Upload
nguyenhanh
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu Ergon (kerja) dan Nomos (hokum
alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam
lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi psikologi, engineering
dan desain/perancangan. Ergonomi berhubungan dengan optimasi, efisiensi,
kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah ataupun
di tempat rekreasi.
Ergonomi juga disebut dengan human factor yang berarti menyesuaikan tempat
kerja dengan manusianya. Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktifitas
rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (redesain). Hal ini dapat meliputi
perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras
berkaitan dengan mesin (perkakas kerja/tools, alat peraga/display, conveyor dan lain-
lain) sedangkan perangkat lunak lebih berkaitan dengan sistem kerjanya seperti
penentuan jumlah istirahat, pemilihan jadwal pergantian shift kerja, rotasi pekerjaan,
prosedur kerja dan lain-lain.
Semuanya itu untuk menciptakan lingkungan kerja yang dapat :
• Mengurangi angka cedera dan kesakitan dalam pekerjaannya
• Menurunkan biaya perawatan kecelakaan kerja
20
• Menurunkan kunjungan berobat
• Mengurangi waktu ketidakhadiran pekerja
• Meningkatkan produktivitas, kualitas dan keselamatan kerja
• Meningkatkan nilai tingkat kenyamanan pekerja dalam bekerja
2.2 Bahaya atau Resiko Ergonomi
Faktor resiko yang terpenting dari pengabaian faktor ergonomi dalam tempat
kerja adalah musculoskeletal disorders (MSDs). Gangguan otot (MSDs) adalah
cedera atau gangguan pada otot, saraf, tendon, sendi, tulang rawan, dan tulang
belakang. MSDs ini memungkinkan timbul dalam jangka waktu yang cukup lama
(adanya kumulatif resiko). Adapun faktor-faktor yang memicu MSDs ini antara lain:
• Pekerjaan yang berulang-ulang dilakukan.
• Postur tubuh yang tidak nyaman
• Kecepatan gerakan
• Putaran pada sendi
• Getaran
• Kedinginan
Untuk mengukur suatu resiko pekerjaan dari segi ergonomi, terdapat beberapa
metode yang digunakan dan salah satunya yaitu Rapid Entire Body Assessment
(REBA). Untuk memperbaiki posisi kerja secara ergonomi maka dapat dilakukan
dengan pembuatan alat bantu pekerjaan dan penyesuaian postur kerja yang lebih baik.
21
2.3 Rapid Entire Body Assessment (REBA)
Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr.
Lynn Mc Atamney merupakan ergonom dari universitas di Nottingham (University of
Nottingham’s Institute of Occuptaional Ergonomic).
Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang dikembangkan
dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja
atau postur leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator.
Selain itu metode ini juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang
oleh tubuh serta aktifitas pekerja. Penilaian dengan menggunakan REBA tidak
membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan melakukan scoring general
pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang
diakibatkan postur kerja operator (Mc Atamney, 2000).
Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas dan faktor
coupling yang menimbulkan cidera akibat aktivitas yang berulang–ulang. Penilaian
postur kerja dengan metode ini dengan cara pemberian skor resiko antara satu sampai
lima belas, yang mana skor tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko
yang besar (bahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa skor
terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. REBA
dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang beresiko dan melakukan
perbaikan sesegera mungkin.
REBA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini memudahkan
peneliti untuk dapat dilatih dalam melakukan pemeriksaan dan pengukuran tanpa
22
biaya peralatan tambahan. Pemeriksaan REBA dapat dilakukan di tempat yang
terbatas tanpa menggangu pekerja. Pengembangan REBA terjadi dalam empat tahap.
Tahap pertama adalah pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan
bantuan video atau foto, tahap kedua adalah penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh
pekerja, tahap ketiga adalah penentuan berat benda yang diangkat, penentuan
coupling dan penentuan aktivitas pekerja. Dan yang terakhir, tahap keempat adalah
perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan. Dengan didapatnya nilai
REBA tersebut dapat diketahui level resiko dan kebutuhan akan tindakan yang perlu
dilakukan untuk perbaikan kerja.
Penilaian postur dan pergerakan kerja menggunakan metode REBA melalui tahapan–
tahapan sebagai berikut (Hignett dan McAtamney, 2000):
1. Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto.
Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher, punggung,
lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan
merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti
mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil
rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan
serta analisis selanjutnya.
2. Penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja. Setelah didapatkan hasil
rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut
dari masing – masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh),
leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki. Pada metode
23
REBA segmen – segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan kaki.
Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan.
Dari data sudut segmen tubuh pada masing–masing grup dapat diketahui
skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk
grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing–masing
tabel.
Gambar 2.1 Range Pergerakan Punggung
Tabel 2.1 Skor Pergerakan Punggung
24
Gambar 2.2 Range Pergerakan Leher
Tabel 2.2 Skor Pergerakan Leher
Gambar 2.3 Range Pergerakan Kaki
25
Tabel 2.3 Skor Pergerakan Kaki
Gambar 2.4 Range Pergerakan Lengan Atas
Tabel 2.4 Skor Pergerakan Lengan Atas
26
Gambar 2.5 Range Pergerakan Lengan Bawah
Tabel 2.5 Skor Pergerakan Lengan Bawah
27
Gambar 2.6 Range Pergerakan Pergelangan Tangan
Tabel 2.6 Skor Pergerakan Pergelangan Tangan
Tabel 2.7 Tabel A Skor REBA
28
Tabel 2.8 Tabel B Skor REBA
Tabel 2.9 Tabel C Skor REBA
29
Tabel 2.10 Tabel Resiko Ergonomi
2.4 Quality Control Circle (QCC)
Menurut Japanese Union of Scientists and Engineers (JUSE) (1991, p7), QCC
atau Gugus Kendali Mutu (GKM) adalah suatu kelompok kecil yang secara sukarela
mengadakan kegiatan pengendalian mutu di dalam tempat kerja mereka sendiri.
Setiap anggota kelompok berpartisipasi penuh secara terus menerus
(berkesinambungan), sebagai bagian dari kegiatan kendali mutu menyeluruh
perusahaan, mengembangkan diri serta pengembangan bersama, pengendalian dan
perbaikan di dalam tempat kerja dengan menggunakan teknik-teknik kendali mutu.
QCC merupakan mekanisme formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk
mencari pemecahan pesoalan dengan memberikan tekanan ada partisipasi dan
kreativitas di antara karyawan. Setiap QCC juga bertindak sebagai mekanisme
pemantauan yang membantu organisasi dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya dan dalam memantau kesempatan, tidak menunggu bergerak jika
persoalan timbul dan tidak menghentikan kegiatannya jika suatu persoalan telah
REBA Score Risk Level1 Diabaikan
2 - 3 Low4 - 7 Medium
8 - 10 High11 - 15 Very High
30
ditemukan dan dipecahkan. Secara lebih terinci, ciri-ciri umum atau karakteristik
QCC dikemukakan Crocker, et.al, (2004, p10) sebagai berikut :
• QCC mempunyai tujuan untuk meningkatkan komunikasi, terutama antara
karyawan dengan manajemen serta mencari dan memecahkan persoalan.
• Organisasinya terdiri dari satu orang kepala dengan beberapa orang anggota yang
berasal dari satu bidang pekerjaan. QCC juga memiliki seorang koordinator dan
satu atau lebih fasilitator yang bekerja erat dengan gugus. Fasilitator
mempersiapkan program latihan, memberikan latihan dan bimbingan yang terus
menerus bagi para kepala gugus dan atas permintaan memberikan latihan bagi
anggota tim.
• Partisipasi anggota dalam gugus bersifat sukarela, sedangkan partisipasi kepala
mungkin sukarela, mungkin tidak.
• Didalam ruang lingkup persoalan yang dianalisis oleh gugus, tidak bisa memilih
sendiri persoalan yang akan dibahasnya; persoalan itu bukan berasal dari
bidangnya sendiri dan persoalannya tidak terbatas pada mutu tetapi mencakup
produktivitas, biaya keselamatan kerja, moral dan lingkungan serta bidang
lainnya.
• Latihan formal dalam hal teknik pemecahan persoalan biasanya merupakan
bagian dari pertemuan gugus.
• Pertemuan dilakukan biasanya satu jam per minggu. Pertemuan dilakukan baik
dalam jam kerja formal dengan persetujuan pengawas dan di luar jam kerja
31
berdasarkan inisiatif karyawan sendiri. Pertemuan dipimpin kepala kelompok.
Dalam rangka QCC, Kepala kelompok tidak mempunyai kekuasaaan terhadap
anggota lainnya akan tetapi lebih berperan sebagai moderator.
