Upload
hoangdat
View
236
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lansia
2.1.1 Pengertian Lansia
Menurut Undang-Undang No. 13/ tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas. Sementara itu WHO menyatakan bahwa lanjut usia meliputi usia
pertengahan yaitu kelompok usia 45-59 tahun. Selain itu lansia adalah seseorang
yang karena usianya mengalami perubahan biologi dan fisik serta kejiwaan dan
sosial. Menua (manjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2008)
Lanjut usia adalah seseorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60
tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan (potensial) maupun
karena sesuatu hal tidak lagi mampu berperan secara aktif dalam pembangunan
(tidak potensial) (Depkes RI. 2001).
2.1.2 Batasan-batasan umur Lansia
Batasan lansia menurut WHO, (Nugroho, 2008).
a. Usia pertengahan (Middle age) antara 45 - 59 tahun.
b. Usia lanjut (Elderly) antara 60 - 74 tahun.
c. Usia lanjut tua (Old) antara 75 – 90 tahun.
12
d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
Menurut Koesoenoto Setyonegoro (Nugroho 2000).
a. Usia dewasa muda (Elderly adulthood) yaitu usia sekitar 18 tahun atau 20
tahun sampai 25 tahun
b. Usia dewasa penuh (Middle Years) atau maturitas yaitu usia 25 tahun sampai
60 tahun atau 65 tahun
c. Lanjut usia (Geriatric Age) yaitu usia lebih dari 65 tahun atau 70 tahun, dalam
hal ini dibagi untuk usia :
1. Usia 70-75 tahun (Young old)
2. Usia 75-80 tahun (Old)
3. Usia lebih dari 80 tahun (Very Old)
Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu :
a. Pertengahan umur usia lanjut/ virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45 – 54 tahun,
b. Usia lanjut dini/ prasenium yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut
antara 55 – 64 tahun,
c. Kelompok usia lanjut/ enium usia 65 tahun keatas
d. Usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70
tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti,
menderita penyakit berat, atau cacat.
2.1.3 Teori-teori proses menua
Teori tentang penuaan dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok teori
stokastik dan teori kelompok genetika perkembangan (Kosasih, Setiabudhi dan
13
Heryanto, 2005).
1. Teori Stokastik
Pada kelompok ini proses tua dianggap sebagai akibat dari kumpulan dampak
negatif lingkungan. Adapun teori yang termasuk dalam kelompok ini ialah:
a. Teori Mutasi Somatik
Teori Mutasi Somatik dikemukakan pada pertengahan abad 20 dengan
dasar setelah perang dunia saat itu, lingkungan banyak terekspos oleh radiasi yang
memicu mutasi sel. Lebih jauh mutasi sel menyebabkan kemunduran sampai pada
kegagalan organ sehingga dapat menyebabkan kematian (Kosasih, Setiabudhi dan
Heryanto, 2005).
b. Teori Kesalahan Berantai (Error Catasthrophe Theory)
Orgel (1963) mengemukakan teori kesalahan pembentukan protein sel
yang mengandung materi genetik. Jika kesalahan tersebut terus menerus
diturunkan dari generasi ke generasi, maka jumlah molekul abnormal akan
semakin banyak. Menurut teori ini, proses tua disebabkan oleh kesalahan-
kesalahan yang beruntun dan berlangsung lama sepanjang kehidupan, dimana
terjadi kesalahan transkripsi (perubahan DNA menjadi RNA) maupun pada
translasi (perubahan RNA menjadi protein atau enzim). Enzim atau protein yang
salah ini akan menyebabkan gangguan pada metabolism sehingga mengurangi
fungsi sel. Walaupun pada keadaan tertentu sel mampu memperbaiki kesalahan,
namun kemampuan ini sangat terbatas. Kesalahan beruntun inilah yang akan
menimbulkan “bencana” (catasthrophe) (Kosasih, Setiabudhi dan Heryanto,
2005).
14
c. Teori Pilin (Cross - Lingking Theory)
Kohn dan Bjorksten (1974) mengemukakan teori ini dengan dasar bahwa
makin bertambahnya usia, protein manusia yaitu DNA satu dengan DNA lainnya
akan saling melekat dan memilin (cross-link). Akibatnya protein (DNA) menjadi
rusak dan tidak dapat dicerna oleh enzim pemecah protein (enzim protease),
sehingga elastisitas protein akan berkurang dan akhirnya mengakibatkan kerutan
pada kulit, fungsi penyaring ginjal menjadi berkurang, dan terjadi katarak pada
mata (Kosasih, Setiabudhi dan Heryanto, 2005).
d. Teori Glikosilasi (Glycosilation Theory)
Teori ini mengemukakan bahwa bila terjadi proses pengikatan antara gula
(glukosa) dengan protein (proses glikolisasi) maka protein dan glukosa yang
terlibat akan rusak dan tidak berfungsi optimal. Semakin lama hidup seseorang,
semakin banyak pula kesempatan terjadinya pertemuan antara oksigen, glukosa
dan protein yang akan memicu terjadinya keadaan degenerasi seperti katarak
senilis, kulit yang keriput/kusam, dan lain-lain (Kosasih, Setiabudhi dan
Heryanto, 2005).
e. Teori Pakai dan Rusak (Wear and Tear Theory)
Weismann (1882) mengatakan bahwa tubuh dan sel-selnya rusak karena
banyak terpakai dan digunakan secara berlebihan. Organ tubuh seperti hati,
lambung, ginjal, kulit, dan sebagainya dirusak oleh racun (toksin) yang didapat
dari makanan dan lingkungan (Kosasih, Setiabudhi dan Heryanto, 2005).
