24
11 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori – Teori Dasar/Umum Dengan judul “Program Sosialisasi PT. Pertamina Pusat (Persero) dalam Meningkatkan Pemahaman Internal Branding (Studi Kasus Sosialisasi di Makassar Pada Tahun 2011) maka penulis menggunakan teori-teori untuk membahas hal-hal tersebut, yakni di antaranya; 2.1.1 Public Relations Menurut Rex. F. Harlow dalam buku Cutlip, Center dan Broom Effective Public Relations yakni Public Relations adalah “fungsi manajemen tertentu yang membantu membangun dan menjaga lini komunikasi, pemahaman bersama, penerimaan mutual dan kerjasama antara organisasi dan publiknya; PR melibatkan manajemen problem atau manajemen isu; PR membantu manajemen agar tetap responsif dan mendapat informasi terkini tentang opini publik; PR mendefinisikan dan menekankan tanggung jawab manajemen untuk melayani kepentingan publik; PR membantu manajemen tetap mengikuti perubahan dan memanfaatkan perubahan secara efektif, dan PR dalam hal ini adalah sebagai sistem peringatan dini untuk mengatisipasi arah perubahan (trends); dan PR menggunakan riset dan komunikasi yang sehat dan etis sebagai alat utamanya” (2009:5). Rhenald Khasali (1994:6) dalam buku Iriantara (2004:44) yang mengutip John R. Marston, menyebut public relations sebagai “komunikasi persuasif dan terencana yang

BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-2-00766-MC Bab2001.pdf · Menurut Rex. F. Harlow dalam buku Cutlip, ... Dari kedua

Embed Size (px)

Citation preview

11

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Teori – Teori Dasar/Umum

Dengan judul “Program Sosialisasi PT. Pertamina Pusat (Persero) dalam

Meningkatkan Pemahaman Internal Branding (Studi Kasus Sosialisasi di Makassar Pada

Tahun 2011) maka penulis menggunakan teori-teori untuk membahas hal-hal tersebut,

yakni di antaranya;

2.1.1 Public Relations

Menurut Rex. F. Harlow dalam buku Cutlip, Center dan Broom Effective Public

Relations yakni Public Relations adalah “fungsi manajemen tertentu yang membantu

membangun dan menjaga lini komunikasi, pemahaman bersama, penerimaan mutual dan

kerjasama antara organisasi dan publiknya; PR melibatkan manajemen problem atau

manajemen isu; PR membantu manajemen agar tetap responsif dan mendapat informasi

terkini tentang opini publik; PR mendefinisikan dan menekankan tanggung jawab

manajemen untuk melayani kepentingan publik; PR membantu manajemen tetap

mengikuti perubahan dan memanfaatkan perubahan secara efektif, dan PR dalam hal ini

adalah sebagai sistem peringatan dini untuk mengatisipasi arah perubahan (trends); dan

PR menggunakan riset dan komunikasi yang sehat dan etis sebagai alat utamanya”

(2009:5).

Rhenald Khasali (1994:6) dalam buku Iriantara (2004:44) yang mengutip John R.

Marston, menyebut public relations sebagai “komunikasi persuasif dan terencana yang

12

dirancang untuk mempengaruhi publik yang signifikan”. Publik yang signifikan tersebut

adalah stakeholder lembaga. Definisi lain yang dikutip Khasali diambil dari Public

Relations News yang menyatakan, “ public relations adalah fungsi manajemen yang

melakukan evaluasi terhadap sikap-sikap publik, mengidentifikasi kebijakan dan

prosedur seseorang/sebuah perusahaan terhadap publiknya, menyusun rencana serta

menjalankan program-program komunikasi untuk memperoleh pemahamamn dan

penerimaan publik”.

Dari kedua definisi mengenai public relations tersebut dapat disimpulkan bahwa

Public Relation memiliki fungsi yang berhubungan dengan memanajemen kepentingan

antara suatu organisasi dan publik stakeholder-nya, hal ini bertujuan untuk membangun

dan/atau mempertahankan citra positif organisasi terhadap publiknya. Sehingga

menghasilkan suatu hubungan baru antara dan/atau tetap antara organisasi dan

publiknya.

Menurut Cutlip, Center, dan Broom yang diterjemahkan oleh Tri Wibowo B.S

(2009: hal 6), unsur-unsur yang lazim dijumpai dalam banyak definisi PR menyatakan

bahwa PR:

1. Melakukan program terencana dan berkesinambungan sebagai bagian dari

manajemen organisasional.

2. Menangani hubungan antara organisasi dan publik stakeholder-nya.

3. Memonitor kesadaran, opini, sikap dan perilaku di dalam dan di luar organisasi.

4. Menganalisis dampak dari kebijakan, prosedur, dan aksi terhadap publik

stakeholder.

