33
22 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Menurut Teguh Baroto (2002, p14), perencanaan dan pengendalian produksi (PPC) adalah aktivitas bagaimana mengelola proses produksi tersebut. PPC merupakan tindakan manajemen yang sifatnya abstrak (tidak dapat dilihat secara nyata). Sistem komputer barangkali merupakan analogi yang tepat untuk sistem produksi. Proses produksi adalah perangkat kerasnya (hardware) dan PPC adalah perangkat lunaknya (software). Perencanaan dan pengendalian produksi (PPC) pada industri manufaktur apapun akan memiliki fungsi yang sama. Fungsi atau aktivitas-aktivitas yang ditangani oleh departemen PPC atau PPIC secara umum adalah sebagai berikut : 1. Mengelola pesanan (order) dari pelanggan. Para pelanggan memasukkan pesanan- pesanan untuk berbagai produk. Pesanan-pesanan ini dimasukkan dalam jadwal produksi utama, ini bila jenis produksinya make to order. 2. Meramalkan permintaan. Perusahaan biasanya berusaha memproduksi secara lebih independent terhadap fluktuasi permintaan. Permintaan ini perlu diramalkan agar skenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut. Permintaan ini harus dilakukan bila tipe produksinya adalah make to stock.

BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

  • Upload
    hatuyen

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

22

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengantar

Menurut Teguh Baroto (2002, p14), perencanaan dan pengendalian produksi

(PPC) adalah aktivitas bagaimana mengelola proses produksi tersebut. PPC

merupakan tindakan manajemen yang sifatnya abstrak (tidak dapat dilihat secara

nyata). Sistem komputer barangkali merupakan analogi yang tepat untuk sistem

produksi. Proses produksi adalah perangkat kerasnya (hardware) dan PPC adalah

perangkat lunaknya (software).

Perencanaan dan pengendalian produksi (PPC) pada industri manufaktur apapun

akan memiliki fungsi yang sama. Fungsi atau aktivitas-aktivitas yang ditangani oleh

departemen PPC atau PPIC secara umum adalah sebagai berikut :

1. Mengelola pesanan (order) dari pelanggan. Para pelanggan memasukkan pesanan-

pesanan untuk berbagai produk. Pesanan-pesanan ini dimasukkan dalam jadwal

produksi utama, ini bila jenis produksinya make to order.

2. Meramalkan permintaan. Perusahaan biasanya berusaha memproduksi secara lebih

independent terhadap fluktuasi permintaan. Permintaan ini perlu diramalkan agar

skenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut. Permintaan

ini harus dilakukan bila tipe produksinya adalah make to stock.

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

23

3. Mengelola persediaan. Tindakan pengelolaan persediaan berupa melakukan

transaksi persediaan, membuat kebijakan persediaan pengaman, kebijakan

kuantitas pesanan, dan mengukur performansi keuangan dari kebijakan yang

dibuat.

4. Menyusun rencana agregat (penyesuaian permintaan dengan kapasitas). Pesanan

pelanggan dan atau ramalan permintaan harus dikompromikan dengan sumber

daya perusahaan (fasilitas, mesin, tenaga kerja, keuangan, dan lain-lain). Rencana

agregat bertujuan untuk membuat skenario pembebanan kerja untuk mesin dan

tenaga kerja (reguler,lembur, dan subkontrak) secara optimal untuk keseluruhan

produk dan sumber daya secara terpadu (tidak per produk).

5. Membuat Jadwal Induk Produksi (JIP). JIP adalah suatu rencana terperinci

mengenai apa dan berapa unit yang harus diproduksi pada suatu periode tertentu

untuk setiap item produksi. JIP dibuat dengan cara (salah satunya) memecah

(disagregat) rencana agregat kedalam rencana produksi (apa, kapan, dan berapa)

yang akan direalisasikan JIP ini apabila telah dikoordinasikan dengan seluruh

departemen akan jadi dasar dalam PPC. JIP ini akan di-”review” secara periodik

atau bila ada kasus. JIP ini dapat berubah bila ada hal yang harus

diakomodasikan.

6. Merencanakan kebutuhan. JIP yang telah berisi apa dan berapa yang harus dibuat

selanjutnya harus diterjemahkan ke dalam kebutuhan komponen, sub-assembly,

dan bahan penunjang untuk penyelesaian produk. Perencanaan kebutuhan

material bertujuan untuk menentukan, apa, berapa, dan kapan komponen, sub-

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

24

assembly, dan bahan penunjang yang harus disiapkan. Untuk membuat

perencanaan kebutuhan diperlukan informasi lain berupa struktur produk (Bill of

Material) dan catatan persediaan. Bila hal ini belum ada, maka tugas departemen

PPC untuk membuatnya.

7. Melakukan penjadwalan pada mesin atau fasilitas produksi. Penjadwalan ini

meliputi urutan pengerjaan, waktu penyelesaian pesanan, kebutuhan waktu

penyelesaian, prioritas pengerjaan, dan lain-lainnya.

8. Monitoring dan pelaporan pembebanan kerja dibanding kapasitas produksi.

Kemajuan tahap demi tahap dimonitor dan dibuat laporannya untuk dianalisis.

Apakah pelaksanaan sesuai rencana yang telah dibuat?

