Upload
ngoque
View
231
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian CSR
Sebagaimana diketahui, kode etik bisnis mewajibkan seluruh
perusahaan untuk memperhatikan lingkungan. Dalam arti memberi bantuan
bahkan memiliki tanggung jawab sosial dan bantuan lingkungan. Artinya, ini
menjadi wajib karena terkait dengan kewajiban perusahaan untuk menjamin
kelangsungan usahanya di lokasi di mana perusahaan tersebut berada. Untuk
kelancaran kode etik bisnis ini maka pemerintahan telah menetapkan program
CSR.
Tabel 2.1 CSR Berdasarkan Jumlah Kegiatan & Dana Seluruh Indonesia
No Model Jumlah Kegiatan Jumlah Dana (RP)
1
2
3
4
Langsung
Yayasan Perusahaan
Bermitra dengan
Lembaga Sosial
Konsorsium
113 (40,5%)
20 (7,2%)
144 (51,6%)
2 (0,7%)
14,2 miliar (12,2%)
20,7 miliar (18%)
79,0 miliar (68,5%)
1,5 miliar (1,3%)
Jumlah 279 kegiatan 115,3 miliar
Sumber: Saidi dan Abidin (2004) dalam Edi Suharto PhD. Pekerjaan Sosial, CSR
dan ComDev
11
CSR di Indonesia datang di akhir dekade 1990-an. Kondisi penting
yang melahirkan CSR di Indonesia karena gerakan sosial berupa tekanan dari
LSM Lingkungan, LSM Buruh, serta LSM Perempuan. Selain itu adanya
kesadaran untuk menjalankan peraktik CSR dari perusahaan, terutama
perusahan asing yang memandang bahwa pendekatan keamanan tidak bisa
lagi dipergunakan. Kemudian timbulah community development di
Indonesia.
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah tanggung jawab moral
suatu organisasi bisnis terhadap kelompok yang menjadi stakeholder-nya
yang terkena pengaruh baik langsung maupun tidak langsung dari operasi
perusahaan (Nursahid, 2006). Menurut The World Business Council for
Sustainable Development (WBCSD) in fox, et. al, 2002 dalam Nursahid,
2006, CSR adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan
ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga
karyawan, dan masyarakat setempat (lokal) dalam rangka meningkatkan
kualitas kehidupan. Sedangkan menurut Robbins dan Coulter (2004)
tanggung jawab sosial perusahaan adalah kewajiban perusahaan bisnis yang
dituntut oleh hukum dan pertimbangan ekonomi, untuk mengejar berbagai
sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat.
World Business Council for Sustainable Development mendefiniskan
Corporate Social Responsibility sebagai komitmen berkelanjutan kalangan
bisnis untuk berperilaku etis dan memberikan sumbangan pada pembangunan
ekonomi sekaligus memperbaiki mutu hidup angkatan kerja dan keluarganya
serta komunitas lokal dan masyarakat secara keseluruhan (Iriantara, 2004,
p.49). “Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan untuk
12
meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan
mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan” (Kotler & Nancy,
2005,p.4)
Berdasar pada Trinidad and Tobaco Bureau of Standards (TTBS),
Corporate Social Responsibility diartikan sebagai komitmen usaha untuk
bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan
ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan
keluarganya, komuniti lokal dan masyarakat secara lebih luas
(Budimanta,Prasetijo & Rudito, 2004, p.72).
Selain itu, ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility
juga memberikan definisi CSR. Meskipun pedoman CSR standard
internasional ini baru akan ditetapkan tahun 2010, draft pedoman ini bisa
dijadikan rujukan. Menurut ISO 26000, CSR adalah:
“Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari
keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan
lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan
etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan
kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku
kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-
norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi
secara menyeluruh (draft 3, 2007).”
CSR Forum mendefinikan Corporate Social Responsibility sebagai
bisnis yang dilakukan secara transparan dan terbuka serta berdasarkan pada
nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi rasa hormat kepada karyawan,
komunitas dan lingkungan (Wibisono, 2007, p.8).
13
Philip Kotler dan Nancy Lee juga mengatakan bahwa Corporate
Social Responsibility memiliki kemampuan untuk meningkatkan citra
perusahaan karena jika perusahaan menjalankan tata kelola bisnisnya dengan
baik dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah maka
pemerintah dan masyarakat akan memberikan keleluasaan bagi perusahaan
tersebut untuk beroperasi di wilayah mereka.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa Corporate Social Responsibility
adalah komitmen perusahaan untuk memberikan kontribusi jangka panjang
terhadap satu issue tertentu di masyarakat atau lingkungan untuk dapat
menciptakan lingkungan yang lebih baik.
2.2 Pengertian UMKM
Menurut Rudjito (2003) Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di
Indonesia yang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian
Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha maupun dari segi penciptaan
lapangan kerja. Definisi UMKM yang diberikan oleh beberapa lembaga,
yaitu:
Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah bahwa yang dimaksud Usaha Mikro
adalah :
“Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi Usaha Mikro,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”
14
Dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah bahwa yang dimaksud Usaha Kecil
adalah:
“Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi
kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
ini.”
Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah bahwa yang dimaksud adalah :
1. Usaha Mikro
Kriteria kelompok Usaha Mikro adalah usaha produktif
milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang
memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
2. Usaha Kecil
Kriteria Usaha Kecil Adalah usaha ekonomi produktif
yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha
15
menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha
Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
3. Usaha Menengah
“Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang
berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau besar
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.”
2.2.1 Asas dan Tujuan UMKM
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah berasaskan:
a. kekeluargaan;
b. demokrasi ekonomi;
c. kebersamaan;
d. efisiensi berkeadilan;
e. berkelanjutan;
f. berwawasan lingkungan;
g. kemandirian;
h. keseimbangan kemajuan; dan
i. kesatuan ekonomi nasional.
16
Penjelasan dari pasal tersebut :
1 Pengertian dari kekeluargaan adalah asas yang melandasi
upaya pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
sebagai bagian dari perekonomian nasional yang
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan
prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan
kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional untuk
kesejahterahan seluruh rakyat Indonesia.
