Upload
dangkhuong
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
4
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Manajemen dan Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia
Pengertian Manajemen menurut Stephen P. Robbins dan Mary Coulter dalam bukunya
yang berjudul “Manajemen” (2002 : p7) mengatakan bahwa :” Manajemen adalah Proses
mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara
efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain”.
Menurut James A.F Stoner, R. Edward Freeman dan Daniel R. Gilbert JR dalam bukunya
yang berjudul ”Manajemen” (1998, p7) mengatakan bahwa manajemen adalah Proses
merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan pekerjaan anggota
organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan.
Fungsi manajemen terbagi empat yang setiap fungsinya saling berkaitan. Empat fungsi
manajemen terdiri atas:
1. Planning (merencanakan)
Proses menetapkan sasaran dan tindakan yang perlu untuk mencapai sasaran
perusahaan.
2. Organizing (mengorganisasikan)
Proses mempekerjakan dua orang atau lebih untuk bekerjasama dalam cara
terstruktur guna mencapai sasaran spesifik atau beberapa sasaran.
3. Leading (memimpin)
Proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan
dari anggota kelompok atau seluruh organisasi.
4. Controlling (pengendalian)
Proses untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya sesuai dengan aktivitas yang
direncanakan.
5
Aktifitas Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Robert L. Mantis dan John H.
Jackson dalam bukunya yang berjudul ”Human Resource Management” (2003, p6)
mengatakan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia terbentuk dari beberapa grup aktifitas
yang saling berhubungan dalam lingkungan perusahaan, selain itu semua manager yang
bertanggung jawab dalam Sumber Daya Manusia harus memperhitungkan kekuatan atau
keadaan dari luar seperti hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya dan teknologi ketika
menempatkan aktivitas tersebut.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan” (2001, p2). Enam fungsi operatif sumber daya manusia, yaitu:
1. Pengadaan tenaga kerja/ perekrutan.
sasaran dari pengadaan tenaga kerja adalah untuk menyediakan pasokan tenaga kerja
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Dengan mengerti apa yang
dilakukan oleh tenaga kerja, analisis pekerjaan merupakan dasar dari fungsi perekrutan.
Dari sini, uraian pekerjaan dan spesifikasi, dapat dipersiapkan untuk proses perekrutan.
Proses seleksi sangatlah menekankan pada memilih orang yang memenuhi kriteria
persyaratan untuk mengisi pekerjaan yang lowong.
2. Pengembangan sumber daya manusia.
pengembangan dimulai dari memberikan orientasi pada tenaga kerja baru, pelatihan
kerja-ketrampilan adalah bagian Dari pelatihan dan pengembangan sumber daya
manusia. Pekerjaan pastilah berevolusi dan berubah, pelatihan yang berkesinambungan
diperlukan untuk tanggap pada perubahan teknologi. Pengembangan semua tenaga
kerja termasuk pengawas dan manajer, diperlukan untuk menyiapkan organisasi
menghadapi tantangan ke depan.
3. pemberian balas jasa/ kompensasi.
Kompensasi diberikan kepada tenaga kerja yang melakukan kerja organisasi seperti
dengan pembayaran, insentif dan keuntungan. Perusahaan harus mengembangkan dan
memberikan system upah gaji. Juga program insentif seperti berbagi keuntungan dan
6
penghargaan atas produktivitas yang semakin banyak digunakan. Oleh karena itu
peningkatan biaya keuntungan, seperti pada kuntungan pemeliharaan kesehatan, selalu
menjadi informasi penting.
4. Integritas.
Merupakan suatu tindakan yang berupaya untuk menghasilkan suatu rekonsiliasi
(kecocokan) yang layak atas kepentingan-kepentingan perorangan, masyarakat, dan
organisasi.
5. Pemeliharaan tenaga kerja.
Kesehatan dan keselamatan fisik dan mental tenaga kerja adalah hal yang utama.
Occupational Safety and Health Act (OSHA) atau undang-undang keselamatan dan
kesehatan kerja di Amerika Serikat telah membuat organisasi lebih tanggap atas
informasi kesehatan dan keselamatan. Melalui fokus yang lebih lebar, manajemen
sumber daya manusia dapat membantu tenaga kerja melalui program bantuan untuk
tenaga kerja, untuk tujuan mempertahankan tenaga kerja. Program untuk
mempromosikan tenaga kerja yang sehat juga semakin umum pada saat ini.
6. Hubungan tenaga kerja dan manajemen
Hubungan antara manajer dan bawahan harus ditangani secara efektif jika ingin tenaga
kerja dan organisasi dapat bertumbuh secara bersamaan. Hak-hak tenaga kerja harus
diperhatikan, tidak peduli apakah ada atau tidak serikat tenaga kerja. Penting untuk
mengembangkan, mengkomunikasikan, dan selalu memperbarui kebijakan dan peraturan
sumber daya manusia sehingga manajer dan tenaga kerja tahu apa yang diharapkan dari
mereka.
2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor produksi yang vital dalam
perusahaan, karena untuk menjalankan operasional produksi dibutuhkan manusia sebagai
operatornya. Oleh karena itu dibutuhkan keahlian dan kemampuan sangat diperlukan dalam
7
pengaturan serta mengarahkan sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas yang
tinggi dan tujuan perusahaan.
Menurut Henry Simamora dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia” (2001 :
p3) Manajemen Sumber Daya Manusia adalah “Pendayagunaan, pengembangan, penilaian,
pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok pekerja.
agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan
masyarakat”.
Menurut Noe, Raymond A and Hollenbeck, John R. and Gerhart Bary and Wright, Patrick
M. (2003, p504) dalam bukunya yang berjudul “Human Resource Management“ ; penerbit:
The Mc Graw-Hill companies; New York mengatakan bahwa insentif secara individual dimana
gaji itu diukur dari prestasi secara output fisik. Alam kasus karyawan pada PT. Akita Jaya
Mobilindo dapat termotivasi dari pembagian keuntungan, yang menurut Noe, Hollenbeck,
Gerhart, Wright bahwa provit sharing merupakan pembayaran yang berdasarkan pengukuran
atas prestasi organisasi (laba), dan penerimaan tersebut tidak termasuk dalam gaji pokok.