13

5. Mengidentifikasi kebijakan, prosedur, dan tindakan yang bertentangan dengan

kepentingan publik dan kelangsungan hidup organisasi.

6. Memberi saran kepada manajemen dalam hal pembentukan kebijakan baru,

prosedur baru, dan tindakan baru yang sama-sama bermanfaat bagi organisasi

dan publik.

7. Membangun dan mempertahankan komunikasi dua arah antara organisasi dan

publiknya.

8. Menciptakan perubahan yang terukur dalam kesadaran, opini, sikap dan perilaku

di dalam dan di luar organisasi.

9. Menghasilkan hubungan yang baru dan/atau tetap antara organisasi dan

publiknya.

Menurut Machfoedz (2010:179) dalam perusahaan pada umumnya, PR berfungsi

memberikan laporan kepada Chief Executive Officer (CEO). Pengendalian aktivitas PR

dilakukan secara langsung dan bertujuan untuk menyampaikan informasi sesuai tentang

entitas perusahaan dan untuk membangun itikad baik dengan stakeholder. Untuk tujuan

tersebut PR dipandang sebagai aktivitas yang berbeda dan terpisah dari pemasaran.

Kotler dan Mindak (1978) dalam buku Machfoedz (2010:179-180), mengemukakan

lima cara yang dapat diaplikasikan oleh perusahaan untuk mengelola hubungan antara

pemasaran dan PR. Berikut gambar yang melukiskan aplikasi yang diterangkan oleh

kedua penulis tersebut.

14

Model A Model B

Model C Model D Model E

Gambar 2.1 Aplikasi perusahaan untuk mengelola hubungan antara pemasaran dan PR

Sumber: Kotler dan Mindak (1978)

Penjelasan mengenai gambar-gambar diatas:

a. Model A melukiskan pandangan konvesional tentang fungsi PR dan pemasaran

dalam sebuah perushaan. Keduanya terpisah dan sama sekali tidak berhubungan.

Pemasaran bekerja untuk meningkatkan kemampulabaan perusahaan, sedangkan

PR berfungsi meningkatkan itikad baik.

b. Model B, fungsi pemasaran dan PR masih dipahami mempunyai tingkat

signifikan yang sama, tetapi ada bagian yang tumpang tindih, di mana kedua

fungsi dapat membantu pengembangan tujuan perusahaan. Terutama keduanya

dapat membantu dalam positioning produk. Dengan pengembangan kredibilitas

Pemasaran

PR

Pemasaran

PR

Pemasaran

PR

PR

Pemasaran

Pemasaran-PR

15

dan daya tarik produk, PR dapat membantu meningkatkan posisi kompetitif dan

kemampulabaan produk.

c. Model C, PR berposisi sebagai salah satu di antara berbagai fungsi dalam

bagian pemasaran. Dalam model ini PR ditunjukkan sebagai alat bantu seluruh

upaya pemasaran, dengan menciptakan lingkungan yang memudahkan

perusahaan untuk memasarkan produk.

d. Model D diilustrasikan bahwa PR menciptakan lingkungan perusahaan yang

memungkinkan tercapainya keberhasilan perusahaan. Alasan yang dikemukakan

adalah bahwa perusahaan bertujuan memberikan kepuasan kepada berbagai

stakeholder sementara konsumen adalah salah satu di antaranya dan tujuan

pemasaran adalah memenuhi kebutuhan mereka. Karena itu, pemasaran harus

dikendalikan oleh PR agar itikad baikterhadap semua stakeholder tetap terjaga.

e. Model E menggambarkan fungsi PR dan pemasaran sama dalam tujuan dan

prinsip yang menjadi dasar keduanya. Keduanya memahami arti segmentasi

pasar dan memberikan kepuasan yang berbeda. Setiap fungsi memerlukan

dukungan PR dan pemasaran dalam memahami sikap, persepsi, dan kesadaran

yang terdapat pada setiap pasar atau stakeholder. Dengan demikian konflik

internal pun dapat dikurangi secara efektif sehingga memudahkan penyampaian

informasi kepada semua stakeholder secara terkoordinir, positif dan konsisten.

Wasesa dan Macnamara (2010: 128-129), kalau aktifitas PR kita pilah menjadi dua

bagian, yaitu fungsi internal dan aktifitas eksternal, maka akan berbentuk tabel seperti

dibawah ini:

16

Tabel 2.1 Perbedaan Fungsi Internal dan Eksternal PR

Internal Eksternal

1. Mengkomunikasikan kebijakan direksi

dan manajemen kepada karyawan.

2. Menjelaskan perubahan kebijakan

direksi dan manajemen agar karyawan

memahami dasar pengambilan

keputusan yang diambil.