2 Pengertian dari asas demokrasi ekonomi adalah
pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
diselenggarakan sebagai kesatuan dari pembangunan
perekonomian nasional untuk mewujudkan kemakmuran
rakyat.
3 Pengertian dari asas kebersamaan adalah asas yang
mendorong peran seluruh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
dan Dunia Usaha secara bersama-sama dalam kegiataannya
untuk mewujudkan kesejahterahan rakyat.
4 Pengertian dari asas efisiensi berkeadilan adalah asas yang
mendasari pelaksanaan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan
dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha untuk
mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif dan berdaya
saing.
17
5 Pengertian dari asas berkelanjutan adalah asas yang secara
terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan
melalui pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga terbentuk
perekonomian yang tangguh dan mandiri.
6 Pengertian dari asas berwawasan lingkungan adalah asas
pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang
dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan
perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
7 Pengertian dari asas kemandirian adalah asas pemberdayaan
Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang dilakukan dengan
tetap menjaga dan mengedepankan potensi, kemampuan dan
kemandirian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
8 Pengertian dari asas keseimbangan kemajuan adalah asas
pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang
berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah
dalam kesatuan ekonomi nasional.
9 Pengertian dari asas kesatuan ekonomi nasional adalah asas
pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang
merupakan bagian dari pembangunan kesatuan ekonomi
nasional.
18
2.2.2 Prinsip dan Tujuan Pemberdayaan UMKM
Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
yang telah tertuang pada pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 tahun
2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah yaitu :
1. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan
kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk
berkarya dengan prakarsa sendiri;
2. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel,
dan berkeadilan;
3. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan
berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah;
4. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah; dan
5. Penyelenggaran perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian secara terpadu.
Sedangkan pemberdayaan tujuan pemberdayaan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah yang telah tertuang pada pasal 5 Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan
Menengah yaitu :
1. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang,
berkembang, dan berkeadilan;
2. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan
mandiri; dan;
19
3. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil dan menengah dalam
pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan
pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat
dari kemiskinan.
2.2.3 Peranan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, UMKM selalu
digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan yang penting,
karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan
hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor tradisional maupun
modern. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang
diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan
perekonomian Indonesia.
Peranan UMKM dalam Perekonomian nasional diakui sangat
besar. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi UMKM terhadap lapangan
kerja, pemerataan pendapatan, pembangunan ekonomi pedesaan dan
sebagai penggerak peningkatan ekspor manufaktur/nonmigas. Di sisi
lain, krisis ekonomi yang diawali dengan krisis moneter yang terjadi
di Indonesia menunjukan bahwa UMKM relatif lebih bertahan dari
pada usaha skala besar, yang banyak mengalami kebangkrutan. Hal di
atas berimplikasi pada pentingnya mengembangkan UMKM.
Beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya pengembangan
UMKM adalah:
20
Fleksibilitas dan adaptabilitas UMKM dalam memperoleh
bahan mentah dan peralatan. Relevansi UMKM dalam memperoleh
bahan metah dan peralatan. Revelensi UMKM dengan proses-proses
desentralisasi kegiatan ekonomi guna menunjang terciptannya
integritas kegiatan pada sektor ekonomi yang lain. Potensi UMKM
dalam menciptakan dan memperluas lapangan kerja.
Menurut Eugene dan Morce (1965), tipe kebijakan pemerintahan
sangat menetukan pertumbuhan UMKM. Ada empat pilihan:
• Kebijakan do nothing policy: pemerintahan apapun alasannya sadar
tidak perlu berbuat apa-apa dan membiarkan UMKM begitu saja.
• Kebijakan memberi perlindungan (protection policy) terhadap
UMKM: kebijakan ini bersifat melindungi UMKM dalam kompetisi
dan bahkan memberi subsidi.
• Kebijakan berdasarkan ideology pembangunan (developmentalist):
kebijakan ini memilih industri yang pontesial, (picking the winner)
namun tidak diberi subsidi.
• Kebijakan yang semakin popular adalah apa yang disebut market
friendly policy dengan penekanan pada pilihan brood based, tanpa
subsidi dan kompetisi.
Pada masa lalu, pemerintahan memilih kebijakan tipe kedua
(protection) akan tetapi kerangka tujuan jatuh pada pilihan ketiga, yakni
developmentalist. Hasilnya baik indutri besar dan kecil menengah tidak
berhasil. Ketidak berhasilan ini disebabkan oleh lingkungan yang diciptakan
oleh kebijakan tersebut pada dasarnya membuat UMKM masuk usaha yang
21
tumbuh secara distorsif. Oleh karena itu saya melihat bahwa pilihan
kebijakan tipe ketiga dikombinasi dengan tipe keempat dalam rangka dasar
kebijakan pemerintahan.
Dalam hubungan dewasa ini, semakin jelas bahwa UKM secara
dikotomis dibagi ke dalam dua jenis definisi. UKM dengan definisi usaha
mikro dibedakan dengan usaha kecil dan menengah yang dianggap potensial
dapat dikembangkan. Akan tetapi sesungguhnya distribusi UKM sungguh
pincang, dimana usaha mikro dalam jumlah yang sangat besar melebihi 2,5
juta unit sedangkan usaha kecil potensial mungkin tidak lebih dari 300 ribu
unit dan jumlah usah menengah di Indonesia sama sekali belum jelas,
kaitannya dengan kebijakan yang terhubung dalam persepsi yang popular
adalah usaha kecil mikro lebih cocok untuk welfare policy, sedangkan untuk
UKM adalah competitive business policy. Disini terlihat UU No.9. 1995
maupun PP No. 10 tahun 2001, tentang UKM yang tidak dapat memberi jalan
keluar kecuali hanya mampu mengakomodasi semua pendapat.
2.2.4 Kriteria UMKM
Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang telah
tertuang pada pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah yaitu :
Kriteria Usaha Mikro adalah :
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 (lima
puluh juta rupiah) termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau;
22
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp
300,000.000 (tiga ratus juta rupiah).