Sedangkan menurut Gary Dessler dalam bukunya “Human Resource Management“ (2003
: p15) mendefinisikan Manajemen SDM strategis sebagai berikut: “Strategic Human Resource
Management is the linking of Human Resource Management with strategic role and
objectives in order to improve business performance and develop organizational cultures and
foster innovation and flexibility”. Yang berarti bahwa para manajer harus mengaitkan strategi
manajemen sumber daya manusia dengan aturan strategi dan sasaran untuk meningkatkan
kinerja bisnis dan mengembangkan budaya korporasi yang mendukung penerapan inovasi
dan fleksibilitas.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen Sumber Daya
Manusia adalah suatu ilmu yang mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia agar
tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik. Di dalam melaksanakan pengelolaan sumber
daya manusia perusahaan membutuhkan suatu aktivitas perencanaan sumber daya manusia.
Dari aktivitas inilah akan diketahui jabatan yang kosong yang harus segera diisi, sehingga
8
jumlah dan persyaratan pekerja yang dibutuhkan pada masa yang akan datang dapat
ditentukan.
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson dalam bukunya “Human Resource
Management” (2003 : p34), Manajemen Sumber Daya manusia berhubungan dengan sistem
rancangan format dalam suatu organisasi untuk menentukan efektivitas dan efisiensi dilihat
dari bakat seseorang untuk mewujudkan sasaran suatu organisasi. Kunci peningkatan kinerja
organisasi adalah dengan memastikan aktivitas sumber daya manusia mendukung usaha
organisasi yang terfokus pada tiga macam, yaitu:
• Produktivitas
Diukur dari jumlah output pertenaga kerja, peningkatan tanpa henti pada
produktivitas telah menjadi kompetisi global. Produktivitas tenaga kerja di sebuah
organisasi sangat dipengaruhi oleh usaha, program dan sistem manajemen.
• Kualitas
Kualitas suatu barang maupun jasa akan sangat mempengaruhi kesuksesan jangka
panjang organisasi. Jika suatu organisasi mempunyai reputasi menyediakan barang
maupun jasa yang buruk kualitas, hal ini akan mengurangi perkembangan dan
kinerja organisasi tersebut.
• Pelayanan
Sumber daya manusia sering kali terlibat pada proses produksi barang atau jasa,
manajemen sumber daya manusia harus diikutsertakan pada saat merancang proses
operasi. Pemecahan masalah harus melibatkan semua karyawan, tidak hanya
manajer, di mana proses tersebut sering kali membutuhkan perubahan pada budaya
perusahaan, gaya kepemimpinan, dan kebijakan dan praktik Sumber Daya Manusia.
2.1.2 Kepuasan Kerja Karyawan
Menurut Jerald Green Bery dan Robert A. Baron dalam bukunya “Behavior in
Organizations” (2003, p148) kepuasan kerja yang secara individual dapat dilihat dari tingkah
9
laku positif dan negatif terhadap pekerjaannya. Ada beberapa grup orang yang puas
terhadap pekerjaan dan profesinya dari pada yang lainnya, seperti :
1. White Collar Personnel umumnya sebagai managerial dan profesional lebih puas dari
pada Blue Collar Personnel yaitu karyawan, staff, Buruh.
2. Orang lebih tua umumnya lebih puas dari yang lebih muda, dikarenakan orang yang
lebih tua cenderung lebih mempertahankan pekerjaannya dari pada orang yang muda
yang cenderung ambisius.
3. Orang yang lebih berpengalaman umumnya lebih puas dari pada orang yang kurang
berpengalaman, dikarenakan orang yang tingkat kepuasannya rendah umumnya dapat
diprediksi untuk mendapat pekerjaan yang sedapatnya.
4. Perempuan umumnya tidak puas terhadap pekerjaannya dari pada laki-laki. Ini
disebabkan karena mereka menempati tingkat terendah dari pekerjaan dan kesempatan
dalam meraih jabatan yang lebih tinggi sangat sulit.
Menurut Jerald Greenberg dan Robert A. Baron dalam bukunya ”Behavior in
Organizations” (2003, p152) mengatakan bahwa tingkat kepuasan dapat dilihat dengan
berbagai cara, seperti :
• Job Descriptive Index (JDI) merupakan skala rating untuk melihat tingkat kepuasan yang
dapat dilihat cara kerja seseorang dan pandangan seseorang akan posisi serta
pekerjaannya.
• Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ) merupakan skala rating akan kepuasan kerja
dimana kepuasan setiap orang didapat dari berbagai macam aspek dalam pekerjaan
mereka.
• Pay Satisfactions Questionnaire (PSQ) merupakan sebuah kuesioner yang dibuat untuk
melihat tingkat kepuasan karyawan yang didapat dari berbagai macam aspek (tingkat
pekerjaannya, perkembangannya, keuntungannya).
10
• Critical incidents technique merupakan suatu prosedur untuk mengetahui kepuasan kerja
tiap karyawan dangan cara melihat apakah karyawan merasa puas atau tidak puas
terhadap pekerjaannya.
Menurut Gibson, Ivancevich, Donnelly dalam bukunya ”Behavior in Organizations” (2000,
p352) mengatakan bahwa kepuasan kerja dimana rasa puas dan tidak puas didapat dari
beberapa variabel yang berbeda (pemotivasi, hygiene, keseluruhan yang baik). Menciptakan
kondisi kerja yang menyenangkan dapat membantu karyawan untuk menghindarkan ketidak
puasan, yang dimana ketidakpuasan disebabkan tempat sempit, gelap, berisik, temperatur
yang ekstrim dan kualitas udara kantor yang buruk.
Menurut James L. Gibson, John M. Ivancevich dan James H. Donnelly, JR dalam bukunya
yang berjudul ”Organisasi”, mengatakan bahwa teori kepuasan (Abraham Maslow)
memusatkan perhatian pada faktor-faktor di dalam individu yang mendorong, mengarahkan,
mempertahankan dan menghentikan prilaku.
Menurut Stephen P. Robbins dalam bukunya yang berjudul ”Prilaku Organisasi” (2001,
p24, p149) mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu variable bergantung yang
didefinisikan sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dan
banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Kepentingan para manager pada kepuasan kerja cenderung berpusat pada kinerja
karyawan. Hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa:
1. Kepuasan dan produktivitas
Organisasi dengan karyawan yang lebih puas cenderung menjadi lebih efektif
daripada organisasi dengan karyawan yang kurang puas.
