Upload
letruc
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan umum Mengenai Kualitas
Dibawah ini akan dijelaskan mengenai kualitas dan pengertiannya yang digunakan dalam
penelitian.
2.1.1 Definisi Kualitas
Pada masa sekarang, kualitas tidak hanya merupakan usaha untuk
memenuhi persyaratan spesifikasi yang telah ditentukan atau usaha untuk
mengurangi produk yang rusak, tetapi lebih luas dari hal tersebut. Kualitas
merupakan usaha menyeluruh yang meliputi setiap usaha perbaikan organisasi
dalam memuaskan pelanggan (Bounds, 1994). Thomas Hugue (Hessel, 2003: 74)
mengatakan :
“ What I call Big Q for what others might call “total quality involves more
than product quality. Quality has come to include level of service to the customer,
responsiveness to the customer, delivery performance, competitive pricing,
comprehension or anticipation of where the customer is going the market-place all
the thing that define your worth in the mind of the customer”.
7
8
Sumber :M.Nur. Nasution (2004).Manajemen Mutu Terpadu. Edisi Revisi. Ghalia Indonesia
Gambar 2.1
Hubungan Sistem Kualitas
Kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan
yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau yang tersirat, bahwa kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta
lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
Pengertian kualitas menurut beberapa ahli :
1. W. Edwards Deming (dalam Yanit, 2004, p7), kualitas dapat didefinisikan sebagai
apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen.
2. Crosby (dalam Yanit, 2004, p7), kualitas adalah nihil cacat, kesempurnaan dan
kesesuaian terhadap persyaratan.
DESAIN PRODUK
SPESIFIKASI PRODUK
PRODUKSI
PEMASARAN DAN PELAYANAN PURNA
JUAL
KUALITAS DESAIN
PERMINTAAN PASAR
MUTU PEMASARAN DAN PELAYANAN PURNA
JUAL
PERMINTAAN PASAR
PRODUK DALAM MASA PEMAKAIAN
9
3. Juran (dalam Yanit, 2004, p7), kualitas merupakan kesesuaian terhadap
spesifikasi.
4. Kotler (2001, p310), kualitas adalah total fitur dan karakteristik produk atau jasa
yang mempengaruhi kemampuannya untuk memnuhi keinginan yang dinyatakan
atau yang tersirat.
5. Tjiptono (2001, p51), kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan.
6. Garin dan Davis (2004) menyatakan, bahwa kualitas adalah suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses, dan
tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau
konsumen.
Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas
adalah suatu standar mutu dimana setiap unsur saling berhubungan serta dapat
mempengaruhi kinerja dalam memenuhi harapan pelanggan. Kualiats bukan hanya
menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut
kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil
menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses
yang berkualitas.
2.1.2 Dimensi Kualitas
Berdasarkan perspektif kualitas, David Garvin (dalam Zulian Yamit ,
2004, p10), mengembangkan dimensi kualitas ke dalam delapan dimensi yang dapat
digunakan sebagai dasar perencanaan strategis terutama bagi perusahaan atau
10
manufaktur yang menghasilkan barang dan jasa. Kedelapan dimensi tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Performance (Kinerja), yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu
sendiri atau karakteristik operasi dari suatu produk.
2. Features, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang
merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang bagi
pelanggan.
3. Reliability (kehandalan), yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena
kehandalannya atau karena kemungkinan kerusakan yang rendah.
4. Conformance (kesesuaian), yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran
tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar
yang telah ditetapkan.
5. Durability (daya tahan), yaitu tingkat ketahanan atau berapa lama produk dapat
terus digunakan.
6. Serviceability yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, kemudahan
dalam pemeliharaan dan penanganan keluhan yang memuaskan.
7. Estetika, yaitu keindahan menyangkut corak, rasa, dan daya tarik produk.
8. Perceived, yaitu fanatisme konsumen menyangkut citra dan reputasi produk
serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya.
Menurut Umar (2002, p38) ada lima dimensi penentu kualitas jasa.
Kelimanya disajikan secara berurut berdasarkan tingkat kepentingannya dan
didefinisikan sebagai berikut :
1. Keandalan yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan
janji yang ditawarkan.
11
2. Daya tanggap yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu
konsumen dalam melayani konsumen, kecepatan karyawan dalam menangani
transaksi dan menangani keluhan (complaint) yang diajukan konsumen.
3. kepastian, yaitu meliputi kemampuan karyawan atas: pengetahuan terhadap
produk secara tepat, kualitas keramahtamahan, perhatian, dan kesopanan dalam
memberi pelayanan, keterampilan dalam memberikan keamanan didalam
memanfaatkan jasa yang ditawarkan dan kemampuan dalam menanamkan
kepercayaan konsumen terhadap perusahaan.
Dimensi kepastian ini merupakan gabungan dari dimensi :
a. Kompetensi: keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan
untuk melakukan pelayanan.
b. Kesopanan: meliputi keramahan, perhatian dan sikap para karyawan.
c. Kredibilitas: meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan.
4. Empati yaitu: perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada
konsumen seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan
karyawan untuk berkomunikasi dengan konsumen, dan usaha perusahaan untuk
memahami keinginan dan kebutuhan konsumennya. Dimensi empati ini
merupakan penggabungan dari dimensi :
a. Akses, meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan
perusahaan.
b. Komunikasi merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk
menyampaikan informasi kepada konsumen atau memperoleh masukan dari
konsumen.
12
c. Pemahaman kepada konsumen, meliputi usaha perusahaan untuk
memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.
5. Berwujud yaitu meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan
front office, tersedia tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan
ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.
Tabel 2.1 Dimensi Kualitas Barang dan Jasa
Karakteristik Kualitas Barang Jasa
1. Performance
2. Range of feature
3. Reliability/Durability
4. Maintainbility/Serviceability
5. Sensory
6. Ethics/image
Kecepatan proses
Modem/networking
Waktu penggunaan hingga rusak
Jumlah tempat untuk perbaikan yang disediakan
Menarik
Jaminan yang diberikan
Ketepatan transaksi
Transaksi luar negeri
Pelayanan segera
Telepon langsung
Fasilitas lengkap
Advertensi yang wajar
Sumber : Yamit, Zulian (2004). Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, p 12.
2.2 Kualitas Produk
2.2.1 Pengertian Produk
Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004,p166), produk adalah barang atau
jasa yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan konsumen.
