24

Click here to load reader

BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

  • Upload
    dinhnga

  • View
    281

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

1

BAB 2

Landasan Teori

Pada bagian ini akan dibahas tentang gereja, sekolah minggu dan guru sekolah

minggu, metode dan media pengajaran.

2.1 Gereja dan Sekolah Minggu

2.1.1 Pengertian dan Hakekat Gereja

Kata ‘Gereja’ berasal dari bahasa Portugis Igreya dan dalam bahasa Yunani ekklesia

yang berarti Jemaat yang dipanggil keluar dari dunia menjadi milik Tuhan. Dapat pula

dikatakan bahwa gereja berasal dari Tuhan dan manusia hanyalah penyelenggara ataupun

utusan yang menjalankan gereja di dunia. Gereja adalah institusi yang ada di dunia tetapi

bukan dari dunia. Gereja adalah kumpulan orang-orang percaya yang ditebus oleh darah

Yesus Kristus dan menjadi milik Allah demi kemuliaan-Nya.

Gereja dimaksudkan untuk menjadi "rumah doa bagi segala bangsa" dan membangun

jembatan untuk memberkati dunia ini dan bukannya tembok pemisah yang membuat diri

sendiri terkurung serta membuat kasih Allah tidak tampak bagi dunia ini. Manusia adalah

utusan yang mewartakan kasih Allah tersebut. Gereja harus bisa menyuarakan firman Allah

agar nama-Nya disembah di seluruh bumi. Kebenaran-Nya harus diberitakan di antara segala

bangsa dan suku-suku bangsa. Gereja harus mewujudnyatakan kesaksiannya itu kepada

dunia.1 Gereja haruslah mempersiapkan para saksi yang dapat mewartakan kasih Allah

tersebut. Gereja (sebagai sebuah lembaga) harus mempersiapkan para saksi ini dengan

memperlengkapi mereka dengan berbagai ajaran-ajaran seperti yang telah Yesus ajarkan.

Misi bagi gereja adalah “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan

baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan

segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu

1 Bagus Surjantoro, “Hakekat Gereja” Obor Mitra Indonesia (2003): 27 - 33

Page 2: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

2

senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20). Jadikanlah semua bangsa

muridKu berarti tidak memandang suku bangsa, ras, warna kulit bahkan usia. Ajaran-ajaran

Tuhan Yesus wajiblah juga disampaikan kepada anak-anak karena mereka juga berhak

menjadi saksi yang mewartakan kasih Allah bagi dunia. Kata ajarlah mereka berarti bahwa

gereja mempunyai tugas untuk mengajar para orang percaya yang telah dibaptis, yang harus

diajarkan kepada mereka adalah tentang Yesus sendiri yaitu tentang apa yang telah Dia

lakukan.

GBKP sebagai gereja yang ada di tengah-tengah dunia juga memiliki pengertian serta

pemahaman tentang gereja yang dapat dilihat melalui konfesi GBKP tentang gereja.

Berdasarkan konfesi GBKP, gereja adalah persekutuan manusia baru yang harus terus

menerus diperbaharui oleh Roh Kudus agar mampu dan bertahan menjadi garam dan terang

di konteks dimana ia berada. Sehingga gereja haruslah menyaksikan pola hidup Yesus, agar

Kerajaan Allah terwujud di dunia ini. Inilah arti gereja sebagai tubuh Kristus dan Kristus

sebagai kepalaNya. Gereja tidak mengadopsi nilai-nilai dunia, tapi memproklamasikan nilai-

nilai Allah yang nampak dari kehidupan Yesus yaitu cinta kasih, keberpihakan pada yang

miskin, tidak berdaya, dan yang tersingkirkan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan

(diakonia). Inilah panggilan gereja, menyelamatkan dunia; mengubah dan

mentransformasinya. Gereja juga harus mampu melakukan dialog dengan pemerintah dimana

ia berada. Semua anggota persekutuan yang adalah manusia baru berperan dan mendapat

bagian dalam kesaksian (marturia), persekutuan (koinonia) dan pelayanan (diakonia) gereja,

sebagai wujud dari jemaat yang misioner di bawah koordinasi dan arahan dari para pelayan

khusus: pendeta, penatua dan diaken.2

2 Tata Gereja GBKP Edisi Sinode, Pengakuan Dasar (Konfesi) GBKP; Pasal 5:Gereja, 2010

Page 3: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

3

2.1.2 Tugas dan Panggilan Gereja

Gereja bukan tujuan pada dirinya sendiri, melainkan alat untuk menyatakan kemulian

Allah di dunia ini (Kerajaan Allah). Ada tiga aspek dari gereja yang harus mendapatkan

perhatian penting oleh gereja sendiri. Ketiga aspek tersebut adalah koinonia (persekutuan),

marturia (kesaksian), dan diakonia (pelayanan). Pelayanan gereja berjalan dengan baik dan

sesuai dengan maksud Tuhan yang empunya gereja bila memperhatikan ketiga aspek tersebut

(segi institusional, segi ritual dan segi etis).3 Karena gereja ada di dunia tetapi bukan dari

dunia. Gereja harus memperhatikan hal-hal yang terjadi di dunia tempat dimana ia berada

tetapi gereja juga tidak dapat melupakan hubungan yang harus dijalin dengan Kepala gereja

yang adalah Kristus.

Miller sebagaimana yang dikutip oleh Boehlke (hlm.692) menyatakan bahwa gereja

memiliki 6 fungsi, yaitu:4

Gereja sebagai persekutuan yang beribadah. Orang belajar beribadah dengan mengambil

bagian dalam kebaktian.

Gereja adalah persekutuan yang menebus. Artinya, kebutuhan dasar para anggotanya

terpenuhi dan hubungan yang terputus dapat dipersatukan serta disembuhkan kembali.

Gereja sebagai persekutuan belajar mengajar. Gereja menyediakan kesempatan belajar

bagi orang dari segala usia. Dalam gereja, orang mencari jawaban dari Injil terhadap

pertanyaan yang ditimbulkan oleh pengalaman hidup.

Gereja adalah persekutuan yang peduli akan kebutuhan orang lain terutama yang sakit,

miskin, lemah, dan kesepian. Gereja berusaha melayani siapapun, khususnya yang paling

hina dan lemah.

