41
Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan aspek penting yang sangat menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi, yakni menyangkut perilaku seorang pemimpin dalam rangka mempengaruhi para pegawai/karyawannya, sehingga para pegawai mau bekerjasama dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Kepemimpinan menyangkut keberadaan figure/sosok orang yang dipercaya menjadi pemimpin, yang dipandang memiliki kemampuan dan atau keterampilan lebih baik dibandingkan rata-rata dari pegawai lainnya. Kepemimpinan seseorang dalam organisasi sangat menentukan berhasil tidaknya organisasi yang dipimpinnya. Keberhasilan manajemen sekolah juga sangat tergantung pada kepemimpinan atau pemimpin sekolah tersebut. Vaughan dan Hogg (dalam Nazarudin, 2007,118) menyatakan bahwa kepemimpinan didefinisikan sebagai “ leadership is getting other people to achieve the group’s goals”, dengan demikian kepemimpinan adalah usaha menggerakkan orang lain untuk dapat mencapai tujuan bersama (kelompok). Jadi ciri adanya kepemimpinan apabila dipenuhinya elemen-elemen seperti keberadaan anggota (orang lain) yang dipimpin, ada orang yang memimpin, adanya kesepakatan bersama tentang tujuan yang akan dicapai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada setiap organisasi pasti terdapat proses kepemimpinan, agar organisasi dapat berjalan dengan baik dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

Bab 2

LANDASAN TEORI

Kepemimpinan Kepala Madrasah

Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan aspek penting yang sangat menentukan berhasil tidaknya

suatu organisasi, yakni menyangkut perilaku seorang pemimpin dalam rangka

mempengaruhi para pegawai/karyawannya, sehingga para pegawai mau bekerjasama

dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Kepemimpinan menyangkut keberadaan

figure/sosok orang yang dipercaya menjadi pemimpin, yang dipandang memiliki

kemampuan dan atau keterampilan lebih baik dibandingkan rata-rata dari pegawai

lainnya. Kepemimpinan seseorang dalam organisasi sangat menentukan berhasil

tidaknya organisasi yang dipimpinnya. Keberhasilan manajemen sekolah juga sangat

tergantung pada kepemimpinan atau pemimpin sekolah tersebut.

Vaughan dan Hogg (dalam Nazarudin, 2007,118) menyatakan bahwa

kepemimpinan didefinisikan sebagai “ leadership is getting other people to achieve the

group’s goals”, dengan demikian kepemimpinan adalah usaha menggerakkan orang lain

untuk dapat mencapai tujuan bersama (kelompok). Jadi ciri adanya kepemimpinan

apabila dipenuhinya elemen-elemen seperti keberadaan anggota (orang lain) yang

dipimpin, ada orang yang memimpin, adanya kesepakatan bersama tentang tujuan yang

akan dicapai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada setiap organisasi pasti

terdapat proses kepemimpinan, agar organisasi dapat berjalan dengan baik dalam rangka

mencapai tujuan organisasi.

Page 2: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

Robert E. Coffey dkk dalam Nazarudin, (2007:189) menjelaskan “leadership is

the process of providing direction, energizing others, and obtaining their commitment to

the leader’s cause”. Kepemimpinan merupakan proses pengarahan, memberi semangat

dan tenaga kepada bawahan, menyepakati komitmen, sebagaimana diharapkan

pemimpin). Dari semua definisi diatas, ada beberapa yang saling berbeda, terutama pada

penekanan peran antara pemimpin dan bawahan, dan lebih banyak hal-hal yang sama.

Namun semuanya itu terarah bagaimana kelompok dapat mencapai tujuan bersama

secara berdayaguna. Pada setiap pemimpin mempunyai ciri atau gaya yang berbeda-beda

yangmerupakan corak atau warna kepemimpinan yang ditampilkan.

Definisi kepemimpinan selanjutnya adalah “leadership is the process of

influencing the behavior of other people toward group goals in a way that fully respects

their freedom” (http://www.dor.org/leadership/definition of leadership.htm.). Dari

definisi tersebut ada beberapa hal berkaitan dengan aktifitas kepemimpinan. Pertama

adalah sebuah proses (a process of), yakni bahwa kepemimpinan bukan sesuatu yang

terjadi sesaat, akan tetapi berkaitan dengan rentang waktu dan perilaku pemimpin yang

ditampilkan. Membuat kepemimpinan yang efektif bukan merupakan suatu yang

sederhana. Kedua, adalah mempengaruhi (influencing), dan perlu ditegaskan bahwa

kepemimpinan bukanlah pemberian komando dan mengawasi, tetapi mempengaruhi,

agar mereka mau melakukan aktifitas dalam rangka mencapai tujuan. Ketiga, adalah …

perilaku orang lain…(the behavior of other people) yaitu bahwa kepemimpinan

difokuskan kepada perubahan perilaku orang lain. Keempat, adalah …tertuju kepada

tujuan kelompok… (..toward group goals..), yaitu bahwa perilaku kepemimpinan

2

Page 3: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

ditujukan kepada pencapaian tujuan kelompok. Jadi kepemimpinan adalah suatu

kegiatan seorang pemimpin untuk mempengaruhi orang lain baik individual maupun

kelompok, agar mereka secara sadar dan rela untuk dapat mencapai tujuan bersama.

Kemampuan mempengaruhi orang lain inilah yang membedakan seorang pemimpin

dengan yang bukan pemimpin.

Kepemimpinan Sekolah/Madrasah

William A. Pasmore (1994;5) mengatakan bahwa “the ability of organization to respond

to further change”, oleh karenanya sekolah mestinya tidak tertinggal oleh perubahan itu.

Banyak sekali perkembangan dan perubahan lingkungan yang tidak dapat direspon oleh

sekolah, disebabkan oleh cara berpikir para kepala sekolah yang kaku, kurang fleksibel

yang disebabkan oleh visi yangdangkal, tanpa mampu memandang jauh ke depan.

Fleksibilitas suatu sekolah yang perlu menjadi pemikiran para kepala sekolah adalah

bagaimana agar sekolah dapat menangkap aspirasi masyarakat, sehingga kebutuhan

masyarakat yangdilayani. Kekakuan layanan sekolah seperti yang selama ini terjadi,

justru hanya menjauhkan sekolah dari masyarakatnya.

Menurut Covey (1990;1), “pemikiran yang sinergi terjadi pada waktu pikiran

atasan dan bawahan saling merangsang satu sama lain, dimana gagasan yang satu

mengundang munculnya gagasan yang lain”. Seorang kepala sekolah yang mengajukan

gagasan kepada bawahan, dan kemudian muncul gagasan baru lainnya dari bawahan,

atau sebaliknya, hal ini merupakan awal dari suatu sinergi.

3

Page 4: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

Ciri dari suatu sinergi menurut Covey (1990;1) adalah bahwa “satu ditambah

satu ada tiga atau lebih”. Jadi gagasan ke satu dan gagasan kedua dapat memunculkan

gagasan ketiga, dan gagasan lainnya.

Dubrin (dalam William A. Pasmore, 1994;5) mengemukakan bahwa “autocratic

leaders retain most of the authority for themselves. They typically make a decision and

then announce it to their group”. Kematangan bawahan akan menentukan bagaimana

perilaku kepemimpinan yang ditampilkan oleh seorang pemimpin pada saat berusaha

mempengaruhi bawahannya. Jika seorang pemimpin memahami makna dari tingkat

kematangan tersebut maka ia akan mampu memilih pendekatan mana yang tepat untuk

dilakukan.

Kepemimpinan otokratik mempunyai makna atau pengertian yang hampir sama

dengan teori Y yang dikemukakan oleh McGregor seperti yang dikutip Dubrin (dalam

William A. Pasmore, 1994;263) sebagai berikut ”the theory X or autocratic, manager

makes these assumptions about worker; people dislike work and must be coerced,

controlled, and directed toward organizational goals, most people like to be treated this

way so they can avoid respon sibility”. Kepemimpinan seperti ini lebih tepat digunakan

pada organisasi yang masih baru dimana para pengawalnya masih baru dan belum

mempunyai banyak pengalaman lapangan untuk melakukan tugas. Sekolah-sekolah baru

yang dipimpin oleh kepala sekolah yang baru diangkat ataupun kepala sekolah yang

berpengalaman, tetapi yang dihadapi adalah guru baru, maka kepemimpinan otoriter

lebih tepat.

4

Page 5: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

Dijelaskan oleh Gibb (dalam J. Salusu, 1996;2003) ada empat unsur utama dalam

kepemimpinan, yaitu: (1) pemimpin yang menampilkan kepribadian pemimpin, (2)

kelompok, (3) pengikut yang muncul dengan berbagai kebutuhannya, sikap, serta

masalah-masalahnya, dan (4) situasi, yang meliputi keadaan fisik dan tugas kelompok.

Keempat unsur tersebut akan mempengaruhi efektifitas kepemimpinan. Seorang

pemimpin tergantung oleh kekuatan pada dirinya, kekuatan pada anggotanya dan

kekuatan pada situasi. Keberhasilan seorang pemimpin karena adanya bantuan dari

anggota yang dipimpinnya. Anggota tidak hanya belerja untuk dirinya dalam kerangka

kepentingan organisasi, tetapi mereka juga bekerja untuk memenuhi keinginan mereka

sendiri. Blake dan Mouton menjelaskan enam unsur yang lain untuk menggambarkan

efektifnya suatu kepemimpinan. Tiga unsur pertama berkaitan dengan bagaimana

seorang pemimpin menggerakkan pengaruhnya terhadap dunia luar, yaitu: inisiatif,

menyelidiki dan dukungan serta dorongan. Tiga unsur kedua berhubungan dengan

bagaimana seorang pemimpin memanfaatkan sumber daya yang tersedia dalam

organisasi untuk mencapai hasil yang maksimum, yakni : memecahkan masalah,

pengambilan keputusan, dan kritik.