13
Menurut Kotler dan Armstrong (2006,p7) product is anything that can be offered
to a market for attention, acquisition, use, or consumption that might satisfy a
want or need. Artinya bahwa produk merupakan sesuatu yang bisa ditawarkan
ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi yang bisa
memuaskan keinginan atau kebutuhan.
Menurut Simamora (2000,p440), produk adalah segala sesuatu yang diterima
oleh konsumen atau pemakai industrial pada saat melakukan pembelian atau
menggunakan produk. Menururt Waters (2001,p99), produk hendaknya
fungsional, menarik, dan mudah dibuat. Menurut Purnawarman (2004) produk
adalah sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan atau
keinginan pelanggan.
Menurut Kotler (2002,p18), produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan
ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan dalam standar
internasional, produk adalah barang atau jasa yang berarti :
- Hasil kegiatan atau proses (produk wujud dan terwujud, seperti jasa,
program komputer, desain, petunjuk pemakaian)
- Suatu kegiatan proses (seperti pemberian jasa ataau pelaksanaan proses
produksi ). Pentingnya suatu produk fisik bukan terletak pada kepelikannya
tetapi pada jasa yang dapat diberikannya.
Menurut Angipora (2002,p26) produk merupakan kombinasi barang dan jasa
yang ditawarkan seseorang atau lembaga untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
pasar
Menurut Penulis, dapat disimpulkan bahwa produk itu bukan hanya berupa
barang nyata tetapi bisa berupa jasa, maka produk dapat memberikan kepuasan
yang berbeda sehingga perusahaan dituntut untuk lebih kreatif dan berpandangan
luas terhadap produk yang dihasilkan.
14
2.2.2 Pengertian Kualitas Produk
Menurut Juran (Hunt, 1993; 32), yang dikutip oleh Drs. M. Nur Nasution, M.Sc.,
A.P.U. dari buku yang berjudul Manajemen Mutu Terpadu, kualitas produk
adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
Kecocokan penggunaan itu didasarkan atas lima ciri utama berikut :
a. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan
b. Psikologis, yaitu citra rasa atau status
c. Waktu, yaitu kehandalan
d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan
e. Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur
Kecocokan penggunaan suatu produk adalah apabila produk daya tahan
penggunaannya lama, produk yang digunakan akan meningkatkan citra atau status
konsumen yang memakainya, produknya tidak mudah rusak, adanya jaminan
kualitas (quality assurance) dan sesuai etika bila digunakan.
Kecocokan penggunaan produk seperti dikemukakan di atas memiliki dua
aspek utama, yaitu ciri-ciri produknya memenuhi tuntutan pelanggan dan tidak
memiliki kelemahan.
1) Ciri-ciri produk yang memenuhi permintaan pelanggan
Ciri-ciri produk berkualitas tinggi apabila memiliki ciri-ciri produk yang khusus
atau istimewa, berbeda dari produk pesaing dan dapat memenuhi harapan
atau tuntutan sehingga dapat memuasakan pelanggan.
Kualitas yang lebih tinggi memungkinkan perusahaan meningkatkan
kepuasan pelanggan, membuat produk laku terjual, dapat bersaing dengan
15
pesaing, meningkatkan pangsa pasar dan volume penjualan, serta dapat
dijual dengan harga yang lebih tinggi.
2) Bebas dari kelemahan
Suatu produk berkualitas tinggi apabila didalam produk tidak terdapat
kelemahan, tidak ada cacat sedikit pun.(www.bapepam.go.id).
Menurut Kotler dan Armstrong (2006,p299) product quality is the ability of a
product to perform its function, it includes the product’s several durability,
reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued
attributes. Dari pengertian di atas, mutu produk adalah kemampuan produk
untuk menampilkan fungsinya, hal ini termasuk waktu kegunaan dari produk,
keandalan, kemudahan dalam penggunaan dan perbaikan, dan nilai-nilai
yang lainnya.
Menurut Ulrich dan Eppinger (2003,p2) product quality is ultimately reflected
in market share and the price that customers are willing to pay. Artinya mutu
produk terefleksi pada pasar dan harga yang ingin pelanggan bayarkan.
Menurut Yamit, Zulian (2004), Konsep Produk, produsen dalam memasarkan
produk harus berpikir melalui tahapan dimensi, yaitu :
1. Performance, adalah dimensi yang paling dasar dan berhubungan dengan
fungsi utama suatu produk. Performance pada setiap produk berbeda-beda
tergantung functional value yang dijanjikan perusahaan. Contohnya : untuk
obat adalah kemanjuran, untuk makanan adalah rasa yang enak, untuk tape
recorder adalah suara yang jernih dan untuk televisi adalah gambar yang
tajam, dll.
2. Reliability, adalah dimensi kualitas produk yang kedua. Dimensi
Performance dan Reliability secara sepintas tampak mirip tetapi memiliki
16
3. perbedaan yang jelas. Reliability menunjukkan probabilitas produk yang
gagal menjalankan fungsinya.
4. Feature, dapat dikatakan sebagai aspek sekunder. Untuk berbagai produk
elektronik, feature-feature yang ditawarkan dapat dilihat pada menu yang
terdapat di remote control. Karena perkembangan feature hampir tidak
terbatas jalannya dengan perkembangan teknologi, maka feature menjadi
target inovasi para produsen untuk memuaskan pelanggannya.
5. Durability atau Keawetan menunjukkan suatu pengukuran terhadap siklus
produk, baik secara teknis maupun waktu. Produk disebut awet kalau sudah
berulang kali di gunakan atau sudah lama sekali digunakan. Yang pertama
adalah awet secara teknis dan yang kedua adalah awet secara waktu.
6. Consistency menunjukkan seberapa jauh suatu produk dapat mengambil
standar yang telah ditentukan.
7. Design, adalah dimensi yang unik dan banyak menawarkan aspek
emosional dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan.
• Dari penjelasan-penjelasan diatas, dapat di simpulkan bahwa Kualitas produk
dapat diartikan suatu produk yang dihasilkan memiliki nilai khusus dalam
kalangan konsumen sehingga konsumen merasa membutuhkan produk
tersebut.
2.2.3 Konsep Kualitas Produk
Kualitas produk dapat ditinjau dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang
internal dan sudut pandang eksternal. Dari sudut pandang pemasaran kualitas diukur
dengan persepsi pembeli, sesuai dengan pernyataan Kotler dan Armstrong
(2001:279), “From marketing point of view, quality should be measured in terms of
17
buyers perceptions”. Maka sudut pandang yang digunakan untuk melihat kualitas
produk adalah sudut pandang eksternal.