Kriteria Usaha Kecil adalah :
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000
(lima puluh juta rupiah sampai dengan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta
rupiah).
Kriteria Usaha Menengah adalah :
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
2.2.5 Upaya Pengembangan UMKM
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
pada hakekatnya merupakan tanggungjawab bersama antar
pemerintahan dan masyarakat. Dengan mencermati permasalah yang
23
dihadapi oleh UMKM, maka kedepan perlu diupaya hal-hal sebagi
berikut:
1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondisif
Pemerintahan perlu mengupayakan terciptanya iklim yang
kondusif antar lain dengan mengusahakan ketentraman dan
keamanan berusha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha,
keringanan pajak dan sebagainya.
2. Bantu Permodalan Pemerintahan
Pemerintahan perlu memperluas bantuan permodalan dengan
sistim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan
bagi UMKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik
itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial
informal, skema pinjaman, leasing dan dana modal ventura.
3. Perlindungan Usaha
Adanya perlindungan jenis usaha tertentu, terutama jenis
usaha tradisional yang merupakan usah golongan ekonomi lemah,
harus mendapatkan perlindungan dari pemerintahan, baik itu
melalui undangan-undangan maupun peraturan pemerintahan yang
bermuara kepada saling mengutungkan.
4. Pengembangan Kemitraan
Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu
antara UMKM, atau antara UMKM dengan pengusaha besar di
dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan
terjadinya monopoli dalam usaha.
5.Pelatihan Pemerintah
24
Perlu meningkatkan pelatihan bagi UMKM baik dalam
aspek kewiraswastaan, manajement, administrasi dan pengetahuan
serta keterampilannya teori melalui pengembangan kemitraan
rintisan.
6. Membentuk lembaga khusus
Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung
jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan
dengan upaya penumbuh kembangkan UMKM den juga berfungsi
untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik
internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UMKM.
7. Memantapkan Asosiasi
Asosiasi yang ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan
perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi
usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi
anggotanya.
8. Mengembangkan Promosi
Hal ini di lakukan guna lebih mempercepat proses
kemitraan antara UMKM dengan usaha besar diperlukan media
khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang
dihasilkan.
25
2.3 Kemitraan
2.3.1 Pengertian Kemitraan
Kemitraan jauh dari suatu pemikiran belas kasihan, tetapi
sebagai suatu upaya menuju kearah kemandiriandan pembaerdayaan.
Proses persaingan menjadikan sektor usaha kecil tidak berdaya, dan
sebagai konsekuensi berikutnya adalah terjadi kesenjangan di bidang
ekonomi.
Program kemitraan harus dilandasi adanya suatu rasa tanggung
jawab, khususnya di kalangan usaha menengah dan besar dalam rangka
untuk mewujudkan tercapainya cita-cita bangsa, yaitu masyarakat yang
adil dan makmur berdasarka Pancasila dan UUD 1945. Dan hakekat
pembangunan yang selama ini dilaksanakan adalah untuk kepentingan
seluruh masyarakat Indonesia, tanpa kecuali.
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, maka dalam
kaitannya dengan pengertian kemitraan terhadap tiga unsur utama,
yaitu: pertema, unsur kerjasama antar usaha kecil dengan usaha
menengah dan besar. Kedua, unsur kewajiban pembinaan dan
pengembangan oleh pihak usaha menengah dan besar. Kewajiban ini
harus jelas, sehingga arah pembinaan akan lebih transparan dan
terbuka. Ketiga, unsur saling memerlukan, saling memperkuat dan
saling menguntungkan.
Ada beberapa pertimbangan yang harus di tempuh pihak
perusahaan untuk mengembangkan bisnis, termaksuk menjalin
kemitraan. Pertimbangannya adalah apakah tetap pada core business-
26
nya atau melakukan deversifikasi, yang semuannya tergantung pada
kebijaksanaan perusahaan tersebut. Jika pasar yang dihadapi kuat,
sementara itu kemampuan sumberdaya perusahaan kuat maka yang
dilakukan tentunya bagaimana mengatasinya/menghadapi pesaing.
Apabila pasar kuat, sementara sumberdaya lemah, maka yang perlu
dilakukan adalah konsolidasi guna mengoptimalkan segala potensi
yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan. Tetapi kalau
sumberdaya kuat, pasar lemah maka langkah yang perlu dilakukan
adalah mencari pasar yang baru atau deversifikasi. Pola Kemitraan
adalah alternatif yang mungkin bisa dilakukan guna meningkatkan
kinerja perusahaan.
2.3.2 Pola Pelaksanaan Kemitraan
Kemitraan saat ini telah menjadi suatu komitmen nasional.
Karena itu semua pihak yang terkait dengan program ini harus merasa
terpanggil untuk berperanserta di dalam pelaksanaanya. Pemerintahan
dan dunia usaha mau tidak mau mempunyai kewajiban moral untuk
melaksanakan program kemitraan. Pemerintahan sesuai dengan fungsi
dan tugasnya yaitu mendorong terciptanya sesuatu kemitraan
nasional. Sedangkan dunia dituntut untuk melaksanakan kemitraan itu
sesuai dengan yang dikehendakin oleh Undang-Undang.