Unsur inisiatif memungkinkan seorang pemimpin untuk memulai sesuatu ide

baru untuk dilakukan atau bahkan menghentikan sesuatu yang sedang dikerjakan.

Inisiatif memerlukan dukungan anggota dengan penuh antusias. Pada unsur menyelidiki,

seorang pemimpin memerlukan informasi yang bersifat komprehensif mengenai bidang

yang menjadi tanggung jawabnya. Diperlukan kecermatan untuk mempelajari suatu

masalah, prosedur yang harus ditempuh dan orang-orang yang terlibat di dalam

5

Page 6: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

pekerjaan yang dibidanginya. Aspek memberikan dukungan dan dorongan sangat

penting bagi kepemimpinan seseorang. Seorang pemimpin perlu mendukung ide yang

baik dalam suatu organisasi dan menyakinkan orang lain untuk mendukung ide tersebut.

Seorang pemimpin harus mampu mengambil keputusan yang baik yang dapat

memebrikan keuntungan kepada orang lain dan organisasinya. Unsur terakhir yaitu

kritik diartikan sebagai menilai sesuatu yang telah diperbuat sehingga cenderung

berorientasi pada pekerjaan untuk meningkatkan efektifitas. Kepemimpinan sering

diartikan sebagai pelaksanaan otoritas dan pembuatan keputusan Robert Dubin,

(1987;7).

George R. Terry dalam Ridwan, (2001;78) merumuskan kepemimpinan sebagai

aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang agar diarahkan mencapai tujuan organisasi.

Konsep kepemimpinan dan kekuasaan sangat memiliki keterkaitan. Kekuasaan menurut

Stogdill dalam Paul Hersey, (1982;176) merupakan sarana bagi pemimpin untuk

mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya. Selanjutnya dikatakan oleh Hersey,

Blanchard dan Natemeyer bahwa pemimpin hendaknya tidak hanya menilai perilaku-

perilaku mereka agar mengerti bagaimana besarnya mereka mempengaruhi orang lain

dan cara menggunakan kekuasaannya. Setiap organisasi adalah sistem yang

memungkinkan seseorang dapat mengembangkan kekuasaannya untuk berbuat sesuatu

atau tidak melakukan sesuatu.

Abraham Zaleznik dalam tulisan Robins (1996;38) , menjelaskan bahwa

pemimpin dan manajer itu sangat berbeda. Pemimpin dan manajer berbeda dalam

motivasi, cara berpikir, dan cara bertindak. Manajer cenderung mengambil sikap

6

Page 7: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

impersonal, jika tidak pasif terhadap tujuan, sedangkan pemimpin mengambil sikap

pribadi dan aktif terhadap tujuan. Manajer cenderung memandang kerja sebagai suatu

proses yang memungkinkan, mencakup suatu kombinasi dari orang dan gagasan yang

berinteraksi untuk menetapkan strategi dan mengambil keputusan. Pemimpin bekerja

dari posisi berisiko tinggi, sering secara temperamental ingin mencari risiko dan bahaya.

Manajer lebih suka bekerja dengan orang, menghindari aktivitas soliter (sendirian).

Manajer berhubungan dengan orang-orang menurut peran yang mereka mainkan dalam

suatu urutan peristiwa atau dalam proses pengambilan keputusan. Pemimpin yang

memperhatikan gagasan, berhubungan dengan orang-orang dalam cara yang lebih

intuitif dan empatik.

John Kotter dalam tulisan yang sama menjelaskan bahwa kepemimpinan berbeda

dari manajemen, dengan alasan yang berbeda. Manajemen akan berhubungan dengan

mengatasi kerumitan, dan menghasilkan tata tertib dan konsistensi dengan menyusun

rencana-rencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat, dan memantau hasil

lewat perbandingan dengan rencana. Kepemimpinan, menyangkut hal mengatasi dan

menyikapi perubahan. Pemimpin menetapkan arah dengan mengembangkan suatu visi

tentang masa depan, kemudian mereka mempersatukan orang-orang dengan cara

mengkomunikasikan dan mengilhami mereka untuk mengatasi rintangan. Kotter

beranggapan, baik kepemimpinan yang kuat maupun manajer yang kuat, merupakan hal

penting bagi keefektifan organisasi. Namun menurutnya, fokus terbaik lebih diarahkan

ke pengembangan kepemimpinan.

7

Page 8: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

Menurut Wexley dan Yukl (1977;190), kepemimpinan efektif merupakan hal

penting bagi kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi. Tiga aspek kepemimpinan

dalam organisasi adalah: 1). Sifat-sifat pemimpin, 2). Perilaku kepemimpinan, dan 3).

Kekuasaan serta pengaruh pemimpin.

Beberapa penelitian terhadap pendekatan sifat-sifat kepemimpinan telah gagal

untuk dapat dengan tepat meramalkan sebagai suatu sifat yang menyebabkan

kepemimpinan menjadi efektif. Sifat-sifat seorang pemimpin akan sangat dipengaruhi

antara lain oleh situasi kepemimpinan yang dihadapi, tingkat stabilitas organisasi,

teknologi yang digunakan organisasi, dan tujuan organisasi. Sedangkan perilaku

kepemimpinan dapat dikaitkan secara langsung pada proses kepemimpinan dan

persyaratan posisi manajerial. Hasil penelitian terhadap perilaku kepemimpinan

mengungkapkan adanya dimensi yang ekivalen dengan consideration, yaitu tingkat

dimana seorang pemimpin bertindak dengan cara yang hangat, supportive serta

menunjukkan perhatian pada bawahan; dan initiating structure, yaitu tingkat dimana

seorang pemimpin mendefinisikan dan merancang peran dirinya serta peran-peran

bawahannya ke arah pencapaian tujuan kelompok. Perilaku kepemimpinan yang lain

adalah kategori perilaku keputusan pemimpin. Perilaku keputusan pemimpin

menerapkan konsiderasi (partisipasi) pada bawahannya atau anggota kelompoknya

sesuai dengan jenis keputusan yang akan di ambil disesuaikan dengan keinginan

bawahan atau anggotanya. Perilaku keputusan pemimpin sangat berbeda dengan

considerate (bijaksana) dan initiating structure. Keputusan-keputusan yang diambil

seorang pemimpin tentang kewajiban bekerja dan pelaksanaannya misalnya, merupakan

8

Page 9: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

tindakan initiating structure tetapi tidak perlu membuat semua keputusan ini dengan

otokratis. Pada kategori perilaku keputusan pemimpin ini, seorang pemimpin dapat

melakukan tindakan-tindakan yang dapat menjamin berfungsinya kelompok secara

efisien. Kategori yanglain dari perilaku kepemimpinan adalah integrasi kelompok kerja

atau fasilitas interaksi. Perilaku ini meningkatkan keterjalinan kelompok, meningkatkan

kerjasama dan kerja tim, serta mengendalikan konflik. Berbeda dengan consideration,

karena perilaku ini memelihara hubungan baik di antara pemimpin dengan para

anggotanya, sedangkan fasilitas interaksi membangun hubungan baik di antara bawahan

itu sendiri. Dari hasil studi tentang perilaku kepemimpinan, tampak bahwa faktor situasi

sangat diperlukan untuk pelaksanaan kerja kelompok yang efektif.

Analisis tentang kekuasaan (power) seorang pemimpin, merupakan pendekatan

ketiga yang digunakan dalam studi kepemimpinan. Kekuasaan merupakan kapasitas

mempengaruhi perilaku orang lain. Beberapa penjelasan tentang hubungan antara

kekuasaan pemimpin dengan efektivitas pemimpin, adalah: 1). Kekusaan pemimpin

tergantung atas situasi apabila para anggotanya kurang memiliki motivasi yang tinggi

dalam mencapai tujuan organisasi, atau jika para anggota memiliki motivasi tinggi tetapi

kurang sepakat untuk mencapai tuuan organisasi; 2). Meskipun kekuasaan pemimpin

penting, namun pemilikan position power tidak menjamin efektifitas, jika pemimpin

tidak memiliki keahlian mempergunakan position power secara efektif. Dari pengkajian

berbagai pendekatan dalam studi kepemimpinan, maka semakin jelas bahwa efektifitas

kepemimpinan sangat ditentukan oleh interaksi yang cukup rumit antara karakteristik

pemimpin dan karakteristik situasi yang dihadapi.

9

Page 10: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

Studi tentang efektivitas kepemimpinan yang lain yang berhubungan dengan

pendekatan perilaku kepemimpinan adalah pendekatan gaya kepemimpinan. Pada

dasarnya ada tiga kategori gaya kepemimpinan seperti yang dikembangkan oleh Lewin,

Lippi dan White, yaitu otokratik, demokratik, dan laisser-faire. Gaya kepemimpinan

yang otokratik, pemimpin cenderung bertindak sebagai diktator terhadap anggota-

anggota kelompoknya. Memimpin adalah identik dengan menggerakkan dan memaksa

kelompok dan kekuasaan pemimpin yang otokratis hanya dibatasi oleh undang-undang.

