Upload
buikhanh
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Disiplin Teknik Industri
2.1.1 Definisi tentang Industri
Secara definitif industri bisa diartikan sebagai suatu lokasi / tempat dimana
aktivitas produksi akan diselenggarakan, sedangkan aktivitas produksi bisa
dinyatakan sebagai sekumpulan aktivitas yang diperlukan untuk mengubah satu
kumpulan masukan (human re-sources, materials, energy, informasi, dll) menjadi
produk keluaran (finished product atau service) yang memiliki nilai tambah.
Sering kali dijumpai pengertian yang salah didalam mengartikan industri yaitu
adanya anggapan bahwa industri akan selalu menghasilkan produk – produk nyata
(benda fisik).
2.1.2 Historikal Disiplin Teknik Industri
Teknik Industri, istilah ini diterjemahkan dari kata Industrial Engineering
sebagai suatu disiplin ilmu keteknikan yang baru, lahir melalui suatu proses evolusi
yang lama sejak Revolusi Industri yang berlangsung sekitar dua abad lampau.
Disiplin ataupun profesi Teknik Industri maupun Teknik dan Manajemen
Industri dalam hal ini diharapkan mampu menyiapkan tenaga ahli dan terampil
didalam mengelola sistem produksi atau sistem industri yang melibatkan komponen –
11
komponen manusia, material, mesin / fasilitas produksi lainnya, energy dan informasi
secara integral.
Dalam perubahan pola produksi yang memiliki kecendurangan untuk
mengaplikasikan teknologi yang semakin canggih, maka disiplin teknik industri
dalam hal ini mencoba menganalisis interaksi antara sistem manusia-mesin secara
seimbang dan mengupayakan peningkatan produktivitas secara optimal.
2.1.3 Definisi Disiplin Teknik Industri
Disiplin Teknik Industri bisa diartikan sebagai keahlian teknik (engineering)
yang berfungsi untuk merancang (design) fasilitas – fasilitas produksi seperti
pemilihan proses manufakturing, perencanaan fasilitas (lokasi, layout, dll) dan tata
cara berproduksi (methods engineering).
Secara umum dikenal dua aliran dalam disiplin Teknik Industri yaitu aliran
Teknik Industri tradisional dan aliran Teknik modern. Aliran tradisional lebih
menitik-beratkan perhatiannya pada hal – hal yang bersifat praktis nyata berupa
pemecahan masalah – masalah yang dibatasi oleh dinding – dinding industry.
Selanjutnya aliran teknik industri modern cenderung menekankan aplikasinya
pada hal – hal yang bersifat teoritis dan abstrak. Istilahnya adalah keterlibatan dalam
masalah – masalah yang tidak dibatasi oleh dinding – dinding industri.
Secara defininsi
12
2.1.4 Funsi Teknik Industri (Industrial Engineering)
Fungsi dari department ini adalah untuk menetapkan metoda kerja dan waktu
standard untuk setiap aktivitas produksi. Maksud dari penetapanmetoda kerja disini
adalah untuk mendapatkan cara terbaik untuk melaksanakan suatu tugas dan
kemudian menstadardkannya.
2.2 Perancangan Teknik atau Desain Teknik
2.2.1 Definisi Desain Teknik
Desain teknik adalah seluruh aktivitas untuk membangun dan mendefinisikan
solusi bagi masalah yang tidak dapat dipecahkan sebelumnya, atau solusi baru bagi
berbagai masalah yang sebelumnya telah dipecahkan namun dengan cara yang
berbeda. Perancangan teknik menggunakan kemampuan intelektual untuk
mengaplikasikan pengetahuan ilmiah dan memastikan agar produknya sesuai dengan
spesifikasi desain produk yang disepakati, namun tetap dapat dipabrikasi dengan
metode optimum (Ken Hurst, 2006:4).
2.2.2 Proses Desain Teknik
Proses desain teknik dalam bentuknya yang paling sederhana adalah proses
pemecahan masalah. Tujuan merekomendasi pemakaian suatu proses desain formal
adalah untuk mendukung perancang dengan menyediakan suatu kerangka kerja atau
metodologi (Ken Hurst, 2006:8).
13
Gambar 2.2.1 Tahap – tahap process perancangan desain
Sumber : (Ken Hurst, 2006:8)
Suatu pendekatan yang sistematis memungkinkan dokumentasi yang jelas dan
logis atas perkembangan desain. Hal ini akan berguna jika produk tersebut akan
dikembankan lebih lanjut dan didesain ulang di kemudian hari.
Tahap – tahap proses perancangan desain adalah sebagai berikut :
14
Penjelasan untuk tahap – tahap perancangan tersebut adalah sebagai berikut :
• Spesifikasi,
Untuk menyusun suatu spesifikasi yang lengkap dan detail mengenai masalah
tersebut, dilakukan banyak penyelidikan awal, seperti melakukan survey
dilapangan dan investigasi terhadap alat asah tersebut.
• Konsep Desain,
Setelah mendefinisikan spesifikasi, tahap berikutnya adalah merumuskan
alternatif konsep – konsep setelah brainstorming dan pertimbangan berbagai
konsep.
• Desain Detail,
Setelah mengambil keputusan dan konsep tersebut, investigasi lebih lanjut
diperlukan, dengan menggunakan berbagai ilmu teknik dan pengetahuan
material.
• Pabrikasi,
Segera setelah tahap desain detail tersebut selesai, fase konstruksi dapat
dimulai. Fase ini dapat disamakan dengan pabrikasi prototipe sebelum produksi
massal suatu produk.
2.2.3 Prinsip – prinsip proses desain teknik
Menurut Ken Hurst (2006:14) prinsip – prinsip dalam proses desain teknik
adalah sebagai berikut :
15
• Iterasi,
Kemajuan dalam mencari suatu solusi harus melibatkan semua tahap – tahap
yang diidentifikasikan dalam urutan, tetapi dibutuhkan banyak iterasi atau
tinjauan kebelakang. Ini merupakan sifat alami desain teknik.
• Kompromi,
Suatu solusi tunggal yang sempurna jarang terjadi, dan solusi terbaik yang dapat
dicapai merupakan solusi optimum hasil kompromi, yaitu desain yang paling
memuaskan pelanggan.
• Kompleksitas,
Ilmu teknik merupakan suatu teknologi, bukan ilmu pengetahuan, jadi
penerapan ilmu teknik juga meliputi pemahaman pentingnya komunikasi,
kerjasama tim, manajemen proyek dan ergonomik yang tidak dapat diremehkan.
• Tanggung Jawab,
terdapat banyak potensi kegagalan karena kelalaian atau kesalahan, dan
’produk’ akhir yang aman dan benar, kesemuanya menjadi tanggung jawab
perancang teknik profesional.
• Penyederhanaan,
Secara umum solusi paling sederhana adalah solusi yang terbaik, dan semua
ahli teknik profesional mencari solusi – solusi yang sederhana dan elegan.
16
2.2.4 Perancangan Komponen Benda Kerja
Suatu desain benda kerja akan memiliki kaitan erat dengan proses
manufacturing yang harus berlangsung untuk merealisir benda kerja tersebut,
sehingga cukup beralasan pada saat merancang suatu benda kerja harus pula
dipikirkan untuk mencari cara yang termudah dan termurah didalam proses
manufakturingnya.
Menurut Sritomo (2008:97) berikut adalah langkah – langkah dalam
memperbaiki rancangan produknya :
1. Mengurangi jumlah komponen/bagian yang tidak siginifikan dan mempengaruhi
fungsi produk secara keseluruhan.
2. Mengurangi jumlah operasi kerja terutama yang berkaitan dengan proses
pemindahan bahan.
3. Menggunakan komponen – komponen produk yang standard dengan toleransi dan
spesifikasi teknis yang dipilih secara tetap.
4. Desain harus dipikirkan tidak saja dari aspek estetika akan tetapi yang lebih
penting adalah kemudahan untuk pembuatannya baik untuk permesinan ataupun
perakitan.
2.2.5 Pemilihan Bahan Baku (Material)
Menurut Sritomo (2008:97) kemampuan untuk memilih dan menggunakan
material yang tepat sangat mutlak untuk dilakukan. Ada enam pertimbangan dalam
pemilihan produk, antara lain :
17
1. Pilih dan dapatkan material yang tidak terlalu mahal.
2. Pilih dan dapatkan material yang mudah untuk diproses (machine ability)
3. Gunakan material seefisien mungkin dengan mempertimbangkan bahwa sebagian
besar material yang akan dikontribusikan untuk finished product bukannya scrap
4. Apabila dimungkinkan maka gunakan material bekas/sisa
5. Pergunakan supplies material dan perkakas secara ekonomis
6. Material yang digunakan harus standard dan yang umum digunakan
2.2.6 Penetapan Proses Manufakturing
Menurut Sritomo (2008:98) untuk memperbaiki proses manufacturing yang
dilaksanakan maka pengamatan diarahkan ke hal – hal berikut :
1. Apabila akan merubah operasi kerja maka harus diperhatikan pula efeknya
terhadap operasi lain.