15
2. Teori genetika perkembangan
Kelompok teori ini mengemukakan bahwa proses tua merupakan bagian
dari proses tumbuh kembang yang berkesinambungan, di mana secara genetik
telah terkontrol dan terprogram. Memang tidak dipungkiri bahwa faktor luar
(lingkungan) sangat berpengaruh, namun para ilmuwan percaya bahwa lama
hidup dan proses tua sudah diatur secara intrinsik oleh tubuh, dalam hal ini
kaitannya dengan genetik. Bukti nyata akan hal ini bahwa berbagai spesies
memiliki lama hidup yang berbeda padahal mereka terekspos oleh suasana
lingkungan yang sama. Adapun teori yang termasuk di dalam kelompok Teori ini
adalah:
a. Teori Neuro Endokrin (hormonal)
Dengan bertambahnya usia, maka terjadi penurunan fungsi sel-sel neuron
di hipotalamus, sehingga mengakibatkan gangguan produksi hormon-hormon
yang secara otomatis mengganggu fungsi organ terkait. Hormon sangat vital
untuk memperbaiki dan mengatur fungsi tubuh. Semakin tua seseorang maka
produksi hormon tubuh menjadi berkurang, sehingga kemampuan tubuh untuk
memperbaiki diri (self repaired) dan mengatur diri (self regulation) menjadi
menurun (Kosasih, Setiabudhi dan Heryanto, 2005).
b. Teori Mutasi Genetik
Tingkat ketepatan dan kepatuhan akan menentukan kemungkinan
timbulnya kesalahan atau mutasi, dan sepanjang perjalanan hidup organisme dapat
muncul kode genetik spesifik yang baru (Kosasih, Setiabudhi dan Heryanto,
2005).
16
c. Teori Imunologis
Teori ini berdasarkan dari pengamatan bahwa dengan bertambahnya usia
maka terjadi penurunan kadar imunoglobulin, terutama IgD, peningkatan natural
killer cell, penurunan faal limfosit T, resistensi terhadap infeksi, serta peningkatan
kejadian penyakit autoimun. Salah satu bukti yang ditemukan Brocklehurst (1987)
adalah bertambahnya prevalensi autoantibodi pada orang lanjut usia (Kosasih,
Setiabudhi dan Heryanto, 2005).
d. Teori Radikal Bebas
Harman (1956) menerangkan proses tua terjadi berdasarkan timbulnya
kerusakan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Radikal bebas ialah atom
atau molekul dengan susunan elektron tidak lengkap atau tidak berpasangan
sehingga bersifat tidak stabil dan kecenderungan kuat untuk berpasangan. Radikal
bebas menyebabkan efek samping invivo sehingga terjadi injury sel atau disfungsi
dan diikuti inflamasi dan pada akhirnya terjadi penyakit degenerative (Kosasih,
Setiabudhi dan Heryanto, 2005).
e. Teori Membran
ZsNagy mengatakan bahwa kemampuan untuk emindahkan berbagai
macam senyawa kimia, panas dan berbagai proses listrik terganggu sejalan dengan
proses tua. Membran sel menjadi lebih kering (cairan dan lemak yang berkurang)
dan menjadi lebih padat. Hal ini mengurangi kemampuan sel untuk menjalankan
fungsi normal dan terjadi akumulasi racun (toksin) yang disebut lipofuchsin yang
akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Kosasih, Setiabudhi dan
Heryanto, 2005).
17
f. Teori gangguan Mitokondria
Mitokondria adalah organel yang menghasilkan energy Adenosine
Triphosphate (ATP). Pada teori radikal bebas dikatakan mitokondria terpapar oleh
banyak radikal bebas yang dapat merusak mitokondria sedangkan sel kurang
mendapat proteksi yang memadai dari proses ini, maka fungsi mitokondria akan
terganggu dan otomatis produksi ATP berkurang. Sel-sel tidak dapat meminjam
energi dari sel lain, maka kerja sel juga terganggu bahkan gagal. Bila sel gagal
menghasilkan energi otomatis organ yang dibentuknya ikut terganggu dan gagal
sehingga berakhir dengan kematian (Kosasih, Setiabudhi dan Heryanto, 2005).
g. Teori Telomerase
Dasar teori ini didapat oleh grup ilmuwan dari Geron Corporation di
Menlo Park, California. Telomer adalah rangkaian asam nukleat yang terdapat di
ujung kromosom, fungsinya menjaga keutuhan kromosom. Tiap kali sel tubuh
membelah, telomer akan memendek. Apabila ujung telomere sudah sangat
pendek, kemampuan sel untuk membelah akan berkurang, melambat dan akhirnya
sel tidak dapat membelah lagi (mati) (Kosasih, Setiabudhi dan Heryanto, 2005).
2.1.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi penuaan
Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Perlu hati-hati dalam
mengidentifikasi penuaan. Bila seseorang mengalami penuaan fisiologis
(Fisiological Aging), di harapkan mereka tua dalam keadaan sehat (Healthy
Aging). Ada faktor-faktor resiko yang mempengaruhi penuaan seseorang, yaitu :
1. Faktor Endogen
Faktor endogen yaitu faktor bawaan (faktor keturunan) yang berbeda
18
setiap individu. Faktor inilah yang mempengaruhi perbedaan efek menua pada
setiap individu, dapat lebih cepat atau lebih lambat Perbedaan tipe kepribadian
dapat juga memicu seseorng lebih awal memasuki masa lansia. Kepribadian yang
selalu ambisius, senantiasa dikejar-kejar tugas, cepat gelisah, mudah tersinggung,
cepat kecewa dan sebagainya, akan mendorong seseorng cepat stress dan frustasi.
Akibatnya, orang tersebut mudah mengalami berbagai penyakit
2. Faktor Eksogen
Faktor eksogen yaitu faktor luar yang dapat mempengaruhi penuaan.
Biasanya faktor lingkungan, sosial budaya dan gaya hidup. Misalnya diet atau
asupan gizi, merokok, polusi, obat-obatan maupun dukungan sosial.
2.1.5 Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia
Darmojo dan Martono (2004) mengatakan bahwa proses menua adalah
suatu proses menghilangnya secara perlahan – lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Nugroho (2008) menyatakan terdapat banyak perubahan yang terjadi pada
lanjut usia mencakup perubahan-perubahan fisik, mental, psikososial, dan
perkembangan spiritual.