Penafsiran sebagai pemimpin adalah menunjukkan dan memberi perintah. Kewajiban

anggota hanyalah mengikuti dan menjalankan.

Gaya kepemimpinan yang demokratik, menafsirkan kepemimpinan sebagai

pemimpin di tengah-tengah anggota kelompoknya. Sedangkan gaya kepemimpinan

laisses faire, sebenarnya pemimpin tidak memberi pimpinan. Tipe ini diartikan sebagai

sikap membiarkan orang-orang berbuat sekehendaknya. Pemimpin seperti ini tidak

pernah memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan/tugas anggota-anggotanya.

Gatto (1992;212) kemudian mencoba melengkapi empat gaya kepemimpinan,

yaitu : gaya direktif, gaya konsultatif, gaya partisipatif, dan gaya delegasi. Pada gaya

direktif, pada umumnya pemimpin membuat keputusan-keputusan penting dan terlibat di

dalam pelaksanaannya. Pemimpin hanya memberi sedikit kebebasan pada orang lain

untuk bertindak sesuai dengan izinnya. Gaya konsultatif, dibangun atas gaya direktif,

tetapi kurang otoriter. Pemimpin lebih banyak melakukan interaksi dengan anggota

organisasi. Fungsi pemimpin lebih banyak memberikan bimbingan, motivasi, dan

konsultasi untuk mencapai tujuan. Pada gaya partisipatif, dan anggota. Pemimpin

10

Page 11: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

memberikan kepercayaan pada kemampuan para anggota untuk menyelesaikan

pekerjaan sebagai tanggung jawab mereka. Dalam gaya ini, para pemimpin lebih banyak

mendengar, bekerja sama, serta memberikan dorongan dalam proses pengambilan

keputusan. Sedangkan gaya delegasi, lebih mendorong kemampuan anggota untuk

mengambil inisiatif. Pada gaya ini pemimpin kurang memberikan kontrol dan interaksi

sehingga hanya tepat digunakan apabila anggota memperlihatkan tingkat kompetensi

yang tinggi dalam mencapai tujuan organisasi. Pada dasarnya tidak satu pun gaya

kepemimpinan diterapkan sepenuhnya oleh seorang pemimpin. Masing-masing gaya

akan memberikan kontribusi pada perilaku yang ditampilkan oleh pemimpin sesuai

dengan situasi kepemimpinan yang dihadapi.

Davis dan Newstroom dalam Nazarudin, (2007;207) menambahkan penjelasan

bahwa dua gaya kepemimpinan yang berbeda dapat diterapkan pada anggota kelompok,

yaitu consideration dan structure yang juga dikenal sebagai gaya kepemimpinan yang

berorientasi pada pekerja atau anggota dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada

tugas atau pekerjaan. Seorang pemimpin yang berorientasi pada tugas akan

mengarahkan dan mengawasi anggotanya secara tertutup untuk menjamin tugas

diselesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan ini

lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan daripada pengembangan dan pertumbuhan

anggotanya. Sedangkan seorang pemimpin yang berorientasi pada anggotanya, mencoba

untuk memberikan motivasi dibandingkan dengan mengawasi mereka. Pemimpin

mendorong para anggotanya untuk melaksanakan tugas dengan memebrikan kesempatan

berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana kerja yang penuh

11

Page 12: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

persahabatan serta menjalin hubungan yang saling mempercayai dan menghormati

dengan sesama anggota kelompok.

Gagasan tentang gaya kepemimpinan yang menekankan pada gaya yang secara

aktif melibatkan anggota dengan menggunakan teknik-teknik manajemen partisipatif,

dan memusatkan perhatian pada para anggota organisasi dan pelaksanaan tugas, telah

didukung oleh beberapa penelitian dalam kepemimpinan yang dilakukan dari tahun 1940

sampai tahun 1960-an. Penelitian kepemimpinan telah dilakukan McGregor dengan

konsep yangpaling terkenal yaitu bahwa strategi kepemimpinan dipengaruhi anggapan-

anggapan seorang pemimpin tentang sifat dasar manusia, dan menyimpulkan bahwa

seorang pemimpin yangmenganut anggapan-anggapan teori X akan cenderung menyukai

gaya kepemimpinan otokratik. Sebaliknya, pemimpin yang mengikuti teori Y akan lebih

menyukai gaya kepemimpinan partisipatif atau demokratik. Sedangkan penelitian yang

dilakukan di University of Michigan, para peneliti Ohio State University menemukan

antara lain bahwa efektivitas seorang pemimpin tidak tergantung pada gaya tertentu dari

pemimpin, tetapi pada situasi dimana gaya tersebut digunakan.

Blake dan Mouton dalam Davis dan Newstroom, (1999;209), dengan sistem misi

manajerial (Managerial Grid), mengidetifikasikan selang perilaku manajemen atas dasar

berbagai cara yang membuat gaya berorientasi kepada tugas dan gaya yangberorientasi

pada karyawan atau anggota. Menurut Blake dan Mouton, perilaku manajemen ini

masing-masing dinyatakan sebagai suatu rangkaian kesatuan pada skala 1 sampai 9 yang

berinteraksi satu dengan yang lainnya. Gaya pemimpin 1.1 tergolong pemimpin dengan

perhatian rendah terhadap orang dan rendah terhadap tugas. Gaya pemimpin 1.9 adalah

12

Page 13: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

kekeluargaan (perhatian tinggi pada anggota), tetapi rendah perhatian terhadap tugas.

Gaya pemimpin 9.1 gaya otoriter, yaitu perhatian tinggi pada tugas tetapi rendah pada

anggota. Gaya 5.5 adalah gaya manajemen jalan tengah baik terhadap orang maupun

terhadap tugas. Gaya 9.9 adalah demokratis, perhatian tinggi baik terhadap tugas

maupun orang.

Jika dalam managerial grid, Blake dan Mouton berhasil mengidentifikasikan

gaya-gaya kepemimpinan yang secara tidak langsung berhubungan dengan efektifitas,

maka William J. Reddin dalam Miftah Thoha, hlm. 272 menambahkan, gaya

kepemimpinan itu selalu berhubungan antara pemimpin dengan tugas hubungan kerja.

Menurut Reddin, gaya di tengah yaitu gaya 5.5 dari Blake dan Mouton dapat menjadi

gaya yang efektif dan tidak efektif. Gaya yang efektif, merupakan pengembangan dari

gaya dasar yang berada di tengah (gaya 5.5). Ada empat gaya yang efektif, yaitu :

Eksekutif, gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan dan

hubungan kerja.

Pencinta pengembangan (Developer), gaya ini memberikan perhatian penuh terhadap

hubungan kerja dan perhatian yang kurang terhadap tugas-tugas.

Otokratis yang baik hati (Benevolent autocrat), gaya ini memberikan perhatian yang

penuh terhadap tugas dan perhatian yang kurang terhadap hubungan kerja.

Birokrat, gaya ini memberikan perhatian yang kurang pada tugas maupun hubungan

kerja.

Sedangkan gaya yang tidak efektif terdiri dari :

13

Page 14: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

Kompromis (Compromiser), gaya ini menekankan pada tugas dan hubungan kerja

dalam suatu situasi yang kompromistis.

Missionari, gaya ini menekankan penuh pada hubungan kerja, tetapi perhatiannya

kurang terhadap tugas sekalipun perilaku yang tidak sesuai.

Otokrat, gaya ini memberikan perhatian yang penuh terhadap tugas dan kurang

terhadap hubungan kerja dengan perilaku yang tidak sesuai.

Lari dari tugas (Deserter), gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik

pada tugas maupun pada hubungan kerja.

Para ahli peneliti persoalan kepemimpinan menyimpulkan bahwa perilaku

pemimpin ketika mempengaruhi anggotanya terhadap pelaksanaan kerjanya dan kriteria-

kriteria lain sangat dipengaruhi oleh situasi yang tidak pernah tetap. Pentingnya situasi

telah banyak diakui oleh para ahli sangat memberikan pengaruh yang berarti terhadap

gaya kepemimpinan yang ditampilkan seorang pemimpin pada saat mempengaruhi

anggotanya. Jumlah tipe perilaku kepemimpinan tertentu diperlukan untuk pelaksanaan

kerja kelompok yang efektif. Tidak ada gaya kepemimpinan yang tepat untuk setiap

pemimpin dengan kondisi yang berbeda-beda.

Terdapat tiga perbedaan pandangan di dalam mendefinisikan gaya

kepemimpinan, yaitu : 1). Hubungan dengan anggota lawan tugas (Socio-Emotional

versus Task), 2). Pemimpin-pemimpin otokratik lawan partisipatif (Autocratic versus

Participative Leaders), dan 3). Kepemimpinan transformasional dibandingkan

kepemimpinan transaksional (Transformational versus Transactional Leadership).

Hubungan dengan anggota lawan tugas (Socio-Emotional versus Task), merupakan dua

14

Page 15: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

gaya kepemimpinan yang berbeda. Kepemimpinan yang berorientasi pada tugas akan

mengarahkan dan mengawasi anggotanya secara ketat untuk menjamin keberhasilan

pelaksanaan tugas, dan agak mengabaikan pengembangan staf. Sedangkan pemimpin

yang berorientasi pada hubungan dengan anggota akan lebih memotivasi anggotanya

dibandingkan mengawasi mereka. Pemimpin akan mendorong anggota kelompok untuk

melaksanakan tugas dengan memberi kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan

keputusan, dan saling percaya serta menghormati antar anggota dalam kelompoknya. Di

samping itu pemimpin memberikan dukungan pengembangan, penghargaan terhadap

pencapaian hasil yang maksimal, dan mengelola konflik yang mungkin terjadi di antara

anggota (http://www.cba.uri.edu/Scholl/Notes/Leadership_Approaches.html).