2. Mekanisasi setiap manual operasi yang mungkin bisa dilakukan
3. Pergunakan fasilitas dan peralatan kerja yang lebih efisien di dalam proses yang
akan dilaksanakan
4. Operasikan fasilitas kerja yang ada secara efektif sesuai dengan spesifikasinya
yang dimiliki seperti halnya memilih pemakanan (feeds) dan kecepatan potong
(cutting speed)
18
2.2.7 Perencanaan Proses Set-up mesin dan perkakas
Untuk mempercepat proses persiapan (setting-up) maka akan sangat
membantu sekali aplikasi dari jigs dan fixture khususnya untuk produksi massal
(Sritomo, 2008:98).
2.2.8 Perbaikan Kondisi lingkungan kerja
Menurut Sritomo (2008:98) tugas dari method engineering analisis adalah
juga mengadakan area kerja yang baik ditinjau dari safety dan kenyamanannya.
Kondisi kerja yang ideal diharapkan mampu memberikan kondisi – kondisi kerja
seperti :
1. Memperbaiki safety record
2. Mengurangi absenteism dan ketidak – disiplinan kerja lainnya
3. Meningkatkan moral kerja karyawan
4. Meningkatkan produktivitas kerja
2.2.9 Perancangan perkakas dan peralatan untuk proses produksi
Perancangan perkakas potong (tool design) dimaksudkan untuk memperoleh
perkakas yang efektif dan ekonomis (efisien) pada saat digunakan untuk
melaksanakan operasi pemotongan. Selain perancangan perkakas potong, maka hal
lain yang perlu diperhatikan dan didesain sebaik-baiknya adalah perkakas pembantu
seperti jig dan fixture yang berguna untuk mempercepat proses set-up ataupun
19
handling dalam operasi manufakturing. Pemakaian jig umumnya untuk kegiatan
operasi pembuatan lubang (drilling) (Sritomo, 2003:48).
2.3 Pemesinan Dengan Banyak Titik Potong
Dalam pemesinan dengan banyak titik potong, setidaknya ada dua tipe sisi
potong dari satu alat iris yang bekerja secara simultan (John A. Schey, 2009:512).
2.3.1 Pengeboran (Drilling)
Lubang merupakan fitur hasil pemesinan yang paling banyak ditemukan. Ada
dua metode pembuatan lubang yang dalam, yang didasarkan pada teknik – teknik titik
potong tunggal yaitu twist drill dan spade drill. Sebagian besar lubang dibuat dengan
menggunakan alat iris dengan dua sisi potong, yaitu twist drill dan umur alat iris ini
sering kali memiliki pengaruh signifikan pada biaya total.
Twist drill memiliki beberapa keuntungan :
1. Dua tepi sisi potongnya memberikan proses pemotongan yang lebih effisien
2. Gaya potong yang diberikan seimbang
3. Lis pembatas yang kecil pada permukaan silinder akan memberikan pemanduan
Spade drill atau drill penggali dengan berbagai konfigurasi cocok untuk
membuat lubang dengan diameter berapa pun dan apabila terbuat dari karbida, juga
cocok untuk bahan – bahan yang keras. Drill jenis ini memotong dengan lebih pelan
dan tidak ada pemandu dari uliran, sehingga drill jenis ini tidak cocok untuk
membuat lubang yang dalam (John A. Schey, 2009:514).
20
Gambar 2.3.1 Bagian Mesin Asah Elektroda Cup Tip
2.3.2 Mesin Asah elektroda cup tip ø 16 mm
Mesin asah elektroda cup tip Ø 16 mm adalah mesin drilling yang masuk
kedalam golongan spade drill dengan memiliki kapasitas drilling sebesar 380mm.
Mesin ini digunakan untuk mengasah elektroda cup tip Ø 16 mm yang telah aus dan
kemudian setelah diasah menghasilkan elektroda cup tip Ø 16 mm yang sesuai
dengan standard (John A. Schey, 2009:514).
2.3.2.1 Bagian Mesin Asah
Mesin asah elektroda cup tip Ø 16 mm ini terdiri dari 7 bagian, secara umum
adalah sebagai berikut :
Keterangan :
1. Saklar ON/OFF
2. Pengatur Putaran Spindle
3. Holder
4. Meja Putar
5. Handle
6. Spindle
7. Tempat Pembuangan
1
2
3
4
5
7
6
21
Keterangan :
1. Saklar ON/OFF
Berfungsi untuk menyalurkan dan atau memutuskan arus listrik sehingga
spindle pada mesin berputar atau berhenti.
2. Pengatur Putaran Spindle
Berfungsi untuk mengatur kecepatan putaran spindle pada mesin asah
elektroda cup tip.
3. Holder
Berfungsi sebagai tempat meletakkan elektrode cup tip yang sedang dan
sebelum diasah.
4. Meja Putar
Berfungsi sebagai penompang holder dan dapat memutar untuk
mempermudah pengasahaan secara massal.
5. Handle
Berfungsi untuk menurunkan spindle mendekat ke arah elektroda yang
telah terpasang pada holder.
6. Spindle
Berfungsi sebagai tempat cutter untuk mengasah elektroda yang berputar
sesuai kecepatan yang telah diatur.
22
Gambar 2.4.1 Proses Spot Welding
7. Tempat Pembuangan
Berfungsi sebagai tempat pembuangan scrap sisa - sisa hasil pengasahan
agar tidak beserakan.
2.4 Gambaran umum tentang spot welding & elektroda cup tip Ø 16 mm
2.4.1 Pengenalan Spot Welding ( Pengelasan Titik )
Spot welding ( pengelasan titik ) adalah proses penggabungan antara dua atau
lebih material logam secara permanen yang diapit oleh elektroda yang secara lokal
dipanaskan dengan berkonsentrasi arus dan kekuatan las ke daerah yang relatif kecil,
dan bertekanan dengan elektroda pada saat yang sama. Pada proses ini material yang
dapat digabungkan memiliki ketebalan 0,5 – 3 mm.
elektroda
bergerak
arus
sumber arus
material kerja
area material kerja
meleleh dan menyatu
elektroda
tetap
23
Gambar 2.4.2 Macam – Macam Pengelasan Titik
Adapun macam – macam cara pengelasan titik, sebagai berikut :
1. Pengelasan titik langsung
2. Pengelasan titik tidak langsung
3. Pengelasan titik sejajar
4. Pengelasan titik rongga
2.4.2 Pengenalan Elektroda Cup Tip
Elektroda cup tip adalah tool atau alat yang digunakan untuk proses terjadinya
nugget atau gumpalan. Material elektroda yang digunakan terdiri dari dua kelompok,
yaitu :
gerakkan
Pengelasan titik tidak langsung
Pengelasan titik rongga
gerakkan
gerakkan
gerakkan
Pengelasan titik langsung
Pengelasan titik sejajar
24
Gambar 2.4.4 Siklus Air Dalam Elektroda cup tip
Gambar 2.4.3 Elektroda Cup Tip Ø 16 mm
1. Paduan tembaga, dan
2. Komposisi logam tahan api seperti kombinasi tembaga dan tungsten.
Kombinasi tembaga dan tungsten memiliki tingkat aus yang tinggi, sehingga
banyak digunakan dalam proses manufaktur. Elektroda akan mengalami keausan
secara bertahap bila digunakan secara berulang – ulang. Dalam praktek, elektroda
didesain dengan saluran air pendingin.
Air
Air
ElektrodaMaterial
kerja
25
Gambar 2.4.5 Elektroda Cup Tip Ø 16 mm sesuai standar
Gambar 2.4.6 Elektroda Cup Tip Ø 16 mm tidak sesuai standar
Kebutuhan akan elektroda cup tip harus sesuai dengan kebutuhan standar dari
tinggi elektroda cup tip Ø 16 mm yaitu memiliki tinggi lebih dari 17 mm.
Adapun elektroda cup tip dengan tinggi yang tidak sesuai dengan standar
yang tidak layak untuk digunakan kembali untuk proses spot welding yaitu elektroda
cup tip yang memiliki tinggi keseluruhan sama dengan atau kurang dari 17 mm.
2.5 Proses Pengasahan
Pengasahan elektroda cup tip diperlukan karena adanya elektroda cup tip
yang mengalami deformasi / aus pada bagian ujung elektroda. Proses pengasahan
terjadi ketika spindle turun dan pisau yang terdapat di dalam spindle menyentuh
23 m
m
11 m
m
17 m
m
11 m
m
26
Gambar 2.5.1 Proses Pengasahan Elektroda Cup Tip
Gambar 2.5.2 Pisau Pemotong
elektroda cup tip sehingga mengikis sebagian dari permukaan elektroda cup tip yang
mengalami deformasi pada bagian ujung sampai seluruh bagian deformasi hilang.