3 Emanuel Gerrit Singgih, Reformasi dan Transformasi Pelayanan Gereja (Yogyakarta:Kanisius, 2002),25-27 4 Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik (Yogyakarta:Andi,2009), 28-29

Page 4: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

4

Gereja adalah persekutuan yang ingin membagikan iman kepada orang yang belum

menerima kabar baik. Dengan mendukung usaha ini, warga gereja mengaminkan amanat

Tuhan yang bersifat am.

Gereja adalah persekutuan yang bekerja sama dengan kelompok lain. Kerjasama ini dapat

dilakukan dengan sesama orang Kristen atau berbeda agama demi pendidikan, untuk

tujuan hak asasi manusia, keadilan sosial, perdamaian dengan masyarakat setempat, dan

perdamaian antar bangsa.

Secara mendalam akan dibahas mengenai fungsi gereja adalah belajar dan mengajar.

Gereja haruslah mengajar, setidaknya berkhotbah, atau itu bukanlah sebuah gereja. Mengajar

adalah esensi dari sebuah gereja dan gereja yang menolak fungsi ini telah kehilangan sesuatu

yang harus dia lakukan sebagai sebuah gereja.5 Tuhan Yesus juga mengingatkan tentang

tugas mengajar ini. Tuhan Yesus dalam amanat Agung (Mat 28:19-20) menyebutkan tentang

memanggil murid-muridNya tetapi juga Ia menyebutkan tentang mendidik dan

mempersiapkan mereka untuk menjadi pendidik di kemudian hari. Tugas yang ingin

disampaikan oleh Yesus melalui amanat Agung bukan hanya sebatas menjadikan segala

bangsa muridKu tetapi juga berisi tugas mengajar mereka mengenai segala sesuatu yang telah

dipesankanNya. Jadi tugas pendidikan atau mengajar adalah mandat dari Tuhan Yesus

sendiri.6

2.1.3 Sekolah Minggu sebagai Tempat Kebaktian bagi Anak-Anak

Sekolah minggu sering dimengerti sebagai suatu kegiatan yang dilakukan setiap hari

minggu di sebuah gereja dan diadakan khusus untuk anak-anak. Harus disadari bahwa

kegiatan sekolah minggu adalah suatu usaha pembinaan jemaat, yang juga dapat dilakukan

melalui kebaktian terhadap anak. Di dalam sebuah kebaktian Kristen kita saling membagi-

bagikan pengalaman kita kepada orang lain. Kita saling membantu. Kita memuji Allah

5 James D. Smart, The Teaching Ministry of the Church (Philadelphia: The Westminster Press), 11 6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 68-69

Page 5: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

5

bersama. Kita mengungkapkan iman kita di dalam kesetiaan kepada titah Kristus

sebagaimana terdapat dalam Alkitab.7

Namun, dalam kebaktian tersebut digunakan kata-kata dari mulut kita yang juga sama

dengan kata-kata yang dipakai oleh orang lain. Nyanyian-nyanyian yang kita gunakan juga

adalah seperti yang dipahami oleh orang lain. Adalah perlu untuk memanfaatkan media dan

bentuk-bentuk yang ada pada kita. Dengan demikian kita memakai cangkir-cangkir yang

dibentuk oleh kebudayaan kita. Kata-kata dalam kebaktian, perbendaharaan kata-kata,

bentuk-bentuk seni, tindakan-tindakan, arsitektur, dan jubah-jubah kita datang dari

kebudayaan kita. Hal-hal tersebut berubah dalam setiap kebudayaan, yang tidak berubah

adalah Injil Kristus.8\

Hal tersebut juga harus dipraktekkan dalam kebaktian terhadap anak-anak. Dalam

mempersiapkan kebaktian bagi anak-anak harus dilihat hal-hal yang sesuai dengan dunia

anak-anak. Guru sekolah minggu serta badan-badan yang menangani pelayanan kepada anak

harus peka untuk dapat melihat kebutuhan anak. Kebutuhan anak dapat dilihat melalui tahap

perkembangan mereka dan juga melalui ketertarikan mereka (inteligensi mereka yang

berbeda-beda). Hal ini dilakukan agar anak-anak dapat memaknai setiap unsur-unsur dalam

kebaktian sesuai dengan pemahaman mereka. Pemaknaan sesuai dengan pemahaman mereka

penting agar mereka mengenal Tuhan dan pada suatu ketika secara mandiri mereka akan

mengikrarkan pengakuan imannya (angkat sidi).9

2.1.4 Gereja dan Sekolah Minggu

Sekolah Minggu dapat dikatakan sebagai “tabungan untuk masa depan”10 karena

Sekolah Minggu juga merupakan suatu jenis pendidikan non formal yang diberikan kepada

7 Arlo D. Duba dan W. B Sidjabat, Azas-Azas Kebaktian Alkitabiah dan Protestan, 9 8 Ibid, 9 9 Seperti yang dikutip melalui website GBKP dalam http://www.gbkp.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=8&Itemid=57&lang=en, diunduh pada 11 Juni 2012 10 Ayub Yahya,Menjadi Guru Sekolah Minggu Yang Efektif (Yogyakarta:FootPrints,2011),19

Page 6: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

6

anak-anak yang berguna untuk pengembangan spiritual dan karakter anak. Pelayanan Sekolah

Minggu ini sangat berguna bagi gereja karena anak-anak inilah yang akan melanjutkan

kepemimpinan gereja pada masa yang akan datang. Itulah sebabnya pendidikan kepada anak-

anak sangat penting (band. Yoh 21:15-19 dan Ul 6:6-7). Gambaran gereja di masa depan

dapat dilihat dari pelayanan terhadap Sekolah Minggu yang ada di gereja tersebut. Sulit sekali

mengharapkan sebuah gereja akan bertumbuh dan berkembang dengan baik dan sehat, kalau

pelayanan sekolah minggunya carut marut, terabaikan, atau bahkan tidak terurus. 11

Menurut sebuah survei di Inggris, orang dewasa yang ketika masih kanak-kanak rajin

ke Sekolah Minggu, umumnya lebih bertanggungjawab, jujur, mampu bersosialisasi dengan

lebih tekun dan lebih dapat diandalkan dibandingkan mereka yang tidak pernah mengenal

