42
10 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian CSR Sebagaimana diketahui, kode etik bisnis mewajibkan seluruh perusahaan untuk memperhatikan lingkungan. Dalam arti memberi bantuan bahkan memiliki tanggung jawab sosial dan bantuan lingkungan. Artinya, ini menjadi wajib karena terkait dengan kewajiban perusahaan untuk menjamin kelangsungan usahanya di lokasi di mana perusahaan tersebut berada. Untuk kelancaran kode etik bisnis ini maka pemerintahan telah menetapkan program CSR. Tabel 2.1 CSR Berdasarkan Jumlah Kegiatan & Dana Seluruh Indonesia No Model Jumlah Kegiatan Jumlah Dana (RP) 1 2 3 4 Langsung Yayasan Perusahaan Bermitra dengan Lembaga Sosial Konsorsium 113 (40,5%) 20 (7,2%) 144 (51,6%) 2 (0,7%) 14,2 miliar (12,2%) 20,7 miliar (18%) 79,0 miliar (68,5%) 1,5 miliar (1,3%) Jumlah 279 kegiatan 115,3 miliar Sumber: Saidi dan Abidin (2004) dalam Edi Suharto PhD. Pekerjaan Sosial, CSR dan ComDev

BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1... · LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian CSR ... keluarga karyawan, dan masyarakat setempat

  • Upload
    ngoque

  • View
    231

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

10

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian CSR

Sebagaimana diketahui, kode etik bisnis mewajibkan seluruh

perusahaan untuk memperhatikan lingkungan. Dalam arti memberi bantuan

bahkan memiliki tanggung jawab sosial dan bantuan lingkungan. Artinya, ini

menjadi wajib karena terkait dengan kewajiban perusahaan untuk menjamin

kelangsungan usahanya di lokasi di mana perusahaan tersebut berada. Untuk

kelancaran kode etik bisnis ini maka pemerintahan telah menetapkan program

CSR.

Tabel 2.1 CSR Berdasarkan Jumlah Kegiatan & Dana Seluruh Indonesia

No Model Jumlah Kegiatan Jumlah Dana (RP)

1

2

3

4

Langsung

Yayasan Perusahaan

Bermitra dengan

Lembaga Sosial

Konsorsium

113 (40,5%)

20 (7,2%)

144 (51,6%)

2 (0,7%)

14,2 miliar (12,2%)

20,7 miliar (18%)

79,0 miliar (68,5%)

1,5 miliar (1,3%)

Jumlah 279 kegiatan 115,3 miliar

Sumber: Saidi dan Abidin (2004) dalam Edi Suharto PhD. Pekerjaan Sosial, CSR

dan ComDev

11

CSR di Indonesia datang di akhir dekade 1990-an. Kondisi penting

yang melahirkan CSR di Indonesia karena gerakan sosial berupa tekanan dari

LSM Lingkungan, LSM Buruh, serta LSM Perempuan. Selain itu adanya

kesadaran untuk menjalankan peraktik CSR dari perusahaan, terutama

perusahan asing yang memandang bahwa pendekatan keamanan tidak bisa

lagi dipergunakan. Kemudian timbulah community development di

Indonesia.

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah tanggung jawab moral

suatu organisasi bisnis terhadap kelompok yang menjadi stakeholder-nya

yang terkena pengaruh baik langsung maupun tidak langsung dari operasi

perusahaan (Nursahid, 2006). Menurut The World Business Council for

Sustainable Development (WBCSD) in fox, et. al, 2002 dalam Nursahid,

2006, CSR adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan

ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga

karyawan, dan masyarakat setempat (lokal) dalam rangka meningkatkan

kualitas kehidupan. Sedangkan menurut Robbins dan Coulter (2004)

tanggung jawab sosial perusahaan adalah kewajiban perusahaan bisnis yang

dituntut oleh hukum dan pertimbangan ekonomi, untuk mengejar berbagai

sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat.

World Business Council for Sustainable Development mendefiniskan

Corporate Social Responsibility sebagai komitmen berkelanjutan kalangan

bisnis untuk berperilaku etis dan memberikan sumbangan pada pembangunan

ekonomi sekaligus memperbaiki mutu hidup angkatan kerja dan keluarganya

serta komunitas lokal dan masyarakat secara keseluruhan (Iriantara, 2004,

p.49). “Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan untuk

12

meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan

mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan” (Kotler & Nancy,

2005,p.4)

Berdasar pada Trinidad and Tobaco Bureau of Standards (TTBS),

Corporate Social Responsibility diartikan sebagai komitmen usaha untuk

bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan

ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan

keluarganya, komuniti lokal dan masyarakat secara lebih luas

(Budimanta,Prasetijo & Rudito, 2004, p.72).

Selain itu, ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility

juga memberikan definisi CSR. Meskipun pedoman CSR standard

internasional ini baru akan ditetapkan tahun 2010, draft pedoman ini bisa

dijadikan rujukan. Menurut ISO 26000, CSR adalah:

“Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari

keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan

lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan

etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan

kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku

kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-

norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi

secara menyeluruh (draft 3, 2007).”

CSR Forum mendefinikan Corporate Social Responsibility sebagai

bisnis yang dilakukan secara transparan dan terbuka serta berdasarkan pada

nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi rasa hormat kepada karyawan,

komunitas dan lingkungan (Wibisono, 2007, p.8).

13

Philip Kotler dan Nancy Lee juga mengatakan bahwa Corporate

Social Responsibility memiliki kemampuan untuk meningkatkan citra

perusahaan karena jika perusahaan menjalankan tata kelola bisnisnya dengan

baik dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah maka

pemerintah dan masyarakat akan memberikan keleluasaan bagi perusahaan

tersebut untuk beroperasi di wilayah mereka.

Jadi, dapat kita simpulkan bahwa Corporate Social Responsibility

adalah komitmen perusahaan untuk memberikan kontribusi jangka panjang

terhadap satu issue tertentu di masyarakat atau lingkungan untuk dapat

menciptakan lingkungan yang lebih baik.