19
1.Perubahan fisik
a. Sel
Sel menjadi lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya, berkurangnya
jumlah cairan cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler, menurunnya
proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati, jumlah sel otak menurun,
terganggunya mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi atrofi, beratnya
berkurang 5-10% (Nugroho, 2008).
b. Sistem persarafan
Terjadi penurunan berat otak sebesar 10-20%, cepatnya menurun
hubungan persarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya
stress, mengecilnya saraf panca indra, serta kurang sensitif terhadap sentuhan.
Pada sistem pendengaran terjadi presbiakusis ( gangguan dalam pendengaran )
hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi
suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata,
otosklerosis akibat atrofi membran timpani, dan terjadinya pengumpulan serumen
yang dapat mengeras karena meningkatnya keratin, serta biasanya pendengaran
bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stress
(Nugroho, 2008).
c. Sistem penglihatan
Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih
berbentuk sferis (bola), keruhan pada lensa menyebabkan katarak, meningkatnya
ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan
susah melihat dalam cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya
20
lapangan pandang, serta menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau
(Nugroho, 2008).
d. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan elastisitas aorta, katup jantung menebal dan menjadi
kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun, kurangnya elastisitas
pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,
perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bias menyebabkan
tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak serta meningginyat
ekanan darah akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Nugroho,
2008).
e. Sistem pengaturan
Temperatur tubuh terjadi hipotermia secara fisiologis akibat metabolisme
yang menurun, keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi
panas akibatnya aktivitas otot menurun (Nugroho, 2008).
f. Sistem respirasi
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat,
kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun,
ukuran alveoli melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang, kemampuan untuk
batuk berkurang, serta kemampuan kekuatan otot pernafasan menurun (Nugroho,
2008).
g. Sistem gastrointestinal
Terjadi kehilangan gigi akibat periodontal disease, kesehatan gigi yang
21
buruk dan gizi yang buruk, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf
pengecap di lidah terhadap rasa manis, asin, asam, atau pahit, esophagus melebar,
rasa lapar menurun, asam lambung menurun, peristaltik lemah dan biasanya
timbul konstipasi, serta melemahnya daya absorbsi (Nugroho, 2008).
h. Sistem reproduksi
Terjadi penciutan ovari dan uterus, penurunan lendir vagina, serta atrofi
payudara sehingga ada penurunan seksualitas, sedangkan pada laki-laki, testis
masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara
berangsur-angsur, kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia
asal kondisi kesehatan baik (Nugroho, 2008).
i. Sistem perkemihan
Terjadi atrofi nefron dan aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, otot-
otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan
terkadang menyebabkan retensi urin pada pria (Nugroho, 2008).
j. Sistem Endokrin
Terjadi penurunan semua produksi hormon, mencakup penurunan aktivitas
tiroid, BMR, daya pertukaran zat, produksi aldosteron, progesterone, estrogen
dan testosteron (Nugroho, 2008).
k. Sistem integumen
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan
kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan
ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis, rambut menipis berwarna kelabu, rambut
dalam hidung dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat menurunnya
22
cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi keras
dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya, serta kelenjar keringat yang berkurang
jumlah dan fungsinya (Nugroho, 2008).
l. Sistem muskuloskeletal
Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis, pergerakan
pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas, persendian membesar dan menjadi kaku,
tendon mengerut dan mengalami sclerosis, serta atrofi serabut otot (Nugroho,
2008).
2. Perubahan mental
Kuntjoro (2002) mengatakan bahwa pada lansia dapat timbul gangguan
keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan
/kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang
mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental mencakup penurunan
kondisi fisik, penurunan fungsi dan potensi seksual, perubahan aspek psikososial,
perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan perubahan dalam peran sosial di
masyarakat.
a. Penurunan kondisi fisik seperti yang telah dijelaskan diatas.
b. Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lansia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung, gangguan
metabolisme, dan vaginitis, baru selesai operasi, kekurangan gizi, penggunaan
obat-obat tertentu, faktor psikologis yang menyertai lansia seperti rasa tabu
atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual, sikap keluarga dan
23
masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya,
kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya, pasangan
hidup telah meninggal, dan disfungsi seksual
c. Perubahan aspek psikososial akan dijelaskan pada perubahan-perubahan
psikososial.
d. Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan, pada umumnya perubahan ini
diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para
lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pension Sering diartikan
sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status
dan harga diri.
e. Perubahan dalam peran sosial di masyarakat, lansia sebaiknya selalu diajak
untuk melakukan aktivitas dan memiliki peranan di masyarakat, selama yang
bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi
dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti
mudah menangis, mengurung diri, dan merengek-rengek bila bertemu dengan
orang lain.
3. Perubahan psikososial
Kuntjoro (2002) mengatakan pada umumnya setelah orang memasuki
lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi
kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan
lain- lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi semakin
24
lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi,
yang berakibat lansia menjadi kurang cekatan. Dengan adanya penurunan kedua
fungsi tersebut, lansia akan mengalami perubahan-perubahan psikososial yang
berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat
dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia yaitu sebagai berikut:
1. Tipe kepribadian konstruktif (Construction personality), biasanya tipe ini tidak
banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
2. Tipe kepribadian mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power syndrome, apalagi jika pada masa lansia
tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya
3. Tipe kepribadian tergantung (Dependent personality), pada tipe ini biasanya
sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu
harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi
jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4. Tipe kepribadian bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak
keinginan yang kadang- kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonominya tidak stabil.
5. Tipe kepribadian kritik diri (Self Hate personality), pada lansia tipe ini umunya
terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau
cenderung membuat susah dirinya.
25
Menurut Nugroho (2008) pada lansia yang dulunya bekerja dan
mengalami pensiun akan mengalami kehilangan finansial, status, teman dan
kegiatan. Seorang lansia juga merasakan atau sadar akan kematian, mengalami
penyakit kronis dan ketidakmampuan, terjadi rangkaian dari kehilangan, serta
hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik.
2.1.6 Dampak perubahan dan kemunduran pada Lansia
Perubahan dan kemunduran yang terjadi akan memberikan dampak
terhadap tingkah laku dan perasaan orang yang memasuki usia lanjut.