Sekolah Minggu.12 Melihat hal ini kita harus menyadari bahwa pendidikan kepada anak-anak

adalah suatu hal yang wajib dilakukan. Hal ini bukan saja karena kita menginginkan agar ada

generasi penerus untuk masa yang akan datang tetapi karena pelayanan terhadap anak-anak

juga berharga bagi anak-anak itu sendiri. Sekolah minggu dapat dijadikan tempat bagi anak-

anak untuk mengekspresikan diri, bersosialisasi, membentuk kepribadian kristiani,

menyenangi dan memahami firman Tuhan, serta mengenal, mengasihi Tuhan dan gerejaNya

sejak usia dini.13 Yesus yang adalah Kepala gereja juga memiliki perhatian besar terhadap

anak-anak. Di tengah kesibukannya mengajar, Dia menyempatkan diri untuk melayani anak-

anak, memeluk dan memberkati mereka. Dia bahkan menegur para murid yang menghalangi

anak-anak datang kepadaNya (Markus 10:13-16).14

Mengingat pentingnya pembinaan kepada anak-anak yang adalah masa depan gereja

maka gereja seharusnya memberikan perhatian yang layak bagi Sekolah Minggu. Gereja

harus membentuk sebuah komisi atau badan pengurus kategorial yang menangani tentang

11 Ibid, 19-20 12 Ibid, 20-21 13 Ibid, 20 14 Ibid, 21

Page 7: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

7

sekolah minggu tersebut agar sekolah minggu (lebih tepatnya pelayanan kepada anak) dapat

berjalan dengan lancar dan tepat arah. Setelah membentuk komisi atau badan pengurus

kategorial tersebut, gereja bukan hanya tinggal diam membiarkan komisi bekerja sendiri

tetapi mendukung pula program yang ditawarkan oleh komisi atau badan pengurus kategorial

anak tersebut. Dukungan yang dapat diberikan oleh gereja adalah dengan menyediakan dana

dan juga sarana prasarana (menyediakan ruang-ruang khusus untuk Sekolah Minggu dengan

dekorasi yang kreatif sesuai dengan usia anak). Gereja (majelis jemaat) harus pula

mendampingi guru-guru dalam persiapan dan pelayanannya agar mereka dapat mengevaluasi

dan mengawasi pengajaran yang diberikan kepada anak-anak serta memberikan pelatihan

bagi guru-guru sekolah minggu ini agar mampu mengajar dengan kreatif. Oleh karena itu

perlu dipikirkan pendamping dari guru-guru sekolah minggu tersebut yang memahami dunia

pelayanan kepada anak-anak. Gereja juga membantu untuk menyerukan kepada jemaat

pentingnya pelayanan kepada anak sehingga jemaat juga mampu mendukung perjalanan

pelayanan kepada anak tersebut terlebih orangtua anak.15

2.2 Guru Sekolah Minggu

2.2.1 Menjadi Guru Sekolah Minggu

Dalam sebuah sekolah minggu yang biasanya menjadi guru sekolah minggu adalah

anggota jemaat yang ada dalam sebuah gereja yang memiliki ketertarikan dalam pelayanan

kepada anak. Bahkan ada yang menjadi guru sekolah minggu karena keterpaksaan. Oleh

karena di gereja tersebut tidak ada yang bersedia untuk menjadi guru sekolah minggu maka ia

mengajukan diri atau ditunjuk untuk melayani di sekolah minggu. Ada juga yang menjadi

guru sekolah minggu karena suatu tuntutan seperti Pendidikan Praktek bagi mahasiswa

teologi atau juga karena pengaruh dari teman dekat.

15 Paulus Lie,Mereformasi Sekolah Minggu: 8 Kiat Praktis Menjadikan Sekolah Minggu Berpusat Pada Anak (Yogyakarta:Andi,2009), 128-129

Page 8: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

8

Menjadi guru sekolah minggu harus disadari sebagai sebuah panggilan. Seperti yang

terdapat dalam Yohanes 15:16 “bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih

kamu”.16 Menyadari bahwa peran sebagai guru sekolah minggu adalah sebuah panggilan dari

Tuhan maka hal yang harus dilakukan oleh Guru Sekolah Minggu adalah merespon panggilan

Tuhan tersebut dengan penuh tanggungjawab dan komitmen. Bertanggungjawab dan

berkomitmen berarti mampu menyediakan waktu, tenaga, dana, pikiran, juga perasaan untuk

melayani anak-anak yang telah dipercayakan bagi guru sekolah minggu. Memberikan

prioritas yang selayaknya bagi sekolah minggu.17 Pekerjaan sebagai guru sekolah minggu

adalah pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh pihak yang merasa terpanggil tetapi itu

bukan berarti guru sekolah minggu dapat bertindak sesuka hatinya ketika mengajar di sekolah

minggu.

Melayani sebagai guru sekolah minggu juga adalah suatu anugerah dari Tuhan karena

tidak setiap orang mendapatkan kesempatan untuk menjadi guru sekolah minggu.18 Menjadi

guru sekolah minggu bukan hanya mengenai beban dan pengorbanan yang harus dilakukan

oleh guru sekolah minggu. Menjadi guru sekolah minggu dapat juga memberikan pembinaan

iman bagi guru sekolah minggu itu sendiri, pengalaman dalam melayani, pertumbuhan

rohani, mendapatkan kesempatan untuk membantu orang lain mempersiapkan diri untuk

masa depan (dalam hal ini anak-anak yang akan tumbuh menjadi dewasa).19

2.2.2 Fungsi, Peranan dan Tugas Guru Sekolah Minggu

Guru harus mengerti tujuan pembinaan anak tersebut yaitu untuk membina anak-anak.

Tanpa mengerti tujuan tersebut maka pembinaan tersebut tidak akan pernah berhasil. Selain

tujuan, hal yang juga harus mendapat perhatian adalah anak-anak sebagai subjek yang akan

memperoleh pembinaan tersebut. Tanpa mengerti kebutuhan, situasi dan kondisi anak-anak

16 Ayub Yahya,Menjadi Guru . . . ., 26 17 Ibid, 27 18 Ibid, 30 19 Ibid, 31

Page 9: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

9

maka pembinaan itu hanyalah pembinaan yang sia-sia. Pembinaan kepada anak bukanlah

sekedar ada guru, ada pembelajaran, ada kelas, ada prasarana, ada alat musik, ada pujian, ada

kegiatan untuk anak, ada cerita, ada puji-pujian dan sebagianya.

