Upload
lekhue
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
12
Universitas Indonesia
BAB 2 KAJIAN TEORI
2.1 Pengantar
Fungsi perbankan Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam pasal 4 Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 adalah sebagai penghimpun, penyalur dan pelayan jasa dalam lalu
lintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat yang bertujuan menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan
rakyat banyak.
Peningkatan peran perbankan sangat diperlukan untuk meningkatkan volume
usaha sektor riil yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Perbankan adalah salah satu sektor kunci yang
berfungsi sebagai lembaga intermediasi, yaitu menyalurkan dana dari pihak yang
kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana. Ibarat darah dalam tubuh,
kekacauan sistem perbankan akan berdampak luas terhadap perekonomian suatu
negara. (lihat Donna, 2005).
Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai pengaruh variabel Non
Performing Financing (NPF), bonus Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI),
suku bunga kredit bank konvensional, serta tingkat bagi hasil terhadap
pembiayaan murabahah dan mudharabah pada perbankan syariah di Indonesia.
Selain itu juga akan dilihat pengaruh pembiayaan murabahah terhadap
pembiayaan mudharabah. Namun, dalam penelitian ini akan difokuskan pada
pembiayaan di tiga bank umum syariah (BUS).
Pada bagian berikut ini akan diuraikan mengenai tinjauan literatur yang
berhubungan dengan konsep dan teori dalam penyaluran dana perbankan syariah,
baik dalam bentuk murabahah maupun mudharabah. Pada bagian ini juga dibahas
tinjauan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan. Selanjutnya akan dibahas
pula penerapan teori yang digunakan untuk penyelesaian masalah.
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
13
Universitas Indonesia
2.2 Tinjauan Literatur
Tesis ini mengacu pada penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.
Hasil penelitian tersebut digunakan sebagai landasan dan pembanding dalam
menganalisis variabel yang mempengaruhi pembiayaan murabahah dan
mudharabah pada perbankan syariah di Indonesia.
Seyed dan Makiyan (2001) melakukan penelitian terhadap pinjaman pada
bank di Iran (yang semuanya bank syariah) pada periode 1984-1994. Variabel
yang digunakan adalah pinjaman (dependen), tingkat bagi hasil, total dana pihak
ketiga,inflasi (independen). Metodologi yang digunakan adalah Error Correction
Model (ECM). Model yang ditawarkan adalah:
SLt = b0 + b1Rt + b2TDt + b3It+ e (2.1)
Dimana:
SLt = penawaran pinjaman
Rt = rata-rata tingkat bagi hasil
TDt = jumlah dana pihak ketiga (DPK)
It = tingkat inflasi
bi = parameter yang diestimasi
et = error term
Hasil penelitian Seyed dan Makiyan (2001) menunjukkan bahwa variabel
tingkat bagi hasil tidak berpengaruh, sedangkan variabel yang berpengaruh adalah
total dana pihak ketiga dan inflasi sehingga intervensi pemerintah memegang
peranan penting dari pada faktor ekonomi.
Dari hasil penelitian Seyed dan Makiyan tersebut akan dimanfaatkan salah satu
variabelnya yaitu variabel rata-rata tingkat bagi hasil untuk digunakan sebagai
variabel independen dalam penelitian ini. Variabel rata-rata tingkat bagi hasil
tersebut akan dianalisis pengaruhnya terhadap pembiayaan mudharabah yang
diberikan oleh bank umum syariah (BUS).
Sementara penelitian Ikhide (2003) bertujuan untuk mengetahui apakah pada
tahun 1996 hingga 2000 telah terjadi Credit Crunch di Namibia. Studi ini
dilakukan dengan melakukan penelitian terhadap penawaran kredit serta
permintaan kredit berikut faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
14
Universitas Indonesia
Ikhide (2003) memformulasikan dua model penilitian dengan metode Full
Information Maximum Likelihood (FIML) Procedure. Model yang pertama adalah
model penawaran kredit, yaitu:
ttttttSt eYCePMlDL 6543210 ααααααα ++++++= (2.2)
Dimana:
stL = penawaran kredit pada bank komersial
tD = dana pihak ketiga (DPK)
tl = rata-rata lending rate
tM = indeks pasar modal
teP = tingkat inflasi yang diharapkan
tC = kapasitas pinjaman
teY = pendapatan riil yang diharapkan
iα = parameter yang diestimasi
Sedangkan model permintaan kredit menurut Ikhide (2003) diformulasikan
sebagai berikut:
tttttDt uPPReYYL 5432__10 ββββββ +++++= (2.3)
Dimana:
DtL = permintaan kredit pada bank komersial
tY__ = output gap
teY = pendapatan yang diharapkan
tR = tingkat suku bunga riil
tP = tingkat inflasi yang diharapkan
tuP = tingkat inflasi yang tidak diharapkan
iβ = parameter yang diestimasi
Penelitian Ikhide (2003) mendapatkan kesimpulan bahwa tingkat bunga riil,
output gap, pendapatan yang diharapkan, serta tingkat inflasi berpengaruh
terhadap permintaan kredit. Output gap berpengaruh negatif sedangkan
pendapatan yang diharapkan berpengaruh positif. Sedangkan tingkat inflasi yang
tidak diharapkan tidak signifikan mempengaruhi permintaan kredit.
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
15
Universitas Indonesia
Sedangkan penawaran kredit dipengaruhi secara signifikan oleh kapasitas
pinjaman (positif), rata-rata lending rate (positif), indeks pasar modal (positif),
dan total DPK (positif). Sedangkan tingkat inflasi yang diharapkan tidak
signifikan dalam mempengaruhi penawaran kredit serta mempunyai hubungan
negatif. Penelitian ini juga berhasil mendapatkan fakta bahwa memang telah
terjadi credit crunch di Namibia pada tahun 1996 hingga 2000. Hasil penelitian
tersebut adalah terdapat penurunan kredit hingga setengahnya. Penurunan kredit
lebih dipengaruhi sisi penawaran yaitu persepsi bank umum yang terlalu berhati-
hati dalam memberikan pinjaman.
Penelitian yang dilakukan oleh Ikhide (2003) tersebut cukup komprehensif
untuk menjelaskan tentang penawaran dan permintaan kredit di bank komersial
karena variabel yang digunakan cukup lengkap, baik dari sisi internal bank
maupun faktor makro ekonomi. Pemilihan variabel tingkat suku bunga pada
penelitian ini mengacu pada variabel yang digunakan oleh Ikhide tersebut.
Adapun Beng dan Ying (2001) dalam Donna (2006) melakukan penelitian
terhadap penurunan kredit pada masa krisis di Malaysia. Variabel yang digunakan
adalah tingkat keuntungan riil dan pinjaman (dependen), indeks produksi industri,
kapasitas pinjaman, dan non performing loan (NPL). Model yang digunakan
adalah Full Maximum Likelihood Procedure. Hasil penelitian tersebut adalah
kebijakan moneter yang ketat bersamaan dengan terpuruknya permodalan
perbankan berpengaruh terhadap penawaran kredit.
Dengan mengacu pada penelitian Beng dan Ying (2001) tersebut maka dalam
penelitian ini juga akan menggunakan variabel non performing financing (NPF)
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pembiayaan murabahah dan
mudharabah.
Weller (2000) dalam Donna (2006) melakukan penelitian terhadap penawaran
kredit Multi National Bank di Polandia. Variabel yang digunakan adalah
kredit/aset (dependen), Modal/Aset, DPK/Aaset, Pembiayaan Internal/Penjualan,
MNB Kredit/Total Kredit (independen). Model yang digunakan adalah Random
Effect and LSDV Panel Data. Hasil penelitian menunjukkan terdapat penurunan
penawaran kredit pada periode Januari 1993 sampai Desember 1995.
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
16
Universitas Indonesia
Sementara itu, Yusoff, Rahman dan Alias (2001) meneliti pengaruh suku
bunga terhadap pinjaman pada bank syariah dan bank konvensional di Malaysia.
Variabel yang digunakan adalah pinjaman di bank syariah dan konvensional
(dependen) dan suku bunga (independen). Model yang digunakan adalah Granger
Causality Test. Hasil penelitian tersebut adalah pertumbuhan pinjaman bank
syariah dan bank konvensional secara positif dan signifikan dipengaruhi oleh
pertumbuhan KLIBOR overnight dan bank syariah lebih sensitif daripada bank
konvensional.
Sedangkan di Indonesia, Donna (2006) melakukan penelitian yang bertujuan
untuk mengestimasi pengaruh permintaan dan penawaran mudharabah,
musyarakah, murabahah, dan istishna pada perbankan syariah di Indonesia dengan
menggunakan regresi dengan persamaan tunggal (ARCH dan Iterative Cochrane
Orcutt Procedure) atau persamaan simultan (SUR).
Persamaan regresi yang digunakan oleh Donna (2006) beserta harapan tanda
(tanda kurung di bawah persamaan) tercantum pada persamaan (2.4) sampai
dengan persamaan (2.7) untuk prinsip bagi hasil dan persamaan (2.8) sampai
dengan persamaan (2.11) untuk prinsip jual beli dan sewa.
Prinsip Bagi Hasil
Mudharabah
tttttt uEPEPRRDMUS 11431210 +++++= −− ααααα (2.4)
( )( )( )( )0000 4321 >><< αααα
tttttt uNPFMPADPKRSMUD 2143210 +++++= −βββββ (2.5)
( )( )( )( )0000 4321 <>>> ββββ
Musyarakah
tttttt uEPEPRRDMUD 11431210 +++++= −− ααααα (2.6)
( )( )( )( )0000 4321 >><< αααα
tttttt uNPFMPADPKRSMUS 2143210 +++++= −βββββ (2.7)
( )( )( )( )0000 4321 <>>> ββββ
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
17
Universitas Indonesia
Jual beli
Murabahah
tttttttt uYYEPEPRIRIDMUR 11651431210 +++++++= −−− ααααααα (2.8)
( )( )( )( )( )( )000000 654321 >>>><< αααααα
tttttt uNPFMPADPKRISMUR 2143210 +++++= −βββββ (2.9)
( )( )( )( )0000 4321 <>>> ββββ
Istishna
tttttttt uYYEPEPRIRIDIS 11651431210 +++++++= −−− ααααααα (2.10)
( )( )( )( )( )( )000000 654321 >>>><< αααααα
tttttt uNPFMPADPKRISIS 2143210 +++++= −βββββ (2.11)
( )( )( )( )0000 4321 <>>> ββββ
Definisi variabel yang digunakan adalah seperti di bawah ini.
