Upload
phungkien
View
219
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Beberapa pengertian SDM menurut para ahli adalah sebagai berikut :
Menurut pendapat Mathis dan Jackson (2006, p3),”Manajemen Sumber Daya
Manusia adalah rancangan-rancangan sistem formal dalam sebuah organisasi untuk
memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-
tujuan organisasional”.
Manajemen SDM menurut Hasibuan (2007, p111),”Manajemen Sumber Daya
Manusia (MSDM) merupakan penyiapan dan pelaksanaan suatu rencana yang terkoordinasi
untuk menjamin bahwa SDM yang ada dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk
mencapai tujuan organisasi”.
Menurut Cushway (2002, pp4-6),”Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
merupakan bagian dari proses organisasi dalam mencapai tujuan”. Setelah arah dan strategi
umum ditentukan, maka langkah berikutnya adalah merumuskan tujuan yang lebih tegas
dan mengembangkan dalam bentuk rencana kerja. Tujuan tidak akan tercapai tanpa adanya
sumber daya yang diperlukan, termasuk sumber daya manusia. MSDM merupakan bagian
dari proses yang menentukan apa yang diperlukan oleh manusia, bagaimana menggunakan
manusia, bagaimana memperolehnya dan bagaimana mengatur mereka. MSDM harus
diintegrasikan secara penuh dengan proses – proses manajemen yang lain.
8
Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Sumber Daya
Manusia adalah segala usaha yang dilakukan untuk menambah nilai dari sumber daya
manusia tersebut dalam kaitannya dengan mencapai tujuan perusahaan.
2.1.1.2 Aktivitas SDM
Ada 7 aktivitas SDM menurut Mathis dan Jackson (2006, p43) yaitu sebagai berikut :
• Perencanaan dan Analisis SDM
Dengan adanya perencanaan SDM, manajer-manajer berusaha untuk mengantisipasi
kekuatan yang akan mempengaruhi persediaan dan tuntutan para karyawannya dimasa
depan. Hal yang sangat penting untuk memiliki sistem informasi sumber daya manusia
(SISDM) guna memberikan informasi yang akurat dan tepat pada waktunya untuk
perencanaan SDM. Sebagai bagian dari usaha mempertahankan daya saing organisasional
,harus ada analisis dan penilaian efektivitas SDM. Karyawan juga harus dimotivasi dengan
baik dan bersedia untuk tinggal bersama organisasi tersebut selama jangka waktu yang
pantas.
• Kesetaraan Kesempatan Kerja
Pemenuhan hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja (EEO)
mempengaruhi semua aktivitas SDM yang lain dan integral dengan manajemen SDM.
• Pengangkatan Pegawai
Tujuan dari pengangkatan pegawai adalah memberikan persediaan yang memadai atas
individu-individu yang berkualifikasi untuk mengisi lowongan pekerjaan disebuah organisasi.
• Pengembangan SDM
Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengembangan SDM juga meliputi pelatihan
keterampilan pekerjaan. Ketika pekerjaan – pekerjaan berkembang dan berubah, diperlukan
adanya pelatihan ulang yang dilakukan terus – menerus untuk menyesuaikan perubahan
tekhnologi. Mendorong pengembangan semua karyawan, termasuk para supervisor dan
9
manajer, juga penting untuk mempersiapkan organisasi – organisasi agar dapat menghadapi
tantangan masa depan.
• Kompensasi Dan Tunjangan
Kompensasi memberikan penghargaan kepada karyawan atas pelaksanaan pekerjaan melalui
gaji, insentif dan tunjangan.Para pemberi kerja harus mengembangkan dan memperbaiki
sistem upah dan gaji dasar.Selain itu, program insentif seperti pembagian keuntungan dan
penghargaan produktivitas mulai digunakan. Kenaikan yang cepat dalam hal biaya tunjangan
,terutama tunjangan kesehatan, akan terus menjadi persoalan utama.
• Kesehatan, keselamatan dan keamanan
Jaminan atas kesehatan fisik dan mental serta keselamatan para karyawan adalah hal yang
sangat penting. Secara global, berbagai hukum keselamatan dan kesehatan telah menjadikan
organisasi lebih responsive terhadap persoalan kesehatan dan keselamatan. Program
peningkatan kesehatan yang menaikkan gaya hidup karyawan yang sehat menjadi lebih
meluas. Selain itu, keamanan tempat kerja menjadi lebih penting, sebagai akibat dari jumlah
tindak kekerasan yang meningkat ditempat kerja.
• Hubungan karyawan Dan Buruh/Manajemen
Hubungan antara para manajer dan karyawan mereka harus ditangani secara efektif apabila
para karyawan dan organisasi ingin sukses bersama. Apakah beberapa karyawan diwakili
oleh satu serikat pekerja atau tidak, hak karyawan harus disampaikan. Merupakan suatu hal
yang penting untuk mengembangkan, mengkomunikasikan, dan mengupdate kebijakan dan
prosedur SDM hingga para manajer dan karyawan sama – sama tahu apa yang diharapkan.
Adapun 7 aktivitas SDM menurut Mathis Dan Jackson (2006, p43), Seperti yang
digambarkan pada gambar 2.1. dibawah ini :
10
Gambar 2.1. Tujuh Aktivitas SDM
Sumber : Mathis Dan Jackson (2006, p43)
2.1.1.3 Peran Strategis Sumber Daya Manusia
Menurut Mathis dan Jackson (2006, p54), Supaya SDM dapat memainkan strategis, ia harus
fokus pada implikasi jangka panjang dari persoalan SDM. Pentingnya peran strategis telah
menjadi pokok diskusi ekstensif baru – baru ini dilapangan, dan diskusi – diskusi itu
menekankan perlunya manajemen SDM untuk menjadi kontributor strategis yang lebih besar
bagi keberhasilan organisasi.