Pembinaan anak adalah pembinaan yang berpusat kepada anak, sekolah minggu yang

berpusat kepada anak. Sekolah minggu yang berpusat kepada anak berarti pembinaan anak

dimulai dari pemahaman yang mendalam tentang siapa anak yang diajar dan apa

kebutuhannya, kemudian didesain model pembinaan yang secara khusus tepat untuk

sekelompok anak di sebuah kelas tertentu. Setiap anak memiliki pergumulannya masing-

masing, pergumulan mereka tidak dapat disamakan begitu saja. Sekolah minggu yang

berpusat kepada anak adalah pembinaan yang mendesain pengajaran untuk membangun

setiap anak di kelompok tersebut sesuai dengan kebutuhannya.20

Guru sekolah minggu harus menyadari kedudukan dan peranannya dalam sekolah

minggu. Adapun beberapa peran dari guru sekolah minggu, adalah :

1. Pemandu

Alkitab dapat diibaratkan sebagai tempat untuk berwisata maka tokoh-tokoh Alkitab

dan cerita-cerita Alkitab adalah “tempat-tempat” yang akan ditunjukkan bagi anak-anak

sekolah minggu. Maka sebagai pemandu maka guru sekolah minggu mempunyai tugas untuk

mengajak anak-anak mengunjungi tempat-tempat tersebut, guru membantu anak-anak untuk

melihat-mengenal-mengalami kemudian merasakan kasih Allah. Sebagai pemandu maka

guru harus mengenal lebih dalam “tempat-tempat” tersebut atau dapat dikatakan guru harus

memperlajari Alkitab. Sebagai pemandu juga harus mengenal dan mengerti keadaan dari

anak-anak yang dipandu, minimal guru sekolah minggu harus mengetahui tentang psikologi

20 Ibid, 3-5

Page 10: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

10

anak secara umum. Yang tidak dapat dilupakan adalah seorang pemandu harus mengetahui

cara mengkomunikasikan pengetahuannya dengan baik dan juga menarik.21

2. Gembala

Guru sekolah minggu adalah gembala dan teladannya adalah Yesus sendiri. Sebagai

seorang gembala maka tentu ia akan dikenal dan mengenal domba-dombanya.22 Untuk itu

seorang guru perlu memanfaatkan waktu sebelum atau sesudah sekolah minggu untuk

berbincang dengan anak-anak sekolah minggunya. Mampu menjaga anak-anak sekolah

minggunya dari ancaman-ancaman pengaruh buruk dari lingkungan serta menolong mereka

ketika mereka berada di dalam masalah, mencari mereka ketika mereka tidak hadir dalam

sekolah minggu.23

3. Pendidik

Guru sekolah minggu adalah juga sekaligus seorang pendidik bagi anak-anak sekolah

minggunya. Guru harus mampu membangun relasi dengan anak-anak sekolah minggunya.

Mendidik bukan sekedar menjadikan anak-anak tahu tentang suatu hal tetapi mendidik juga

menuntut adanya perubahan sikap dari anak-anak yang dididik. Mendidik juga bukan hanya

tentang apa yang diajarkan tetapi tentang apa yang ditunjukkan dan diteladankan oleh guru.24

4. Sahabat

Antara guru dengan anak-anak sekolah minggunya terjalin hubungan pribadi yang

mengasihi, memelihara, menolong, dan mengembangkan, sehingga keduanya dapat

bertumbuh bersama.25

5. Penerjemah

Guru sekolah minggu bukanlah sekedar transmitter (pemberi pesan satu arah yaitu

hanya dari guru) tetapi guru sekolah minggu adalah translator (penerjemah). Menjadi 21 Ayub Yahya,Menjadi Guru . . . .,34-35 22 Ibid, 35 23 Ibid, 36 24 Ibid, 37 25 Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif dan Menarik (Yogyakarta: Andi, 2009), 40

Page 11: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

11

penerjemah berarti guru mampu berperan sebagai penolong untuk memfasilitasi agar para

pribadi dapat menjalin komunikasi. Sebagai penerjemah seorang guru juga menjadi

pendengar yang baik agar dapat lebih peka terhadap apa yang ingin anak-anak sampaikan.26

6. Penulis Kurikulum

Seringkali kurikulum ditulis atau disusun bersifat sangat umum. Dapat dikatakan

kemungkinan kurikulum yang ditulis oleh denominasi gereja atau penerbit buku seringkali

hanya memenuhi setengah dari seluruh kebutuhan kelas yang diampu dan terkadang kurang

relevan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi di lapangan. Hanyalah guru sekolah minggu

yang mengajar dalam kelas tertentu yang dapat mengadopsi, mengolah atau bahkan menulis

ulang kurikulum agar dapat relevan dengan kelas dan peserta didik yang ada di dalam kelas.27

Guru-guru sekolah minggu juga perlu untuk menulis rencana pengajaran sehingga cocok

untuk disampaikan secara khusus kepada peserta didik (anak-anak sekolah minggu).28

7. Pembelajar/Murid

Seorang guru sekolah minggu seharusnya tidak berhenti belajar. Dia harus terus

berusaha mencari dan mendalami hal-hal yang berkaitan dengan anak-anak sekolah minggu,

mengenai cara atau model pengajaran yang menarik dan relevan. Tanpa belajar maka guru-

guru sekolah minggu akan mengalami stagnasi atau bahkan kemunduran karena harus

disadari bahwa ilmu pengetahuan berkembang terus-menerus.29

2.3 Metode dan Media Pengajaran dalam Sekolah Minggu

2.3.1 Pengertian Metode dan Media Pengajaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, media adalah alat atau sarana, perantara,

penghubung. Sedangkan metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk

mencapai maksud (tujuan), cara kerja bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu

26 Ibid, 41 27 Ibid, 42 28 Ibid, 43 29 Ibid, 43

Page 12: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

12

kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dapat disimpulkan bahwa media

pengajaran adalah alat atau sarana yang mendukung pendidik atau guru untuk menyampaikan

pengajarannya, sedangkan metode pengajaran adalah suatu cara kerja yang teratur yang

memudahkan pendidik atau guru untuk melakukan pengajaran dan metode tersebut

disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai.