2. Kepuasan dan kemangkiran
Hubungan yang secara konsisten negatif antara kepuasan dan kemangkiran itu
sedang saja-biasanya kurang dari 0,40. Masuk akal apabila dinyatakan bahwa
karyawan yang tingkat kepuasannya rendah lebih besar kemungkinan tidak kerja dan
karyawan yang tingkat kepuasannya tinggi mempunyai kehadiran yang jauh lebih
11
tinggi. Hal ini tepat seperti yang diharapkan jika kepuasan berkolerasi secara negatif
dengan kemangkiran.
3. Kepuasan dan tingkat keluar-masuknya karyawan
Secara khusus, tingkat kepuasan kurang penting dalam meramalkan keluarnya
karyawan untuk mereka yang bekinerja tinggi, karena lazimnya organisasi melakukan
upaya yang cukup besar untuk menahan mereka yang berkinerja tinggi dan untuk
mereka yang kinerjanya buruk, sedikit upaya yang dilakukan organisasi untuk
menahan mereka dan bahkan mungkin ada tekanan halus untuk mendorong mereka
agar keluar.
Faktor yang menentukan kepuasan karyawan menurut Stephen P. Robbins dalam
bukunya ”Prilaku Organisasi” (2002, p149-150), adalah:
1. Kerja yang secara mental menantang
Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka
kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan yang masih mereka
miliki menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa
baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang.
Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu
banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan
yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.
2. Imbalan yang pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka
presepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapan mereka.
Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat
ketrampilan individu dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan
dihasilkan kepuasan. Banyak orang bersedia menerima uang lebih kecil untuk
bekerja di lokasi yang diinginkan atau pada pekerjaan yang kurang menuntut atau
mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam pekerjaan yang mereka lakukan dan
12
jam kerja. Tetapi kunci yang menautkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah
mutlak yang dibayarkan, lebih penting lagi adalah persepsi keadilan. Sama halnya
pula, karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang adil.
Promosi memberikan kesempatan untuk kebutuhan pribadi, tanggung jawab yang
lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Oleh karena itu, individu yang
mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dengan cara yang adil (Fair and
Just) kemungkinan besar akan merasakan kepuasan dengan pekerjaan mereka.
3. Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun
untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik, seperti kondisi fisik kerja yang
nyaman dan aman, pemberian diklat untuk memudahkan karyawan dalam
mengerjakan tugasnya dengan baik.
4. Rekan kerja yang mendukung
Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosisal.
Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan
mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan juga
merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya kepuasan karyawan
meningkat bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami, memberikan
pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan dan menunjukkan
suatu minat pribadi pada mereka. Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui
kepuasan karyawan terhadap program pengembangan karyawan dalam mendukung
pelaksanaan pekerjaan karyawan.
2.1.2 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja menurut Gary Dessler dalam bukunya yang berjudul ”Manajemen
Sumber Daya Manusia” (1998, p2-11) mengatakan bahwa menilai kinerja berarti
13
membandingkan kinerja aktual bawahan anda dengan standar-standar yang telah ditetapkan.
Penilaian kinerja bisa didefinisikan sebagai prosedur apa saja yang meliputi:
1. Penetapan standar kinerja
2. Penilaian kinerja aktual karyawan dalam hubungan dengan standar-standar ini, dan
3. Memberi umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi orang tersebut
untuk menghilangkan kemerosotan kinerja atau terus berkinerja lebih tinggi.
Ada beberapa alasan untuk menilai kinerja:
a. Penilaian memberikan informasi tentang dapat dilakukannya promosi dan penetapan
gaji.
b. Penilaian memberi satu peluang bagi anda dan bawahan anda untuk meninjau
perilaku yang berhubungan dengan kerja bawahan.
Gary Dessler juga mengatakan bahwa dalam penilaian kinerja karyawan, manager
melakukan penilaian yang terdiri :
1. Aktivitas kerja. Pertama, mengumpulkan informasi tentang pekerjaan aktual
karyawan, seperti membersihkan, menuai, mengajar atau mengecat. Data ini juga
merupakan bagaimana, kenapa, dan kapan pekerja menjalankan setiap aktifitasnya.
2. Prilaku. Seorang spesialis juga dapat megumpulkan informasi tentang prilaku
seseorang seperti tanggapan, komunikasi.
3. Standar performa. Karyawan juga harus mengetahui informasi tentang standar
performa pekerjaan (menyangkut tingkat kuantitas atau kualitas dari setiap
pekerjaan). Manager akan menggunakan standar tersebut untuk menempatkan
karyawan pada posisi yang tepat dengan standar performa pekerjaannya.
4. Konteks pekerjaan. Informasi ini berisi tentang kondisi kerja secara fisik, jadwal
kerja, organisasi, dan konteks sosisal.
5. Kebutuhan akan Sumber Daya Manusia. Merupakan sebuah informasi akan
kebutuhan Sumber Daya Manusia dalam bekerja, seperti pengetahuan akan
14
pekerjaan atau skill (pendidikan, latihan, pengalaman kerja) dan atribut yang dimiliki
perorang (karakter fisik, kepribadian, ketertarikan).
Menurut Achmad S. Ruky (2001, p20) ada beberapa tujuan yang dapat dicapai oleh
sebuah perusahaan dengan menerapkan sebuah program penilaian kinerja, yaitu :
• Meningkatkan kinerja karyawan, baik secara perorangan maupun kelompok dengan
memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri
dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan.
• Peningkatan yang terjadi pada kinerja karyawan secara perorangan pada gilirannya
akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan, yang
direfleksikan dalam kenaikan produktivitas.
• Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil
karya dan prestasi pribadi serta potensi karyawan dengan cara memberikan umpan
balik kepada mereka atas prestasinya.
• Membantu perusahaan untuk dapat menyusun program pendidikan dan pelatihan
karyawan yang lebih tepat guna.
• Menyediakan alat atau sarana untuk membandingkan prestasi kerja karyawan
dengan tingkat gajinya atau imbalannya sebagai bagian dari kebijakan yang baik.
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson dalam bukunya ”Manajemen Sumber
Daya Manusia” (2001, p82) mengatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi
kinerja dari individu tenaga kerja, seperti kemampuan mereka, motivasi, dukungan yang
diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan dan hubungan mereka dengan
organisasi.
Penilaian kinerja dapat dilakukan dengan cara :
1. Kuesioner
2. Observasi
3. Catatan harian aktifitas kerja
15
Penilaian itu sendiri umumnya dilakukan dengan bantuan metode predeterminasi dan
formal, penilaian kinerja tersebut dibagi menjadi lima metode yaitu:
1. Metode Skala Penilaian Grafik
Skala yang mendaftarkan sejumlah ciri dan kisaran kinerja untuk masing-masingnya.