Berdasarkan pada penelitian dan tulisan beberapa pakar, peran SDM sebagai rekan bisnis
strategis telah ditekankan. Berikut ini adalah komponen penting dari pendekatan itu :
11
• Meningkatkan Kinerja Organisasional
Kinerja organisasional dapat dilihat dari seberapa efektif produk dan layanan organisasi
disampaikan ke para pelanggan. Sumber daya manusia dalam organisasi adalah para
perancang pengusaha dan pengantar layanan tersebut. Oleh karena itu, satu tujuan dari
manajemen SDM adalah untuk menentukan aktivitas yang memberikan kontribusi pada
kinerja organisasional yang tinggi.
• Terlibat Dalam Perencanaan Strategis
Hal penting bagi SDM untuk menjadi rekan strategis adalah memiliki “suara yang didengar”
ketika terjadi perencanaan strategis organisasional.
• Membuat Keputusan Tentang Merger, Akuisisi Dan Pengecilan Perusahaan.
Pada zaman sekarang ini banyak organisasi melakukan merger dengan atau mendapatkan
perusahaan lain. Dalam semua merger dan akuisisi ini, banyak persoalan SDM yang
berhubungan dengan penggabungan budaya dan operasi organisasional.
• Merancang Ulang Organisasi Dan Proses Kerja
Dalam proses perencanaan strategis, struktur organisasi mengikuti perencanaan strategis.
Implikasi dari konsep ini adalah bahwa perubahan dalam struktur organisasi dan bagaimana
pekerjaan dibagi menjadi beberapa tugas merupakan sarana melalui organisasi bergerak
menuju rencana dan tujuan strategisnya.
• Menjamin Akuntabilitas Finansial untuk hasil-hasil SDM
Manajemen SDM yang berhubungan dengan kinerja organisasional adalah untuk
menunjukkan secara terus – menerus bahwa aktivitas dan upaya SDM memberikan
kontribusi pada hasil finansial organisasi. Biasanya, SDM dianggap terorientasi pada aktivitas,
dari pada mengkhawatirkan konsekuensi finansial dari upaya SDM.
12
2.1.2 Kepemimpinan
2.1.2.1 Pengertian Kepemimpinan
Beberapa pengertian Kepemimpinan menurut para ahli adalah sebagai berikut :
Kepemimpinan menurut Robbins (2001, p163), ”Kepemimpinan merupakan titik
sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi.”
Menurut Slamet, (2002, p29) “Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan merupakan suatu
kemampuan, proses, atau fungsi pada umumnya untuk mempengaruhi orang-orang agar
berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.
Menurut Samsudin (2006, p287)” Kepemimpinan adalah kamampuan mayakinkan
dan menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama dibawah kepemimpinan nya sebagai
suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu.”
Jadi dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan adalah Sebuah
kemampuan untuk mempengaruhi orang atau kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
tertentu dalam keberhasilan organisasi.
Tidak ada gaya kepemimpinan yang mutlak baik atau buruk, yang penting asal tujuan
tercapai dengan baik. Hal ini disebabkan karena Kepemimpinan dipengaruhi oleh factor –
factor tujuan, pengikut, organisasi, karakter pemimpin dan situasi yang ada.
Manajemen dan kepemimpinan sering dipandang sebagai dua konsep yang sama.
Menurut esensinya, Konsep kepemimpinan lebih luas dari konsep manajemen. Manajemen
dipandang sebagai suatu jenis khusus kepemimpinan dimana yang terpenting adalah
pencapaian tujuan organisasi. Perbedaan antara kedua pokok konsep itu karenanya terletak
pada istilah organisasi. Kepemimpinan terjadi setiap saat orang berusaha mempengaruhi
perilaku seseorang atau sekelompok orang. Apapun alasannya, hal itu boleh dilakukan demi
tujuannya sendiri atau tujuan orang lain, dan tujuan itu mungkin sejalan dengan tujuan-
tujuan organisasi atau mungkin juga tidak.
13
2.1.2.2 Teori - Teori Kepemimpinan :
Teori kepemimpinan membicarakan bagaimana seseorang menjadi pemimpin, atau
bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Teori – teori Kepemimpinan menurut Thoha (2003,
pp32-33) yaitu :
1)Teori sifat
Teori ini menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada korelasi sebab akibat antara sifat dan
keberhasilan manajer, pendapatnya itu merujuk pada hasil penelitian Keith Davis yang
menyimpulkan ada empat sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan
kepemimpinan organisasi, yaitu;
• Kecerdesan, pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai tingkat
kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun demikian
pemimpin tidak bisa melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya.
• Kedewasaan dan keleluasaan hubungan sosial, para pemimpin cenderung menjadi
matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas
terhadap aktivitas-akltivitas sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan
dihargai.
• Motivasi dan dorongan berprestasi, para pemimpin secara relatif mempunyai
dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka berusaha mendapatkan
penghargaan yang instrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik.
• Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, para pemimpin yang berhasil mau mengakui
harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya,
dalam istilah penelitian Universitas Ohio pemimpin itu mempunyai perhatian, dan
kalau mengikuti istilah penemuan Michigan, pemimpin itu berorientasi pada
karyawan bukannya berorientasi pada produksi.
14
2)Teori Kelompok
Teori ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, maka
harus terdapat suatu pertukaran yang positif di antara pemimpin dan pengikut-pengikutnya.
Teori kelompok ini dasar perkembangannya pada psikologi sosial. (Thoha, 2003, p34).