Metode senantiasa adalah jalan dan alat saja bukan tujuan. Dalam PAK, metode

adalah suatu pelayanan, suatu pekerjaan yang aktif yang dilakukan bagi Firman Tuhan dan

bagi sesama manusia supaya kedua pihak itu bertemu satu sama lain. Ada dua teori mengenai

metode ini. Pertama, metode orotiter yaitu metode yang memakai kuasa (otoritas) dari pihak

yang di atas (pendidik sendiri). Kedua, metode kreatif ialah metode yang hendak

menciptakan sesuatu.30

2.3.2 Berbagai Metode dan Media Pengajaran dalam Sekolah Minggu

1. Bercerita

Bercerita adalah metode mengajar yang cocok digunakan untuk semua usia. Cerita

dapat disampaikan dengan cara yang menarik, dramatis, penuh aksi dan sesuai dengan

kehidupan.31 Dalam bercerita, guru dapat menyampaikan dongeng maupun kisah nyata.

Bercerita dapat memberi kesempatan bagi anak untuk ikut merasakan pengalaman-

pengalaman orang-orang zaman dulu termasuk juga kisah-kisah yang ada di dalam Alkitab.

Bercerita memang adalah cara yang terlihat mudah tetapi sangat sulit menjadi seorang

pencerita yang mampu menarik perhatian pendengarnya. Ada beberapa faktor yang harus

diperhatikan agar dapat menjadi pencerita yang baik. Memilih dengan seksama, mempelajari

cerita itu sendiri dan latar belakangnya, membuat uraian ringkas dalam pikiran atau tulisan

tentang tokoh-tokoh cerita dan urutan kejadian-kejadian, menghafal ungkapan atau alinea

yang penting, melatih bercerita, menceritakannya dengan senang dan santai. Dalam setiap

30 E.G Homrighausen dan I.H Enklaar, Pendidikan Agama . . . ., 90-91 31 Clerence H. Benson, Teknik Mengajar, ed. Gandum Mas (Malang:Gandum Mas, 2007), 23

Page 13: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

13

cerita haruslah memiliki susunan cerita yang jelas. Susunan tersebut adalah pembukaan, aksi

yang bertambah seru, klimaks, penutup. Pada bagian pembukaan haruslah mampu menarik

perhatian dari pendengarnya dan pada bagian penutup haruslah disampaikan dengan singkat

dan tepat.32

2. Diskusi

Diskusi menghasilkan keterlibatan dari peserta didik karena melalui diskusi guru

dapat meminta mereka untuk menafsirkan pelajaran33 yang diberikan dan melalui diksusi

dapat melatih peserta didik untuk saling bekerja sama dan juga mengeluarkan pendapat

mereka. Agar suasana diskusi dapat produktif maka harus ada keterbukaan dan keramahan.

Dalam diskusi peserta didik maupun guru dapat belajar untuk menghormati pendapat orang

lain. Dalam sebuah diskusi, guru bertindak sebagai moderator yang mengatur jalannya

diskusi. Guru harus mampu untuk membatasi mereka yang terlalu banyak bicara dan

mendorong mereka yang ragu-ragu mengambil bagian. Guru juga harus membantu peserta

didik untuk menemukan jawaban bukan menjawab setiap pertanyaan yang ada.34

3. Proyek

Metode proyek memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sambil

melaksanakannya. Peserta didik diberikan tugas untuk menyelidiki sesuatu dan peserta didik

diberikan kesempatan untuk mengumpulkan keterangan mengenai tugas yang diberikan serta

mengerjakan proyek tersebut hingga selesai, biasanya proyek dimulai di kelas tetapi

kemudian dapat diselesaikan di rumah dalam waktu tertentu.35

4. Sandiwara/Drama

Metode ini memungkinkan peserta didik untuk dapat menghayati peristiwa ataupun

pelajaran yang disajikan melalui lakon dari para pemain dengan penuh perasaan dan

32 Ibid, 24 33 Ibid, 26 34 Ibid, 27 35 Ibid, 28

Page 14: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

14

pengertian. Metode ini menuntut adanya persiapan yang serius dari para pemain karena

keberlangsungan dari pembelajaran ini tergantung kepada para pemain yang dari padanya

diharapkan dapat menciptakan suasana persekutuan maupun suasana belajar.

5. Bertanya

Melalui metode bertanya yang diatur dengan sedemikian rupa dapat membantu guru

untuk dapat membimbing pengertian mereka kepada sebuah pengertian dan juga pengetahuan

tentang banyak hal. Melalui metode bertanya dapat melatih peserta didik untuk berpikir dan

juga mencari jawaban dengan cara mereka. Tugas dari seorang guru adalah mengarahkan

mereka untuk dapat menemukan jawaban dengan cara mereka sendiri. Guru bukanlah

pemberi pertanyaan sekaligus penjawab dari pertanyaan yang diberikannya.36

6. Inquiry

Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Richard Schuhman yang berpendapat

bahwa pada dasarnya setiap orang mempunyai keinginan untuk mengembangkan kemampuan

berpikir dan penelitian. Tujuan umum dari inquiry ini adalah menolong peserta didik melatih

diri untuk mengembangkan disiplin intelektual mereka dan keterampilan yang dibutuhkan

dengan cara memberikan pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar ingin tahu mereka.

Model ini memiliki beberapa tujuan, yaitu: 1) melatih keterampilan berpikir, 2)

memaksimalkan proses berpikir, 3) peserta didik secara aktif diarahkan untuk memperoleh

pengetahuan secara mandiri, 4) peserta didik juga perlu untuk menemukan sendiri siapa, di

mana, bagaimana Tuhan, sifat-sifat dan kehendakNya. 37

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa metode ini seperti permainan klu kata. Guru

memberikan petunjuk tentang hal yang akan diberikan kepada peserta didik lalu peserta didik

berusaha untuk menganalisa klu yang telah diberikan oleh guru dan berusaha untuk

menemukan hal apa yang ingin disampaikan oleh gurunya. Hubungan guru dengan peserta

36 E.G Homrighausen dan I.H Enklaar, Pendidikan Agama . . . ., 98-99 37 Dien Sumiyatingsih, Mengajar . . . .,78-79

Page 15: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

15

didik dalam metode ini sejajar, berimbang. Kedua pihak berhak untuk memberikan

gagasannya.

7. Synectic

Model ini dikembangkan oleh William J.J Gordon dkk, menurut Gordon kreativitas

merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari, berlangsung seumur hidup, dan bertujuan

untuk mengembangkan kualitas hidup.38 Oleh karena itu perlu diciptakan suasana sedemikian

rupa agar peserta didik dapat belajar secara aktif dan kreatif.