9. Evaluasi skenario pembebanan dan kapasitas. Bila realisasi tidak sesuai rencana,

maka rencana agregat, JIP, dan penjadwalan dapat diubah/disesuaiakan

kebutuhan. Untuk jangka panjang, evaluasi ini dapat digunakan untuk mengubah

(menambah) kapasitas produksi.

Menurut Vincent Gaspersz (2001, p127), dalam sistem manufakturing modern

aktivitas perencanaan prioritas (priority planning) sejajar dengan aktivitas

perencanaan kapasitas, sehingga terdapat suatu hierarki dari rencana-rencana

kapasitas (capacity plans) yang sejajar dan sesuai dengan hierarki dari rencana-

rencana prioritas (priority plans), seperti di tunjukkan pada gambar 2.1.

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

25

Gambar 2.1 Hierarki Perencanaan Prioritas dan Kapasitas dalam Sistem MRP

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

26

Pada dasarnya terdapat empat tingkat dalam hierarki perencanaan prioritas dan

kapasitas yang terintegrasi, antara lain :

1. Perencanaan Produksi dan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya.

Pada dasarnya perencanaan produksi merupakan suatu proses penetepan tingkat

output manufakturing secara keseluruhan guna memenuhi tingkat penjualan yang

direncanakan dan inventori yang diinginkan. Rencana produksi mendefinisikan

tingkat manufakturing, biasanya dinyatakan sebagai tingkat bulanan untuk periode

satu tahun atau lebih, untuk setiap kelompok produk.

Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya (RRP) merupakan suatu proses yang

mengevaluasi rencana produksi guna menentukan sumber daya jangka panjang

seperti : tanah, fasilitas, mesin-mesin dan tenaga kerja adalah tersedia.

2. Penjadwalan Produksi Induk (MPS) dan Rough Cut Capacity Planning (RCCP).

MPS menguraikan rencana produksi untuk menunjukkan kuantitas produk akhir

yang akan diproduksi untuk setiap periode waktu sepanjang horizon perencanaan

taktis (biasanya satu tahun). Apabila rencana produksi menunjukkan tingkat produksi

untuk kelompok produk, MPS menjadwalkan kuantitas spesifik dari produk akhir

dalam periode waktu spesifik.

Rough Cut Capacity Planning (RCCP) menentukan apakah sumber daya yang

direncanakan adalah cukup untuk melaksanakan MPS.

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

27

3. Perencanaan Kebutuhan Material (MRP) dan Perencanaan Kebutuhan Kapasitas

(CRP).

MRP mengembangkan pesanan-pesanan yang direncanakan untuk bahan baku,

komponen, dan subassemblies yang dibutuhkan untuk memenuhi MPS. MRP

menggunakan data inventori dan Bills Of Material (BOM).

Perencanaan Kebutuhan Kapasitas (CRP) membandingkan kapasitas yang

dibutuhkan terhadap projected available capacity untuk open manufacturing orders

dan planned manufacturing orders yang dihasilkan oleh sistem MRP.

4. Pengendalian Aktivitas Produksi (PAC) dan Pengendalian Input/Output serta

Operations Sequencing.

PAC mengembangkan jadwal jangka pendek yang terperinci dengan

menggunakan component due dates dari MRP dan detailed routings.

Pengendalian Input/output memantau kuantitas dari pekerjaan yang datang pada

pusat kerja dan yang meninggalkan pusat kerja itu.

Operations Sequencing merupakan suatu teknik simulasi untuk perencanaan

jangka pendek dan priority dispatching dari pekerjaan-pekerjaan yang dikerjakan

pada setiap pusat kerja, berdasarkan pada kapasitas sekarang, prioritas, routings, dan

informasi lain.

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

28

2.2 Perencanaan Agregat

Menurut Teguh Baroto (2002, p98) ada beberapa pengertian perencanaan

agregat :

Perencanaan Agregat adalah : perencanaan yang dibuat untuk menentukan

total permintaan dari seluruh elemen produksi dan jumlah tenaga kerja yang

diperlukan.

Perencanaan Agregat adalah : proses perencanaan kuantitas dan pengaturan

waktu keluaran selama periode waktu tertentu (3 bulan sampai 1 tahun) melalui

penyesuaian variabel-variabel tingkat produksi karyawan, persediaan, variabel

yang dapat dikendalikan lainnya.

Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p63), perencanaan produksi sebagai

suatu perencanaan taktis adalah bertujuan memberikan keputusan yang optimum

berdasarkan sumber daya yang dimiliki perusahaan dalam memenuhi permintaan

akan produk yang dihasilkan. Yang dimaksud dengan sumber daya yang dimiliki

adalah kapasitas mesin, tenaga kerja, teknologi yang dimiliki, dan lainnya.

Perencanaan agrerat dibuat untuk menyesuaikan kemampuan produski dalam

menghadapi permintaan pasar yang tidak pasti dengan mengoptimumkan

penggunaan tenaga kerja dan peralatan produksi yang tersedia sehingga ongkos

total produksi dapat ditekan seminim mungkin. Kata agregat tersebut menyatakan

bahwa perencanaan dibuat pada tingkat kasar untuk memenuhi total kebutuhan

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

29

semua produk yang akan dihasilkan (bukan per-individu produk) dengan

menggunakan sumber daya yang ada.