2.5 8 Steps
2.5.1 Menentukan Tema
Tema merupakan masalah yang akan diangkat untuk dianalisa, dicari
penyebabnya dan ditanggulangi. Sedangkan yang dimaksud sebagai masalah
yakni sesuatu yang dianggap :
- Menyimpang dari keinginan
- Menyimpang dari target
- Menyimpang dari standar
2.5.2 Menentukan Target
Target adalah tujuan atau kondisi ideal yang harus dicapai pada suatu
proses. Dalam menentukan target, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain :
- S – specific: Judulnya jelas
- M – measurable : Nilai dan satuannya jelas
- A – achievable : Dapat dicapai
- R – reasonable atau Realistic : Alasannya masuk akal atau Realistis
- T – time base : Waktunya jelas
Dasar dalam menentukan target yaitu :
- Hasil dari analisa kondisi yang ada
32
- Target yang ditetapkan oleh Perusahaan
- Target konsumen
- Kondisi terbaik yang pernah dicapai
2.5.3 Analisa Kondisi yang Ada
Langkah ketiga adalah analisa kondisi yang ada, yaitu melakukan
penyelidikan dan analisa secara lebih teliti dengan tujuan menemukan akar
masalah utama atau mendapatkan fakta dan data tentang penyimpangan atau
kondisi-kondisi tidak baik yang berhubungan dengan akar permasalahan.
Dua aktifitas utama yang dilakukan pada tahap ini yaitu melakukan
penyederhanaan masalah (jika masalah masih terlalu luas) dan melakukan
pengecekan ke tempat terjadinya masalah (genba). Dimana dalam melakukan
genba terdapat hal yang utama, antara lain :
- Menyelidiki proses dimana masalah tersebut terjadi.
- Menyelidiki kronologis terjadinya masalah sehingga kapan dan bagaimana
terjadinya masalah itu dipahami dengan baik.
- Mengumpulkan fakta dan data tentang kondisi-kondisi yang kurang baik
dan penyimpangan yang terjadi.
2.5.4 Analisa Sebab Akibat
Pada langkah analisa penyebab, pekerjaan yang akan dilakukan yaitu
menyelidiki, menguji penyebab-penyebab yang mungkin untuk menemukan
penyebab utama dari akar permasalahan.
33
Berdasarkan data dan informasi penting yang didapat pada langkah analisa
kondisi yang ada maka dilakukan pengelompokkan penyebab-penyebab yang
mungkin dan menguji penyebab-penyebab tersebut untuk menemukan penyebab
utama.
2.5.5 Rencana Penanggulangan
Pada langkah rencana penanggulangan dilakukan perencanaan terhadap
penanggulangan yang efektif untuk menghilangkan penyebab utama. Dalam
merencanakan penanggulangan didasarkan pada kriteria berikut:
- Dampak : Seberapa besar masalah tersebut bisa dihilangkan?
Mampukah menuntaskan masalah?
- Teknis : Apakah penggulangan dapat dilakukan ?
Apakah mudah dioperasikan?
- Ekonomis : Berapa keuntungan yang akan didapat?
2.5.6 Pelaksanaan Penanggulangan
Pada langkah ini dilakukan tindakan untuk menanggulangi penyebab
masalah sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Dalam melaksanakan
penanggulangan, ikut sertakan orang yang terkait dengan masalah tersebut
kemudian pastikan tidak menimbulkan masalah baru dan mendokumentasikan
data dan hal-hal penting yang ditemui.
2.5.7 Evaluasi Hasil Perbaikan
Evaluasi hasil adalah langkah mengevaluasi tingkat keberhasilan dan
keuntungan yang diperoleh dari penanggulangan yang telah dilakukan. Ini
34
dilakukan dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah perbaikan
dengan menggunakan tolak ukur yang sama.
2.5.8 Standarisasi dan Tindak Lanjut
Standarisasi diperlukan untuk mencegah masalah yang sama akan muncul
kembali. Hal ini sangat penting, jika tidak ada standar maka orang baru tidak
akan memahami proses dengan baik dan jika tidak ada standar maka teknisi
lama dapat lupa akan standar.
Dalam membuat standar, setiap bagian dari suatu standar diperjelas
dengan metode 5W + 1 H.
2.6 7 Tools
Menurut Direktorat Jenderal Industri dan Dagang Kecil Menengah Departemen
Perindustrian dan Perdagangan (2003,pp6-15) dalam implementasinya, 8 langkah
QCC menggunakan beberapa alat bantu, yaitu 7 Tools dan brainstorming tetapi
dalam prakteknya tidak semua alat dari 7 Tools dan brainstorming akan digunakan
dalam metode ini, tetapi penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan dari setiap
langkah sehingga akan didapatkan hasil yang optimal.