Karyawan kemudian dinilai dengan mengindentifikasi skor yang paling baik
menggambarkan tingkat kinerja untuk masing-masing ciri. Dalam skala penilaian
grafik ini terdapat beberapa hal yang dinilai dari karyawan seperti:
a. Mutu
Kecermatan, ketuntasan dan dapat diterimanya kerja yang dijalankan.
b. Produktivitas
Mutu dan efisiensi dari kerja yang dihasilkan dalam periode waktu tertentu.
c. Pengetahuan Jabatan
Keterampilan dan informasi praktis atau teknis yang digunakan pada jabatan.
d. Kehandalan
Sejauh mana seorang karyawan dapat diandalkan menyangkut penyelesaian
tugas dan tindak lanjut.
e. Ketersediaan
Sejauh mana seorang karyawan tepat pada waktunya. Meninjau
periode istirahat yang diterapkan dan catatan kehadiran keseluruhan.
f. Ketidaktergantungan
Sejauh kerja dijalankan dengan sedikit atau tanpa supervisi.
2. Metode Penilaian Alternasi
Membuat peringkat karyawan dari yang terbaik ke yang terjelek berdasarkan ciri
tertentu.
3. Metode Perbandingan Berpasangan
16
Memeringkatkan karyawan dengan membuat peta dari semua pasangan karyawan
yang mungkin untuk setiap ciri dan menunjukkan mana karyawan yang lebih baik
dari pasangannya.
4. Metode Distribusi Paksa
Serupa dengan pemeringkatan pada sebuah kurva; persentase yang sudah
ditentukan dari peserta penilaian ditempatkan dalam berbagai kategori kinerja.
5. Metode Insiden Kritis
Membuat suatu catatan tentang contoh-contoh yang luar biasa baik atau tidak
diinginkan dari perilaku yang tidak diinginkan dari perilaku yang berhubungan
dengan kerja seorang karyawan dan meninjaunya bersama karyawan pada waktu
yang telah ditentukan sebelumnya.
Menurut Gary Dessler sasaran keseluruhan dari pengamatan kinerja yang mempunyai
standarisasi tinggi hendaknya adalah memberikan suatu penilaian kinerja dan
mengembangkan secara timbal balik untuk memperbaiki efektifitas individu. Ada beberapa
pilihan siapa yang sebaiknya melakukan penilaian terhadap kinerja karyawan:
1. Penilaian dilakukan oleh penyelia terdekat
Penilaian penyelia masih tetap merupakan inti dari sistem penilaian. Mendapatkan
penilaian seorang penyelia itu relatif mudah dan juga sangat masuk akal. Para
penyelia hendaknya dan biasanya dalam posisi terbaik untuk mengobservasi dan
mengevaluasi kinerja bawahannya dan bertanggung jawab untuk kinerja orang
tersebut.
2. Dengan menggunakan penilaian rekan kerja
Penilaian atas seorang karyawan oleh rekan kerja dapat menjadi efektif dalam
meramalkan keberhasilan manajemen masa depan.
3. komite penilaian
17
Banyak majikan menggunakan penilai untuk mengevaluasi karyawan. Komite-komite
ini biasanya terkomposisi dari penyelia terdekat karyawan dan tiga atau empat
penyelia lainnya.
4. Penilaian diri
Penilaian diri karyawan atas kinerja juga kadang-kadang digunakan (biasanya dalam
hubungan dengan penilaian para penyelia). Masalah dasar dengan semua ini adalah
bahwa karyawan biasa menilai diri mereka sendiri lebih tinggi dari pada mereka
dinilai oleh para penyelia atau rekan kerja.
5. Penilaian dilakukan oleh bawahan
Lebih banyak perusahaan dewasa ini membiarkan bawahannya secara anonim
menilai kinerja penyelia mereka, satu proses yang banyak disebut umpan balik dari
bawah.
6. Umpan balik 360 derajat
Banyak perusahaan telah memperluas gagasan umpan balik ke atas ke dalam apa
yang mereka sebut umpan balik 360-derajat; informasi kinerja di sini dikumpulkan
“di sekeliling” seorang karyawan, dari para penyelianya, bawahannya, rekan
kerjanya, dan pelanggan internal atau eksternal.
Menurut Gary Dessler dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Sumber Daya Manusia
“ (1998, p32) Penilaian berfungsi bagi beberapa tujuan termasuk memberikan informasi yang
berguna untuk promosi dan keputusan mengenai gaji. Akan tetapi idealnya, penilaian itu juga
berfungsi untuk peran mengelola kinerja, dengan memberikan basis yang konkret untuk
suatu analisis atas kinerja yang berhubungan dengan kerja seorang karyawan dan langkah-
langkah yang hendaknya diambil untuk mempertahankan atau mengubahnya.
18
2.1.4 Struktur Organisasi
Menurut James A.F. Stoner, R. Edward Freman dan Daniel R. Gilbert JR. Dalam bukunya
yang berjudul ”Manajemen” (1996, p288-290) bentuk struktur organisasi yang biasa
digunakan oleh perusahaan dapat digolongkan dalam lima jenis, yaitu :
1. Integrasi vertikal
Memperluas cakupan operasi sebuah organisasi dengan membeli salah satu pemasok
atau distributor yang akan memberikan kontribusi pada efisiensi produk utama atau
jasa yang akan ditawarkan.
2. Struktur Organisasi Fungsional
Suatu bentuk departementalisasi yang didalamnya setiap orang terlibat dalam satu
aktivitas fungsional, seperti pemasaran atau keuangan, dikelompokkan menjadi satu
unit.
3. Integrasi horisontal
Perusahaan baja, pionir integras vertikal, merambah ke bidang pertambangan untuk
lebih mengendalikan pasokan bahan baku. Operasi pertambangan ini, misalnya,
merupakan bagian dari Cleverland Heights, sebuah perusahaan pertambangan yang
sebagian dimiliki oleh Bethlehem Steel.
4. Perusahaan Mutidivisi
Sebuah organisasi yang diperluas menjadi berbagai industri yang berbeda dan
menganekaragamkan produk.
5. Model tujuh S
Menurut Waterman dan kawan-kawan, kerangka kerja perubahan mengenali tujuh
faktor kunci yang dapat memberi pengaruh kebalikan pada perubahan yang sukses
dalam sebuah organisasi.