2.2 Pengertian UMKM

Menurut Rudjito (2003) Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di

Indonesia yang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian

Indonesia, baik ditinjau dari segi jumlah usaha maupun dari segi penciptaan

lapangan kerja. Definisi UMKM yang diberikan oleh beberapa lembaga,

yaitu:

Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang

Usaha Mikro Kecil dan Menengah bahwa yang dimaksud Usaha Mikro

adalah :

“Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan

dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi Usaha Mikro,

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”

14

Dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang

Usaha Mikro Kecil dan Menengah bahwa yang dimaksud Usaha Kecil

adalah:

“Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,

yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang

dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak

langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi

kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang

ini.”

Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang

Usaha Mikro Kecil dan Menengah bahwa yang dimaksud adalah :

1. Usaha Mikro

Kriteria kelompok Usaha Mikro adalah usaha produktif

milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang

memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang ini.

2. Usaha Kecil

Kriteria Usaha Kecil Adalah usaha ekonomi produktif

yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau

badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan

cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi

bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha

15

menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha

Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

3. Usaha Menengah

“Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang

berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau

badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik

langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau besar

dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan

sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.”

2.2.1 Asas dan Tujuan UMKM

Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang

Usaha Mikro Kecil dan Menengah bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah berasaskan:

a. kekeluargaan;

b. demokrasi ekonomi;

c. kebersamaan;

d. efisiensi berkeadilan;

e. berkelanjutan;

f. berwawasan lingkungan;

g. kemandirian;

h. keseimbangan kemajuan; dan

i. kesatuan ekonomi nasional.

16

Penjelasan dari pasal tersebut :

1 Pengertian dari kekeluargaan adalah asas yang melandasi

upaya pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

sebagai bagian dari perekonomian nasional yang

diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan

prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,

berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan

kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional untuk

kesejahterahan seluruh rakyat Indonesia.

2 Pengertian dari asas demokrasi ekonomi adalah

pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

diselenggarakan sebagai kesatuan dari pembangunan

perekonomian nasional untuk mewujudkan kemakmuran

rakyat.

3 Pengertian dari asas kebersamaan adalah asas yang

mendorong peran seluruh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

dan Dunia Usaha secara bersama-sama dalam kegiataannya

untuk mewujudkan kesejahterahan rakyat.

4 Pengertian dari asas efisiensi berkeadilan adalah asas yang

mendasari pelaksanaan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan

dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha untuk

mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif dan berdaya

saing.

17

5 Pengertian dari asas berkelanjutan adalah asas yang secara

terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan

melalui pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

yang dilakukan secara berkesinambungan sehingga terbentuk

perekonomian yang tangguh dan mandiri.

6 Pengertian dari asas berwawasan lingkungan adalah asas

pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang

dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan

perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.

7 Pengertian dari asas kemandirian adalah asas pemberdayaan

Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang dilakukan dengan

tetap menjaga dan mengedepankan potensi, kemampuan dan

kemandirian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

8 Pengertian dari asas keseimbangan kemajuan adalah asas

pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang

berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah

dalam kesatuan ekonomi nasional.

9 Pengertian dari asas kesatuan ekonomi nasional adalah asas

pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang

merupakan bagian dari pembangunan kesatuan ekonomi

nasional.

18

2.2.2 Prinsip dan Tujuan Pemberdayaan UMKM

Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

yang telah tertuang pada pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 tahun

2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah yaitu :

1. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan

kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk

berkarya dengan prakarsa sendiri;

2. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel,

dan berkeadilan;

3. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan

berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah;

4. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah; dan

5. Penyelenggaran perencanaan, pelaksanaan dan

pengendalian secara terpadu.

Sedangkan pemberdayaan tujuan pemberdayaan Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah yang telah tertuang pada pasal 5 Undang-

Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan

Menengah yaitu :

1. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang,

berkembang, dan berkeadilan;

2. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan

mandiri; dan;

19

3. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil dan menengah dalam

pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan

pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat

dari kemiskinan.

2.2.3 Peranan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, UMKM selalu

digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan yang penting,

karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan

hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor tradisional maupun

modern. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang

diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan

perekonomian Indonesia.

Peranan UMKM dalam Perekonomian nasional diakui sangat

besar. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi UMKM terhadap lapangan

kerja, pemerataan pendapatan, pembangunan ekonomi pedesaan dan

sebagai penggerak peningkatan ekspor manufaktur/nonmigas. Di sisi

lain, krisis ekonomi yang diawali dengan krisis moneter yang terjadi

di Indonesia menunjukan bahwa UMKM relatif lebih bertahan dari

pada usaha skala besar, yang banyak mengalami kebangkrutan. Hal di

atas berimplikasi pada pentingnya mengembangkan UMKM.

Beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya pengembangan

UMKM adalah:

20

Fleksibilitas dan adaptabilitas UMKM dalam memperoleh

bahan mentah dan peralatan. Relevansi UMKM dalam memperoleh

bahan metah dan peralatan. Revelensi UMKM dengan proses-proses

desentralisasi kegiatan ekonomi guna menunjang terciptannya

integritas kegiatan pada sektor ekonomi yang lain. Potensi UMKM

dalam menciptakan dan memperluas lapangan kerja.

Menurut Eugene dan Morce (1965), tipe kebijakan pemerintahan

sangat menetukan pertumbuhan UMKM. Ada empat pilihan:

• Kebijakan do nothing policy: pemerintahan apapun alasannya sadar

tidak perlu berbuat apa-apa dan membiarkan UMKM begitu saja.

• Kebijakan memberi perlindungan (protection policy) terhadap

UMKM: kebijakan ini bersifat melindungi UMKM dalam kompetisi

dan bahkan memberi subsidi.

• Kebijakan berdasarkan ideology pembangunan (developmentalist):

kebijakan ini memilih industri yang pontesial, (picking the winner)

namun tidak diberi subsidi.

• Kebijakan yang semakin popular adalah apa yang disebut market

friendly policy dengan penekanan pada pilihan brood based, tanpa

subsidi dan kompetisi.

Pada masa lalu, pemerintahan memilih kebijakan tipe kedua

(protection) akan tetapi kerangka tujuan jatuh pada pilihan ketiga, yakni

developmentalist. Hasilnya baik indutri besar dan kecil menengah tidak

berhasil. Ketidak berhasilan ini disebabkan oleh lingkungan yang diciptakan

oleh kebijakan tersebut pada dasarnya membuat UMKM masuk usaha yang

21

tumbuh secara distorsif. Oleh karena itu saya melihat bahwa pilihan

kebijakan tipe ketiga dikombinasi dengan tipe keempat dalam rangka dasar

kebijakan pemerintahan.

