If you can't read please download the document
Upload
dangdat
View
225
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB 2
TEORI DASAR
2.1 Kegiatan Pemasangan Pipa Bawah Laut Secara Umum Seperti yang telah dijelaskan dalam Latar Belakang, pipa bawah laut diperlukan
untuk keperluan pendistribusian minyak dan gas. Untuk kegiatan pemasangan pipa
bawah laut ini sendiri terbagi dalam beberapa tahapan. Tahapan pertama sebelum
dilakukan pemasangan pipa bawah laut ini sendiri adalah survei perencanaan
pemasangan pipa bawah laut. Survei ini biasa juga disebut dengan geophysical pre-
engineering route survey for pipeline instalation.
Kegiatan survei ini biasanya dilakukan dalam rentang 6 bulan sampai 2 tahun
sebelum dilakukan pemasangan pipa bawah laut. Survei ini dilakukan dengan tujuan
untuk memperoleh informasi dasar mengenai topografi dasar laut, kabel dan pipa
yang sudah ada sebelumnya (existing cable and pipeline), bangkai-bangkai kapal,
dan juga natural hazards yang nantinya akan dipastikan lagi keberadaannya pada
tahapan survei selanjutnya.Setelah dilakukan persiapan yang matang, selanjutnya
dilakukan Pre-Lay Survey yang dilakukan untuk memastikan kembali kebenaran
data-data dari survei pre-engineering sebelum dilakukan kegiatan instalasi pipa itu
sendiri.
Tahapan berikutnya setelah kegiatan intalasi pipa dilakukan, diperlukan kegiatan
untuk memeriksa apakah penginstalasian pipa bawah laut sudah sesuai dengan yang
direncanakan yaitu pada kegiatan as-laid survey. Tujuan dari dilakukannya as laid
survey ialah untuk langsung merekam posisi dan status dari pipa setelah pipa
dipasang. Survei ini selalu dilakukan pada saat pemasangan pipa bawah laut atau
dilakukan sesegera mungkin pada saat survei ini memungkinkan dilakukan setelah
pipa sudah dipasang. Apabila penginstalasian pipa ini sudah melewati tahapan ini,
maka kegiatan pemasangan pipa bawah laut dapat dikatakan telah selesai. Untuk
selanjutnya perlu dilakukan pengontrolan kondisi pipa bawah laut ini sendiri secara
berkala. Pada tugas akhir ini, akan dikhususkan pembahasan pada tahapan pertama
dalam pemasangan pipa ini yaitu pada tahapan pre-engineering route survey.
6
2.2 Survei Hidrografi Dalam Kaitannya Dengan Kegiatan Pra-Pemasangan Pipa Bawah Laut
2.2.1 Definisi Umum Survei Hidrografi Hidrografi merupakan sebuah kata serapan dari bahasa inggris hydrography yang
berarti sesuatu yang berhubungan dengan sifat dan pengukuran badan air, misalnya
kedalaman dan arus. Hingga sekitar tahun 1980-an, kegiatan hidrografi secara umum
didominasi oleh survei dan pemetaan laut untuk pembuatan peta navigasi laut dan
survei untuk eksplorasi minyak dan gas bumi. Selama 20 tahun terakhir, telah terjadi
pergeseran mendasar pada lingkup dan aplikasi hidrografi. Hidrografi tidak lagi
semata-mata dikaitkan dengan pemetaan laut dan penentuan posisi, melainkan juga
dengan hukum laut dan aspek fisik dari pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu.
Definisi dari Hidrografi sendiri menurut KK Sains dan Kerekayasaan Wilayah
Pesisir dan Laut adalah cabang ilmu yang berkepentingan dengan pengukuran dan
deskripsi sifat dan bentuk dasar perairan dan dinamika badan air. Dasar perairan
yang disebut pada definisi tersebut meliputi batimetri, jenis material dasar laut, dan
morfologi dasar laut. Sementara dinamika badan air yang disebut dalam definisi
diatas meliputi pasang surut dan arus. Data mengenai fenomena dasar perairan dan
dinamika badan air diperoleh melalui pengukuran yang kegiatannya disebut sebagai
survei hidrografi.
Survei ini sendiri merupakan kegiatan terpenting dalam menghasilkan informasi
hidrografi. Aktivitas-aktivitas utama dari survei hidrografi ini sendiri adalah :
Penentuan posisi di laut dan penggunaan sistem referensi
Pengukuran kedalaman (pemeruman)
Pengukuran arus
Pengukuran sedimen
Pengamatan pasut
Keilmuan hidrografi ini dalam penerapannya di lapangan erat hubungannya dengan
kelimuan lain seperti geologi, geoteknis, oseanografi, dan meteorologi. Data dari
survei hidrografi secara umum adalah bagian dari sebuah kumpulan data keilmuan-
keilmuan diatas.
7
Keilmuan hidrografi ini sendiri juga tidak dapat dilepaskan dari kegiatan konstruksi
lepas pantai dan pengerukan. Berikut contoh-contoh kegiatan yang sangat
membutuhkan Hidrografi dalam pelaksanaannya di lapangan :
Manajemen zona pesisir. Kegiatan ini berkaitan erat dengan kegiatan pengerukan
(dredging) yang berasosiasikan atau berhubungan juga dengan perlindungan
garis pantai dan konstruksi pelabuhan. Konten dari hidrografi ini sendiri sangat
besar dalam kegiatan-kegiatan ini dan sangat diperlukannya detil-detil desain
serta akurasi pengukuran selama pengukuran berlangsung.