Faktor yang akan menjadi kekuatan penentu dalam pelaksanaan strategi, adalah:
• Struktur
19
Bahwa dalam lingkungan lingkungan masa kini yang kompleks dan selalu
berubah, organisasi yang berhasil mungkin melakukan perubahan struktural
sementara untuk mengimbangi tugas strategis spesifik tanpa harus
meninggalkan dasar divisi struktural di seluruh organisasi.
• Strategi
Model tujuh S menekankan bahwa, data praktek, pengembangan strategi
menimbulkan lebih sedikit masalah daripada pelaksanaannya.
• Sistem
Kategori ini terdiri dari semua prosedur formal dan informal yang membuat
organisasi dapat berfungsi, termasuk sistem peranggaran modal, pelatihan dan
akunting. Sistem dapat lebih kuat dari strategi yang dinyatakan. Jadi, sebuah
perusaaan manufaktur berang konsumen mungkin merasa tidak mungkin
mengimplementasikan strategi folio yang baru bila sistem informasi manajemen
mereka tidak disesuaikan untuk mengasilkan data biaya yang perlu menurut
segmen, karena tidak ada cara untuk membandingkan segmen bisnis yang
berbeda.
• Style (gaya)
Gaya tidak mengacu pada kepribadian, tetapi pada pola tindakan substantif dan
simbolik pada manajer puncak.
• Staf
Organisasi yang berhasil memandang orang sebagai sumber daya yang berharga
yang harus dipeliharadengan baik, dikembangkan dilindungi dan dialokasikan.
• Skill (ketrampilan)
Istilah ketrampilan mengacu pada aktivitas yang paling baikdilakukan oleh
organisasi dan karena itulah mereka dikenal.
• Sasaran tingkat tinggi
20
Mengacu pada konsep pembimbingan, nilai dan aspirasi yang mempersatukan
organisasi dalam beberapa tujuan bersama.
2.2 Analisis Kekuatan Bersaing
Teori strategi kompetitif yang dikemukakan oleh Michael E. Porter yang dikutip dari buku
”Strategi Bersaing” (1980 : p3) dikemukakan sebagai berikut : ” Sifat persaingan dalam suatu
industri dapat dilihat sebagai gabungan dari lima kekuatan persaingan pokok”.
Lima Kekuatan Bersaing
Sumber : ”Strategi Bersaing”, Michael E. Porter (1980, p4).
Gambar 2.1
Gabungan dari lima kekuatan ini menentukan potensi laba akhir dalam industri, di mana
potensi laba diukur dalam bentuk laba atas modal yang ditanamkan (return on invested
capital) jangka panjang. Tujuan strategi bersaing untuk suatu unit usaha (business unit)
PENDATANG BARU POTENSIAL
PARA PESAING INDUSTRI
Persaingan di antara Perusahaan yang
ada
PEMASOK
PRODUK PENGGANTI
Ancaman masuknya pendatang baru
Kekuatan tawar-menawar pembeli
PEMBELI
Ketuatan tawar-menawar pemasok
Ancaman produk atau jasa pengganti
21
dalam sebuah industri adalah menemukan posisi dalam industri tersebut di mana perusahaan
dapat melindungi diri dengan sebaik-baiknya terhadap tekanan (gaya) persaingan atau dapat
mempengaruhi tekanan tersebut secara positif. Maka kunci untuk mengembangkan strategi
adalah menyelidiki di bawah permukaan dan menganalisis sumber masing-masing gaya
tersebut.
Teori Porter 5 kekuatan persaingan :
1. Ancaman Pendatang Baru
Pendatang baru pada suatu industri membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut
bagian pasar, serta seringkali juga sumber daya yang besar. Akibatnya harga dapat
menjadi turun atau biaya membengkak sehingga mengurangi kemampulabaan. Ancaman
masuknya pendatang baru ke dalam industri tergantung pada rintangan masuk yang
ada, digabung dengan reaksi dari para pesaing yang sudah ada yang dapat diperkirakan
oleh si pendatang baru. Jika rintangan atau hambatan ini besar dan/ atau pendatang
baru memperkirakan akan ada perlawanan yang keras dari muka-muka lama, maka
ancaman masuknya pendatang baru akan rendah. Ada enam sumber utama rintangan
masuk :
1. Skala Ekonomis
Menggambarkan turunnya biaya satuan suatu produk apabila volume absolut
perperiode meningkat.
2. Diferensiasi Produk
Perusahaan tertentu mempunyai identifikasi merek dan kesetiaan pelanggan,
yang disebabkan oleh periklanan, pelayanan pelanggan, perbedaan produk di
masa yang lampau atau sekedar karena merupakan perusahaan pertama yang
memasuki industri.
3. Kebutuhan Modal
Kebutuhan untuk menanamkan sumberdaya keuangan yang besar agar dapat
bersaing menciptakan hambatan masuk, khususnya jika modal tersebut
22
diperlukan untuk periklanan garis depan yang tidak dapat kembali atau untuk
kegiatan penelitian dan pengembangan yang penuh resiko.
4. Biaya Beralih Pemasok
Hambatan masuk tercipta dengan adanya biaya beralih pemasok, yaitu biaya
satu kali yang harus dikeluarkan pembeli bilamana berpindah dari produk
pemasok tertentu ke produk pemasok lainnya.
5. Akses ke Saluran Distribusi
Hambatan masuk dapat ditimbulkan dengan adanya kebutuhan dari pendatang
baru untuk mengamankan distribusi produknya.
6. Biaya Tak Menguntungkan Terlepas dari Skala
Perusahaan yang telah mapan mungkin mempunyai keunggulan biaya yang tidak
dapat ditiru oleh pendatang baru yang akan masuk tidak peduli berapapun
besarnya dan berapapun pencapaian skala ekonomis dari pendatang baru ini.
7. Kebijakan Pemerintah
Sumber utama hambatan masuk yang terakhir adalah kebijakan pemerintah.
Pemerintah dapat membatasi atau bahkan menutup kemungkinan masuk ke
dalam industri dengan peraturan-peraturan seperti persyaratan lisensi dan
membatasi akses ke bahan baku.