Menurut Teguh Baroto (2002, p98) Perencanaan Agregat merupakan

perencanaan produksi jangka menengah. Horizon perencanaannya biasanya

berkisar antara 1-24 bulan atau bisa bervariasi dari 1-3 tahun. Horizon tersebut

tergantung pada karakteristik produk dan jangka waktu produksi. Periode

perencanaan disesuaikan dengan periode peramalan, biasanya 1 bulan.

Tujuan perencanaan produksi adalah menyusun suatu rencana produksi untuk

memenuhi permintaan pada waktu yang tepat dengan menggunakan sumber-

sumber atau alternatif-alternatif yang tersedia dengan biaya yang paling minimum

keseluruhan produk. Perencanaan agregat ini merupakan langkah awal aktivitas

perencanaan produksi yang dipakai sebagai pedoman untuk langkah selanjutnya,

yaitu penyusunan jadwal induk produksi (JIP).

Perencanaan agregat adalah suatu langkah pendahuluan perencanaan kapasitas

secara terperinci. Perencanaan agregat merupakan dasar untuk membuat jadwal

induk produksi (JIP). JIP menyajikan rencana produksi detail untuk setiap produk

akhir. Proses penyusunan JIP untuk perusahaan yang ‘Make to Stock’ akan

berbeda dengan perusahaan yang ‘Make to Order’. Hal ini dikarenakan sumber

informasi permintaan atau kebutuhan yang berbeda. Bagi perusahaan yang ‘ Make

to Stock’, informasi permintaan didapat dari hasil peramalan. Bagi perusahaan

yang ‘Make to Order’, informasi permintaan diperoleh dari order-order (pesanan)

yang diterima dari pelanggan.

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

30

2.2.1 Metode-Metode Perencanaan Agregat

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan

permasalahan pada perencanaan produksi agregat. Beberapa diantaranya adalah

sebagai berikut :

- Jumlah Tenaga Kerjanya Tetap dan Struktur Biayanya Linier

• Trial and Error

• Program Linier

• Transportasi

• Programa Dinamis

- Jumlah Tenaga Kerjanya Berubah-ubah dan Struktur Biayanya Linier

• Program Linier

- Jumlah Tenaga Kerjanya Berubah-ubah dan Struktur Biayanya Non Linier

• Linear Desicion Rule

• Heuristic Search

Dalam Tugas Akhir ini metode yang digunakan adalah hanya metode transportasi.

Asumsi metode transportasi adalah sebagai berikut :

1. Kapasitas produksi dan permintaan dinyatakan dalam satuan yang sama

2. Total kapasitas sama dengan total permintaan dalam Horizon yang sama.

Jika keadaan ini tidak terpenuhi, maka harus dibuat kapasitas atau

permintaan buatan atau dummy dengan biaya nol per unit, sehingga sistem

jadi seimbang.

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

31

3. Semua hubungan biaya linear.

2.2.2 Metode Transportasi

Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p79), perencanaan agregat dapat

menggunakan metode transportasi yang merupakan bagian dari perencanaan

produksi programa linier dengan jumlah tenaga kerja (work-force) tetap. Metode

ini mengijinkan penggunaan produksi reguler, overtime, inventory, backorder,

dan subkontrak. Hasil perencanaan yang diperoleh dapat dijamin optimal dengan

asumsi optimistik bahwa tingkat produksi (yang dipengaruhi oleh hiring dan

training pekerja) dapat dirubah dengan cepat. Agar supaya metode ini dapat

diaplikasikan, kita harus memformulasikan persoalan perencanaan agregat

sehingga:

1. Kapasitas tersedia (supply) dinyatakan dalam unit yang sama dengan

kebutuhan (demand).

2. Total kapasitas untuk horison perencanaan harus sama dengan total peramalan

kebutuhan. Bila tidak sama, kita gunakan variabel bayangan (dummy)

sebanyak jumlah selisih tersebut dengan unit cost = 0.

3. Semua hubungan biaya merupakan hubungan linier.

Berikut Contoh tabel transportasi seperti pada tabel 2.1

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

32

Tabel 2.1 Contoh Tabel Transportasi

Kapasitas Tak Kapasitas Total Terpakai ( Dummy ) yang tersedia

0 4 8 12

15 19 23 27

17 21 25 29

20 24 28 32

20 15 19 23

22 17 21 25

25 20 24 28

25 20 15 19

27 22 17 21

30 25 20 24

30 25 20 15

32 27 22 17

35 30 25 20

Pasokan Dari

Persediaan Awal

Permintaan UntukPeriode 1 Periode 2 Periode 3 Periode 4

Reguler

Lembur

Subkontrak

Perio

de 1

Lembur

Perio

de 2

Perio

de 3

Lembur

Subkontrak

Reguler

Reguler

Lembur

Subkontrak

Reguler

Subkontrak

Perio

de 4

Permintaan Total

1. Metode NWCR

Menurut (Sri Mulyono, 2007, p116), Metode NWCR adalah metode

yang paling sederhana di antara ketiga metode yang di gunakan yaitu

Least Cost dan Vogel.