Dalam hubungan dewasa ini, semakin jelas bahwa UKM secara

dikotomis dibagi ke dalam dua jenis definisi. UKM dengan definisi usaha

mikro dibedakan dengan usaha kecil dan menengah yang dianggap potensial

dapat dikembangkan. Akan tetapi sesungguhnya distribusi UKM sungguh

pincang, dimana usaha mikro dalam jumlah yang sangat besar melebihi 2,5

juta unit sedangkan usaha kecil potensial mungkin tidak lebih dari 300 ribu

unit dan jumlah usah menengah di Indonesia sama sekali belum jelas,

kaitannya dengan kebijakan yang terhubung dalam persepsi yang popular

adalah usaha kecil mikro lebih cocok untuk welfare policy, sedangkan untuk

UKM adalah competitive business policy. Disini terlihat UU No.9. 1995

maupun PP No. 10 tahun 2001, tentang UKM yang tidak dapat memberi jalan

keluar kecuali hanya mampu mengakomodasi semua pendapat.

2.2.4 Kriteria UMKM

Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang telah

tertuang pada pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang

Usaha Mikro Kecil dan Menengah yaitu :

Kriteria Usaha Mikro adalah :

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 (lima

puluh juta rupiah) termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

atau;

22

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp

300,000.000 (tiga ratus juta rupiah).

Kriteria Usaha Kecil adalah :

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000

(lima puluh juta rupiah sampai dengan paling banyak

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk

tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari

Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan

paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta

rupiah).

Kriteria Usaha Menengah adalah :

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk

tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00

(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak

Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

2.2.5 Upaya Pengembangan UMKM

Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

pada hakekatnya merupakan tanggungjawab bersama antar

pemerintahan dan masyarakat. Dengan mencermati permasalah yang

23

dihadapi oleh UMKM, maka kedepan perlu diupaya hal-hal sebagi

berikut:

1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondisif

Pemerintahan perlu mengupayakan terciptanya iklim yang

kondusif antar lain dengan mengusahakan ketentraman dan

keamanan berusha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha,

keringanan pajak dan sebagainya.

2. Bantu Permodalan Pemerintahan

Pemerintahan perlu memperluas bantuan permodalan dengan

sistim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak memberatkan

bagi UMKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik

itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial

informal, skema pinjaman, leasing dan dana modal ventura.

3. Perlindungan Usaha

Adanya perlindungan jenis usaha tertentu, terutama jenis

usaha tradisional yang merupakan usah golongan ekonomi lemah,

harus mendapatkan perlindungan dari pemerintahan, baik itu

melalui undangan-undangan maupun peraturan pemerintahan yang

bermuara kepada saling mengutungkan.

4. Pengembangan Kemitraan

Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu

antara UMKM, atau antara UMKM dengan pengusaha besar di

dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan

terjadinya monopoli dalam usaha.

5.Pelatihan Pemerintah

24

Perlu meningkatkan pelatihan bagi UMKM baik dalam

aspek kewiraswastaan, manajement, administrasi dan pengetahuan

serta keterampilannya teori melalui pengembangan kemitraan

rintisan.

6. Membentuk lembaga khusus

Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung

jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan

dengan upaya penumbuh kembangkan UMKM den juga berfungsi

untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik

internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UMKM.

7. Memantapkan Asosiasi

Asosiasi yang ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan

perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi

usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi

anggotanya.

8. Mengembangkan Promosi

Hal ini di lakukan guna lebih mempercepat proses

kemitraan antara UMKM dengan usaha besar diperlukan media

khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang

dihasilkan.

25

2.3 Kemitraan

2.3.1 Pengertian Kemitraan

Kemitraan jauh dari suatu pemikiran belas kasihan, tetapi

sebagai suatu upaya menuju kearah kemandiriandan pembaerdayaan.

Proses persaingan menjadikan sektor usaha kecil tidak berdaya, dan

sebagai konsekuensi berikutnya adalah terjadi kesenjangan di bidang

ekonomi.

Program kemitraan harus dilandasi adanya suatu rasa tanggung

jawab, khususnya di kalangan usaha menengah dan besar dalam rangka

untuk mewujudkan tercapainya cita-cita bangsa, yaitu masyarakat yang

adil dan makmur berdasarka Pancasila dan UUD 1945. Dan hakekat

pembangunan yang selama ini dilaksanakan adalah untuk kepentingan

seluruh masyarakat Indonesia, tanpa kecuali.

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang, maka dalam

kaitannya dengan pengertian kemitraan terhadap tiga unsur utama,

yaitu: pertema, unsur kerjasama antar usaha kecil dengan usaha

menengah dan besar. Kedua, unsur kewajiban pembinaan dan

pengembangan oleh pihak usaha menengah dan besar. Kewajiban ini

harus jelas, sehingga arah pembinaan akan lebih transparan dan

terbuka. Ketiga, unsur saling memerlukan, saling memperkuat dan

saling menguntungkan.

Ada beberapa pertimbangan yang harus di tempuh pihak

perusahaan untuk mengembangkan bisnis, termaksuk menjalin

kemitraan. Pertimbangannya adalah apakah tetap pada core business-

26

nya atau melakukan deversifikasi, yang semuannya tergantung pada

kebijaksanaan perusahaan tersebut. Jika pasar yang dihadapi kuat,

sementara itu kemampuan sumberdaya perusahaan kuat maka yang

dilakukan tentunya bagaimana mengatasinya/menghadapi pesaing.

Apabila pasar kuat, sementara sumberdaya lemah, maka yang perlu

dilakukan adalah konsolidasi guna mengoptimalkan segala potensi

yang ada dalam perusahaan yang bersangkutan. Tetapi kalau

sumberdaya kuat, pasar lemah maka langkah yang perlu dilakukan

adalah mencari pasar yang baru atau deversifikasi. Pola Kemitraan

adalah alternatif yang mungkin bisa dilakukan guna meningkatkan

kinerja perusahaan.

2.3.2 Pola Pelaksanaan Kemitraan

Kemitraan saat ini telah menjadi suatu komitmen nasional.