Tujuan dari model ini adalah 1) kreativitas adalah kegiatan sehari-hari dan

berlangsung seumur hidup, 2) proses menjadi kreatif penting untuk melatih individu atau

kelompok untuk meningkatkan kepribadian mereka, 3) kreativitas diterapkan di semua

bidang atau aspek kehidupan, 4) pengembangan diri dan penemuan-penemuan kreatif

dihasilkan bukan saja oleh pribadi tetapi juga kelompok. Starategi yang digunakan dalam

model ini adalah melalui analogi. Metode ini melatih peserta didik menjadi seseorang yang

peka terhadap lingkungannya dan keadaan yang terjadi di sekitarnya.39

8. Pertemuan Kelas

Metode ini terbentuk atas asumsi bahwa manusia memiliki suatu kebutuhan dasar

yaitu kebutuhan cinta dan harga diri. Kebutuhan ini berakar dalam hubungan manusia itu

sendiri dengan manusia yang lainnya. Glasser yang mengembangkan metode ini berpendapat

bahwa sejak manusia lahir sampai ia dewasa memiliki kebutuhan untuk mencintai dan

dicintai. Dalam kegiatan kelas, cinta ini berwujud dalam bentuk tanggungjawab sosial untuk

membantu dan memelihara perkembangan siswa. Perasaan mencintai dan dicintai akan

menumbuhkan perasaan keberadaan yang berharga pada diri individu. 40

38 Ibid, 95 39 Ibid, 96-97 40 A. E. Zainsyah et.al., Model-Model Mengajar, ed. M. D. Dahlan (Bandung: Diponegoro, 1984), 105-106

Page 16: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

16

Metode pertemuan kelas ini adalah untuk mengembangkan kelompok yang dapat

menumbuhkan suasana memelihara, disiplin diri sendiri, dan kesepakatan berperilaku. Ada

tiga tipe pertemuan dari metode pertemuan kelas ini. 1) Pertemuan pemecahan masalah

sosial. Dalam tipe pertemuan ini, peserta didik berupaya mengembangkan tanggungjawab

untuk belajar dan berperilaku dengan jalan memechakan masalah mereka di dalam kelas. 2)

Pertemuan terbuka. Dalam pertemuan ini peserta didik memikirkan dan mengajukan

pertanyaan yang berkaitan dengan kehidupan mereka. 3) Pertemuan terarah terbuka.

Pertemuan ini terbuka seperti tipe kedua tetapi terarah pada apa yang sedang dipelajari di

kelas.41 Tahap-tahap yang dapat dilakukan untuk melakukan model ini: 1) Memantapkan

suasana yang mengundang keterlibatan, 2) Menyajikan masalah yang akan didiskusikan, 3)

Mengembangkan pertimbangan nilai pribadi, 4) Mengindentifikasi alternatif tindakan, 5)

Merumuskan kesepakatan, 6) Tindak lanjut.42

Metode pertemuan kelas ini menuntut guru harus memiliki kehangatan pribadi dan

keterampilan di dalam melakukan hubungan antar pribadi. Guru juga harus menciptakan

suasana yang terbuka dan tidak defensif serta mengendalikan kelompok untuk menilai

perilaku.43

9. Film atau Gambar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film adalah lakon (cerita) gambar hidup.

Ada beberapa jenis film yaitu dokumenter, kartun, serial dll. Dokumenter adalah sebuah

dokumentasi dalam bentuk film mengenai suatu peristiwa bersejarah atau suatu aspek seni

budaya yang mempunyai makna khusus agar dapat menjadi alat penerangan dan alat

pendidikan. Kartun adalah film hiburan dalam bentuk gambar lucu yang mengisahkan tentang

binatang namun dalam perkembangannya kemudian kartun bukan hanya menceritakan

41 Ibid, 109 42 Ibid, 110 43 Ibid, 113

Page 17: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

17

tentang binatang tetapi juga suatu cerita tentang seorang tokoh atau kejadian dapat dibuat

dalam film kartun (animasi). Film serial adalah film dengan tokoh-tokoh utama yang sama

cerita yang beruntun.44 Film dapat digunakan oleh guru untuk dapat menjelaskan pokok-

pokok pelajaran yang ingin disampaikan kepada peserta didik. Selain film, gambar juga dapat

dijadikan alat untuk menyampaikan pelajaran. Melalui gambar peserta didik dapat melihat

misalnya contoh situasi, tokoh yang sedang mereka pelajari.

Untuk mencapai sesuatu ada berbagai metode maupun media yang harus dipahami

agar dapat mencapai tujuan tersebut. Metode dan media merupakan hal yang praktis yang

dapat digunakan untuk mencapai tujuan. Khusus dalam proses belajar dan mengajar, metode

dan media pengajaran sangat penting untuk diterapkan karena ada hubungan yang sangat

dekat antara apa yang diajarkan dan bagaimana mengajarkan hal tersebut. Ternyata Tuhan

Yesus di dalam pengajaranNya selalu menggunakan berbagai macam cara atau metode agar

pengajaranNya dapat dimengerti. Pengajaran yang dilakukan oleh Yesus ternyata berhasil,

bahkan Ia seorang Guru yang berhasil dan handal. Hal ini dapat terjadi karena isi

pengajaranNya yang menarik ditambah cara penyampaianNya yang menggunakan berbagai

metode tersebut.

Bahan ajar yang baik belum menjamin berkualitasnya suatu pengajaran tetapi jika

bahan yang baik disampaikan dengan cara yang cocok dan tepat maka pengajaran tersebut

akan memperoleh keberhasilannya. Gereja yang menjadikan sekolah minggu sebagai wadah

pembinaan jemaat terkhusus bagi anak-anak harus mampu menyampaikan pembinaan

tersebut dengan cara yang kreatif dan berpusat kepada peserta didik sebagai subjek dari

pembinaan tersebut. Pembinaan yang kreatif dapat tercapai dengan cara menerapkan metode

dan media pengajaran dalam menyampaikan pengajaran kepada jemaatnya terkhusus

pengajaran bagi anak-anak. Melalui metode dan media maka pengajaran akan berpusat

44 http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php diunduh pada 11 Juni 2012

Page 18: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

18

kepada subjek dari pengajaran tersebut. Metode dan media tersebut adalah alat yang

menghubungkan antara guru dan peserta didik sehingga ada pengertian dari guru maupun

peserta didik. Pengertian ini pada akhirnya akan mendatangkan kerjasama yang baik antara

keduanya.