Pada proses pengasahan dibutuhkan pisau dengan material pisau adalah HSS
(High Speed Steel) sebagai pemotong untuk mengikis sebagian elektrode cup tip yang
mengalami deformasi pada bagian ujung, pisau tersebut memiliki bentuk setengah
lingkaran, sesuai dengan ukuran elektrode cup tip tersebut.
Elektroda
Pisau
Spindle
27
2.6 Sistem Pneumatik
Aktuator dasar adalah sebuah silinder, dengan gaya maksimum pada poros
akan ditentukan oleh tekanan udara dan luas penampang piston. Tekanan operasi
dalam sistem pneumatik biasanya adalah 10 bar, tekanan yang tipikal dan tekanan
sebesar itu dapat mengangkat 10 kg cm2 luasan piston (Andrew Parr, 2003:6).
Tenaga dari udara yang bertekanan atau sering juga disebut tenaga pneumatik
diubah menjadi gerakan garis lurus dan gerakan putar oleh silinder pneumatik dan
motor pneumatik. Besarnya tenaga yang dapat ditimbulkan tergantung dari besarnya
tekanan, luas penampang silinder, serta gesekan yang timbul antara dinding dalam
silinder dengan kulit luar toraknya.
Udara juga mengandung uap air dalam jumlah besar. Sebelum dapat
digunakan, udara harus didinginkan, dan ini menyebabkan kondensasi (Andrew Parr,
2003:7).
2.6.1 Katup Kontrol
Sistem Pneumatik membutuhkan katup kontrol untuk mengarahkan dan
mengatur aliran fluida dari kompressor ke berbagai peralatan beban.
Walaupun katup – katup digunakan untuk berbagai tujuan, pada dasarnya
hanya terdapat dua jenis katup. Sebuah katup posisi infinit dapat mengambil posisi
28
Gambar 2.6.1 Sistemmatika proses kerja system pnuematik
Gambar 2.6.2 Katub Pneumatik dengan lubang angin
manapun di antara posisi terbuka dan tertutup dan oleh sebab itu dapat digunakan
untuk memodulasi aliran atau tekanan.
Koneksi ke suatu katup dinamakan ’port’. Karena itu sebuah katup on/off
sederhana mempunyai dua port. Namun kebanyakan katup kontrol mempunyai empat
port yang ditunjukkan dalam bentuk pneumatik. Beban dihubungkan ke port yang
dinamakan A, B dan pasokan tekanan (dari pompa atau kompresor) ke port P. Dalam
katup pneumatik udara balik dilepas dari port P (Andrew Parr, 2003:82).
Dalam sistem pneumatik, jaringan biasanya melepas udara ke atmosfer secara
langsung di katup, seperti yang ditunjukkan oleh port R.
29
Gambar 2.6.3 Simbol – simbol aktuasi
Gambar 2.6.4 Jenis Katub Popet
Simbol – simbol aktuasi (pergerakan).
2.6.1.1 Jenis katup kontrol
Katup Popet
Pada sebuah katup popet, cakram sederhana, kerucut, atau bola digunakan
bersama dengan dudukan katup mengontrol aliran. Simbol sebuah katup umumnya
berupa tipe tertutup 2/2 sederhana, yang dengan menekan tombol mengangkat bola
dari dudukannya dan memungkinkan fluida mengalir dari port P ke port A. Bila
tombol dilepas, maka pegas dan tekanan fluida mendorong bola ke atas kembali dan
menutup katup (Andrew Parr, 2003:87).
30
Gambar 2.6.5 Aktuator Linier
2.6.2 Aktuator
Suatu sistem pneumatik umumnya berhubungan dengan gerakan, penjepitan
gaya pada sebuah obyek. Peralatan yang benar-benar memenuhi sasaran ini
dinamakan aktuator (Andrew Parr, 2003:124).
Aktuator linier, seperti yang tersirat dari namanya, digunakan untuk
memindahkan objek atau menerapkan sebuah gaya dalam saluran yang lurus.
Aktuator rotari adalah ekuivalen hidrolik dan pneumatik dari sebuah motor listrik.
2.6.2.1 Aktuator Linier
Aktuator Linier dasar adalah silinder, atau ram (piston). Gaya yang diberikan
oleh sebuah piston bergantung pada luas dan tekanan yang diberikan.
Kecepatan silinder dutentukan oleh volume fluida yang dihantarkan padanya.
2.6.2.2 Konstruksi Silinder
Stroke sebuah silinder sederhana harus kurang dari panjang laras, yang
menghasilkan paling baik sebuah rasio dikembangkan/disusulkan sebesar 2 : 1. Untuk
melakukan pengembangan fluida diaplikasikan ke port A. Fluida diaplikasikan ke dua
31
Gambar 2.6.6 Konstruksi Silinder
sisi piston 1 melalui port X dan Y, tetapi perbedaan luasan antara sisi-sisi piston 1
menyebabkan piston bergerak ke kanan.
Untuk menyusut, fluida diaplikasikan ke port B. Dibutuhkan suatu hubungan
fleksibel untuk port ini. Bila piston 2 digerakkan penuh ke kiri, maka port Y sekarang
dihubungkan ke port B, dengan menggunakan tekanan ke sisi kanan piston 1 yang
menyusut (Andrew Parr, 2003:132).
2.6.2.3 Kontrol Kecepatan
Kecepatan operasi sebuah aktuator ditentukan oleh laju aliran fluida dan luas
aktuator (untuk silinder) atau perpindahan (untuk motor). Dimensi fisis sebuah
aktuator biasanya tetap, sehingga kecepatan dikontrol dengan mengontrol aliran
fluida dengan aktuator (atau membatasi aliran). Kecepatan aktuator rotari juga dapat
dikontrol dengan mengubah sudut pelat pemukul (Andrew Parr, 2003:145).
32
2.6.2.4 Kontrol Proses Pneumatik
Banyak cara kerja kontrol proses orisinil yang didasarkan pada peralatan
pneumatik, dengan berbagai sinyalnya yang direpresentasikan oleh tekanan
pneumatik (Andrew Parr, 2003:178).
Mungkin mengejutkan, bahwa kontrol proses pneumatik tidak pernah
digantikan oleh teknologi elektronik dan mikroprosesor. Jadi, tidak percuma kita
melihat apa penyebab popularitasnya. Yang pertama dan yang paling penting adalah
keamanan. Kebanyakan proses kontrol dilakuakan dalam pabrik kimia atau
petrokimia, di mana lingkungan bahan mudah meledak adalah biasa. Biasa digunakan
sinyal elektrik, maka harus diberikan pengawasan yang besar untuk menjamin tidak
terjadinya kekeliruan yang dapat menyebabkan bunga api, yang dapat menyalakan
suatu ledakan. Sebuah sistem pneumatik hanya mengandung udara, sehingga sistem
pneumatik tidak menghadirkan bahaya pada kondisi seperti ini.
Banyak peralatan dalam loop, dalam kasus apapun dilengkapi paling baik oleh
teknik pneumatik. Walaupun aktuator elektrik tersedia, kebanyakan katup digerakkan
oleh sinyal pneumatik bahkan bila transduser dan pengontrolnya adalah elektronik.
2.6.2.5 Aplikasi Pengurutan
Kontrol proses pneumatik juga berhubungan dengan pengurutan (sequencing),
yaitu melaksanakan kerja sederhana yang mengikuti satu dengan yang lain dalam
33
Gambar 2.6.7 Kontrol Proses Pneumatik
urutan yang serderhana atau dengan urutan yang ditentukan oleh sensor. Sirkuit
ekuivalen elektrik dibentuk dengan relai-relail, logik zat padat atau pengontrol yang
dapat diprogram.
Suatu contoh sederhana sistem pengurutan pneumatik, dimana sebuah piston
berosilasi secara kontinu antara dua saklar batas yang dioperasikan dengan pilihan
LS1 dan LS2.
Waktu seringkali digunakan untuk mengontrol urutan (misalnya, mengisi
sebuah komponen, tunggu lima sekon, isi komponen berikutnya) (Andrew Parr,
2003:200).
34
Gambar 2.6.8 Konstruksi Silinder Penggerak Tunggal
2.6.3 Silinder Penggerak Tunggal
Silinder kerja tunggal mempunyai seal piston tunggal yang dipasang pada sisi
suplai udara bertekanan. Pembuangan udara pada sisi batang piston silinder
dikeluarkan ke atmosfir melalui saluran pembuangan. Jika lubang pembuangan tidak
diproteksi dengan sebuah penyaring akan memungkinkan masuknya partikel halus
dari debu ke dalam silinder yang bisa merusak seal.