Karena itu semua pihak yang terkait dengan program ini harus merasa

terpanggil untuk berperanserta di dalam pelaksanaanya. Pemerintahan

dan dunia usaha mau tidak mau mempunyai kewajiban moral untuk

melaksanakan program kemitraan. Pemerintahan sesuai dengan fungsi

dan tugasnya yaitu mendorong terciptanya sesuatu kemitraan

nasional. Sedangkan dunia dituntut untuk melaksanakan kemitraan itu

sesuai dengan yang dikehendakin oleh Undang-Undang.

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang terdapat enam

kemungkinan pola kemitraan yang mungkin dilaksanakan (Salim,

1996)

27

a. Pola Inti Plasma

Dalam pola ini usaha bertindak sebagi inti. Sebagai perusahaan

inti maka perusahaan menengah atau besar harus melaksanakan

pembinaanbproduksi, bimbingan teknis sampai denan pemasaran

haril produksi. Sedangkan perusahaan kecil bertugas untuk

meningkatkan produksi, baik mutu maupun jumlah.

b. Pola Subkontrak

Suatu unit produk yang diproduksi oleh usaha menengah atau

besar sebagai suatu barang jadi akan terdiri dari komponen-

komponen tertentu. Satu atau lebih komponen akan diproduksi

oleh usaha kecil secara spesifik teknis dan standar mutu yang

ditentukan oleh usaha menengah atau besar. Harga dari komponen

itu biasanya ditentukan oleh yang memberikan pekerjaan.

c. Pola Dagang Umum

Susuai dengan pola ini terdapat dua kemungkinan, yaitu yang

pertama usaha menengah dan usaha besar memasarkan barang

yang dihasilkan oleh usaha kecil. Untuk lebih mengefektifkan pola

ini maka perlu dipikirkan suatu bentuk dagang umum dimana hasil

produksi usaha kecil diberi merk dari usaha menengah atau usaha

besar agar konsumen mendapat jaminan bahwa barang yang dibeli

ini akan memuaskan kebutuhan mereka.

Kedua usaha kecil memasok kebutuhan usaha menenga atau besar.

Aplikasinya dapat berbentuk bahwa usah kecil dapat memasok

hasil usahanya atau produk dari perusahaan lain.

28

d. Pola Waralaba

Usaha kecil diberi hak oleh usaha menengah atau besar untuk

menggunakan lisensi, merk dagang dan saluran distribusi

perusahaannya kepada usaha kecil dengan disertai bantuan

manajemen.

e. Pola Keagenan

Usaha kecil diberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan

jasa usaha menengah atau usaha besar mitranya. Hal ini bisa

dijelaskan bahwa usaha menengah dan usaha besar meletakan

usaha kecil dalam tingkat distribusi dari pemasaran barang dan

jasa yang dihasilkan oleh usaha menengah atau usaha besar.

f. Pola Bentuk-Bentuk Lain

Pola yang keenam ini pada perinsipnya Undang-Undang membari

kebebasan bagi usahawan untuk mengadakan hubungan kemitraan

di luar pola-pola sebagaimana diaturkan di atas.

2.4 Pengertian Kredit

Pengertian kredit itu sendiri mempunyai dimensi yang beraneka

ragam, dimulai dari arti kata “kredit” yang bersasal dari kata Yunani

“Creditum” yang berati “kepercayaan akan kebenaran”. Dalam pratek sehari-

hari pengertian ini selanjutnya berkembang lebih luas lagi antara lain sebagai

berikut Standar Akuntansi Keuangan (2007: 31.4) tentang pengertian kredit:

29

” Kredit adalah peminjaman uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan peminjam-

meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak

peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu

dengan jumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan hal

yang termasuk dalam pengertian kredit yang deberikan adalah kredit

dalam rangka pembiayaan bersama, kredit dalam restrukturisasi, dan

pembelian surat berharga nasabah yang dilengkapi dengan Note

Purchase Agreement (NPA).

Pengertian kredit Menurut Teguh Pudjo Muljono (2007:9) adalah sebagai

berikut:

a. Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu

pembelian atau mengandalkan suatu pinjaman dengan suatu

janji pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada suatu

jangka waktu yang disepakati.

b. Sedangkan pengertian yang lebih mapan untuk kegiatan

perbankan di Indonesia, pengertian itu telah dirumuskan dalam

Bab 1, pasal 1 ayat 12 Undang-Undang No.7 tahun 1992

tentang perbankan yang merumuskan sebagai berikut:

“ Kredit adalah penyedian uang atau tagihan yang

dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara

bank dengan pihak yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu

30

dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil

keuntungan”

Definisi kredit menurut Undang – Undang no 14 tahun 1967 tentang

pokok – pokok perbankan yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan

uang atau tagihan – tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan

persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal mana

pihak peminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu

tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan.

Sedangkan menurut Raymond P. Kent dalam bukunya Money and

Banking menyatakan bahwa kredit adalah hak untuk menerima pembayaran

atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang diminta, atau

pada waktu yang akan datang, karena penyerahan barang – barang sekarang..

Veitzhal (2006) kredit adalah penyerahan barang, jasa, atau dari satu pihak

atas dasar kepercayaan kepada pihak lain dengan janji membayar dari

penerima kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati

kedua belah pihak.

Menurut saya Dari uraian pengertian di atas maka, dapat ditarik

kesimpulan yang dapat diterik mengenail Kredit, yaitu:

“ Terjadinya suatu proses pinjam-meminjam yang dimana peminjam

menyerahkan uang dengan harapan diberi pinjaman oleh bank atau

lembaga peminjaman bukan bank yang dimana bank memperoleh

suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman tersebut yang berupa bunga

sebagai pendapatannya. Dan dalam pemeberian pinjaman kredit ini

31

didasari perjanjian atau kesepakatan dalam kewajiban dan hak

masing-masing serta pelunasan tagihan beserta bunganya akan di

selesaikan dalam jangka waktu yang telah disepakati oleh kedua belah

pihak. “

2.4.1 Fungsi dan Tujuan Pengkreditan

Fungsi kredit pada dasarnya adalah pemenuhan jasa untuk

melayani kebutuhan masyarakat (to serve the society) dalam rangka

mendorong dan melancarkan perdagangan, mendorong dan

melancarkan produksi, jasa-jasa dan konsumsi yang pada akhirnya

semuannya ditujukan menaikan taraf taraf hidup orang banyak.