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang terdapat enam
kemungkinan pola kemitraan yang mungkin dilaksanakan (Salim,
1996)
27
a. Pola Inti Plasma
Dalam pola ini usaha bertindak sebagi inti. Sebagai perusahaan
inti maka perusahaan menengah atau besar harus melaksanakan
pembinaanbproduksi, bimbingan teknis sampai denan pemasaran
haril produksi. Sedangkan perusahaan kecil bertugas untuk
meningkatkan produksi, baik mutu maupun jumlah.
b. Pola Subkontrak
Suatu unit produk yang diproduksi oleh usaha menengah atau
besar sebagai suatu barang jadi akan terdiri dari komponen-
komponen tertentu. Satu atau lebih komponen akan diproduksi
oleh usaha kecil secara spesifik teknis dan standar mutu yang
ditentukan oleh usaha menengah atau besar. Harga dari komponen
itu biasanya ditentukan oleh yang memberikan pekerjaan.
c. Pola Dagang Umum
Susuai dengan pola ini terdapat dua kemungkinan, yaitu yang
pertama usaha menengah dan usaha besar memasarkan barang
yang dihasilkan oleh usaha kecil. Untuk lebih mengefektifkan pola
ini maka perlu dipikirkan suatu bentuk dagang umum dimana hasil
produksi usaha kecil diberi merk dari usaha menengah atau usaha
besar agar konsumen mendapat jaminan bahwa barang yang dibeli
ini akan memuaskan kebutuhan mereka.
Kedua usaha kecil memasok kebutuhan usaha menenga atau besar.
Aplikasinya dapat berbentuk bahwa usah kecil dapat memasok
hasil usahanya atau produk dari perusahaan lain.
28
d. Pola Waralaba
Usaha kecil diberi hak oleh usaha menengah atau besar untuk
menggunakan lisensi, merk dagang dan saluran distribusi
perusahaannya kepada usaha kecil dengan disertai bantuan
manajemen.
e. Pola Keagenan
Usaha kecil diberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan
jasa usaha menengah atau usaha besar mitranya. Hal ini bisa
dijelaskan bahwa usaha menengah dan usaha besar meletakan
usaha kecil dalam tingkat distribusi dari pemasaran barang dan
jasa yang dihasilkan oleh usaha menengah atau usaha besar.
f. Pola Bentuk-Bentuk Lain
Pola yang keenam ini pada perinsipnya Undang-Undang membari
kebebasan bagi usahawan untuk mengadakan hubungan kemitraan
di luar pola-pola sebagaimana diaturkan di atas.
2.4 Pengertian Kredit
Pengertian kredit itu sendiri mempunyai dimensi yang beraneka
ragam, dimulai dari arti kata “kredit” yang bersasal dari kata Yunani
“Creditum” yang berati “kepercayaan akan kebenaran”. Dalam pratek sehari-
hari pengertian ini selanjutnya berkembang lebih luas lagi antara lain sebagai
berikut Standar Akuntansi Keuangan (2007: 31.4) tentang pengertian kredit:
29
” Kredit adalah peminjaman uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan peminjam-
meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan hal
yang termasuk dalam pengertian kredit yang deberikan adalah kredit
dalam rangka pembiayaan bersama, kredit dalam restrukturisasi, dan
pembelian surat berharga nasabah yang dilengkapi dengan Note
Purchase Agreement (NPA).
Pengertian kredit Menurut Teguh Pudjo Muljono (2007:9) adalah sebagai
berikut:
a. Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu
pembelian atau mengandalkan suatu pinjaman dengan suatu
janji pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada suatu
jangka waktu yang disepakati.
b. Sedangkan pengertian yang lebih mapan untuk kegiatan
perbankan di Indonesia, pengertian itu telah dirumuskan dalam
Bab 1, pasal 1 ayat 12 Undang-Undang No.7 tahun 1992
tentang perbankan yang merumuskan sebagai berikut:
“ Kredit adalah penyedian uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara
bank dengan pihak yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
30
dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan”
Definisi kredit menurut Undang – Undang no 14 tahun 1967 tentang
pokok – pokok perbankan yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan – tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal mana
pihak peminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan.
Sedangkan menurut Raymond P. Kent dalam bukunya Money and
Banking menyatakan bahwa kredit adalah hak untuk menerima pembayaran
atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang diminta, atau
pada waktu yang akan datang, karena penyerahan barang – barang sekarang..
Veitzhal (2006) kredit adalah penyerahan barang, jasa, atau dari satu pihak
atas dasar kepercayaan kepada pihak lain dengan janji membayar dari
penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati
kedua belah pihak.
Menurut saya Dari uraian pengertian di atas maka, dapat ditarik
kesimpulan yang dapat diterik mengenail Kredit, yaitu:
“ Terjadinya suatu proses pinjam-meminjam yang dimana peminjam
menyerahkan uang dengan harapan diberi pinjaman oleh bank atau
lembaga peminjaman bukan bank yang dimana bank memperoleh
suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman tersebut yang berupa bunga
sebagai pendapatannya. Dan dalam pemeberian pinjaman kredit ini
31
didasari perjanjian atau kesepakatan dalam kewajiban dan hak
masing-masing serta pelunasan tagihan beserta bunganya akan di
selesaikan dalam jangka waktu yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak. “
2.4.1 Fungsi dan Tujuan Pengkreditan
Fungsi kredit pada dasarnya adalah pemenuhan jasa untuk
melayani kebutuhan masyarakat (to serve the society) dalam rangka
mendorong dan melancarkan perdagangan, mendorong dan
melancarkan produksi, jasa-jasa dan konsumsi yang pada akhirnya
semuannya ditujukan menaikan taraf taraf hidup orang banyak.
Menurut Kasmir fungsi-fungsi kredit sebagai berikut:
Untuk meningkatkan daya guna uang
a. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
b. Untuk meningkatkan daya guna barang
c. Sebagai alat stabilitas ekonomi
d. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha
e. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan
f. Untuk meningkatkan hubungan internasional
Ada pun Tujuan dari Kredit menurut Melayu Hasibuan (2004:
48) adalah sebagai berikut:
a. Memperoleh pendapatan bank dari bunga kredit
b. Mamanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang
ada
32
c. Melaksanakan oprasional bank
d. Memenuhi permintaan permintaan kredit dari
masyarakat
e. Mempelancar lalu lintas pembayaran
f. Menambah modal kerja perusahaan
Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
2.4.2 Manfaat Kredit Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM)
Modal merupakan masalah utama yang dihadapi oleh
pengusaha kecil dalam mengembangkan usahanya. Dalam pengertian
ekonomi, modal adalah barang atau uang serta produksi lain yang
menghasilkan barang dan jasa. Modal bisa berasal dari sumber sendiri
dan sumber luar. Modal yang berasal dari sumber luar, biasa disebut
kredit yang bisa berupa uang dan bahan baku maupun input produksi.