Metode NWCR memulai dengan mengalokasikan jumlah maksimum

yang diijinkan oleh penawaran dan permintaan kevariabel yang berada di

sudut barat laut tabel. Kolom/baris yang sudah dipenuhi lalu disilang

untuk menunjukkan bahwa variabel sisanya dalam kolom/baris yang

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

33

disilang tersebut adalah sama dengan nol. Jika sebuah kolom dan sebuah

baris dipenuhi secara bersamaan, hanya salah satu yang disilang. Kondisi

ini menjamin penentuan variabel dasar nol, jika ada, secara otomatis.

Setelah menyesuaikan jumlah penawaran dan permintaan untuk semua

baris dan kolom yang belum disilang, jumlah maksimum yang layak

dialokasikan ke elemen pertama yang belum disilang di kolom/baris baru.

Proses ini di selesaikan ketika tepat satu baris atau satu kolom belum

disilang. (Taha, 1996, p213-214).

2. Metode Least Cost

Menurut (Sri Mulyono, 2007, p118), metode Least Cost berusaha

mencapai tujuan minimasi biaya dengan alokasi sistematik kepada kotak-

kotak sesuai dengan besarnya biaya transport per unit.

Prosedur dari metode least cost adalah sebagai berikut. Berikan nilai

setinggi mungkin pada variabel dengan biaya unit terkecil dalam

keseluruhan tabel. (Beberapa biaya unit yang sama dipilih secara

sembarang.) Silang baris atau kolom baris yang dipenuhi. (Seperti dalam

metode NWCR, jika baik kolom maupun baris dipenuhi secara

berbarengan, hanya satu yang disilang.) Setelah menyesuaikan penawaran

dan permintaan untuk semua baris dan kolom yang belum disilang, ulangi

proses dengan memberikan nilai setinggi mungkin pada variabel dengan

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

34

biaya unit terkecil yang belum disilang. Prosedur ini diselesaikan ketika

tepat satu baris atau satu kolom belum disilang. (Taha, 1996, p222).

3. Metode Vogel Approximation Method

Menurut (Sri Mulyono, 2007, p120), metode Vogel selalu memberikan

suatu solusi awal yang lebih baik dibanding metode NWCR dan sering

kali lebih baik daripada metode Least Cost.

Langkah-langkah dari prosedur ini adalah sebagai berikut :

Langkah 1 : Evaluasi penalti untuk setiap baris/kolom dengan

mengurangkan elemen biaya terkecil dalam baris/kolom dari elemen biaya

terkecil berikutnya dalam baris/kolom yang sama.

Langkah 2 : Identifikasi baris/kolom dengan penalti terbesar, pilih nilai

yang sama secara sembarang. Alokasikan sebanyak mungkin pada

variabel dengan biaya terendah dalam baris/kolom yang dipilih. Sesuaikan

penawaran dan permintaan dan silang baris/kolom yang dipenuhi. Jika

sebuah baris/kolom dipenuhi secara bersamaan, hanya satu diantaranya

yang disilang dan baris/kolom sisanya diberikan penawaran/permintaan

nol. Setiap baris/kolom dengan penawaran/permintaan nol tidak boleh

dipergunakan dalam menghitung penalti berikutnya.

Langkah 3 :

a. Jika tepat satu baris/satu kolom yang belum disilang, berhentilah.

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

35

b. Jika hanya satu baris/kolom dengan penawaran/permintaan positif

yang belum disilang, tentukan variabel dasar dalam baris/kolom

tersebut dengan metode biaya terendah.

c. Jika semua baris dan kolom yang belum disilang memiliki penawaran

dan permintaan nol, tentukan variabel dasar nol berdasarkan metode

biaya terendah. Berhentilah.

d. Jika tidak, hitung ulang penalti untuk baris dan kolom yang belum

disilang, lalu kembali ke langkah 2. Perhatikan bahwa baris dan kolom

dengan penawaran dan permintaan yang diberi nilai nol tidak boleh

dipergunakan dalam menghitung penalti ini. (Taha, 1996, p223-224).

2.3 Bill Of Material (BOM)

Menurut Jay Hezer dan Barry Render (2005, p358), Bill of Material (BOM)

adalah sebuah daftar jumlah komponen, campuran bahan, dan bahan baku yang

diperlukan untuk membuat suatu produk.

Beberapa kegunaan BOM adalah :

- Menentukan komponen–komponen mana saja yang harus dibuat sendiri

atau dibeli.

- Menentukan komponen–komponen dalam daftar pembelian dan pesanan

produksi yang harus dilepas.

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

36

- Untuk menghitung biaya produk dan harga jual sehingga dapat diketahui

laba dari hasil penjualan produk.

Beberapa macam BOM :

1. Implosion

Merupakan BOM dimana urutan dimulai dari komponen sampai induk

atau level paling atas. Secara singkat BOM jenis ini adalah kebalikan dari

BOM eksplosion.

2. Eksplosion

Merupakan BOM dengan urutan dimulai dari induk sampai komponen

pada level paling bawah. BOM jenis ini menunjukkan komponen yang

membentuk suatu induk dari level teratas sampai level terendah.

2.4 Master Production Schedule (MPS)

Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p95), perencanaan produksi

menyatakan ukuran agregat dan output manufaktur suatu perusahaan.

Implementasi dan perencanaan produksi ini membutuhkan suatu pendisagregasian

perencanaan produksi agregat kedalam perencanaan untuk masing-masing produk

individual. MPS merupakan pernyataan akhir mengenai ”berapa” banyak item-

item akhir yang harus diproduksi dan ”kapan” harus di produksi.