2. Tingkat Rivalitas Di Antara Para Pesaing Yang Ada
Rivalitas (rivalry) di kalangan pesaing yang ada berbentuk perlombaan untuk
mendapatkan posisi – dengan menggunakan taktik-taktik seperti persaingan harga,
perang iklan, introduksi produk, dan meningkatkan pelayanan atau jaminan kepada
pelanggan. Persaingan terjadi karena satu atau lebih pesaing merasakan adanya tekanan
atau melihat peluang untuk memperbaiki posisi. Persaingan yang tajam merupakan
akibat dari sejumlah faktor-faktor struktural yang saling berinteraksi, seperti :
1. Jumlah pesaing yang banyak atau seimbang.
2. Pertumbuhan industri yang lamban.
23
3. Biaya tetap atau biaya penyimpanan yang tinggi.
4. Ketiadaan diferensiasi atau biaya peralihan.
5. Penambahan kapasitas dalam jumlah besar.
6. Pesaing yang beragam.
7. Taruhan strategis yang besar.
8. Hambatan pengunduran diri yang tinggi.
3. Tekanan dari Produk Pengganti
Semua perusahaan dalam suatu industri bersaing, dalam arti yang luas, dengan industri-
industri yang menghasilkan produk pengganti. Produk pengganti membatasi laba
potensial dari industri dengan menetapkan harga jual (ceiling price) yang dapat diberikan
oleh perusahaan dalam industri. Makin menarik alternatif harga yang ditawarkan oleh
produk pengganti, makin ketat pembatasan laba industri.
4. Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli
Kekuatan dari tiap-tiap kelompok pembeli yang penting dalam industri tergantung pada
sejumlah karakteristik situasi pasarnya dan pada kepentingan relatif pembeliannya dari
industri yang bersangkutan dibandingkan dengan keseluruhan bisnis pembeli tersebut..
Kelompok pembeli disebut kuat jika situasi berikut terjadi :
• Kelompok pembeli terpusat atau membeli dalam jumlah yang besar relatif terhadap
penjualan pihak penjual.
• Produk yang dibeli dari industri merupakan bagian dari biaya atau pembelian yang
cukup besar dari pembeli.
• Produk yang dibeli dari industri adalah produk standar atau tidak terdiferensiasi.
• Pembeli menghadapi biaya pengalihan yang kecil.
• Pembeli mendapatkan laba kecil.
• Pembeli menunjukkan ancaman untuk melakukan integrasi balik.
• Produk industri tidak penting bagi mutu produk atau jasa pembeli.
• Pembeli mempunyai informasi lengkap.
24
5. Kekuatan Tawar Menawar Pemasok
Pemasok dapat menggunakan kekuatan tawar menawar terhadap para peserta industri
dengan mengancam akan menaikan harga atau menurunkan mutu produk atau jasa
yang dibeli. Kondisi-kondisi yang membuat para pemasok kuat cenderung serupa dengan
kondisi yang membuat pembeli kuat. Kelompok pemasok dikatakan kuat jika terdapat
hal-hal berikut :
• Para pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan dan lebih terkonsentrasi
ketimbang industri di mana mereka menjual.
• Pemasok tidak menghadapi produk pengganti lain untuk dijual kepada industri.
• Industri tidak merupakan pelanggan yang penting bagi kelompok pemasok.
• Produk pemasok merupakan input penting bagi bisnis pembeli.
• Produk kelompok pemasok terdiferensiasi atau pemasok telah menciptakan biaya
peralihan.
• Kelompok pemasok memperlihatkan ancaman yang meyakinkan untuk melakukan
integrasi maju.
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah rangkaian faktor-faktor yang mendukung dalam penyusunan
serta menyelidiki penanganan perusahaan mengenai kepuasan karyawan yang bekerja di PT.
Akita Jaya Mobilindo. Dalam skripsi ini menyelidiki hubungan antara kepuasan karyawan
dengan penilaian kinerja, yang dimana kepuasan karyawan ditentukan oleh kebijakan
perusahaan yang berdampak langsung terhadap produktifitas perusahaan. Hubungan antara
kepuasan karyawan dengan penilaian kinerja dapat dilihat dalam skema kerangka pemikiran
dibawah ini:
25
Kerangka Pemikiran
Skema Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2
2.4 Metodologi Penelitian
2.4.1 Jenis dan Metode Penelitian
Jenis dan metode penelitian yang digunakan untuk penyusunan skripsi ini, menggunakan
metode penelitian survey deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus untuk menganalisis
bagaimana tingkat kepuasan kerja karyawan pada PT. Akita Jaya Mobilindo.
Menurut pendapat Sukardi dalam bukunya “Metode Penelitian” (2003 : p157) penelitian
deskriptif adalah metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi
objek apa adanya, penelitian ini juga disebut noneksperimen, karena pada penelitian ini
peneliti tidak melakukan kontrol dan memanipulasi variabel penelitian. Dengan metode
deskriptif, peneliti memungkinkan untuk melakukan hubungan antar variabel, menguji
hipotesis, mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas
universal.
Ciri-ciri penelitian deskriptif adalah sebagai berikut :
1. Penelitian deskriptif menggunakan kuesioner dan wawancara, seringkali memperoleh
responden yang sangat sedikit, akibatnya bias dalam membuat kesimpulan.
Kepuasan Karyawan
Hal yang mendukung kepuasan kerja karyawan.
1. Kerja yang secara mental
menantang 2. Imbalan yang pantas 3. Kondisi kerja yang
mendukung 4. Rekan kerja yang
mendukung
Penilaian Kinerja
Tolak ukur penilaian manajer terhadap karyawan.
1. Mutu 2. Produktivitas 3. Pengetahuan Jabatan 4. Kehandalan 5. Ketersediaan 6. Ketidaktergantungan
Hubungan
26
2. Penelitian deskriptif yang menggunakan observasi, kadangkala dalam pengumpulan
data tidak memperoleh data yang memadai, untuk itu diperlukan para observer yang
terlatih dalam observasi, dan jika perlu membuat chek list lebih dahulu tentang objek
yang perlu dilihat, sehingga peneliti memperoleh data yang diinginkan secara objektif
dan reliabel.
3. Penelitian deskriptif juga memerlukan permasalahan yang harus diindentifikasi dan
dirumuskan secara jelas, agar di lapangan, peneliti tidak mengalami kesulitan dalam
menjaring data yang diperlukan.
Pada umumnya penelitian deskriptif menggunakan survei sebagai metode pengumpulan
data. Metode pengumpulan data melalui survei mempunyai dua macam survei, yaitu :
1. Cross-sectional survey
adalah metode pengumpulan data dimana informasi yang dikumpulkan hanya pada
saat tertentu atau sesuai kebutuhan terhadap situasi.