Menurut Kasmir fungsi-fungsi kredit sebagai berikut:

Untuk meningkatkan daya guna uang

a. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

b. Untuk meningkatkan daya guna barang

c. Sebagai alat stabilitas ekonomi

d. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha

e. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan

f. Untuk meningkatkan hubungan internasional

Ada pun Tujuan dari Kredit menurut Melayu Hasibuan (2004:

48) adalah sebagai berikut:

a. Memperoleh pendapatan bank dari bunga kredit

b. Mamanfaatkan dan memproduktifkan dana-dana yang

ada

32

c. Melaksanakan oprasional bank

d. Memenuhi permintaan permintaan kredit dari

masyarakat

e. Mempelancar lalu lintas pembayaran

f. Menambah modal kerja perusahaan

Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

2.4.2 Manfaat Kredit Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM)

Modal merupakan masalah utama yang dihadapi oleh

pengusaha kecil dalam mengembangkan usahanya. Dalam pengertian

ekonomi, modal adalah barang atau uang serta produksi lain yang

menghasilkan barang dan jasa. Modal bisa berasal dari sumber sendiri

dan sumber luar. Modal yang berasal dari sumber luar, biasa disebut

kredit yang bisa berupa uang dan bahan baku maupun input produksi.

Kredit tidak sama dengan modal, melainkan alat untuk menciptakan

modal (Soehoed, 1987).

Kuntjoro (1983), kredit mempunyai peranan yang sangat

penting dalam memacu perkembangan usaha terutama dalam

pembentukan modal (capital formation). Kredit juga sangat penting

untuk meningkatkan likuiditas usaha walaupun dapat menimbulkan

resiko apabila usaha tersebut gagal memberikan penerimaan yang

lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan.

33

Kredit berasal dari bahasa latin “Credere” yang berarti

kepercayaan. Oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan.

Dengan demikian seorang yang memperoleh kredit pada dasarnya

adalah memperoleh kepercayaan atau dengan kata lain orang yang

mendapat bantuan kredit adalah mereka yang telah mendapat

kepercayaan untuk membayar lunas pinjamannya dalam jangka waktu

tertentu (Suyatno, et al 1999). Dalam transaksi kredit terdapat unsur-

unsur kredit yaitu:

1. Kepercayaan, suatu keyakinan dari pemberi kredit baik berupa

uang, barang atau jasa yang diberikan dan akan benar-benar

diterima kecuali di masa yang akan datang.

2. Waktu, yaitu masa yang membatasi antara saat pemberian kredit

prestasi dan pengembaliannya akan diterima pada waktu

tertentu.

3. Prestasi atau objek kredit tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi

juga dalam bentuk barang dan jasa.

4. Tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya

jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi

dengan kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari.

Semakin lama kredit diberikan akan semakin besar resikonya

karena adanya ketidak pastian di masa yang akan datang.

2.4.3 Prinsip-Prinsip Pengkreditan

Dalam proses pengembelaian kredit banyak kemungkinan

yang akan terjadi dengan status pengembalian kredit baik itu lancar

34

maupun tidak lancar. Untuk mencapai harapan pengembalian kredit

secara lancar maka disini ada beberapa prisip Pengkreditan dalam

rangka mencegah terjadinya kredit macet melalui analisis kepada

calon kredititur. Analisis ini di lakukan dengan menggunakan

kerangka 5C, 3R, 7P dan juga dengan studi kelayakan . Menurut M.

Faisal Abdullah (2005: 94) terdapat prinsip 7P dalam Pengkreditan,

yaitu:

a. Personality

Bank mencari data tentang kepribadian calon dibitur

seperti riwayat hidupnya (kelahiran, pengalaman,

usaha/pekerjaan, dan sebagainya), hobi, keadaan keluarga

(istri, anak), social standing (pergaulan dalam masyarakat serta

bagaimana pendapat masyarakat tentang diri sih peminjam),

serta hal-hal lain yang erat hubungannya dengan kepribadian

sih peminjaman.

b. Purpose

Mencari data tentang tujuan atau keperluan

penggunaan kredit. Apakah digunakannya untuk perdagangan,

berproduksi atau untuk membeli rumah selain itu, apakah

tujuan penggunaannya kredit disesuaikan dengan line of

bussines kredit yang bersangkutan. Misalnya keperluan atau

tujuan kredit untuk perlengkapan sedangkan line of bussines

kredit yang bersangkutan.

c. Prospect

35

Yang dimaksud dengan proepect adalah harapan masa

depan dari bidang usaha atau kegiatan usaha si peminjaman.

Ini dapat diketahui deri perkembangan usaha si peminjam

selama beberapa bulan atau tahun, perkembangaan keadaan

ekonomi perdagangaan, keadaan ekonomi atau dari earning

power (kekuatan pendapatan atau keuntungan) masa lalu dan

perkiraan masa mendatang.

d. Payment

Mengetahui bagaimana perkiraan pembayaran kembali

peminjaman yang akan diberikan. Hal ini dapat diperoleh dari

perhitungan prospect, kelancaran penjualan dan pendapatan

sehingga dapat diperkirakan kemampuan pengembalian

pinjaman ditinjau dari waktu serta jumlah pengembaliannya.

e. Party

Party yaitu dalam menyalurkan kredit bank memilah

milah menjadi beberapa golongan . Hal itu dilakukan agar

bank lebih fokus untuk menangani kredit.

f. Profitability

Probability yaitu kredit yang dibiayai oleh bank akan

memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak baik bagi

bank maupun bagi nasabah. Keuntungan bagi bank tentunya

adalah balas jasa yang diberikan dalam bentuk bunga atau bagi

hasil. Keuntungan yang dinikmati nasabah adalah

36

berkembangnya usaha yang dibiayai yang pada akhirnya

memberikan keuntungan dan adanya tambahan modal.

g. Protection

Protection artinya perlindungan tidak sebatas jaminan

fisik yang diberikan tetapi lebih dari itu yaitu jaminan asuransi.