3) Teori Situasional
Teori ini menyatakan bahwa beberapa variabel situasional mempunyai pengaruh terhadap
peranan kepemimpinan, kecakapan, dan perilakunya termasuk pelaksanaan kerja dan
kepuasan para pengikutnya. Beberapa variabel situasional diindentifikasikan, tetapi tidak
semua ditarik oleh situasional ini. (Thoha, 2003, p36).
4)Model kepemimpinan kontijensi
Model Kepemimpinan yang ditemukan oleh Fiedler sebagai hasil pengujian hipotesa yang
telah dirumuskan dari penelitiannya terdahulu. Model ini berisi tentang hubungan antara
gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan dalam hubungannya dengan
dimensi-dimensi empiris berikut ini:
• Hubungan pimpinan-anggota. Variabel ini sebagai hal yang paling menentukan
dalam menciptakan situasi yang menyenangkan.
• Derajat dari struktur tugas. Dimensi ini merupakan urutan kedua dalam menciptakan
situasi yang menyenangkan.
• Posisi kekuasaan pemimimpin yang dicapai lewat otoritas formal. Dimensi ini
merupakan urutan ketiga dalam menciptakan situasi yang menyenangkan. (Thoha,
2003, pp37-38).
15
5. Teori Jalan Tujuan (Path-Goal Theory)
Teori ini mula-mula dikembangkan oleh Geogepoulos dan kawan-kawannya di Universitas
Michigan. Pengembangan teori ini selanjutnya dilakukan oleh Martin Evans dan Robert
House. Secara pokok teori path-goal dipergunakan untuk menganalisis dan menjelaskan
pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan kerja bawahan.
Ada Dua faktor situsional yang telah diidentifikasikan, yaitu sifat personal para bawahan, dan
tekanan lingkungan dengan tuntutan-tuntutan yang dihadapi oleh para bawahan. Untuk
situasi pertama teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa
diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut merupakan sumber yang
segera bisa memberikan kepuasan, atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan masa
depan. Adapun faktor situasional kedua, path-goal, menyatakan bahwa perilaku pemimpin
akan bisa menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, yang diperlukan untuk
mengefektifkan pelaksanaan kerja. (Thoha, 2003, p39)
2.1.2.3 Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang dirancang
untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai suatu
tujuan tertentu (Heidjrachman dan Husnan, 2002, p224). Setiap pemimpin bisa mempunyai
gaya kepemimpinan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, dan tidak mesti suatu
gaya kepemimpinan lebih baik atau lebih jelek dari pada gaya kepemimpinan yang lainnya.
• Menurut Tjiptono gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin
dalam berinteraksi dengan bawahannya (Tjiptono, 2001, p161).
• Pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku
(kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang
lain (Hersey, 2004, p29).
16
• Sedangkan menurut Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia (2009, p16) dari
kutipan Basuki Ranto, studi kasus PD.Dharma Jaya Jakarta mengartikan Gaya
Kepemimpinan pada dasarnya sebagai suatu representasi filosofi, keterampilan dan
sikap serta perilaku seorang pemimpin, jadi dengan demikian gaya kepemimpinan
merupakan perilaku pemimpin dalam lingkungan organisasi untuk mencapai tujuan.
Pendapat diatas juga dibenarkan dalam Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia (2007 ,p201)
dari kutipan Hayati dan Sari, studi kasus Industri Skala Kecil (Studi di Bandar Lampung) yang
menegaskan adanya pengaruh yang signifikan antara keterampilan kepemimpinan terhadap
kinerja dan kepuasan karyawan yang dapat memotivasi karyawan.
Jadi dari hasil definisi gaya kepemimpinan diatas, dapat diketahui bahwa gaya
kepemimpinan itu didasarkan pada situasi dan kondisi, Karena pemimpin yang berhasil
adalah pemimpin yang mampu mengadaptasikan gayanya agar sesuai dengan situasi
tertentu (Heidjrachman dan Husnan, 2002, p224). Pada saat menjelaskan tugas-tugas
kelompok maka ia harus bergaya direktif, pada saat menunjukkan hal-hal yang dapat
menarik minat anggotanya maka ia harus bergaya konsultatif, untuk merumuskan tujuan
kelompok ia bergaya partisipatif sedangkan pada saat bawahan telah mampu dan
berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas maka ia bergaya delegatif (Sugiyono, 2003,
p132).
Menurut Lewin yang dikutip oleh Maman Ukas (Kartono, 2008) mengemukakan gaya
kepemimpinan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Otokratis, pemimpin yang demikian bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia
bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan ketat dan instruksi-instruksinya harus
ditaati.
2. Demokratis, pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari
kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang
pelaksanaan tujuannya dan bersifat terbuka. Agar setiap anggota turut serta dalam setiap
17
kegiatan-kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan dan penilaian. Setiap
anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usaha pencapaian tujuan yang
diinginkan.
3. Laissezfaire, pemimpin yang bertipe demikian, segera setelah tujuan diterangkan pada
bawahannya, untuk menyerahkan sepenuhnya pada para bawahannya untuk menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Ia hanya akan menerima laporan-
laporan hasilnya dengan tidak terlampau turut campur tangan atau tidak terlalu mau ambil
inisiatif, semua pekerjaan itu tergantung pada inisiatif dan prakarsa dari para bawahannya,
sehingga dengan demikian dianggap cukup dapat memberikan kesempatan pada para
bawahannya bekerja bebas tanpa kekangan.