Kemunduran fisik yang terjadi pada lansia memberikan kesimpulan bahwa
kecantikan atau ketampanan yang mereka miliki mulai hilang, ini berarti
kehilangan daya tarik bagi diri lansia. Wanita biasanya lebih risau dan tertekan
karena keadaan tersebut sebab biasanya wanita di puji karena kecantikan dan
keindahan fisiknya. Tetapi tidak berarti bahwa pria pada masa kini tidak
mengalami hal tersebut. Pada pria yang mengalami proses menua tetap dirinya
menarik bagi lawan jenisnya (Nugroho, 2008).
Selain itu yang menjadi permasalahan pada lansia di Indonesia meliputi
ketergantungan, sistem nilai kekerabatan yang berubah, sumber pendapatan lansia
yang menurun, dan masalah kesehatan dan pemberdayaan pola hidup sehat, serta
masalah psikologi dan kesehatan mental dan spiritual.
1. Ketergantungan
Angka harapan hidup yang semakin tinggi dan jumlah lansia yang terus
meningkat akan menjurus pada perubahan demografis dan berdampak pada rasio
ketergantungan. Setiap calon penduduk lansia harus menyiapkan keluarga dan
26
anak-anaknya dengan baik agar pada waktunya kelak dapat menanggung lansia
(Hamid, 2001).
2. Sistem nilai kekerabatan yang berubah
Ukuran keluarga yang telah berubah menjadi lebih kecil disertai perubahan
sistem nilai kekerabatan dalam keluarga ditandai sikap pada setiap anggota
keluarga termasuk lansia. Yang menjadi lebih modern ditandai oleh perencanaan
masa depan dengan lebih seksama, dilandasi perhitungan rasional tentang untung
rugi, keinginan untuk hidup mandiri yang telah mengubah tradisi yang selama ini
dianut. Hal ini akan memposisikan lansia pada kedudukan dan peran yang baru
dalam keluarga. Perubahan ini akan memberikan pengaruhnya pada berbagai
aspek kehidupan ekonomi dan sosial budaya, terutama pengaruh dalam
kemampuan keluarga memberikan pelayanan bagi lansia (Hamid, 2001).
3. Sumber pendapatan lansia yang menurun
Lansia perlu memiliki sumber pendapatan untuk mendukung kehidupan
yang sejahtera, sumber pendapatan lansia dapat berupa pensiun, tabungan,
asuransi hari tua, bantuan keluarga, atau bagi yang masih aktif produktif di usia
lanjut, sumber pendapatannya adalah perolehan sebagai penghasilan dari
pekerjaannya tidak sedikit yang memiliki kesejahteraan ekonomi yang cukup
namun tetap ingin bekerja. Penyediaan lapangan pekerjaan bagi lansia perlu
dukungan kebijakan pemerintah di bidang ketenagakerjaan para lansia (Hamid,
2001).
4. Masalah kesehatan dan pemberdayaan pola hidup sehat
Untuk mempertahankan kualitas hidup yang baik, lansia sebaiknya
27
memelihara kesehatan dan mengetahui sedini mungkin masalah pada organ
tubuhnya (Kosasih, 2005).
4’ Spritual
Kebutuhan spiritual Lansia, yang dimaksud dengan spiritualitas adalah
keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta
(Hamid, 2000). Menurut Koezier & Wilkinson (dalam Hamid, 2000), dimensi
spiritual adalah upaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan
dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapat kekuatan ketika
sedang menghadapi stres emosional, penyakit fisik atau kematian. kekuatan yang
timbul diluar kekuatan manusia.
Kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan spiritual adalah
pendekatan diri kepada Yang Maha Kuasa demi mencari arti dan tujuan hidup,
kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan dan kebutuhan
untuk memberikan dan mendapatkan maaf. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi
maka akan menimbulkan verbalisasi distress dan perubahan perilaku, jika kondisi
ini tidak segera ditangani maka akan mengakibatkan perasaan bersalah, rasa takut,
depresi dan ansietas. Contoh aktivitas spiritual antara lain: melakukan hal-hal
yang berhubungan dengan beribadah (berdoa, pergi ketempat beribadah, berpuasa,
berdoa bersama atau pengajian, membaca kitab suci atau al’quran dan lain-lain)
Kebutuhan spiritual bagi Lansia adalah kebutuhan untuk mempertahankan
atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan
untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan
penuh rasa percaya dengan Tuhan. Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan
28
untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta
rasa keterikatan dan kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf.
(Hamid, 2000)
Karakteristik spiritualitas yaitu: 1) hubungan dengan diri sendiri (kekuatan
dalam atau self-reliance) meliputi: pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat
dilakukannya) dan sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan/masa
depan, ketenangan pikiran, harmoni atau keselarasan dengan diri sendiri; 2)
hubungan dengan alam (harmoni) meliputi: mengetahui tentang tanaman, pohon,
margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam (bertanam, berjalan kaki),
mengabadikan dan melindungi alam; 3) hubungan dengan orang lain (harmonis
atau suportif) meliputi: berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal
balik, mengasuh anak, orang tua dan orang sakit, serta meyakini kehidupan dan
kematian (mengunjungi, melayat), dikatakan tidak harmonis apabila: konflik
dengan orang lain, resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi; 4)
hubungan dengan ketuhanan (agamais atau tidak agamais) meliputi: sembahyang
atau berdoa atau meditasi, perlengkapan keagamaan dan bersatu dengan alam
(Hamid, 2000).
2.2 Konsep kualitas hidup
2.2.1 Defenisi kualitas hidup
Kualitas Hidup suatu kajian yang melibatkan berbagai sudut pandang yang
tidak hanya melibatkan status fungsional dan beratnya gejala tetapi juga
menyangkut pemahaman tentang perkembangan mental (psikologi), sosiokultural,
29
etika, dan spiritual (Luccenotte, 2003).
Kualitas hidup merupakan salah satu bagian dari status fungsional lanjut
usia itu sendiri, yang menekankan sejauh mana dampak penyakit medis pada
lansia dan merupakan pedoman untuk rehabilitasi medic (Gallo, 1998).