Kredit tidak sama dengan modal, melainkan alat untuk menciptakan
modal (Soehoed, 1987).
Kuntjoro (1983), kredit mempunyai peranan yang sangat
penting dalam memacu perkembangan usaha terutama dalam
pembentukan modal (capital formation). Kredit juga sangat penting
untuk meningkatkan likuiditas usaha walaupun dapat menimbulkan
resiko apabila usaha tersebut gagal memberikan penerimaan yang
lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan.
33
Kredit berasal dari bahasa latin “Credere” yang berarti
kepercayaan. Oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan.
Dengan demikian seorang yang memperoleh kredit pada dasarnya
adalah memperoleh kepercayaan atau dengan kata lain orang yang
mendapat bantuan kredit adalah mereka yang telah mendapat
kepercayaan untuk membayar lunas pinjamannya dalam jangka waktu
tertentu (Suyatno, et al 1999). Dalam transaksi kredit terdapat unsur-
unsur kredit yaitu:
1. Kepercayaan, suatu keyakinan dari pemberi kredit baik berupa
uang, barang atau jasa yang diberikan dan akan benar-benar
diterima kecuali di masa yang akan datang.
2. Waktu, yaitu masa yang membatasi antara saat pemberian kredit
prestasi dan pengembaliannya akan diterima pada waktu
tertentu.
3. Prestasi atau objek kredit tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi
juga dalam bentuk barang dan jasa.
4. Tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya
jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi
dengan kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari.
Semakin lama kredit diberikan akan semakin besar resikonya
karena adanya ketidak pastian di masa yang akan datang.
2.4.3 Prinsip-Prinsip Pengkreditan
Dalam proses pengembelaian kredit banyak kemungkinan
yang akan terjadi dengan status pengembalian kredit baik itu lancar
34
maupun tidak lancar. Untuk mencapai harapan pengembalian kredit
secara lancar maka disini ada beberapa prisip Pengkreditan dalam
rangka mencegah terjadinya kredit macet melalui analisis kepada
calon kredititur. Analisis ini di lakukan dengan menggunakan
kerangka 5C, 3R, 7P dan juga dengan studi kelayakan . Menurut M.
Faisal Abdullah (2005: 94) terdapat prinsip 7P dalam Pengkreditan,
yaitu:
a. Personality
Bank mencari data tentang kepribadian calon dibitur
seperti riwayat hidupnya (kelahiran, pengalaman,
usaha/pekerjaan, dan sebagainya), hobi, keadaan keluarga
(istri, anak), social standing (pergaulan dalam masyarakat serta
bagaimana pendapat masyarakat tentang diri sih peminjam),
serta hal-hal lain yang erat hubungannya dengan kepribadian
sih peminjaman.
b. Purpose
Mencari data tentang tujuan atau keperluan
penggunaan kredit. Apakah digunakannya untuk perdagangan,
berproduksi atau untuk membeli rumah selain itu, apakah
tujuan penggunaannya kredit disesuaikan dengan line of
bussines kredit yang bersangkutan. Misalnya keperluan atau
tujuan kredit untuk perlengkapan sedangkan line of bussines
kredit yang bersangkutan.
c. Prospect
35
Yang dimaksud dengan proepect adalah harapan masa
depan dari bidang usaha atau kegiatan usaha si peminjaman.
Ini dapat diketahui deri perkembangan usaha si peminjam
selama beberapa bulan atau tahun, perkembangaan keadaan
ekonomi perdagangaan, keadaan ekonomi atau dari earning
power (kekuatan pendapatan atau keuntungan) masa lalu dan
perkiraan masa mendatang.
d. Payment
Mengetahui bagaimana perkiraan pembayaran kembali
peminjaman yang akan diberikan. Hal ini dapat diperoleh dari
perhitungan prospect, kelancaran penjualan dan pendapatan
sehingga dapat diperkirakan kemampuan pengembalian
pinjaman ditinjau dari waktu serta jumlah pengembaliannya.
e. Party
Party yaitu dalam menyalurkan kredit bank memilah
milah menjadi beberapa golongan . Hal itu dilakukan agar
bank lebih fokus untuk menangani kredit.
f. Profitability
Probability yaitu kredit yang dibiayai oleh bank akan
memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak baik bagi
bank maupun bagi nasabah. Keuntungan bagi bank tentunya
adalah balas jasa yang diberikan dalam bentuk bunga atau bagi
hasil. Keuntungan yang dinikmati nasabah adalah
36
berkembangnya usaha yang dibiayai yang pada akhirnya
memberikan keuntungan dan adanya tambahan modal.
g. Protection
Protection artinya perlindungan tidak sebatas jaminan
fisik yang diberikan tetapi lebih dari itu yaitu jaminan asuransi.
Sedangkan menurut Racmat Firdaus (2004: 83) terdapat 5C
dalam perinsip perkreditan, yaitu:
a. Character (Watak/Kepribdaian)
Character atau watak dari para calon peminjam
merupakan salah satu pertimbangan yang terpenting dalam
memutuskan pemberian kredit. Bank sebagai pemberi kredit
harus yakin bahwa calon peminjam termaksuk orang
bertingkah laku baik, dalam arti selalu memanggang teguh
janjinya, selalu berusaha dan bersedia melunasi utang-
utangnya pada waktu yang telah ditetapkan. Calon peminjam
tidak boleh berpredikat penjudi, pencuru, pemabuk, pemakai
narkoba atau penipu. Pendek kata calon peminjam haruslah
mempunyai reputasi yang baik.
b. Capacity (Kemampuan)
Yang dimaksud dengan capacity disini adalah suatu
penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan
melunasi kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usah yang
dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan dilakukannya
yang dibiayai dengan kredit dari bank. Kemampuan ini sangat
37
penting artinya mengingat bahwa kemampuan inilah yang
menentukan besar kecilnya pendapatan suatu perusahaan
dimasa yang akan datang.
c. Capital (Modal)
Capital adalah jumlah dana atau modal sendiri yang
akan dimiliki oleh calon debitur. Jumlah capital yang dimiliki
ini penting untuk diketahui oleh bank untuk menilai tingkat
dept to equity ratio yang selanjutnya berkaitan dengan tingkat
rentabilitas oleh solvabilitas serta jangka waktu pembayaran
kembali kredit yang akan diterima.
d. Condition of Economic (Kondisi Ekonomi)
Azas kondisi dan situasi ekonomi perlu pula
diperhatikan dalam pertimbangan pemberian kredit terutama
dalam hubungannya dengan sektor usaha calon peminjam.
