Upload
hoangdan
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Penjadwalan Produksi
Perusahaan selalu melakukan penjadwalan produksi dalam pemenuhan
kapasitas permintaan konsumen atau order dari konsumen untuk jangka pendek
dalam rentang periode beberapa minggu, bulan. Menurut Baroto (2002, p167)
penjadwalan yang tidak efektif akan menghasilkan tingkat penggunaan yang
rendah dari kapasitas yang ada. Hal ini dapat menurunkan efektifitas dan daya
saing perusahaan, serta penurunan dari tingkat pelayanan dan hal-hal lainnya
secara tidak langsung.
2.1.1 Pengertian Penjadwalan
Penjadwalan (scheduling) didefinisikan sebagai proses pengalokasian sumber
untuk memilih sekumpulan tugas dalam jangka waktu tertentu (Yamit, 1996).
Secara rinci dapat dijabarkan bahwa penjadwalan merupakan sebuah fungsi
pengambilan keputusan, yaitu dalam menentukan jadwal yang paling tepat. Atau
merupakan sebuah teori yang berisis kumpulan prinsip, model, teknik dalam
pengambilan keputusan.
Vollman (Yamit, 1996) mendefinisikan penjadwalan produksi sebagai
pengaturan urutan kerja serta pengalokasian sumber baik waktu, fasilitas untuk
23
setiap operasi yang harus diselesaikan. Sedangkan menurut Conway, penjadwalan
diartikan sebagai proses pengurutan pembuatan produk secara menyeluruh pada
sejumlah mesin tertentu, pengurutan (sequencing) berarti pembuatan produk pada
satu mesin tertentu.
Beberapa istilah penjadwalan, diantaranya adalah sebagai berikut (Daihani,
2001):
1. Processing Time (waktu proses) adalah perkiraan waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan tugas tertentu.
2. Due Date (batas waktu) adalah batas waktu yang diberikan untuk
menyelesaikan suatu tugas. Apabila tugas tersebut tidak terselesaikan hingga
batas waktu. Maka, terjadi keterlambatan.
3. Completion Time (rentang waktu) adalah waktu dari mulai bekerja
menyelesaikan tugas pertama (t=0) sampai dengan tugas ke-n selesai.
4. Lateness (keterlambatan) adalah selisih waktu penyelesaian tugas dengan
batas waktunya. Apabila tugas diselesaikan setelah batas waktu (due date)
maka terjadi nilai keterlambatan positif.
5. Slack adalah suatu ukuran dari perbedaan antara waktu yang tersisa bagi suatu
tugas untuk diselesaikan (due date) dengan waktu proses yang dibutuhkan
untuk menyelesaikannya (processing time).
6. Tardiness adalah besarnya keterlambatan dari job I atau disebut juga lateness
(keterlambatan) yang bernilai positif.
24
7. Flow Time adalah jangka waktu dimana suatu tugas mulai siap untuk diproses
sampai dengan selesai diproses.
8. Makespan adalah total waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh
tugas, mulai dari tugas pertama hingga tugas ke-n.
9. Critical Ratio adalah perbandingan antara waktu yang masih tersisa hingga
due date dengan waktu proses yang masih tersisa.
Beberapa aturan-aturan prioritas sequencing yang umum antara lain adalah
sebagai berikut ( Arman Nasution, 2003, Hal 183) :
a. First Come First Serve (FCFS)
Pengerjaan job berdasarkan job yang datang pertama kali.
b. Shortest Processing Time (SPT)
Pekerjaan dengan waktu proses terpendek akan diproses terlebih dahulu,
demikian berlanjut untuk job yang waktu prosesnya terpendek kedua. Dalam
kaidah SPT ini tidak memperdulikan due date ataupun kedatangan order baru.
c. Earliest Due Date (EDD)
Pekerjaan akan dilakukan kepada pekerjaan-pekerjaan yang mempunyai
tanggal batas waktu penyerahan due date paling awal.
d. Critical Ratio (CR)
Dalam kaidah CR ini pengurutan pekerjaan dilakukan dengan menghitung
waktu sisa sampai dengan batas waktu pengerjaannya.