2. Longitudinal survey
adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengumpulkan data pada
waktu-waktu yang berbeda sehingga perubahan dapat dilihat.
Penelitian deskriptif bertujuan untuk mengumpulkan data dengan survey yang
menghasilkan gambaran atau uraian atas suatu keadaan secara sistematis, aktual dan akurat
mengenai fakta-fakta tanpa adanya perlakuan atau penambahan terhadap obyek yang
diteliti.
2.4.2 Teknik Pengumpulan data
Dalam upaya untuk memperoleh data yang akan digunakan dalam penelitian deskriptif,
dikumpulkan data-data yang bersumber dari :
a. Data Primer
Tehnik yang digunakan adalah riset lapangan yang dilakukan dengan jalan melalui
kunjungan langsung pada perusahaan PT. Akita Jaya Mobilindo, serta melakukan
27
pengamatan, mendapatkan data dan keterangan yang dibutuhkan dengan melakukan
mendekati respoden yang berupa :
1. Wawancara
Yaitu metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan kepada
responden baik pimpinan maupun karyawan yang dinilai, untuk mendapatkan data akan
hal-hal apa saja yang digunakan perusahaan dalam menilai kinerja dan faktor apa saja
yang mendukung kepuasan kerja karyawan dalam perusahaan.
2. Kuesioner
Merupakan teknik pengumpulan data melalui daftar pertanyaan yang diajukan kepada
responden dengan masalah yang akan diteliti dan diisi oleh responden sendiri, hal
tersebut dilakukan untuk mendapatkan data-data yang akan digunakan untuk melihat
seberapa besar hubungan antara kepuasan kerja karyawan terhadap penilaian kinerja.
Sifat pertanyaan yang diajukan merupakan pertanyaan tertutup, sehingga responden
tinggal memilih jawaban yang dianggapnya benar. Adapun kuesioner yang digunakan
berupa sampel penelitian yang terdiri dari :
a. Jumlah responden yang diambil dari jumlah keseluruhan populasi sebanyak 43
karyawan.
b. Prosedur Pengambilan Data
• Untuk mengukur kepuasan kerja karyawan, kusioner dibagikan kepada
seluruh karyawan. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang terdiri atas:
No. Penilaian Kepuasan Jumlah pertanyaan 1 Kerja yang secara mental menantang 4 2 Imbalan yang pantas 5 3 Kondisi kerja yang mendukung 4 4 Rekan kerja yang mendukung 2
Total 15 Tabel 2.1
• Untuk mengukur kinerja karyawan, kuesioner dibagikan kepada penyelia
terdekat. Kuesioner ini terdiri dari 18 pertanyaan yang terkait tentang:
28
No. Jenis Penilaian Jumlah Pertanyaan
1 Mutu 3
2 Produktivitas 3
3 Pengetahuan Jabatan 3
4 Kehandalan 3
5 Ketersediaan 3
6 Ketidaktergantungan 3
Total 18
Tabel 2.2
c. Hasil kuesioner dianalisa dengan menggunakan Skala Likert dengan bobot nilai
sebagai berikut:
• Jika jawaban yang dipilih responden adalah “A” maka diberi nilai 4
• Jika jawaban yang dipilih responden adalah “B” maka diberi nilai 3
• Jika jawaban yang dipilih responden adalah “C” maka diberi nilai 2
• Jika jawaban yang dipilih responden adalah “D” maka diberi nilai 1
Untuk seterusnya kuesioner ini disajikan ke dalam bentuk tabel yang berisi frekuensi dan
prosentase pendapat responden.
b. Data Sekunder
Teknik yang dipergunakan adalah penelitian kepustakaan, pengertian dari penelitian ini
adalah mencari, membaca, mencatat dan mengumpulkan bahan bacaan dari literatur
yang terdapat di perpustakaan yang berkaitan dengan topik yang diteliti.
2.4.3 Definisi Operasional dan Instrumen Pengukuran
Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang memberikan penjelasan atas
suatu variabel dalam bentuk yang dapat diukur, definisi operasional ini memberikan
informasi-informasi yang diperlukan untuk mengukur variabel-variabel yang akan diteliti.
Definisi Operasional variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Tingkat kepuasan kerja karyawan
Menurut Stephen P. Robbins dalam bukunnya “Prilaku Organisasi” (1998, p149-150)
tingkat kepuasan karyawan adalah suatu proses untuk mengetahui kepuasan karyawan
29
guna meningkatkan produktivitas karyawan bagi sebuah perusahaan, agar karyawan
dapat bekerja lebih giat, mengembangkan skill dan serta meningkatkan prestasinya
sehingga perusahaan dapat menjadi lebih maju. Hal ini dapat dilakukan dengan
variable seperti berikut :
No. Penilaian Kepuasan No. pertanyaan 1 Kerja yang secara mental menantang 1a,1b,1c,1d 2 Imbalan yang pantas 2.1, 2.2, 2.3, 2.4, 2.5 3 Kondisi kerja yang mendukung 3.1, 3.2, 3.3, 3.4 4 Rekan kerja yang mendukung 4.1, 4.2
Total 15 Tabel 2.3
2. Penilaian kinerja
Penilaian kinerja menurut Gary Dessler dalam bukunya yang berjudul “Manajemen
Sumber daya Manusia” (1998, p2-11) penilaian seorang karyawan dilakukan untuk
mengetahui prestasi seorang karyawan yang berguna untuk mengevaluasi serta
pengembangan karyawan tersebut, penilaian ini dapat dilakukan dengan variabel
sebagai berikut :
No. Jenis Penilaian Kinerja No. Pertanyaan 1 Mutu 1,2,3 2 Produktivitas 4,5,6 3 Pengetahuan Jabatan 7,8,9 4 Kehandalan 10,11,12 5 Ketersediaan 13,14,15 6 Ketidaktergantungan 16,17,18
Total 18 Tabel 2.4
Instrumen pengukuran berdasarkan pokok masalah yang telah dikemukakan maka variabel-
variabel yang akan dijelaskan pada penelitian ini terdiri dari variabel bebas (kepuasan kerja)
dan variabel tidak bebas (kinerja). Dapat dijelaskan bahwa :
1. Variabel bebas (X)
Merupakan variabel Kepuasan kerja karyawan.
2. Variabel tidak bebas (Y)
Merupakan variabel penilaian kinerja.