Sedangkan menurut Racmat Firdaus (2004: 83) terdapat 5C

dalam perinsip perkreditan, yaitu:

a. Character (Watak/Kepribdaian)

Character atau watak dari para calon peminjam

merupakan salah satu pertimbangan yang terpenting dalam

memutuskan pemberian kredit. Bank sebagai pemberi kredit

harus yakin bahwa calon peminjam termaksuk orang

bertingkah laku baik, dalam arti selalu memanggang teguh

janjinya, selalu berusaha dan bersedia melunasi utang-

utangnya pada waktu yang telah ditetapkan. Calon peminjam

tidak boleh berpredikat penjudi, pencuru, pemabuk, pemakai

narkoba atau penipu. Pendek kata calon peminjam haruslah

mempunyai reputasi yang baik.

b. Capacity (Kemampuan)

Yang dimaksud dengan capacity disini adalah suatu

penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan

melunasi kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usah yang

dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan dilakukannya

yang dibiayai dengan kredit dari bank. Kemampuan ini sangat

37

penting artinya mengingat bahwa kemampuan inilah yang

menentukan besar kecilnya pendapatan suatu perusahaan

dimasa yang akan datang.

c. Capital (Modal)

Capital adalah jumlah dana atau modal sendiri yang

akan dimiliki oleh calon debitur. Jumlah capital yang dimiliki

ini penting untuk diketahui oleh bank untuk menilai tingkat

dept to equity ratio yang selanjutnya berkaitan dengan tingkat

rentabilitas oleh solvabilitas serta jangka waktu pembayaran

kembali kredit yang akan diterima.

d. Condition of Economic (Kondisi Ekonomi)

Azas kondisi dan situasi ekonomi perlu pula

diperhatikan dalam pertimbangan pemberian kredit terutama

dalam hubungannya dengan sektor usaha calon peminjam.

Bank harus mengetahui keadaan ekonomi pada saat tersebut

yang berpengaruh dan berkaitan langsung dengan usaha calon

debitur dan bagaimana prospeknya dimasa mendatang.

e. Collateral (Jaminan atau Agunan)

Yang dimaksud dengan collateral ialah jaminan atau

agunan yaitu berupa harta benda milik debitur atau pihak ke 3

yang diikat sebagai agunan andai kata terjadi ketidak

mampuan debitur untuk menyelesaikan utangnya sesuai

dengan perjanjian kredit. Dalam hal ini jaminan tersebut

memiliki dua fungsi, yaitu pertama untuk pembayaran untang

38

seandainya debitur tidak mampu membayar dengan jalan

menguangjan/menjual jaminan tersebut. Sedangkan fungsi

kedua, sebagai akibat dari fungsi pertama adalah merupakan

salah satu faktor penentu jumlah kredit yang deberikan.

3R adalah sebagai berikut:

f. Returns

Pihak bank harus dapat memperkirakan bahwa kredit

yang diberikan kepada nasabah dapat menghasilkan return

(pendapatan) yang memadai

g. Repayment Capacity

Pihak bank dapat memastikan bahwa nasabah mampu

untuk melunasi pinjaman dan bunganya pada saat pembayaran

jatuh tempo.

h. Risk bearing ability

Pihak bank perlu mempertimbangkan jaminan yang

dimiliki oleh nasabah. Jaminan tersebut dapat dipergunakan

apabila nasabah menghadapi resiko kegagalan atau ketidak

pastian yang berkaitan dengan penggunaan kredit yang

diberikan.

Berdasarkan prinsip-prinsip kredit yang dikemukakan di atas

dapat saya simpulakan bahwa prinsip-prinsip kredit adalah sebagai

berikut : “Terdapat penilaian karakter, kemampuan, tujuan dan

prospek usaha dari calon debitur atau peminjam serta adanya jaminan

39

atau agunan yang dapat menjadi jaminan untuk kredit yang akan

diterima oleh Bank.”

2.4.4 Analisi Kredit

Analisis kredit adalah kajian yang dilakukan untuk mengetahui

kelayakan dari suatu permasalahan kredit. Melalui hasil analisis

kreditnya, dapat diketahui apakah suatu nasabah layak (feasible) dan

hasil usahanya dipasarkan (marketable) dan menguntungkan

(profitable) serta dapat dilunasi pada waktu yang telah ditetapkan.

Analisis kredit dilakukan secara cermat dan teliti dengan senantiasa

memperhatikan atau berpedoman kepada ketentuan yang berlaku yang

mencakup analisis kuantitatif dan kualitatif.

Suyanto (1997) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan

analisis kredit adalah pekerjaan yang meliputi persiapan pekerjaan –

pekerjaan penguraian dari segala aspek baik keuangan maupun non

keuangan, menyusun laporan analisis yang diperlukan yang berisi

penguraian dan kesimpulan serta penyajian alternative – alternative

sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan pimpinan

dari pemohonan kredit nasabah

Basu (1994) menyatakan analisis kredit mempunyai dua tujuan

utama yaitu :

1. Membantu para banker memutuskan pemberian kredit

secara benar.

2. Membantu para banker untuk tidak berbuat salah

dalam memutuskan kredit dalam arti tidak

40

menciptakan kredit yang tidak sehat untuk sebuah

bank.

Bank tentu tidak menginginkan kredit yang diberikan kepada

debitur berujung kepada kemacetan. Kredit macet berarti bencana

bagi bank. Selain mengalami kerugian secara financial, bank juga

akan menghabiskan waktu, tenaga, pikiran dan biaya yang tidak

sedikit dalam menyelesaikan kredit macet.

2.4.5 Penyebab Terjadinya Kredit Macet

1. Error Omission

Timbulnya kredit macet dikarenakan adanya unsur

kesengajaan untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang

telah ditetapkan

2. Error Commusion

Timbulnya kredit macet karena memanfaatkan lemahnya

peraturan atau ketentuan yaitu memang belum ada atau sudah

ada tapi tidak jelas.

Menurut Cuistion (1988) penyebab kredit macet yaitu

permasalahan manajemen (management oriented problem), debitur

meninggal dunia atau sakit (death or illness of principals),perubahan

situasi pasar (change in the marketplace).

Kredit – kredit yang disalurkan oleh bank jika banyak yang

macet akan menimbulkan kerugian yang besar dan akan menghambat

operasional perusahaan. Supaya kegiatan perbankan tidak terganggu

41

maka pemerintah harus memberi injeksi modal artinya rakyat juga

yang harus menanggung beban yang ditimbulkan oleh kredit macet

tersebut. Berkaitan dengan kredit macet menimbulkan persepsi yang

cenderung menjadi suatu mitos antara lain :

1. Bahwa bank tidak mengalami kerugian akibat resiko

kredit padahal resiko kredit jelas merupakan resiko yang

selalu ada dan tidak bisa dihindari.