Metode dan media ini haruslah dikembangkan sesuai dengan kebutuhan anak atau

peserta didik. Perhatian kepada kebutuhan anak akan menjadikan metode dan media

pengajaran tersebut tepat sasaran dan dapat dirasakan manfaatnya. Kebutuhan anak dapat kita

lihat dari psikologi perkembangan manusia dan juga kaitannya dengan kecerdasan majemuk

yang dimiliki oleh setiap manusia.

2.3.2.1 Perkembangan Anak dan Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk)

Perkembangan adalah rangkaian perubahan kepada kemajuan yang tersusun secara

rapi, tipe yang padu menuju akhirnya yaitu kedewasaan. Kemajuan yang dimaksudkan berarti

bahwa perubahan tersebut bergerak maju bukan mundur. Rapi dan padu berarti bahwa

perkembangan tersebut bukanlah suatu hal yang sembrono dan kebetulan tetapi ada hubungan

yang sangat jelas dan terbatas antara setiap jenjang perkembangan dalam setiap urutan

perkembangan.

Ada tiga keuntungan penting yang dapat diperoleh dengan mengetahui perkembangan

normal dari anak-anak, yaitu:

1. Memungkinkan kita untuk mengetahui apa yang diharapkan oleh anak dalam setiap usia

dan secara umum dapat mengetahui perbedaan dari bentuk-bentuk tingkah laku yang akan

muncul dalam bentuk dewasa.

2. Karena pola perkembangan dari setiap anak hampir sama sehingga dapat membantu kita

untuk melihat kesesuaian tingkah laku seorang anak menurut usianya.

Page 19: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

19

3. Pengetahuan tentang perkembangan anak memungkinkan pendidik untuk membimbing

perkembangan mereka ke arah yang diinginkan. 45

Karakteristik dari perkembangan tersebut adalah: 46

Perkembangan mengikuti sebuah pola. Perkembangan bukan sesuatu yang

kebetulan dan tidak teratur tetapi sesuatu yang padu dan terpola. Khususnya kepada manusia

dimulai dari perkembangan dalam kandungan, bayi, masa anak-anak, dan seterusnya. Setiap

tahap adalah hasil dari tahap sebelumnya dan tahap yang sekarang adalah prasyarat untuk

tahap selanjutnya.

Perkembangan berproses dari yang umum kepada yang khusus.

Perkembangan itu berkelanjutan, tidak berhenti.

Perbedaan-perbedaan individu dalam perkembangan yang konstan

Perkembangan terjadi dalam porsi yang berbeda untuk setiap bagian dari tubuh

manusia.

Kebanyakan ciri dalam perkembangan saling berhubungan.

Perkembangan dapat diprediksi.

Setiap fase perkembangan mempunyai cirinya tersendiri

Kebanyakan bentuk yang sering disebut sebagai “masalah dalam tingkah laku”

akan terlihat normal pada usia dimana hal tersebut nampak.

Setiap individu secara normal pasti akan melewati setiap tahap perkembangan.

Pengetahuan tentang prinsip-prinsip perkembangan sangatlah penting karena dapat

membantu kita untuk dapat mengharapkan sesuatu terhadap individu serta waktu yang tepat

untuk mengharapkan hal tersebut. Keuntungan lain adalah memberikan informasi bagi orang

45 Elizabeth B. Hurlock, Child Development, edisi 2 (York: The Maple Press Company, 1950),23 46 Ibid, 41,43,44,45,47,48,49

Page 20: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

20

dewasa untuk dapat memberikan rangsangan bagi pertumbuhan anak pada waktu yang

tepat.47

Secara umum dapat dilihat 5 tahap perkembangan dengan berbagai karakteristik

perkembangan, yaitu:

1. Masa sebelum dilahirkan.48

2. Masa kanak-kanak atau baru dilahirkan. Pada tahap ini terjadi pengenalan dengan

lingkungan baru dan bayi tersebut belajar tentang pertahanan diri.

3. Masa bayi (pada usia 2 minggu sampai sekitar 2 tahun). Ini adalah usia dimana seorang

individu berada pada ketidakberdayaan karena bayi sangat bergantung kepada orang lain

untuk memenuhi kebutuhannya.

4. Masa Anak-Anak (dari usia 2 tahun sampai pada masa puber, seluruh masa sebelum

dewasa). Perkembangan pada tahap ini pertama ditandai dengan berkembanganya

kemampuan mereka untuk mengontrol lingkungannya dan menjadikannya sebagai bagian

dari dirinya. Ketika ia tidak mampu melakukan sesuatu maka ia akan bertanya untuk

menemukan informasi agar dapat mengatasi masalahnya. Sehingga pada masa ini, kita

akan menemui anak yang sering bertanya (mereka berperan sebagai “tanda tanya yang

hidup”). Pada masa ini juga akan ditemui anak-anak yang membentuk grup-grup karena

aktivitas berkelompok sangat penting bagi kehidupan anak-anak.

5. Masa remaja (pada usia 11 atau 13 tahun sampai 21 tahun). Masa remaja ini terbagi

menjadi tiga yaitu masa sebelum remaja (11-13 tahun pada perempuan dan pada laki-laki

satu tahun lebih lambat), masa remaja awal (16-17 tahun), dan masa remaja akhir (pada

usia kuliah). 49

47 Ibid, 49 48 Ibid, 53 49 Ibid, 54

Page 21: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

21

Selama ini diyakini bahwa kognisi manusia bersifat satu kesatuan dan setiap individu

dapat dijelaskan sebagai makhluk yang memiliki kecerdasan yang dapat dinilai dan diukur

secara tunggal50 (misalnya melalui tes-tes untuk melihat tingkat IQ). Howard Gardner

mengatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan

menghasilkan produk dalam suatu seting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang

nyata.51 Seseorang baru sungguh beriteligensi tinggi jika ia mampu memecahkan dan

menyelesaikan persoalan dalam hidup yang nyata dan situasi yang bermacam-macam, situasi

hidup yang kompleks.52 Hal ini berarti bahwa inteligensi itu bukan sesuatu yang dapat

dikembangkan secara signifikan lewat pendidikan dan inteligensi itu banyak jumlahnya.53

IQ bukanlah jaminan bagi seseorang untuk sukses dalam kehidupannya, meskipun

mempunyai kedudukan yang penting dalam pengembangan pengetahuan. Beberapa orang

yang IQ nya tidak tinggi tetapi mempunyai kestabilan emosi dan ketekunan, akhirnya dia

dapat sukses dalam belajar maupun bekerja.54 Sekarang ini disadari oleh banyak orang bahwa

selain IQ, orang juga perlu mengembangkan EQ (kecerdasan emosi) dan SQ (kecerdasan

spiritual).55 Salah satu tempat yang dipercaya untuk mengembangkan EQ dan SQ adalah

sekolah minggu.