Menurut Adam & Ebert (1992:256) yang dikutip dalam Jurnal Widya
Manajemen&Akuntansi “Analisis Persepsi Konsumen terhadap Kualitas Produk
Keramik merek Milan di Surabaya”,Vol.3 No.2, Agustus 2003 : 140-159, menyatakan
bahwa “Quality is the customer’s perception”. Artinya bahwa pelanggan menilai baik
buruknya kualitas suatu produk itu berdasarkan persepsinya. Suatu produk dikatakan
berkualitas jika memenuhi kebutuhan dan keinginan pembeli. Kualitas ditentukan
oleh pelanggan, dan pengalaman mereka terhadap produk dan jasa.
Dalam memasarkan suatu produk, kualitas harus diukur melalui sudut
pandang konsumen terhadap kualitas produk itu sendiri, sehingga selera konsumen
disini sangat berpengaruh. Oleh karena itu dalam mengelola kualitas suatu produk
harus sesuai dengan kegunaan yang diinginkan oleh konsumen. Dalam hal ini yang
penting adalah menjaga konsistensi dari output produk pada tingkat kualitas yang
diinginkan dan diharapkan oleh konsumen. Hal tersebut dapat diperkuat melalui
pernyataan Stanton (1994:280), “ Another key to succesful management of quality is
to maintain consistency of product output at the desired quality level”. Kualitas
produk merupakan salah satu cara untuk memenangkan persaingan di pasar.
Kualitas produk dapat menciptakan suatu keunggulan bersaing pada suatu badan
usaha. Setiap orang memiliki cara pandang dan standar yang berbeda di dalam
menilai barang atau jasa yang ditawarkan.
Berdasarkan teori tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas produk
adalah kemampuan suatu produk dalam menjalankan fungsinya, yang merupakan
suatu pengertian gabungan dari daya tahan, keandalan, ketepatan, kemudahan
pemeliharaan seta atribut-atribut lainnya.
2.3 Tinjauan Umum mengenai Pelayanan
Dibawah ini akan dijelaskan mengenai pelayanan dan pengertiannya yang
digunakan dalam penelitian.
2.2.1 Konsep Pelayanan
Menurut Tjiptono (2000, p87), pelayanan adalah tindakan atau perbuatan
seseorang atau organisasi untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Pelayanan adalah sebuah produk yang ditawarkan dan disampaikan kepada
pelanggan yang membutuhkan secara luas mencakup baik yang kelihatan (tangibles)
maupun yang tidak kelihatan (intangibles).
Umumnya pelayanan lebih bersifat intangibles, tidak dapat dilihat dan diraba,
sehingga penggunaanya hanya bisa dirasakan melalui pengalaman langsung. Namun
pelayanan mencakup juga hal-hal yang tangibles, yang bisa dilihat dan diraba,
berupa dimensi fisik dari pelayanan itu sendiri.
Pelayanan yang baik sangat mempengaruhi banyaknya jumlah pelanggan
dalam suatu perusahaan. Dapat dikatakan bahwa faktor pelayanan pelanggan
merupakan salah satu ujung tombak perusahaan dalam meraih sukses.
2.4 Konsep Kualitas Pelayanan Jasa
2.4.1 Pengertian Jasa
• Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu
pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat Intangible (tidak
berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produk jasa bisa
berhubungan dengan produk fisik maupun tidak (Kotler, 1996 dalam
F.Tjiptono,2001,p.134).
• Menurut Rambat Lupiyoadi (2001, p.5), jasa adalah semua aktivitas ekonomi
yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi,
yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan
dan memberikan nilai tambah (seperti misalnya kenyamanan, hiburan,
kesenangan, dan kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi
konsumen.
• Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan produk dikonsumsi
bersamaan dengan waktu produksi dan memberikan nilai tambah (seperti
kenikmatan, hiburan, santai, sehat) bersifat tidak berwujud. (Valerie, Zeithaml
dan Mary Jo Bitner, 2000 dalam Buchari Alma, 2002, p.204).
• Dari definisi-definisi tersebut di atas, secara umum dijelaskan bahwa jasa
adalah setiap tindakan atau perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak lain dimana konsumen bertindak sebagai Co-producer, dan
produk yang ditawarkan dapat berupa produk fisik maupun tidak, dimana jika
produk itu merupakan produk fisik akan mengalami beberapa perubahan
sehingga nantinya dapat memuaskan keinginan konsumen, dapat memberikan
nilai tambah, dan juga tidak berakibat kepemilikan apapun.
• Jasa adalah aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada
pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan
kepemilikan apa pun. Produksinya mungkin terikat atau tidak pada produk fisik
(Kotler, 1996: 467).
Tawaran perusahaan ke pasar biasanya mencakup beberapa jasa. Komponen
jasa dapat merupakan bagian kecil atau bagian utama dari total penawaran.
Kotler (1997: 83) yang dikutip dalam buku Kotler & Armstrong(2001)Prinsip-prinsip
Pemasaran,Edisi Kedelapan,Erlangga, Jakarta, membedakan penawaran menjadi lima
kategori.
1. Barang berwujud murni: penawaran hanya terdiri dari barang berwujud, seperti
sabun, pasta gigi, atau garam. Tidak ada jasa yang menyertai produk itu.
2. Barang berwujud yang disertai jasa: penawaran terdiri dari barang berwujud
yang disertai dengan satu atau beberapa jasa untuk meningkatkan daya tarik
konsumennya. Semakin canggih teknologi produk generik (televisi, mobi, dan
komputer), penjualannya semakin tergantung pada kualitas dan tersedianya
pelayanan jasa kepada pelanggan yang menyertainya.
2.4.2 Karakteristik Jasa
Jasa memiliki empat karakteristik utama, yaitu tidak berwujud (intangibility),
tidak terpisah (inseparibility), bervariasi (variability), dan mudah lenyap
(perishability) (Berry L.L, 1991: 24)(Jurnal Widya Manajemen & Akuntansi
“Pengendalian kualitas pelayanan melalui analisis GAP dengan instrumen Servqual”
Volume 3, No. 2, Agustus 2003,h.118-139).
1. Tidak Berwujud (Intangibility)
Sifat jasa tak berwujud (service intangibility) artinya jasa tidak dapat dilihat,
diraba, dirasakan, dicium atau didengar sebelum dibeli. Untuk mengurangi
ketidakpastian, pembeli mencari “tanda” dari mutu jasa. Mereka menyimpulkan
mengenai mutu dari “tanda” berupa tempat, orang, harga, peralatan, dan materi
komunikasi yang dapat mereka lihat.