25
e. Random (acak)
Mengerjakan job secara urutan yang acak, job apa saja yang dapat diproses
terlebih dahulu (tidak ada aturan bakunya).
f. Most Work Remaining (MWKR)
Suatu aturan dimana job yang memiliki sisa waktu proses paling lama akan
diberikan prioritas pengerjaan. Aturan ini akan mengasilkan makespan
terkecil.
g. Least Work Remaining (LWKR)
Aturan ini berlawanan dengan MWKR dimana job yang memiliki waktu
proses paling kecil akan diprioritaskan.
Pada umumnya seluruh metode diatas akan dapat dilakukan apabila hanya
menggunakan 1 mesin saja. Namun, jika menggunakan dua atau lebih mesin.
Maka, aturan prioritas pekerjaan dapat dibantu dengan metode lainnya, seperti
aturan Johnson atau CDS.
Dalam pengurutan tiap job yang akan dikerjakan, terdapat beberapa kaidah
diantaranya adalah sebagai berikut (Teguh Baroto, 2002, Hal 170):
1. Mean Flow Time atau rata-rata waktu pekerjaan dalam sistem.
2. Idle Time atau waktu menganggur dari mesin.
3. Mean Lateness atau rata-rata keterlambatan.
4. Mean Number Job in The System atau rata-rata jumlah job dalam mesin.
5. Makespan atau total waktu penyelesaian seluruh job.
6. Jumlah job yang terlambat.
26
2.1.2 Tujuan Penjadwalan
Tujuan dari aktivitas penjadwalan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan penggunaan sumber daya atau mengurangi waktu tunggunya,
sehingga total waktu proses dapat berkurang, dan produktivitas dapat
meningkat.
2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi atau mengurangi sejumlah
pekerjaan yang menunggu antrian ketika sumber daya yang ada masih
mengerjakan yang lain. Teori Baker mengatakan, jika makespan suatu
penjadwalan adalah konstan, maka urutan kerja yang tepat akan mengurangi
rata-rata waktu alir sehingga mengurangi rata-rata persediaan barang setengah
jadi.
3. Mengurangi beberapa lambatnya suatu pekerjaan yang mempunyai waktu
penyelesaian (due date) sehingga akan meminimasi penalty cost (biaya
kelambatan), dilakukan dengan cara mengurangi maksimum keterlambatan
ataupun dengan mengurangi jumlah pekerjaan yang terlambat.
4. Membantu pengambilan keputusan mengenai perencanaan kapasitas pabrik
dan jenis kapasitas yang dibutuhkan sehingga penambahan biaya yang mahal
dapat dihindarkan.
5. Meminimasi rata-rata waktu proses dalam suatu sistem.
6. Memperbaiki keakuratan status informasi pekerjaan.
7. Mengurangi setup times.
27
2.1.3 Fungsi Penjadwalan
Tipe operasi akan mempengaruhi fungsi penjadwalan. Adapun fungsi
penjadwalan berdasarkan tipe operasi adalah sebagai berikut (Eddy Herjanto,
1999, Hal 45):
a. In Process Industries
Seperti pabrik-pabrik kimia, penjadwalan bisa saja terdiri dari pencampuran
bahan-bahan, membersihkan kotoran, dan mulainya memproduksi produk.
Program linear dapat menentukan biaya termurah dari percampuran bahan-
bahan dan kuantitas pemesanan ekonomis dengan dapat menentukan jangka
waktu optimum dari suatu produksi berjalan.
b. Untuk Produksi Massal
Penjadwalan dari produksi akan sangat menentukan ketika jalur perakitan
telah dipasang. Keputusan penjadwalan dari hari ke hari terdiri dari penentuan
seberapa cepat waktu untuk menyelesaikan satu item dalam line dan berapa
jam yang dibutuhkan per hari untuk menyelesaikan 1 line.
c. Untuk Proyek
Keputusan penjadwalan sangat banyak dan berhubungan dengan teknik
penjadwalan proyek seperti PERT dan CPM.
d. Untuk Batch atau Job Shop Production
Kepentingan penjadwalan bisa sangat kompleks, dalam kaitannya dengan
penjadwalan produksi, batch flow, job shop dan cellular process telah banyak
ditemui. Dalam tiap kasus jenis produk-produknya dibuat secara normal dan
28
banyak diantaranya make to order. Waktu yang dibutuhkan untuk memproses
masing-masing pekerjaan atau produk bervariasi dari pekerjaan satu ke
pekerjaan lainnya karena perbedaan dalam waktu setup dan kebutuhan
pemrosesan yang lain serta juga perbedaan ukuran order pelanggan.