1. MUD didefinisikan pembiayaan dengan akad mudharabah yang merupakan
bagian dari pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Sumber data diperoleh dari
Statistik Perbankan Syariah.
2. MUS didefinisikan pembiayaan dengan akad musyarakah yang merupakan
bagian dari pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Sumber data diperoleh dari
Statistik Perbankan Syariah.
3. MUR didefinisikan pembiayaan dengan akad murabahah yang merupakan
bagian dari pembiayaan dengan jual beli dan sewa. Sumber data diperoleh dari
Statistik Perbankan Syariah.
4. IS didefinisikan pembiayaan dengan akad istishna yang merupakan bagian
dari pembiayaan dengan jual beli dan sewa. Sumber data diperoleh dari
Statistik Perbankan Syariah.
5. R didefinisikan sebagai tingkat bagi hasil bank syariah yang diproksi dengan
nisbah bagi hasil tingkat indikasi imbalan IMA (nisbah bagi hasil untuk bank
penanam modal) pada Statistik Perbankan Syariah. Pemilihan variabel ini
didasarkan pada paper Khan (1984) berjudul “An Economic Analysis of a PLS
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
18
Universitas Indonesia
Model for Financial Sector”. R digunakan pada mudharabah dan musyarakah
karena mendasarkan pada keuntungan yang tidak pasti.
6. RI didefinisikan sebagai tingkat bagi hasil bank syariah yang diproksi dengan
tingkat indikasi imbalan IMA dalam rata-rata tertimbang pada Statistik
Perbankan Syariah. RI digunakan pada murabahah dan istishna karena
mendasarkan pada keuntungan yang pasti.
7. EP didefinisikan sebagai ekspektasi profit usaha di sektor riil yang dibiayai
bank syariah. Pemilihan variabel ini didasarkan pada paper Khan (1984)
berjudul “An Economic Analysis of a PLS Model for Financial Sector”.
Terdapat kesulitan dalam memproksi variabel tersebut karena generalisasi
konsep mikro ke makro, dari perilaku seorang nasabah yang mengajukan
pembiayaan ke bank syariah ke seluruh nasabah yang mengajukan
pembiayaan ke bank syariah di seluruh Indonesia. Variabel EP diproksi
dengan Indeks Harga Perdagangan Besar (wholsale price index) karena indeks
tersebut dapat mencerminkan dinamika perkembangan pengusaha besar (yang
biasa mengajukan pembiayaan di bank umum adalah pengusaha besar) yang
merupakan sisi penawaran pada sektor riil. Mendasarkan pada teori penawaran
dengan mengasumsikan variabel yang lain tetap, kenaikan Indeks Harga
Perdagangan Besar akan diikuti kenaikan output yang ditawarkan sehingga
harapan akan tingkat keuntungan (expected profit) akan naik.
8. Y didefinisikan sebagai pendapatan masyarakat yang dirpoksi dengan PDB
Nominal. Pemilihan va riabel ini didasarkan pada paper Ikhide (2003) yang
berjudul “Was There A Credit Crunch in Namibia between 1996-2000?” yang
memasukkan variabel pendapatan pada permintaan kredit. Pemilihan PDB
Nominal sebagai proksi adalah karena variabel-variabel lain yang digunakan
dalam bentuk nominal (bukan riil) serta didasarkan pada tulisan Korteweg dan
Van Loo (1977) yang berjudul “The Market for Money and The Market for
Credit” yang menggunakan pendapatan nominal sebagai variabel independen
permintaan kredit.
9. DPK didefinisikan sebagai total dana pihak ketiga yang dikelola perbankan
syariah yang merupakan penjumlahan giro wadiah, tabungan mudharabah, dan
deposito mudharabah. Pemilihan variabel ini didasarkan pada paper Seyed dan
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
19
Universitas Indonesia
Makiyan (1984) yang berjudul “ The Role of Rate of Return on Loans in the
Islamic Banking System of Iran”.
10. MPA didefinisikan sebagai modal yang disetor dibagi total aset perbankan
syariah. Pemilihan variabel ini didasarkan pada paper Weller (2000) yang
berjudul “Financial Liberalization, Multinational Banks and Credit Supply: the
case if Poland”. Dalam penelitian tersebut, kredit per total aset dipengaruhi
oleh modal yang disetor per total aset. Pemilihan variabel modal per total aset
juga didasarkan pertimbangan bahwa jumlah modal yang disetor relatif
konstan dalam waktu yang lama (biasanya satu tahun) sehingga mengurangi
variabilitas data.
11. NPF didefinisikan sebagai non performing financing (tingkat pembiayaan
macet) dalam persentase terhadap total pembiayaan. Pemilihan variabel ini
didasarkan pada paper Seyed dan Makiyan (1984) berjudul “ The Role of
Rate of Return on Loans in the Islamic Banking System of Iran”.
Hasil penelitian Donna (2006) menunjukkan bahwa permintaan mudharabah
dipengaruhi oleh tingkat bagi hasil (negatif), ekspektasi profit (positif), sedangkan
penawaran mudharabah dipengaruhi oleh tingkat bagi hasil (positif), DPK
(positif), dan tingkat modal per aset (positif). Permintaan musyarakah dipengaruhi
oleh Tingkat bagi hasil (negatif), ekspektasi profit (positif), sedangkan penawaran
musyarakah dipengaruhi oleh tingkat bagi hasil (positif), DPK (positif), dan
tingkat modal per aset (positif). Permintaan murabahah dipengaruhi oleh tingkat
bagi hasil (negatif), ekspektasi profit (positif), dan pendapatan (positif),
sedangkan penawaran murabahah dipengaruhi oleh tingkat bagi hasil (positif) dan
DPK (positif). Permintaan istishna dipengaruhi oleh tingkat bagi hasil (negatif),
ekspektasi profit (positif), dan pendapatan (positif), sedangkan penawaran istishna
dipengaruhi oleh DPK (positif).
Sementara itu, Siregar (2004) melakukan penelitian dengan berdasarkan
pengalaman bank konvensional bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
penyaluran dana perbankan syariah, yakni Dana Pihak Ketiga (DPK), Bonus
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), dan pembiayaan bermasalah atau Non
Performing Financing (NPF). Siregar (2004) melakukan penelitian ini untuk
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
20
Universitas Indonesia
mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap penyaluran
dana atau pembiayaan bank syariah. Dengan menggunakan analisis deskriptif,
penelitian ini juga melihat bank syariah yang biasanya dianggap sebagai bank
yang menjalankan sistem bagi hasil.
Hasil analisis regresi dalam penelitian Siregar (2004) menunjukkan bahwa
variabel bonus SWBI berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap
penyaluran dana. Artinya, bila bonus SWBI naik maka bank syariah tidak
membeli SWBI tetapi tetap menyalurkan dananya kepada masyarakat. Sementara
variabel DPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran dana.
Artinya, kenaikan DPK akan menyebabkan naiknya penyaluran dana bank syariah
dan sebaliknya, penyaluran dana akan turun jika jumlah DPK turun. Variabel NPF
ditemukan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran dana. Artinya,
kenaikan NPF akan menyebabkan penyaluran dana berkurang atau sebaliknya
menurunnya jumlah NPF akan menaikkan jumlah penyaluran dana bank syariah
kepada masyarakat.
Persepsi umum yang berlaku selama ini adalah menganggap bahwa bank
syariah ialah bank yang melakukan bisnis berdasarkan bagi hasil. Namun,
berdasarkan analisis dekriptif yang dilakukan Siregar (2004) ternyata ditemukan
bahwa dari seluruh pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah hanya 17,06
persen yang berdasarkan bagi hasil. Masing-masing terdiri dari 15,22 persen
dalam bentuk jenis pembiayaan bagi hasil mudharabah dan 1,84 persen dalam
bentuk jenis pembiayaan musyarakah. Sementara jenis pembiayaan jual-beli
dengan cara mark up harga 77,67 persen yaitu murabahah 70,93 persen dan
istishna 6,74 persen. Hal ini karena jenis pembiayaan jual beli lebih sederhana
atau diminati masyarakat dan resiko gagal bayarnya kecil.
Sementara, Adi (2006) dalam penelitiannya secara khusus ingin mengetahui
seberapa besar pengaruh penempatan dana pada SWBI sebagai sarana penitipan
dana jangka pendek oleh bank yang mengalami kelebihan likuiditas dan
penempatan dana dalam Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) terhadap FDR
perbankan syariah. Data penelitian ini bersumber dari Bank Indonesia dan untuk
periode analisis mulai bulan Juni 2003 hingga Maret 2006. Penelitian ini
menggunakan alat analisis regresi linear berganda yang digunakan untuk
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
21
Universitas Indonesia
menganalisis hubungan antar variabel. Hubungan tersebut dalam bentuk
persamaan yang menghubungkan variabel terikat dengan dua atau lebih variabel
bebas.
Pada penelitian ini variabel-variabel yang digunakan dalam model adalah
instrumen bonus SWBI, dan bonus PUAS sebagai variabel bebas, dan FDR
perbankan syariah sebagai variabel terikat. Dalam menganalisis data digunakan
metode Ordinary Least Square (OLS). Sebelum dilakukan analisis regresi linear
berganda, data yang ada diuji dulu dengan uji stasioneritas Phillip Perron.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
εββα +++= iPUASSWBIFDR 21 (2.12) Dimana:
PUAS = FDR bank syariah
α = konstanta
1β = koefisien variabel SWBI ; <1
2β = koefisien variabel bonus PUAS ; <1
SWBI = Serifikat Wadiah Bank Indonesia
iPUAS = bonus pada PUAS
ε = standard error
Satuan data SWBI adalah dalam nominal rupiah, sedangkan satuan tingkat
FDR dan bonus PUAS adalah dalam persen. Perbedaan satuan data ini akan
menyulitkan dalam menginterpretasikan model yang akan terbentuk, sehingga
data SWBI perlu dilakukan transformasi ke dalam logaritma natural. Langkah ini
juga dimaksudkan untuk menghindari terjadinya masalah-masalah yang sering
timbul dalam regresi Ordinary Least Square (OLS) seperti multikolinearitas,
heteroskedastis dan autokorelasi dan memudahkan dalam melakukan interpretasi.