3. Membangun jaringan komunikasi

interktif antara karyawan, manajemen,

dan direksi.

4. Membantu proses restrukturisasi, mulai

dari sosialisasi kebijakan hingga

pelatihan untuk mengurangi dampak

buruk restrukturisasi.

5. Membantu peningkatan rasa memilik

karyawan terhadap perusahaan.

6. Membantu terciptanya budaya

perusahaan yang sesuai dengan visi

organisasi.

1. Mensosialisasikan kebijakan

perusahaan kepada publik.

2. Menjelaskan hasil Rapat Umum

Pemegang Saham.

3. Menjelaskan hasil dan dasar

diadakannya Rapat Umum Luar Biasa

Pemegang Saham.

4. Membantu pemasaran untuk

menciptakan citra produk.

5. Mensosialisasikan prestasi yang

dicapai oleh perusahaan.

6. Mengembangkan program-program

pengembangan masyarakat, sebagi

bentu tanggung jawab perusahaan

kepada publik.

7. Menyiapkan sarana bagi publik untuk

melihat perusahaan secra langsung.

8. Menyiapkan sarana bagi pemerintah

dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat

untuk melihat kinerja perusahaan.

Dari kedua pendapat mengenai fungsi Humas/Public Relations tersebut dapat di

ambil kesimpulan bahwa PR memiliki fungsi yang terbagi atas dua hal yaitu kegiatan

organisasi/perusahaan pada internal dan eksternal. Kegiatan tersebut mencakup hal-hal

yang memiliki tujuan untuk membangun citra positif perusahaan, selain itu membuat

17

program-program untuk kepentingan menciptakan relasi yang berkaitan dengan

perusahaan untuk mendukung pembangunan citra positif yang sedang dilakukan oleh

pihak perusahaan

Sedangkan menurut Public Relations Society of America (PRSA) dalam buku

Cutlip, Center dan Broom (2009:hal 7) sebagai sebuah fungsi manajemen, PR mencakup

hal-hal sebagai berikut:

a. Memperkirakan, menganalisis, dan menginterpretasikan opini dan sikap

publik, dan isu-isu yang mungkin memenuhi operasi dan rencana

organisasi, baik itu pengaruh buruk maupun pengaruh baik.

b. Memberi saran kepada manajemen disemua level di dalam organisasi

sehubungan dengan pembuatan keputusan, jalannya tindakan dan

komunikasi, dan mempertimbangkan ramifikasi publik dengan tanggung

jawan sosial atau kewarganegaraan organisasi.

c. Meriset, melaksanakan dan mengevaluasi secara rutin program-program

aksi dan komunikasi untuk mendapatkan pemahaman publik yang

dibutuhkan untuk kesuksesan tujuan organisasi. Ini mungkin mencakup

program marketing, finansial, pengumpulan dana, karyawan, komunitas

atau hubungan pemerintah, dan program-program lain.

d. Merencanakan dan mengimplementasikan usaha organisasi untuk

memengaruhi atau mengubah kebijakan publik.

e. Menentukan tujuan, rencana, anggaran, rekrutmen dan training staf,

mengembangkan fasilitas-ringkasnya, mengelola sumber daya yang

dibutuhkan untuk melakukan semua hal tersebut di atas.

18

f. Contoh-contoh ilmu pengetahuan yang dibutuhkan dalam praktik PR

professional adalah seni komunikasi, psikologi sosial, sosiologi, ilmu

politik, ekonomi, dan prinsip manajemen dan etika. Pengetahuan teknis

dan keahlian teknik dibutuhkan untuk riset opini, analisis isu publik,

relasi media, direct email, publikasi advertising institutisonal, produksi

film/video, acara special, pidato, dan presentasi.

Berdasarkan pernyataan di atas dalam hal fungsi manajemen, menurut

Iriantara (2004:45) menyebutkan tugas public relations yang secara rinci yakni

tugas-tugas tersebut adalah:

a. Memberi saran kepada manajemen tentang semua perkembangan internal

dan eksternal yang mungkin mempengaruhi hubungan organisasi dengan

publik-publiknya;

b. Meneliti dan menafsirkan untuk kepentingan organisasi, sikap publik-

publik utama pada saat ini atau antisipasi sikap publik-publik pokok

terhadap organisasi;

c. Bekerja sebagai penghubung (liaison) antara manajemen dan publik-

publiknya; dan

d. Memberi laporan berkala kepada manajemen tentang semua kegiatan

yang mempengaruhi hubungan publik dan organisasi.