2. Dalam suatu kredit macet selalu diartikan terjadinya

kolusi dan atau korupsi oleh pihak oknum bankir atau

oknum nasabah.

3. Dalam setiap penanganan kredit macet selalu

mengutamakan pendekatan “sapu jagad” dimana going

concern baik bank maupun perusahaan menjadi diabaikan.

4. Adanya kecenderungan kajian atas kredit macet

mengabaikan term of reference masa lalu. Dengan

pendekatan term of reference biasanya akan diketahui

apakah kredit macet itu akan error omissin atau error

commision. Jadi kesalahan nya bukan pada dasar

keputusannya tetapi karena masalah monitoring dan

pembinaan bank terhadap nasabahnya.

Faktor penyebab timbulnya kredit bermasalah atau macet

dikelompokkan atas 3 golongan yaitu :

a. Faktor intern bank

42

- Penyelenggaraan analisis kredit yang kurang

mampu atau karena pimpinan bank mendapat

tekanan dari pihak luar.

- Pimpinan bank terlalu agresif untuk menyalurkan

kredit.

- Campur tangan para pemegang saham yang

berlebihan dalam proses pengambilan

keputusan pemberian kredit.

b. Ketidaklayakan debitur.

- Debitur menderita sakit berat,kecelakaan atau

meninggal dunia.

- Penghasilan tetap terganggu.

c. Pengaruh faktor ekstern.

- Penurunan kondisi

ekonomi

- Bencana alam

- Peraturan

Pemerintaan

Hampir sama dengan teori yang dikemukakan sebelumnya,

Joyomarto (1994) mengatakan bahwa variabel yang mempengaruhi ketidakl

ancaran kredit adalah faktor intern dan faktor ekstern perbankan sebagai

berikut :

1. Faktor intern antara lain :

a. Kebijakan perkreditan yang ekspansif

43

b. Beberapa bank menempuh kebijakan perkreditan yang

ekspansif melebihi pertumbuhan kredit wajar / normal. Bank –

bank tersebut menetapkan pencapaian target kredit dalam

jumlah yang besar dalam waktu yang relatif singkat, karena

bank memiliki beban kelebihan dana / likuiditas.

c. Penyimpangan dalam pelaksanaan prosedur perkreditan. Hal

yang sering terjadi antara lain feasibility study dan data calon

debitur tidak diwajibkan kepada calon debitur, penilaian kredit

kurang menitik beratkan pada kelayakan usaha.

d. Itikad kurang baik dari pemilik / pengurus / pegawai bank Hal

ini dilakukan dengan memberikan kredit kepada debitur

tertentu yang sejak awal sebenarnya sudah diketahui bahwa

permohonan kredit tersebut tidak bankable. Praktek yang

terjadi adalah pemberian kredit kepada pemilik / pengurus atau

kepada perusahaannya untuk suatu kegiatan yang kurang jelas.

2. Faktor ekstern

a. Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga

kredit. Kegiatan penyejukan ekonomi telah menyebabkan

menurunnya kegiatan ekonomi serta mengakibatkan tingginya

suku bunga.

b. Iklim persaingan yang tidak sehat yang dihadapi bank. Adanya

persaingan antar bank yang sangat ketat dalam menyalurkan

dana telah dimanfaatkan oleh debitur yang mempunyai itikad

kurang baik yaitu dengan memperoleh kredit yang melebihi

jumlah yang diperlukan dan untuk usaha yang tidak jelas.

44

c. Kegagalan usaha debitur.

Kegagalan terjadi karena usaha debitur sensitif pada faktor

lingkungan yang mempengaruhinya. Faktor – faktor tersebut

dapat berupa kegagalan dalam produksi atau pemasaran

barang /. Jasa yang dihasilkan, perubahan harga di pasar,

perubahan pola konsumen.

d. Musibah yang terjadi pada debitur / kegiatan usahanya.

Ketidak lancaran pengembalian kredit khususnya pada

besarnya tunggakan menurut Basuki (1999) dipengaruhi oleh

likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas serta tingkat suku bunga

kredit yang ditetapkan. Likuiditas adalah nafas kehidupan bagi

setiap bank. Likuiditas dapat dilihat dan dibaca dari posisi

neraca. Solvabilitas adalah kemampuan bank untuk memenuhi

kewajiban jangka panjangnya. Kemampuan ini di hitung

dengan membagi seluruh aktiva dengan seluruh passiva dalam

neracanya. Adanya kredit bermasalah dapat menimbulkan

kerugian bagi bank. Kerugian dapat mengganggu nerca bank

sehingga mengurangi aktivitasnya. Rentabilitas adalah

kemampuan bank untuk memperoleh penghasilan berupa

bunga kredit.

2.4.6 Strategi Mengatasi Kredit Bermasalah

Menurut Muhammad. 2000, Strategi pemulihan

Dalam usaha mengatasi timbulnya kredit bermasalah pihak

lembaga keuangan mikro syariah dapat melakukan beberapa

45

tindakan penyelamatan sebagai berikut: Rescheduling ,

Reconditioning , Restructuring , Kombinasi 3-R dan Eksekusi

1. Rescheduling

Rescheduling (penjadwalan kembali) merupakan upaya

pertama dari pihak lembaga keuangan mikro untuk

menyelamatkan kredit yang diberikannya kepada sebitur. Cara

ini dilakukan jika ternyata pihak debitur (berdasarkan

penelitian dan perhitungan yang dilakukan account officer)

tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya dalam hal

pembayaran kembali angsuran pokok maupun kewajiban

lainnya.

sebagian atau seluruh kewajiban debitur. Misalnya,

angsuran pokok pinjaman (pokok 9 kredit) yang semula

dijadwalkan akan selesai dalam jangka waktu 4 tahun diubah

jadwalnya sedemikian rupa sehingga pelunasan kredit akan

memakan waktu 5 tahun. Hal tersebut disesuaikan dengan

proyeksi arus kas (projected cash flow) yang bersumber dari

kemampuan usaha debitur yang sedang mengalami kesulitan.

a. Jadwal angsuran per triwulan diubah menjadi per

semester atau jadwal angsuran bulanan diubah menjadi

angsuran triwulanan sehingga seluruh pelunasan pokok

pinjaman menjadi lebih panjang waktunya.

b. Besarnya angsuran pokok pinjaman diperkecil dengan

jangka waktu angsuran yang sama sehingga pelunasan

46

pokok pinjaman secara keseluruhan menjadi lebih

lama.

c. Kombinasi dari perubahan jangka waktu beserta

besarnya tiap angsuran pokok yang pada akhirnya akan

menyebabkan perpanjangan waktu pelunasan pokok

kredit.