Sehingga model yang digunakan oleh Adi (2006) menjadi:
εββα +++= iPUASLnSWBIFDR 21 (2.13)
Dalam mengendalikan jumlah uang beredar, Bank Indonesia sebagai otoritas
moneter menciptakan instrumen yang berdasarkan prinsip syariah dalam bentuk
SWBI yang digunakan sebagai alat kontraksi moneter untuk perbankan syariah.
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
22
Universitas Indonesia
SWBI ini juga dapat dijadikan sarana penitipan jangka pendek khususnya bagi
bank yang mengalami kelebihan likuiditas. Pada saat tertentu, SWBI menarik bagi
perbankan syariah untuk menanamkan dananya dalam instrumen ini dibandingkan
disalurkan melalui pembiayaan karena adanya berbagai faktor, diantaranya faktor
resiko, oleh karenanya diduga penempatan pada SWBI mempengaruhi tingkat
FDR perbankan syariah. Secara logika, semakin banyak uang yang dihimpun
perbankan syariah dalam SWBI, maka jumlah pembiayaan yang disalurkan
perbankan syariah akan berkurang. Sedangkan jumlah pembiayaan adalah bagian
dari FDR yang mencerminkan kegiatan penyaluran dana atau pembiayaan ke
masyarakat dan menjadi ukuran efektifitas perbankan syariah dalam menjalankan
fungsi intermediasinya. Berdasarkan hal ini hasil yang diharapkan adalah
penyerapan likuiditas pada instrumenn SWBI mempunyai pengaruh negatif
terhadap tingkat FDR perbankan syariah, maksudnya adanya kenaikan pada dana
yang terhimpun di SWBI maka akan menurunkan tingkat FDR perbankan syariah.
Dari hasil analisa penelitian yang dilakukan Adi (2006) tersebut diketahui
bahwa kedua variabel bebas yaitu variabel SWBI dan PUAS secara bersama-sama
dapat mempengaruhi variabel FDR perbankan syariah. Kedua variabel tadi dapat
menjelaskan variabel terikat sebesar 50,4%. Sedangkan sisanya 49,4% dijelaskan
oleh variabel lain namun hasil uji-t menunjukkan bahwa hanya variabel SWBI
yang signifikan dalam mempengaruhi LDR perbankan syariah.
Asy’ari (2004) melihat faktor apa saja yang mempengaruhi posisi pembiayaan
perbankan syariah. Metode analisis yang dipakai adalah analisis regresi linear
berganda dengan faktor yang diteliti adalah suku bunga rata-rata pinjaman, bonus
SWBI, jumlah uang beredar (JUB), dan DPK. Dari hasil analisis statistik, faktor
DPK dan bunga rata-rata pinjaman mempunyai pengaruh yang signifikan,
sedangkan faktor bonus SWBI dan jumlah uang beredar tidak berpengaruh secara
signifikan meskipun terdapat korelasi yang signifikan.
Maryanah (2006) dalam penelitiannya mencoba untuk menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi pembiayaan bagi hasil (musyarakah dan mudharabah)
di bank syariah. Faktor-faktor yang diteliti tersebut adalah DPK, profit dan NPF.
Penelitian ini merupakan studi kasus pada Bank Syariah Mandiri periode Januari
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
23
Universitas Indonesia
2001 hingga September 2005. Metode penelitian menggunakan Error Correction
Model (ECM).
Model yang digunakan dalam penelitian Maryanah (2006) adalah:
εββββ ++++= tttt ITDRSL 3210 (2.14)
Dimana:
tSL = Supply of Loan (jumlah pembiayaan)
0β = intercept
321 ,, βββ = konstansta
tR = Average Rate of Return (tingkat pengembalian rata-rata)
tTD = Total Deposits (jumlah simpanan/DPK)
tI = Rate of Inflation (tingkat inflasi)
ε = error
Berdasarkan hasil uji kointegrasi jangka panjang pada penelitian Maryanah
(2006), diketahui adanya indikasi equilibrium (keseimbangan) jangka panjang dari
ketiga variabel yang digunakan yaitu DPK, profit dan NPF terhadap pembiayaan
bagi hasil. Dari hasil uji ECM diketahui bahwa dalam jangka panjang, faktor yang
mempengaruhi pembiayaan bagi hasil adalah DPK dan profit, sedangkan dalam
jangka pendek, faktor yang mempengaruhi pembiayaan bagi hasil adalah profit.
Sedangkan Hilmi (2006) melakukan penelitian yang bertujuan mengetahui
apakah variabel harga dan non-harga berpengaruh terhadap pembiayaan
mudharabah di Bank Syariah Mandiri selama periode Januari 2001 sampai Maret
2005. Tujuan lainnya adalah untuk mengetahui apakah pembiayaan mudharabah
dengan kredit modal kerja bersifat substitusi atau tidak. Metode analisis yang
dipakai adalah regresi linear berganda. Variabel yang diteliti adalah SWBI, suku
bunga kredit bank konvensional, dan DPK.
Dalam penelitiannya Hilmi (2006) menggunakan model sebagai berikut:
εβββα ++++= BungaSWBIDPKPM 321 (2.15)
Dimana:
PM = permintaan pembiayaan mudharabah (Rp juta)
α = konstanta
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
24
Universitas Indonesia
1β = koefisien variabel DPK
2β = koefisien variabel SWBI
3β = koefisien variabel Bunga
SWBI = Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (%)
Bunga = Bunga kredit modal kerja bank konvensional (%)
DPK = Total DPK yang diperoleh bank (Rp milyar)
ε = standard error
Karena satuan data jumlah pembiayaan mudharabah dan DPK adalah dalam
nominal rupiah, sedangkan satuan data SWBI dan suku bunga kredit adalah dalam
persentase, maka model tersebut perlu ditransformasi ke logaritma natural.
Dengan demikian, model yang digunakan oleh Hilmi (2006) menjadi:
εβββα ++++= BungaSWBILnDPKLnPM lnln 321 (2.16)
Hasil analisis regresi linear berganda pada penelitian Hilmi (2006)
menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel SWBI, bunga kredit, dan DPK
mampu menjelaskan variasi permintaan mudharabah di BSM. Selama periode
tersebut, keputusan BSM untuk melakukan pembiayaan mudharabah sangat
dipengaruhi oleh berapa besar DPK yang diperoleh oleh BSM. Tersegmentasinya
nasabah pembiayaan bank syariah dengan debitur di bank konvensional
dibuktikan dengan korelasi parsial antara variabel bunga kredit dengan variabel
pembiayaan mudharabah yang menunjukkan hubungan negatif. Dengan kata lain,
kredit modal kerja di bank konvensional bukan merupakan substitusi dari
pembiayaan mudharabah di BSM.
Hilmi (2006) juga menyimpulkan bahwa selama periode itu pula
perkembangan sektor perbankan dan lembaga keuangan ikut dipengaruhi oleh
faktor kebijakan pemerintah, dalam hal ini SWBI. Peningkatan return SWBI
mempengaruhi bank syariah untuk mengalokasikan dalam bentuk pembiayaan
mudharabah. Besarnya pengaruh SWBI terhadap pembiayaan mudharabah 95%
sedangkan 5% oleh faktor-faktor lain, dengan asumsi variabel bebas lainnya
konstan.
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
25
Universitas Indonesia
Sedangkan penelitian Kurniasih (2005) bertujuan untuk melihat perkembangan
posisi transaksi SWBI ditinjau dari pembiayaan dan transaksi PUAS pasar
perbankan syariah periode tahun 2000 hingga 2004. Penelitian ini untuk melihat
pengaruh dan hubungan variabel-variabel independen seperti jumlah pembiayaan
dan volume transaksi PUAS terhadap posisi SWBI. Adapun tehnik analisis yang
digunakan adalah analisis faktor.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
εββα +++= PUASPembiayaanSWBI 21 (2.17)
Dimana:
SWBI = transaksi Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
α = konstanta
1β = koefisien variabel pembiayaan
2β = koefisien variabel PUAS
Pembiayaan = jumlah pembiayaan perbankan syariah
PUAS = volume transaksi PUAS
ε = standard error
Hasil penelitian Kurniasih (2005) menunjukkan bahwa perkembangan posisi
SWBI dipengaruhi oleh jumlah atau besarnya pembiayaan yang disalurkan oleh
bank syariah, sementara volume transaksi PUAS tidak memberikan pengaruh
yang signifikan pada posisi SWBI.
Kurniasih (2005) juga menyimpulkan bahwa faktor resiko pembiayaan dalam
sistem pembiayaan Islam yang mengandalkan akad-akad pertukaran daripada
akad-akad investasi diduga menjadi penyebab terjadinya kelebihan likuiditas bank
syariah. Peningkatan posisi SWBI seiring dengan peningkatan jumlah
pembiayaan, menunjukkan bahwa bank-bank syariah lebih memilih investasi pada
hal-hal yang hampir tidak beresiko seperti investasi pada SWBI di samping akan
mendapatkan bonus atau ‘athaya meskipun tidak boleh ada imbalan yang
disyaratkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Hariyani (2006) bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan SWBI dan mengidentifikasi
bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi jumlah permintaan SWBI.
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
26
Universitas Indonesia
Riset menggunakan 50 data sekunder periode Januari 2001 sampai Februari
2005 yang diperoleh dari Bank Indonesia. Variabel independennya adalah DPK
yang dihimpun perbankan syariah, pembiayaan yang disalurkan ke masyarakat,
bonus SWBI dan tingkat bagi hasil IMA, sedangkan sebagai variabel
dependennya adalah demand SWBI.
Analisis menggunakan regresi berganda, dan tools SPSS. Adapun langkah
awal pengolahan data adalah analisis faktor terhadap empat variabel independen
yaitu DPK, pembiayaan, bonus SWBI, tingkat bagi hasil IMA dan satu variabel
dependen yaitu nilai SWBI yang outstanding.