Menurut Iriantara (2004:53) mengenai proses dalam kegiatan public relations

merupakan proses yang berkelanjutan. Bukan sebuah proses yang terhenti begitu satu

kegiatan diselesaikan atau satu objektif terselesaikan. Proses yang berkesinambungan

tersebut akan terus berlangsung selama organisasi yang kegiatan public relations sebagai

19

fungsi manajemen terus bertahan. Proses tersebut perlu terus berjalan, mengingat

lingkungan organisasi pun bergerak secara dinamis, sehingga organisasi perlu

menanggapi dinamika itu.

Mengenai public relations yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa

seorang public relations dalam menjalankan tugas harus dapat memaksimalkannya

dengan melihat apa saja yang menjadi komponen-komponen dari fungsi manajemen dan

dapat mengikuti alur dari segala hal yang berkaitan dengan perusahaan atau dapat

disebut juga mampu bergerak dengan dinamis dalam menanggapi segala persoalan.

2.1.2 Strategi Public Relations

Menurut Stephen P. Robbins dalam buku Cutlip, Center dan Broom (2009:353)

mengenai definisi strategi yang memuat esensi pemikiran strategis dan ekspetasi

manajemen adalah strategi dapat didefinisikan sebagai penentuan tujuan dan sasaran

usaha jangka panjang, dan adopsi upaya pelaksanaan dan alokasi sumber daya yang

diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Dalam buku Iriantara (2004:12) mengenai definisi dari strategi oleh Steiner dan

Meiner menyatakan bahwa strategi mengacu pada “formulasi misi, tujuan dan objektif

dasar organisasi; strategi-strategi program dan kebijaksanaan untuk mencapainya; dan

metode yang diperlukan untuk memastikan bahwa strategi diimplementasikan untuk

mencapai tujuan-tujuan organisasi”, sedangkan strategi oleh Porter (ibid) diartikan

sebagai “formula-berbasis luas mengenai cara bisnis bersaing; tujuan apa yang ingin

dicapai, dan kebijakan apa yang di perlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Hakikat

perumusan strategi yang kompetitif adalah mengaitkan organisasi dengan

20

lingkungannya”. Berikut model unsur-unsur manajemen strategis yang dibuat oleh

Robson dalam buku Iriantara (2004:13):

Memahami situasi strategis

Sering Disebut Formulasi Taktik Strategi

Gambar 2.2 Model Unsur-Unsur Manajemen Strategis

Sumber: Iriantara (2004:13)

Setelah mengetahui apa itu definisi dari Public Relations dan strategi,

selanjutnya akan dibahas mengenai definisi strategi public relations itu sendiri.

Pengertian strategi public relations (Ruslan, 2008:134) adalah “alternatif optimal yang

dipilih untuk ditempuh guna mencapai tujuan public relations dalam kerangka suatu

rencana public relations (public relations plan).”

Cutlip, Center dan Broom (2009:356) perencanaan strategis dalam PR

melibatkan pembuatan keputusan tentang tujuan dan sasaran program, mengidentifikasi

publik kunci, menentukan kebijakan atau aturan untuk memandu pemilihan strategi, dan

menentukan strategi. Harus ada kaitan erat antara tujuan program keseluruhan, sasaran

yang ditentukan untuk masing-masing publik, dan strategi yang dipilih. Poin utamanya

Analisis strategi

Pilihan Strategis

Implementasi Strategi

21

adalah bahwa strategi dipilih untuk mencapai hasil tertentu (sebagaimana dinyatakan

dalam tujuan atau sasaran).

Dari pengertian mengenai strategi public relations tersebut, PR juga harus dapat

membuat analisis dan menyiapkan strategi bagaimana isu yang akan dimunculkan

mampu menggeser isu-isu lain yang sudah lebih dulu muncul di media massa.

Menurut Hendrix (2001) dalam buku Silih Agung Wasesa (2010:167-168), PR

harus mempersiapkan beberapa hal agar program yang dibuat, berkaitan dengan

pemerintah ataupun dewan legislatif, dapat segera terwujud:

1. Reputation Audit

Reputation Audit adalah bagaimana kita melihat dari banyak aspek mengenai

keberadaan organisasi kita, baik dalam hal keuangan, sumber daya manusia dan

juga hubungan yang pernah terjalin dengan pemerintah maupun lembaga

perwakilan rakyat. PR harus dengan saksama memperhatikan hubungan dengan

pemerintah, dewan dan komunitas tempat perusahaannya berkembang, baik

hubungan masa lalu, hubungan masa sekarang, dan prediksi hubungan yang akan

datang.

Dari pola hubungan tersebut, PR melakukan analisis saksama mengenai

kekuatan dan kelemahan dari pola yang pernah ada, terutama bagaimana

komunikasi yang paling menguntungkan untuk membina hubungan yang baik

dengan mereka.