Adapun, Upaya – upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan gaya
kepemimpinan menurut jurnal Manajemen Usahawan Indonesia (2009, p21) dari kutipan
Basuki Ranto, studi kasus PD.Dharma Jaya Jakarta yaitu :
• Pertama : Menentukan gaya kepemimpinan yang cocok dan tepat dalam organisasi yang
dipimpinnya, sehingga mampu memperoleh dukungan dari bawahan, sehingga semua
kebijakan yang ditetapkan dapat dilaksanakan dengan baik dan dapat menghasilkan kinerja
yang ditargetkan.
• Kedua : Mengetahui siapa bawahan yang dipimpin, baik tingkat kemampuan, potensi dan
personal sehingga dapat melakukan dengan tepat bagaimana memberikan perintah dan
petunjuk yang mudah dimengerti dan dilaksanakan dengan hasil yang baik.
• Ketiga : Empati, dalam arti atasan dapat memahami keinginan bawahan baik kebutuhan
akan perhatian, kesejahteraan dan ketenangan maupun etika budaya yang menjadi
bagiannya.
• Keempat : Perhatian, dengan maksud mampu mengetahui bentuk komunikasi, tingkat
kesulitan, pengharapan dan pemenuhan kebutuhan mulai yang paling normative sampai
bentuk penghargaan.
18
2.1.3 Motivasi
2.1.3.1 Pengertian motivasi
Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin yakni movere, yang berarti
“menggerakkan” (to move). Ada banyak perumusan mengenai motivasi, menurut Mitchell
dalam Winardi, motivasi mewakili proses-proses psikologika, yang menyebabkan timbulnya,
diarahkanya dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan suka rela (volunter) yang diarahkan
ketujuan tertentu (Winardi, 2001, p1).
Rumusan lain tentang motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang
tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam
memenuhi beberapa kebutuhan individual.(Robbins, 2001, p208)
2.1.3.2 Teori motivasi
1.Teori hierarki kebutuhan (Robbins, 2001, p208)
Agaknya aman untuk mengatakan bahwa teori motivasi yang paling dikenal baik adalah
hierarki kebutuhan dari Abraham maslow. Ia menghipotesiskan bahwa di dalam diri semua
manusia ada 5 jenjang kebutuhan, yaitu :
● Kebutuhan Psikologis
Contoh kebutuhan rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), seks, dan
kebutuhan jasmani lainnya.
● Kebutuhan Keamanan
Contoh kebutuhan keselamatan, kondisi kerja yang aman dan perlindungan terhadap
kerugian fisik dan emosional.
● Kebutuhan Sosial
Mencakup kebutuhan akan kasih sayang, rasa memiliki, diterima baik, dan persahabatan.
● Kebutuhan Penghargaan
19
Mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi, prestasi dan faktor hormat
eksternal seperti misalnya status, pengakuan, dan perhatian.
● Kebutuhan Aktualisasi diri
Dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi; mencakup pertumbuhan, mencapai
potensialnya, dan pemenuhan diri.
Begitu tiap kebutuhan ini cukup di puaskan, kebutuhan berikutnya menjadi dominan. Dalam
fugur di bawah, individu bergerak naik mengikuti anak-anak tangga hierarki. Dari titik
pandang motivasi, teori ini mengatakan bahwa meskipun tidak ada kebutuhan yang pernah
di penuhi secara lengkap, suatu kebutuhan yang dipuaskan secara cukup banyak (subtansial
) tidak lagi memotivasi. Jadi jika anda ingin memotivasi seseorang, menurut Maslow, anda
perlu memahami sedang berada pada pada anak tangga manakah orang itu dan
memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan di atas tingkat itu.
Adapun 5 teori kebutuhan menurut Abraham Maslow, Seperti yang digambarkan
pada gambar 2.2. dibawah ini
20
Aktulisasi diri
Penghargaan
Sosial
Keamanan
Psikologis
Gambar 2.2 Teori Hirarki Kebutuhan
Sumber : Robbins (2001, p 208)
2. Teori X dan Y
Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia:
pada dasarnya satu negatif, yang ditandai sebagai teori X, dan yang lain positif, yang di
tandai dengan teori Y. Setelah memandang cara para manajer menangani karyawan,
McGregor menyimpulkan bahwa pandangan seorang manajer mengenai kodrat manusia
didasarkan pada suatu pengelompokkan pengandaian-pengandaian tertentu dan bahwa
21
manajer cenderung mencetak prilakunya terhadap bawahannya menurut pengandaian-
pengandaian ini.
Menurut teori X, ada empat pengandaian yang dipegang para manajer yang dinyatakan
sebagai berikut:
1.Karyawan secara interen (tertanam dalam dirinya) tidak menyukai kerja dan,
bilamana dimungkinkan, akan mencoba menghindarinya.
2.Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi, atau
diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
3.Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan formal
bilamana dimungkinkan.
4.Kebanyakan karyawan menaruh keamanan di atas semua faktor lain yang dikaitkan
dengan kerja dan akan menunjukan sedikit saja ambisi.
Kontras dengan pandangan negatif ini mengenai kodrat manusia, McGregor mendaftar
empat pengandaian positif, yang disebutnya teori Y:
1.Karyawan dapat memandang kerja sama wajarnya seperti istirahat atau bermain.
2.Orang-orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka
komit pada sasaran.
3.Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan tanggung
jawab.
4.Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif (pembaruan) tersebar meluas
dalam populasi dan tidak hanya milik dari mereka yang berada dalam posisi
manajemen. (Robbins, 2001, pp210-211)
22
3.Teori ERG
Clayton Alderfer berargumen bahwa ada tiga kelompok kebutuhan inti (Robbins, 2001,
pp214-216) yaitu:
1.Eksistensi (existence), kelompok ini memperdulikan pemberian persyaratan eksistensi
materiil dasar.