Bank harus mengetahui keadaan ekonomi pada saat tersebut
yang berpengaruh dan berkaitan langsung dengan usaha calon
debitur dan bagaimana prospeknya dimasa mendatang.
e. Collateral (Jaminan atau Agunan)
Yang dimaksud dengan collateral ialah jaminan atau
agunan yaitu berupa harta benda milik debitur atau pihak ke 3
yang diikat sebagai agunan andai kata terjadi ketidak
mampuan debitur untuk menyelesaikan utangnya sesuai
dengan perjanjian kredit. Dalam hal ini jaminan tersebut
memiliki dua fungsi, yaitu pertama untuk pembayaran untang
38
seandainya debitur tidak mampu membayar dengan jalan
menguangjan/menjual jaminan tersebut. Sedangkan fungsi
kedua, sebagai akibat dari fungsi pertama adalah merupakan
salah satu faktor penentu jumlah kredit yang deberikan.
3R adalah sebagai berikut:
f. Returns
Pihak bank harus dapat memperkirakan bahwa kredit
yang diberikan kepada nasabah dapat menghasilkan return
(pendapatan) yang memadai
g. Repayment Capacity
Pihak bank dapat memastikan bahwa nasabah mampu
untuk melunasi pinjaman dan bunganya pada saat pembayaran
jatuh tempo.
h. Risk bearing ability
Pihak bank perlu mempertimbangkan jaminan yang
dimiliki oleh nasabah. Jaminan tersebut dapat dipergunakan
apabila nasabah menghadapi resiko kegagalan atau ketidak
pastian yang berkaitan dengan penggunaan kredit yang
diberikan.
Berdasarkan prinsip-prinsip kredit yang dikemukakan di atas
dapat saya simpulakan bahwa prinsip-prinsip kredit adalah sebagai
berikut : “Terdapat penilaian karakter, kemampuan, tujuan dan
prospek usaha dari calon debitur atau peminjam serta adanya jaminan
39
atau agunan yang dapat menjadi jaminan untuk kredit yang akan
diterima oleh Bank.”
2.4.4 Analisi Kredit
Analisis kredit adalah kajian yang dilakukan untuk mengetahui
kelayakan dari suatu permasalahan kredit. Melalui hasil analisis
kreditnya, dapat diketahui apakah suatu nasabah layak (feasible) dan
hasil usahanya dipasarkan (marketable) dan menguntungkan
(profitable) serta dapat dilunasi pada waktu yang telah ditetapkan.
Analisis kredit dilakukan secara cermat dan teliti dengan senantiasa
memperhatikan atau berpedoman kepada ketentuan yang berlaku yang
mencakup analisis kuantitatif dan kualitatif.
Suyanto (1997) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
analisis kredit adalah pekerjaan yang meliputi persiapan pekerjaan –
pekerjaan penguraian dari segala aspek baik keuangan maupun non
keuangan, menyusun laporan analisis yang diperlukan yang berisi
penguraian dan kesimpulan serta penyajian alternative – alternative
sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan pimpinan
dari pemohonan kredit nasabah
Basu (1994) menyatakan analisis kredit mempunyai dua tujuan
utama yaitu :
1. Membantu para banker memutuskan pemberian kredit
secara benar.
2. Membantu para banker untuk tidak berbuat salah
dalam memutuskan kredit dalam arti tidak
40
menciptakan kredit yang tidak sehat untuk sebuah
bank.
Bank tentu tidak menginginkan kredit yang diberikan kepada
debitur berujung kepada kemacetan. Kredit macet berarti bencana
bagi bank. Selain mengalami kerugian secara financial, bank juga
akan menghabiskan waktu, tenaga, pikiran dan biaya yang tidak
sedikit dalam menyelesaikan kredit macet.
2.4.5 Penyebab Terjadinya Kredit Macet
1. Error Omission
Timbulnya kredit macet dikarenakan adanya unsur
kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang
telah ditetapkan
2. Error Commusion
Timbulnya kredit macet karena memanfaatkan lemahnya
peraturan atau ketentuan yaitu memang belum ada atau sudah
ada tapi tidak jelas.
Menurut Cuistion (1988) penyebab kredit macet yaitu
permasalahan manajemen (management oriented problem), debitur
meninggal dunia atau sakit (death or illness of principals),perubahan
situasi pasar (change in the marketplace).
Kredit – kredit yang disalurkan oleh bank jika banyak yang
macet akan menimbulkan kerugian yang besar dan akan menghambat
operasional perusahaan. Supaya kegiatan perbankan tidak terganggu
41
maka pemerintah harus memberi injeksi modal artinya rakyat juga
yang harus menanggung beban yang ditimbulkan oleh kredit macet
tersebut. Berkaitan dengan kredit macet menimbulkan persepsi yang
cenderung menjadi suatu mitos antara lain :
1. Bahwa bank tidak mengalami kerugian akibat resiko
kredit padahal resiko kredit jelas merupakan resiko yang
selalu ada dan tidak bisa dihindari.
2. Dalam suatu kredit macet selalu diartikan terjadinya
kolusi dan atau korupsi oleh pihak oknum bankir atau
oknum nasabah.
3. Dalam setiap penanganan kredit macet selalu
mengutamakan pendekatan “sapu jagad” dimana going
concern baik bank maupun perusahaan menjadi diabaikan.