Lingkungan batch production merupakan lingkungan yang dinamis karena
orders dari pelanggan datang secara bersinambungan dan produk-produk yang
telah jadi diproses serta kemudian diantarkan ke pelanggan tepat waktu.
Beberapa aktivitas penjadwalan berkaitan dengan fungsi dari sistem produksi
(Teguh Baroto, 2002, hal 167) antara lain:
1. Loading (pembebanan) bertujuan mengkompromikan antara kebutuhan yang
diminta dengan kapasitas yang ada. Pembebanan ini hanya untuk menentukan
fasilitas, operator dan peralatan.
2. Sequencing (penentuan urutan) bertujuan membuat prioritas pengerjaan dalam
pemprosesan order yang masuk.
3. Dispatching pemberian perintah-perintah kerja ke setiap mesin atau fasilitas
lainnya.
4. Updating schedules . Pelaksanaan jadwal biasanya selalu ada masalah baru
yang berbeda dari saat pembuatan jadwal. Maka, harus segera di update bila
ada permasalahan baru yang memang perlu diakomodasi.
Updating jadwal termasuk dalam variabel keputusan, termasuk pula didalamnya
penyiapan, pengendalian, yang memuat (Teguh Baroto, 2002, Hal 168):
1. Kuantitas pasti dari tenaga kerja yang digunakan harian.
29
2. Setting adjustable tingkat produksi aktual untuk overtime dan undertime.
3. Alokasi spesifik dari order permintaan ke sumber daya (mesin,dan lain - lain)
4. Sequencing (urutan), time phasing, dari pesanan sampai unit produksi.
2.2 Proses Penjadwalan Produksi
2.2.1 Teknik Penjadwalan Produksi
Pada dasarnya terdapat dua metode atau teknik penjadwalan, yaitu: Backward
scheduling dan Forward scheduling (Gasperz,2001, Hal 245). Untuk backward
scheduling selalu dimulai dengan tanggal atau waktu dimana suatu pesanan yang
dibutuhkan itu harus diselesaikan yang ditetapkan oleh MRP, kemudian
menghitung mundur (backward) guna menentukan waktu yang tepat untuk
mengeluarkan pesanan itu. Penggunaan backward scheduling mengasumsikan
bahwa finished date diketahui dan start date diinginkan. Biasanya kuantitas
independent demand beserta waktu kebutuhannya ditentukan dengan
menggunakan master production schedule (MPS). Backward scheduling biasanya
digunakan apabila komponen-komponen yang sedang dibuat menuju ke suatu
assembled product memiliki waktu tunggu yang berbeda (different lead times).
Sedangkan Forward scheduling dimulai dari start date pada operasi pertama,
kemudian menghitung schedule date ke depan (forward) untuk setiap operasi
(sampai operasi terakhir) guna menentukan completion date. Berdasarkan
perhitungan ini akan diketahui operation start dates untuk setiap langkah. Perlu
diperhatikan di sini, bahwa forward scheduling menggunakan data waktu atau
30
tanggal yang dijanjikan untuk pelanggan, serta berfokus pada operasi-operasi
kritis dan penjadwalan melalui sub operasi. Forward scheduling paling sering
digunakan dalam perusahaan-perusahaan seperti paper and steel mills dimana
produk bersifat besar (bulky) dengan sedikit komponen. Forward scheduling akan
jelek apabila diterapkan untuk struktur produk yang kompleks dengan banyak
komponen.
Pada dasarnya forward scheduling akan menjawab pertanyaan berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pesanan. Sedangkan
backward scheduling akan menjawab pertanyaan kapan harus memulai
mengerjakan suatu pesanan agar dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang
diinginkan itu.