Seismik lepas pantai. Hidrografi tidak memiliki lingkup atau cakupan yang luas
dalam kegiatan ini namun tetap memiliki peran vital dalam kegiatan-kegiatan
seperti positioning dari kapal, guns, dan streamersserta pada metode penentuan
posisi secara akustik.
Konstruksi lepas pantai. Pada kegiatan ini hidrografi memiliki peran yang cukup
luas mencakup saat fase kegiatan pre-desain dan juga penentuan posisi pada saat
fase instalasi/pemasangan objek lepas pantai tersebut. Pada kegiatan konstruksi
lepas pantai ini juga tidak lepas pada penggunaan ROV (Remotely Operated
Vehicles) yang sudah sangat familiar dalam hidrografi.
Penginderaan jauh. Kegiatan ini hanya digunakan di sedikit aplikasi hidrografi,
namun kegiatan prosesing data dan penggunaan GIS yang digunakan dalam
kegiaan ini dapat diaplikasikan secara luas dalam kegiatan hidrografi.
2.2.2 Survei Batimetri Sebagai Bagian Dari Survei Hidrografi Kegiatan survei batimetri merupakan salah satu pengaplikasian dari survei hidrografi
di lapangan. Pengertian survei batimetri secara umum adalah proses penggambaran
dasar suatu perairan. Peranan Survei Batimetri dalam pelaksanaan kontruksi atau
pembangunan di laut merupakan hal yang penting untuk dilakukan, yaitu guna
mengetahui informasi kondisi dasar laut dari tempat tersebut.
Penggambaran dari dasar suatu perairan tersebut dapat divisualisasikan dalam bentuk
kontur kedalaman atau dapat juga dalam bentuk model permukaan digital. Garis
kontur kedalaman ini sendiri diperoleh dengan menggunakan teknik interpolasi dari
titik-titik pengukuran yang dihasilkan dari pengukuran kedalaman yang tersebar di
8
daerah yang disurvei. Selain informasi mengenai kedalaman perairan, diperlukan
pula informasi dari posisi titik kedalaman tersebut.
Kegiatan penentuan posisi dan penentuan kedalaman dari suatu titik tersebut harus
dilakukan secara bersamaan. Setelah diperoleh informasi mengenai posisi dari titik
kedalaman dan juga kedalaman titik itu sendiri, maka dapat diperoleh informasi
mengenai topografi dari dasar suatu perairan. Pekerjaan penentuan posisi titik
kedalaman dan juga penentuan kedalaman dari titik itu sendiri biasanya disebut
dengan kegiatan pemeruman yang akan dibahas selanjutnya.
Agar dapat ditentukan sebuah kedalaman tersebut, diperlukan sebuah bidang yang
dapat dijadikan suatu referensi kedalaman. Bidang-bidang referensi kedalaman yang
sering digunakan pada kegiatan batimetri ini adalah muka laut rata-rata atau yang
biasa dikenal dengan MSL (Mean Sea Level), chart datum yang merupakan
ketinggian air laut yang menjadi dasar dari pengukuran kedalaman yang ditampilkan
pada peta laut, Low Water Spring (LWS) yang merupakan kondisi permukaan laut
terendah yang dapat diramalkan, serta High Water Spring (HWS) yang merupakan
kondisi permukaan laut tertinggi yang dapat diramalkan terjadi dibawah pengaruh
keadaan meteorologis rata-rata dan kombinasi keadaan astronomi.
Empat bidang diatas merupakan bidang yang sering digunakan sebagai referensi
penentuan kedalaman dimana pemilihan bidang referensi tersebut tergantung pada
maksud dan tujuan dari masing-masing aplikasi tersendiri, seperti apabila
dimaksudkan untuk perencanaan pelabuhan, atau untuk keselamatan pelayaran.
Kegiatan survei batimetri sendiri beragam jenisnya, berdasarkan lokasinya ada survei
batimetri yang dilakukan di daerah sungai/delta dan survei batimetri pada daerah
lepas pantai/offshore. Survei batimetri sungai/delta, digunakan untuk mengetahui
topografi dasar perairan di sungai atau delta. Salah satu aplikasi dari survei ini
adalah dalam keperluan pengerukan (dredging), baik itu untuk keamanan pelayaran,
dan lain-lain. Kegiatan survei batimetri untuk keperluan dredging terbagi menjadi
tiga kegiatan, yaitu:
9
Pre Dredge Sounding, bertujuan untuk mengetahui topografi dasar perairan
awal sebelum pengerukan.
Intermediate Dredge Sounding, bertujuan untuk mengetahui topografi dasar
perairan saat pengerukan.
Post Dredge Sounding, bertujuan untuk mengetahui dasar perairan setelah
dilakukannya pengerukan
Hasil atau output pada survei batimetri ini adalah peta batimetri yang berisikan data
kedalaman suatu wilayah yang disurvei. Contoh dari peta batimetri dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Peta Batimetri Yogyakarta [Mustofa, 2010]
Survei batimetri dilakukan dengan menggunakan echosounder. Prinsip dasar dari
penggunaan echosounder ini adalah dengan mengirimkan sinyal ke dasar laut dan
merekam waktu tempuh sinyal yang telah dipantulkan oleh dasar laut.