4. Adanya kecenderungan kajian atas kredit macet
mengabaikan term of reference masa lalu. Dengan
pendekatan term of reference biasanya akan diketahui
apakah kredit macet itu akan error omissin atau error
commision. Jadi kesalahan nya bukan pada dasar
keputusannya tetapi karena masalah monitoring dan
pembinaan bank terhadap nasabahnya.
Faktor penyebab timbulnya kredit bermasalah atau macet
dikelompokkan atas 3 golongan yaitu :
a. Faktor intern bank
42
- Penyelenggaraan analisis kredit yang kurang
mampu atau karena pimpinan bank mendapat
tekanan dari pihak luar.
- Pimpinan bank terlalu agresif untuk menyalurkan
kredit.
- Campur tangan para pemegang saham yang
berlebihan dalam proses pengambilan
keputusan pemberian kredit.
b. Ketidaklayakan debitur.
- Debitur menderita sakit berat,kecelakaan atau
meninggal dunia.
- Penghasilan tetap terganggu.
c. Pengaruh faktor ekstern.
- Penurunan kondisi
ekonomi
- Bencana alam
- Peraturan
Pemerintaan
Hampir sama dengan teori yang dikemukakan sebelumnya,
Joyomarto (1994) mengatakan bahwa variabel yang mempengaruhi ketidakl
ancaran kredit adalah faktor intern dan faktor ekstern perbankan sebagai
berikut :
1. Faktor intern antara lain :
a. Kebijakan perkreditan yang ekspansif
43
b. Beberapa bank menempuh kebijakan perkreditan yang
ekspansif melebihi pertumbuhan kredit wajar / normal. Bank –
bank tersebut menetapkan pencapaian target kredit dalam
jumlah yang besar dalam waktu yang relatif singkat, karena
bank memiliki beban kelebihan dana / likuiditas.
c. Penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur perkreditan. Hal
yang sering terjadi antara lain feasibility study dan data calon
debitur tidak diwajibkan kepada calon debitur, penilaian kredit
kurang menitik beratkan pada kelayakan usaha.
d. Itikad kurang baik dari pemilik / pengurus / pegawai bank Hal
ini dilakukan dengan memberikan kredit kepada debitur
tertentu yang sejak awal sebenarnya sudah diketahui bahwa
permohonan kredit tersebut tidak bankable. Praktek yang
terjadi adalah pemberian kredit kepada pemilik / pengurus atau
kepada perusahaannya untuk suatu kegiatan yang kurang jelas.
2. Faktor ekstern
a. Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga
kredit. Kegiatan penyejukan ekonomi telah menyebabkan
menurunnya kegiatan ekonomi serta mengakibatkan tingginya
suku bunga.
b. Iklim persaingan yang tidak sehat yang dihadapi bank. Adanya
persaingan antar bank yang sangat ketat dalam menyalurkan
dana telah dimanfaatkan oleh debitur yang mempunyai itikad
kurang baik yaitu dengan memperoleh kredit yang melebihi
jumlah yang diperlukan dan untuk usaha yang tidak jelas.
44
c. Kegagalan usaha debitur.
Kegagalan terjadi karena usaha debitur sensitif pada faktor
lingkungan yang mempengaruhinya. Faktor – faktor tersebut
dapat berupa kegagalan dalam produksi atau pemasaran
barang /. Jasa yang dihasilkan, perubahan harga di pasar,
perubahan pola konsumen.
d. Musibah yang terjadi pada debitur / kegiatan usahanya.
Ketidak lancaran pengembalian kredit khususnya pada
besarnya tunggakan menurut Basuki (1999) dipengaruhi oleh
likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas serta tingkat suku bunga
kredit yang ditetapkan. Likuiditas adalah nafas kehidupan bagi
setiap bank. Likuiditas dapat dilihat dan dibaca dari posisi
neraca. Solvabilitas adalah kemampuan bank untuk memenuhi
kewajiban jangka panjangnya. Kemampuan ini di hitung
dengan membagi seluruh aktiva dengan seluruh passiva dalam
neracanya. Adanya kredit bermasalah dapat menimbulkan
kerugian bagi bank. Kerugian dapat mengganggu nerca bank
sehingga mengurangi aktivitasnya. Rentabilitas adalah
kemampuan bank untuk memperoleh penghasilan berupa
bunga kredit.
2.4.6 Strategi Mengatasi Kredit Bermasalah
Menurut Muhammad. 2000, Strategi pemulihan
Dalam usaha mengatasi timbulnya kredit bermasalah pihak
lembaga keuangan mikro syariah dapat melakukan beberapa
45
tindakan penyelamatan sebagai berikut: Rescheduling ,
Reconditioning , Restructuring , Kombinasi 3-R dan Eksekusi
1. Rescheduling
Rescheduling (penjadwalan kembali) merupakan upaya
pertama dari pihak lembaga keuangan mikro untuk
menyelamatkan kredit yang diberikannya kepada sebitur. Cara
ini dilakukan jika ternyata pihak debitur (berdasarkan
penelitian dan perhitungan yang dilakukan account officer)
tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya dalam hal
pembayaran kembali angsuran pokok maupun kewajiban
lainnya.
sebagian atau seluruh kewajiban debitur. Misalnya,
angsuran pokok pinjaman (pokok 9 kredit) yang semula
dijadwalkan akan selesai dalam jangka waktu 4 tahun diubah
jadwalnya sedemikian rupa sehingga pelunasan kredit akan
memakan waktu 5 tahun. Hal tersebut disesuaikan dengan
proyeksi arus kas (projected cash flow) yang bersumber dari
kemampuan usaha debitur yang sedang mengalami kesulitan.
a. Jadwal angsuran per triwulan diubah menjadi per
semester atau jadwal angsuran bulanan diubah menjadi
angsuran triwulanan sehingga seluruh pelunasan pokok
pinjaman menjadi lebih panjang waktunya.
b. Besarnya angsuran pokok pinjaman diperkecil dengan
jangka waktu angsuran yang sama sehingga pelunasan
46
pokok pinjaman secara keseluruhan menjadi lebih
lama.
c. Kombinasi dari perubahan jangka waktu beserta
besarnya tiap angsuran pokok yang pada akhirnya akan
menyebabkan perpanjangan waktu pelunasan pokok
kredit.