Apabila lubang pembuangan ini tertutup akan membatasi atau menghentikan
udara yang akan dibuang pada saat silinder gerakan keluar dan gerakan akan menjadi
tersentak-sentak atau terhenti. Seal terbuat dari bahan yang fleksibel yang ditanamkan
di dalam piston dari logam atau plastik. Selama bergerak permukaan seal bergeser
dengan permukaan silinder.
35
Gambar 2.6.9 Konstruksi Silinder Penggerak Ganda
Dengan memberikan udara bertekanan pada satu sisi permukaan piston, sisi
yang lain terbuka ke atmosfir. Silinder hanya bisa memberikan gaya kerja ke satu
arah . Gerakan piston kembali masuk diberikan oleh gaya pegas yang ada didalam
silinder direncanakan hanya untuk mengembalikan silinder pada posisi awal dengan
alasan agar kecepatan kembali tinggi pada kondisi tanpa beban.
Pada silinder kerja tunggal dengan pegas, langkah silinder dibatasi oleh
panjangnya pegas. Oleh karena itu silinder kerja tunggal dibuat maksimum
langkahnya sampai sekitar 80 mm.
2.6.4 Silinder Penggerak Ganda
Konstruksi silinder kerja ganda adalah sama dengan silinder kerja tunggal,
tetapi tidak mempunyai pegas pengembali. Silinder kerja ganda mempunyai dua
saluran (saluran masukan dan saluran pembuangan). Silinder terdiri dari tabung
silinder dan penutupnya, piston dengan seal, batang piston, bantalan, ring pengikis
dan bagian penyambungan.
36
Keterangan :
1. Batang / rumah silinder
2. Saluran masuk
3. Saluran keluar
4. Batang piston
5. Seal
6. Bearing
7. Piston
Biasanya tabung silinder terbuat dari tabung baja tanpa sambungan. Untuk
memperpanjang usia komponen seal permukaan dalam tabung silinder dikerjakan
dengan mesin yang presisi. Untuk aplikasi khusus tabung silinder bisa dibuat dari
aluminium , kuningan dan baja pada permukaan yang bergeser dilapisi chrom keras.
Rancangan khusus dipasang pada suatu area dimana tidak boleh terkena korosi.
Penutup akhir tabung adalah bagian paling penting yang terbuat dari bahan
cetak seperti aluminium besi tuang. Kedua penutup bisa diikatkan pada tabung
silinder dengan batang pengikat yang mempunyai baut dan mur.
Batang piston terbuat dari baja yang bertemperatur tinggi. Untuk menghindari
korosi dan menjaga kelangsungan kerjanya, batang piston harus dilapisi chrom.
37
Ring seal dipasang pada ujung tabung untuk mencegah kebocoran udara.
Bantalan penyangga gerakan batang piston terbuat dari PVC, atau perunggu. Di
depan bantalan ada sebuah ring pengikis yang berfungsi mencegah debu dan butiran
kecil yang akan masuk ke permukaan dalam silinder.
Dengan memberikan udara bertekanan pada satu sisi permukaan piston (arah
maju), sedangkan sisi yang lain (arah mundur) terbuka ke atmosfir, maka gaya
diberikan pada sisi permukaan piston tersebut sehingga batang piston akan terdorong
keluar sampai mencapai posisi maksimum dan berhenti. Gerakan silinder kembali
masuk, diberikan oleh gaya pada sisi permukaan batang piston (arah mundur) dan sisi
permukaan piston (arah maju) udaranya terbuka ke atmosfir.
Keuntungan silinder kerja ganda dapat dibebani pada kedua arah gerakan
batang pistonnya. Ini memungkinkan pemasangannya lebih fleksibel. Gaya yang
diberikan pada batang piston gerakan keluar lebih besar daripada gerakan masuk.
Karena efektif permukaan piston dikurangi pada sisi batang piston oleh luas
permukaan batang piston silinder aktif adalah dibawah kontrol suplai udara pada
kedua arah gerakannya. Pada prinsipnya panjang langkah silinder dibatasi, walaupun
faktor lengkungan dan bengkokan yang diterima batang piston harus diperbolehkan.
Seperti silinder kerja tunggal, pada silinder kerja ganda piston dipasang dengan seal
jenis cincin O atau membran.
38
Tabel 2.6.1 Macam ‐ Macam Silinder Penggerak Ganda
2.7 Rangkaian elektronika
Jika kita membongkar salah satu produk elektronika, maka didalamnya kita
akan melihat sederetan benda – benda yang kelihatannya asing yang terpasang pada
suatu papan rangkaian tercetak. Benda – benda tersebut terlihat ada yang berbentuk
bulat panjang, persegi empat, ada yang dipilih dan ada pula yang bentuknya unik.
Benda – benda tersebut letaknya berderet dan tersusun rapi dan nampak menarik
untuk dipandang mata. Jika kita amati benda – benda unik yang kelihtannya asing ini
sebenarnya tidak lain adalah yang dinamakan komponen elektronika seperti resistor,
39
Gambar 2.7.1 Rangkaian Elektronika
kapasitor, dioda, transistor, IC (Integrated Circuit) dan komponen – komponen
lainnya yang akan menjadi bahan pembahasan selanjutnya.
Dari pembahasan tadi dapat disimpulkan bahwa rangkaian elektronika dapat
diartikan demikian, rangkaian elektronika adalah suatu rangkaian yang terdiri dari
bermacam – macam komponen elektronika yang disusun sedemikian rupa agar dapat
berfungsi sesuai dengan keinginan si penciptanya (Dedy Rusmadi, 2007:3).
Pada dasarnya dalam bidang elektronika terutama didalam praktek rangkaian
elektronika pada umumnya semua komponen tidak digambarkan dalam bentuk wujud
nyata tetapi dituangkan dalam bentuk gambar skema.
40
Gambar 2.7.2 Relay
Seperti terlihat pada gambar diatas, semua komponen tidak digambarkan
secara nyata, akan tetapi dituangkan dalam bentuk kode, simbol, lambang, dan tanda
– tanda lainnya yang masing – masing mempunyai arti tertentu.
2.7.1 Mengenal komponen Elektronika
Untuk memulai pembuatan rangkaian elektronika tentunya kita harus
mengetahui bentuk dan wujud nyata dari komponen yang akan dipasang.
Pada umumnya setiap jenis komponen dibuat bermacam – macam ukuran oleh
pabrik pembuatnya disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan oleh sebuah
rangkaian (Dedy Rusmadi, 2007:8).
Berikut akan dijelaskan bermacam – macam komponen elektronika yang biasa
digunakan dalam aplikasi rangkaian elektronika.
2.7.1.1 Relay
Menurut Dedy Rusmadi, (2007:46) fungsi dari relay adalah untuk
menghubungkan dan memutuskan suatu hubungan seperti saklar, namun bekerjanya
secara otomatis. Bentuk fisik relay adalah seperti gambar di bawah ini.
41
Gambar 2.7.3 Lampu LED
2.7.1.2 Lampu Rotary
Lampu rotary banyak dipakai sebagai lampu indikator yang dipasang pada
panel bagian depan suatu peralatan elektronika. Lampu dipakai bukan hanya sekedar
alat penerangan saja, dengan menambahkan rangkaian elektronika lampu dapat dibuat
menjadi berbagai macam variasi seperti lampu otomatis atau lampu peringatan tanda
bahaya (Rotary Lamp). (Dedy Rusmadi, 2007:47).
2.7.1.3 Lampu LED
Sesuai dengan namanya LED (Light Emitting Dioda) lampu LED ini
sebenarnya bukan lampu biasa tetapi termasuk jenis komponen diode. Lampu ini
memiliki beberapa keistimewaan misalnya pengguanaan arusnya sangat kecil,
penggunaan arusnya arus DC dan akan mengeluarkan cahaya yang beraneka ragam,
misalnya merah, putih, kuning dan hijau bila dialiri aliran listrik. Karena lampu ini
memiliki 2 buah kaki anoda dan katoda, maka dalam pemasangannya harus
diperhatikan kaki – kakinya jangan sampai terbalik, kemudian dalam pemasangannya
harus menggunakan tahanan depan. (Dedy Rusmadi, 2007:53). Bentuknya seperti
gambar berikut.
42
Gambar 2.7.4 Saklar Toggle
2.7.1.4 Switch atau Saklar
Menurut Dedy Rusmadi, (2007:50) Fungsi saklar didalam suatu rangkaian
elektronika adalah untuk memutuskan dan menghubungkan arus listrik yang berasal
dari sumber listrik arus bolak – balik (AC) maupun arus searah (DC).