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

37

2.4.1 Tujuan MPS

Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p96), tujuan dari MPS adalah

mewujudkan perencanaan agregat menjadi suatu perencanaan terpisah untuk

masing-masing item individu. Selain itu, MPS juga dapat mengevaluasi

jadwal-jadwal alternatif dalam hal kebutuhan kapasitas, menyediakan input

untuk sistem MRP dan membantu manajer produksi untuk menghasilkan

prioritas-prioritas untuk penjadwalan produksi.

Berikut contoh tabel MPS seperti yang terlihat pada tabel 2.2 :

Tabel 2.2 Contoh Tabel MPS

PeriodPast Due 1 2 3 4 5 6 7 8 9

ForecastActual OrderProject Available BalanceAvailable To PromiseMaster ScheduleKapasitas Produksi Terpasang (KPT)

Description : Safety Stock :

Planning Time Fences : Demand Time Fences : On Hand :

Lead Time : Item No :

Keterangan untuk tabel MPS di atas adalah sebagai berikut :

1. Item No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit.

2. Lead time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau

memanufaktur suatu end item.

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

38

3. Safety Stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan

sebagai antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang.

4. Description menyatakan deskripsi material secara umum.

5. On hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa

periode sebelumnya.

6. Demand Time Fences (DTF) merupakan batas waktu penyesuaian pesanan

permintaan. Panjangnya = assy lead time. Projected Available Balance

dihitung dari aktual demand. Disini perubahan demand tidak akan

dilayani.

7. Planning Time Fences (PTF) merupakan batas waktu penyesuaian

pesanan dimana demand masih boleh berubah. Perubahan masih akan

dilayani sepanjang material dan kapasitas tersedia. Panjangnya =

kumulatif lead time antara procurement lead time (waktu untuk

mendapatkan material), fabrication lead time dan assembly lead time.

8. Forecast merupakan hasil peramalan sebelumnya sebagai hasil dari

perencanaan agregat.

9. Actual Order (AO) merupakan jumlah order yang sudah diterima

sebelumnya.

10. Projected Available Balance (PAB) merupakan jumlah perkiraan sisa

produk pada akhir periode. PAB dihitung dengan rumus :

PAB tttDTFt AOMSPAB −+= −≤ 1

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

39

PAB ttttDTF AOMSPAB −+= −≤ 1 atau F t (pilih yang paling besar)

11. Cumulative Available To Promise (ATP) memberikan informasi berapa

banyak item atau produk tertentu yang dijadwalkan pada periode waktu itu

tersedia untuk pesanan pelanggan, sehingga berdasarkan informasi ini

bagian pemasaran dapat membuat janji yang tepat kepada pelanggan atau

dengan kata lain ATP merupakan jumlah material on hand pada

inventory yang sebenarnya. ATP dapat dihitung dengan menggunakan

rumus :ATP = ATP 1−t + MSt – Actual Order sampai pada periode

yang sudah dijadwalkan pada Master Scheduled .

ATP tidak boleh minus. Jika hal ini terjadi maka akan terjadi lost sales

karena permintaan berarti tidak dapat dipenuhi.

12. Master Schedule (MS) merupakan hasil konversi dari perencanaan agregat

yang akan diproduksi.

13. Kapasitas Produksi Terpasang (KPT) merupakan hasil konversi dari

perencanaan agregat yang akan diproduksi.

2.4.2 Input Sistem MPS

Menurut Vincent Gaspersz (2001, p127), input dari sistem MPS ada

beberapa macam seperti di bawah ini :

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

40

• Data Permintaan Total merupakan salah satu sumber data bagi proses

penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan

penjualan (sales forecasts) dan pesanan-pesanan (orders).

• Status inventori berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, stok

yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan-

pesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released production and

purchase orders), dan firm planned orders. MPS harus mengetahui secara

akurat berapa banyak inventori yang tersedia dan menentukan berapa banyak

yang harus dipesan.

• Rencana Produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus

menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventori, dan sumber-

sumber daya lain dalam rencana produksi itu.

• Data perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang

harus digunakan, shrinkage factor, stok pengaman (safety stock), dan waktu

tunggu (lead time) dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file

induk dari item (item master file).

• Informasi dari RCCP berupa kebutuhan kapasitas untuk

mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS.

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

41

Dari informasi di atas dapat disimpulkan pada gambar 2.2 :

Gambar 2.2 Proses Penjadwalan Produksi Induk

2.5 Material Requirement Planning (MRP)

Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p127), Teknik Perencanaan

Kebutuhan Material (Material Requirement Planning, MRP) digunakan untuk

perencanaan dan pengendalian item barang (komponen) yang tergantung

(dependent) pada item-item di tingkat (level) yang lebih tinggi. Kebutuhan pada

item-item yang bersifat tergantung merupakan hasil dari kebutuhan yang

disebabkan oleh penggunaan item-item tersebut dalam memproduksi item yang

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

42

lain, seperti dalam kasus dimana bahan baku dan komponen assembling yang

digunakan untuk memproduksi produk jadi.

Menurut Teguh Baroto (2002, p140) Sistem MRP adalah suatu prosedur logis

berupa aturan keputusan dan teknik transaksi berbasis komputer yang dirancang

untuk menerjemahkan jadwal induk produksi menjadi “kebutuhan bersih” untuk

semua item. Sistem MRP dikembangkan untuk membantu perusahaan manufaktur

mengatasi kebutuhan akan item-item dependent secara lebih baik dan efisien.