2.6.1 Check Sheet (Lembar Pemeriksaan)
Check Sheet adalah merupakan alat yang mutlak diperlukan bagi mereka
yang melaksanakan penelitian dan pengendalian kualitas atau kuantitas barang
ataupun jasa. Karena dari data yang didapat atau dikumpulkan dapat
mengambil suatu gambaran, kesimpulan ataupun keputusan yang akurat.
35
Tanpa mempunyai data membuat pengambilan kesimpulan atau keputusan
ataupun rencana tindakan hanya berdasarkan kira-kira saja, sehingga bukan
suatu yang mustahil akhirnya kesimpulan atau keputusan akan jauh dari yang
diharapkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat Check Sheet,
antara lain :
• Sasarannya harus jelas.
• Keterangan yang diperlukan memenuhi sasaran.
• Dapat diisi dengan mudah dan cepat.
• Dapat disimpulkan dengan cepat.
Secara umum Check Sheet dibagi dalam 3 jenis dengan fungsinya masing-masing
yaitu:
1. Check Sheet
Suatu lembaran yang berisi bahan-bahan keterangan yang telah
ditentukan sasaran atau keperluannya dengan kolom jumlah atau ukuran
barang atau kegiatan yang diperiksa dengan penentuan waktu yang teratur
ataupun bebas. Adapun fungsi Check Sheet adalah sebagai berikut:
• Untuk menghitung jumlah produksi atau jasa yang dihasilkan.
• Untuk menghitung kerusakan atau kesalahan produk yang dibuat.
• Untuk mengukur bentuk (panjang atau volume hasil produksi).
• Untuk mengukur keadaan, kondisi alat atau hasil produksi.
• Untuk mengukur waktu proses pekerjaan.
36
2. Check List
Suatu lembaran yang berisi bahan-bahan keterangan yang telah
ditentukan sasaran atau keperluannya, kegiatan yang dicocokkan
keberadaanya atau jumlahnya dengan penentuan waktu yang tertentu. Adapun
fungsi Check List adalah sebagai berikut:
• Untuk mencocokkan ukuran hasil produksi dengan standar.
• Untuk mencocokkan jumlah pengiriman dengan pesanan.
• Untuk mencocokkan barang dengan jumlah yang dibawa atau dikirim.
• Untuk mengontrol jenis barang yang dibeli.
3. Check Drawing
Suatu lembaran yang berisi gambar barang yang telah ditentukan untuk
diperiksa keadaannya dan setiap barang menggunakan lembar yang berbeda.
Adapun fungsi Check drawing adalah sebagai berikut :
• Untuk menunjukkan posisi atau lokasi kerusakan.
• Untuk mencocokkan posisi pemasangan bagian barang produksi.
• Untuk pengontrolan lokasi masalah yang akan telah diselesaikan.
2.6.2 Stratifikasi
Merupakan suatu teknik untuk mengklasifikasikan data sehingga dapat
dengan mudah dianalisis. Jenis klasifikasi, meliputi : jenis kerusakan,
penyebab kerusakan, lokasi kerusakan, waktu, area kerja, operator, jenis
kesalahan, pelanggan, dan proses kerja.
37
2.6.3 Diagram Pareto
Menurut Nasution (2004, p114), Diagram pareto adalah diagram yang
dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi Italia yang bernama Vilfredo Pareto
pada abad ke-19. Diagram pareto digunakan untuk memperbandingkan
berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling
besar disebelah kiri ke yang paling kecil di sebelah kanan. Susunan tersebut
membantu kita untuk menentukan penting prioritas kategori kejadian-kejadian
atau sebabsebab kejadian yang dikaji atau untuk mengetahui masalah utama
proses. Dengan bantuan diagram pareto tersebut, kegiatan akan lebih efektif
dengan memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak
yang paling besar terhadap kejadian daripada meninjau berbagai sebab pada
suatu ketika.
Menurut Direktorat Jenderal Industri dan Dagang Kecil Menengah
Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2003, p7), Diagram pareto
adalah kombinasi dua macam bentuk grafik yaitu grafik kolom dan grafik
garis, berguna untuk :
• Menunjukkan masalah utama atau pokok masalah.
• Menyatakan perbandingan masing-masing masalah terhadap
keseluruhan.
• Menunjukkan perbadingan masalah sebelum dan sesudah perbaikan.
Langkah-langkah pembuatan Diagram Pareto, antara lain :
38
Langkah 1 : Menentukan bagaimana data harus diklasifikasikan menurut
pelaksanaan pekerjaan.