Dalam prakteknya kita mengenal bermacam – macam saklar diantaranya
adalah :
1. Saklar Toggle
Saklar toggle termasuk saklar yang banyak dipergunakan dalam pembuatan
rangkaian elektronika terutama dalam pembuatan rangkaian power supply.
2. Saklar Push Button
Sesuai dengan namanya fungsi dari saklar ini adalah untuk memutuskan atau
menghubungkan aliran listrik dengan cara ditekan bagian tombolnya. Sesuai dengan
penggunaanya, tersedia bermacam – macam bentuk saklar ini, diantaranya sebagai
berikut.
43
Gambar 2.7.5 Saklar Push Button
Gambar 2.7.6 Saklar Geser
3. Saklar Geser
Saklar jenis ini dalam bidang elektronika banyak dipergunakan dalam praktek
pembuatan rangkaian power supply. Pada umumnya saklar jenis ini dipakai sebagai
pemilih tegangan, misalnya 220 VAC atau 110 VAC. Bentuk fisiknya seperti berikut.
2.8 Kaizen
2.8.1 Pengertian Kaizen
Kaizen merupakan istilah dalam bahasa Jepang yang bermakna perbaikan
berkesinambungan. Filsafat kaizen berpandangan bahwa hidup kita hendaknya fokus
44
pada upaya perbaikan terus-menerus. Pada penerapannya dalam perusahaan, kaizen
mencakup pengertian perbaikan berkesinambungan yang melibatkan seluruh
pekerjanya, dari manajemen tingkat atas sampai manajemen tingkat bawah (Jeffrey
K., 2006:32).
2.8.2 Meratakan Beban Kerja (Heijunka)
Heijunka adalah meratakan produksi baik dari segi volume maupun bauran
produk. Ia tidak membuat produk berdasarkan urutan aktual dari pesanan pelanggan,
yang dapat naik dan turun secara tajam, tapi mengambil jumlah total pesanan dalam
satu periode dan meratakannya sehingga dibuat dalam jumlah dan bauran yang sama
setiap harinya (Jeffrey K., 2006:136).
2.8.2.1 Pemborosan dalam proses kerja
Dalam proses pemerataan beban kerja, hal yang harus diperhatikan adalah
pemborosan. Pemborosan dalam proses kerja akan mengganggu produktivitas kerja
dan sistem produksi. Pemborosan tersebut dalam bahasa Jepang biasa disebut “Muda,
Mura, Muri” (Jeffrey K., 2006:137).
Ketiga jenis pemborosan tersebut dapat didefinisikan seperti berikut ;
1. Muda artinya tidak menambah nilai. Ini merupakan aktivitas yang tidak
berguna yang memperpanjang lead time (jumlah waktu yang dibutuhkan
dalam setiap 1 unit produksi), menimbulkan gerakan tambahan untuk
45
memperoleh komponen atau peralatan, menciptakan kelebihan persediaan,
atau berakibat pada berbagai jenis waktu tunggu.
2. Mura artinya ketidakseimbangan. Di sistem produksi yang normal, kadang-
kadang terdapat lebih banyak pekerjaan dibanding dengan yang dapat
ditangani oleh orang atau mesin yang ada, dan pada saat yang lain hanya ada
sedikit pekerjaan. Ketidakseimbangan diakibatkan oleh jadwal produksi yang
tidak teratur oleh volume produksi yang berfluktuasi karena masalah internal,
seperti kerusakan mesin atau kekurangan komponen atau produk cacat.
Ketidakseimbangan tingkat produksi berarti perlu memiliki peralatan,
material, dan orang untuk melakukan tingkat produksi yang tertinggi, bahkan
bila permintaan rata-ratanya jauh lebih rendah dari itu.
3. Muri artinya memberi beban berlebih kepada orang atau peralatan.
Membebani orang secara berlebih menimbulkan masalah dalam keselamatan
kerjadan kualitas. Membebani peralatan secara berlebih menyebabkan
kerusakan dan produk cacat.
2.9 Dasar – dasar perancangan / penelitian kerja dan kaitannya dengan upaya
peningkatan produktivitas
Penelitian kerja adalah suatu aktivitas yang ditujukan untuk mempelajari prinsip
– prinsip dan teknik – teknik guna mendapatkan suatu rancangan sistem kerja yang
terbaik (Sritomo, 2008:11).
46
Gambar 2.9.1 Bagan sistematis dari Langkah – langkah penelitian kerja
Prinsip – prinsip dan teknik kerja ini digunakan untuk mengatur komponen –
komponen yang ada dalam sistem kerja yang terdiri dari manusia dengan sifat dan
kemampuannya, bahan baku, mesin dan peralatan kerja lainnya, serta lingkungan
kerja fisik yang ada sedemikian rupa sehingga dicapai tingkat efektifitas dan efisiensi
kerja yang tinggi yang diukur dengan waktu yang dihabiskan, tenaga yang digunakan
serta akibat psikologis yang ditimbulkan.
2.10 Perancangan Kerja (Job Design) : Upaya pendekatan dalam
Restrukturisasi Kerja
Pendayagunaan secara efektif tentang fungsi dan peran manusia sebagai
komponen dalam suatu sistem produksi haruslah melalui pertimbangan yang seksama
pada perancangan kerja (Job design) dilaksanakan .
47
Menurut Sritomo (2008:42) dalam memainkan perannya, manusia umumnya
akan bertanggung jawab untuk tiga fungsi dasar berikut :
1. Menerima data/informasi mengenai apa yang harus dikerjakan atau pun perlu
segera diambil tindakan. Informasi dalam hal ini diterima melalui organ visual
ataupun pendengaran audio
2. Mengolah informasi, membentuk persepsi dan membuat keputusan
berdasarkan informasi yang diterima – baik yang dilihat dan/atau yang
diterima – melalui indera yang dimiliki dan yang tersimpan dalam memorinya
3. Melakukan tidakan sesuai dengan keputusan yang diambil dengan melakukan
berbagai macam aktivitas fisik ataupun mental.
2.10.1 Spesialisasi kerja
Dalam perancangan kerja, langkah-langkah pokok yang harus diambil adalah
merumuskan secara spesifik aktivitas-aktivitas – baik mental maupun fisik – yang
harus dilakukan seseorang dan tanggung jawab/wewenang untuk merencanakan atau
mengendalikan aktivitas tersebut. Dalam proses perancangan kerja ini, seorang
pekerja tidaklah hanya dilihat semata-mata seperti “mesin” yang rasional/eksak
sekedar melakukan apa-apa yang diperintahkan untuk dikerjakan, mengatur dan
mnegendalikan aktivitas – aktivitas itu sendiri (Sritomo, 2008:44).
48
Manfaat spesialisasi kerja adalah sebagai berikut:
• Mengurangi waktu belajar (learning time) untuk penyelesaian aktivitas-
aktivitas tertentu.
• Waktu pelatihan (training) lebih relative singkat dan memanfaatkan tenaga
“unskilled”
• Lebih ekonomis (efisien) karena waktu tidak produktif seperti setup bisa
dikurangi
• Kecepatan kerja bisa dikembangkan karena disini operator dapat
mengkhususkan diri pada satu atau dua jenis kegiatan saja
• Memungkinkan diaplikasikan proses mekanisasi atau otomatisasi khususnya
untuk kegiatan-kegiatan yang sederhana yang harus dikerjakan secara
berulang-ulang (mass production)
• Memungkinkan untuk mengelola tenaga kerja tanpa supervisor terlalu ketat
2.10.2 Prinsip-prinsip ekonomi gerakan (motion economy) sebagain landasan
pokok perancangan tata cara kerja
Menurut Sritomo (2003:107) didalam menganalisa dan mengevaluasi metode
kerja guna memperoleh metode kerja yang lebih efisien, maka perlu
mempertimbangkan prinsip-prinsip ekonomi gerakan (the principles of motion
economy). Prinsip ekonomi gerakan ini bisa dipergunakan untuk menganalisa
gerakan-gerakan kerja setempat yang terjadi dalam sebuah stasiun kerja dan bisa juga
49
untuk kegiatan-kegiatan kerja yang berlangsung secara menyeluruh dari satu stasiun
kerja ke stasiun kerja lainnya.
Eliminasi kegiatan :
• Eliminasi semua kegiatan/aktivitas yang memungkinkan langkah-langkah atau
gerakan-gerakan (dalam hal ini banyak berkaitan dengan aplikasi anggota
badan, kaki, lengan, tangan, dan lain-lain).
• Eliminasi kondisi yang tak beraturan dalam setiap kegiatan. Letakkan segala
fasilitas kerja dan material/komponen pada lokasi yang tetap.
• Eliminasi penggunaan tangan (baik satu atau keduanya) sebagai “holding
device”.
• Eliminasi gerakan-gerakan yang tidak semestinya, abnormal dan lain-lain.
