan bekerja”.

Page 17: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

30

Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dikategorikan menjadi tiga bidang,

yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga bidang tersebut merupakan suatu

kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu tujuan yang hendak dicapai.

Ketiganya harus nampak sebagai hasil belajar siswa. Sedangkan menurut

Subyanto (dalam Syamsudin, 1981: 34) mengatakan bahwa, ”hasil belajar akan

tampak dalam perubahan tingkah laku siswa sesuai rumusan tujuan yang

dikehendaki”.

Untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan belajar, salah satu

indikatornya adalah dengan melihat prestasi belajar yang dicapai siswa. Prestasi

merupakan hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan

bekerja. Arifin (1990: 2) mengemukakan bahwa ”prestasi berarti hasil usaha”.

Syamsudin (1981: 44) mengemukakan pengertian prestasi belajar ”sebagai

kecakapan nyata yang menunjukan kepada aspek kecakapan yang segera dapat

didemonstrasikan dan diuji, karena merupakan hasil usaha yang bersangkutan

dengan cara dan bahan dan dalam hal-hal tertentu yang dijalaninya”.

Dari beberapa uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi

belajar merupakan aspek kecakapan yang telah dimiliki oleh siswa sebagai hasil

usaha dari kegiatan belajar yang ditempuhnya. Dengan demikian, prestasi belajar

merupakan indikator yang penting dalam menentukan keberhasilan keseluruhan

proses pendidikan pada umumnya dan proses belajar pada khususnya. Prestasi

belajar berfungsi untuk mengetahui keberhasilan belajar dalam bidang studi

tertentu juga sebagai indikator kualitas institusi tertentu.

Page 18: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

31

2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Purwanto (1989: 102) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi

prestasi belajar siswa sebagai berikut:

a. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut faktor individual, diantaranya faktor kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi lainnya.

b. Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial , misalnya faktor keluarga, keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan maupun kesempatan yang tersedia.

Sementara itu Syamsu (1985: 11-12) menjelaskan bahwa,

Faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat diklasifikasikan dalam faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu siswa. Sedangkan faktor internal adalah faktor yang datang dari dalam diri siswa yang memuat dua hal, yaitu faktor fisik dan psikis.

Sudjana (1987: 103) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi proses

belajar dan hasil belajar sebagai berikut:

a. Faktor raw input, yaitu faktor siswa atau anak itu sendiri, dimana tiap siswa memiliki kondisi yang berbeda-beda dalam kondisi psikologisnya dan kondisi fisiologisnya.

b. Faktor environmental input, yaitu faktor lingkungan, baik lingkungan alami ataupun sosialnya.

c. Faktor instrumental input, yang di dalamnya terdiri antara lain kurikulum, program/bahan pengajaran, suasana dan fasilitas maupun guru.

Faktor-faktor di atas dalam banyak hal saling berkaitan dan mempengaruhi

satu sama lain. Seorang siswa bersifat conserving terhadap ilmu pengetahuan atau

bermotif ekstrinsik (faktor eksternal) umpamanya, biasanya cenderung mengambil

pendidikan belajar yang sederhana dan mendalam. Sebaliknya seorang siswa yang

berintelegensi tinggi (faktor internal) dan mendapat dorongan positif dari orang

Page 19: BAB 2 -    Web viewSesuai dengan karakteristik anak usia sekolah dasar yang masih suka bermain,memiliki rasa ingin tahu yang besar dan mudah terpengaruh lingkungan,

32

tuanya (faktor eksternal), mungkin akan memilih pendekatan belajar yang lebih

mementingkan kualitas hasil pembelajaran.

Prestasi belajar yang dicapai siswa sangat dipengaruhi oleh model,

metode, dan strategi yang digunakan dalam pembelajaran. Apabila kita dapat

memilih dan menggunakan metode mengajar yang tepat, yaitu sesuai dengan

tujuan, materi, kemampuan siswa, kemampuan guru, ataupun keadaan waktu serta

keadaan yang memadai, dapatlah kita mencapai apa yang diharapkan di dalam

proses KBM di kelas.