2. Tidak Terpisahkan (Insparibility)
Jasa tak terpisahkan (service insparibility), berarti bahwa jasa tidak dapat
dipisahkan dari penyedianya, entah penyedianya itu manusia atau mesin. Bila
karyawan jasa menyediakan jasa karyawan, maka karyawan adalah bagian dari
jasa. Karena pelanggan juga hadir sifat khusus dari jasa. Baik penyedia jasa
maupun pelanggan mempengaruhi hasil jasa tadi.
3. Keanekaragaman (Variability)
Jasa bersifat sangat beraneka ragam karena merupakan monstandardized
output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa,
kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Ada tiga faktor yang menyebabkan
variabilitas kualitas jasa (Bovee, Houston, dan Thill, 1995), yaitu kerja sama atau
partisipasi pelanggan, dan beban kerja perusahaan. Pada industri jasa yang
bersifat people-based, komponen manusia yang terlibat jauh lebih banyak
daripada jasa yang bersifat equipment-based. Impilikasinya adalah bahwa
hasil(outcome) dari operasi jasa yang bersifat equipment-based maupun operasi
manufaktur.
4. Tidak Tahan Lama (Perishability)
Hubungan antara kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen sangat berkaitan,
kualitas pelayanan merupakan hal yang sangat penting pada suatu bisnis
pelayanan dan sangat berkaitan dengan kepuasan konsumen. Apa yang
dimaksud dengan kualitas pelayanan dan bagaimana hubungannya dengan
kepuasan konsumen merupakan issue dalam pemasaran pelayanan yang sampai
saat ini merupakan kajian yang selalu menarik (jurnal ekonomi trisakti
“Pentingnya Kualitas Pelayanan dalam membangun kepercayaan pelanggan”
vol.12). Mengapa kualitas pelayanan ini merupakan suatu hal yang sangat
penting dan bagaimana menilai kualitas pelayanan yang pada dasarnya tidak
nyata ?
Gambar 2.2
Empat Karakteristik jasa
Sumber : Kotler and Armstrong, 2001, p378
2.4.3 Aspek Sukses Industri Jasa
Sukses suatu industri jasa tergantung pada sejauh mana perusahaan mampu
mengelola ketiga aspek berikut :
1. Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan.
2. Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji
tersebut.
3. Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada pelanggan.
Model kesatuan dari ketiga aspek tersebut dikenal sebagai segitiga jasa, di
mana sisi segitiga mewakili setiap aspek. Kegagalan di satu sisi menyebabkan
segitiga roboh. Artinya, industri jasa tersebut gagal. Dengan demikian, pembahasan
Ketidakberwujudan
Jasa tidak dapat dilihat,
dirasa, diraba, didengar,
atau dibaui sebelum dibeli
Ketidakterpisahan
Jasa tidak dapat
dipisahkan dari penyedia
dan pelanggannya
Keragaman
Kualitas jasa tergantung
pada siapa yang
menyediakan, kapan,
dimana, dan bagaimana
Tidak Tahan Lama
Jasa tidak dapat disimpan
untuk penjualan atau
pemakaian yang akan
d t
Jasa/ pelayanan
industri jasa harus meliputi perusahaan, karyawan serta pelanggan adalah sebagai
berikut :
Pelanggan
EXTERNAL MARKETING INTERAKTIVE MARKETING
menetapkan janji mengenai menyampaikan produk/jasa
sesuaiproduk/jasa yang akan disampaikan dengan yang telah dijanjikan
Manajemen Karyawan INTERNAL MARKETING
Membuat agar produk/jasa yang
disampaikan sesuai dengan yang dijanjikan
Gambar 2.3
Diagram Segitiga Pemasaran Jasa
Sumber : Freddy Rangkuti, 2002, p27
Keterangan :
PERUSAHAAN
Status : Fasilitator terhadap karyawan agar mampu melayani
pelanggan.
Peran :
• Sebagai penyelidik keinginan pelanggan
• Sebagai pembuat spesifikasi jasa yang akan disampaikan
• Sebagai pemberdaya karyawan agar mampu menyampaikan jasa kepada
pelanggan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
KARYAWAN
Status : Penyampai jasa
Peran :
• Sebagai jasa itu sendiri (contoh : guru, pengacara, dokter)
• Sebagai personafikasi atau gambaran dari perusahaan
• Sebagai pemasar jasa secara tidak langsung
PELANGGAN
Status : Penerima jasa
Peran : Sebagai penilai kualitas jasa
2.4.4 Kualitas Jasa
Kualitas jasa didefinisikan sebagai penyampaian jasa yang akan melebihi
tingkat kepentingan pelanggan. Jenis kualitas yang digunakan untuk menilai kualitas
jasa adalah sebagai berikut :
1. Kualitas teknik (outcome), yaitu kualitas hasil kerja penyampaian jasa itu sendiri.
2. Kualitas pelayanan (proses), yaitu kualitas cara penyampaian jasa tersebut.
Karena jasa tidak kasat mata serta kualitas teknik jasa tidak selalu dapat
dievaluasi secara akurat, pelanggan berusaha menilai kualitas jasa berdasarkan apa
yang dirasakannya, yaitu atribut-atribut yang mewakili kualitas proses dan kualitas
pelayanan.
2.4.5 Dimensi Kualitas Jasa
Ada sepuluh kriteria umum atau standar yang menentukan kualitas suatu
jasa,yaitu :
• Reliability (keandalan)
• Responsiveness (ketanggapan)
• Competence (kemampuan)
• Access (mudah diperoleh)
• Courtesy (keramahan)
• Communication (komunikasi)
• Credibility (dapat dipercaya)
• Security (keamanan)
• Understanding (knowing the customer) (memahami pelanggan)
• Tangibles (bukti nyata yang kasat mata)
Kesepuluh dimensi tersebut dapat disederhanakan menjadi lima dimensi,
yaitu :
1. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan untuk menolong pelanggan
dan ketersediaan untuk melayani pelanggan dengan baik.
2. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan untuk melakukan pelayanan sesuai
yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3. Emphaty (empati), yaitu rasa peduli untuk memberikan perhatian secara
individual kepada pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan, serta
kemudahan untuk dihubungi.
4. Assurance (jaminan) yaitu pengetahuan, kesopanan petugas serta sifatnya
yang dapat dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari resiko.
5. Tangibles (bukti langsung), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan, dan
sarana komunikasi.