1). Kepemimpinan otokratik lawan partisipatif. Kepemimpinan otokratik lebih

menekankan pada gaya yang didasarkan atas kekuatan posisi dan penggunaan

otoritas dari jabatannya. Sedangkan gaya partisipatis bertolak dari gaya konsultatif

yang dapat berkembang ke arah saling mempercayai antara pemimpin dengan para

anggotanya. Pemimpin cenderung untuk memberi kepercayaan kepada anggotanya

untuk menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

2). Kepemimpinan transformasional vs kepemimpinan transaksional. Pemimpin

transformasional merupakan pemimpin yang memberikan pertimbangan dan

rangsangan intelektual kepada setiap individu pengikut, dan memiliki karisma

(gezag). Sedangkan pemimpin transaksional adalah pemimpin yang memandu atau

memotivasi anggota ke arah tujuan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas.

15

Page 16: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

Dari berbagai teori kepemimpinan di atas dapat didefinisikan bahwa gaya

kepemimpinan merupakan pola perilaku pemimpin yang ditampilkan oleh seseorang

ketika mempengaruhi aktivitas orang lain dalam organisasi. Sebagai seorang kapala

sekolah di dalam mempengaruhi aktivitas bawahan atau anggota kelompok, dapat

menerapkan berbagai gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi kepemimpinan

yang dihadapi. Untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah, seorang

kepala sekolah dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang akan disesuaikan dengan :

(1). Visi yang dianut oleh kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan, (2).

Pemahamannya terhadap kondisi bawahan, dan (3). Wawasan tentang

kepemimpinannya.

Jadi yang dimaksud gaya kepemimpinan adalah suatu pola perilaku

kepemimpinan yang ditampilkan oleh seorang pemimpin pada saat mempengaruhi

aktivitas orang lain dalam suatu organisasi. Dengan pengetahuan seperti ini, seorang

pemimpin dapat memposisikan dirinya dengan melihat dan memahami jenis perilaku

sesuai dengan gaya yang dipilihnya. Pemahaman terhadap tingkat kematangan kerja staf,

juga dapat mempengaruhi gaya kepemimpinan yang ditetapkan.

Kepala Madrasah Sebagai Manajer dan Pemimpin

Pakar pendidikan sejagat berpendapat, bahwa kepala sekolah merupakan tokoh kunci

keberhasilan suatu sekolah. Kepala sekolah sama dengan kepala madrasah. Dengan kata

lain, kepala madrasah adalah kunci keberhasilan pendidikan di madrasah. Karena itu,

Sudarwan Danim (2004 : 96) menyebut kepala sekolah (baca madrasah) sebagai the key

person -- penanggungjawab utama atau faktor kunci – untuk membawa madrasah

16

Page 17: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

menjadi center of excellence, pusat keunggulan dalam mencetak dan mengembangkan

sumberdaya manusia madrasah. Apakah madrasah itu menjadi efektif, menjadi madrasah

yang sukses atau sebaliknya, semua tergantung dengan peran seorang kepala madrasah.

Ini berarti, profesionalisme kepala madrasah menjadi sebuah keharusan.

Keller (1979) memperjelas pernyataan ini dengan ungkapan sebagai berikut : “The

key to the educational cookie is the principal. The principal is the motivational yeast :

how high the students and the teachers rise to their challenge is the principal’s

responsibility”, (Sudarwan Danim, 2006 : 97). Bahkan De Roche (1987)

mengungkapkan bahwa tidak ada sekolah yang baik tanpa kepala sekolah yang baik.

Tegasnya, pemeran utama dan penanggungjawab utama adalah kepala sekolah. Karena

itu, Sergiovanni (1987) membuat kesimpulan bahwa tidak ada siswa yang tidak dapat

dididik. Yang ada adalah guru yang tidak berhasil mendidik. Selanjutnya, tidak ada guru

yang tidak berhasil mendidik, yang ada adalah kepala sekolah yang tidak mampu

membuat guru berhasil menjadi pendidik.

Secara operasional kepala madrasah adalah orang yang paling

bertanggungjawab mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyelaraskan semua

sumber daya (resources) madrasah. Kepemimpinan kepala madrasah merupakan faktor

pendorong untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran madrasah yang dipimpinnya

menuju madrasah yang bermutu. Bermutu dibidang pelayanan, dibidang

pembelajaran, dibidang sarana prasarana, pengembangan SDM, dibidang prestasi

akademik dan non akademik. Itulah tugas suci seorang kepala madrasah:

menciptakan madrasah yang bermutu.

17

Page 18: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

Karena tugas keseharian kepala madrasah bergelut dengan mutu, sudah

seharusnya pengangkatan kepala madrasah diprioritaskan untuk guru-guru senior

yang paling bermutu, yang memiliki kualifikasi untuk menduduki jabatan itu. Di

Jepang, calon kepala sekolah yang direkrut, selalu berasal dari kalangan guru

yang dipandang terbaik untuk menduduki jabatan itu.

Sedikit berbeda dengan kalangan madrasah di Indonesia. Walaupun

sebagian provinsi sudah memberlakukan rekrutmen calon kepala madrasah lewat

tes lisan dan tertulis, tetapi praktik finalnya masih banyak didominasi oleh aspek

loyalitas dan kedekatan dengan pejabat struktural, masih ada aroma kolusi dan

nepotisme dengan birokrat-birokrat pendidikan, sehingga mengabaikan aspek

kompetensi dan profesionalitas. Cara seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi.

Karena menetapkan seorang kepala madrasah berbeda dengan menetapkan

kepala kantor urusan agama kecamatan, atau kepala seksi di Kandepag dan lain

sebagainya.

Ketika birokrasi pendidikan di Departemen Agama ingin menunjuk

seorang kepala madrasah, sebelumnya akan lebih bagus jika merujuk lebih dahulu

kepada hasil studi yang dilakukan oleh Gilberg Austin terhadap semua kepala

sekolah di Amerika Serikat. Hasil studi itu menunjukkan perbedaan yang tajam

antara sekolah yang berprestasi tinggi dengan yang berprestasi rendah,

disebabkan oleh pengaruh yang besar dari kepala sekolahnya. Sehingga Ruth Love

dalam Edward Deroche (1996) menyatakan : “I never seen a good school without a

good principals”. Atau seperti yang dinyatakan oleh James B. Conant (1996), “the

18

Page 19: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

difference between a good and a poor school is often the difference between a good

and a poor principals” (Sudarwan Danim, 2006 : 97).

Dewasa ini, salah satu aspek yang paling lemah dalam dunia madrasah

adalah aspek manajemen. Banyak guru senior yang trampil dan berpengalaman

dalam mengajar, tetapi miskin dengan management ability. Padahal pemberdayaan

madrasah hanya dapat dilakukan apabila kepala madrasah memiliki kemampuan

manajerial yang lebih dari pada kemampuan yang dimiliki sekarang, untuk

membawa madrasah menjadi madrasah yang berkualitas.

Kepala Madrasah Sebagai Manajer

Dalam teori manajemen pendidikan, kepala madrasah sebenarnya menyandang dua

jabatan penting untuk menjamin kelangsungan penyelenggaraan pendidikan di

madrasah. Pertama, sebagai manager pendidikan dan kedua sebagai leader pendidikan

di madrasahnya

Sebagai manager pendidikan, kepala madrasah bertanggungjawab penuh

memanage madrasah. Memanage berarti mengatur seluruh potensi madrasah agar

berfungsi secara optimal untuk mencapai tujuan madrasah. Kepala madrasah

bertanggungjawab melaksanakan administrasi madrasah dengan seluruh substansinya,

memobilisasikan sumber daya madrasah, merencanakan dan mengevaluasi program,

melaksanakan kurikulum dan pembelajaran, mengelola personalia, memberdayakan

sarana dan sumber belajar, mengadministrasikan keuangan, melakukan pelayanan siswa,

mengelola hubungan dengan masyarakat, dan menciptakan iklim madrasah yang

19

Page 20: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

kondusif. Disamping itu, kepala madrasah bertanggung jawab terhadap kualitas

pengembangan dan pemberdayaan sumberdaya manusia di madrasah agar mereka

mampu melaksanakan tugas-tugas kependidikan secara efektif. Dengan kata lain, kepala

madrasah sebagai pengelola pendidikan memiliki tugas mengembangkan kinerja para

guru dan pegawai, menjadi guru dan pegawai yang profesional.

Dilain pihak, Fred Luthans (1995) mengemukakan lima jenis keterampilan yang

dibutuhkan oleh seorang manajer pendidikan, yang mencakup : (1) cultural flexibility;

(2) communication skills (3) human resources development skills ; (4) creativity ; dan (5)

self management of learning.

Pertama, cultural flexibility adalah keterampilan yang merujuk kepada kesadaran

dan kepekaan budaya, di mana seorang manajer dituntut untuk dapat menghargai nilai

keberagaman kultur yang ada di dalam madrasahnya. Sebagai manajer, seorang kepala

madrasah diharuskan untuk menghargai keberagaman kultur yang tumbuh dari seluruh

civitas madrasah, baik guru, tenaga administrasi, para siswa dan masyarakat lainnya.