Hubungan antar varaibel dalam penelitian Hariyani dinyatakan dengan fungsi
berikut:
( )IMASWBISWBI YYPembiayaanDPKfD ,,,= (2.18)
Dimana:
SWBID = demand SWBI
DPK = DPK yang dihimpun perbankan syariah
Pembiayaan = pembiayaan yang disalurkan ke masyarakat
SWBIY = bonus SWBI
IMAY = tingkat bagi hasil IMA
Hasil penelitian Hariyani (2006) setelah dianalisis menggunakan analisis
regresi diketaui bahwa tingkat bagi hasil IMA mempunyai hubungan yang
multikolinear dengan bonus SWBI, hal ini karena penentuan besarnya bonus
SWBI dipengaruhi oleh tingkat bagi hasil IMA dan tingkat bagi hasil PUAS.
Selain itu diperoleh hasil juga bahwa variabel yang signifikan mempengaruhi
jumlah permintaan SWBI adalah DPK dan pembiayaan. Dari uji statistik diketahui
bahwa tingkat signifikansi untuk variabel DPK dan pembiayaan masing-masing
adalah 0,001 dan -0,001 pada α =5%. Hal ini berati bahwa faktor DPK memiliki
pengaruh yang positif terhadap permintaan SWBI dan faktor permintaan memiliki
pengaruh yang negarif atau berbading terbalik terhadap permintaan SWBI.
Dari karakteristik dua variabel yang signifikan tersebut, diketahui bahwa motif
utama permintaan SWBI bukanlah untuk mencari margin atau keuntungan,
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
27
Universitas Indonesia
melainkan lebih kepada manajemen likuiditas. Dari hasil analisis juga diketahui
bahwa kecilnya nilai SWBI dibandingkan aset perbankan syariah mengisyaratkan
bahwa uang idle sangat kecil nilainya, atau hampir semua dana dapat disalurkan
bank syariah kepada masyarakat. Rata-rata nilai SWBI dalam neraca industri
perbankan adalah 0,012 persen terhadap total aset, hal ini baik dalam arti hampir
semua uang yang diperoleh melalui DPK dapat tersalurkan kepada masyarakat
melalui pembiayaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa fungsi bank
syariah sebagai lembaga intermediasi keuangan telah berjalan cukup baik.
Adapun Kusumastuti (2005) melakukan penelitian mengenai pengaruh suku
bunga kredit terhadap posisi kredit dan pembiayaan di perbankan Indonesia.
Secara teoritis, perubahan tingkat suku bunga kredit akan berpengaruh terhadap
posisi kredit dan pembiayaan yang disalurkan oleh bank. Dalam kenyataannya,
hasil pengamatan di Indonesia selama Desember 2000 hingga Februari 2005
menunjukkan bahwa hubungan variabel-variabel tersebut tidak konsisten dengan
teori. Model regresi dibuat berdasarkan data pertumbuhan bulanan periode Januari
2001 hingga Februari 2005.
Penelitiain Kusumastuti (2005) ini dilakukan pada seluruh bank di Indonesia,
yang seluruhnya berjumlah 133 bank. Jumlah tersebut mencakup bank yang
beroperasi dengan sistem bunga, dengan sistem bagi hasil dan dengan dual
banking system. Data yang digunakan adalah data pertumbuhan bulanan. Untuk
mengetahui pengaruh suku bunga kredit terhadap posisi kredit dan pembiayaan
digunakan alat uji kausalitras Granger dan dianalisis secara regresi. Pengujian
kausalitas model Granger mensyaratkan bahwa data harus stasioner. Jika data
tidak stasioner, pengujian kausalitas model Granger ini tetap dapat dilakukan
sepanjang variabel terkointegrasi.
Hasil penelitian Kusumastuti (2005) menunjukkan bahwa pertumbuhan suku
bunga kredit tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kredit maupun
pembiayaan di perbankan Indonesia. Implikasinya, pembiayaan bukan merupakan
substitute factor bagi kredit.
Penelitian Anggraini (2005) bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi jumlah penawaran pembiayaan musyarakah dan mudharabah.
Penelitian ini merupakan studi kasus pada Bank Syariah Mandiri (BSM) periode
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
28
Universitas Indonesia
Maret 2001-Maret 2005. Untuk menganalisis data digunakan metode two stage
least squares dengan alasan bahwa kedua model persamaan yang ditawarkan
mempunyai hubungan yang simultan di antara keduanya.
Sebelum dilakukan analisis regresi persamaan simultan, data yang ada harus
diuji terlebih dahulu dengan beberapa pengujian seperti uji stasioneritas untuk
menghindari regresi semu, granger test untuk menentukan variabel endogen dan
eksogen pada penelitian ini serta uji Hausman yang bertujuan untuk melihat
apakah terdapat hubungan simultan di antara kedua model yang ditawarkan.
Setelah itu barulah dilakukan penentuan kondisi order dari kedua persamaan dan
kemudian dilakukan regresi.
Model yang ditawarkan untuk menyelesaikan masalah adalah:
ttttt NPFDPKPRQs εββββ +−++= −13210 (2.19)
Dimana:
tQs = penawaran pembiayaan mudharabah dan musyarakah (Rp)
0β = intercept
iβ = konstanta (i=1,2,3)
PR = pendapatan bagi hasil bank yang didapat dari pembiayaan
mudharabah dan musyarakah (Rp)
DPK = jumlah Dana Pihak Ketiga (Rp)
NPF = jumlah pembiayaan bermasalah dari semua jenis pembiayaan (%)
tε = standard error
Model di atas dapat dicari dengan menggunakan informasi yang berasal dari
fungsi permintaan pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Model permintaan
pembiayaan mudharabah dan musyarakah yang digunakan sebagai pendekatan
untuk menyelesaikan persamaan di atas adalah:
ttttt RGDPPRQd µαααα ++++= 3210 (2.20)
Dimana:
tQd = permintaan pembiayaan mudharabah dan musyarakah (Rp)
0α = intercept
iα = konstanta (i=1,2,3)
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
29
Universitas Indonesia
PR = pendapatan bagi hasil bank yang didapat dari pembiayaan
mudharabah dan musyarakah (Rp)
GDP = Gross Domestic Product (Rp)
R = suku bunga bank konvensional untuk investasi (%)
tµ = standard error
Hasil penelitian Anggraini (2005) menunjukkan bahwa ketiga variabel yang
digunakan yaitu profit, DPK dan NPF secara bersama-sama dapat mempengaruhi
variabel jumlah penawaran pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Ketiga
variabel tadi dapat menjelaskan variabel dependennya sebesar 98,81% dan sisanya
yaitu 1,19% dapat dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak masuk di dalam
model. Walaupun ketiga variabel bebas secara bersama-sama dapat
mempengaruhi variabel jumlah penawaran pembiayaan mudharabah dan
musyarakah, tapi hasil uji t menunjukkan bahwa hanya variabel profit yang
signifikan mempengaruhi jumlah penawaran pembiayaan mudharabah dan
musyarakah.
Berdasarkan uji t dapat dikatakan bahwa hanya variabel profit yang signifikan
mempengaruhi jumlah penawaran pembiayaan mudharabah dan musyarakah.
Hubungan diantara variabel profit dan jumlah penawaran pembiayaan
mudharabah dan musyarakah adalah positif. Hal ini berarti semakin besar profit
dari bagi hasil yang didapatkan oleh bank syariah maka semakin bertambah pula
jumlah penawaran pembiayaan mudharabah dan musyarakah.
Dari hasil penelitian Anggraini (2005) juga diperoleh kesimpulan bahwa
variabel DPK dan NPF tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah penawaran
pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Meskipun variabel DPK dan NPF
tidak mempengaruhi jumlah penawaran pembiayaan, kedua variabel ini
mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah penawaran pembiayaan
mudharabah dan musyarakah. Hal ini berarti semakin besar DPK yang dimiliki
oleh bank syariah maka semakin bertambah pula jumlah penawaran pembiayaan
mudharabah dan musyarakah.
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
30
Universitas Indonesia
Penelitian Rosita (2005) bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan pembiayaan musyarakah di perbankan syariah, serta
berapa besar probabilita faktor-faktor tersebut mempengaruhi keputusan.
Faktor-faktor yang diuji merupakan penjabaran dari 7 aspek analisis yang
dilakukan oleh perbankan syariah, yaitu aspek hukum dan legalitas, aspek
manajemen, aspek keuangan, aspek jaminan, aspek investigasi, aspek pemasaran,
serta aspek teknis dan produksi.
Hasil penelitian dari 40 kuesioner yang disebarkan pada beberapa bank syariah
di Jakarta, dan analisa data dengan model probit menyimpulkan bahwa variabel
yang signifikan mempengaruhi keputusan pembiayaan musyarakah di perbankan
syariah adalah variabel rentabilitas ekonomi dan variabel jenis musyarakah.
Sedangkan probabilita setiap variabel dalam mempengaruhi keputusan
pembiayaan adalah variabel rentabilitas ekonomi 18,1%, rasio aktivitas 0,37%,
variabel solvabilitas 0,43%, variabel jaminan 0,55%, variabel pimpinan
perusahaan berpengalaman lebih dari 2 tahun 6,3%, variabel pembiayaan
sebelumnya lebih besar dari yang diajukan 0,16%, variabel pembiayaan
sebelumnya lebih kecil dari yang diajukan 0,1%, variabel jenis musyarakah
26,1%, variabel sensitifitas bahan baku 0,31%, dan variabel cadangan uang tunai
2,21%.
Ibrahim (2005) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah
variabel harga dan non harga berpengaruh terhadap permintaan pembiayaan
mudharabah di Bank Muamalat Indonesia (BMI) selama periode Januari 2001
sampai Maret 2005, tujuan lainnya adalah untuk mengetahui apakah pembiayaan
mudharabah dengan kredit modal kerja bersifat substitusi atau bukan. Metode
analisis yang dipakai adalah regresi linear berganda. Variabel yang diteliti adalah
nisbah bagi hasil yang menjadi hak bank, suku bunga kredit bank konvensional,
dan Produk Domestik Bruto (PDB) menurut sektor perbankan/lembaga keuangan.