Disamping itu, sistem MRP dirancang untuk membuat pesanan-pesanan produksi

dan pembelian untuk mengatur aliran bahan baku dan persediaan dalam proses

sehingga sesuai dengan jadwal produksi untuk produk akhir. Sistem MRP juga

dikenal sebagai perencanaan kebutuhan berdasarkan tahapan waktu (time phase

requirements planning).

2.5.1 Tujuan Sistem MRP

Sistem MRP adalah suatu sistem yang bertujuan untuk menghasilkan

informasi yang tepat untuk melakukan tindakan yang tepat (pembatalan

pesanan, pesan ulang, dan penjadwalan ulang). Tindakan ini juga merupakan

dasar untuk membuat keputusan baru mengenai pembelian atau produksi yang

merupakan perbaikan atas keputusan yang telah dibuat sebelumnya.

Ada 4 tujuan yang menjadi ciri utama sistem MRP, yaitu sebagai berikut :

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

43

1. Menentukan kebutuhan pada saat yang tepat

Menentukan secara tepat kapan suatu pekerjaan harus selesai atau material

harus tersedia untuk memenuhi permintaan atas produk akhir yang sudah

direncanakan dalam jadwal induk produksi.

2. Menentukan kebutuhan minimal setiap item

Dengan diketahuinya kebutuhan akhir, sistem MRP dapat menentukan

secara tepat sistem penjadwalan (prioritas) untuk memenuhi semua

kebutuhan minimal setiap item.

3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan

Memberikan indikasi kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus

dilakukan. Pemesanan perlu dilakukan lewat pembelian atau dibuat pada

pabrik sendiri.

4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang

sudah direncanakan.

Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pemesanan yang

dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka sistem MRP dapat

memberikan indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang (jika

mungkin) dengan menentukan prioritas pesanan yang realistik.

2.5.2 Manfaat MRP

Menurut Jay Hezer dan Barry Render (2005, p379), beberapa keuntungan

dari MRP adalah :

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

44

1. Peningkatan pelayanan dan kepuasan konsumen.

2. Peningkatan pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja.

3. Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik.

4. Tanggapan yang lebih cepat terhadap perubahan dan pergeseran pasar.

5. Tingkat persediaan menurun tanpa mengurangi pelayanan kepada

konsumen.

2.5.3 Kemampuan Sistem MRP

Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p129), ada empat kemampuan

yang menjadi ciri utama dari sistem MRP, yaitu :

1. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.

Maksudnya adalah menentukan secara tepat ”kapan” suatu pekerjaan

harus diselesaikan atau ”kapan” material harus tersedia untuk memenuhi

permintaan atas produk akhir yang sudah direncanakan pada Jadwal Induk

Produksi.

2. Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item

Dengan diketahuinya kebutuhan akan produk jadi, MRP dapat

menentukan secara tepat sistem penjadwalan (berdasarkan prioriras) untuk

memenuhi semua kebutuhan minimal setiap item komponen.

3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

45

Maksudnya adalah memberikan indikasi kapan pemesanan atau

pembatalan terhadap pesanan harus dilakukan, baik pemesanan yang

diperoleh dari luar atau dibuat sendiri.

4. Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang

sudah direncanakan

Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang

dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan

indikasi untuk melakukan rencana penjadwalan ulang dengan menentukan

prioritas pesanan yang realistis. Jika penjadwalan masih tidak

memungkinkan untuk memenuhi pesanan, berarti perusahaan tidak

mampu memenuhi permintaan konsumen, sehingga perlu dilakukan

pembatalan atas pesanan konsumen tersebut.

2.5.4 Input Sistem MRP

Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p131), ada tiga input yang

dibutuhkan oleh sistem MRP, yaitu :

1. Jadwal Induk Produksi

Jadwal Induk Produksi (JIP) didasarkan pada peramalan atas permintaan

dari setiap produk akhir yang akan dibuat. Hasil peramalan (perencanaan

jangka panjang) dipakai untuk membuat rencana produksi (perencanaan

jangka sedang) yang pada akhirnya dipakai untuk membuat JIP

(perencanaan jangka pendek) yang berisi rencana secara mendetail

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

46

mengenai ”jumlah produksi” yang dibutuhkan untuk setiap produk akhir

beserta ”periode waktunya” untuk suatu jangka perencanaan dengan

memperhatikan kapasitas yang tersedia (pekerja, mesin dan bahan).

2. Catatan Keadaan Persediaan

Catatan Keadaan Persediaan menggambarkan status semua item yang ada

dalam persediaan. Setiap item persediaan harus diidentifikasikan secara

jelas jumlahnya karena transaksi-transaksi yang terjadi, seperti

penerimaan, pengeluaran, produk cacat, dan data-data tentang lead time,

teknik ukuran lot yang dipakai, persediaan pengaman dan sebagainya. Hal

ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam perencanaan.

3. Struktur Produk

Struktur Produk berisi informasi tentang hubungan antara komponen-

komponen dalam suatu proses asembling. Informasi ini dibutuhkan dalam

menentukan kebutuhan kotor dan kebutuhan bersih suatu komponen.