2.Hubungan (relatedness), yaitu hasrat yang kita miliki untuk memelihara hubungan
antarpribadi yang penting.
3.Pertumbuhan (growth), yaitu suatu hasrat intrinsik untuk perkembangan pribadi yang
mencakup komponen intrinsik dan karakteristik yang tercakup pada aktualisasi diri.
Ringkasnya, teori ERG berargumen bahwa kebutuhan tingkat lebih rendah yang terpuaskan
menghantar ke hasrat untuk memenuhi kebutuhan tingkat lebih tinggi, tetapi kebutuhan
ganda dapat beroperasi sebagai motivator sekaligus, dan halangan dalam mencoba
memuaskan kebutuhan tingkat lebih tinggi dapat menghasilkan regresi ke suatu kebutuhan
tingkat lebih rendah.Teori ERG lebih konsisten dengan pengetahuan mengenai perbedaan
individual diantara orang-orang. Variabel seperti pendidikan, latar belakang keluarga, dan
lingkungan budaya dapat mengubah pentingnya atau kekuatan dorong yang dipegang
sekelompok kebutuhan untuk seorang individu tertentu.
4.Teori Kebutuhan McCLELLAND
Teori yang dikemukakan oleh David McClelland berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu:
1. Kebutuhan akan prestasi: dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan
dengan seperangkat standar, berusaha keras untuk sukses.
2. Kebutuhan akan kekuasaan: kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku
dalam suatu cara yang orang-orang itu (tanpa dipaksa) tidak akan berperilaku
demikian.
23
3. Kebutuhan akan afiliasi; hasrat untuk hubungan antarpribadi yang ramah dan
akrab.
Beberapa orang mempunyai dorongan yang kuat sekali untuk berhasil. Mereka bergulat
untuk prestasi pribadi bukannya untuk ganjaran sukses itu semata. Mereka mempunyai
hasrat untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik atau lebih efesien daripada yang telah
dilakukan sebelumnya. (Robbins, 2001, p216)
5. Teori Harapan
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak
dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari sesuatu pengharapan bahwa
tindakan itu akan diikuti oleh sesuatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran
bagi individu tersebut.
Teori tersebut memfokuskan pada tiga hubungan yaitu:
1.Hubungan upaya-kinerja. Probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang
mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan mendorong kinerja.
2.Hubungan kinerja-ganjaran. Derajat sejauh mana individu itu meyakini bahwa
berkinerja pada suatu tingkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu keluaran
yang diinginkan.
3.Hubungan ganjaran-tujuan pribadi. Derajat sejauh mana ganjaran-ganjaran
organisasional memenuhi tujuan atau kebutuhan pribadi seorang individu dan potensi
daya tarik ganjaran tersebut untuk individu tersebut.
Teori harapan membantu menjelaskan mengapa banyak sekali pekerja tidak termotivasi
pada pekerjaannya dan semata mata melakukan yang minimum diperlukan untuk
menyelamatkan diri. (Robbins, 2001, pp229-230).
24
figur teori harapan
Sumber : Stephen P. Robbins (2001, p 229-230)
Gambar 2.3 Teori Harapan
Gambar 2.3.Teori harapan
Sumber :Robbins (2001, p230)
2.1.3.3 Implikasi menejemen untuk memotivasi kinerja individu
Menurut Mathis dan Jackson (2006, pp117-118) Konsep ekuitas dan harapan
menunjukan bahwa motivasi bersifat kompleks dan pribadi, tetapi strategi dan taktik
manajerial harus komprehensif agar dapat menyampaikan ekuitas dan harapan individu.
Sebagai contoh, manajer harus menentukan apakah perilaku individual yang kurang
memadai disebabkan oleh hubungan usaha-kerja (kemampuan), hubungan kinerja rendah-
penghargaan (kebijakan penghargaan yang tidak konsisten), atau nilai rendah (keinginan
yang rendah akan penghargaan).
Dalam kasus dalam buku ini , usaha rendah-kinerja para manajer dapat berusaha melakukan
pelatihan untuk meningkatkan hubungan tersebut dan dengan demikian mendorong kinerja
yang tinggi. Dalam kasus hubungan kinerja rendah-penghargaan, para manajer harus
melihat metode yang mereka gunakan untuk menilai dan menghargai kinerja.
1 hubungan upaya karyawan
2 hubungan kinerja-ganjaran
3 hubungan ganjaran-tujuan pribadi
Upaya Individu
Kinerja Individual
Ganjaran Organisasional
Tujuan – Tujuan Pribadi
25
Terakhir, manajer harus menyelidiki besarnya keinginan akan penghargaan yang di berikan
atas kinerja. Manajer harus menyelidiki besarnya keinginan akan penghargaan atas kinerja
yang sangatlah tinggi, karyawan mungkin tidak menghargai penghargaan tersebut.
Penghargaan harus berdasarkan pada apa yang di hargai oleh para karyawan, bukan apa
yang di hargai oleh para manager.
Pernyataan tersebut dibenarkan menurut Jurnal Manajemen Usahawan Indonesia
yang sudah dianalisis. Adapun, usaha-usaha yang perlu dilakukan untuk meningkatkan
motivasi kerja menurut jurnal Manajemen Usahawan Indonesia (2009, p21), dikutip dari
Basuki Ranto dari studi kasus PD. Dharma Jaya Jakarta adalah sebagai berikut:
1. Mengutamakan kebutuhan dasar yaitu kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis
seperti gaji, upah, tunjangan, kompensasi lainnya. Sikap adil dan memberikan
otonomi.