3. Reconditioning

Reconditioning merupakan usaha pihak lembaga

keuangan mikro untuk menyelamatkan pembiayaan yang

diberikannya dengan cara mengubah sebagian atau seluruh

kondisi (persyaratan) yang semula disepakati bersama pihak

debitur dan dituangkan dalam perjanjian kredit WK).

Perubahan kondisi kredit dibuat dengan memperhatikan

masalah-masalah yang dihadapi oleh debitur dalam

pelaksanaan proyek atau bisnisnya.

a. Tingkat cost of capital yang equivalent rate, misalnya

dari sebesar 24% p.a. diturunkan menjadi 20% p.a.

b. Persyaratan untuk pencairan kredit, misalnya

ditetapkan sebelum dilakukan pencairan kredit (loan

disbursement), antara lain harus direkrut beberapa

tenaga ahli asing yang akan melaksanakan proyek,

tetapi karena kondisi proyek serta pembiayaan tidak

memungkinkan, persyaratan tersebut tidak diperlukan

atau bahkan ditiadakan sama sekali.

47

c. Jaminan kredit (agunan), beberapa jaminan yang

semula harus diberikan/diserahkan debitur kepada

lembaga keuangan mikro terpaksa tidak bisa terlaksana

karena beberapa alasan, misalnya tanah yang akan

dijamin rusak.

d. Jenis serta besarnya beberapa fee yang harus dibayar

debitur kepada bank, misalnya dalam kasus yang

terjadi pada kredit sindikasi (kredit yang diberikan

kepada satu debitur oleh beberapa lembaga keuangan

mikro secara bersama-sama dalam satu perjanjian

pembiayaan).

e. Manajemen proyek atau bisnis yang dibiayai lembaga

keuangan mikro berdasarkan analisis yang dilakukan

10 lembaga maupun atas nasihat dari konsultan yang

ditunjuk lembaga keuangan mikro. Hal ini terpaksa

dilakukan untuk mengamankan jalannya proyek dan

merupakan persyaratan baru atau persyaratan tambahan

yang diminta oleh bank yang harus dipenuhi debitur

dalam rangka penyelamatkan proyek.

f. Kombinasi dari beberapa perubahan tersebut diatas.

3. Restructuring

Restructuring atau restrukturisasi adalah usaha

penyelamatan kredit yang terpaksa harus dilakukan bank

dengan cara mengubah komposisi pembiayaan yang mendasari

48

pemberian kredit. Pembiayaan suatu proyek atau bisnis tidak

seluruhnya berasal dari modal (dana) sendiri, tetapi sebagian

besar dibiayai dengan kredit yang diperoleh dari bank.Salah

satu cara menanggulangi kesulitan nasabah tersebut adalah

dengan mengubah struktur pembiayaan bagi proyeknya. Hal

ini dapat dilakukan dengan beberapa altenatif sebagai berikut:

a. Lembaga keuangan memberikan tambahan pembiayaan

sehingga debt to equity (DIE ratio) berubah menjadi 65%

: 35%. Penambahan kredit ini tentunya akan menambah

beban bagi debitur.

b. Nasabah menambah porsi equity-nya sehingga DIE ratio

menjadi 55% : 45%. Akan tetapi, masih dipertanyakan

apakah nasabah memiliki dana yang cukup untuk

melaksanakan penambahan equity tersebut.

c. Equity ditambah sehingga DIE ratio berubah menjadi

55%:45%. Penambahan equity tersebut bukan berasal dari

modal nasabah, melainkan dari fresh capital yang

diberikan oleh bank. Dalam kasus ini, bank diperkenankan

ikut menjadi pemegang saham dari perusahaan milik

debitur karena dalam rangka rescue program.

4. Kombinasi 3-R

Dalam rangka penyelamatan kredit bermasalah (rescue

program), bila dianggap perlu bank dapat melakukan berbagai

kombinasi dari tindakan rescheduling, reconditioning, dan

restruvtucturing tersebut diatas, yakni: rescheduling dan

49

reconditioning; rescheduling dan restruvturing; restructuring

dan reconditioning; serta rescheduling, reconditioning dan

restructuring sekaligus.

2.5 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

Penulis/Tahun

Judul Hasil Penelitian Sumber

(Inggawati, Febuari 2007)

Analisis tentang Persoalan Kemitraan Usaha Kecil Menengah dengan Usaha Besar

Dalam jurnal ini di jelaskan tentang berbagi Pola Kemitraan yang dapat dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi dari pihak-pihak yang bermitra.

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/210896126.pdf

(Slavec & Prodan, 2012)

The influence of entrepreneur's characteristics on small manufacturing firm debt financing

Makalah ini menyelidiki bagaimana karakteristik dan pengaruh pengusaha menentukan pembiayaan utang perusahaan manufaktur kecil da hasilnya terdapat beberapa faktor yaitu: efficacy, kuat dan lemah, jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan pengusaha pada pembiayaan utang perusahaan kecil.

Journal For East Eropen Management Studies, ISSN 09496181, vol 17 ,

edisi 1, hal 104-130,

tahun 2012

50

2.6 Kerangka Pemikiran

(Austin & Tu)

Automated variable selection methods for logistic regression produced unstable models for predicting acute myocardial infarction mortality

metode ini menjelaskan bahwa analisis regresi logistik mampu menyeleksi secara maksimal varibel yang tidak di perlikan.

Journal Of Clinical

Epidemology, ISSN

08954356, vol 57, disi 11,

hal 1138-1146, tahun

2004

CSR PT.Telkom Divre II

Jakarta

Program

Kemitraan

Penyaluran Kredit

Dana Bergulir

Pengusaha

Kecil

Identifikasi Karakteristik

fakctor

Pengembalian

Kredit

Pendekatan Teori

51

Gambar: 2.1 Gambaran kerangka pemikiran

Lancar:

Lunas dan

Lancar

Tidak Lancar:

Kurang Lancar,

Diragukan, dan Macet

Analisis Deskriftif

(Crosstabulations)

Model Regresi

Logistik Binary