Selain itu, struktur produk juga berisi informasi tentang ”jumlah

kebutuhan komponen” pada setiap tahap asembling dan ”jumlah produk

akhir” yang harus dibuat.

Ketiga input tersebut membentuk arsip-arsip yang saling berhubungan

dengan bagian produksi dan pembelian sehingga dapat menghasilkan

informasi terbaru tentang pemesanan, penerimaan, dan pengeluaran

komponen dari gudang.

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

47

2.5.5 Output Sistem MRP

Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p132), Output dari perhitungan

MRP adalah penentuan jumlah masing-masing Bill Of Material (BOM) dari

item yang dibutuhkan bersamaan dengan tanggal dibutuhkannya. Informasi ini

digunakan untuk merencanakan pelepasan (order release) untuk pembelian

dan pembuatan sendiri komponen-komponen yang dibutuhkan. Dengan cara

ini, MRP menjadi suatu alat untuk perencanaan operasi bagi manajer

produksi. Berdasarkan uraian diatas, output yang dapat diperoleh dari sistem

MRP dapat kita rangkum sebagai berikut :

1. Memberikan catatan tentang jadwal pemesanan yang harus dilakukan atau

direncanakan, baik dari pabrik sendiri atau dari supplier.

2. Memberikan indikasi bila diperlukan penjadwalan ulang.

3. Memberikan indikasi untuk pembatalan atas pesanan.

4. Memberikan indikasi tentang keadaan dari persediaan.

Input dan output dari sistem MRP di atas dapat disatukan seperti yang

terlihat pada gambar 2.3 :

Page 27: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

48

Gambar

2.3 Proses Kerja MRP

2.5.6 Langkah-Langkah Proses Pengolahan MRP

Menurut Arman Hakim Nasution (2003, p136), Sistem MRP memerlukan

syarat pendahuluan dan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi. Bila syarat

pendahuluan dan asumsi-asumsi tersebut telah dipenuhi, maka kita bisa

mengolah MRP dengan empat langkah dasar sebagai berikut :

1. Netting (perhitungan kebutuhan bersih). Kebutuhan Bersih (NR) dihitung

sebagai nilai dari Kebutuhan Kotor (GR) minus Jadwal Penerimaan (SR)

minus Persediaan Ditangan (OH). Kebutuhan Bersih dianggap nol bila NR

lebih kecil dari atau sama dengan nol.

Page 28: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

49

2. Lotting (Penentuan Ukuran Lot). Langkah ini bertujuan menentukan

besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan hasil dari

perhitungan kebutuhan bersih. Metode yang umum dipakai dalam

prakteknya adalah Lot-for Lot (L-4-L).

3. Offsetting (Penentuan Waktu Pemesanan). Langkah ini bertujuan agar

kebutuhan komponen dapat tersedia tepat pada saat dibutuhkan dengan

memperhitungkan lead time pengadaan komponen tersebut.

4. Explosion. Langkah ini merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor

untuk tingkat item (komponen) pada level yang lebih rendah dari struktur

produk yang tersedia.

Berikut Contoh Tabel MRP seperti yang terlihat pada tabel 2.3 :

Tabel 2.3 Contoh Tabel MRP

Part No : BOM UOM : Lead Time : Safety stock :

Period Past Due 1 2 3 4 5 6 7 8 9Gross RequirementScheduled ReceiptsPAB 1Net RequirementPlanned Order ReceiptsPlanned Order ReleasePAB 2

Description :

Order Policy : Lot Size :

On Hand :

Page 29: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

50

Keterangan untuk tabel MRP di atas adalah sebagai berikut :

1. Part No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit.

2. BOM UOM menyatakan satuan komponen atau material yang akan dirakit.

3. Lead time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau

memanufaktur suatu komponen.

4. Safety Stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan sebagai

antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang.

5. Description menyatakan deskripsi material secara umum.

6. On Hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa

periode sebelumnya.

7. Order Policy menyatakan jenis pendekatan yang digunakan untuk

menentukan ukuran lot yang dibutuhkan saat memesan barang.

8. Lot size menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan barang.

9. Gross Requirement menyatakan jumlah yang akan di produksi atau dipakai

pada setiap periode. Untuk end item (finished product), kuantitas gross

requirement sama dengan Master Production Scheduled (MPS). Untuk

komponen, kuantitas gross requirement diturunkan dari Planned Order

Release induknya.

10. Scheduled Receipts menyatakan material yang dipesan dan akan diterima

pada periode tertentu.

11. Projected Available Balance 1 (PAB 1) menyatakan kuantitas material yang

ada di tangan sebagai persediaan pada awal periode. Projected Available

Page 30: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

51

Balance 1 dapat dihitung dengan menambahkan material on hand periode

sebelumnya dengan Scheduled Receipts pada periode itu dan menguranginya

dengan Gross Requirement pada periode yang sama. Atau jika dimasukkan

pada rumus adalah sebagai berikut :

( ) ( ) ( )ttt ceiptsScheduledquirementGrossPABPAB ReRe21 1 +−= −

12. Net Requirement menyatakan jumlah bersih (netto) dari setiap komponen

yang harus disediakan untuk memenuhi induk komponennya atau untuk

memenuhi Master Production Scheduled. Net Requirement = 0 jika

01≥PAB dan ( ) 1Re PABquirementNet −= jika 01≤PAB .