Model yang ditawarkan adalah:
εβββα ++++= PDBBungaNisbahPM 321 (2.21)
Dimana:
PM = permintaan pembiayaan mudharabah (Rp juta)
α = konstanta
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
31
Universitas Indonesia
1β = koefisien variabel nisbah
2β = koefisien variabel bunga
3β = koefisien variabel PDB
SWBI = Nisbah bagi hasil untuk bank (%)
Bunga = Bunga kredit modal kerja bank konvensional (%)
DPK = Produk Domestik Bruto sektor perbankan (Rp milyar)
ε = standard error
Karena satuan data jumlah pembiayaan mudharabah dan PDB adalah dalam
nominal rupiah, sedangkan satuan data nisbah bagi hasil dan suku bunga kredit
adalah dalam persentase, maka model tersebut perlu ditransformasi ke logaritma
natural. Dengan demikian, model yang digunakan oleh Ibrahim (2005) menjadi:
εβββα ++++= LnPDBLnBungaLnNisbahLnPM 321 (2.22)
Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa secara bersama-
sama variabel nisbah dan PDB mampu menjelaskan variansi permintaan
pembiayaan mudharabah di BMI. Hal ini ditunjukkan uji F dengan signifikansi
mencapai 0,000. Besaran pengaruh tersebut ditunjukkan oleh nilai R2 sebesar
84%, sisanya 16% dipengaruhi variabel lain yang tidak diteliti. Selama periode
Januari 2001 sampai Maret 2005, keputusan nasabah untuk mengajukan
pembiayaan mudharabah di BMI sangat dipengaruhi oleh berapa besar proporsi
nisbah bagi hasil yang harus disetorkan ke bank. Besarnya pengaruh mencapai
0,8%. Artinya, setiap kenaikan 10% nisbah bagi hasil untuk bank, akan
mengurangi permintaan pembiayaan mudharabah di BMI sebesar 8%, dengan
asumsi variabel bebas lainnya konstan.
Tersegmentasinya nasabah pembiayaan bank syariah dengan debitur di bank
konvensional dibuktikan dengan korelasi parsial antara variabel bunga kredit.
Dengan kata lain, kredit modal kerja di bank konvensional bukan merupakan
substitusi dari pembiayaan mudharabah di BMI.
Selama periode itu pula perkembangan sektor perbankan dan lembaga
keuangan ikut memberikan andil terhadap meningkatnya permintaan pembiayaan
mudharabah di BMI. Bahkan peningkatan pembiayaan mudharabah menunjukkan
persentase yang lebih besar dibanding perkembangan sektor perbankan. Apabila
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
32
Universitas Indonesia
sektor perbankan/lembaga keuangan menyumbang kenaikan 10% terhadap total
PDB, maka akan terjadi peningkatan permintaan pembiayaan mudharabah di BMI
sebesar 67% dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan.
Penelitian yang dilakukan oleh Hartono (2007) bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi NPF pada Bank Muamalat Indonesia
(BMI) yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Suku Bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) 1 bulan.
Metodologi yang digunakan oleh Hartono (2007) adalah regresi linear
berganda dengan periode analisis dari Juni 2002 hingga Juni 2006. hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa NPF Bank Muamalat Indonesia (BMI)
fluktuatif, sementara pembiayaan bermasalah BMI secara absolut menunjukkan
kecenderungan peningkatan. Peningkatan DPK sebanding dengan peningkatan
pembiayaan, yang berarti BMI melaksanakan pendekatan FDR. Akan tetapi,
meningkatnya pembiayaan juga diikuti dengan meningkatnya secara absolut
pembiayaan bermasalah, namun NPF BMI menurun. Atau dengan kata lain,
peningkatan DPK yang dimaksimalkan dalam bentuk pembiayaan yang tercermin
dalam FDR dapat mengakibatkan penurunan NPF.
Hasil penelitian Hartono (2007) juga menunjukkan bahwa fluktuasi NPF BMI
juga dipengaruhi oleh tingkat suku bunga SBI, dan bahkan peningkatan suku
bunga SBI cenderung mengakibatkan peningkatan NPF BMI, yang disebabkan
oleh penurunan pertumbuhan DPK dan pembiayaan BMI serta meningkatnya
pembiayaan bermasalah BMI secara absolut.
Penelitian yang dilakukan oleh Qadriyah dan Fitrijanti (2003) bertujuan untuk
melihat pengaruh jenis produk pembiayaan, jenis pembiayaan, dan jenis sektor
ekonomi pembiayaan terhadap NPF pada perbankan syariah. Analisis didasarkan
pada data perbankan syariah tahun 2000 sampai tahun 2002, dan menggunakan
metode penelitian deskriptif dan pendekatan asosiatif dengan teknik korelasi
Coefficient Contingency.
Setelah dilakukan pengujian statistik komparatif diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
a. Berdasarkan pengujian statistik komparatif dan dibandingkan dengan kriteria
tidak terdapat perbedaan yang signifikan NPF antara jenis produk pembiayaan
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
33
Universitas Indonesia
Equity Financing dan Debt Financing. Setelah dilakukanpengujian statistik
asosiatif dan dibandingkan dengan kriteria, tidak terdapat pengaruh perbedaan
jenis produk pembiayaan antara equity financing dan debt financing terhadap
NPF. Rata-rata NPF equity financing sebesar 12,81% sedangkan debt financing
sebesar 5,1%, yang artinya rata-rata NPF debt financing relatif lebih baik
dibandingkan dengan equity financing.
b. Berdasarkan pengujian statistik komparatif dan dibandingkan dengan kriteria,
terdapat perbedaan yang signifikan NPF antara jenis pembiayaan produktif dan
konsumtif. Maka bank syariah dalam menyalurkan pembiayaannya ke jenis
pembiayaan yang produktif memiliki resiko kredit macet yang lebih
besardibanding jenis pembiayaan konsumtif. Dan setelah dilakukan pengujian
statistik asosiatif dan dibandingkan dengan kriteria, tidak terdapat pengaruh
perbedaan jenis pembiayaan antara produktif dan konsumtif terhadap NPF.
Rata-rata NPF jenis pembiayaan produktif sebesar 8,51% sedangkan jenis
pembiayaan konsumtif sebesar 1,12% yang artinya rata-rata NPF jenis
pembiayaan konsumtif relatif lebih baik dibandingkan dengan jenis
pembiayaan produktif.
c. Setelah dilakukan pengujian statistik komparatif dan dibandingkan dengan
kriteria, didapat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan NPF antara
jenis sektor ekonomi pembiayaan industri primer, sekunder, dan tersier. Hal ini
menunjukkan, bank syariah dalam menyalurkan pembiayaannya ke semua jenis
sektor ekonomi memiliki resiko kredit macet yang relatif sama. Dan setelah
dilakukan pengujian statistik asosiatif dan dibandingkan dengan kriteria,
didapat bahwa tidak terdapat pengaruh perbedaan jenis sektor ekonomi
pembiayaan antara industri primer, sekunder dan tersier terhadap NPF. Rata-
rata NPF jenis sektor ekonomi pembiayaan industri primer sebesar 0,74%
sedangkan industri sekunder sebesar 9,54% dan industri tersier sebesar 9,2%
yang artinya rata-rata NPF industri primer (pertanian, pertambangan,
kehutanan, dan lain-lain) relatif lebih baik dibandingkan dengan industri
sekunder (industri manufaktur dan lain-lain) dan industri tersier (jasa usaha,
perdagangan, dan lain-lain).
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
34
Universitas Indonesia
Hasil penelitian tersebut secara keseluruhan menyatakan tidak terdapat
pengaruh perbedaan jenis produk pembiayaan, jenis pembiayaan, dan jenis sektor
ekonomi pembiayaan terhadap NPF, sehingga dalam menyalurkan pembiayaan
bank memiliki resiko kredit macet yang sama. Akan tetapi untuk masing-masing
jenis produk pembiayaan, jenis pembiayaan, dan jenis sektor ekonomi
pembiayaan memiliki tingkat NPF yang berbeda yang menunjukkan tingkat resiko
masing-masing.
Penelitian yang dilakukan Nugroho (2005) bertujuan untuk melihat faktor-
faktor apa saja yang berpengaruh terhadap penentuan besarnya margin
murabahah. Metode analisis yang digunakan adalah analisis statistik model regresi
berganda dengan faktor yang diteliti adalah biaya overhead, volume pembiayaan
murabahah, profit target dan bagi hasil DPK.
Spesifikasi model yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
)1(4)1(3
)1(2)1(1
argPr
arg
−+
−−
++
++=
tt
tt
PKBagiHasilDetofitT
bahahVolumeMuraeadBiayaOverhhinMurabahaM
ββ
ββα
(2.23)
Definisi dari masing-masing variabel terikat dan bebas dalam penelitian
Nugroho (2005) adalah sebagai berikut:
a. Margin murabahah adalah prosentase margin yang dibebankan kepada debitur.
b. Biaya overhead adalah biaya-biaya yang dikeluarkan bank dalam kegiatan
operasionalnya terdiri dari biaya tenaga kerja, biaya administrasi dan umum,
biaya penyusutan, biaya pencadangan penghapusan aktiva produktif, dan biaya
lainnya yang terkait dengan operasional bank syariah. Nilainya diperoleh
dengan mengalikan total biaya overhead dengan porsi pembiayaan murabahah
terhadap total pembiayaan. Angka biaya overhead untuk murabahah didapat
dengan mengalikan total overhead dengan porsi murabahah.
c. Volume pembiayaan murabahah adalah jumlah total pembiayaan murabahah.
d. Keuntungan yang diinginkan (profit target) adalah tingkat keuntungan dari
seluruh pembiayaan murabahah yang digunakan sebagai target bank. Diperoleh
dengan mengalikan suku bunga pinjaman satu bulan dengan pembiayaan
murabahah dibagi dua belas bulan setelah itu dikalikan Net Interest Margin.
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
35
Universitas Indonesia
e. Porsi bagi hasil DPK adalah nilai distribusi bagi hasil bagi pemilik DPK. Nilai
bagi hasil yang diperoleh merupakan pengalian antara bagi hasil DPK dengan
porsi pembiayaan murabahah terhadap total pembiayaan.
Dari hasil analisis statistik berdasarkan studi kasus PT. Bank Muamalat
Indonesia periode Januari 2001 sampai dengan Desember 2004, diperoleh
kesimpulan bahwa faktor biaya overhead, dan bagi hasil DPK secara signifikan
mempengaruhi margin murabahah, sedangkan volume pembiayaan murabahah
dan profit target tidak berpengaruh terhadap margin pembiayaan murabahah
walaupun terdapat korelasi.