• Eliminasi penggunaan tenaga otot untuk melaksanakan kegiatan statis atau
fixed position.
• Eliminasi waktu kosong (idle time) atau waktu menunggu (delay time) dengan
membuat perencanaan/penjadwalan kerja yang sebaik-baiknya.
Kombinasi gerakan atau aktivitas kerja :
• Gantikan atau kombinasikan gerakan-gerakan kerja yang berlangsung pendek
atau terputus-putus dan cenderung berubah arahnya.
• Kombinasikan beberapa aktivitas/fungsi yang mampu ditangani oleh sebuah
peralatan kerja dengan membuat desain yang bersifat “multipurpose”.
50
• Distribusikan kegiatan dengan membuat keseimbangan kerja antara kedua
tangan.
2.11 Ergonomi : Faktor manusia dalam sistem produksi
Ergonomi atau ergonomics sebenarnya berasal dari kata Yunani yaitu Ergo
yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi
dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya
dengan pekerjaannya (Sritomo, 2008:54).
Maksud dan tujuan disiplin ergonomi adalah mendapatkan suatu pengetahuan
yang utuh tentang permasalahan – permasalahan interaksi manusia dengan teknologi
dan produk – produknya, sehingga dimungkinkan adanya suatu rancangan sistem
manusia – manusia (teknologi) yang optimal.
2.11.1 Pendekatan Ergonomis dalam perancangan stasiun kerja
Secara ideal perancangan stasiun kerja haruslah disesuaikan peranan dan
fungsi pokok dari komponen – komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia,
mesin / peralatan dan lingkungan fisik kerja.
Berkaitan dengan perancangan stasiun kerja dalam industri, maka ada
beberapa aspek ergonomis yang harus dipertimbangkan sebagai berikut :
51
a. Sikap dan Posisi Kerja
Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang disukai ini pertimbangan –
pertimbangan ergonomis antara lain sebagai berikut :
• Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi
membungkuk dengan frekwensi kegiatan yang sering atau jangka waktu lama.
• Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang
bisa dilakukan.
• Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu
yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam sikap atau posisi
miring.
• Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekwensi atau periode
waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi diatas level
siku yang normal.
b. Dimensi ruang kerja
Persyaratan ergonomis mensyaratkan agar supaya peralatan dan fasilitas kerja
sesuai dengan orang yang menggunakannya khususnya yang menyangkut dimensi
ukuran tubuh.
52
Gambar 2.11.1 Skema Intraksi Manusia dan Mesin
c. Kondisi lingkungan kerja
Adanya lingkungan fisik kerja yang bising, panas bergetar atau atmosfir yang
tercemar akan memberikan dampak negatif terhadap performa maupun moral atau
motivasi kerja operator.
2.11.2 Interaksi manusia dan mesin dalam sebuah sistem (man-machine systems)
Sistem secara umum bisa didefinisikan sebagai sekelompok elemen-elemen
(yang lazim disebut sub-sistem) yang terorganisir dan memiliki fungsi yang berkaitan
erat satu dengan lainnya guna mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan
sebelumnya. Selanjutnya yang dimaksudkan dengan sistem manusia-mesin (man-
machine systems) ialah kombinasi antara satu atau beberapa manusia dengan satu atau
beberapa mesin, dimana salah satu dengan lainnya akan saling berinteraksi untuk
menghasilkan keluaran-keluaran berdasarkan masukan-masukan yang diperoleh.
Dengan mesin maka disini akan diartikan secara luas, yaitu mencakup semua objek
fisik seperti mesin, peralatan, perlengkapan fasilitas dan benda-benda yang biasa
dipergunakan dalam sistem manusia-mesin :
53
Jelas tampak dari gambar tersebut diatas bahwa sistem manusia-mesin bisa
diklasifikasikan sebagai sistem tertutup (closed system) dimana manusia disini
memegang posisi kunci, karena keputusan akan sangat tergantung pada dirinya
(Sritomo, 2003:115).
Tabel 2.11.1 Perbandingan Manusia dengan Mesin
Masalah Manusia Mesin
Kecepatan Lambat Cepat
Tenaga (power) Kecil, terbatas dan
berubah-ubah
Dapat diatur dengan baik,
bisa besar dan tetap
Keseragaman Tidak dapat diandalkan,
perlu dimonitor dengan
mesin
Seragam/standard cocok
untuk pekerjaan rutin dan
massal
Ingatan (memory) Bisa mengingat segala
macam, dengan
pendekatan dari berbagai
sudut, baik untuk
menentukan dasar-dasar
pikiran maupun strategi
Baik untuk menyimpan dan
memproduksi sesuatu yang
sudah ditentukan, baik
untuk jangka pendek
maupun panjang
(komputer)
54
Pola pikir Induktif baik Deduktif baik
Kalkulasi Lambat dan sangat
mungkin melakukan
kesalahan, tetapi memiliki
kemampuan koreksi
Cepat dan tepat, tetapi
tidak memiliki kemampuan
koreksi
Reaksi terhadap beban
lebih
Degradasi Kerusakan tiba-tiba
Dari perbedaan kemampuan antara manusia dan mesin tersebut diatas maka
diharapkan akan dapat dirancang suatu sistem manusia-mesin dimana interaksi
hubungan antara manusia dan mesin tersebut akan saling melengkapi satu dengan
lainnya.
Umumnya penetapan waktu standard dilaksanakan dengan cara pengukuran
kerja seperti :
• Stopwatch Time Study
• Sampling Kerja (work sampling, ratio delay study)
• Standard Data
• Predetermine Motion Time System
55
Gambar 2.12.1 Komponen Sistem Kerja
Stopwatch Time Study dan Sampling Kerja adalah cara pengukuran kerja
secara langsung. Keduanya umum diaplikasikan guna menetapkan waktu standard
ataupun mengukur kondisi kerja yang tidak produktif (Sritomo, 2003:132).
2.12 Pengembangan metode untuk mengefektifkan dan mengefisienkan kerja
Telaah metode adalah kegiatan pencatatan secara sistematis dan pemeriksaan
dengan seksama mengenai cara – cara yang berlaku atau diusulkan untuk
melaksanakan kerja. Sasaran pokok dari efektifitas ini adalah mencari,
mengembangkan dan menerapkan metode kerja yang lebih efektif dan efisien, dengan
tujuan akhir adalah waktu penyelesaian pekerjaan akan bisa lebih singkat atau cepat.
Dengan telaah metode kerja dimaksudkan untuk mempelajari prinsip – prinsip dan
teknik – teknik pengaturan kerja yang optimal dalam suatu sistem kerja (Sritomo,
2008:91).
Yang dimaksudkan sistem kerja disini adalah suatu sistem dimana komponen
– komponen kerja seperti manusia (operator), mesin dan/atau fasilitas kerja lainnya,
material serta lingkungan kerja fisik akan berinteraksi.
56
Dari gambar yang ada jelas bahwa didalam telaah/analisis metode maka ada 4
macam komponen sistem kerja yang harus dipelajari guna memperoleh metode kerja
yang sebaik – baiknya meliputi :
1. Komponen Material : Bagaimana cara menempatkan material, jenis material
yang mudah diproses dan lain – lain. Yang dimaksud material disini meliputi
bahan baku (komponen, parts, dll) produk jadi, limbah, dll.
2. Komponen Manusia : Bagaimana sebaiknya posisi orang pada saat proses
kerja berlangsung agar mempu memberikan gerakan – gerakan kerja yang
efektif dan efisien (duduk, berdiri, jongkok, merunduk, dll)
3. Komponen Mesin : Bagaimana desain dari mesin dan peralatan kerja lainnya,
apakah sesuai dengan prinsip ergonomi?
4. Komponen Lingkungan Kerja Fisik : Bagaimana kondisi lingkungan kerja
fisik tempat operasi kerja tersebut dilaksanakan? Apakah dirasakan cukup
aman dan nyaman.
Menurut Sritomo (2008:92) dari apa yang telah diuraiakan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa tujuan pokok dari kegiatan telaah metode ini adalah sebagai
berikut :
1. Perbaikan proses dan tata cara pelaksanaan penyelesaian pekerjaan
57
Gambar 2.12.2 Metode Kerja
2. Perbaikan dan penghematan penggunaan material, tenaga mesin atau fasilitas
kerja lainnya serta tenaga kerja manusia pekerjanya
3. Pendayagunaan usaha manusia dan pengurangan keletihan yang tidak perlu
4. Perbaikan tata ruang kerja yang mampu memberikan suasana lingkungan
kerja yang aman dan nyaman.
2.13 Pengukuran Waktu Kerja dengan Metode Pengukuran Langsung
Dengan mengaplikasikan prinsip dan teknik pengaturan cara kerja yang
optimal dalam sistem kerja, maka akan diperoleh alternatif metode pelaksanaan kerja
yang dianggap memberikan hasil yang paling efectif dan efisien. Suatu pekerjaan
akan dikatakan diselesaikan secara efisien apabila waktu penyelesaiannya
berlangsung paling singkat (Sritomo, 2008:169).