Operation Scheduling (sinonim dari detailed scheduling) merupakan
operation start and completion dates dengan mempertimbangkan waktu-waktu
setup, pelaksanaan, bergerak, menunggu atau antri. Proses ini menentukan kapan
setiap operasi seharusnya dimulai dan berakhir, guna menyelesaikan pesanan
tepat waktu, dan mengijinkan capacity requerement planing (CRP) melakukan
time phase load, misalnya menentukan banyaknya kerja yang dilakukan oleh
work center berdasarkan periode waktu. Informasi tentang waktu (dates)
digunakan dalam dispatching function.
Adapun block scheduling adalah simplified version dari backward scheduling.
Block scheduling digunakan apabila operasi harus dijadwalkan secara manual.
Block scheduling kurang akurat dibandingkan detailed scheduling (operation-by-
31
operation scheduling) dan akan meningkatkan waktu tunggu (lead time). Banyak
perusahaan menggunakan metode block scheduling untuk menduga banyaknya
waktu yang dibutuhkan untuk setiap part. Hal ini akan menghemat waktu
perhitungan (computation time) tetapi biasanya meningkatkan waktu tunggu
sehingga menjadi bertambah panjang (long lead times).
Teknik penjadwalan pada dasarnya hanya bergantung pada 4 hal, yaitu
volume pesanan, ciri operasi, dan keseluruhan kompleksitas pekerjaan, sekaligus
pentingnya tempat pada masing-masing dari empat kriteria (Render and Heizer,
2001, hal 467). Empat kriteria itu adalah:
1. Meminimalkan waktu penyelesaian. Ini dinilai dengan menentukan rata-rata
waktu penyelesaian.
2. Memaksimalkan utilisasi. Hal ini dinilai dengan menentukan persentase
fasilitas yang digunakan.
3. Meminimalkan persediaan barang dalam proses. Dan ini dinilai dengan
menentukan rata-rata jumlah pekerjaan dalam sistem. Hubungan antara
jumlah pekerjaan dalam sistem adalah tinggi. Dengan demikian semakin kecil
jumlah pekerjaan yang ada dalam sistem. Maka, akan semakin kecil
persediaannya.
4. Meminimalkan waktu tunggu pelayanan. Ini dinilai dengan menentukan rata-
rata keterlambatan.
32
2.2.2 Klasifikasi Penjadwalan Produksi
Beberapa model penjadwalan diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan mesin yang dipergunakan dalam proses.
a. Penjadwalan pada mesin tunggal (single machine shop)
b. Penjadwalan pada mesin majemuk (m machine)
2. Berdasarkan pola aliran proses
a. Penjadwalan Flow Shop
Proses produksi dengan tipe flow shop berarti menunjukkan adanya
aliran dari 1 mesin ke mesin lainnya. Dalam flow shop setiap
pekerjaan dari n job akan diproses pada m machine untuk permintaan
yang dalam sekali per mesin. Pada tipe ini setiap pekerjaan akan
melewati seluruh mesin yang ada pada aliran proses yang sama.
b. Penjadwalan Job Shop
Proses produksi tipe ini memiliki penjadwalan yang memiliki lebih
dari satu arah aliran pekerjaan. Oleh sebab itu, setiap job yang akan
diproses pada 1 mesin bisa jadi adalah job baru atau job dalam proses.
Dan job yang keluar dari suatu mesin bisa jadi merupakan job jadi atau
job yang masih dalam proses. Dalam job shop pekerjaan membtuhkan
beberapa operasi dalam sebuah mesin.
3. Berdasarkan Pola Kedatangan Job
33
a. Penjadwalan statis yaitu job yang datang bersamaan dan siap
dikerjakan pada mesin yang tidak bekerja, dimana tidak ada job yang
datang pada saat jadwal dilaksanakan.
b. Penjadwalan dinamis adalah dimana kedatangan job yang tidak
menentu sehingga perlu dibuatkan jadwal yang baru.
4. Berdasarkan Informasi yang diterima
a. Penjadwalan Deterministik biasanya berupa informasi tentang
pekerjaan dan mesin seperti kedatangan pekerjaan dan waktu proses.
b. Penjadwalan Stokastik biasanya berupa informasi yang tidak pasti,
tetapi memiliki kemungkinan, seperti informasi tentang probabilitas
tertentu.