Kedua, communication skill adalah kemampuan dan keterampilan manajer untuk

berkomunikasi dalam bentuk lisan, tulisan maupun non verbal. Keterampilan

berkomunikasi penting dimiliki oleh seorang kepala madrasah, karena hampir sebagian

besar tugas dan pekerjaan kepala madrasah senantiasa melibatkan dan berhubungan

dengan orang lain. Komunikasi yang dilakukan bukanlah komunikasi biasa, tetapi dalam

bentuk komunikasi efektif untuk mempengaruhi para guru, pegawai, siswa dan orangtua

untuk bersama-sama mencapai tujuan dan keberhasilan madrasah.

20

Page 21: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

Ketiga, human resources development skills merupakan keterampilan manajer

yang berkenaan dengan pengembangan iklim pembelajaran (learning climate),

mendesain program pembelajaran dan pelatihan guru/pegawai, penilaian kinerja

guru/pegawai, penyediaan konseling karier, menciptakan perubahan organisasi, dan

penyesuaian bahan-bahan pembelajaran. Dalam perspektif kemadrasahan, kepala

madrasah diharuskan memiliki keterampilan untuk mengembangkan seluruh sumber

daya manusia yang tersedia di madrasahnya, agar mereka menjadi berdaya dan

memberikan kontribusi untuk meningkatkan kualitas madrasahnya.

Keempat, creativity merupakan keterampilan manajer dalam menciptakan iklim

kreativitas di lingkungan madrasah untuk mendorong seluruh civitas madrasah untuk

mengembangkan berbagai kreativitas dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.

Ketrampilan creativity tidak hanya berkenaan dengan pengembangan kreativitas dirinya

sendiri, akan tetapi juga keterampilan untuk menyediakan iklim yang mendorong semua

orang untuk menjadi kreatif.

Kelima, self-management of learning merupakan keterampilan manajer yang

merujuk kepada kebutuhan akan belajar yang berkesinambungan untuk mendapatkan

berbagai pengetahuan dan keterampilan baru. Dalam hal ini, kepala madrasah dituntut

untuk senantiasa berusaha memperbaharui pengetahuan dan keterampilan manajemen

yang dimilikinya.

Disamping lima ketrampilan yang harus dimiliki seorang manajer pendidikan

diatas, kepala madrasah harus memiliki “management ability” yaitu kemampuan yang

dimiliki dalam hal–hal yang berkaitan dengan fungsi-fungsi manajemen dan cara-cara

21

Page 22: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

menerapkannya dalam manajemen madrasah. Secara etimologis ability diartikan sebagai

“power to do things” , “power to perform, skill to achieve” , “state of being able,

possession of qualities necessary “ ( kekuasaan atau kualitas tertentu yang diperlukan

untuk melakukan sesuatu). Maknanya, kepala madrasah harus menguasai fungsi-fungsi

manajemen seperti planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating

(penggerakan) dan controlling (pengawasan) beserta komponen-komponen lainnya yang

berkaitan dengan fungsi-fungsi manajerial madrasah.

Dalam kaitannya dengan manajemen madrasah, paling tidak ada 13 fungsi

manajemen yang harus dikuasai dan dilaksanakan oleh seorang kepala madrasah, yaitu :

(1) manajemen kurikulum; (2) manajemen pembelajaran ; (3) manajemen personalia; (4)

manajemen kesiswaan; (5) manajemen keuangan; (6) manajemen sarana dan prasarana;

(7 manajemen bimbingan dan konseling; (8) manajemen peningkatan mutu; (9)

manajemen mutu terpadu; (10) manajemen konflik; (11) manajemen komunikasi dan

hubungan dengan masyarakat, (12) manajemen kewirausahaan dan (13) manajemen

layanan khusus (labor dan perpustakaan). Pelaksanaan ketiga belas fungsi manajemen

ini menjadi tanggungjawab kepala madrasah. Dengan demikian maka tugas dan fungsi

seluruh personil madrasah selain dapat terkendali dan terkontrol, juga dapat tepat arah

dan tujuan, sebab sudah jelas apa, bagaimana dan siapa yang bertanggung jawab.

Sebagai manager, kepala madrasah adalah penanggungjawab seluruh kegiatan

proses pendidikan di madrasah. Dengan sumberdaya yang bervariasi, kepala madrasah

dituntut untuk menyatukan seluruh sumberdaya madrasah menjadi suatu kekuatan yang

terintegrasi dan terarah pada proses pencapaian bersama, menjadi suatu paduan orkestra,

22

Page 23: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

bersinergi, menyuarakan sebuah lagu : mewujudkan madrasah yang bermutu.

Sebagaimana dikemukakan oleh Susan Moore Johnson dan Katherine C. Boles bahwa

“Principals are expected to develop but not to announce the vision and mission of the

school and they are expected by their staff to orchestrate the implementation of the

mission” . ( Herbert G. Heineman, 1981 : 40)

Semua itu menunjukan bahwa peran kepala madrasah sangat penting dan sangat

berat dalam mengelola madrasah guna mencapai tujuan pendidikan madrasah. Atau

seperti yang disebut Oteng Sutisna, yang menyatakan bahwa administrasi/manajemen

sekolah/madrasah yang efektif memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang

seluruh tugas administrasi dalam sebuah sekolah/madrasah dan pemahaman yang jelas

tentang cara bagaimana kepala sekolah melaksanakan seluruh tugas administrasi.

Kepala Madrasah Sebagai Leader (Pemimpin)

Agar proses penyelenggaraan pendidikan di madrasah berjalan dengan baik, kepala

madrasah perlu dan harus bertindak sebagai pemimpin (leader), bukan bertindak sebagai

boss. Ada perbedaan di antara keduanya. William Glasser (1992) mengemukakan

metapora yang membedakan antara leader dan boss. Boss suka mengendalikan,

mengandalkan kekuasaan, menciptakan rasa takut, menyalahkan anak buah, dan

membuat suasana kerja kadang-kadang menyebalkan. Sedangkan leader perilakunya

memimpin dan mengayomi, mengandalkan kerjasama dengan bawahan, menganggap

bawahan sebagai mitra, menciptakan rasa percaya diri, memperbaiki kesalahan bawahan

dan membuat pekerjaan menjadi menarik. Perbedaan tersebut dapat kita pahami dari

23

Page 24: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

ungkapan-ungkapan metaporik berikut ini : (1) A boss drives. A leader leads; (2) A boss

relies on authority. A leader relies on co-operation; (3) A boss says “I”. A leader says

“We”; (4) A boss creates fear. A leader creates confidence; (5) A boss knows how. A

leader shows how; (6) A boss creates resentment. A leader breeds enthusiasm; (7) A

boss fixes blame. A leader fixes mistakes; (8) A boss makes work drudgery. A leader

makes work interesting.

Kepemimpinan kepala madrasah pada manajemen pendidikan modern sebaiknya

menerapkan konsep ‘kepemimpinan sebagai suatu seni’ (leadership is an art). Pemimpin

yang profesional menurut Sudarwan Danim adalah seorang “seniman” dalam memimpin

(Sudarwan Danim, 2005 : 215 ). Dengan seni memimpin, kita dapat membedakan

kepemimpinan setiap orang. Seni memimpin dilakukan dalam bentuk gaya memimpin,

teknik memimpin, cara atau kiat memimpin. Setiap orang memiliki seni memimpin

sendiri-sendiri.

Tetapi untuk ketrampilan umum yang dibutuhkan seorang pemimpin pada

prinsipnya sama. Robert L. Katz mengemukan tiga jenis keterampilan (Sudarwan

Danim, 2005 : 217) yang harus dimiliki oleh kepala sekolah/madrasah, sebagai

administrator yang efektif, yaitu : (1) technical skill (keterampilan teknis), yakni

keterampilan menerapkan pengetahuan teoritis ke dalam tindakan praktis, kemampuan

memecahkan masalah, dan kemampuan menyelesaikan tugas secarasistematis dan

teknik-teknik dalam menyelesaikan tugas-tugas tertentu, (2) human relation skill

(keterampilan hubungan manusiawi), yakni keterampilan menjalin komunikasi dengan

menciptakan kepuasan dengan para guru dan pegawai, bersikap terbuka, ranmah tamah,

24

Page 25: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

menghargai dan memotivasi para guru, pegawai, siswa dan orangtua untuk kemajuan

madrasah, dan (3) conceptual skill (keterampilan konseptual), yakni keterampilan

memformulasikan pikiran, memahami konsep dan teori serta mampu

mengaplikasikannya dalam pekerjaan sehari-hari, menyusun planning, budgetting,

organizing, staffing, actuating, coordinating, communicating, controlling, ealuating and

reporting dan mengembangkan sikap kesejawatan yang akrab dengan civitas madrasah.

Untuk memungkinkan tercapainya tujuan pendidikan di madrasah, kepala

madrasah bukan hanya melakukan fungsi sebagai leader dan manager saja, tetapi ada

peran-peran lainnya yang harus dilakoni dan melekat dengan kepala madrasah dalam

tugas operasionalnya sehari-hari. Mulyasa (2004 : 97-120) menuliskan tujuh peran

kepala sekolah yang harus diamalkan dalam bentuk tindakan nyata di sekolah/madrasah

yang disingkat dengan EMASLIM, yaitu peran sebagai educator, manager,

administrator, supervisor, leader, innovator dan motivator.

Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat

tujuh peran utama kepala sekolah yaitu, sebagai : (1) educator (pendidik); (2) manager;

(3) administrator; (4) supervisor (penyelia); (5) leader (pemimpin); (6) pencipta iklim

kerja yang kondusif (creator of working environment , dan (7) wirausahawan

(entrepreneur ). http://endang965.wordpress.com/thesis-3/ - _ftn65 Jika kedua

pendapat diatas digabungkan berarti kepala sekolah atau madrasah memiliki sembilan

peran. Tetapi, dari pengalaman sehari-hari, peran kepala madrasah tidak terbatas pada

sembilan peran itu saja. Ada dua peran lagi yang biasa dilakukan oleh seorang kepala

madrasah pada moment-moment tertentu, yaitu peran sebagai mediator dan negosiator

25

Page 26: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

yang dilakukan dengan wali siswa, dunia usaha, birokrasi dan stakeholders madrasah

lainnya. Kesebelas peran kepala madrasah tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh

yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.

Dalam perspektif lain, Idochi Anwar (2000 : 34) menjelaskan peran dan tugas

kepala madrasah lebih luas lagi, tidak terbatas pada sebelas peran itu saja. Yang

namanya manajer dan pimpinan pendidikan menurut Idochi harus mampu menguasai,

memahami dan melaksanakan delapan dimensi administrasi/manajemen pendidikan

yaitu : (1) social and cultural dimension, (2) effective learning process dimension, (3)

economic and finance dimension, (4). organizational behaviour dimension (5) law and

profession dimension (6) empowering and developement of human resources

dimension, (7) political dimension, dan (8) information tecnology

dimension.http://endang965.wordpress.com/thesis-3/ - _ftn66

Kedelapan dimensi tersebut menunjukkan bahwa masalah manajemen

pendidikan mempunyai cakupan yang luas, mulai dari aspek sosial budaya, aspek

proses pembelajaran efektif, aspek ekonomi dan keuangan, aspek perilaku organisasi,

aspek hukum dan profesi, aspek pengembangan dan pemberdayaan SDM, aspek politik

sampai dengan aspek teknologi informasi. Artinya, manajemen pendidikan tidak bisa

dilihat hanya dari aspek teknis proses pembelajaran yang sempit semata, melainkan

harus juga memperhatikan lingkungan sosial dan dinamika masyarakat yang terus

mengalami perubahan dengan cepat.

Uraian diatas memberikan kejelasan, bahwa kompetensi manajerial seorang

kepala madrasah tidaklah sesederhana seperti yang sering kita perbincangkan.

26

Page 27: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

Tanggungjawab untuk membawa madrasah menjadi madrasah yang efektif dan unggul

sebagai center of excellent pengembangan sumberdaya manusia yang berkualitas dan

modern, menuntut sosok seorang kepala madrasah yang memiliki kemampuan dan

ketrampilan dibidang manajerial (management ability dan principal’s ability) melebihi

guru-guru biasa. Seorang kepala madrasah harus memiliki kemampuan tentang tujuan,

proses dan teknologi pendidikan, serta komitmen pada perbaikan profesional dan

kualitas pendidikan madrasah secara terus menerus.

Konsep Kinerja

Asumsi dasar tentang organisasi pemerintah di banyak Negara akan selalu dihadapkan

pada permasalahan kinerja seperti pungli dan inefisiensi. Tetapi demikian dalam hal

tertentu ada juga beberapa organisasi pemerintah yang memiliki kinerja baik. Suatu

organisasi khususnya organisasi pemerintah dapat dikatakan mempunyai kinerja yang

baik apabila kompleksitas dan ketidakberaturan yang dihadapi oleh organisasi dapat di

atasi, pertentangan nilai dan kekacauan yang dihadapi oleh organisasi dapat diselesaikan

dengan baik, mampu mengelola dan mengatasi krisis atau kegagalan, berkurangnya

tekanan dari publik dan politik serta ketercukupan anggaran (Darwin, 1994 : 45).

1. Pengertian Kinerja

Kata kinerja merupakan terjemahan dari performance (Bahasa.Inggris) yang

sering diartikan sebagai “prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil

kerja/unjuk kerja/penampilan kerja” (Sedarmayanti, 2001:50). Sama seperti pengertian

27

Page 28: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

di atas, Badudu (dalam Sianipar, 2001:50-51) juga menyatakan bahwa kinerja adalah

“apa yang dicapai atau prestasi kerja yang terlihat, kemampuan kerja”.

Agus Surya Prawitosentono (2000:34) mendefinisikan performance atau

kinerja dengan ungkapan sebagai berikut:

Performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atausekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dantanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuanorganisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai denganmoral maupun etika.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa kinerja

adalah pelaksanaan suatu pekerjaan atau kegiatan tertentu dalam waktu tertentu yang

dilakukan berdasarkan rencana atau program yang telah disusunse belumnya serta

mengindahkan nilai moral dan etika. Dengan kata yang lebih sederhana kinerja dapat

dikatakan sebagai wujud nyata dari suatu pekerja yang dilakukan dengan sengaja dan

berdasarkan acuan yang sudah disepakati. Kinerja yang dimaksud di atas pada gilirannya

nanti akan dikaitkan dengan suatu organisasi yaitu komite madrasah. Oleh karena itu

memahami kinerja di sini tidaklah lengkap jika tidak dihubungankan dengan organisasi,

sehingga menjadi kinerja organisasi.

Menurut Prawirosentono (1999 : 2) kinerja adalah " Hasil kerja yang dapat

dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang ". Sedangkan pengertian organisasi

menurut Gibson (1996 : 6) adalah " Wadah yang memungkinkan masyarakat dapat

meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri.

Dengan demikian yang dimaksud dengan kinerja organisasi disini adalah hasil kerja

28

Page 29: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai

dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai

tujuan dari organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai

dengan moral maupun etika.

Dari pengertian di atas maka dapat dikemukakan bahwa kinerja organisasi

adalah hasil yang dapat dicapai atas pelaksanaan tugas yang menjadi tanggung jawab

organisasi melalui hasil kerja seseorang dan atau kelompok orang dalam suatu organisasi

dalam kurun waktu tertentu dengan cara yang benar.

Setiap pekerjaan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu

organisasi selalu ada hasilnya. Kalau setiap orang atau sekelompok kerja dapat mencapai

kinerja yang ditetapkan, maka kinerja setiap bidang tugas dalam suatu unit atau

organisasi akan tercapai dengan baik. Kalau setiap bidang atau unit kerja dapat mencapai

kinerja yang ditargetkan maka kinerja organisasi akan tercapai dengan baik. Dengan

demikian kinerja organisasi merupakan komulasi kinerja individu-individu dan

kelompok kerja dalam suatu organisasi (Sianipar, 2001:51). Atas dasar ini maka ada

dugaan bahwa semakin baik kinerja individu maka akan semakin baik pula kinerja

organisasi.

Berdasarkan uraian di atas diharapkan setiap anggota organisasi memahami

bidang tugas yang menjadi tanggungjawabnya dan hasil yang diinginkan dapat tercapai

atas pelaksanaan tugas dimaksud. Dengan demikian hal pertama yang harus ada adalah

program kerja atau kegiatan selanjutnya pelaksanaan program atau tindakan-tindakan

nyata yang dilakukan berdasarkan apa-apa yang telah diprogramkan.

29

Page 30: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

2. Pencapaian Kinerja

Pada dasarnya, dalam diri setiap seorang tenaga kerja (guru, karyawan atauanggota organisasi) terdapat kebutuhan atau keinginan menampilkan prestasi kerja atauaktualisasi diri melalui karya-karya yang cemerlang. Tetapi dalam kenyataan banyakdijumpai laporan-laporan mengenai kinerja guru, pegawai yang kurang memuaskan. Adaanggapan kalau kualifikasi guru atau pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi,kinerjanya akan lebih baik dibandingkan dengan yang tidak memenuhi kualifikasi.Kendatipun ada dua atau lebih pegawai memiliki kualifikasi yang tepat, tetapi kinerjamereka berbeda. Berarti ada factor-faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilanpegawai mencapai kinerja yang ditetapkan. Ada sejumlah alasan mengapa organisasitidak dapat menampilkan kinerja terbaik, antara lain:

a. Kemampuan melihat dan menggambarkan (merumuskan) suatu keadaanmasa depan yang jauh lebih baik yakni visi dan misi.

b. Kemampuan memahami tujuan dan sasaran sebagai output dari misi. Outputdari tujuan dan sasaran sebagai suatu target kinerja atau hasil kerja.

c. Kemampuan atau kecakapan melakukan atau mengerjakan, membuat,memproses sesuatu dengan baik tanpa cacat atau lebih baik dari pesaing.

d. Kemampuan memahami keadaan sumber daya sebagai factor pendukung.

e. Kemampuan menyiapkan input atau masukan yang tepat untuk diproses.

f. Kemampuan menciptakan sinergi antar kekuatan organisasi ataumenentukan strategi dan rencana aksi (Sianipar, 2001:53).