Studi yang dilakukan oleh Wibowo (2007) meneliti determinan ROA (Return
on Asset) antara bank syariah devisa dan non devisa. Faktor-faktor yang
mempengaruhi ROA sebuah bank syariah diantaranya adalah besarnya tabungan
dana dari pihak ketiga yang berhasil dihimpun bank, besarnya pembiayaan yang
dapat disalurkan oleh bank kepada pihak lain, simpanan dana bank dalam SWBI
(Sertifikat Wadiah Bank Indonesia) dan Pasar Uang Antarbank Berdasarkan
Prinsip Syariah (PUAS).
Data yang digunakan dalam studi ini adalah dalam rentang waktu Januari 2002
hingga Juni 2006. permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada:
Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri sebagai bank umum syariah
devisa, Bank Mega Syariah Indonesia sebagai bank umum syariah non devisa,
SWBI (Sertifikat Wadiah Bank Indonesia), Pasar Uang Antarbank Berdasarkan
Prinsip Syariah (PUAS), total pembiayaan yang diberikan unit usaha syariah, dan
simpanan mudharabah/sistem bagi hasil (dana pihak ketiga) sebagai variabel
independen, dengan variabel dependen adalah ROA bank umum syariah, dan
analisis data yang digunakan adalah analisis data panel.
Model perbandingan antara perilaku ROA bank umum syariah devisa dengan
bank umum syariah non devisa adalah sebagai berikut:
it
ititititit
DMudhDBiayaDSWBIDPUASMudhBiayaSWBIPUASROA
εββββββββα
+++++++++=
1*1*1*1*
876
54321
(2.24)
Dimana:
α = intersep
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
36
Universitas Indonesia
821 ,...,, βββ = slope dari variabel bebas PUAS, SWBI, total pembiayaan, dan
simpanan Mudharabah.
ROA = Return on Asset bank umum syariah
PUAS = Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
SWBI = Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
Biaya = total pembiayaan yang dilakukan bank syariah
Mudh = simpanan mudharabah
ε = galat
i = individu bank umum syariah
t = periode waktu dari Januari 2002 sampai Juni 2006
Pada model ini, D1 merupakan variabel boneka (dummy variable) bank umum
syariah dengan nilai 0 untuk bank umum syariah devisa, dan 1 untuk bank umum
syariah non devisa. Penggunaan dummy variable ini dimaksudkan agar dapat
diketahui bagaimana perbedaan perilaku masing-masing variabel bebas terhadap
variabel terikat di bank umum syariah devisa dan bank umum syariah non devisa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ROA bank umum syariah
non devisa lebih kecil dari bank umum syariah devisa. Kedua jenis bank umum
syariah memiliki likuiditas lancar karena memiliki slope bernilai positif untuk
PUAS dan SWBI. Dalam menyalurkan pembiayaan, bank umum syariah devisa
lebih agresif dibandingkan dengan bank umum syariah non devisa, ini terkait
dengan kehadiran bank umum syariah devisa yang lebih dahulu dari bank non
devisa. Untuk simpanan mudharabah menunjukkan bahwa bank umum syariah
non devisa lebih kecil daripada bank umum syariah devisa. Ini terjadi karena
masyarakat belum terlalu familiar dengan bank yang terbilang baru ini.
Secara ringkas, uraian tinjauan literatur di atas dapat dilihat pada Tabel 2.1
berikut:
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
37
Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Tinjauan Literatur
Nama & Tahun Var. Dependen Var. Independen Metodologi Seyed dan
Makiyan, Iran (2001)
penawaran pinjaman di bank Islam Iran
Tingkat bagi hasil, inflasi, total dana
pihak ketiga
ECM
Ikhide, Namibia (2003)
kuantitas kredit yangdiminta dan kuantitas
kredit yang ditawarkan.
output gap, suku bunga riil , inflasi,
kapasitas pinjaman, total dana pihak
ketiga, tingkat bunga pinjaman, indeks
pasar modal
Full InformationMaximum Likelihood Procedure
Beng dan Ying, Malaysia (2001)
tingkat keuntungan riil tabungan dan
pinjaman
indeks produksi industri, kapasitas
pinjaman, non performing loan
Full Maximum Likelihood Procedure
Weller, Polandia
(2006) Penawaran kredit
(kredit/Aset) Modal/Aset, DPK/Aaset, Pembiayaan
Internal/Penjualan, MNB Kredit/Total
Kredit
Effect Random dan LSDV Panel Data
Donna (2006) permintaan dan penawaran
mudharabah, musyarakah,
murabahah, dan istishna
tingkat bagi hasil, ekspektasi profit, NPF, modal per aset, DPK
regresi dengan persamaan tunggal
(ARCH dan Iterative Cochrane Orcutt Procedure)
atau persamaan simultan (SUR).
Siregar (2004) FDR DPK, bonus SWBI, NPF
Regresi linear berganda
Asy’ari (2006) FDR suku bunga rata-rata pinjaman, bonus
SWBI, JUB, DPK
Regresi linear berganda
Maryanah (2006)
pembiayaan bagi hasil (mudharabah &
musyarakah)di BSM
DPK, profit, NPF ECM
Hilmi (2006) pembiayaan mudharabah di BSM
SWBI, suku bunga kredit bank
konvensional, DPK
regresi linear berganda
Kusumastuti (2005)
posisi kredit dan pembiayaan
suku bunga kredit uji kausalitras Granger, regresi
Anggraini (2005)
jumlah penawaran pembiayaan
pendapatan bagi hasil, DPK, NPF
two stage least squares
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
38
Universitas Indonesia
musyarakah dan mudharabah di BSM
Adi (2006) FDR SWBI & PUAS regresi linear berganda
Ibrahim (2005) mudharabah di Bank Muamalat Indonesia
(BMI)
nisbah bagi hasil yang menjadi hak bank, suku bunga kredit
bank konvensional, dan PDB
regresi linear berganda
Wibowo (2007) ROA bank umum syariah
DPK, Pembiayaan, SWBI, PUAS
Panel Data analysis
Hartono (2007) NPF pada Bank Muamalat Indonesia
DPK, suku bunga SBI 1 bulan
regresi linear berganda
Qadriyah dan Fitrijanti (2003)
NPF jenis produk pembiayaan, jenis
pembiayaan, dan jenis sektor ekonomi
pembiayaan
deskriptif dan pendekatan
asosiatif dengan teknik korelasi
Coefficient Contingency.
Nugroho (2005) Margin murabahah biaya overhead, volume pembiayaan murabahah, profit target , bagi hasil
DPK.
model regresi berganda
2.3 Fungsi Pembiayaan pada Perbankan Syariah
Bank syariah dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko
usaha dan berbagi hasil usaha antara pemilik dana (shahibul mal) yang
menyimpan uangnya di bank dengan bank selaku pengelola dana (mudharib), dan
di sisi lain bank selaku pemilik dana dengan masyarakat yang membutuhkan dana
baik yang berstatus pemakai dana maupun pengelola usaha (mudharib)
(Perwataatmadja, 2007, hal. 75).
Shiddiqi (1984, hal. 58) menyebutkan bahwa pembiayaan mempunyai tujuan
untuk keadilan, pemerataan, persamaan dan kemajuan yang hendak digapai.
Karenanya, dengan pembiayaan tercipta daya beli oleh masyarakat sehingga roda
perekonomian berputar.
Bantuan permodalan berupa pembiayaan pada dasarnya harus merupakan daya
rangsang bagi kedua belah pihak. Pihak yang mendapatkan pembiayaan harus
dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi demi kemajuan usahanya dan bagi
pihak yang memberikan pembiayaan secara material mendapatkan rentabilitas
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
39
Universitas Indonesia
berdasarkan keuntungan perhitungan yang wajar dan secara spiritual harus merasa
bangga dapat membantu suatu perusahaan untuk mencapai kemajuan ekonomis
demi kepentingan negara dan rakyat. Suatu pembiayaan dapat dikatakan berhasil
apabila secara sosial ekonomi membawa pengaruh terhadap keadaan penerima,
pemberi, negara, dan rakyat (Tjiptoadinugroho dalam Asy’ary, 2004, hal. 20).
Menurut Muhammad (2004, hal. 184-186) ada beberapa fungsi pembiayaan
yang diberikan oleh bank Islam kepada masyarakat penerima, diantaranya untuk:
1. meningkatkan daya guna uang;
2. meningkatkan daya guna barang;
3. meningkatkan peredaran uang;
4. menimbulkan kegairahan untuk berusaha;
5. sebagai faktor stabilitas ekonomi;
6. sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional; dan
7. sebagai alat hubungan ekonomi internasional.
Muslehuddin (1990, hal. 58) menyatakan bahwa karena susunan ekonomi
dalam masyarakat sudah berdasarkan pinjaman maka tanpa pinjaman mustahil
kemajuan dapat tercapai. Pinjaman adalah nyawa untuk menghidupi dunia
perdagangan dan industri karenanya pembiayaan dapat dikatakan sebagai
penggerak roda ekonomi.
Shiddiqi (1984, hal 59) menyatakan perbankan mempunyai peranan yang
menentukan dalam pengalokasian sumber-sumber keuangan yang tersedia di
dalam masyarakat. Selain itu, pembiayaan juga berfungsi sebagai aktiva yang
produktif berupa penempatan dana oleh bank dalam aset yang menghasilkan
pendapatan untuk menutupi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank. Dari aktiva
ini, bank mengharapkan adanya selisih keuntungan dari kegiatan pengumpulan
dan penyaluran dana.
Chapra (2000, hal 145) menyatakan bahwa mengingat kredit bank terjadi
karena dana yang dimiliki oleh publik maka kredit harus dialokasikan dengan
tujuan supaya membantu merealisasikan kemaslahatan sosial secara umum.
Tujuan ini dapat dicapai apabila:
1. alokasi kredit akan menimbulkan suatu produksi dan distribusi optimal bagi
barang dan jasa yang diperlukan oleh sebagain besar anggota masyarakat; dan
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
40
Universitas Indonesia
2. manfaat kredit dapat dirasakan oleh sejumlah besar kalangan bisnis dalam
masyarakat.