Kualitas hidup dipakai sebagai alat untuk menilai hasil dari sebuah
perawatan atau menyeimbangkan faktor-faktor resiko dan manfaat dari sebuah
pilihan pengobatan (Munawirah, 2006).
Kualitas Hidup yang baik sama seperti hidup dengan kehidupan yang
berkualitas tinggi. Hal ini digambarkan pada kebahagiaan, pemenuhan kebutuhan,
fungsi dalam konteks sosial, dan lain-lain. (Ventegodt,Merriek dan Andersen,
2003)
Kualitas hidup dapat diartikan sebagai derajat dimana seseorang menikmati
kemungkinan dalam hidupnya, kenikmatan tersebut memiliki dua komponen yaitu
pengalaman, kepuasan dan kepemilikan atau pencapaian beberapa karakteristik
dan kemungkinan-kemungkinan tersebut merupakan hasil dari kesempatan dan
keterbatasan setiap orang dalam hidupnya dan merefleksikan interaksi faktor
personal lingkungan (Chang, Viktor dan Weissman, 2004).
Menurut WHO (1994), kualitas hidup didefenisikan sebagai persepsi
individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya
dan sistem nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup,
harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan,
terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat
kebebasan, hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka.
30
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pada Lansia
1. Aktifitas fisik
Proses penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia
dewasa. Sehingga dapat terjadi kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf dan
jaringan lain sehingga tubuh “mati” sedikit demi sedikit, karena pengalaman usia
maka fungsi organ tubuh berusia lanjut akan mengalami penurunan. Penurunan
fungsi organ ini menyebabkan para lansia menjadi lamban dan terganggu dalam
melakukan aktifitas
Aktifitas dasar harian adalah segala aktifitas yang dilakukan oleh lansia
seperti berpakaian dan mandi. Instrumen aktifitas kehidupan sehari-hari yang
bersifat kompleks seperti mempergunakan pesawat telepon, memelihara rumah
dan pengaturan keuangan (Gallo, 1998).
Menurut Fried (1994), kesulitan-kesulitan dalam aktifitas pada lansia dapat
dikelompokkan yaitu :
1. Aktifitas yang berkaitan dengan mobilitas dan pelatihan, seperti berjalan
2. Tugas-tugas yang kompleks seperti membayar rekening dan berbelanja
3. Aktifitas perawatan diri, seperti toileting
4. Aktifitas ekstremitas seperti mengenggam dan menggapai
Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kondisi fisik lanjut usia
sehingga dapat mengarah pada kemunduran fisik, antara lain :
1. Aktifitas fisik yang rendah
2. Kebiasaan merokok dan minum alkohol
31
3. Peningkatan usia
4. Status sosial ekonomi rendah yang meliputi pendapatan dan pendidikan
5. Status kesehatan rendah
6. Penggunaan obat-obatan
7. Kurangnya kontak sosial
8. Riwayat penyakit kronis
9. Gangguan kognitif dan depresi
10. Gangguan penglihatan dan pendengaran
2. Aspek Sosial
Anggota masyarakat yang lebih tua merupakan sumber nasehat dan restu
sangat dihormati dalam upacara, dalam pergaulan sehari-hari membantu tugas-
tugas lain yang biasa mereka lakukan adalah momong cucu (54,4%), memasak
(58,6%), bersih-bersih rumah (59,3%), mencuci piring (53,1%), jahit menjahit
(18,3%), dan sebagainya (Darmojo, 2006).
Pada umunya para lanjut usia adalah para pensiunan atau mereka yang
kurang produktif lagi. Orang yang mengalami pension mempunyai
ketergantungan sosial finansial, selain itu juga akan kehilangan prestise,
kewibawaan, peran-peranan sosial dan sebagainya. Keadaan ini akan memberikan
rasa stress pada orang yang lanjut usia. Bagi seseorang yang mempersiapkan masa
pension yang cukup baik seperti infestasi (tabungan), bisnis sewa, sokongan dari
pemerintah atau swasta tentunya akan memiliki ketergantungan sosial finansial
yang rendah.
3. Aspek Psikologi
32
Seseorang yang telah memasuki masa lansia, kondisi kesehatan kejiwaannya
semakin menurun. Karena semakin menurunnya kesehatan kejiwaan seorang
lansia maka akan mengalami fase yang sangat sulit ketika perkembangan
seseorang lansia tidak selaras dengan keadaan orang lain. Salah satu kesehatan
fisik yang menurun adalah menurunnya kemampuan mendengar dan melihat bagi
orang yang lanjut usia. Keadaan ini akan mempengaruhi aspek menangkap isi
pembicaraan dan lambannya memahami informasi lewat tulisan, maka ini
tentunya akan menimbulkan perasaan mudah tersinggung, tersisih dan kurang
percaya diri (Darmojo, 2006)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi psikologis lansia adalah :
a. Kesepian
Kesepian biasanya, dialami oleh seseorang lanjut usia pada saat
meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat. Terutama dirinya sendiri
mengalami penurunan status kesehatan, misalnya menderita penyakit fisik berat,
gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama gangguan pendengaran
b. Duka cita
Periode duka cita merupakan periode yang sangat rawan bagi seorang
penderita lanjut usia. Meninggalkan pasangan hidupnya, seorang teman dekat atau
bahkan seekor hewan yang sangat disayangi bisa memutuskan ketahanan yang
rapuh dari seorang lansia
c. Depresi
Depresi merupakan efektif yang biasanya terjadi pada lansia. Depresi dapat
merusak kualitas hidup, meningkatkan resiko bunuh diri dan menjadi menutup
33
diri. Orang yang menderita depresi tidak bisa mengontrol penyakitnya dan hanya
bisa ditolong profesional kesehatan
2.2.3 Komponen kualitas hidup
Ada 3 kategori pokok yang berkaitan dengan kualitas, hidup yaitu fisik yang
baik, psikologis yang baik dan dukungan sosial (Everett dan Keff, 2001).