2. Memberikan peluang promosi jabatan bagi bawahan yang berprestasi baik dan
potensi untuk di kembangkan
3. Kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan ditinjau kembali dan dibuat “human
towel” termasuk prosedur kerja, program kerja dan pengaruh kerja.
4. Menciptakan suasana saling hormat menghormati, harga menghargai, membina
kerjasama dan hubungan akrab dengan atasan.
5. Memberi peluang yang lebih luas kepada bawahan, untuk meningkatkan
ketrampilan, memperoleh lebih banyak pengalaman bermakna hidupnya.
6. Menciptakan situasi seimbang antar seni dan disiplin, menyiapkan lingkungan yang
dapat membakar antusiasme setiap bawahan dan mempunyai lebih rasa percaya diri
dan menghargai keunikan tiap individu
7. Memberikan kepercayaan dorongan dan bantuan spesifik kepada bawahan dalam
menyelesaikan tugasnya.
26
8. Melakukan prinsip keahlian dalam bekerja, manajemen terbuka kebebasan
berkreasi dan mengemukakan pendapat.
2.1.4 Kinerja dan Kinerja Karyawan
2.1.4.1 Pengertian Kinerja dan Kinerja Karyawan
Berikut ini pengertian kinerja karyawan yang memiliki arti yang berbeda menurut para ahli,
yaitu:
Menurut Indrawan (2001, p453) dalam kamus lengkap bahasa indonesia, kinerja berasal
dari kata dasar ”kerja” yang diberi arti sebagai aktivitas untuk melakukan sesuatu, sesuatu
yang dilakukan dengan tujuan untuk mencari nafkah.
Menurut Mangkunegara (2000, p9) “Kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”
Jadi dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja atau
hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode
waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh karyawan. Selain
itu kinerja karyawan adalah hal yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan
kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk kuantitas output, kualitas output,
jangka waktu output, kehadiran ditempat kerja, dan sikap kooperatif, yang dapat diukur
dalam standar kerja. Standar kerja untuk masing-masing orang mempunyai perbedaan
sesuai jenis pekerjaan, organisasi atau profesi. Standar kinerja merujuk pada tujuan
organisasi yang telah dijabarkan ke dalam tugas-tugas fungsional.
27
2.1.4.2 Faktor –faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan
Menurut Mangkunegara (2000), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja
antara lain :
• Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) karyawan memiliki
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu
pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya.
• Faktor motivasi. Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri
pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja.
Sedangkan Menurut Mathis dan Jackson (2006, pp113-114), kinerja para karyawan
adalah awal dari suatu keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuannya. Ada 3 faktor
utama yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu :
1.Kemampuan Indvidual
Kemampuan individual karyawan ini mencakup bakat, minat dan factor kepribadian
.Tingkat keterampilan, merupakan bahan mentah yang dimiliki seseorang karyawan berupa
pengetahuan, pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal dan kecakapan tekhnis.
Dengan demikian, kemungkinan seseorang karyawan akan mempunyai kinerja yang baik,
jika karyawan tersebut memiliki tingkat keterampilan baik maka karyawan tersebut akan
menghasilkan kinerja yang baik pula.
2.Usaha yang dicurahkan
Usaha yang dicurahkan dari karyawan bagi perusahaan adalah etika kerja,
kehadiran, dan motivasinya. Tingkat usahanya, merupakan gambaran motivasi yang
diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Dari itu, kalaupun
karyawan mempunyai tingkat keterampilan untuk mengerjakan pekerjaan, akan tetapi tidak
akan bekerja dengan baik jika hanya sedikit upaya. Hal ini berkaitan dengan perbedaan
28
antara tingkat keterampilan dengan tingkat upaya. Tingkat keterampilan merupakan cermin
dari apa yang dilakukan, sedangkan tingkat upaya merupakan cermin apa yang dilakukan.
3.Dukungan organisasional
Dalam dukungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas bagi karyawan
meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan, tekhnologi dan manajemen. Kinerja pada
dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan .Kinerja karyawan adalah
apa yang memengaruhi sebanyak mereka memberikan kontribusi pada organisasi.
2.1.4.3 Langkah – langkah Meningkatan Kinerja Karyawan
Menurut Mangkunegara (2000, p22) peningkatan kinerja, paling tidak terdapat tujuh
langkah yang dapat dilakukan sebagai berikut :
• Mengetahui adanya kekurangan dalam kinerja.
Dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu :
a. Mengidentifikasikan masalah melalui data dan informasi yang dikumpulkan terus-
menerus mengenai fungsi-fungsi bisnis.
b. Mengidentifikasikan masalah melalui karyawan.
c. Memperhatikan masalah yang ada.
• Mengenai kekurangan dan tingkat keseriusan
Untuk memperbaiki keadaan tersebut, diperlukan beberapa informasi, antara lain :
a. Mengidentifikasi masalah setepat mungkin.
b. Menentukan tingkat keseriusan masalah dengan mempertimbangkan :
1.Harga yang harus dibayar bila tidak ada kegiatan.
2.Harga yang harus dibayar bila ada campur tangan dan penghematan yang
diperoleh apabila ada penutupan kekurangan kinerja.
• Mengidentifikasikan hal-hal yang mungkin menjadi penyebab kekurangan, baik yang
berhubungan dengan sistem maupun yang berhubungan dengan pegawai itu sendiri.
29
• Mengembangkan rencana tindakan untuk menanggulangi penyebab kekurangan
tersebut.
• Melakukan rencana tindakan tersebut.
• Melakukan evaluasi apakah masalah tersebut sudah teratasi atau belum.
• Mulai dari awal, apabila perlu.