2. Issues management

Berbeda dari reputation audit yang melihat sisi internal organisasi, manajemen

isu menitikberatkan analisis pada kondisi eksternal dalam memahami sebuah isu

22

yang berkembang. Proses ini meliputi analisis resiko politik, monitor situasi

sosial dan kecenderungan arah isu politik yang berkembang baik dalam tingkat

lokal, nasional ataupun internasional.

3. Audience Research

Pada proses penelitian audiensi, selain tetap memperhatikan metode penelitian,

juga harus dipahami bahwa government relation setidaknya harus meneliti 3

audiensi mereka, yaitu:

a. Komunitas publik.

b. Pemerintah.

c. Anciliary Public yaitu kelompok publik terdekat yang terdiri atas perusahaan,

anggota dewan, dan media massa yang mampu menjangkau keberadaan

publik.

Setelah ketiga langkah tadi diseleraskan dalam sebuah data yang komprehensif

terkait denan rencana persiapan penyebaran isu ataupun informasi, maka data tersebut

akan menjadi dasar atau pijakan bagi PR untuk menyiapkan rencana strategis

pengembangan isu dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.1.3 Citra dan Identitas Merek

Sulit jika sebuah subfungsi diklasifikasikan secara terpisah. Identitas, citra dan

reputasi adalah suatu strategi dari sebuah perusahaan yang merupakan bagian terpenting

dari fungsi korporat manapun. Strategi-strategi tersebut memiliki perbedaan dan bentuk-

bentuk operasi pada korporatnya.

23

Menurut Argenti yang dialihbahasakan oleh Putri Aila Idris (2010: hal 93), citra

dari sebuah perusahaan adalah fungsi dari bagaimana konstituen melihat organisasi

tersebut berdasar atas semua pesan yang organisasi itu sampaikan melalui nama dan

logo dan melalui presentasi diri, termasuk ekspresi-ekspresi dari visi korporatnya.

Citra adalah sebuah cerminan dari identitas sebuah organisasi. Dengan kata lain,

citra adalah organisasi sebagaimana terlihat dari sudut pandang konstituennya.

Tergantung pada konstituen mana yang terlibat, sebuah organisasi dapat memiliki

banyak citra yang berbeda. Dengan begitu, untuk mengerti identitas dan sama dengan

mengetahui seperti apa organisasi itu sebenarnya dan ke mana ia menuju.(Argenti,

2010:78)

Dengan definisi tersebut, citra memiliki hubungan erat dengan brand atau

identitas suatu perusahaan. Apabila perusahaan tersebut memiliki pencitraan yang baik

maka tidak mungkin identitas perusahaan tersebut buruk. Akan tetapi, semua hal itu di

tinjau kembali dari bagaimana dan posisi apa konstituen itu memandang.

Dimensi pencitraan yang dikembangkan Silih Agung Wasesa dan Jim

Macnamara (2010: 21) dalam buku Strategi Public Relations yaitu:

24

Gambar 2.3 Dimensi Pencitraan

Sumber: Wasesa dan Macnamara, 2010:21

Dimensi pencitraan di atas dikembangkan sesuai kebutuhan pencitraan di

Indonesia oleh penulis dengan mensinergikan konsep dasar yang dikembangkan oleh

Kapferer (1992) mngenai dimensi merek, Seitel (1992) tentang backbone PR, dan Daryl

Travis (2000) mngenai elemen-elemen kunci pengembangan merek.

Kalau melihat dari akurasi dimensi pencitraan di atas, akan terlihat pada titik-

titik mana peran pencitraan bisa diperankan oleh PR. Salah satu dari dimensi pencitraan

tersebut yakni mengenai kategori ruang (space category), di mana kategori tersebut

membagi aktivitas pencitraan organisasi, menjadi 2, yaitu bagian internal dan eksternal

sebagai berikut:

25

a. Internal adalah kategori yang berkaitan dengan aktivitas pencitraan yang

disebabkan oleh bagian internal organisasi. Adapun dimensi kategori internal

terdiri atas Organisasi, Budaya dan Citra Perseorangan.

b. Eksternal adalah kategori yang berkaitan dengan aktivitas eksternal organisasi

dan memiliki kedekatan pengaruh terhadap model pencitraan. Kategori inilah

yang selama ini diperankan oleh PR secara maksimal. Skema ini meliputi Fisik,

Relationship, dan Refleksi.

Menurut Argenti (2010:78) mengenai definisi identitas, identitas sebuah

perusahaan adalah manifestasi aktual dari realita perusahaan seperti yang disampaikan

melalui nama perusahaan, logo, moto, produk, layanan, bangunan, alat-alat tulis,

seragam, dan barang-barang bukti nyata yang diciptakan oleh organisasi tersebut dan

dikomunikasikan kepada beragam konstituen.