58
Untuk menghitung waktu baku (standard time) penyelesaian pekerjaan guna
memilih alternatif metode kerja yang terbaik, maka perlu diterapkan prinsip – prinsip
dan teknik – teknik pengukuran kerja (time study).
2.13.1 Waktu Baku
Waktu baku merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang
memiliki tingkat kemampuan rata – rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Disini
sudah meliputi kelonggaran waktu yang diberikan dengan memperhatikan situasi dan
kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan tersebut. Dengan demikian maka waktu
baku yang dihasilkan dalam aktivitas penguku.ran kerja ini akan dapat digunakan
sebagai alat untuk membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa
lama suatu kegiatan itu harus berlangsung dan berapa output yang akan dihasilkan
serta berapa pula jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pekerjaan tersebut.
Waktu baku ini sangat diperlukan terutama sekali untuk :
1. Man Power Planning (perencanaan kebutuhan tenaga kerja)
2. Estimasi biaya – biaya untuk upah karyawan /pekerja
3. Penjadwalan produksi dan penganggaran
4. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan yang berprestasi
5. Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan seorang pekerja
59
2.13.2 Pengukuran Waktu dengan Jam Henti (stop watch)
Sesuai dengan namanya, maka pengukuran waktu ini menggunakan jam henti
(stopwatch) sebagai alat utamanya. Metode ini terutama sekali baik diaplikasikan
untuk pekerjaan – pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang. Dari hasil
pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus
pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standard penyelesaian
pekerjaan bagi semua pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti
itu (Sritomo, 2008:171).
Langkah – langkah untuk pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan jam
henti ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Definisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan
maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati
2. Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan seperti
layout, karakteristik/spesifikasi mesin atau peralatan kerja yang digunakan
3. Amati, ukur dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk menyelesaikan
elemen – elemen kerja tersebut.
4. Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat.
5. Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance yang ditunjukan oleh
operator tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja normal
6. Tetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas.
7. Tetapkan waktu kerja baku (Standard time) yaitu jumlah total antara waktu normal
dan waktu longgar
60
Ada tiga metode dalam menggunakan teknik jam henti (Sritomo, 2008:181).,
yaitu:
1. Countinous Timing (pengukuran yang terus berlanjut)
Dalam pengukuran ini, jam henti dimulai ada saat awal elemen pekerjaan
pertama dilakukan dan tidak dihentikan sampai elemen pekerjaan itu selesai. Waktu
elemen secara individu diperoleh dengan pengukuran waktu selesai.
2. Repetitive atau Snapback Timing (Pengukuran yang Berulang)
Dalam pengukuran ini, jam henti dimulai pada saat elemen pekerjaan dimulai
dan berhenti saat akhir elemen ini, lalu kembalikan ke posisi awal (posisi nol),
demikian seterusnya. Jadi pengukuran ini berdasarkan elemen pekerjaan.
3. Accumulative Timing (Pengukuran Akumulatif)
Pengukuran akumulatif adalah suatu metode yang melibatkan dua atau tiga
jam henti. Disini, dua jam henti disusun di suatu holder dengan adanya hubungan
secara mekanik antar jam henti.
Langkah-langkah sebelum melakukan pengukuran:
1. Penetapan tujuan pengukuran
Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan
harus ditetapkan lebih dulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal yang penting harus
diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, beberapa
tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran
tersebut.
2. Melakukan penelitian Pendahuluan
61
Yang dicari dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas diberikan kepada
pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Untuk mendapatkan waktu yang
singkat, maka perbaikan cara kerja perlu dilakukan. Mempelajari kondisi kerja dan
cara kerja kemudian memperbaikinya, adalah apa yang dilakukan dalam langkah
penelitian pendahuluan. Apabila merupakan pekerjaan yang baru, maka yang
dilakukan bukanlah memperbaiki melainkan merancang kondisi dan cara kerja yang
baik.
3. Memilih Operator
Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang
begitu saja diambil dari pabrik. Orang ini harus memenuhi beberapa persyaratan
tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik, dan dapat diandalkan hasilnya. Syarat-
syarat tersebut adalah berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama.
Operator harus dapat bekerja secara wajar tanpa canggung walaupun dirinya diukur
dan pengukuran berada di dekatnya. Dan operatorpun harus menyadari sepenuhnya.
Inilah yang dimaksud bahwa operator harus dapat diajak bekerja sama.
4. Melatih operator
Walaupun operator yang baik telah didapat, kadang-kadang masih diperlukan
lagi latihan bagi operator jika kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama dengan
yang biasa dilakukan operator tersebut. Yang dicari adalah waktu penyelesaian
pekerjaan secara wajar, bukan penyelesaian dari orang yang bekerja secara kaku
dengan berbagai kesalahan.
- Menguraikan pekerjaan atas elemen pekerjaan
62
Gambar 2.13.1 Langkah Menentukan Waktu Baku
Disini pekerjaan dipecah menjadi elemen-elemen pekerjaan yang merupakan
gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen inilah yang diukur
waktunya. Waktu siklusnya merupakan jumlah dari waktu setiap elemen ini.
Pentingnya melakukan penguraian pekerjaan:
- Untuk menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan.
- Untuk memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen karena
ketrampilan bekerjanya operator belum tentu sama untuk semua bagian dari gerakan-
gerakan kerjanya.
- Melakukan pembagian kerja menjadi elemen-elemen pekerjaan untuk memudahkan
mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang mungkin saja dilakukan pekerja.
5. Menyiapkan Alat Pengukuran
Alat tersebut adalah: Jam henti (stop watch), lembaran-lembaran pengamatan, pena
atau pensil, papan pengamatan
Langkah-langkah melakukan pengukuran waktu:
63
2.13.2.1 Pengukuran pendahuluan
Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa
kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang
diinginkan (Sutalaksana, 1979:132). Tingkat ketelitian manunjukkan penyimpangan
maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya (biasanya
dinyatakan dalam persen). Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya
keyakinan bahwa hasilyang diperoleh memenuhi syarat penelitian (dinyatakan dalam
persen).
2.13.2.2 Uji Keseragaman Data
Pada proses ini, data-data yang sudah dikumpulkan dari hasil pengukuran
pendahuluan dikelompokkan ke dalam subgrup-subgrup. Setelah itu data-data dalam
subgrup tersebut diuji keseragamannya dengan memperhatikan apakah subgrup data
tersebut berada dalam batas kontrol.
Langkah dalam pengujian data sebagai berikut:
a. Kelompokkan ke dalam sub grup
Data pengukuran dikelompokkan ke dalam subgrup yang beranggotakan sama
dan dilakukan secara berurutan.
Tabel 2.13.1. Pengukuran Waktu Siklus
Pengukuran ke 1 2 3 4 5 6 7 8 n
Waktu siklus x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 xn
64
Tabel 2.13.2. Pengelompokan Waktu Siklus ke dalam Subgrup
Sub grup Waktu Penyelesaian Rata-rata Subgrup
1 X11 X12 X1
X13 X1n
2 X21 X22 X2
X23 X2n
…. ……………………………………. …
…………………………………….
k Xk1 Xk2 Xk
Xk3 Xkn
Jumlah Xi
Dimana:
Xij = Data ke-j, pada subgrup ke-i
k = Jumlah subgrup
n = Banyak data dalam subgroup
b. Menghitung rata-rata subgrup
=
c. Hitung rata-rata dari harga rata-rata subgrup
=
d. Hitung Standard Deviasi (simpangan baku) sebenarnya dari waktu siklus
SD =
65
Dimana:
N = jumlah pengamatan yang dilakukan
X = waktu siklus yang teramati selama pengukuran yang telah dilakukan
e. Hitung Standard Deviasi (simpangan baku) dari distribusi harga rata-rata subgrup
=
f. Menentukan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah (BKA dan BKB) dengan:
+ 3
‐ 3
g. Menentukan apakah harga rata-rata subgrup tersebut masuk ke dalam BKA dan
BKB. Batas kontrol ini merupakan batas apakah subgrup seragam atau tidak. Jika
tidak maka subgrup tersebut harus dibuang, setelah itu melakukan pengulangan dari
langkah di atas sehingga data benar-benar seragam.
2.13.2.3 Uji kecukupan data
Hal ini dilakukan untuk menentukan apakah jumlah data yang diperoleh telah
cukup mewakili seluruh data yang ada, yang ada, untuk melakukan perhitungan
selanjutnya. Untuk menghitung banyaknya pengukuran yang dilakukan yaitu dengan
menggunakan rumus: (Sutalaksana, 1979:134)
66
Dimana:
N’ = banyaknya data yang dibutuhkan
N = banyak data sebenarnya
Data dikatakan cukup apabila diperoleh N’ (jumlah data yang dibutuhkan) lebih kecil
dari N (jumlah data yang telah ada). Dan sebaliknya bila N’ lebih besar dari N, maka
perlu ditambahkan data lagi sebanyak N’-N.