2.4.6 Hambatan dalam Pelayanan dan usaha peningkatan pelayanan
Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam peningkatan kualitas
pelayanan (Yamit, 2004, p32). Faktor-faktor yang menjadi penghambat tersebut
dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Kurang otoritas yang diberikan pada bawahan
2. Terlalu birokrasi sehingga lambat dalam menanggapi keluhan konsumen
3. Bawahan tidak berani mengambil keputusan sebelum ada ijin dari atasan
4. Petugas sering bertindak kaku dan tidak memberi jalan keluar yang baik
5. Petugas sering tidak ada di tempat pada waktu jam kerja sehingga sulit untuk
dihubungi
6. Banyak interest pribadi
7. Budaya tip
8. Aturan main yang tidak terbuka dan tidak jelas
9. Kurang profesional (kurang terampil menguasai bidangnya)
10. Banyak instansi atau bagian lain yang terlibat
11. Disiplin kerja sangat kurang dan tidak tepat waktu
12. Tidak ada keselarasan antar bagian dalam memberikan layanan
13. Kurang kontrol sehingga petugas agak “nakal”
14. Ada diskriminasi dalam memberikan pelayanan
15. Belum ada sistem informasi manajemen (SIM) yang terintegrasi
Menurut Yamit (2004, p32-33), keseluruhan faktor penghambat dalam
pelayanan tersebut di atas dapat dijadikan dasar bagi manajer untuk meningkatkan
atau memperbaiki pelayanan agar dapat mengurangi bahkan menghilangkan
kesenjangan yang terjadi antara pihak perusahaan dengan pelanggan. Usaha yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan pelayanan adalah sebagai berikut :
1. Reliability
a. Pengaturan fasilitas
b. Sistem dan prosedur
c. Meningkatkan efektifitas jadwal kerja
d. Meningkatkan koordinasi antar bagian
2. Responsiveness
a. Mempercepat pelayanan
b. Pelatihan karyawan
c. Komputerisasi dokumen
d. Penyederhanaan sistem dan prosedur
e. Pelayanan yang terpadu (one stop shopping)
f. Penyederhanaan birokrasi
g. Mengurangi pemusatan keputusan
3. Competence
a. Meningkatkan profesionalisme karyawan
b. Meningkatkan mutu administrasi
4. Credibility
a. Meningkatkan sikap mental karyawan untuk bekerja giat
b. Meningkatkan kejujuran karyawan
c. Menghilangkan kolusi
5. Tangibles
a. Perluasan kapasitas
b. Penataan Fasilitas
c. Meningkatkan infrastruktur
d. Menambah peralatan
e. Menambah/menyempurnakan fasilitas komunikasi
f. Perbaikan sarana dan prasarana
6. Understanding the customers
a. Sistem dan prosedur pelayanan yang menghargai konsumen
b. Meningkatkan keberpihakan pada konsumen
7. Communication
a. Memperjelas pihak yang bertanggungjawab dalam setiap kegiatan
b. Meningkatkan efektifitas komunikasi dengan klien
c. Membuat SIM yang terintegrasi
2.4.7 Beberapa Model Kualitas Jasa
Beberapa peneliti dibidang jasa telah mengembangkan beberapa model
kualitas jasa dan berdasarkan urutan atau kronologis dari penemuannya terdiri dari 5
model. Beragam model kualitas jasa ini membantu para manager jasa untuk menilai
berbagai aspek dari kinerja perusahaan dan mengembangkan strategi untuk
meningkatkan kualitas jasa. Kelima model tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. The disconfirmation of expectation model, yang dikembangkan oleh Oliver (1977,
1980, 1981). Model ini merupakan model dasar dari semua model kualitas jasa
yang ada saat ini. Model ini menerangkan bahwa kualitas jasa ditentukan oleh
seberapa besar ketidak sesuaian (disconfirmation)harapan dalam mempengarui
persepsi konsumen terhadap produk atau jasa. Menurut model ini ada tiga
elemen yang menyebabkan kepuasan (ketidakpuasan) seseorang, yaitu :
harapan, diskonfirmasi, dan persepsi. Apabila harapannya lebih tinggi dari
persepsinya, maka akan terjadi diskonfirmasi negatif, dan akibatnya ia tidak
puas. Apabila persepsinya yang lebih tinggi dari harapannya, maka akan terjadi
diskonfirmasi yang positif, dan outcomenya adalah ia merasa sangat puas.
2. Nordic. Model ini dikembangkan oleh Gronroos (1984) merupakan model kualitas
jasa yang pertama kali mengadopsi model disconfirmation. Model ini menyatakan
bahwa pengalaman terhadap penggunaan jasa tertentu didasarkan pada kualitas
fungsional (functional element) dan kualitas teknik (technical element). Yang
dimaksud dengan elemen fungsional adalah : the way to service is delivered as
reflected through the consumer’s perception of interactions that occur during the
service encounter. Technical quality refers to what the consumer receives from
the service, or the outcome of the service process. Model kualitas jasa dari
Gronroos ini merefleksikan model efek diskonfirmasi harapan (model pertama)
dalam mengembangkan model kualitas jasa.
3. The SERVQUAL/Gaps model dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithmal dan
berry (1985, 1988, 1991). Model kualitas jasa ini mengidentifikasi lima
pelanggan. Model kualitas jasa ini merupakan suatu konsep yang sangat
bermanfaat bagi manajer untuk memahami mengapa sampai terjadi kegagalan
dalam kualitas pelanyanan dengan menggunakan pendekatan perbandingan
(comparative approach) dalam mengidentifikasikan dan mengukur dimensi-
dimensi kunci dari konsep kualitas jasa. Selanjutnya dalam model ini juga
dijelaskan, bahwa manager agar berhasil memuaskan pelanggannya harus
mengusahakan agar menghilangkan atau mengurangi adanya gap atau
kesenjangan pada setiap level.
4. The Three Component Model, yang dikembangkan oleh Rust and Oliver (1994).
Dengan semakin menurunnya kepopuleran model SERVQUAL, muncul model ini
yang memperbarui konsep kualitas terknis dan kualitas fungsional dari Gronroos
(Mc. Col et.al, 2004). Model ini mengemukakan bahwa terdapat tiga elemen
utama yang menentukan kualitas jasa. Pertama, service product: the consumer’s
overall perception of the service any augmented services accompanying service
delivery. Kedua Service delivery:the interaction between customer and firm
necessary to deliver the service. Ketiga: Service environment:the internal culture
of the organization and the external or physical surroundings of the organization.