5. Berdasarkan Product Positioning
a. Make to Order (jumlah dan jenis dibuat berdasar pesanan, sehingga
mengurangi biaya simpan)
b. Make to Stock (jumlah dan jenis terus menerus dibuat untuk disimpan
sebagai persediaan)
2.2.3 Penjadwalan Mesin
Beberapa operasi penjadwalan yang dilakukan terhadap fasilitas permesinan
pada lantai produksi adalah sebagai berikut :
1. Penjadwalan n job pada 1 prosesor
34
Hal ini bertujuan untuk mendapatkan nilai minimal . terkecil dari
keterlambatan. Makespan penjadwalan pada 1 prosesor selalu konstan
besarnya, dan tidak berpengaruh kepada waktu alir rata-rata (mean flow
time), kelambatan rata-rata (mean lateness) atau ukuran kelambatan rata-
rata (mean tardiness).
Semua ini berlaku pada 1 kali penugasan. Hal ini berarti jika muncul
pekerjaan baru. Maka, pekerjaan itu disimpan dalam daftar tunggu dan
baru dijadwalkan bersama dengan pekerjaan lainnya setelah kumpulan
penjadwalan pertama selesai diproses.
2. Penjadwalan n job pada m prosesor paralel
Pada penjadwalan ini prosesor yang ada berjumlah lebih dari 1 prosesor.
Dengan banyaknya prosesor ini. Maka, penjadwalan tidak lagi dilakukan
semata-mata untuk urutan. Namun, penjadwalan dilakukan untuk
mendapatkan urutan pekerjaan yang paling optimal.
3. Penjadwalan n job pada m prosesor serial
Apabila pada m prosesor paralel satu pekerjaan dapat dikerjakan oleh
salah satu prosesor. Maka, pada penjadwalan prosesor seri, setiap
pekerjaan harus dilakukan oleh setiap prosesor secara berurutan.
Dengan demikian, penjadwalan ini memerlukan urutan pekerjaan paling
optimal, dan ini hanya dapat dicapai dengan meminimasi makespan.
35
2.2.4 Kriteria Optimalitas
Beberapa kriteria dari optimalitas suatu prose penjadwalan adalah :
1. Berkaitan dengan waktu
Minimasi Mean Flow Time ; kriteria akan menunjukkan rata-rata waktu
yang dihabiskan setiap komponen di lantai pabrik. Hal ini terletak pada
dua tindakan yaitu minimasi makespan dan pemenuhan due date.
2. Berkaitan dengan ongkos
Kriteria ini akan mengarah kepada biaya produksi seperti inventory cost,
penalty cost, dan lain - lain tanpa memperhatikan kriteria waktu yang ada,
sehingga didapatkan biaya yang rendah.
3. Kriteria Gabungan
Adalah hasil dari penggabungan beberapa kriteria optimalitas yang ada.
4. Kriteria Proses
Yang termasuk di dalam kriteria ini adalah:
a. Meminimalkan waktu penyelesaian; Dimulai dengan menentukan
rata-rata waktu penyelesaian.
b. Memaksimalkan utilisasi; Dimulai dengan penentuan persentase
waktu fasilitas yang digunakan.
c. Meminimalkan persediaan barang dalam proses; Dimulai dengan
penentuan rata-rata jumlah pekerjaan dalam sistem. Hubungan
yang terjadi adalah semakin kecil jumlah pekerjaan yang ada
dalam sistem akan semakin kecil persediaannya.
36
d. Meminimalkan waktu tunggu pelanggan; Dimulai dari menentukan
rata-rata jumlah keterlambatan.
2.3 Permasalahan Dalam Penjadwalan Produksi
Secara umum persoalan pada penjadwalan dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Apabila α adalah resiko yang ditanggung karena mengerjakan tugas A
lebih awal daripada tugas B.
2. Apabila β adalah resiko yang ditanggung karena mengerjakan tugas B
lebih awal daripada tugas A.
Oleh sebab itu, pemilihan α dan β dapat dikaitkan dengan kriteria optimalitas
yang akan diambil oleh pengambil keputusan.