Berbeda dengan bank konvensional, hubungan antara bank syariah dengan
nasabahnya bukan hubungan antara debitur dan kreditur, melainkan hubungan
kemitraan antara penyandang dana dengan pengelola dana. Oleh karena itu,
tingkat laba bank syariah bukan saja berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil
untuk para pemegang saham, tetapi juga berpengaruh terhadap bagi hasil yang
dapat diberikan kepada nasabah penyimpan dana. Dengan demikian, kemampuan
manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan harta, pengusaha
dan pengelola investasi yang baik (professional investment manager) akan sangat
menetukan kualitas usahanya sebagai lembaga intermediary dan kemampuannya
menghasilkan laba. (lihat Arifin, 2005, hal. 46).
2.4 Aspek Penunjang Operasional Bank Syariah
Dengan semakin berkembangnya perbankan syariah, maka diperlukan ketentuan-
ketentuan perbankan dan fasilitas bank syariah yang sesuai dengan prinsip
syariah. Karena kegiatan usaha bank syariah memilki perbedaan yang mendasar
dibandingkan dengan bank konvensional. Hal ini dibutuhkan agar bank syariah
dapat beroperasi secara sehat serta dapat menjalankan prinsip-prinsip syariah
secara benar. (dalam Adi, 2006, hal. 33).
Sebagai tindak lanjut pengembangan perbankan syariah, Bank Indonesia telah
mengeluarkan beberapa ketentuan yang berkaitan dengan perbankan syariah yaitu:
1. Giro Wajib Minimum (GWM)
2. Kliring
3. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS)
4. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
Menurut Muhammad dalam Adi (2006, hal. 33) keempat ketentuan tersebut di
atas pada dasarnya memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Guna
mendukung kelancarn lalu-lintas pembiayaan antarbank dan pelaksanaan kegiatan
PUAS, bank-bank syariah perlu membuka giro pada Bank Indonesia. Seluruh
kantor pusat bank umum baik konvensional maupun syariah diwajibkan membuka
satu rekening giro dalam valuta rupiah di kantor pusat Bank Indonesia atau kantor
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
41
Universitas Indonesia
Bank Indonesia setempat. Khusus bagi bank devisa diwajibkan pula untuk
membuka satu rekening giro dalam valuta dolar AS di kantor pusat Bank
Indonesia.
Selanjutnya, dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian, kantor pusat bank
wajib menjaga posisi giro pada Bank Indonesia (BI) dalam jumlah tertentu
sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai Giro Wajib Minimum (GWM).
Pelanggaran atas ketententuan GWM dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
yang diatur BI.
Untuk mendukung kelancaran lalu lintas pembayaran antarbank serta
pelaksanaan PUAS, transaksi pembayarannya dilakukan melalui mekanisme
kliring dengan membebankan rekekening giro pada BI. Apabila dalam
pelaksanaan kliring saldo bank menjadi kurang dari GWM, maka bank atau kantor
cabangnya dikenakan sanksi kewajiban membayar dan apabila saldonya menjadi
negatif maka bank bersangkutan termasuk cabangnya akan dikenakan sanksi
penggantian sebagai peserta kliring ditambah sanksi kewajiban membayar.(lihat
Adi, 2006, hal. 34).
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank dapat mengalami kelebihan
atau kekurangan likuiditas. Dalam hal terjadi kelebihan likuiditas, bank
melakukan penempatan kelebihan dananya sehingga dapat memperoleh
keuntungan. Sedangkan bila mengalami kekurangan likuidiras, bank memerlukan
sarana untuk menutupi kekurangan likuiditas baik yang disebabkan oleh kalah
kliring maupun untuk menambah likuiditas dalam rangka kegiatan pembiayaan
sehingga kegiatan operasional bank dapat berjalan dengan baik. Khusus bagi bank
syariah yang kekurangan dana dapat menerbitkan sertifikat Investasi Mudharabah
Antarbank (sertifikat IMA) yang merupakan sarana penanaman dana bank
syariah.
Sehubungan dengan tugas BI dalam menjaga kestabilan moneter, BI menyerap
kelebihan likuiditas bank-bank syariah melalui penerbitan Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia (SWBI) yang berdasarkan pada prinsip titipan (wadiah). Dari sisi
perbankan khususnya bank syariah, piranti tersebut merupakan sarana penempatan
kelebihan likuiditas sementara sebelum dana yang dikelolanya dapat disalurkan
untuk pembiayaan kepada sektor riil. (lihat Adi, 2006, hal. 34).
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
42
Universitas Indonesia
2.4.1 Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
Bank Indonesia selaku bank sentral menerbitkan instrumen moneter berdasarkan
prinsip syariah yang dinamakan Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI), yang
dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk mengatasi kelebihan likuiditasnya.
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) merupakan salah satu alat untuk
penyerapan kelebihan likuiditas yang dialami oleh perbankan Islam. Bank
Indonesia melakukan operasi pasar untuk mengendalikan jumlah uang berdar.
Agar pelaksanaan operasi pasar terbuka berdasarkan prinsip syariah dapat
berjalan, maka diperlukan alat khusus untuk pelaksanaan tersebut. Alat yang
sesuai dengan prinsip syariah itu adalah SWBI. (Asy’ari, 2004, hal 32).
Akad yang digunakan untuk instrumen SWBI adalah akad wadi’ah
sebagaimana diatur dalam Fatwa DSN No. 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro
dan Fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan.
Dalam SWBI tidak boleh ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk
pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak Bank Indonesia. Dan juga
SWBI tersebut tidak boleh diperjualbelikan.
2.4.2 Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS)
Likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya,
terutama kewajiban dana jangka pendek. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah
kemampuan untuk mengubah seluruh aset menjadi bentuk tunai (cash).
Sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi
kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio likuiditas. Kemampuan likuiditas
aset tergantung pada dua faktor utama, yaitu kandungan daya cair aset itu sendiri
(self contained liquidity) dan daya jual aset tersebut. Daya cair aset (self
liquiditing) ditentukan oleh pelaksanaan pemenuhan syarat-syarat penjualan aset
tersebut, baik jangka waktu maupun pembayarannya. Sedangkan marketability
asset ditentukan oleh kemampuan pengalihan aset tersebut kepada pihak lain
secara final atau keberhasilan penawaran kepada pihak lain untuk berpartisipasi
mendanai aset tersebut (Arifin, 2005, hal. 151).
Di Indonesia, dengan maraknya bank konvensional yang ingin konversi
menjadi bank syariah atau membuka cabang syariah secara utuh, maka
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
43
Universitas Indonesia
berbarengan dengan diperkenalkan SWBI, GWM, dan Kliring, pada bulan
Februari 2000 diperkenalkan pula Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip
Syariah (PUAS).
PUAS berfungsi sebagai instrumen untuk memungkinkan bank syariah yang
kekurangan likuiditas menerbitkan sertifikat Investasi Mudharabah Antar-bank
(IMA) untuk memperoleh dana berjangka pendek (maksimum 90 hari) dari bank
syariah lainnya yang kelebihan likuiditas. Demikian pula sebaliknya, instrumen
ini memungkinkan bank syariah yang kelebihan likuiditas menginvestasikan
dananya dengan membeli sertifikat IMA dari bank syariah lainnya yang
kekurangan likuiditas. (lihat Perwataatmadja, 2007, hal. 52).
Peserta PUAS terdiri atas bank syariah dan bank konvensional. Bank syariah
dapat melakukan penanaman dana dan atau pengelolaan dana, sedangkan bank
konvensional hanya dapat melakukan penanaman dana. Dalam melakukan
transaksi PUAS, bank hanya dapat menggunakan sertifikat IMA.
Sertifikat IMA yang menjadi instrumen PUAS memakai akad mudharabah.
Menurut M. Umer Chapra (hal. 50, 2000), pembiayaan mudharabah dalam PUAS
dapat berupa pembiayaan talangan. Menurutnya, keseluruhan kebutuhan keuangan
yang bersifat permanen, apakah itu modal tetap atau modal kerja, secara normal
dapat diharapkan keluar dari modal ekuitas dalam sebuah perekonomian Islam.
Basis modal ekuitas yang lebih luas ini dapat didukung oleh pembiayaan
mudharabah yang berjangka menengah dan panjang. Pembiayaan berjangka
pendek, meskipun dalam kerangka bagi hasil dapat dipergunakan hanya untuk
pembiayaan talangan (bridge financing) atas kelangkaan likuiditas, tujuannya
tidak diharapkan atau tidak dimungkinkan berdampak meningkat secara permanen
pada ekuitas.
Yang tetap harus diperhatikan ialah karena PUAS lebih bersifat pembiayaan
talangan. Oleh karenanya, keberhasilan PUAS tetap tergantung pada skema
indirect financing di mana bank syariah yang menerima penempatan dana
melakukan transaksi di sektor riil dengan pihak lain. Dalam hal ini faktor-faktor
pendukung seperti akses terhadap informasi (transparansi yang lebih baik) untuk
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
44
Universitas Indonesia
mencegah adverse selection1, preferensi dari perilaku transaksi itu sendiri, dan
standar akuntansi, harus diperhatikan.
2.5 Teori Resiko Pada Bank Syariah
Jorion (hal. 3, 2003) menyatakan bahwa resiko merupakan volatilitas suatu hasil
yang tidak diekspektasi, secara umum juga merupakan volatilitas nilai dari
asset/kewajiban dari bunga. Resiko dapat dihubungkan dengan kemungkinan
terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan atau tidak terduga.
Resiko dapat didefinisikan sebagai kemungkinan kerugian dari suatu investasi
akibat perubahan kondisi yang mempengaruhi nilai dari investasi tersebut. Resiko
mempunyai hubungan yang positif dan linear dengan return yang diharapkan dari
suatu investasi. Oleh karena itu, semakin besar return yang diharapkan dari suatu
investasi, maka semakin besar pula resiko yang harus ditanggung oleh seorang
investor.
Ali (2004) menyatakan bahwa resiko dapat berupa potensi terjadinya suatu
peristiwa (events) yang mampu memberikan pengaruh negatif yang dapat
menimpa siapa saja, apa saja, kapan saja, dan dimana saja. Tak terkecuali
terhadap perbankan, resiko yang terjadi tentunya dapat menimbulkan kerugian
karenanya perlu dicegah dan jika terlanjur terjadi maka wajib hukumnya
ditanggulangi. Secara spesifik Bank Indonesia menyebutkan terdapat delapan
jenis resiko yang perlu diwaspadai, dipantau dan selanjutnya ditanggulangi, yaitu:
1) resiko kredit, 2) resiko pasar, 3) resiko likuiditas, 4) resiko operasional,
5) resiko hukum, 6) resiko reputasi, 7) resiko strategik , dan 8) resiko kepatuhan.