Langkah 2 : Menetukan periode waktu yang diperlukan untuk mempelajari
dan buat lembar isian (check sheet) yang mencakup periode
waktu dari semua klasifikasi data yang mungkin, kemudian
mengumpulkan datanya
Langkah 3 : Menghitung data untuk seluruh periode waktu dan catatlah
jumlah waktu total.
Langkah 4 : Gambarlah sumbu horisontal dan vertikal pada kertas grafik.
Bagilah sumbu horisontal ke dalam bagian yang sama, satu
bagian untuk tiap kelompok. Skala sumbu vertikal dibuat
sedemikian rupa sehingga titik puncak sumbu vertikal tersebut
menggambarkan suatu jumlah yang sama dengan jumlah total
dari semua kelompok.
Langkah 5 : Gambar data ke dalam bentuk kolom. Mulailah dari sisi
sebelah kiri dari grafik tersebut dengan kelompok yang
semakin kecil. Bila ada kelompok yang disebut “lain-lain“
gambarkanlah kelompok itu pada bagian yang paling akhir
setelah kelompokyang paling kecil.
Langkah 6 : Gambarlah garis kumulatif. Mulailah dengan menggambar
garis diagonal memotong kolom yang pertama, dengan dimulai
dari dasar pada sudut kiri (titik nol). Dari bagian atas sudut
39
kanan pada kolom pertama, lanjutkan garis ini ke arah yang
baru dengan menggerakkannya kearah kanan yang jaraknya
sama dengan tinggi kolom kedua, dari titik tersebut tariklah
garis lurus untuk ruas berikutnya, teruskan ke arah kanan
dengan jarak yang sama dengan lebar kolom dan menuju ke
atas dengan jarak yang sama dengan tingginya kolom ketiga.
Ulangi terus sampai ujung sudut kanan paling atas dari grafik
tercapai. Tinggi garis komulatif pada titik ini menggambarkan
jumlah data yang telah dikumpulkan.
Langkah 7 : Buat sumbu vertikal yang lain di sebelah kanan grafik, dan
buat skala dari 0 – 100 %. Akhir dari garis komulatif adalah
pada titik yang bertuliskan 100%.
Langkah 8 : Tambahkan keterangan pada diagram pareto tersebut. Jelaskan
siapa yang telah mengumpulkan data tersebut, kapan dan
dimana, serta tambahan informasi apa saja yang penting untuk
mengidentifikasi data. Tuliskan tanggal pembuatan diagram
pareto tersebut, nama anggota gugus yang bertanggung jawab
atas persiapan diagram tersebut.
40
Diagram 2.1 Diagram Pareto
2.6.4 Diagram Sebab Akibat
Diagram Sebab Akibat (Fishbone) merupakan diagram yang
menggambarkan hubungan antara akibat dengan faktor penyebabnya.
Penggunaan Analisis Sebab Akibat :
• Untuk mengenal penyebab yang penting.
• Untuk memahami semua akibat dan penyebab.
• Untuk membandingkan prosedur kerja.
• Untuk menemukan pemecahan yang tepat.
• Untuk memecahkan hal apa yang harus dilakukan.
• Untuk mengembangkan proses.
Langkah-langkah membuat diagram Sebab Akibat :
Langkah 1 : Gambarlah sebuah garis horisontal dengan suatu tanda panah
pada ujung sebelah kanan dan suatu kotak didepannya. Akibat
atau masalah yang ingin dianalisis di tempatkan dalam kotak.
Gambar 2.7 Langkah 1 Pembuatan Diagram Sebab Akibat
41
Langkah 2 : Tulislah penyebab utama (metode, bahan, alat dan manusia)
dalam kotak yang di tempatkan sejajar dan agak jauh dari garis
panah utama. Hubungan kotak tersebut dengan garis panah yang
miring ke arah garis panah utama. Terkadang atau mungkin
diperlukan untuk menambahkan lebih dari empat macam
penyebab utama.
Gambar 2.8 Pembuatan Diagram Sebab Akibat
Langkah 3 : Tulislah penyebab kecil pada diagram tersebut di sekitar
penyebab utama, yang penyebab kecil tersebut mempunyai
pengaruh terhadap penyebab utama. Hubungkan penyebab kecil
tersebut dengan sebuah garis panah dari penyebab utama yang
bersangkutan.