13. Planned Order Receipts menyatakan kuantitas pemesanan yang dibutuhkan

pada suatu periode. Planned Order Receipts muncul pada saat yang sama

dengan Net Requirement, akan tetapi ukuran pemesanannya (lot sizing)

bergantung kepada order policy-nya. Selain itu juga harus

mempertimbangkan Safety Stock juga.

14. Planned Order Release menyatakan kapan suatu order sudah harus di-release

atau dimanufaktur sehingga komponen itu tersedia ketika dibutuhkan oleh

induk item-nya. Kapan suatu order harus di-release ditetapkan dengan

sebelum dibutuhkan.

15. Projected Available Balance 2 (PAB2) menyatakan kuantitas material yang

ada di tangan sebagai persediaan pada akhir periode. Projected Available

Page 31: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

52

Balance 2 dapat dihitung dengan cara mengurangkan Planned Order

Receipts pada Net Requirements.

( ) ( ) ( )ttt quirementGrossceiptsScheduledPABPAB ReRe2 1 −+= −

( )tceipterPlannedOrd Re+

atau dapat disingkat :

( ) ( )tt ceipterPlannedOrdPABPAB Re12 +=

2.6 Teknik Pengukuran Lot

Menurut Teguh Baroto (2002, p157), macam-macam teknik pengukuran lot

adalah sebagai berikut :

1. Fixed Order Quantity (FOQ)

Dalam metode FOQ ukuran lot ditentukan secara subyektif. Berapa besarnya

dapat di tentukan berdasarkan pengalaman produksi atau intuisi. Tidak ada

teknik yang dapat dikemukakan untuk menentukan berapa ukuran lot ini.

Kapasitas produksi selama lead time produksi dalam hal ini dapat digunakan

sebagai dasar untuk menentukan besarnya lot. Sekali ukuran lot ditetapkan,

maka lot ini akan digunakan untuk seluruh periode selanjutnya dalam

perencanaan. Berapa pun kebutuhan bersihnya, rencana pesan akan tetap

sebesar lot yang telah ditentukan tersebut. Metode ini dapat ditempuh untuk

item-item yang biaya pemesanannya (ordering cost) sangat mahal. Salah satu

Page 32: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

53

ciri dari metode FOQ ini adalah ukuran lot-nya tetap, tetapi periode

pemesannya yang selalu berubah.

2. Economic Order Quantity (EOQ)

Penetapan ukuran lot dengan teknik ini sangat populer sekali dalam sistem

persediaan tradisional. Dalam teknik ini besarnya ukuran lot adalah tetap.

Penentuan lot berdasar biaya pesan dan biaya simpan, dengan formula seperti

berikut :

HDSQ 2

=∗

Di mana : D = pemakaian selama periode perencanaan

S = biaya pemesanan

H = biaya penyimpanan per unit per periode perencanaan

Metode EOQ ini biasanya dipakai untuk horizon perencanaan selama satu

tahun sebesar 12 bulan. Metode EOQ baik digunakan bila semua data konstan

dan perbandingan biaya pesan dan simpan sangat besar.

3. Lot-For-Lot (L-4-L)

Teknik penetapan ukuran lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit. Disamping

itu, teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua teknik ukuran lot

yang ada. Teknik ini selalu melakukan perhitungan kembali (bersifat dinamis)

terutama apabila terjadi perubahan pada kebutuhan bersih. Penggunaan teknik

ini bertujuan untuk meminimumkan ongkos simpan menjadi nol. Oleh karena

itu, sering sekali digunakan untuk item-item yang mempunyai biaya simpan

Page 33: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00435-TI Bab 2.pdfskenario produksi dapat mengantisipasi fluktuasi permintaan tersebut

54

perunit sangat mahal. Apabila dilihat dari pola kebutuhan yang mempunyai

sifat diskontinu atau tidak teratur, maka teknik L-4-L ini memiliki

kemampuan yang baik. Disamping itu, teknik ini sering digunakan pada

sistem produksi manufaktur yang mempunyai sifat set-up permanen pada

proses produksinya.

4. Fixed Period Requirement (FPR)

Dalam metode FPR penentuan ukuran lot didasarkan pada periode waktu

tertentu saja. Besarnya jumlah kebutuhan tidak berdasarkan ramalan, tetapi

dengan cara menjumlahkan kebutuhan bersih pada periode yang akan datang.

Bila dalam metode FOQ besarnya jumlah ukuran lot adalah tetap sementara

selang waktu antar pemesanan tidak tetap. Dalam metode FPR ini selang

waktu antar pemesanan dibuat tetap dengan ukuran lot sesuai pada kebutuhan

bersih.

5. Algoritme Wagner-Whitin

Menurut Jay Hezer dan Barry Render (2005, p379), prosedur Wagner-Whitin

ini merupakan model pemrograman dinamis yang menambahkan beberapa

kompleksitas kepada perhitungan ukuran lot. Prosedur ini mengasumsikan

jangka waktu yang tidak pasti, di luar itu tidak ada kebutuhan bahan baku

neto. Meskipun demikian, prosedur ini memberikan hasil yang baik. Teknik

ini jarang digunakan dalam praktik, namun dengan meningkatnya pemahaman

dan keahlian, teknik ini akan lebih banyak diterapkan.