2.2 Teori-Teori Khusus yang berhubungan dengan Topik yang Dibahas

Berikut adalah teori-teori khusus yang berhubungan dengan teori yang dibahas

adalah mengenai strategi komunikasi public relations yang penulis gunakan untuk

menganalisis pembangunan identitas merek perusahaan. Strategi tersebut meliputi

strategi branding, komunikasi internal organisasi atau internal branding dan

sosialisasinya.

2.2.1 Strategi Branding

Brand bagi sebuah perusahaan itu dapat dikatakan sebagai nama. Nama disini

fungsinya begitu penting yaitu sebagai pembeda dengan para pesaingnya, seperti

pernyataan dari William Shakespare yang mengatakan bahwa apalah arti sebuah nama

26

tidak relevan jika diterapkan dalam dunia bisnis. Oleh sebab itu, perusahaan

memberikan nama berupa merek (brand) pada setiap produk yang dihasilkannya agar

konsumen mudah untuk mengenal produk-produk tersebut.

Merek adalah sebuah janji kepada konsumen bahwa dengan hanya menyebut

namanya, timbul harapan bahwa merek tersebut akan memberikan kualitas terbaik,

kenyamanan, status dan lain-lain yang menjadi pertimbangan konsumen ketika

melakukan pembelian (Chevron dalam Shimp, 2003:8)

Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa merek tidak hanya dipandang

sebagai pembeda, akan tetapi pada merek yang telah memiliki positioning baik di

pelanggannya, merek akan memberikan implikasi pada kepuasan konsumen dan

keuntungan pada perusahaan. Oleh karena itu pemberian nama untuk merek tidaklah

sembarangan. Jika merek dapat bertahan lama berarti merek tersebut memiliki jati diri

yang lahir dari keyakinan internalnya.

Membangun merek dengan keyakinan berarti menemukan keyakinan internal

yang dianggap benar dan dijadikan sebagai kekuatan pendorong positif yang mampu

merefleksikan nilai-nilai perusahaan di pasar. Pertanyaannya, mengapa harus keyakinan

internal? Karena hanya itulah satu-satunya yang paling dikenali dan dimengerti oleh

perusahaan serta merupakan kekuatan yang melekat pada diri perusahaan sejak awal.

Sayangnya keyakinan ini sering terabaikan karena sifatnya yang abstrak (sadat, 2009:8).

Keyakinan tersebut menjadikan merek serta perusahaannya tetap bertahan

walaupun mendapat hal-hal yang merugikan dari para kompetitor. Hal-hal tersebut

membuat merek atau perusahaan menjadi siap dan memiliki kekuatan dalam

menghadapi segala perubahan yang terjadi. Oleh karena itu, seluruh elemen internal

27

perusahaan harus memiliki keyakinan tersebut, agar menjadi suatu kekuatan untuk

mencapai tujuan yang diinginkan perusahan. Selain itu, karena sifat dari keyakinan itu

abstrak, maka keyakinan juga dapat menjadi sesuatu yang paling susah untuk diimitasi

oleh para kompetitor.

Keyakinan merek dapat berasal dari berbagai sumber (Sadat, 2009:35-36),

sebagai berikut:

a. Pendiri (founding person)

Keyakinan merek diperoleh dari orang yang pertama kali menciptakan

dan mengembangkannya.

b. Sejarah merek

Sejarah munculnya merek banyak diwarnai oleh keyakinan-keyakina

yang ada di sekelilingnya. Nilai-nilai yang diserap di masa lalu dan

terbukti dapat berfungsi dengan baik akan di anggap sebagai kebenaran.

c. Evolusi merek

Perjalanan panjang merek dalam mengarungi samudera pasar dan

persaingan juga merupakan sumber keyakinan.

2.2.2 Internal Branding

Komunikasi dua arah yang membahas strategi dan pengarahan itu penting

dilakukan karena untuk melancarkan proses internalisasi brand. Argenti (2009:211),

melalui komunikasi internal di abad XXI itu lebih daripada sekedar memo, publikasi,

dan siaran yang mencakupnya. Ini tentang membangun sebuah budaya korporat

28

berdasarkan pada nilai-nilai dan memiliki potensi untuk mengarahkan perubahan

organisasional.

Menurut Ditta Amahorseya, Corporate Affairs Head Citibank Indonesia, dalam

buku Silih Agung Wasesa (2009:243), pekerjaan PR yang paling awal adalah

menyakinkan manajemen bahwa yang diusulkan akan berguna untuk menunjang

aktivitas perusahaan. PR harus mampu meyakinkan manajemen agar mau “membeli”

program tersebut. Kalau pada tahap awal ini gagal maka akan sulit bagi praktisi PR

untuk bekerja lebih lanjut secara optimal. Syarat sebuah program PR harus dibeli oleh

manajemen menjadi mutlak perlu karena aktivitas PR, sekecil apapun, harus dilakukan

dengan restu dari manajemen. Manajemen harus yakin pada awalnya sehingga mereka

akan melakukan back up secara penuh pada titik berikutnya.