Konsep syariah sebenarnya tidak berkutat pada masalah agama saja, akan
tetapi juga membahas untung rugi dan profesionalitas dalam aktivitas ekonomi.
Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan untuk memperhitungkan unsur resiko
mengingat tidak ada yang dapat memastikan apa yang akan terjadi di masa
mendatang, sebagaimana tercantum dalam salah satu ayat Al-Qur’an berikut:
1 Adverse selection timbul ketika suatu pihak memiliki informasi tertentu yang tidak dimiliki oleh pihak lainnya sebelum perjanjian dimulai. Informasi tersebut mempengaruhi nilai kontrak.
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
45
Universitas Indonesia
إن اهللا عنده علم الساعة وينزل الغيث ويعلم مافي األرحام وماتدري نفس
ماذا تكسب غدا وماتدري نفس بأي أرض تموت إن اهللا عليم خبير
Artinya:
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari
kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada
dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa
yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui
di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. (QS 31:34).
Dalam pandangan Islam, resiko merupakan sesuatu yang lazim untuk dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari menginat resiko yang ditimbulkan oleh adanya
ketidakpastian merupakan sunatullah (hukum alam yang Allah tetapkan) di alam
semesta. Konsep resiko berusaha untuk mengukur tingkat ketidakpastian hasil dari
suatu kejadian di masa mendatang (baik jangka panjang maupun jangka pendek)
yang berpotensi untuk memberikan dampak yang diharapkan maupun yang tidak
diharapkan. (Maryanah, hal. 27, 2006)
Bank-bank syariah menghadapi resiko keuangan yang relatif berbeda dengan
bank konvensional. Muljawan (hal. 10, 2004) menjelaskan bahwa bank syariah
memiliki tingkat resiko yang relatif besar dibandingkan dengan bank
konvensional, yakni:
Pertama, oleh karena sebagian terbesar dari investasi bank syariah dalam bentuk
pembiayaan bagi hasil, pendapatan bank yang umumnya bersumber dari bagi hasil
memiliki varians yang relatih tinggi. Namun, argumentai ini tidak sepenuhnya
benar karena dewasa ini kabanyakan bank syariah memilki investasi dominan
dalam pembiayaan non profit and loss sharing (non-PLS). Kedua, bank syariah
menanggung resiko likuiditas yang cukup besar karena sejumlah asetnya dalam
bentuk aset non-likuid. Ketiga, bank syariah secara dominan terekspos pada resiko
nilai tukar oleh karena mereka dilarang secara syariah untuk melakukan hedging
posisinya. Keempat, bank syariah lebih terekspos pada resiko perubahan kebijakan
fiskal dan moneter, dibandingkan bank konvensional, karena mereka menerapkan
model pembiayaan profit and loss sharing kepada nasabahnya.
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
46
Universitas Indonesia
Sistem bagi hasil yang dijalankan perbankan syariah yang di satu sisi dapat
menghindari resiko negative spread, namun di sisi lain ketidakpastian perolehan
pendapatan dapat menyebabkan resiko dalam pendapatan bank. (lihat Husnelly,
hal. 22, 2003)
Husnelly (hal. 22, 2003) juga menyatakan bahwa volatilitas tingkat bagi hasil
bank syariah disebabkan oleh volatilitas pendapatan bank syariah yang sangat
tergantung pada Non Performing Financing (NPF), dan fluktuasi pendapatan dari
nasabah pembiayaan bagi hasil (mudharabah/trust financing dan
musyarakah/joint financing).
Non Performing Financing (NPF) terjadi karena ketidaklancaran maupun
ketidakmampuan nasabah yang dibiayai untuk membayar angsuran maupun bagi
hasil pembiayaan, yang berdampak pada menurunnya tingkat bagi hasil yang
dibagikan kepada pemilik dana. Bila tingkat bagi hasil menurun, resiko yang
dapat terjadi adalah larinya dana investor (withdrawal risk) yang selanjutnya
menimbulkan liquidity risk bank syariah.
Menurut Khan dan Ahmed (2001) dalam Husnelly (2003), resiko bisnis yang
spesifik pada bank syariah antara lain:
1. Financing risk.
2. Liquidity risk.
3. Withdrawal risk.
Financing risk berkaitan dengan sistem pengembalian dari jenis-jenis
pembiayaan pada bank syariah (mudharabah, musyarakah, murabahah, ijarah).
Resiko pembiayaan mudharabah dan musyarakah lebih besar dari murabahah dan
ijarah, karena pola pengembalian yang digunakan adalah bagi hasil, sedangkan
murabahah dan ijarah fixed payment (Khan dan Ahmed, 2001).
Liquidity risk adalah resiko yang timbul karena kesulitan memperoleh dana
tunai untuk membayar kewajiban/liabilities segera. Bank dapat mengelola
likuiditasnya melalui asset management, liabilities management maupun
kombinasi keduanya (Van Greuning dan Bratanovic dalam Iqbal, 2008).
Liquidity risk pada sisi aset, berhubungan dengan maturity profile dari jenis-
jenis pembiayaan bank syariah. Dilihat dari jatuh temponya pembiayaan, urutan
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
47
Universitas Indonesia
liquidity risk dari yang terkecil sampai yang terbesar adalah: mudharabah,
murabahah, salam, istisna, ijarah, dan musyarakah (Khan dan Ahmed, 2001).
Sedangkan liquidity risk dari sisi liabilities berhubungan dengan maturity
profile dari jenis-jenis produk pendanaan masyarakat (Arifin, 2002). Kebalikan
dari jatuh tempo produk asset, maka urutan liquidity risk dari produk pendanaan
masyarakat dari yang terkecil sampai yang terbesar adalah: dana investasi
mudharabah (deposito 12 bulan, deposito 6 bulan, deposito 3 bulan, dan deposito
1 bulan) serta dana wadiah (tabungan dan giro).
Withdrawal risk berhubungan dengan fluktuasi tingkat bagi hasil dan interest
rate yang kompetitif dari lembaga keuangan lainnya. Hal ini serta upaya bank
dalam melakukan asset preservation akan mempengaruhi keputusan
depositor/investor untuk menarik dananya atau tidak (Khan dan Ahmed, 2001).
2.6 Teori Tingkat Bunga Konvensional
The loanable funds theory pertama kali digagas oleh Ohlin (1973), kemudian
disempurnakan oleh Lerner (1938), teori ini berangkat dari konsep bunga yang
berasal dari tabungan dan investasi. Menurut teori ini, bunga ditentukan oleh
interaksi penawaran dan permintaan akan dana pinjaman. Oleh karena itu, mereka
percaya bahwa tabungan dan investasi selalu sama besarnya (seimbang). Learner
berpendapat bahwa suku bunga ditentukan oleh harga kredit, dan karena itu diatur
oleh interaksi penawaran dan permintaan modal. Suku bunga tidak lain adalah
harga yang menyamakan tabungan atau penawaran kredit ditambah dengan
tambahan bersih dari kenaikan jumlah uang dalam suatu periode tertentu, dan
permintaan kredit atau investasi ditambah uang kas neto dalam periode tersebut.
(lihat Muhamad, 2006).
Pemikiran teori bunga terakhir adalah dilakukan oleh Keynes (1936). Ia
memandang bahwa bunga bukan sebagai harga atau balas jasa atas tabungan,
tetapi bersifat pembayaran untuk pinjaman uang. Bunga merupakan balas jasa atas
tabungan, tetapi bersifat pembayaran untuk pinjaman uang. Bunga merupakan
balas jasa untuk tidak menahan atas balas jasa atas partisipasi uang dalam bentuk
likuid selama jangka waktu tertentu. Dengan demikian, suku bunga adalah harga
yang menyamakan kehendak menyimpan uang dalam bentuk kas dengan jumlah
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008
48
Universitas Indonesia
uang kas yang ada. Dengan kata lain, suku bunga berupa balas jasa untuk tidak
membelanjakan atau untuk tidak menyimpan.
2.7 Penerapan Teori dalam Pemecahan Masalah
Berdasarkan pada teori serta penelitian-penelitian sebelumnya yang telah
diuraikan di atas, maka untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini
yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan murabahah
dan mudharabah pada perbankan syariah di Indonesia akan dilakukan analisis data
panel terhadap tiga bank umum syariah (BUS) yang ada saat ini, yaitu: Bank
Muamalat Indonesia (BMI), Bank Syariah Mandiri (BSM), dan Bank Syariah
Mega Indonesia (BSMI).
Variabel-variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
NPF, bonus SWBI, tingka suku bunga pinjaman bank konvensional, dan tingkat
bagi hasil. Sedangkan variabel dependennya adalah besaran pembiayaan
murabahah dan mudharabah. Di samping itu, dalam penelitian ini, pembiayaan
murabahah selain sebagai variabel dependen pada model murabahah juga akan
berposisi sebagai variabel independen pada model mudharabah.
Pemilihan variabel NPF dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Beng dan Ying (2001). Adapun penggunaan variabel bonus SWBI
mengacu pada penelitian Siregar (2004), Asy’ari (2006), serta Hilmi (2006).
Sedangkan pemilihan variabel suku bunga kredit didasari oleh penelitian Irbid dan
Zarqa (2001) serta Ikhide (2003). Pemilihan variabel tingkat bagi hasil mengacu
pada penelitian Seyed dan Makiyan (2001) serta Donna (2006).
Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya
adalah digunakannya data panel tiga bank umum syariah untuk melihat faktor-
faktor yang mempengaruhi pembiayaan murabahah dan mudharabah. Dengan
demikian, diharapkan penggunaan data panel ini akan lebih mendekati kondisi
realitasnya.
Penggunaan analisis data panel tersebut mengacu pada penelitian Weller
(2006) yang menggunakan random effect dan LSVD. Sedangkan pada penelitian
ini akan digunakan metode Pooled EGLS (period random effect).
Faktor-faktor yang..., Septiana Ambarwati, Program Pascasarjana, 2008