5. Model yang paling akhir yang dikembangkan oleh Brady and Cronin (2001) yaitu:
Hierarchical Model of Service Quality atau disebut sebagai model kualitas jasa
yang berjenjang. Model kualitas jasa ini menjelaskan bahwa kualitas jasa terdiri
dari 3 elemen yaitu interaction quality, physical environment quality dan outcome
quality. Pada jenjang pertama menggambarkan persepsi konsumen terhadap
keseluruhan kualitas jasa. Jenjang kedua mengenai dimensi utama yang
digunakan konsumen untuk menilai jasa, sedangkan jenjang paling bawah atau
jenjang ketiga mengidentifikasi sub dimensi dari masing-masing item yang
membentuk dimensi-dimensi utama. Model ini membantu manager untuk
memahami bagaimana konsumen menilai jasa, karena model ini memungkinkan
manager mempunyai pengetahuan mengenai kualitas jasa pada setiap tingkat,
sehingga berusaha lebih memfokuskan perhatian pada aspek yang dinilai
konsumen paling lemah. Penelitian ini menggunakan konsep kualitas jasa dari
Brady and Cronin (2001), yaitu Hierarchical Model of Service Quality, dimana
kualitas jasa dibedakan atas : interaction quality, physical environment quality
dan outcome quality.
Gambar 2.4
Modifikasi Model Kepuasan-Kualitas Pelayanan
Sumber : Richard A Spreng dan Robert D. Mackoy (1996), “An Emprical Examination of a Model Perceived Service Quality and
Satisfaction,”Journal of Retailing Vol. 72(2) h. 201-214
2.5 Keputusan Pembelian Konsumen
2.5.1 Teori Perilaku konsumen
Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making) adalah
proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi
dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya (Journal The
Winners, Volume 7 No.1, Maret 2006,h.14-25). Hasil proses pengintegrasian ini
adalah suatu pilihan (choice) yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan
berperilaku (Nugroho J. Setiadi, 2003:415). Menurut Philip Kotler (2002:183-200),
Keinginan
Kinerja yang dirasakan
Harapan
Kesesuaian Keinginan
Ketidaksesuaian harapan
Kualitas Pelayanan Keseluruhan
Kepuasan keseluruhan
perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, pribadi dan
psikologis.
1. faktor budaya
faktor budaya memiliki pengaruh yang luas dan mendalam terhadap perilaku
konsumen dalam pembelian. Peran budaya, sub-budaya, dan kelas sosial
konsumen sangatlah penting
2. faktor sosial
selain faktor budaya, perilaku seorang konsumen dipengaruhi oleh faktor sosial,
seperti kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status sosial.
3. faktor karakteristik Pribadi
keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakterisik pribadi. Karakteristik
tersebut meliputi usia dan tahapan siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi,
gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri sendiri.
4. faktor Psikologis
pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama,
yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran, serta keyakinan dan sikap.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.5
Faktor yang mempengaruhi Perilaku Konsumen
Sumber : Simamora (2002:9)
Kebudayaan Kultur Subkultur Kelas Sosial
Sosial Kultur Rujukan Keluarga Peran dan status sosial
Personal -Usia -Tahap daur Hidup -Jabatan -Keadaan ekonomi -Gaya hidup -Kepribadian -Konsep Diri
Psikologi -Motivasi -Persepsi -Learning -Kepercayaan -sikap
pembeli
2.5.2 Keputusan Pembelian Konsumen
2.5.2.1 Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen
Pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making)
adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk
mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu
diantaranya. Hasil dari proses pengintegrasian ini adalah suatu pilihan
(choise), yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berprilaku
(Nugroho J. Setiadi, 2003, p415).
Masing-masing tahap proses keputusan pembelian menurut Philip
Kotler tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut
1. Pengenalan Masalah
Proses pembelian di mulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau
kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan
internal atau eksternal.
2. Pencarian Informasi
Konsumen yang tergugah kebutuhannya akan terdorong untuk mencari
informasi yang lebih banyak. Mencari bahan bacaan, menelepon teman,
dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk. Melalui pengumpulan
informasi, konsumen mengetahui tentang merek yang bersaing dan
keistimewaan merek tersebut.
3. Evaluasi Alternatif
Beberapa konsep dasar akan membantu untuk memahami proses
evaluasi konsumen; pertama, konsumen berusaha untuk memenuhi
suatu kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi
produk. Ketiga, konsumen memandang masing-masing proaduk sebagai
sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam
memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu.
4. Keputusan Pembelian
Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi atas merek
dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga mungkin membentuk niat untuk
membeli produk yang paling disukai. Namun, dua faktor berikut dapat
berada di antara niat pembelian dan keputusan pembelian.
Tabel 2.2 Model Lima Tahap Proses Pembelian
Sumber : Phillip Kotler, hal.203
Pengenalan Masalah
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku Pascapembelian
Sikap
Orang lain
Evaluasi Niat Keputusan
Alternatif Pembelian Pembelian
Faktor situasi yang
tidak terantisipasi
Gambar 2.6
Tahap Antara Evaluasi Alternatif dan Keputusan Pembelian
sumber : Kotler (2000:208)
Memahami perilaku konsumen dan “mengenal pelanggan” tidak
pernah sederhana. Pelanggan mungkin menyatakan kebutuhan dan
keinginan mereka namun bertindak sebaliknya. Mereka mungkin tidak
memahami motivasi mereka yang lebih dalam. Mereka mungkin menanggapi
pengaruh yang mengubah pikiran mereka pada menit-menit terakhir.
2.5.2.2 Peran Pembelian
Berdasarkan pendapat Simamora (2oo2,p15), suatu proses
keputusan membeli bukan sekadar mengetahui berbagai faktor yang akan
mempengaruhi pembeli, tetapi berdasarkan peranan dalam pembelian dan
keputusan untuk membeli. Terdapat lima peran yang terjadi dalam
keputusan membeli :
a) Pemrakarsa (initiator). Orang yang pertama kali menyarankan membeli
suatu produk atau jasa tertentu.
b) Pemberi pengaruh (influencer). Orang yang pandangan/nasihatnya
memberi bobot dalam pengambilan keputusan akhir.
c) Pengambilan keputusan (decider). Orang sangat menentukan sebagian
atau keseluruhan keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang
dibeli, kapan hendak membeli, dengan bagaimana cara membeli, dan di
mana akan membeli.
d) Pembeli (buyer). Orang yang melakukan pembelian nyata.
e) Pemakai (user). Orang yang mengkonsumsi atau menggunakan produk
atau jasa.