3. Reconditioning
Reconditioning merupakan usaha pihak lembaga
keuangan mikro untuk menyelamatkan pembiayaan yang
diberikannya dengan cara mengubah sebagian atau seluruh
kondisi (persyaratan) yang semula disepakati bersama pihak
debitur dan dituangkan dalam perjanjian kredit WK).
Perubahan kondisi kredit dibuat dengan memperhatikan
masalah-masalah yang dihadapi oleh debitur dalam
pelaksanaan proyek atau bisnisnya.
a. Tingkat cost of capital yang equivalent rate, misalnya
dari sebesar 24% p.a. diturunkan menjadi 20% p.a.
b. Persyaratan untuk pencairan kredit, misalnya
ditetapkan sebelum dilakukan pencairan kredit (loan
disbursement), antara lain harus direkrut beberapa
tenaga ahli asing yang akan melaksanakan proyek,
tetapi karena kondisi proyek serta pembiayaan tidak
memungkinkan, persyaratan tersebut tidak diperlukan
atau bahkan ditiadakan sama sekali.
47
c. Jaminan kredit (agunan), beberapa jaminan yang
semula harus diberikan/diserahkan debitur kepada
lembaga keuangan mikro terpaksa tidak bisa terlaksana
karena beberapa alasan, misalnya tanah yang akan
dijamin rusak.
d. Jenis serta besarnya beberapa fee yang harus dibayar
debitur kepada bank, misalnya dalam kasus yang
terjadi pada kredit sindikasi (kredit yang diberikan
kepada satu debitur oleh beberapa lembaga keuangan
mikro secara bersama-sama dalam satu perjanjian
pembiayaan).
e. Manajemen proyek atau bisnis yang dibiayai lembaga
keuangan mikro berdasarkan analisis yang dilakukan
10 lembaga maupun atas nasihat dari konsultan yang
ditunjuk lembaga keuangan mikro. Hal ini terpaksa
dilakukan untuk mengamankan jalannya proyek dan
merupakan persyaratan baru atau persyaratan tambahan
yang diminta oleh bank yang harus dipenuhi debitur
dalam rangka penyelamatkan proyek.
f. Kombinasi dari beberapa perubahan tersebut diatas.
3. Restructuring
Restructuring atau restrukturisasi adalah usaha
penyelamatan kredit yang terpaksa harus dilakukan bank
dengan cara mengubah komposisi pembiayaan yang mendasari
48
pemberian kredit. Pembiayaan suatu proyek atau bisnis tidak
seluruhnya berasal dari modal (dana) sendiri, tetapi sebagian
besar dibiayai dengan kredit yang diperoleh dari bank.Salah
satu cara menanggulangi kesulitan nasabah tersebut adalah
dengan mengubah struktur pembiayaan bagi proyeknya. Hal
ini dapat dilakukan dengan beberapa altenatif sebagai berikut:
a. Lembaga keuangan memberikan tambahan pembiayaan
sehingga debt to equity (DIE ratio) berubah menjadi 65%
: 35%. Penambahan kredit ini tentunya akan menambah
beban bagi debitur.
b. Nasabah menambah porsi equity-nya sehingga DIE ratio
menjadi 55% : 45%. Akan tetapi, masih dipertanyakan
apakah nasabah memiliki dana yang cukup untuk
melaksanakan penambahan equity tersebut.
c. Equity ditambah sehingga DIE ratio berubah menjadi
55%:45%. Penambahan equity tersebut bukan berasal dari
modal nasabah, melainkan dari fresh capital yang
diberikan oleh bank. Dalam kasus ini, bank diperkenankan
ikut menjadi pemegang saham dari perusahaan milik
debitur karena dalam rangka rescue program.
4. Kombinasi 3-R
Dalam rangka penyelamatan kredit bermasalah (rescue
program), bila dianggap perlu bank dapat melakukan berbagai
kombinasi dari tindakan rescheduling, reconditioning, dan
restruvtucturing tersebut diatas, yakni: rescheduling dan
49
reconditioning; rescheduling dan restruvturing; restructuring
dan reconditioning; serta rescheduling, reconditioning dan
restructuring sekaligus.
2.5 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
Penulis/Tahun
Judul Hasil Penelitian Sumber
(Inggawati, Febuari 2007)
Analisis tentang Persoalan Kemitraan Usaha Kecil Menengah dengan Usaha Besar
Dalam jurnal ini di jelaskan tentang berbagi Pola Kemitraan yang dapat dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi dari pihak-pihak yang bermitra.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/210896126.pdf
(Slavec & Prodan, 2012)
The influence of entrepreneur's characteristics on small manufacturing firm debt financing
Makalah ini menyelidiki bagaimana karakteristik dan pengaruh pengusaha menentukan pembiayaan utang perusahaan manufaktur kecil da hasilnya terdapat beberapa faktor yaitu: efficacy, kuat dan lemah, jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan pengusaha pada pembiayaan utang perusahaan kecil.
Journal For East Eropen Management Studies, ISSN 09496181, vol 17 ,
edisi 1, hal 104-130,
tahun 2012
50
2.6 Kerangka Pemikiran
(Austin & Tu)
Automated variable selection methods for logistic regression produced unstable models for predicting acute myocardial infarction mortality
metode ini menjelaskan bahwa analisis regresi logistik mampu menyeleksi secara maksimal varibel yang tidak di perlikan.
Journal Of Clinical
Epidemology, ISSN
08954356, vol 57, disi 11,
hal 1138-1146, tahun
2004
CSR PT.Telkom Divre II
Jakarta
Program
Kemitraan
Penyaluran Kredit
Dana Bergulir
Pengusaha
Kecil
Identifikasi Karakteristik
fakctor
Pengembalian
Kredit
Pendekatan Teori