Setiap aktivitas PR harus mendapatkan dukungan dari berbagai aspek dari para

karyawan. Hal ini dapat dikatakan sebagai terjemahan bahwa setiap karyawan adalah PR

dari perusahaan. Citra internal yang baik dengan sendirinya akan menghemat biaya

pengembangan sumber daya manusia, setidaknya biaya pengembangan sumber daya

manusia menjadi lebih optimal. Hal ini disebabkan oleh loyalitas dari para karyawan

yang menunjukan peningkatan sehingga biaya untuk pengembangan SDM dapat

diarahkan pada peningkatan kualitas pada SDM yang sudah ada, di bandingkan untuk

melatih SDM-SDM yang masih baru.

Dalam fungsinya pada internal perusahaan, peran PR juga mengalami

perkembangan yang sangat signifikan. Meningkatnya persaingan antar perusahaan yang

pastinya membutuhkan tenaga kerja yang andal agar dapat bersaing dan mahalnya biaya

untuk melatih tenaga kerja baru tersebut, menuntut perusahaan untuk menggunakan PR

29

dalam hal membina loyalitas dari para karyawan. Cutlip, Center dan Broom (2009:254)

mengatakan bahwa hubungan terpenting dalam organisasi adalah hubungannya dengan

karyawan di semua level. Istilah publik internal dan publik karyawan mengacu pada baik

itu manajer maupun orang-orang yang menjadi bawahannya. Publik ini merupakan

sumber daya terbesar dari organisasi—orang-orangnya.

Menurut Alvie Smith, mantan direktur komunikasi korporat General Motors

dalam buku Cutlip, Center dan Broom (2009:254), faktor yang mempengaruhi

komunikasi internal dengan karyawan dan menambah rasa hormat manajemen terhadap

salah satu dari fungsi PR ini:

1. Manfaat dari pemahaman, teamwork, dan komitmen karyawan dalam mencapai

hasil yang diinginkan. Aspek positif dari perilaku karyawan ini sangat di

pengaruhi oleh komunikasi interaktif yang efektif di seluruh organisasi.

2. Kebutuhan untuk membangun jaringan komunikasi manajer yang kuat, yang

membuat setiap supervisor di semua level dapat melakukan komunikasi secra

efektif dengan karyawannya. Kebutuhan itu lebih dari sekadar menciptakan

informasi yang berhubungan dengan pekerjaan tetapi juga harus memuat

informasi bisnis dan isu publik yang memengaruhi organisasi secara

keseluruhan.

Dalam buku Cutlip, Center dan Broom (2009:255-256), Opinion Research

Corporation sejak 1950 telah meneliti opini karyawan tentang komunikasi internal

organisasi. Sebagian besar mengakui kredibilitas organisasi, tetapi kurang dari separuh

yang mengatakan bahwa organisasi “memberi tahu mereka apa yang sedang terjadi,”

atau komunikasi ke bawah (manajemen ke karyawan). Juga hanya kurang dari separuh

30

yang mengatakan bahwa organisasi mau “mendengar pendapat mereka, “ atau

komunikasi ke atas (karyawan ke manajemen). Akan tetapi, sebagai bagian dari fungsi

PR yang lebih luas, tujuan hubungan internal adalah membangun dan mempertahankan

hubungan yang sama-sama bermanfaat antara organisai dan karyawan, di mana

kesuksesan atau kegagalan organisasi akan tergantung kepada karyawan (Cutlip, Center

dan Broom:257).

Branding internal juga penting untuk membangun semangat dan menciptakan

sebuah tempat kerja di mana karyawan “terlibat” dengan pekerjaan mereka. Collin

Mitchell dalam buku Argenti (2010:226-227) menyatakan walaupun para komunikator

sudah menginformasikan karyawan mengenai kampanye-kampanye iklan yang baru,

mereka jarang menyadari kebutuhan untuk “menjual” karyawan atas ide-ide yang sama

yang mereka coba jual kepada publik.

Branding internal penting khususnya ketika sebuah organisasi sedang melakukan

perubahan-perubahan seperti sebuah merger atau perubahan di dalam kepemimpinan.

Kampanye-kampanye branding internal juga dapat diluncurkan ketika hasil-hasil audit

internal mengungkapkan bahwa karyawan sedang tidak berhubungan dengan sebuah visi

perusahaan atau ketika semangat mereka sedang turun (Argenti, 2010: hal.227).