Gambar 2.7 Model Perilaku Pembeli
Sumber : Phillip Kotler, hlm. 153
2.5.2.3 Perilaku Pembelian
Pengambilan keputusan oleh konsumen akan berbeda menurut jenis
keputusan pembelian. Assael, seperti dikutip Kotler 2000 dalam Simamora
2002, pp22-24, membedakanempat tipe perilaku pembelian konsumen
berdasarkan pada tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara
merek.
• Perilaku Membeli yang Rumit (Compex Buying Behavior)
Perilaku membeli yang rumit membutuhkan keterlibatan yang tinggi dalam
pembelian dengan berusaha menyadari perbedaan-perbedaan yang jelas
di antara merek-merek yang ada. Perilaku membeli ini terjadi pada waktu
membeli produk-produk yang mahal, tidak sering membeli, berisiko dan
dapat mencerminkan diri pembelinya.
Biasanya konsumen tidak tahu terlalu banyak tentang kategori
produk dan harus berusaha untuk mengetahuinya. Sehingga pemasar
harus menyusun strategi untuk memberikan informasi kepada konsumen
tentang atribut produk, kepentingannya, tentang merek perusahaan, dan
atribut penting lainnya.
• Perilaku Membeli untuk Mengurangi Ketidakcocokan (Dissonance
Reducing Buying Behavior)
Perilaku membeli semacam ini mempunyai keterlibatan yang tinggi
dan konsumen menyadari hanya terdapat sedikit perbedaan di antara
berbagai merek. Perilaku membeli ini terjadi untuk pembelian produk yang
harganya mahal, tidak seing dibeli, berisiko, dan membeli secara ralatif
cepat karena perbedaan merek tidak terlihat. Pembeli biasanya mempunyai
respons terhadap harga atau yang memberikan kenyamanan. Konsumen
akan memperlihatkan informasi yang mempengaruhi keputusan pembelian
mereka.
• Perilaku Membeli Berdasarkan Kebiasaan (Habitual Buying Behavior)
Dalam hal ini, konsumen membeli suatu produk berdasarkan
kebiasaan, bukan berdasarkan kesetiaan terhadap merek. Konsumen
memilih produk secara berulang bukan karena merek produk, tetapi
karena mereka sudah mengenal produk tersebut. Setelah membeli,
mereka tidak mengevaluasi kembali mengapa mereka membeli produk
tersebut karena mereka tidak terlibat dengan produk.
Pemasar dapat membuat kerlibatan antara produk dan
konsumennya, misalnya dengan mencipatakan produk yang
melibatkan situasi atau emosi personal melalui iklan.
• Perilaku Pembeli yang Mencari Keragaman (Variety Seeking Buying
Behavior)
Perilaku ini memiliki keterlibatan yang rendah, namun masih terdapat
perbedaan merek yang jelas. Konsumen berprilaku dengan tujuan
mencari keragaman dan bukan kepuasan. Jadi merek dalam perilaku
ini bukan merupakan suatu yang mutlak. Sebagai market-leader,
pemasar dapat melakukan strategi seperti menjaga agar jangan
kehabisan stok atau dengan promosi-promosi yang dapat
mengingatkan konsumen akan produknya. Soalnya, sekali kehabisan
stok, konsumen akan beralih ke merek lain. Apalagi para pesaing
sudah menawarkan barang dengan harga yang lebih rendah, kupon,
sampel, dan iklan yang mengajak konsumen untuk mencoba sesuatu
yang baru. Perilaku demikian biasanya terjadi pada produk-produk
yang sering dibeli, harga murah, dan konsumen sering mencoba
merek-merek baru.
Tabel 2.3 Empat Jenis Perilaku Pembelian
Sumber : Disajikan kembali dari Henry Assael, Consumer Behaviour and Marketing Action. hlm.87
2.6 Kerangka Pemikiran
Fokus utama kita adalah pada pilihan pembelian produk dan merek. Kita
menganggap pengambilan keputusan sebagai proses pemecahan masalah di mana penyajian
ulang kognitif konsumen atas suatu masalah adalah kunci untuk memahami proses tersebut.
Penyajian ulang masalah melibatkan tujuan akhir. Untuk beberapa keputusan konsumen,
penyajian ulang masalah melibatkan beberapa submasalah yang saling terkait, masing-
masing dengan set subtujuannya sendiri-sendiri, yang diorganisasi sebagai hirarki tujuan.
Konsumen menggunakan aturan keputusan sederhana yang disebut heuristik untuk mencari,
mengevaluasi, dan mengintegrasikan kepercayaan tentang alternatif yang relevan untuk
setiap subtujuan dalam hirarki tujuan. Keseluruhan set keputusan menghasilkan suatu seri
keinginan berprilaku atau rencana keputusan.
Kita juga melihat bahwa proses pemecahan masalah konsumen sangat beragam.
Sebagian pilihan pembelian membutuhkan upaya pemecahan masalah yang sangat ekstensif,
sementara pembelian lainnya dilakukan secara otomatis dalam kondisi yang sangat
terutinisasi. Sebagian pembelian lainnya melibatkan pengambilan keputusan terbatas yang
berada di antara kedua titik ekstrim di atas. Kami menjelaskan bagaimana tujuan akhir,
hirarki tujuan, pengetahuan produk, dan keterlibatan konsumen mempengaruhi proses
pemecahan masalah. Dan kita juga mendiskusikan bagaimana berbagai aspek lingkungan
keputusan mempengaruhi proses pemecahan masalah. Kami menyimpulkan bab ini dengan
memberikan implikasi dari konsep diatas pada strategi pemasaran.
Keterlibatan Tinggi Keterlibatan Rendah Perbedaan Signifikan Antar Merk perilaku pembelian yang rumit perilaku pembelian pencari variasi
Untuk memperlihatkan kaitan antara indikator empirik dengan masing-masing
konsep (konstruk), hubungan antara variabel eksogen dan pengaruh variabel terhadap
endogen diperlihatkan dalam paradigma penelitian dalam Gambar 2.9
Dalam Gambar 2.8. terlihat bahwa untuk masing-masing variabel eksogen terdiri dari
kualitas produk Plasma TV, dan kualitas pelayanan jasa. Kualitas produk Fujitsu Plasma TV
memiliki beberapa indikator penilaian, yaitu Performance, Reliability, Feature, Durability,
Consistency, dan Design. Sedangkan kualitas pelayanan memiliki beberapa indikator
penilaian, yaitu Tangible (bentuk nyata yang dapat diamati konsumen dengan mudah),
Reliability (kemampuan menyajikan pelayanan yang dijanjikan, Responsiveness (memberikan
pelayanan dengan tepat dan cepat), Assurance (pengetahuan dan keahlian karyawan), dan
Emphaty (kepekaan karyawan dalam melayani konsumen). Untuk keputusan pembelian ,
indikator penilaiannya adalah proses keputusan pembelian.