Atas dasar alasan yang dikemukakan di atas maka semakin urgen untukmembuat suatu analisis manajemen guna mengetahui keadaan factor-faktor yangmempengaruhi kinerja, guna menentukan tindakan yang harus dilakukan dalam rangkapeningkatan kinerja itu sendiri.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Dalam pembahasan di atas, secara implisit, telah dikemukakan sedikitmengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain lemahnya pemahamanterhadap visi, misi dan kedudukan dan tugas seseorang dalam sebuah organisasitermasuk lembaga pendidikan seperti madrasah. Faktor lain yang diduga turutmempengaruhi kinerja anggota suatu organisasi (Moekijat, 1998:98) adalah “pemberianupah dan insentif, penerimaan dan penempatan dan promosi” .

a. Pemberian upah dan insentif

Pada dasarnya tenaga kerja bekerja menginginkan balas jasa atau imbalan yanglayak. Dari balas jasa inilah mereka menginginkan agar kebutuhan-kebutuhanmereka dapat terpenuhi. Dalam arti cukup memberikan kepuasan individu parapekerja. Imbalan jasa inilah yang disebut dengan upah.

30

Page 31: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

Ada beberapa pengertian upah yang dikemukakan para ahli, antara lain sebagaiberikut:

Menurut Hadi Purwono (2003:19), “upah adalah jumlah keseluruhan yangditetapkan sebagai pengganti jasa yang dikeluarkan oleh tenaga kerja meliputi masaatau syarat-syarat tertentu”. Menurut Dewan Penelitian Pengembangan Nasional,“upah adalah suatu penerimaan sebagai salah satu imbalan dari pemberian kerjakepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang akan dilaksanakan …”(Hadi Purwono, 2003:19).

Selain upah adalah istilah insentif. Menurut Manulang (1985:135), insentifadalah suatu perangsang atau dorongan yang diberikan dengan sengaja kepadakeryawan (penerima pekerjaan) agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebihbesar untuk berprestasi”.

Adapun macam-macam insentif yang diberikan dapat digolongkan ke dalamdua golongan yaitu :”Financial incentive dan non financial incentive”.

Gaji dan upah masuk ke dalam financial incentive. Keduanya merupakanimbalan yang diberikan kepada karyawan atas pelaksanaan pekerjaannya. Dalamhubungan personalia yang lebih modern upah dan gaji memegang peranan pentingyang dapat digunakan sebagai alat memotivasi kerja. Secara tidak langsung upahdapat dimasukkan dalam incentive, tetapi bila dilihat dari frekuensi pemberian ataupenerimaan maka incentive pemberiannya tidak terus menerus. Incentive diberikanpada waktu-waktu tertentu untuk meningkatkan semangat kerja pegawai. Incentivedapat berupa pakaian seragam, hadian lebaran (THR = Tunjangan Hari Raya), ataubonus dari kegiatan-kegiatan tertentu.

Selain financial incentive, ada fakor lain yang dapat meningkatkan kinerjapegawai yaitu non financial incentive. Non finacial incentive dapat berupapemberian kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan latihan. Pendidikan danlatihan adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untukmeningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap para karyawan, sesuai dengankebutuhan perusahaan.

Selain pendidikan dan pelatihan non financial incentive dapat juga berupalingkungan kerja. Kegairahan kerja para karyawan dalam melaksanakan tugas-tugasyang dibebankan pada mereka selalu dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunyaadalah lingkungan kerja.

Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan yangdapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diberikankepadanya. Untuk itulah factor-faktor yang termasuk lingkungan kerja haruslahdiusahakan sedemikian rupa agar membawa pengaruh yang positif bagi karyawandalam menunaikan tugas. Diantara faktor-faktor lingkungan itu antara lain adalahwarna cat ruangan kantor, kebersihan, rasa aman, ventilasi yang baik dan lain-lain.

31

Page 32: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

Bentuk lain dari non financial incentive adalah penghargaan. Penghargaanmerupakan suatu keistimewaan dari seseorang karyawan yang berprestasi dalampekerjaannya. Adanya penghargaan akan mendorong karyawan untuk meningkatkansemangat kerja yang lebih baik.

b. Penerimaan dan penempatan

Masalah penentuan tenaga kerja/karyawan tidak hanya menyangkut bagianpersonalia tetapi juga untuk seluruh bagian di dalam perusahaan atau organisasitersebut. Tenaga kerja tersebut mungkin bekerja pada bagian yang sesuai dengankebutuhan. Oleh karena itu rekrutmen atau penerimaan dan penempatan tenaga kerjaperlu dilakukan secara selektif (diseleksi).

Alex S Nitisemito (1995:44) memberikan pengertian seleksi sebagai kegiatansuatu perusahaan atau organisasi untuk dapat memilih tenaga kerja yang paling tepatdan dalam jumlah yang tepat pula”. Seseorang yang tidak memiliki kepedulianterhadap pendidikan atau tidak memenuhi syarat kulifikasi suatu organisasi sepertikomite sekolah tidak perlu ditarik untuk terlibat di dalam organisasi tersebut.

c. Promosi

Salah satu faktor yang dapat mendorong seseorang untuk bekerja denganbaik pada perusahaan atau organisasi tertentu adalah adanya promosi ataukesempatan untuk memperoleh kedudukan, karir yang lebih tinggi. Promosi,menurut Heidjrachman dan Suad Husnan (1992:11) adalah “perpindahan dari suatujabatan ke jabatan lain yang mempunyai status tanggung jawab yang lebih tinggi”.

Promosi dilakukan setelah melaksanakan penilaian pada prestasi kerja secaratepat. Hal ini merupakan salah satu yang penting dalam tata personalia. Tanpapenilaian maka promosi tersebut akan menimbulkan intrik-intrik yang tidak sehatseperti kecemburan dan lain-lain.

3. Penilaian Kinerja

Kinerja, seperti dikatakan di atas identik dengan prestasi kerja. Jadi berbicara

mengenai penilaian kinerja sama juga halnya dengan berbicara mengenai penilaian

prestasi kerja. Penilaian prestasi kerja atau penilaian kinerja erat kaitannya dengan

standar kinerja. Artinya standar kinerja perlu dirumuskan guna dijadikan tolok ukur

dalam mengadakan perbandingan antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang

diharapkan, kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakan kepada

32

Page 33: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

seseorang. Standar dimaksud dapat pula dijadikan sebagai ukuran dalam mengadakan

pertanggung jawaban terhadap apa yang telah dilakukan.

Menurut Wantjik (dalam Hami Handoko, 1999:467), penilaian prestasi kerja

atau kinerja adalah evaluasi sistematik terhadap job performance dan potensi untuk

pengembangan seorang pekerja”. Berdasarkan pendapat ini dapat dikemukakan bahwa

penilaian kinerja atau prestasi kerja itu lebih ditekankan pada hasil kerja dan bukan

dilihat dari kesungguhan dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Pelaksanaan kerja,

menurut Sondang P Siagian (1990:123) meliputi “keinginan bekerja, kemampuan kerja,

kemahiran kerja dan lingkungan kerja”. Kesemuanya ini dapat dinilai dari out put-out

put yang dihasilkannya serta kecepatan dalam mengerjakan pekerjaan yang diberikan

kepada seseorang yang ditugaskan untuk melakukan suatu pekerjaan.

Selanjutnya system penilaian prestasi kerja atau kinerja ini dapat dibagi ke

dalam beberapa bagian yaitu “perbandingan antar karyawan, satu pekerjaan dibanding

dengan pekerjaan lain, dan daftar isian.

Perbandingan antar karywan dimaksud di sini adalah melakukan suatu

perbandingan mengenai hasil pekerjaan dengan menggunakan rengking dari sangat

memuaskan hingga tidak memuaskan. Kemudian mebandingkan suatu pekerjaan dengan

pekerjaan lainnya yang dianggap memiliki kinerja yang tinggi. Selanjutnya daftar isian.

Daftar isian ini memuat beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan hasil pekerjaan

tersebut.

33

Page 34: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

TR. Mitchell dalam kaitannya dengan standar kinerja menyatakan bahwa

kinerja meliputi beberapa aspek yaitu “quality of work, promptness, initiative,

capability, communication. Kelima aspek tersebut dapat dijadikan ukuran dalam

mengadakan pengkajian tingkat kinerja seseorang. Disamping itu, dikatakan

Sedarmauamto (2001: 51) pula bahwa untuk mengadakan pengukuran terhadap kinerja,

ditetapkan: performance = ability x motivation”.

Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa untuk mendapatkan gambaran tentang

kinerja seseorang maka diperlukan pengkajian khusus tentang kemampuan dan motivasi.

Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap,

kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Dan motivasi

sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh factor di dalam seseorang itu sendiri

yang disebut intrinsik dan faktor dari luar yang disebut ekstrinsik.

Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang penting karena dapat

digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Untuk

organisasi publik, informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk menilai

seberapa jauh kinerja dari organisasi itu dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat, apakah pelayanan itu telah memenuhi harapan dan memuaskan pengguna

jasa dalam hal ini masyarakat. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja maka

upaya untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara terarah dan sistematis. Informasi

mengenai kinerja juga penting untuk menciptakan tekanan bagi para pejabat

penyelenggara pelayanan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi.

34

Page 35: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

Dengan adanya informasi mengenai kinerja maka benchmarking dengan mudah bisa

dilakukan dan dorongan untuk memperbaiki kinerja bisa diciptakan.

Kompetensi Guru sebagai Alat Penilaian Kinerja

Kinerja seseorang dapat dipengaruhi oleh kompeten atau tidaknya orang tersebut dalam

melakukan suatu pekerjaan. Seorang guru yang tidak kompeten dalam bidangnya atau

katakanlah kompetensinya sebagai guru tidak baik maka kinerja guru tersebut cendrung

akan tidak baik pula. Tidak ahli sama dengan tidak profesional.