30
Skala pengukuran untuk mengukur kedua variabel ini digunakan skala Ordinal yaitu yang
memungkinkan peneliti mengurutkan respondennya dari tingkat “paling rendah” (1) ketingkat
”paling tinggi” (4).
2.4.4 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam suatu proses penelitian umumnya dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
kegiatan, yaitu:
a. Mendeskripsikan data.
Menggambarkan data yang ada guna memperoleh bentuk nyata dari responden,
sehingga lebih mudah dimengerti peneliti atau orang lain yang tertarik dengan hasil
penelitian yang dilakukan.
b. Melakukan uji statistika (inferensi).
Untuk menentukan hasil dari data yang ada (cuplikan) adalah sama dengan hasil
populasi.
Dalam menjelaskan tingkat kepuasan kerja karyawan yang pada perusahaan PT. Akita
Jaya Mobilindo, digunakan metode analisa deskriptif yaitu uraian mengenai analisa kuesioner
dan metode kualitatif yaitu korelasi. Adapun teknik analisis mencakup :
1. Kepuasan kerja karyawan dan penilaian kinerja.
• Langkah-langkah yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja karyawan:
Melakukan observasi (pengamatan) akan karyawan selama bekerja di dalam
perusahaan.
Mencari data akan faktor-faktor apa saja yang digunakan dalam mengukur
tingkat kepuasan kerja karyawan.
Data yang didapat akan disajikan dalam bentuk kuesioner.
Kuesioner dibagikan kepada seluruh karyawan yang akan dinilai (setelah
melakukan uji penarikan sample).
31
Hasil (jawaban) yang didapat dari kuesioner tersebut, kemudian diolah untuk
mengetahui range akan kepuasan kerja seorang karyawan selama bekerja
didalam perusahaan.
• Langkah-langkah dalam menilai kinerja:
Mendefinisikan pekerjaan
Memastikan bahwa anda dan bawahan anda sepakat dengan tugas-tugasnya
dan standar jabatan.
Menilai kinerja
Membandingkan kinerja aktual bawahan ada dengan standar-standar yang
telah ditetapkan; ini mencakup beberapa jenis formulir penilaian.
Memberikan umpan balik
Kinerja dan kemajuan bawahan dibahas dan rencana-rencana dibuat untuk
perkembangan apa saja yang dituntut.
2. Dalam menganalisis hubungan antara kepuasan kerja karyawan dan penilaian kinerja
dapat dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif deskriptif yang
menggunakan analisis tabel dan metode statistik (analisis kolerasi), gunanya untuk
mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel kepuasan kerja karyawan
dan penilaian kinerja.
Analisis Korelasi
Untuk menganalisis seberapa erat hubungan kepuasan kerja karyawan terhadap
penilaian kinerja, maka penulis menggunakan analisis korelasi. Untuk menghitung koefisien
korelasi (r) digunakan rumus yang dikemukakan oleh Pearson, yaitu :
Koefisien Korelasi :
r = ( ) ( )2222 ∑∑∑∑
∑ ∑ ∑−−
−
YYnXXn
YXXYn
32
Dimana :
r = koefisien korelasi
X = Kepuasan Kerja Karyawan
Y = Penilaian Kinerja
Besarnya nilai koefisien korelasi ini mempunyai nilai paling kecil adalah -1 dan paling
besar adalah 1, artinya :
Jika r=1, Hubungan X dan Y sempurna positif
(mendekati 1, hubungan sangat kuat dan positif)
Jika r = -1, Hubungan X dan Y sempuma negatif
(mendekati -1 hubungan sangat kuat dan negatif)
Jika r = 0, Hubungan X dan Y lemah sekali atau tidak ada hubungan
Analisis Regresi Berganda
Analisis regresi ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh suatu variable dalam
mempegaruhi veriabel yang lain. Regresi antara variable X (kepuasan kerja karyawan) dan
variable Y (kinerja) akan diolah dengan menggunakan software statistik SPSS version 11.5.
Analisa Koefisien Regresi
Rumus :
Keterangan : Y = variabel terikat ( nilai duga Y )
X1, X2, X3, X4 = variable bebas
a, b1, b2, b3, b4 = koefisien regresi linear berganda
a = nilai Y, apabila X1 = X2 = X3 =X4 =0
b1 = besarnya kenaikkan / penurunan Y dalam satuan, jika X1 naik / turun
satu satuan dan X2, X3 dan X4 konstan
ŷ = b0 + b1x1 + b2x2 + b3x3 + … + bnxn
33
b2 = besarnya kenaikkan / penurunan Y dalam satuan, jika X1 naik / turun
satu satuan dan X2, X3 dan X4 konstan
b3 = besarnya kenaikkan / penurunan Y dalam satuan, jika X1 naik / turun
satu satuan dan X2, X3 dan X4 konstan
b4 = besarnya kenaikkan / penurunan Y dalam satuan, jika X1 naik / turun
satu satuan dan X2, X3 dan X4 konstan
+ atau - = tanda yang menunjukkan arah hubungan antara Y dan X1 dan X2
Analisis Chi Square
Chi square merupakan salah satu analisis statistic yang banyak digunakan dalam
pengujian hipotesis. Chi square terutama digunakan untuk uji homogenitas, uji indepedensi,
dan uji keselarasan (goodness of fit).
Menurut J. Supranto dalam bukunya yang berjudul “Statistik teori dan aplikasi” (2001,
p126) mengatakan bahwa untuk menguji hipotesis, kita harus menentukan =α kesalahan
jenis I yang sering juga disebut tingkat nyata (significant level). Kebiasaan dalam dunia
kedokteran, ekonomi/ bisnis dan pertanian, nilai α masing-masing adalah sebesar 1%, 5%,
dan 10%. Besarnya nilai α ini sebenarnya tergantung pada keberanian pembuat keputusan
(decision maker), berapa kesalahan (yang menyebabkan resiko) yang akan ditolerir.
Dalam menghitung koefisien kolerasi, regresi dan Chi Square dapat juga dilakukan
dengan menggunakan SPSS 12 yang dimana cara penggunaannya dipandu dengan buku
karangan Arif Pratisto yang berjudul “Cara mudah mengatasi masalah Statistik dan
rancangan percobaan dengan SPSS 12” (2004), untuk mengetahui kuatnya hubungan dan
besarnya pengaruh antar dua variabel, serta uji interdepedensi (hubungan).