Gardner menerima bahwa ada tujuh inteligensi yang dimiliki oleh manusia dan pada

bukunya Intelligence Reframed ia menambahkan adanya dua inteligensi. Kesembilan

inteligensi tersebut adalah:

1. Inteligensi Linguistik

Kemampuan untuk mengembangkan dan mengolah kata-kata secara efektif baik

secara oral maupun tertulis seperti yang dimiliki para pencipta puisi, editor, jurnalis,

50 Dien Sumiyatiningsih, Mengajar ..., 139 51Paul Suparno, Teori Inteligensi....,17 52 Ibid, 18 53 Ibid, 19 54 Paul Suparno, Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah (Yogyakarta:Kanisius,2008),11 55 Ibid, 12

Page 22: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

22

dramawan, sastrawan, pemain sandiwara maupun orator. Mudah belajar berbagai bahasa.

Mudah menjelaskan, mengajarkan dan menceritakan pemikirannya kepada orang lain.56

2. Inteligensi Matematis-Logis

Kemampuan yang lebih berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika secara

efektif seperti yang dimiliki matematikus, saintis, programer, dan logikus. Orang yang

mempunyai inteligensi ini sangat mudah untuk membuat klasifikasi dan kategorisasi dalam

pemikiran serta mereka bekerja57.

3. Inteligensi Ruang-Visual

Kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara tepat seperti yang dimiliki

oleh pemburu, arsitek, navigator dan dekorator. Mampu mengenal benda dan bentuk secara

tepat, melakukan perubahan suatu benda dalam pikirannya dan mengenal perubahan tersebut,

menggambarkan benda dalam pikirannya dan mengubahnya dalam bentuk nyata, serta

mengungkapakan data dalam bentuk grafik.58 Anak yang mempunyai inteligensi ini akan

suka untuk menggambar, suka akan warna-warna, dan suka membangun balok-balok menjadi

bangunan yang indah dan bemakna.59

4. Inteligensi Kinestik-Badani

Kemampuan menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk mengekpresikan gagasan

dan perasaannya seperti yang dimiliki oleh aktor, atlet, penari, pemahat dan ahli bedah.

Mereka dapat menyalurkan apa yang mereka hidupi dengan gerakan tubuhnya. Anak yang

memiliki kemampuan ini biasanya tidak suka diam, ingin selalu menggerakkan tubuhnya.60

5. Inteligensi Musikal

Kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan, dan bentuk-bentuk musik dan

suara. Di dalamnya termasuk kepekaan akan ritme, melodi, dan intonasi; kemampuan 56 Ibid, 26 57 Ibid, 29 58 Ibid, 31 59 Ibid, 33 60 Ibid, 34-35

Page 23: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

23

memainkan alat musik; kemampuan menyanyi; kemampuan untuk mencipta lagu;

kemampuan untuk menikmati lagu, musik dan nyanyian. Mengungkapkan perasaan dan

pemikiran dalam bentuk musik. Mereka mudah mempelajari sesuatu jika dikaitkan dengan

musik atau dalam lagu61.

6. Inteligensi Interpersonal

Kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi, motivasi,

watak dan temperamen orang lain. Pekaan terhadap ekspresi wajah, suara, isyarat dari orang

lain. Berkaitan dengan kemampun menjalin komunikasi dan relasi dengan berbagai orang.

Mudah bekerjasama. Mudah berempati. Suka memberikan masukan kepada teman supaya

maju.62

7. Inteligensi Intrapersonal

Kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan

untuk bertindak secara adaptif berdasar pengenalan diri itu. Kemampuan untuk berefleksi dan

keseimbangan diri. Orang ini mempunyai kesadaran tinggi akan gagasan-gagasannya, dan

mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan pribadi. Ia sadar akan tujuan hidupnya.

Ia dapat mengatur perasaan dan emosinya sehingga kelihatan sangat tenang. Orangnya

kebanyakan refleksif dan suka bekerja sendiri.63

8. Inteligensi Lingkungan/Naturalis

Kemampuan manusiawi untuk mengenal tanaman, binatang, dan bagian-bagian lain

dari alam seperti awan atau batu-batuan. Orang yang punya inteligensi lingkungan tinggi

biasanya mampu tinggal di luar rumah, dapat berkawan dan berhubungan baik dengan alam,

mudah mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan tanaman dan binatang. Biasanya mereka

mencintai lingkungan dan tidak suka merusak lingkungan hidup.64

61 Ibid, 36-37 62 Ibid, 39 63 Ibid, 41 64 Ibid, 42

Page 24: BAB 2 Landasan Teori 2.1 Gereja dan Sekolah Minggu …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/6881/2/T1_712008044_BAB II.pdf6 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK (Bandung: Jurnal Info

24

9. Inteligensi Eksistensial

Kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam

eksistensi atau keberadaan manusia. Orang tidak puas hanya menerima keadaan

keberadaannya secara otomatis, tetapi mencoba mencari jawaban yang terdalam.65

Berkaitan dengan hal ini, dapat diciptakan suatu sistem pendidikan yang lebih terbuka

untuk mendesain berbagai kemungkinan bagi pikiran manusia66, termasuk pendidikan yang

diperoleh melalui gereja dalam sekolah minggu. Dengan inteligensi ganda pendidik dapat

menaruh perhatian pada perbedaan dari anak-anak didik dan mencoba menggunakannya

dalam pembelajaran dan pendidikan serta evaluasi yang lebih personal. Sehingga anak-anak

didik tidak dianggap sebagai blok-blok yang sama atau anonim. Inteligensi ini dapat

dikembangkan.67 Proses pembelajaran harus bervariasi sehingga setiap siswa dapat

menemukan bahwa mereka diperhatikan dan dibantu untuk belajar.68 Setiap orang berbeda

dalam inteligensinya dan perlu diperlakukan berbeda pula. Dengan kata lain, manusia lebih

dihargai sebagai pribadi dengan kekhasannya masing-masing.69

65 Ibid, 44 66 Dien Sumiyatiningsih, Mengajar...,140 67 Paul Suparno, Teori Inteligens...,45 68 Ibid, 60 69 Ibid, 61