Gambar 2.9 Pembuatan Diagram Sebab Akibat
42
2.6.5 Histogram
Histogram merupakan diagram, hampir sama dengan grafik balok
digunakan untuk menggambarkan penyebaran data. Dengan menggunakan
histogram maka data akan lebih mudah dipahami. Histogram adalah bentuk
dari grafik kolom yang memperlihatkan distribusi yang diperoleh bila mana
data dalam bentuk angka telah terkumpul. Meskipun suatu histogram dibuat
berdasarkan contoh data, namun tujuannya adalah untuk memberikan saran
mengenai kemungkinan distribusi keseluruhan data (populasi) yang contoh
datanya diambil. Dalam Histogram, nilai dari peubah berkesinambungan
digambarkan pada sumbu horisontal yang dibagi dalam kelas atau sel yang
mempunyai ukuran sama. Biasanya ada satu kolom untuk tiap kelas dan
tingginya kolom menggambarkan jumlah terjadinya nilai data dalam jarak
yang digambarkan oleh kelas. Histogram ini dipakai untuk menentukan
masalah dengan melihat bentuk dan sifat dispersi dan nilai rata-rata.
Langkah-langkah pembuatan Histogram :
Langkah 1 : Kumpulkan data minimal 30 sampai 50 dan sedapatdapatnya
lebih, makin banyak datanya makin banyak kesimpulan yang
disarankan oleh data itu dapat dipercaya.
Langkah 2 : Carilah nilai frekuensi yang terbesar (L) dan nilai frekuensi
yang terkecil (S) dan kurangi untuk memperoleh bidang yang
dicakup (jarak) : R= L – S.
43
Langkah 3 : Menentukan jumlah kelas data dapat digunakan dengan rumus
Sturges yaitu :
k = 1 + 3.322 log
n Atau k √n, dimana k harus dijadikan bilangan bulat
k = jumlah kelas
n = jumlah frekuensi atau angka yang terdapat dalam data
Langkah 4 : Untuk memperoleh interval kelas atau panjang kelas adalah
dengan jarak dibagi jumlah kelas.
Langkah 5 : Tentukan batas kelas, batas kelas ini merupakan kelipatan
berurutan dari ukuran kelas. Angka yang paling kecil adalah
kurang dari pada atau sama dengan nilai contoh yang terkecil.
Langkah 6 : Buat lembar hitungan (tally sheet) dengan memasukkan data
angka ke dalam kelas yang telah ditentukan. Setelah
pemasukan angka-angka sedemikian selesai, hitung jumlah
frekuensi data pada setiap kelas.
Langkah 7 : Gambarlah garis mendatar dan garis tegak pada selembar
kertas grafik. Pada garis horisontal, tunjukkan semua batas
kelas dengan beri tanda “X” pada jarak yang sama. Periksalah
lembar hitungan untuk mencari jumlah tanda hitungan yang
terbanyak pada suatu kelas tertentu dan gambarkan skalanya
pada garis tegak sesuai dengan itu.
44
Langkah 8 : Pindahkan data dari lembar hitungan ke kertas grafik dengan
menggambar satu kolom pada setiap kelas yang tinggi
kolomnya sebanding dengan jumlah tanda hitungan yang ada
di kelas tersebut.
Langkah 9 : Tambahkan suatu catatan pada histogram tersebut, yang
menunjukkan siapa yang mengumpulkan data kapan dan
dimana, serta masukkan informasi tambahan apa saja yang
diperlukan untuk pengenalan data tersebut.
2.6.6 Scatter Diagram
Scatter diagram merupakan diagram yang digunakan untuk
menggambarkan korelasi antara dua kelompok data yang berpasangan.
Langkah-langkah pembuatan Scatter Diagram adalah sebagai berikut:
Langkah 1 : Kumpulkan data dan masukkan dalam tabel.
Langkah 2 : Gambarkan sumbu tegak dan sumbu datar beserta skala dan
keterangannya.
Langkah 3 : Gambarkan titik-titik koordinat data tersebut.
45
Diagram 2.2 Scatter Diagram
2.6.7 Grafik
Grafik adalah kumpulan data yang dinyatakan dalam bentuk gambar
secara sistematis. Adapun guna grafik adalah sebgaai berikut :
• Mempermudah, memperjelas serta mempercepat pembacaan data.
• Dapat memaparkan data yang lalu dan data yang baru sekaligus.
• Dapat melihat dengan jelas perbadingan dengan data lain yang
berhubungan.
• Untuk membantu atau mempermudah manganalisa dalam
pengambilan keputusan.
Berbagai jenis grafik digunakan, yang pemakaiannya tergantung pada
tujuan analisis. Jenis-jenis grafik adalah :
• Grafik Garis (Line Graph).
• Grafik Kolom atau Balok (Bar Graph).
• Grafik Lingkaran (Circle Graph).