2.3.1 Hambatan-hambatan Penjadwalan Produksi
Pada kenyataannya, penjadwalan produksi sering terhambat karena gangguan
tertentu, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Mesin Rusak
Pada saat terjadi kerusakan mesin. Maka, akan menghambat seluruh
operasi pekerjaan yang menggunakan mesin tersebut. Hal ini akan
menyebabkan terhentinya proses produksi, dan penjadwalan ulang.
Dalam melakukan penjadwalan ulang ini, perlu memperhatikan
diantaranya, penjadwalan ulang ini dititik beratkan hanya pada titik
waktu terjadinya gangguan. Penjadwalan ulang dilakukan untuk
37
operasi-operasi yang belum dijadwalkan. Sedangkan, operasi yang
sedang dikerjakan pada saat terjadi gangguan tidak mengalami
perubahan. Informasi yang diperlukan saat terjadi kerusakan mesin
adalah nomor mesin rusak, waktu terjadinya kerusakan dan lama
waktu perbaikan.
2. Penambahan Pesanan Baru
Pada saat produksi sedang berjalan, tidak menutup kemungkinan akan
terjadi penambahan pesanan baru. Maka, akan menimbulkan
kekacauan penjadwalan akibat belum diperhitungkannya pesanan baru
tersebut. Dalam penjadwalan ulang ini haruslah memperhatikan
diantaranya adalah penjadwalan ulang dilakukan hanya dari titik awal
terjadinya gangguan, operasi yang telah diselesaikan sebelum
terjadinya gangguan tidak diperhatikan lagi. Adapun informasi yang
dibutuhkan untuk penjadwalan ulang ini adalah jenis produk yang
dipesan, routing pekerjaannya, jumlah pesanan dan due date baru.
3. Perubahan Prioritas
Perubahan prioritas ini mungkin saja terjadi. Setelah mendapatakan
gangguan lalu dilakukan perbaikan, yang juga akan merubah prioritas
pekerjaan dalam penjadwalan.
4. Perubahan Due Date
Produk yang mengalami perubahan due date akan menyebabkan
terjadinya perubahan pada jadwal produksi semula. Perubahan due
38
date ada 2 macam yaitu due date maju atau due date mundur.
Perubahan due date yang mundur tidak akan mengganggu optimalisasi
penjadwalan yang ada. Namun, bila terjadi due date maju. Maka, akan
merubah penjadwalan produksi.
5. Adanya produk yang memerlukan pengulangan operasi
Hal ini terjadi apabila ada produk yang dinyatakan cacat. Maka,
produk tersebut akan dikerjakan ulang untuk memenuhi yang
diinginkan. Akibat dari pengulangan operasi adalah waktu operasi
produk tersebut bertambah dan operasi produk lain tertunda. Maka,
informasi yang diperlukan apabila operasi yang diulang
2.4 Penjadwalan Flow Shop
Sistem penjadwalan dalam flow shop adalah penjadwalan dari seluruh job
dengan urutan proses sama dan masing-masing job menuju ke masing-masing
mesin dalam waktu tertentu (Askin Ronald, 2003, Hal 437). Setiap operasi
berikutnya berasal dari satu operasi yang mendahuluinya dan operasi kedua dari
terakhir mempunyai satu operasi yang mengikutinya disebut juga linear
precedence diagram.
Lantai produksi terdiri dari m mesin berbeda, setiap job terdiri dari m operasi
yang memerlukan mesin yang berbeda, karakteristik ini terlihat pada aliran kerja
yang terarah.