Dalam hal ini Rasulullah bersabda (Hussein Bahreisy 1989, hlm. 72), “suatu

pekerjaan yang diserahkan kepada seseorang yang bukan ahlinya, maka tuggulah saat

kehancurannya”. Kata ahlinya dalam terjemah hadits di atas oleh Martinis Yamin (2006,

hlm. 3) diidentikkan dengan profesional.

Jadi profesi adalah keahlian. Guru yang prosefesional sama dengan guru yang

memiliki keahlian dalam bidang keguruan. Volmer dan Mills (dalam Syafrudin 2005,

hlm. 13) seorang yang menekuni satu bidang pekerjaan berdasarkan keahlian,

kemampuan, teknik, dan prosedur berlandaskan intelektualitas.

Mc. Cully (dalam Syafrudin 2005, hlm. 13) menyatakan bahwa “profession is a

vocation in which professed knowledge of some department of learaning or science is

used in its application to the affairs of other or in the practice of an art founded upon

it”.

Dalam kamus Bahasa Indonesia, istilah profesi adalah bidang pekerjaan yang

dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan dan kejuruan dan sebagainya) tertentu.

35

Page 36: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

Berbagai pengertian profesi di atas menimbulkan makna, bahwa profesi yang

disandang oleh tenaga kependidikan atau guru adalah sesuatu pekerjaan yang

membutuhkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan keteladanan untuk

menciptakan anak yang memiliki prilaku yang sesuai dengan harapan.

Masalah utama pekerjaan profesi adalah implikasi dan konsekuensi jabatan

terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Tinggi rendahnya pengakuan profesionalisme

bergantung kepada keahlian dan tingkat pendidikan yang ditempuh. Setiap guru harus

memahami fungsinya karena sangat besar pengaruhnya terhadap cara bertindak dan

berbuat dalam menunaikan tugasnya sehari-hari di sekolah dan dimasyarakat. Menurut

Hadari Nawawi (1989, hlm. 123) bahwa “Pengetahuan dan pemahamannya tentang

kompetensi guru akan mendasari pola kegiatannya dalam menunaikan profesi guru”.

Dengan demikian seseorang yang telah memilih guru sebagai profesinya harus

benar-benar professional dibidangnya. Di samping juga harus memiliki kecakapan dan

kemampuan dalam mengelola interaksi belajar mengjar. Hal ini dapat dipahami bahwa

profesionalitas seorang guru dapat menentukan keberhasilan proses belajar siswa.

Seorang guru madrasah sebagai guru yang mempunyai profesionalitas di

bidangnya, sejatinya menguasai betul seluk beluk pendidikan di Madrasah terutama

mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Pendidikan di Madrasah memiliki

karakteristik tersendiri di banding pendidikan di lembaga formal lain, karena Madrasah

mengandung ciri khas dimana mata pelajaran pendidikan agama Islam di Madrasah di

klasifikasi menjadi 4 (empat) mata pelajaran yaitu Fiqih, Aqidah Akhlak, Qur’an Hadits

dan Sejarah Kebudayaan Islam.

36

Page 37: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

Secara lugas dapat dikemukakan bahwa kompetensi profesional guru Madrasah

itu antara lain (Abdul Hamid 2003, hlm. 153-154) adalah sebagai berikut:

1 Menguasai bahan atau materi 2 Mampu mengelola program belajar mengajar3 Mampu mengelola kelas4 Mampu mengelola dan menggunakan media serta sumber belajar5 Mampu menilai prestasi belajar mengajar6 Memahami prinsip-prinsip pengelolaan lembaga dan program pendidikan

di sekolah7 Terampil memberikan bimbingan dan bantuan kepada siswa8 Menguasai metode berpikir9 Meningkatkan kemampuan dalam menjalankan profesinya10 Memiliki wawasan tentang penelitian pendidikan11 Mampu menyelenggarakan penelitian secara sederhana untuk keperluan

pengajaran12 Mampu memahami karakteristik siswa13 Mampu menyelenggarakan administrasi sekolah14 Memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan15 Berani mengambil keputusan16 Memahami kurikulum dan perkembangannya17 Mampu bekerja terencana dan terprogram18 Mampu menggunakan waktu secara tepat

Demikian kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam

kaitannya dengan proses belajar mengajar. Kinerja guru yang menjadi fokus pembahasan

dalam tesis ini dapat diukur melalui kemampuan-kemampuan atau kompetensi

sebagaimana termaktub di atas.

Selanjutnya berikut ini akan dikemukakan macam-macam kompetensi yang

sejatinya harus melekat pada diri seorang guru.

Jika mengacu pada Undang-undang Guru dan Dosen, secara formal terdapat

empat kompetensi yang wajib dimiliki para guru, yakni kompetensi paedagogik yang

meliputi kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, perancangan dan

pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk

37

Page 38: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki peserta didik. Kompetensi

profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan

mendalam yang memungkinkan guru untuk membimbing peserta didik memenuhi

standar kompetensi yang ditetapkan. Kompetensi sosial meliputi kemampuan dosen

sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan

peserta didik, sesama dosen, wali mahasiswa dan masyarakat sekitar. Dan kompetensi

kepribadian meliputi kemampuan dan memiliki karakter kepribadian yang mantap,

stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi mahasiswa dan berakhlak

mulia.

Penguasaan kompetensi profesional menuntut guru memiliki pengetahuan yang

luas terhadap materi mata pelajaran yang diasuhnya, seperti kemampuan

mengorganisasikannya untuk disajikan kepada siswa di kelas. Kemampuan ini

menyangkut juga kemampuan penguasaan metodologi pembelajaran yang baik. Seperti

yang dikemukakan Arikunto (1990: 240) penguasaan kompetensi profesional meliputi

kemampuan berikut:

1. Menguasai bahan bidang studi dalam silabus yang berlaku dan penguasaan atas

bahan ajar guna pendalaman dan pengayaan.

2. Mengelola program pembelajaran, merumuskan tujuan instruksional, mengenal dan

menggunakan metodologi pembelajaran, memilih dan menyusun prosedur

pembelajaran yang tepat, melaksanakan program, mengenal entry behavior dan

merencanakan serta melaksaakan remedial.

38

Page 39: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

3. Mengelola kelas yang meliputi mengatur tata ruang untuk pembelajaran dan

menciptakan suasana belajar yang kondusif.

4. Merancang, membuat dan menggunakan media dan sumber belajar, membuat alat

bantu mengajar yang terjangkau, menggunakan fasilitas belajar seperti laboratorium,

micro teaching, perpustakaan, dll.

5. Menguasai landasan pendidikan.

6. Mengelola interaksi belajar mengajar.

7. Menilai prestasi peserta didik untuk kepentingan pengajaran

8. Mengenal fungsi dan program bimbingan akademik

9. Mengenal dan melaksanakan administrasi akademik

10. Menguasai prinsip dan penelitian pendidikan untuk keperluan pembelajaran.

Dengan melaksanakan semua aktivitas yang terkait dengan sepuluh kegiatan di

atas, dipastikan standar profesionalitas seorang dosen dapat diketahui tingkat

kualifikasinya. Karena dengan penguasaan kemampuan profesional tersebut pada

dasarnya dapat dikatakan bahwa dosen yang bersangkutan telah melaksanakan proses

pembelajaran secara utuh yang meliputi kegiatan persiapan, proses pelaksanaan dan

penilaian.

Selain penguasaan atas kompetensi profesional, seorang dosen guru diharapkan

memiliki kemampuan paedagogik yang baik. Kompetensi paedagogik ini terkait dengan

kemampuan dosen mengelola pembelajaran dengan penampilan pembelajaran yang

secara psikologis mampu membentuk suasana belajar yang dinamis. Aplikasi

39

Page 40: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

pendekatan pembelajaran dan melakukan evaluasi yang utuh atas proses belajar peserta

didik adalah bagian dari kompetensi paedagogik ini.

Tidak kalah pentingnya dimiliki para guru adalah selain penguasaan kompetensi

profesional dan paedagogik ini, juga kompetensi kepribadian dan sosial. Kompetensi

kepribadian ini meliputi komponen stabilitas emosi dan kesehatan mental, personal

appearence, kesehatan dan vitalitas, kejujuran dan karakter, penyesuaian, kerjasama,

kemampuan berkomunikasi, kepemimpinan dan solidaritas (Mansyur, 1994: 164).

Sedangkan kompetensi sosial ditunjukkan oleh kemampuan melakukan kontak sosial

(social interaction) dengan semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan di

institusi pendidikan, yang meliputi hubungan dengan sejawat, karyawan, pimpinan

maupun anggota masyarakat di lingkungannya. Seorang dosen idealnya memiliki

kepekaan sosial yang tinggi dan mampu menangkap fenomena sosial yang terjadi di

sekitar lingkungan belajar.

Kepekaan sosial ini pada tataran tertentu memberikan kemampuan bagi dosen

untuk melakukan pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching and learning

(CTL) yang saat ini terus dikembangkan sebagai pendekatan pembelajaran yang mampu

melatih kecerdasan intelektual dan sosial peserta didik. Gabungan keempat kompetensi

yang dikemukakan di atas dalam diri seorang dosen dipastikan mampu mengantarkan

para dosen pada kesuksesan pembelajarannya.

40

Page 41: Bab 2 LANDASAN TEORI Kepemimpinan Kepala Madrasah

41