46
Langkah-langkah pembuatan grafik :
Langkah 1 : Kumpulkan sejumlah data, tentukan jumlah datanya dan
sebutkan sumber datanya.
Langkah 2 : Temukan frekuensi data maksimum dan minimumnya.
Langkah 3 : Cantumkan secara jelas keterangan yang menunjukkan nama
data (data dari apa).
Langkah 4 : Cantumkan periode pengumpulan data, dalam periode yang sama
dan kontinu.
Langkah 5 : Cantumkan secara jelas penunjukkan ukuran skala atau unit baik
untuk sumbu tegak maupun sumbu datar (untuk grafik garis atau
balok).
Langkah 6 : Petunjuk skala (garis kecil) terletak dibagian dalam sumbu
grafik.
2.7 The Toyota Way
The Toyota Way bertujuan untuk menarik dan mempertahankan pelanggan
melalui mobil dan servis berkualitas tinggi serta secara konsisten memberikan
kepuasan pada pemilik mobil Toyota.
Konsep dan tindakan tersebutlah yang membuat ”The Toyota Way” mampu
beradaptasi dengan berbagai budaya dan bahasa, memberikan nilai tambah ke semua
bangsa yang mengaplikasikannya. The Toyota Way mendefinisikan bagaimana orang-
47
orang yang ada di keluarga Toyota di seluruh dunia menyerap semangat Toyota dan
mencapai standar tertinggi dalam bisnis mereka sehari-hari.
Gambar 2.10 Pilar The Toyota Way
Dua pilar utama The Toyota Way adalah Menghargai Orang Lain dan Perbaikan
Berkelanjutan (Kaizen). Perusahaan selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik
melalui perbaikan berkelanjutan. Memupuk sikap menghargai sesama dan meyakini
keberhasilan bisnis tercipta karena kontribusi individual dan teamwork yang efektif.
Kedua pilar tersebut diharapkan menjadi pandangan hidup dan kode etik untuk semua
anggota tim Toyota.
1. Tantangan
Wujudkan impian dengan visi jangka panjang untuk menjawab tantangan dengan
keberanian dan kreativitas.
Tantangan Kaizen Genchi Gembutsu Teamwork
Menghargai Orang Lain
Kaizen
The Toyota Way
• “The Toyota Way” bukan hanya sekedar metode. Tapi juga cara berpikir dan menyerap “Toyota Spirit of making things”
• Toyota Way bersama dengan Toyota Production System
48
• Menciptakan nilai melalui aktivitas manufaktur dan aktivitas penyampaian
produk dan jasa.
• Mempertahankan semangat untuk menjawab tantangan dari tiap anggota tim
• Memiliki perspektif jangka panjang
• Membuat keputusan melalui pertimbangan menyeluruh dan diskusi
2. Kaizen
Kita tingkatkan bisnis kita melalui pemikiran inovatif dan perbaikan
berkelanjutan.
• Mengadopsi pola pikir Kaizen dan pola pikir inovatif
• Membangun sistem yang ramping dan terstruktur
• Mempromosikan proses pembelajaran secara organisasional
3. Genchi Gembutsu (Genba)
Kita mempraktikkan Genchi Gembutsu. Langsung ke sumbernya (gemba) lihat
secara langsung. Kumpulkan fakta (data), melakukan pemecahan masalah dan
konsensus kemudian lakukan perbaikan sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
• Datangi gemba & lihatlah sendiri
• Membangun konsensus yang efektif
• Komitmen pada pencapaian
4. Menghargai
Dengan saling memahami dan menghargai, kita mengambil tanggung jawab
untuk membangun rasa saling percaya.
49
• Menghormati sesama teman kerja
• Saling percaya dan saling bertanggung jawab
• Komunikasi yang efektif dan jujur
5. Teamwork
Mendorong pengembangan pribadi yang profesional, berbagi kesempatan untuk
memaksimalkan performa individu dan tim.
• Komitmen untuk belajar dan mengembangan diri
• Menghormati individu, mewujudkan bahwa kekuatan akan diraih jika kita
menyatukannya dalam tim
2.8 Toyota Prodction System (TPS)
Toyota Production System merupakan kerangka kerja konsep dan metode untuk
meningkatkan vitalitas produk melalui peningkatan kualitas dan di saat bersamaan
meningkatkan produktivitas dan penyerahan tepat waktu.
Toyota Production System akan menciptakan kebutuhan dan tantangan kreatif di
tempat kerja. Karyawan tidak bisa bersantai karena keberhasilan sistem ini
membutuhkan pengawasan yang konsisten dan serius. Perbaikan berkelanjutan
(kaizen) membutuhkan usaha dan keterlibatan semua karyawan dan manajemen.
Hasil keseluruhannya adalah tempat kerja yang lebih aman, efisien dan karyawan
yang bangga dengan produk dan servis yang mereka berikan.
50
Tabel 2.11 Kerangka TPS
2.8.1 Just In Time (JIT) Production
Just In Time yaitu kegiatan memproduksi dan mengirim hanya item
yang diperlukan dan disaat waktu yang dibutuhkan dengan jumlah yang
diperlukan.
JIT dapat menghilangkan waste inconsistencies dan permintaan yg tidak
beralasan sehingga dapat memperbaiki produktivitas. Keuntungan Just In
Time :
● Mengurangi pemborosan (Muda).
● Mengurangi persediaan suku cadang dan mobil.
● Mengurangi biaya penyimpanan.
● Mengurangi transportasi dan perpindahan material.
1. Continuous-flow Processing
2. Pull System
3. Takt Time
4. Automation
5. Visual Control
6. Separate work for people & machine
Heijunka (Produksi Merata)
TPS
JIT Production
JIDOKA
Prasyarat
Pilar Konsep Prinsip
51
● Kualitas terintegrasi yang mengurangi pemborosan dan biaya.
Kiichiro Toyoda adalah orang pertama yang mengenalkan sistem
produksi Just In Time. Dia memutuskan untuk melakukan proses berbeda
untuk jalur perakitan, hanya item dalam jenis dan jumlah tertentu akan
diproses di jalur selanjutnya sesuai dengan kebutuhan.
2.8.2 JIDOKA
Jidoka merupakan suatu perangkat yang dapat menghentikan mesin
ketika mendeteksi produk cacat sehingga tidak ada produk yang cacat
dilanjutkan ke proses berikutnya. Dengan Jidoka seorang operator dapat
bekerja dengan lebih banyak mesin dan produktivitas meningkat pesat.
Gambar 2.11 JIDOKA
Dalam membangun kerangka TPS, Jidoka mempunyai prinsip-prinsip sebagai
berikut :
52
a. Automation
Automation merupakan prinsip penghentian mesin dalam Jidoka. Ketika
terjadi masalah dalam line produksi, mesin dapat berhenti otomatis.
Sehingga pada line produksi tersebut tidak memproduksi barang cacat dan
staf hanya akan menangani peralatan yang berhenti. Salah satu aplikasi
dari prinsip automation adalah Pokayoke.
Pokayoke yaitu alat atau sistem yang mampu mendeteksi kondisi
abnormal. Kata pokayoke berasal dari bahasa Jepang yang berarti
“mistake-proofing atau menjaga dari kesalahan”. Pada dasarnya pokayoke
adalah suatu metode yang sederhana dan relatif ekonomis untuk
mendeteksi adanya kondisi abnormal tanpa memerlukan konsentrasi atau
ketelitian operator untuk menemukan kondisi abnormal tersebut. Metode
tersebut dapat dikatakan relatif ekonomis karena dapat mengurangi adanya
defect atau cacat sehingga kerugian industri akibat adanya produk cacat
dapat diatasi.
Biasanya inspeksi atau kontrol kualitas dilakukan pada tahap akhir proses
produksi, apabila ternyata sumber kesalahan berada pada awal proses
produksi, maka biaya inspeksi untuk merunut sumber kesalahan tersebut
akan membutuhkan biaya yang besar. Pokayoke merupakan pendeteksi
kondisi abnormal sejak dini, sehingga sumber dari kesalahan dapat segera
diperbaiki tanpa harus menunggu inspeksi setelah selesai proses produksi.
53
b. Visual Control
Visual control adalah metode manajemen yang efektif menghasilkan
informasi dan fakta dalam bentuk yang dapat terlihat jelas kepada pekerja
dan manager sehingga kondisi operasional aktual dan target improvement
dapat diketahui oleh setiap orang. Ketika situasi abnormal dapat diketahui
secara cepat dan akurat, maka tidak perlu lagi menghabiskan tenaga dan
konsentrasi untuk mengontrol situasi yang normal. Menyusun standar
adalah langkah pertama yang harus dilakukan untuk mengetahui situasi
abnormal.
c. Separate Man dan Machine
Memisahkahn manusia dan mesin merupakan komitmen manajemen dan
karyawan Toyota bahwa penggunaan mesin dapat membuat pekerjaan
karyawan lebih ‘manusiawi’.