39
Pada pekerjaan flow shop memungkinkan dilakukan penomoran mesin,
sehingga jika operasi ke-j dari suatu job mendahului operasi ke-k. Maka, mesin
yang diperlukan dari operasi ke-j mempunyai nomor yang lebih kecil
dbandingkan dengan mesin yang dibutuhkan oleh operasi ke-k. Mesin-mesin
dalam flow shop diberi nomor 1,2,3,...,m dan operasi job ke-i ditandai dengan
(i,1),(I,2),…,(I,m). Karakteristik dasar penjadwalan flow shop adalah sebagai
berikut :
1. Terdapat n job yang tersedia dan siap diproses pada waktu t = 0
2. Waktu set up independent terhadap urutan pengerjaan.
3. Terdapat m mesin berbeda yang tersedia secara terus-menerus.
4. Operasi-operasi individual tidak dapat dipecah-pecah.
2.4.1 Metode Campbell Dudek Smith (CDS)
Algoritma CDS dikembangkan sejak tahun 1970-an, dan menghasilkan urutan
m-1 dan pilihan dengan makespan terkecil (Askin Ronald,2003, Hal 443). Dalam
kenyataannya penjadwalan selalu melibatkan sejumlah besar job yang harus
diproses dengan banyak mesin. Dan hal ini tidak dapat diselesaikan dengan aturan
Johnson. Oleh sebab itu, pengembangan dari aturan Johnson ini disebut algoritma
CDS, tetapi tetap masih menerapkan aturan Johnson. Metode ini memiliki
kelebihan dalam dua hal, yaitu :
1. Pemakaian aturan Johnson dalam sebuah cara heuristik,
40
2. Biasanya menghasilkan beberapa jadwal yang dapat dipilih sebagai
yang terbaik.
Langkah-langkah penjadwalan algoritma CDS yaitu (Eddy Herjanto,1999,Hal
559):
1. Ambil stasiun kerja atau mesin pertama dan terakhir (mesin yang lain
dianggap tidak ada), susunan urutan penjadwalan dengan menggunakan
aturan Johnson.
2. Ambil stasiun kerja atau mesin 1,2 dan stasiun kerja atau mesin M, M-1,
lalu gabungkan waktu proses antara mesin 1,2 (t1,p1) dan juga waktu
proses mesin M,M-1 (t1,p2) dengan menggunakan perhitungan sebagai
berikut.
Ti,p1 = ti,1 + t1,2
Ti,p2 = ti,m-1 + ti,m
Dimana tij = waktu proses pada mesin M (j = 1 hingga m mengacu pada
stasiun kerja atau mesin aktual), j = p1 mengacu pada kelompok stasiun
kerja atau mesin 1, j = p2 mengacu pada stasiun kerja atau mesin). Lalu
susun urutan penjadwalan dengan aturan Johnson.
3. Ambil stasiun kerja atau mesin 1,2,3 dan stasiun kerja atau mesin M,M-
1,M-2 lalu gabungkan waktu proses antara mesin 1,2,3 (ti,p2) dengan
menggunakan perhitungan sebagai berikut:
Ti,p1 = ∑=
m
j
jti1
,
41
Ti,p2 = ∑−=
M
Mj
jti2
,
Lalu susun sesuai aturan Johnson.
4. Lakukan terus sampai setiap mesin teranalisa makespan waktu tardiness
dan pada perhitungan dibawah ini:
Ti,p1 = ∑−
=
1
1
,M
j
jti
Ti,p2 = ∑=
M
j
jti2
,
5. Untuk setiap penjadwalan yang dihasilkan, hitung total waktu
penyelesainnya. Lakukan pemilihan urutan penjadwalan dengan total
waktu penyelesaian terkecil.
Langkah-langkah penjadwalan algoritma CDS (Baroto,2001,Hal 184) adalah
sebagai berikut :
1. Menyusun matriks n x m dari tij, dimana n (jumlah job), m (jumlah
mesin) dan tij (waktu pengerjaan job i pada mesin ke j).
2. Menentukan jumlah urutan (p) untuk n job 2 mesin, dimana p ≤ m-1.
3. Memulai penjadwalan dengan tahap 1 (k=1).
4. Menghitung t*i,1 (m-1) dan t*i,2 (m-2)
Dimana : m-1 = ∑=
i
k
jti1
, dan m-2 = ∑−−=
m
kmj
jti1
,
42
5. Dengan bantuan algoritma Johnson, n job two mesin, maka dapat
ditentukan pengurutan job.
6. Jika k ≠ p, maka perhitungan kembali pada langkah ketiga degan (k+1),
jika k = p, maka perhitungan selesai.
7. Menghitung makespan (total waktu pengerjaan produk terpanjang yang
berada dalam suatu sistem).