Sumber : Penulis
Gambar 2.8
Kerangka Pemikiran
Pada kerangka berpikir akan di gambarkan teori yang digunakan dalam
konteks permasalahan ini. Dengan variabel-variabel yang digunakan adalah variabel bebas
(x) dan variabel terikat (y), yang terdiri dari :
X1 = Kualitas Produk Fujitsu Plasma TV 42’’ yang disediakan pada showroom-showroom PT.
Visual Centre Media
X2 = Kualitas Pelayanan yang diberikan pada showroom-showroom PT. Visual Centre
Media
Y = Keputusan Pembelian produk Fujitsu Plasma TV 42” pada showroom-showroom PT.
Visual Centre Media
Kualitas Pelayanan Variabel Operasional 1. Tangible 2. Reliability 3. Responsiveness 4. Assurance 5. Emphaty
Keputusan Pembelian - Proses Keputusan
Pembelian
Kualitas Produk Variabel Operasional
1. Performance 2. Reliability 3. Feature 4. Durability 5. Consistency 6. Design
Ketiga variabel penelitian tersebut dapat dinyatakan kedalam bentuk :
Gambar 2.8 Variabel Penelitian
Sumber : Penulis
Maka, dapat dirumuskan sebagai berikut :
Y = a+b1X1+b2X2
2.7 Analisis Porter
Analisis Kompetitif: Model Lima Kekuatan Porter
Seperti diilustrasikan dalam gambar 4.1, Model Lima Kekuatan Porter (Porter’s Five-Forces
Model) tentang analisis kompetitif adalah pendekatan yang digunakan secara luas untuk
mengembangkan strategi dalam banyak industri.
Menurut Porter, hakikat persaingan suatu industri dapat dilihat sebagai kombinasi atas lima
kekuatan:
1. Persaingan antarperusahaan sejenis
2. Kemungkinan masuknya pesaing baru
3. Potensi pengembangan produk subtitusi
4. Kekuatan tawar-menawar penjual/pemasok
5. Kekuatan tawar-menawar pembeli/konsumen
X1
X2
Y
Gambar 4.1
Model Lima Kekuatan Porter
Sumber : David.R.Fred (2006). Manajemen Strategis. Edisi 10.Jakarta. Salemba Empat.
Persaingan di Antara Perusahaan Sejenis
Persaingan antarperusahaan sejenis biasanya merupakan kekuatan terbesar dalam lima
kekuatan kompetitif. Strategi yang dijalankan oleh suatu perusahaan dapat berhasil hanya
jika mereka memberikan keunggulan kompetitif dibanding strategi yang dijalankan
perusahaan pesaing. Perusahaan strategi oleh satu perusahaan mungkin akan mendapat
serangan balasan, seperti menurunkan harga, meningkatkan kualitas, menambah feature,
menyediakan jasa, memperpanjang garansi, dan meningkatkan iklan.
Kemungkinan Masuknya Pesaing Baru
Ketika perusahaan baru dapat dengan mudah masuk ke dalam industri tertentu, intensitas
persaingan antarperusahaan meningkat. Tetapi, hambatan untuk masuk, dapat mencakup
kebutuhan untuk mencapai skala ekonomi dengan cepat, kebutuhan untuk mendapatkan
teknologi dan pengetahuan khusus, kurangnya pengalaman, tingginya kesetian pelanggan,
kuatnya preferensi merek, besarnya kebutuhan akan modal, kurangnya jalur distribusi, dll.
Potensi Pengembangan Produk subtitusi
Persaingan antarperusahaan sejenis
Kekuatan tawar-menawar
penjual/pemasok
Kekuatan tawar-menawar
pembeli/konsumen
Kemungkinan masuknya pesaing baru
Di samping berbagai hambatan masuk, perusahaan baru kadang-kadang memasuki suatu
bisnis dengan produk berkualitas lebih tinggi, harga lebih rendah, dan sumber daya
pemasaran yang besar.
Potensi Pengembangan Produk Subtitusi
Tekanan kompetisi yang berasal dari produk subtitusi meningkat sejalan dengan
menurunnya harga relatif dari produk subtitusi dan sejalan dengan biaya konsumen untuk
beralih ke produk lain menurun. Cara terbaik untuk mengukur kekuatan kompetitif produk
subtitusi adalah dengan memantau pangsa pasar yang didapat oleh produk-produk
tersebut, juga dengan memantau rencana perusahaan untuk meningkatkan kapasitas dan
penetrasi pasar.
Kekuatan Tawar-menawar Penjual/Pemasok
Kekuatan Tawar-menawar pemasok (bargaining power of supplier) mempengaruhi
intensitas persaingan dalam suatu industri, khususnya ketika ada sejumlah besar pemasok,
ketika hanya ada sedikit barang subtitusi yang cukup bagus, atau ketika biaya untuk
mengganti bahan baku sangat mahal.
Kekuatan Tawar-menawar Pembeli/Konsumen
Ketika konsumen berkonsentrasi atau besar jumlahnya, atau membeli dalam jumlah besar,
kekuatan tawar-menawar mereka menjadi kekuatan utama yang mempengaruhi intensitas
persaingan dalam suatu industri. Perusahaan pesaing mungkin menawarkan garansi yang
lebih panjang atau jasa khusus untuk mendapatkan kesetiaan pelanggan ketika kekuatan
tawar-menawar konsumen (bargaining power of consumer) cukup besar.
2.8 Hipotesis
Berdasarkan dugaan sementara, maka dirumuskan hipotesa teoritis sebagai berikut :
1. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara Kualitas Produk Fujitsu Plasma TV
42” (X1), dengan keputusan pembelian (Y).
2. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara Kualitas Pelayanan yang diberikan
(X2) dengan keputusan pembelian (Y).
3. Secara bersama-sama terdapat pengaruh yang positif antara Kualitas Produk Fujitsu
Plasma TV 42’’ (X1) dan Kualitas Pelayanan yang diberikan (X2) dengan Keputusan
Pembelian (Y).