2.13.2.4 Menghitung Waktu Baku
Jika pengukuran-pengukuran telah selesai, yaitu semua data yang didapat
memiliki keseragaman yang dikehendaki, dan jumlahnya telah memenuhi tingkat-
tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan
pengukuran waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga
memberikan waktu baku.
Cara mendapatkan waktu baku adalah sebagai berikut:
a. Hitung waktu siklus rata-rata
Ws = ∑Xi / N
Dimana:
Ws = waktu siklus rata-rata
Xi = Data pengukuran waktu siklus
N = Jumlah data
b. Hitung waktu normal
Wn = Ws x P
67
Dimana:
Wn = waktu normal
P = penyesuaian
Faktor penyesuaian ini diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa operator
bekerja dengan kecepatan yang tidak wajar sehingga hasilnya perlu disesuaikan untuk
mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar. Jika pekerja bekerja secara wajar,
maka faktor penyesuaiannya p = 1, Jika bekerjanya terlalu lambat, maka pengukur
harus member harga P<1, dan sebaliknya P>1 jika bekerja lebih cepat (Sutalaksana,
1979:138).
c. Hitung waktu baku
Waktu baku penyelesaian pekerjaan didapatkan dengan rumus sebagai berikut:
Wb = Wn x (1+a)
Dimana:
a = kelonggaran (allowance) yang diberikan kepada operator untuk menyelesaikan
pekerjaannya.
Kelonggaran ini diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi,
menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan
oleh operator (Sutalaksana, 1979:149).
68
2.13.2.4.1 Faktor Penyesuaian
Penyesuaian adalah proses dimana analisa pengukuran waktu membandingkan
penampilan operator (kecepatan, tempo) dalam pengamatan dengan konsep pengukur
sendiri tentang bekerja secara wajar (Sutalaksana, 1979:138).
Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja
yang dilakukan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa
kesungguhan, sangat cepatseolah diburu-buru waktu, atau karena menjumpai
kesulitan-kesulitan seperti karena kondisi ruangan yang buruk. Sebab-sebab seperti
ini mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu cepat ataupun terlalu
lambatnya waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu yang
dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang
diselesaikan secara wajar.
Andaikata ketidakwajaran ada maka pengukur harus mengetahuinya dan
menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu dilakukan karena berdasarkan
inilah penyesuaian dilakukan. Jadi jika pengukur mendapatkan harga rata-rata
silkus/elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan yang tidak wajar oleh
operator maka harga rata-rata tersebut menjadi wajar, pengukur harus menormalkan
dengan melakukan penyesuaian.
Metode Shumard dalam Menentukan Faktor Penyesuaian
Metode ini memberika patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas
performance kerja dimana setiap kelasnya mempunyai nilai sendiri-sendiri.
69
Tabel 2.13.3. Penyesuaian menurut Metode Shumard
Seseorang yang dipandang kerja
normal diberi nilai 60, dengan nama
performance kerja yang lain dibandingkan
untuk menghitung faktor penyesuaian. Bila
performance seorang operator dinilai
excellent maka dia mendapat nilai 80, dan
karenanya faktor penyesuaian adalah
sebagai berikut: p = 80 / 60 = 1,33
Jika sebagai contoh waktu siklus rata-rata
adalah sama dengan 276, 4 detik, maka
waktu normalnya adalah: Wn = 276,4 x
1,33 = 376,6 detik
2.13.2.4.2 Faktor Kelonggaran
Suatu hal yang tidak mungkin bahwa seseorang bekerja terus-menerus bekerja
seharia tanpa gangguan. Karenanya setelah melakukan pengukuran dan mendapatkan
waktu normal, faktor kelonggaran perlu ditambahkan (Sritomo, 2008:201).
Terdapat tiga macam faktor kelonggaran, yaitu:
Kelas Penyesuaian
Superfast 100
Fast + 95
Fast 90
Fast - 85
Excellent 80
Good + 75
Good 70
Good – 65
Normal 60
Fair + 55
Fair 50
Fair - 45
70
2.13.2.4.2.1 Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah, hal-hal seperti minum
sekadarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan
teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejemuan dalam
kerja.
Kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak. Larangan
terhadap hal tersebut tidak saja merugikan pekerja karena bisa membuat sterss, tapi
juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikian pekerja tidak
akanbekerja dengan baik bahkan hampir dipastikan produktivitasnya menurun
(Sritomo, 2008:201).
2.13.2.4.2.2 Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique
Rasa fatique (kelelahan) tercermin antara lain menurunnya hasil produksi baik
jumlah maupun kualitanya. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya
kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan
mencatat pada saat-saat mana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya
rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya.
Bila rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilak
performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari
normal dan ini akan menambah rasa fatique (Sritomo, 2008:201).
71
2.13.2.4.2.3 Kelonggaran yang tak terhindarkan
Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai
hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti: mengobrol yang berlebihan
dan menganggur dengan sengaja. Adapula hambatan yang tidak dapat terhindarkan
karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya (Sritomo,
2003:202).
Beberapa contoh hambatan yang tak terhindarkan:
- menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas
- melakukan penyesuaian mesin
- Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat
- Mengasah peralatan potong
- Mengambil alat-alat khusus atau bahan khusus dari gudang
2.13.3 Tingkat Efisiensi
Faktor-faktor yang diperhatikan adalah (Sritomo, 2008:306).
Effisiensi
Yaitu perbandingan antara standard time (waktu baku) dengan waktu aktual
atau bisa dibilang perbandingan antara waktu yang dihemat dengan waktu aktual
yang diperoleh dari hasil modifikasi mesin yang dinyatakan dalam presentase.
72
2.14 Aspek Biaya
2.14.1 Pengertian Biaya
Biaya adalah pengorbanan sumber daya ekonomi atau pengorbanan nilai yang
diukur dengan satuan uang, yang telah terjadi atau mungkin terjadi, serta memberikan
manfaat dalam memproduksi suatu barang/jasa diwaktu yang akan datang sehingga
dibukukan sebagai aktiva dan dicatat dalam laporan neraca (Balance Sheet).
2.14.2 Klasifikasi biaya
Keberhasilan dalam merencanakan dan mengendalikan biaya tergantung pada
pemahaman yang menyeluruh atas hubungan antara biaya dan aktivitas bisnis
(Thomson, 2005:57).
Biaya tetap
Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat aktivitas
bisnis meningkat atau menurun.
(Standard Time)
(Actual Time)=
=
=
Efisiensi
Standard Time - Actual Time
Actual Time
Waktu yang dihemat (Time Saved)
Actual Time
73
Biaya variabel
Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang secara total meningkat secara
proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas dan menurun secara proporsional
terhadap penurunan dalam aktivitas. Biaya variabel termasuk biaya bahan baku
langsung, tenaga kerja langsung, beberapa perlengkapan, beberapa tenaga kerja tidak
langsung, alat-alat kecil, pengerjaan ulang, dan unit-unit yang rusak.
2.14.3 Manufacturing Cost
Manufacturing Cost adalah biaya-biaya yang terjadi dalam hubungannya
dengan proses pengolahan baku menjadi barang jadi (Sritomo, 2003:48).
Biaya produksi dibagi menjadi 3 :
a) Direct Material Cost
Adalah biaya bahan yang dapat dibebankan secara pasti pada suatu produk
dan menjadi bagian integral dari suatu produk.
Contoh : Baja pada mobil, kayu pada meja
b) Direct Labor Cost
Adalah balas jasa yang dibayarkan kepada karyawan pabrik yang terlibat
langsung dalam pengerjaan suatu produk.
Contoh : pekerja pada lini perakitan, juru masak dirumah makan.
c) Manufacturing Overhead Cost
Adalah semua biaya produksi diluar bahan langsung dan upah langsung.
74
Contoh :
1. Indirect Cost Material, yaitu bahan-bahan yang dibutuhkan guna
menyelesaikan suatu produk, tetapi pemakaiannya sedemikian kecil atau
rumit, sehingga tidak dapat dianggap sebagai bahan langsung, seperti paku,
sekrup, perekat.
2. Indirect Labor Cost, yaitu upah atau gaji dari para karyawan yang tidak secara
langsung mempengaruhi pembuatan atau pembentukan barang jadi, seperti
gaji penyelia, mandor, pengawas pabrik.
Biaya produksi tidak langsung yang dikeluarkan secara tunai, seperti biaya
listrik, biaya air pabrik.