8. Memilih urutan penjadwalan yang memiliki makespan terkecil.
Campbell, Dudek, Smith (CDS) mencoba algoritma mereka dan menguji
performance-nya pada berbagai masalah, serta menemukan bahwa algoritma
ini efektif untuk masalah kecil atau masalah besar. (Baroto,2001,Hal186).
Adapun tahapan-tahapan dari Algoritma Johnson adalah sebagai berikut :
1. Buatlah daftar waktu proses untuk seluruh pekerjaan-pekerjaan
tersebut, baik pada mesin pertama (M-1) dan mesin terakhir (M-2).
2. Carilah seluruh waktu proses untuk seluruh pekerjaan. Tentukan waktu
proses yang minimal (ti1,ti2).
3. Jika waktu proses minimal berada pada mesin pertama (M-1),
tempatkan pekerjaan tersebut paling awal yang mungkin dalam urutan.
Jika terletak pada mesin kedua (M-2), tempatkan pekerjaan-perkerjaan
tersebut paling akhir yang mungkin dalam urutan.
4. Hilangkan pekerjaan yang telah ditugaskan (telah ditempatkan dalam
urutan dan sebagai hasil dari langkah 3) dan ulangi langkah 2 dan
langkah 3 sehingga seluruh pekerjaan telah diurutkan.
43
Algoritma CDS ini cocok untuk persoalan yang memiliki banyak
tahapan (multi stage) yang memakai aturan Johnson dan diterapkan
pada masalah baru, yang diperoleh dari yang asli dengan waktu proses
t*i,1 dan t*i,2
Pada tahap I
t*i,1 = t*i,1 dan t*i,2 = t*i.m
Pada tahap II
t*i,1 = t*i,1 + t*i,2 dan t*i,2 = t*i.m + t*i,m-1
oleh karena itu, aturan Johnson diaplikasikan pada jumlah dari dua
mesin yang pertama (first-two) dan dua mesin terakhir (last-two)
waktu proses ke-i.
t*I,1 = ∑=
1
1
,i
k
kti dan t*i,2 = ∑=
+−i
ik
kmti 1,
dimana :
t*i,1 : waktu proses pada job ke-I dengan menggunakan mesin
pertama.
t*i,2 : waktu proses pada job ke-I dengan menggunakan mesin
terakhir.
I : (job) produk yang diproses.
m : jumlah mesin
K : (stage) tahapan
44
Untuk setiap tahap k (k=1,2,…,m-1), job yang diperoleh dipakai untuk
menghitung sebuah makespan untuk masalah yang sesungguhnya. Setelah
tahap demi tahap (m-1) dilakukan. Maka, dapat diketahui makespan terbaik di
antara tahap (m-1).
2.4.2 Metode Nawaz, Enscore, dan Ham (NEH)
Heuristik NEH pertama kali digunakan dalam waktu proses untuk masing-
masing job dan untuk mengurangi waktu dari produksinya (Askin Ronald, 2003,
Hal 443). Adapun langkah-langkah dari algoritma NEH adalah sebagai berikut :
1. Lakukan pengurutan job berdasarkan aturan SPT (Short Processing
Time)
2. Kemudian memulai dengan mencoba 2 urutan pertama tersebut (j1,j2)
dan (j2,j1). Hitung makespan dari kedua urutan tersebut dan pilih
makespan terkecil (misalnya j2,j1).
3. Perhitungan dilanjutkan berdasarkan job selanjutnya, misalnya j3. hitung
makespan dari ketiga urutan tersebut yaitu (j3,j2,j1),(j2,j3,j1),(j2,j1,j3)
dan pilih dengan urutran makespan terkecil.
4. Lakukan terus perhitungan tersebut hingga didapatkan urutan dengan
makespan terkecil.
Metode Algoritma NEH adalah metode paling optimal dalam mendapatkan
nilai makespan terkecil. (E Taillard, 1990, European Journal of Operational
Research 47, North Holland). Pencapaian optimal ini didapat setelah
45
membandingkan berbagai algoritma diantaranya adalah algoritma Johnson, CDS,
Gupta, Palmer, dan Rapid Access Procedure (RA).