2.1.4.4 Metode Penilaian Kinerja
Menurut Hasibuan (Mangkunegara, 2000, p93), Dasar penilaian adalah uraian
pekerjaan dari setiap individu karyawan, karena dalam uraian pekerjaan inilah ditetapkan
tugas dan tanggung jawab yang akan dilakukan oleh setiap karyawan.
Penilai menilai pelaksanaan uraian pekerjaan itu apa baik atau buruk, apa selesai atau tidak
dan apa dikerjakan secara efektif atau tidak. Tolak ukur yang akan dipergunakan untuk
mengukur kinerja karyawan adalah standar. Secara umum standar berarti apa yang akan
dicapai sebagai ukuran untuk penilaian.
Secara garis besar standar penilaian dibedakan atas dua yaitu :
1.Tangible standard yaitu sasaran yang dapat ditetapkan alat ukurnya atau standarnya.
Standar ini dibagi atas :
a. Standar dalam bentuk fisik yang terbagi atas : standar kuantitas, standar kualitas
dan standar waktu. Misalnya : kilogram, meter, baik-buruk, jam, hari dan bulan.
b. Standar dalam bentuk uang yang terbagi atas standar biaya, standar penghasilan
dan standar investasi.
2.Intangible standard adalah sasaran yang tidak dapat ditetapkan alat ukur atau standarnya.
Misalnya : standar perilaku, kesetiaan, partisipasi, loyalitas, serta dedikasi karyawan terhadap
perusahaan.
Unsur-unsur yang dinilai dalam penilaian kinerja ini adalah :
30
1) Kesetiaan
Penilai mengukur kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatannya dan organisasi.
Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi
didalam maupun di luar pekerjaan dari dorongan orang yang tidak bertanggung jawab.
2) Prestasi kerja
Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan karyawan
tersebut dari uraian pekerjaannya.
3) Kejujuran
Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi perjanjian baik
bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain seperti kepada para bawahannya.
4) Kedisiplinan
Penilai menilai disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan
melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya.
5) Kreativitas
Penilai menilai kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya untuk
menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna.
6) Kerja sama
Penilai menilai kesediaan karyawan berpatisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lainnya
secara vertikal atau horizontal di dalam pekerjaan sehingga hasil pekerjaan akan semakin
baik.
7) Kepemimpinan
Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat,
dihormati, berwibawa dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya untuk bekerja
secara efektif.
8) Kepribadian
31
Penilai menilai karyawan dari sikap perilaku, kesopanan, periang, disukai, memberi kesan
menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta berpenampilan simpatik dan wajar.
9) Prakarsa
Penilai menilai kemampuan berpikir yang orisinal dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk
menganalisis, menilai, menciptakan, memberikan alasan, mendapatkan kesimpulan dan
membuat keputusan penyelesaian masalah yang dihadapinya.
10) Kecakapan
Penilai menilai kecakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaskan bermacam-
macam elemen yang semuanya terlibat didalam penyusunan kebijaksanaan dan didalam
situasi manajemen.
11) Tanggung jawab
Penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggung jawabkan kebijaksanaannya
,pekerjaan dan hasil kerjanya, saran dan prasarana yang dipergunakannya, serta perilaku
kerjanya.
Adapun, Metode penilaian kinerja karyawan menurut Mathis dan Jackson (2006, pp393-399)
yaitu :
1. Metode penelitian kategori
Metode yang paling sederhana dalam menilai kinerja adalah metode penelitian kategori.
Metode penelitian yang paling umum adalah :
a.Skala penelitian grafis: skala yang memungkinkan penilai untuk menandai kinerja karyawan
pada rangkaian kesatuan.
b.Checklist: alat penilai kinerja yang menggunakan daftar peryataan atau kata-kata yang di
beri tanda oleh penilai
2. Metode Komparatif
Metode komparatif memerlukan para manajer untuk membandingkan secara langsung
kinerja karyawan mereka terhadap satu sama lain. Metode komparatif terdiri dari:
32
1.Penentuan peringkat: menentukan daftar semua karyawan dari yang tertinggi sampai yang
terendah dalam kinerja.
2.Distribusi paksa: metode penilaian kinerja dimana penilaian dari kinerja karyawan
didistribusikan sepanjang kurva berbentuk lonceng.
3. Metode Naratif
Dokumentasi dan diskripsi adalah inti dari metode kejadian penting, esai, dan tinjauan
lapangan. Metode ini menguraikan tindakan karyawan dan juga dapat mengidentifikasikan
penilaian aktual.
Metode naratif terdiri dari:
1.Metode kejadian penting, dalam metode kejadian penting, manajer menyimpan
cacatan tertulis mengenai tindakan dalam kinerja karyawan baik yang menguntungkan
maupun yang merugikan selama priode penilaian.
2.Esai, atau metode penilaian “bentuk bebas”, mengharuskan seorang manajer untuk
menulis esai pendek yang menguraikan kinerja setiap karyawan selama priode penilaian.
3.Tinjauan lapangan, tinjauan lapangan lebih berfokus pada siapa yang melakukan
evaluasi dalam penggunaan metode ini. Batasan utama dari tinjauan lapangan adalah
sejauh mana tingkat kendali pihak luar dalam melakukan proses penilaian ini.
4. Metode perilaku/tujuan
Metode perilaku/tujuan terdiri dari:
1.Pendekatan penilaian perilaku: menilai lebih pada perilaku karyawan dibandingkan
karakteristik yang lainnya.
2.Manejemen berdasarkan tujuan: menentukan tujuan-tujuan kinerja yang di
sepakati oleh seorang karyawan dan manajernya untuk dicapai dalam jangka waktu
tertentu.