Pengukuran kualitashidup lanjut usia menurut Everett dan Keff, 2001
1. Kemandirian
Kehilangan fungsi pada usia lanjut merupakan tahap akhir berbagai
penyakit yang dialami usia lanjut.dampaknya adalah penurunan aktivitas sehari-
hari mulai dari bangun pagi,tidur,man di,mencuci,berpindah tempat,mengatur
keuangan,mengatur diri sendiri yang tidak segesit pada waktu.muda.oleh karena
itu di perlukan pengkajian secara holistik dan komprehensif pengkajian ini di
perlukan untuk mengetahui tingkat kualitas hidup lansia sehinga,mampu
mempertahankan fungsi yang ada dan memperluas harapan hidup .
Pengkajian status fungsional yang sering di pergunakan adalah indeks
katz.indeks ini memfokuskan diri pada enam aktivitas dasar yaitu:
a. Bathing
b. Dressing
c. Transfering
d. Kontinence
e. Feedings
f. Toileting
34
Walaupun fokusnya pada enam aspek dasar aktivitas lansia alat ini dapat
menentukan tingkat kemandirian lansia dalam kehidupan sehari-
hari.penentuan.kemandirian fungsional dapat mengidentifikasi kemampuan dan
keterbatasan klien,menumbuhkan perubahan intervensi yang tepat.
Pengkajian berdasarkan indeks barthel adalah penilitian di dasarkan pada
tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan aktivitas fingsional.pengukuran
meliputi sepuluh kemampuan sebagai berikut.
35
Tabel 2.1 Indeks Katz
NO AKTIFITAS NILAI KD
BANTUAN MANDIRI
1 Makan 5 10
2 Berpindah dari kursi roda ke
tempat tidur
5-15 15
3 Kebersihan diri,mencuci
muka,menyisir,mencukur,dan
menggosok gigi.
0 5
4 Aktivitas di
toilet(menyemprot,mengelap)
5 10
5 Mandi 0 5
6 Berjalan di jalan yang
datar(jika tidak mampu
berjalan lakukan dengan kursi
roda)
10 15
7 Naik turun tangga 5 10
8 Berpakaian 5 10
9 Mengontrol BAB 5 10
10 Mengontrol BAK 5 10
JUMLAH 100
NILAI ADL:
0-2 : Ketergantungan penuh
21-61 : Ketergantungan berat
62-90 : Ketergantungan sedang
91-99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri
2. Tes Mental Mini
Salah satu tes mental yang populer adalah tes mini mental yang di
kembangkan oleh folstein pada tahun 1975.tes mental mini ini(TMM)ini
merupakan suatu metode untuk menentukan fungsi mental kognitif baik praktek
klinik maupun untuk peniltian(Jurnal Medika,september,2004 Hal 564).instrumen
tes mini mental ini terdiri dari 5 pertanyaan yaitu.
1 Orientasi
2 Registrasi
3 Perhatian/kalkulasi
4 Mengingat
36
5 Bahasa
Nilai kemungkinan yang paling tinggi adalah 30 dan nilai kurang dari 21
di indikasikan mengalami kerusakan kognitif yang memerlukan penyilidikan lebih
lanjut(leukenotte,hal 37).
Aktivitas kegiatan lansia,sperti mandi,ke WC,kerja ringan,ke toilet,ke
pasar,membersihkan tempat tidur,tanpa bantuan siapapun,sangat dipengaruhi oleh
salah satu faktor yaitu”Demensia”(Nugroho,2000).
Demensia adalah suatu sindrom yang di karakteristikan dengan adanya
kehilangan kapasitas intelektual,melibatkan tidak hanya ingatan ,namun juga
kognitif,bahasa ,kemempuan visiopasial dan kepribadian.kelima komponen ini
tidak selamanya terganggu semua,namun pada.sebagian kasus kelima komponen
ini terganggu dalam derajat yang bervariasi(Gallo,1998).
Secara medis gangguan mental kognitif seringkali tidak mampu di kenali
oleh secara profesional dalam dunia kedokteran.Di perkiran dalam dunia
kedokteran 30%-80% usia lanjut tidak mampu terdiagnosis oleh dokter.Tes yang
sering di pergunakan.dalam mendeteksi adanya demensia adalah tes status mental.
37
Tabel 2.2 Mini Mental State Examination (MMSE); Folstein Mf, 1975
1. Orientasi
Tanggal berapakah hari ini?
Skor
Benar Salah
Waktu :
Hari :
Tanggal :
Bulan :
Tahun :
Dimanakah kita sekarang ?
Tempat :
Jalan :
Kota :
Propinsi :
Negara :
2. Register
Minta usia lanjut untuk mengulang kembali ketiga
kata tersebut : 1 poin untuk jawaban yang benar.
Contoh Kursi, Pulpen, Sepatu. Ulangi kembali jika
diperlukan sampai Usia Lanjut memahami ketiga kata
tersebut (6 kali percobaan). Jawaban kata
Skor
Benar Salah
3. Perhatian dan Berhitung
Minta Usia Lanjut untuk mengurangi 7 dari 100
kemudian dikurangi 7 dari hasil sebelumnya
(sebanyak 4 kali). Jawaban :
Skor
Benar Salah
100-7 = 93
93 – 7 = 86
86 – 7 = 79
79 – 7 = 72
72 – 7 = 65
4. Mengingat Kembali
Minta Usia Lanjut untuk mengingat kembali nama
ketiga benda yang telah dipelajari dalam tes
registration. Contoh Kursi, Pulpen, Sepatu
Skor
Benar Salah
1
0.
1.
38
5. Bahasa
Tunjukkan benda kepada Usia Lanjut, Kemudian
Tanya usia lanjut nama benda tersebut. Jawaban :
Skor
Benar Salah
Pensil
Jam tangan
Minta Usia Lanjut untuk menyebutkan “ Tidak
mungkin, dan Mustahil”
(3 poin) Berikan Usia Lanjut selembar kertas dan
katakan “Ambil kertas ini dengan tangan kanan, lipat
dua dan letakkan di atas lantai”
Berikan Usia Lanjut selembar kertas yang bertuliskan
“Tutup mata anda” minta Usia Lanjut untuk
membacanya dan melakukannya
Minta Usia Lanjut untuk menuliskan sebuah kalimat
(harus ada subjek, kata kerja, dan masuk akal)
Minta usia lanjut untuk meniru gambar
3. Dukungan Sosial
Pengukuran kondisi sosial usia lanjut dapat mempergunakan metode apgar
keluarga yaitu dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut:
Tabel 2.3 Apgar Keluarga
NO Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anda merasa puas karena anda dapat
membuat keluarga anda menolong saat terjadi hal-
hal yang menyulitkan
2 Apakah anda merasa puas dengan cara keluarga
anda membicarakan hal dan masalah-masalah yang
ada kaitanya dengan anda
3 Apakah anda merasa puas dengan kenyataan
bahwa keluarga menerima dan mendukung
kegiatan anda
4 Apakah anda merasa puas melihat cara keluarga
anda mengekspresikan ekspresi dan respon-respon
mereka terhadap emosi anda
5 Apakah anda merasa puas atas cara keluarga dan
anda menghabiskan waktu bersama-sama
Penilaian
Nilai 0 untuk jawaban tidak
Nilai 1 untuk jawaban ya
39
World Health Organization Quality Of Life (WHOQOL) membagi kualitas
hidup dalam enam domain yaitu fisik, psikologis, tingkat kebebasan, hubungan
sosial, lingkungan, spiritual, agama atau kepercayaan seseorang (WHO, 1998).
1. Domain fisik
WHOQOL membagi domain fisik pada tiga bagian, yaitu:
a. Nyeri dan ketidaknyamanan
Aspek ini mengeksplor sensasi fisik yang tidak menyenangkan yang dialami
individu, dan selanjutnya berubah menjadi sensasi yang menyedihkan dan
mempengaruhi hidup individu tersebut. Sensasi yang tidak menyenangkan
meliputi kekakuan, sakit, nyeri dengan durasi lama atau pendek, bahkan penyakit
gatal juga termasuk. Diputuskan nyeri bila individu mengatakan nyeri, walaupun
tidak ada alasan medis yang membuktikannya (WHO, 1998).
b. Tenaga dan lelah
Aspek ini mengeksplor tenaga, antusiasme dan keinginan individu untuk
selalu dapat melakukan aktivitas sehari-hari, sebaik aktivitas lain seperti rekreasi.
Kelelahan membuat individu tidak mampu mencapai kekuatan yang cukup untuk
merasakan hidup yang sebenarnya. Kelelahan merupakan akibat dari beberapa hal
seperti sakit, depresi, atau pekerjaan yang terlalu berat (WHO, 1998).
c. Tidur dan istirahat
Aspek ini fokus pada seberapa banyak tidur dan istirahat. Masalah tidur
termasuk kesulitan untuk pergi tidur, bangun tengah malam, bangun di pagi hari
dan tidak dapat kembali tidur dan kurang segar saat bangun di pagi hari (WHO,
1998).
40
2. Domain Psikologis
WHOQOL membagi domain psikologis pada lima bagian, yaitu:
a. Perasaan positif
Aspek ini menguji seberapa banyak pengalaman perasaan positif individu
dari kesukaan, keseimbangan, kedamaian, kegembiraan, harapan, kesenangan dan
kenikmatan dari hal-hal baik dalam hidup. Pandangan individu, dan perasaan pada
masa depan merupakan bagian penting dari segi ini (WHO, 1998).
b. Berfikir, belajar, ingatan dan konsentrasi
Aspek ini mengeksplor pandangan individu terhadap pemikiran,
pembelajaran, ingatan, konsentrasi dan kemampuannya dalam membuat
keputusan. Hal ini juga termasuk kecepatan dan kejelasan individu memberikan
gagasan (WHO, 1998).
c. Harga diri
Aspek ini menguji apa yang individu rasakan tentang diri mereka sendiri.
Hal ini bisa saja memiliki jarak dari perasaan positif sampai perasaan yang
ekstrim negatif tentang diri mereka sendiri. Perasaan seseorang dari harga sebagai
individu dieksplor. Aspek dari harga diri fokus dengan perasaan individu dari
kekuatan diri, kepuasan dengan diri dan kendali diri (WHO, 1998).
d. Gambaran diri dan penampilan
Aspek ini menguji pandangan individu dengan tubuhnya. Apakah
penampilan tubuh kelihatan positif atau negatif. Fokus pada kepuasan individu
dengan penampilan dan akibat yang dimilikinya pada konsep diri. Hal ini
termasuk perluasan dimana apabila ada bagian tubuh yang cacat akan bisa
41
dikoreksi misalnya dengan berdandan, berpakaian, menggunakan organ buatan
dan sebagainya (WHO, 1998).
e. Perasaan negatif
Aspek ini fokus pada seberapa banyak pengalaman perasaan negatif
individu, termasuk patah semangat, perasaan berdosa, kesedihan, keputusasaan,
kegelisahan, kecemasan, dan kurang bahagia dalam hidup. Segi ini termasuk
pertimbangan dari seberapa menyedihkan perasaan negatif dan akibatnya pada
fungsi keseharian individu (WHO, 1998).
3. Domain Tingkat kebebasan
WHOQOL membagi domain tingkat kebebasan pada empat bagian, yaitu:
a. Pergerakan
Aspek ini menguji pandangan individu terhadap kemampuannya untuk
berpindah dari satu tempat ke tempat lain, bergerak di sekitar rumah, bergerak di
sekitar tempat kerja, atau ke dan dari pelayanan transportasi (WHO, 1998).
b. Aktivitas hidup sehari-hari
Aspek ini mengeksplor kemampuan individu untuk melakukan aktivitas
sehari-hari. Hal ini termasuk perawatan diri dan perhatian yang tepat pada
kepemilikan. Tingkatan dimana individu tergantung pada yang lain untuk
membantunya dalam aktivitas kesehariannya juga berakibat pada kualitas
hidupnya (WHO, 1998).
c. Ketergantungan pada pengobatan atau perlakuan
Aspek ini menguji ketergantungan individu pada medis atau pengobatan
alternatif (seperti akupuntur dan obat herba) untuk mendukung fisik dan
42
kesejahteraan psikologisnya. Pengobatan pada beberapa kasus dapat berakibat
negatif pada kualitas hidup individu (seperti efek samping dari kemoterapi) di saat
yang sama pada kasus lain menambah kualitas hidup individu (seperti pasien
kanker yang menggunakan pembunuh nyeri) (WHO, 1998).
d. Kapasitas pekerjaan
Aspek ini menguji penggunaan energi individu untuk bekerja. Bekerja
didefenisikan sebagai aktivitas besar dimana individu disibukkan. Aktivitas besar
termasuk pekerjaan dengan upah,pekerjaan tanpa upah, pekerjaan sukarela untuk
masyarakat, belajar dengan waktu penuh, merawat anak dan tugas rumah tangga
(WHO, 1998).
4. Domain Hubungan sosial
WHOQOL membagi domain hubungan sosial pada tiga bagian, yaitu:
a. Hubungan perorangan
Aspek ini menguji tingkatan perasaan individu pada persahabatan, cinta dan
dukungan dari hubungan yang dekat dalam kehidupannya. Aspek ini termasuk
pada kemampuan dan kesempatan untuk mencintai, dicintai dan lebih dekat
dengan orang lain secara emosi dan fisik. Tingkatan dimana individu merasa
mereka bisa berbagi pengalaman baik senang maupun sedih dengan orang yang
dicintai. (WHO, 1998).
b. Dukungan sosial
Aspek ini menguji apa yang individu rasakan pada tanggung jawab,
dukungan, dan tersedianya bantuan dari keluarga dan teman. Aspek ini fokus pada
seberapa banyak yang individu rasakan pada dukungan keluarga dan teman,
43
faktanya pada tingkatan dimana individu tergantung pada dukungan di saat sulit
(WHO, 1998).
c. Aktivitas seksual
Aspek ini fokus pada dorongan dan hasrat pada seks, dan tingkatan dimana
individu dapat mengekspresikan dan senang dengan hasrat seksual yang tepat
(WHO, 1998).
5. Domain Lingkungan
WHOQOL membagi domain lingkungan pada delapan bagian, yaitu:
a. Keamanan fisik dan keamanan
Aspek ini menguji perasaan individu pada keamanan dari kejahatan fisik.
Ancaman pada keamanan bisa timbul dari beberapa sumber seperti tekanan orang
lain atau politik. Aspek ini berhubungan langsung dengan perasaan kebebasan
individu (WHO, 1998).
b. Lingkungan rumah
Aspek ini menguji tempat yang terpenting dimana individu tinggal (tempat
berlindung dan menjaga barang-barang). Kualitas sebuah rumah dapat dinilai pada
kenyamanan, tempat teraman
individu untuk tinggal (WHO, 1998).
c. Sumber penghasilan
Aspek ini mengeksplor pandangan individu pada sumber penghasilan (dan
sumber penghasilan dari tempat lain). Fokusnya pada apakah individu dapat
mengahasilkan atau tidak dimana berakibat pada kualitas hidup (WHO, 1998).
d. Kesehatan dan perhatian sosial: ketersediaan dan kualitas
44
Aspek ini menguji pandangan individu pada kesehatan dan perhatian sosial
di kedekatan sekitar. Dekat berarti berapa lama waktu yang diperlukan untuk
mendapatkan bantuan (WHO 1998)
e. Kesempatan untuk memperoleh informasi baru dan keterampilan
Aspek ini menguji kesempatan individu dan keinginan untuk mempelajari
keterampilan baru, mendapatkan pengetahuan baru, dan peka pada apa yang
terjadi. Termasuk program pendidikan formal, atau pembelajaran orang dewasa
atau aktivitas di waktu luang, baik dalam kelompok atau sendiri (WHO, 1998).
f. Patisipasi dalam kesempatan berekreasi dan waktu luang
Aspek ini mengeksplor kemampuan individu, kesempatan dan keinginan
untuk berpartisipasi dalam waktu luang, hiburan dan relaksasi (WHO, 1998)
g. Lingkungan fisik (polusi/ keributan/ kemacetan/ iklim)
Aspek ini menguji pandangan individu pada lingkungannya. Hal ini
mencakup kebisingan, polusi, iklim dan estetika lingkungan dimana pelayanan ini
dapat meningkatkan atau memperburuk kualitas hidup (WHO, 1998).
h. Transportasi
Aspek ini menguji pandangan individu pada seberapa mudah untuk menemukan
dan menggunakan pelayanan transportasi (WHO, 1998).
6. Domain Spiritual/ agama/ kepercayaan seseorang
Aspek ini menguji kepercayaan individu dan bagaimana dampaknya pada
kualitas hidup. Hal ini bisa membantu individu untuk mengkoping kesulitan
hidupnya memberi kekuatan pada agama (Buddha, Kristen, Hindu, dan Islam),
sebaik individu dengan kepercayaan individu dan kepercayaan spiritual yang tidak
45
sesuai dengan orientasi agama (WHO, 1998)
2.3 Kerangka Berpikir
2.3.1 Kerangka teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Lansia
- Pengertian lansia
- Batasan-batasan
umur lansia
- Teori-teori proses
menua
- Faktor-faktor yang
mempengaruhi
penuaan
- Perubahan yang
terjadi pada lansia
- Dampak perubahan
dan kemunduran
pada lansia
Kualitas Hidup
- Definisi kualitas
hidup
- Faktor-faktor yang
mempengaruhi
kualitas hidup
lansia
- Komponen-
komponen kualitas
hidup
46
2.3.2 Kerangka konsep
Dalam penilitian ini,akan mengetahui gambaran kualitas hidup
yang dilihat berdasarkan : Fisik, Psikologis, Tingkat Kebebasan, Hubungan
Sosial, Lingkungan, Spritual yang seluruh variabel dapat di gambarkan
dalam suatu kerangka sebagai berikut
Variabel Penelitian
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
Gambar 2. 2 Kerangka Konsep
Kualitas Hidup
Lansia
Fisik
Psikologis
Tingkat
Kebebasan
Hubungan
sosial
Lingkungan
Spritual