Bahkan ketika karyawan mengerti janji merek perusahaan atau penyampaian

konsumen utama, sebelum mereka memercayainya, mereka tidak akan dapat benar-

benar membantu perusahaan membawa hal itu keluar. Seperti kampanye branding

eksternal bertujuan untuk menciptakan ikatan emosional di antara konsumen kepada

perusahaan anda, tujuan branding internal adalah untuk melakukan hal yang sama

kepada karyawan (Argenti, 2010: hal 228).

31

2.2.3 Sosialisasi

Setelah mengetahui definisi dari strategi branding dan bagaimana cara

peningkatan pemahaman karyawan terhadap internal branding-nya, kedua hal tersebut

juga tidak luput dari proses sosialisasi yang berjalan pada perusahaan.

Setiap perusahaan memiliki cara-cara sosialisasi yang berbeda, hal tersebut

dilakukan berdasarkan dari program apa yang ingin dijalankan oleh perusahaan. Ardts,

Jansen dan van der Velde dalam The Journal of Management Development , 2001 (last

update 2010), The breaking in of new employees: effectiveness of socialization tactics

and personnel instrument ,“the studies into organisation socialization can be divided

into: the process, the content and the outcome of socialization, the socialization

behavior of the newcomer, the abstract tactics which allow the organisation to steer

socialization, and the concrete socialization practices and instruments that an

organisation applies”.

(http://search.proquest.com/docview/216353002/1367939DE147E9E365B/1?accountid=

31532). Pada pernyataan tersebut berarti bahwa sosialisasi tidak hanya ada satu macam,

akan tetapi dibagi menjadi beberapa bagian. Beberapa bagian tersebut harus di sesuaikan

dengan instrumen yang berlaku di organisasi yang bersangkutan.

Sosialisasi juga merupakan suatu rangkaian proses yang saling

berkesinambungan. Socialization can be viewed as a learning process that consists of a

number of phases (Feldman, 1976; Schein, 1978; Wanous, 1992). In general, three

phases can be distinguished: an anticipatory phase, an encounter phase, and an

acquisition phase. In the first phase, through school, family, and friends a person will be

prepared for work and he or she will make a choice for a specific job and/or

32

organisation. In the second phase, the newcomer will actually get in touch with the new

organisation for the first time. In this phase, the initial expectations will be tested

against the reality and a tentative adjustment in attitude and behaviour will take place.

Commencing in the third stage is a more long-term adjustment in tasks, roles, values

and norms of the group and the organisation. (Ardts, Jansen dan van der Velde dalam

The Journal of Management Development)

(http://search.proquest.com/docview/216353002/1367939DE147E9E365B/1?accountid=

31532). Dari pengertian tersebut dapat diketahui beberapa tahap atau fase penyesuaian

yang dapat dilakukan dengan tujuan agar proses sosialisasi lebih terarah dan tepat

sasaran.

33

2.3 Kerangka Pikir

Gambar 2.4 Analisis Strategi Branding dan Internal branding dalam peningkatan

pemahaman karyawan perusahaan.

Sumber: Penulis

PT. PERTAMINA PUSAT

Strategi Branding PR

Peningkatan Internal Branding

Program Sosialisasi Internal

Karyawan Paham Karyawan tidak paham

Hasil

Feedback

34

Penjelasan mengenai kerangka pikir diatas;

Bahwa permasalahan pada PT. Pertamina Pusat mengenai bagaimana

pemahaman mengenai internal branding oleh para karyawan perusahaan. Segala bentuk

brand dari PT. Pertamina yakni logo dan tagline PT. Pertamina seringkali tidak

dimengerti arti dan maknanya oleh para karyawan perusahaan tersebut. Padahal proses

internal branding merupakan salah satu strategi untuk mendukung proses pemasaran

produk-produk yang ada pada perusahaan, jika karyawan mengerti betul mengenai

bagaimana perusahaannya, maka publik akan menganggap perusahaan memiliki nilai

tambah dan publik sebagai konsumen akan loyal terhadap segala bentuk produk dari

perusahaan.

Pada kerangka pikir di atas mengenai peningkatan internalisasi brand kepada

para karyawan dilakukan dalam bentuk mengadakan program sosialisasi Corporate

Brand Book dan Corporate Brand Guidelines. Di dalam buku tersebut terdapat

penjelasan mengenai segala bentuk brand Pertamina dan cara-cara penempatan logo

yang tepat. Sosialisasi tersebut telah dilakukan di Makassar pada tahun 2011 lalu dan

penulis mendapatkan data stastistik mengenai hasil dari sosialisasi tersebut serta penulis

juga melakukan wawancara dengan salah satu karyawan Pertamina yang berada di

Makassar sebagai penerima manfaat dari sosialisasi. Hal ini dilakukan agar penulis

mendapatkan hasil penelitian dengan data yang dapat dibuktikan kebenarannya.