33
Gambar 2.4 Metode Perilaku
Sumber : Mathis dan Jackson (2006, p394)
2.1.4.5 Tujuan Penilaian Kinerja
Menurut Alwi (2001, p187) secara teoritis tujuan penilaian dikategorikan sebagai suatu yang
bersifat evaluation dan development yang bersifat evaluation harus menyelesaikan :
1. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi
2. Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision
3. Hasil penilaian digunakan sebagai dasar meengevaluasi sistem seleksi.
Sedangkan yang bersifat development penilai harus menyelesaikan :
Metode penilaian kategori
●Skala penilaian grafis
●checklist
Metode komparatif
●Penentu peringkat
●Distribusi paksa
Metode penilaian kerja
Metode perilaku/tujuan
●Pendekatan penilaian prilaku
●Manajemen berdasarkan tujuan
Metode penilaian kategori
●Skala penilaian grafis
●Checklist
34
1.Prestasi riil yang dicapai individu
2.Kelemahan- kelemahan individu yang menghambat kinerja
3.Prestasi- pestasi yang dikembangkan.
Manfaat Penilaian Kinerja Kontribusi hasil-hasil penilaian merupakan suatu yang sangat
bermanfaat bagi perencanaan kebijakan organisasi adapun secara terperinci penilaian kinerja
bagi organisasi adalah :
1.Penyesuaian-penyesuaian kompensasi
2.Perbaikan kinerja
3.Kebutuhan latihan dan pengembangan
4.Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan,
pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja.
5.Untuk kepentingan penelitian pegawai
6.Membantu diaknosis terhadap kesalahan desain pegawai
2.1.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Djumino (2010) menunjukkan bahwa semua
variable baik variable kepemimpinan dan motivasi berpengaruh positif dan signifikan secara
statistic pada tingkat signifikansi 1 % terhadap kinerja pegawai pada kantor KESBANK DAN
LINMAS Kabupaten Wonogiri. Berdasarkan hasil penelitian dari variabel independen yaitu
kepemimpinan, dan motivasi membenarkan hipotesis, yang menyatakan, baik masing-masing
atau secara bersama-sama, variabel kepemimpinan, dan motivasi mempunyai pengaruh yang
positif terhadap kinerja pegawai terbukti dan juga Kontribusi variabel kepemimpinan, dan
motivasi terhadap kinerja pegawai yang dinyatakan dengan nilai prosentase sebesar 90,0 %,
sedangkan sisanya sebesar 10,0 % dijelaskan atau dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya,
sehingga boleh dikatakan variabel yang diambil dalam penelitian mampu memberikan
gambaran mengenai faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai;
35
Dan didalam penelitian yang dilakukan oleh Anas (2010) menunjukkan bahwa faktor
– faktor motivasi secara bersama – sama atau simultan berpengaruh kuat dan positif
terhadap prestasi kerja yang merupakan unsur dari kinerja pegawai. Faktor – faktor motivasi
tersebut yaitu : kebutuhan fisiologi, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan
penghargaan dan kebutuhan aktualisasi yang diklarifikasikan oleh Maslow. Seluruh faktor
motivasi tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai sebesar 50,1 %
,sisanya dipengaruhi faktor lain yaitu : faktor kepemimpinan, budaya organisasi, stress kerja
dan lain – lain. Dimana selanjutnya agar ditambah faktor tersebut sehingga hasil yang
didapatkan akan lebih memperkuat teori motivasi hubungannya dengan kinerja pegawai.
Selain itu didalam penelitian oleh Mulyana (2010) diketahui hasil pengujian statistik
dengan menggunakan Product Moment Pearson, diperoleh hasil korelasi 0,641, hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja terdapat korelasi
yang kuat. Hasil Koefisien Determinasi menunjukan angka sebesar 41,1% yang berarti gaya
kepemimpinan mempunyai pengaruh sebesar 41,1% terhadap kinerja karyawan. Dari uji t
dengan tingkat signifikansi 5% dan db=32 diperoleh hasil t hitung > t tabel, maka Ho ditolak
dan Ha diterima, yang berarti terdapat pengaruh antara Gaya kepemimpinan terhadap
kinerja pada karyawan PT. Telkom Divisi Flexi Regional Commerce III Bandung.
36
2.2 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran
Sumber : Hasil Pengolahan Data ,2010
Gaya Kepemimpinan
(X1):
• Otokratis
• Demokratis
• Laissez Faire
Motivasi (X2): • Kebutuhan
psikologis • Kebutuhan
keamanan • Kebutuhan sosial • Penghargaan
Kinerja Karyawan (Y):
• Kemampuan Individual
• Usaha yang dicurahkan
• Dukungan Organisasional
37
2.3 Hipotesis
Menurut Supranto (2001, p124), hipotesis pada dasarnya merupakan suatu proposisi atau
tanggapan yang mungkin benar, dan sering digunakan sebagai dasar pembuat keputusan
/pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Anggapan atau asumsi
sabagai suatu hipotesis juga merupakan data, akan tetapi karena kemungkinan bisa salah
,apabila akan digunakan sebagai dasar pembuat keputusan harus diuji terlebih dahulu
dengan penggunaan data hasil observasi.
Untuk dapat diuji, suatu hipotesis haruslah dinyatakan secara kuantitatif. Hipotesis statistik
ialah suatu pernyataan tentang bentuk fungsi suatu variabel atau tentang nilai sebenarnya
dari suatu parameter.
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah :
Untuk T-2 :
Ho : Gaya kepemimpinan tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan
Ha : Gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan
Untuk T-3 :
Ho : Motivasi tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan
Ha : Motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan
Untuk T-4 :
Ho : Gaya kepemimpinan dan motivasi tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan
Ha : Gaya kepemimpinan dan motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan