32
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Humor 2.1.1 Definisi Humor Humor adalah bentuk motivasi sosial dan cara mengekpresikan kebencian. Humor menyediakan sarana untuk mengekspresikan dan mencapai agresi karena humor “dianggap tidak serius.” Humor sering melibatkan konten agresif dan digunakan untuk menunjukkan superioritas atau untuk meningkatkan status sosial, namun substansi saraf yang mendasari kognisi sosial dan agresi reaktif humor yang mewakili daya tarik afektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga sering dilabeli dengan attention-gaining strategy, serta cara menciptakan efek positif (Savage et al., 2017). Humor adalah stimulus yang sering ditemukan dalam kehidupan kita sehari-hari dan evaluasi materi humor dapat dianggap sama dengan kehidupan nyata (Vrticka et al., 2013). Humor juga dapat dikatakan sebagai apapun yang orang katakan atau lakukan yang dianggap lucu dan dapat membuat orang lain tertawa (Martin, 2007). Humor dapat digunakan sebagai cara mengkomunikasikan gagasan, memperkuat hubungan, meningkatkan harmoni kelompok, dan mengekspresikan agresivitas dengan cara yang positif (Wu et al., 2018). Humor adalah alat yang paling penting dan fleksibel untuk interaksi sosial dan mampu mengurangi tekanan dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Humor

2.1.1 Definisi Humor

Humor adalah bentuk motivasi sosial dan cara mengekpresikan

kebencian. Humor menyediakan sarana untuk mengekspresikan dan

mencapai agresi karena humor “dianggap tidak serius.” Humor sering

melibatkan konten agresif dan digunakan untuk menunjukkan superioritas

atau untuk meningkatkan status sosial, namun substansi saraf yang

mendasari kognisi sosial dan agresi reaktif humor yang mewakili daya tarik

afektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga

sering dilabeli dengan attention-gaining strategy, serta cara menciptakan

efek positif (Savage et al., 2017).

Humor adalah stimulus yang sering ditemukan dalam kehidupan kita

sehari-hari dan evaluasi materi humor dapat dianggap sama dengan

kehidupan nyata (Vrticka et al., 2013). Humor juga dapat dikatakan sebagai

apapun yang orang katakan atau lakukan yang dianggap lucu dan dapat

membuat orang lain tertawa (Martin, 2007). Humor dapat digunakan

sebagai cara mengkomunikasikan gagasan, memperkuat hubungan,

meningkatkan harmoni kelompok, dan mengekspresikan agresivitas dengan

cara yang positif (Wu et al., 2018). Humor adalah alat yang paling penting

dan fleksibel untuk interaksi sosial dan mampu mengurangi tekanan dalam

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

7

hidup seseorang (Vrticka et al., 2013; Kao, Levi, & Goodman, 2015). Oleh

karena itu, penting untuk mengekspresikan dan memahami humor untuk

berkomunikasi dengan lebih efektif (Vrticka et al., 2013).

2.1.2 Aspek Humor

Martin & Kuiper (2016) menyebutkan bahwa humor terdiri dari

beberapa aspek yaitu :

1. Kognitif

Aspek kognitif yaitu persepsi ketidaksesuaian, yang juga disebut

sebagai “bisociation” atau “cognitive synergy”. Hal ini tampaknya

melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih interpretasi yang

tidak sesuai dari suatu situasi dalam pikiran. Ini juga cenderung

dikaitkan dengan kerangka berpikir yang menyenangkan dan tidak

serius dan beberapa tingkat pengurangan, yang mana hal-hal tersebut

dipandang kurang penting atau lebih mengagumkan daripada

biasanya. Unsur-unsur kognitif inilah yang membuat sesuatu

menjadi lucu (Martin & Kuiper, 2016).

2. Komponen emosional

Komponen emosional adalah proses kognitif mengaktifkan respon

emosional yang unik, yang disebut sebagai “mirth”. Dalam bahasa

Inggris, kata “mirth” tampaknya sempurna sebagai istilah teknis

untuk aspek emosional humor. Mirth berhubungan dengan sukacita,

tetapi agak berbeda karena unsur "funniness" yang terlibat. Hal ini

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

8

disertai dengan aktivasi sirkuit kesenangan dalam sistem limbik serta

berbagai respon otonom dan endokrin, dan inilah yang membuat

humor begitu menyenangkan (Martin & Kuiper, 2016).

3. Sosial atau interpersonal

Humor dapat menjadi kegiatan sosial yang fundamental. Kita jauh

lebih mungkin untuk tertawa dengan orang lain daripada saat

sendirian, dan sebagian besar humor muncul sebagai respon terhadap

perilaku orang lain atau sifat mirip manusia pada hewan non-

manusia. Dari perspektif evolusi, humor berkembang sebagai

mekanisme untuk meningkatkan kohesi kelompok (Martin &

Kuiper, 2016).

4. Tawa

Aspek tawa sebagai ekspresi non-verbal terprogram atau cara

mengkomunikasikan emosi kegembiraan. Tawa juga terjadi pada

primata lain, sehingga memiliki sejarah evolusi panjang yang akan

kembali jauh sebelum kita berevolusi dalam hal bahasa dan

kemampuan kognitif lainnya yang lebih tinggi. Tawa adalah cara

kita memberi tahu orang lain tentang kegembiraan yang kita alami

dan itu juga mampu memunculkan emosi yang sama yang dirasakan

oleh pendengar. Ini adalah alasan mengapa tawa sangat menular.

Tawa yang kuat juga dapat mengintensifkan dan memperkuat emosi

kegembiraan. Biasanya ini terjadi ketika orang-orang berada dalam

kelompok kecil, dan mereka terlibat dalam serangan tawa yang

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

9

intens yang sangat menyenangkan dan menciptakan perasaan kuat

dari kohesi kelompok (Martin & Kuiper, 2016).

2.1.3 Proses Pemahaman Humor

Proses pemahaman humor mirip seperti proses pemecahan masalah

yang kompleks dan terdiri dari tiga tahap yaitu: constructing, reckoning, dan

resolving (Weems, 2014). Proses pemahaman humor terdiri dari tiga tahap

yaitu: incongruity detection, incongruity resolution, dan feelings of

amusement during humor elaboration (Chan et al., 2013). Teori yang lain

menyebutkan bahwa pengolahan humor terdiri dari dua tahap: incongruity

detection (tahap pertama) dan incongruity resolution (tahap kedua) (Shibata

et al., 2016). Teori yang paling diterima adalah incongruity detection and

resolution, yang menyatakan bahwa humor membutuhkan pengenalan

ketidaksesuaian harapan, diikuti oleh resolusi yang terkait dengan

kenikmatan atau kesenangan (Aykan & Nalcaci, 2018). Oleh karena itu,

humor membutuhkan proses yang kompleks dan proses berpikir tingkat

tinggi yang melibatkan kognitif, perilaku, fisiologis, emosional, dan sosial

(Martin, 2007).

Menurut Weems (2014), humor merupakan proses berpikir yang

kompleks dan tercipta melalui tiga tahapan yang terjadi di dalam otak, yaitu:

1. Constructing

Tahap ini menunjukkan seberapa aktif kita dalam memproses

lingkungan sekitar. Saat memecahkan masalah, kita tidak hanya mencari

ingatan tentang kemungkinan-kemungkinan solusi yang sudah ada.

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

10

Sebaliknya, otak akan bekerja menghasilkan banyak kemungkinan

jawaban, beberapa di antaranya berguna (membahagiakan) dan yang

lainnya tidak (menyakitkan). Kita melakukan hal yang sama saat

membaca lelucon. Dalam tahap ini, otak akan membangun teori,

persepsi, atau harapan dari informasi yang diterimanya. Meskipun dalam

kasus ini, misdirection muncul sebelum punch line, anterior cingulate

sangat berperan penting dalam tahap ini (Weems, 2014).

Anterior cingulate di dalam otak berfungsi sebagai pengawas

seluruh kegiatan otak, lokasinya di atas corpus callosum dan

menggabungkan dua hemisfer cerebral. Di bagian depan anterior

cingulate adalah lobus frontal, pusat penalaran utama dan area yang

bertanggung jawab untuk memulai gerakan. Bagian belakang ada lobus

parietal dan temporal, yang membantu penalaran, serta fungsi bahasa

dan memori, dan sebagai bagian dari wilayah limbik otak, anterior

cingulate terhubung erat dengan amigdala, nucleus accumbens, dan

ventral tegmented area (VTA), yaitu daerah yang merupakan inti dari

dopamine reward circuit. Anterior cingulate akan lebih aktif daripada

bagian-bagian otak yang lain ketika ada suatu masalah, karena ia tidak

akan timbul seketika dengan solusi, namun lebih berorientasi untuk

mengontrol atau menangani masalah (Weems, 2014).

Spesialisasi tugas anterior cingulate tergambar melalui

fenomena stroop effect. Fenomena ini membuktikan bahwa kita masih

mampu mengenali warna dalam sebuah kata-kata yang dicetak dengan

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

11

tinta yang berbeda, misalnya: B-I-R-U, dicetak dengan tinta merah.

Pikiran alami manusia selalu berkeinginan untuk membaca. Maka, kita

menjadi lebih lambat dan kurang akurat dalam menginterpretasi warna

yang tercetak dalam kata tersebut. Anterior cingulate bertugas menjaga

regio otak yang berfungsi untuk membaca menjadi tetap tenang dan

membiarkan bagian otak yang berfungsi untuk mengenali sebuah warna

untuk menganalisis warna apa yang ada dalam kata tersebut. Namun,

dalam suasana hati yang kurang baik, stroop effect akan menghilang

karena kinerja anterior cingulate dipengaruhi mood (suasana hati) dan

happiness (kebahagiaan). Suasana hati yang positif akan membantu

anterior cingulate untuk menolak respon yang tidak diinginkan (Weems,

2014).

Manusia tidak hanya menerima informasi begitu saja, namun

lebih condong membuat informasi dengan cara membuat teori-teori baru

dengan informasi yang sudah ada, kemudian merevisi kembali informasi

tersebut jika diperlukan. Semua kejadian ini berhubungan dengan

pemahaman humor tentang bagaimana persepsi kita terhadap suatu hal

atau informasi yang kita miliki tentang suatu hal atau teori. Oleh karena

itu, jika ada suatu hal yang muncul dengan sudut pandang yang tidak

sesuai dengan persepsi kita, maka terciptalah humor. Dalam tahap ini,

humor mempengaruhi persepsi maupun informasi yang sudah kita

simpan di dalam otak kita (Weems, 2014).

2. Reckoning

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

12

Bagian terpenting dari humor adalah kejutan. Kesenangan

muncul ketika kita memulai persepsi sesuatu dengan asumsi yang salah,

kemudian argumen kita dipatahkan dengan punch line yang

mengejutkan. Reckoning adalah proses reevaluasi mispersepsi, yang

menggiring ke sebuah kejutan yang menggembirakan. Kejutan

merupakan suatu emosi yang bernilai, sebagai dasar dari kebahagiaan

atau kebanggaan. Dopamin (DA) dan anterior cingulate sangat aktif di

tahap ini. Humor membutuhkan punch line untuk membuatnya menjadi

sesuatu yang lucu. Pada tahap ini, otak memperhitungkan semua

kemungkinan kesalahan yang mungkin dibuat dalam interpretasi suatu

informasi (Weems, 2014).

3. Resolving

Humor tidak cukup hanya memuat kejutan, namun juga

dibutuhkan perubahan perspektif. Dalam tahap ini, seseorang akan

menyelesaikan suatu pemahaman humor dengan perspektif yang

berbeda, otak berusaha mencari tahu mengapa informasi yang

sebenarnya atau yang ada dalam persepsinya tidak sesuai dengan

kerangka acuan aslinya. Penyelesaian dari pemrosesan informasi ini

adalah dengan sebuah kejutan yang melibatkan kemampuan kognitif

(Weems, 2014).

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

13

(Weems, 2014)

Gambar 2.1

Regio Otak Manusia

2.1.4 Humor Style

Menurut Martin (2007), empat dimensi humor style antara lain:

1. Affiliative humor

Affiliative humor mengacu pada kecenderungan untuk

mengatakan hal-hal yang bersifat lucu, untuk menceritakan lelucon-

lelucon, dan untuk

terlibat dalam olok-olok cerdas yang spontan, untuk menghibur orang

lain, untuk memfasilitasi hubungan, serta untuk mengurangi

ketegangan interpersonal (misalnya, "Saya menikmati saat-saat

membuat orang lain tertawa") (Martin, 2007). Dalam menggunakan

jenis humor ini, kita akan memperjelas bahwa segala sesuatu berada

pada level yang menyenangkan, dan bahwa niat kita adalah

berinteraksi pada tingkat itu dengan orang lain. Hal ini terkait dengan

ekstraversi, atraksi interpersonal, harga diri, kepuasan dalam suatu

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

14

hubungan dan, secara umum, perasaan dan emosi positif (Mendiburo-

Seguel, Pẚez, & Martỉnez-Sẚnchez, 2015). Affiliative humor

melibatkan interaksi berbagi humor melalui lelucon atau komentar

cerdas, tanpa menghina atau melukai siapapun (Martin & Kuiper,

2016; Cann & Collette, 2014).

2. Self–enhancing humor

Self-enhancing humor mengacu pada kecenderungan untuk

mempertahankan pandangan humor tentang kehidupan bahkan ketika

seseorang tidak bersama orang lain, untuk sering geli karena

ketidaksesuaian hidup, untuk mempertahankan perspektif humor

bahkan dalam menghadapi stres atau kesulitan, dan untuk

menggunakan humor dalam mengatasi permasalahan (misalnya,

“Pandangan hidup saya yang lucu membuat saya tidak terlalu kesal

atau tertekan tentang berbagai hal”). Hal ini memungkinkan kita untuk

mempertahankan pandangan positif dan realistis dalam situasi yang

merugikan (Martin, 2007).

Self-enhancing humor akan mengurangi emosi negatif seperti

kecemasan, depresi dan neurotisisme (Mendiburo-Seguel, Pẚez, &

Martỉnez-Sẚnchez, 2015). Self-enhancing humor digunakan untuk

mendukung diri sendiri dengan menggunakan humor untuk

mempertahankan perspektif positif dari kehidupan seseorang (Cann &

Collette, 2014; Martin & Kuiper, 2016).

3. Aggressive humor

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

15

Aggressive humor bersifat tidak menyehatkan dan maladaptif,

karena gaya humor ini menggunakan humor untuk menyerang atau

merendahkan orang lain untuk meningkatkan diri (Cann & Collette,

2014; Martin & Kuiper, 2016).

Aggressive humor adalah kecenderungan untuk menggunakan

humor untuk tujuan mengkritik atau memanipulasi orang lain, seperti

dalam sarkasme, ejekan, cemoohan, atau humor yang sifatnya

melecehkan, serta penggunaan bentuk-bentuk humor yang berpotensi

menghina (misalnya, rasis atau seksis atau misalnya, "Jika seseorang

membuat kesalahan, saya akan sering menggodanya". Ini juga

termasuk ekspresi humor yang kompulsif bahkan ketika itu tidak

pantas secara sosial. Jenis humor ini dipandang sebagai sarana

meningkatkan diri dengan mengorbankan hubungan seseorang dengan

orang lain (Martin, 2007). Jenis humor ini sedikit kurang baik dalam

hal kontrol penyampaiannya, yang nantinya kemungkinan berdampak

kepada yang lain, sehingga dikaitkan dengan agresi, permusuhan, dan

neurotisisme (Mendiburo-Seguel, Pẚez, & Martỉnez-Sẚnchez, 2015).

4. Self-defeating humor

Self-defeating humor adalah gaya humor yang berfokus kepada

diri sendiri (Cann & Collette, 2014). Self-defeating humor melibatkan

penggunaan humor yang terlalu meremehkan diri sendiri, mencoba

untuk menghibur orang lain dengan melakukan atau mengatakan hal-

hal lucu dengan usaha sendiri, dan tertawa bersama orang lain ketika

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

16

diejek atau diremehkan (misalnya, “Saya sering mencoba membuat

orang suka atau menerima saya lebih banyak dengan mengatakan

sesuatu yang lucu tentang kelemahan, kesalahan, atau kesalahan saya

sendiri”). Self-defeating humor sifatnya menyesatkan, karena

mengolok-olok diri sendiri, terlibat dalam ejekan diri yang berlebihan,

dengan tujuan untuk mendapatkan penerimaan dari orang lain (Cann

& Collette, 2014; Martin & Kuiper, 2016).

Hal ini juga melibatkan penggunaan humor sebagai bentuk

penyangkalan defensif, untuk menyembunyikan perasaan negatif

seseorang yang mendasarinya atau menghindari berurusan secara

konstruktif dengan masalah. Gaya humor ini dilihat sebagai upaya

untuk mendapatkan perhatian dan persetujuan orang lain dengan usaha

sendiri (Martin, 2007).

(Martin, 2003)

Gambar 2.0.2

Peran Humor sebagai Emosi

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

17

2.1.5 Instrumen penilaian Humor Style

Humor style dinilai menggunakan Humor Style Questionnaire

(HSQ) (Martin et al., 2003). Dalam skala ini terdapat dua jenis item yang

berbeda, yaitu favorable (mendukung obyek sikap yang hendak diungkap),

dan unfavorable (tidak mendukung obyek sikap yang hendak diungkap).

Skala yang akan digunakan adalah skala model Likert yang menggunakan

respon skala empat. Skala yang disajikan tersebut disusun dalam empat

jenjang dengan maksud untuk menghindari jawaban tengah. Setiap item

favorable akan diberikan sistem penilaian jawaban sebagai berikut: skor 4

(sangat setuju), skor 3 (setuju), skor 2 (tidak setuju), skor 1 (sangat tidak

setuju). Sedangkan untuk item unfavorable akan diberikan sistem penilaian

jawaban sebagai berikut: skor 1 (sangat setuju), skor 2 (setuju), skor 3 (tidak

setuju), skor 4 (sangat tidak setuju) (Azwar, 2011).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Martin et al. (2003), skala

HSQ sudah terbukti sebagai alat ukur humor style dengan responden

sejumlah 1195 orang, dengan jumlah laki-laki sebanyak 470 orang dan

perempuan sebanyak 725 orang. Tabel reliabilitas skala HSQ menunjukkan

bahwa tiap aspek sudah terbukti secara internal konsisten, dengan Alpha

Cronbach 0,77-0,81 (Martin, 2003).

Tabel 2.1 Reliabilitas Humor Style Questionnaire

Alpha

Cronbach

Affiliative

Self-

enhancing

Aggressive

Self-

defeating

0,80 0,81 0,77 0,80

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

18

(Martin, 2003)

2.2 Self-Esteem

2.2.1 Definisi Self-Esteem

Self-esteem adalah aspek evaluatif dari pengetahuan diri yang

berkaitan dengan sejauh mana seseorang menyukai diri mereka sendiri.

Dengan kata lain, harga diri menangkap jumlah nilai pribadi yang

ditempatkan individu pada diri mereka, secara keseluruhan, atau dalam

domain yang berbeda (Ford, Lappi, & Holden, 2016).

Keinginan manusia untuk memiliki self-esteem adalah sebagai suatu

keharusan yang mendesak, sebagai kebutuhan dasar. Individu

mengidentifikasi masalah itu secara eksplisit atau implisit, dia tidak dapat

melarikan diri dari perasaan bahwa self-esteem adalah kepentingan hidup

dan mati. Tidak ada yang

bisa acuh pada pertanyaan tentang bagaimana dia menilai dirinya sendiri;

sifat alaminya tidak mengizinkan manusia pada pilihan itu (Branden et al,

2001).

2.2.2 Aspek-aspek Self-Esteem

Rosenberg (1965) menyebutkan bahwa ada 3 aspek dalam self-esteem yaitu:

1. Physical Self-Esteem, adalah aspek yang berhubungan dengan

kondisi fisik yang dimiliki seseorang. Hal ini berkaitan dengan

penerimaan individu terhadap keadaan fisiknya, apakah ia menerima

keadaan fisiknya atau ada beberapa bagian yang ingin diubah.

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

19

2. Social Self-Esteem, adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan individu dalam bersosialisasi, yang juga mengukur

kemampuan seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain, dan

apakah seseorang membatasi orang lain untuk menjadi temannya

atau menerima berbagai macam orang untuk dapat menjadi

temannya.

3. Performance Self-Esteem, adalah aspek yang berhubungan dengan

kemampuan dan prestasi seseorang, apakah individu merasa puas

dan merasa percaya diri dengan prestasi serta kemampuan dirinya

atau tidak.

2.2.3 Dimensi Self-Esteem

Menurut Tafarodi, Tam, & Milne (2001), dimensi self-esteem terdiri

dari dua hal yaitu:

1. Self-Competence

Self-competence merupakan penilaian atau persepsi terhadap

kemampuan atau kompetensi yang ia miliki setelah mengalami

semua pengalaman-pengalaman dalam hidup, kemampuan untuk

mampu bertindak efektif, serta kemampuan untuk mengontrol diri.

Tafarodi, Tam, & Milne (2001) juga menyebutkan bahwa self-

competence didefinisikan sebagai pengalaman valuatif dari diri

sendiri sebagai agen kausal, makhluk dapat mewujudkan niatnya dan

dengan hasil yang diinginkannya secara sengaja. Sebagai ciri umum,

ini merujuk pada keseluruhan orientasi positif atau negatif terhadap

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

20

diri sendiri sebagai sumber kekuatan yang kuat dan efektif dalam

melakukan segala hal, yang akan muncul sebagai karakteristik setiap

individu.

Self-competence tergantung dari keselarasan antara keinginan

individu dan hasil yang cukup obyektif setelah semua usaha telah

dilakukan untuk mencapai keinginannya tersebut. Seseorang yang

memiliki self-competence yang tinggi akan memiliki karakter afektif

dan penilaian yang positif terhadap dirinya. Sebaliknya, self-

competence yang rendah berkaitan dengan turunnya motivasi,

kecemasan, dan depresi (Tafarodi & Swann, 2001).

2. Self-Liking

Self-liking berkaitan dengan self-esteem yang muncul sebagai

penilaian diri sebagai obyek sosial. Self-liking tidak sama dengan

persepsi kita tentang nilai yang orang lain berikan kepada kita,

meskipun ini nanti juga berpengaruh secara berkelanjutan.

Sebaliknya, self-liking merupakan nilai sosial yang kita anggap pada

diri kita sendiri, sesuai dengan kriteria pribadi kita untuk "kebaikan",

misalnya: pesona diri, keindahan diri,

integritas, kebaikan hati, dan identitas sosial yang ada pada diri

(Tafarodi & Swann, 2001).

Kesuksesan seseorang adalah sumber langsung dari nilai

sosial sama seperti nilai sosial seseorang, yang secara tidak langsung

dapat meningkatkan pencapaian pribadi. Mereka yang merasa tidak

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

21

layak di lingkungan sosial, akan cenderung menilai diri mereka tidak

mampu atau tidak memilki kompetensi, sama seperti mereka yang

merasa layak, akan cenderung menilai diri mereka sebagai orang

yang mampu atau memiliki kompetensi (Tafarodi & Swann, 2001).

2.2.4 Stabilitas Self-Esteem

Dalam penelitian yang dilakukan Erol dan Orth (2011) yang

melibatkan 7100 orang berusia 14-30 tahun, dilaporkan bahwa

walaupun self-esteem mengalami perubahan selama masa remaja,

ternyata self-esteem akan cenderung stabil pada usia dewasa dengan

perubahan yang sangat minimal.

(Erol & Orth, 2011)

2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-Esteem

Mruk (2006) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

self-esteem adalah sebagai berikut:

1. Parental

Faktor parental terdiri dari beberapa faktor lagi yaitu:

1.1 Genetik

Gambar 2.3

Perkembangan Self-Esteem Menurut Usia

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

22

Faktor biologi atau genetik dianggap dapat menjadi salah

satu faktor predisposisi yang mampu mempengaruhi self-esteem

seseorang, walaupun pengaruhnya tidak terlalu signifikan. Seseorang

yang dilahirkan di dalam keluarga yang mampu menerima

karakternya dan kemampuannya dengan baik, relatif mempunyai

self-esteem yang tinggi. Keluarga yang mampu menerima apa

adanya akan menciptakan lingkungan yang positif dan membuat

seseorang merasa lebih dihargai dan lebih bernilai dalam

kehidupannya, hal itu yang membuat ia memiliki self-esteem yang

lebih tinggi jika dibandingkan dengan lingkungan keluarga yang

tidak mendukung (Mruk, 2006).

1.2 Parental Support (keterlibatan orangtua)

Parental support adalah salah satu anteseden pertama self-

esteem yaitu tentang menerima perhatian. Keterlibatan orangtua

yang suportif mampu menghasilkan kekuatan positif. Dukungan dari

ibu lebih berkorelasi pada pengembangan sense of worth pada anak-

anak, sedangkan dukungan dari ayah tampaknya lebih terkait dengan

pengembangan kompetensi. Anak-anak yang memilki orangtua yang

selalu mendukungnya, akan memberi kekuatan positif dan hal ini

sangat membantu dalam pengembangan self-esteem. Pada para

orangua yang bersikap acuh terhadap anak-anaknya, akan cenderung

mempunyai anak dengan self-esteem yang rendah (Mruk, 2006).

1.3 Parental warmth (penerimaan)

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

23

Kualitas dan kehangatan orangtua atau penerimaan, sangat

penting untuk pengembangan self-esteem. Istilah parental warmth

atau penerimaan paling sering digunakan untuk menggambarkan

kesediaan orang tua untuk melihat kekuatan dan kelemahan, potensi,

dan keterbatasan anak. Penerimaan adalah "kehangatan" yang

seimbang, tidak buta, yang berarti persetujuan sederhana tidak

terkait dengan harga diri. Namun, penerimaan dan pujian yang

berlebihan juga dapat menyebabkan masalah seperti narsisme dan

sebagainya. Dengan melihat kekuatan dan keterbatasan seorang anak

dalam situasi tertentu, orangtua dapat mendorong anak untuk

menjelajahi dunianya dengan caranya sendiri berdasarkan

kemampuan, preferensi, kompetensi, ketakutan, minat, dan

sebagainya, di usia tertentu, yang semuanya terhubung dengan

pengembangan suatu keahlian (Mruk, 2006).

Kekurangan penerimaan yang hangat atau penuh cinta

merusak perkembangan self-esteem karena, individu akan menjadi

pribadi yang cenderung mendasarkan sense of worth mereka pada

faktor ekstrinsik daripada intrinsik, yang membuat mereka menjadi

vulnerable. Orangtua yang kasar dan menghina atau yang

menggunakan pemanggilan nama dan tidak memberikan kasih

sayang pada anak-anaknya, dapat memberikan efek negatif pada self-

esteem (Mruk, 2006).

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

24

1.4 Parental Expectations and Consistency

Orangtua yang mampu menetapkan harapan dan batasan-

batasan yang jelas pada anak-anaknya, sering dikaitkan dengan

perkembangan self-esteem yang positif. Menyusun tujuan dan

menetapkan standar tetrentu akan membuat anak memahami

kebiasaan-kebiasaan yang pantas, bagus, dan patut diperjuangkan.

Terlalu membebaskan anak membuat anak menjadi lebih impulsif

dan agresif, sedangkan terlalu ketat pada anak membuat anak

menjadi mudah cemas dan menjadi seorang pribadi yang menahan

diri (Mruk, 2006).

1.5 Parenting Style

Pola asuh orangtua dengan cara membiasakan kedisiplinan

akan berdampak lebih baik terhadap perkembangan self-esteem

daripada pola asuh orangtua yang bersifat otoriter atau bahkan terlalu

membebaskan. Pola asuh kedisiplinan yang dimaksud adalah pola

asuh yang menerapkan diskusi masalah dan negosiasi konflik, dengan

tidak melakukan tindak kekerasan sedikitpun sehingga, anak lebih

merasa dihargai. Penelitian membuktikan bahwa pola asuh dari ibu

ternyata lebih berpengaruh pada anak, jika dibandingkan dengan pola

asuh dari ayah. Orangtua yang menerima anak-anaknya, nurturant,

dan responsif, cenderung memilki anak-anak dengan self-esteem yang

tinggi jika daripada para orangtua yang tidak mudah menerima anak-

anaknya, acuh, dan tidak responsive (Mruk, 2006).

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

25

1.6 Birth Order

Seorang anak tunggal akan cenderung memiliki self-esteem

yang tinggi jika dibandingkan dengan seseorang yang mempunyai

saudara. Hal ini disebabkan perhatian orangtuanya hanya berpusat

padanya dan lebih sering melakukan interaksi dengan orangtuanya.

Namun, perlu diketahui bahwa interaksi yang dimaksud adalah

interaksi yang berkualitas, tidak hanya diukur secara kuantitas (Mruk,

2006).

1.7 Modeling

Anak-anak cenderung meniru perilaku orangtua yang mereka

lihat secara langsung daripada nasihat maupun perintah yang

dikeluarkan secara verbal. Orangtua yang berperilaku untuk selalu

tertantang dan berusaha keras untuk menghadapi kesulitannya dan

selalu ingin memecahkan masalah, akan mampu memperlihatkan pada

anak-anaknya tentang strategi penyelesaian masalah dengan lebih dini,

yang akan membuat anak memilki self-esteem yang lebih matang atau

berkembang memiliki jika dibandingkan dengan orangtua yang selalu

mengeluh dan menghindari masalah-masalah dalam kegiatan sehari-

hari (Mruk, 2006).

2. Social Values

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

26

Menurut teori subcultural hypothesis, kelompok subkultur lebih

berpengaruh terhadap self-esteem daripada kelompok sosial yang lebih

besar, yaitu: orangtua, tetangga dan lingkungan sekitar, dapat

mempengaruhi self-esteem seseorang, karena kelompok subkultur lebih

sering bertemu dengan kita, mampu mempengaruhi kita secara langsung,

dan frekuensi pertemuannya dengan kita lebih sering, sehingga mereka

cenderung mempunyai pengaruh yang lebih kuat. Orang-orang yang

sering berinteraksi dengan kita, juga dapat berpengaruh terhadap self-

esteem kita, terutama yang berinteraksi dengan kita dalam jangka waktu

yang lama (Mruk, 2006).

3. Self-Values

Self-values yang juga disebut dengan self-concept merupakan

konsepsi yang diinginkan pada diri sendiri sebagai akibat dari self-

judgment dan direpresentasikan pada standar-standar yang ditetapkan

sendiri. Tindakan ini akan menimbulkan persepsi pada diri sendiri bahwa

semua manusia itu sama derajatnya dan setiap manusia mempunyai

karakter yang unik, terlepas dari status sosial atau latar belakang tertentu.

Hal ini yang nantinya akan mempengaruhi karakter, cara berperilaku,

yang pada akhirnya akan berpengaruh ke self-esteem seseorang (Mruk,

2006).

4. Jenis kelamin

Self-esteem pada perempuan lebih dipengaruhi oleh hubungan

(relationship) yaitu tentang penerimaan dan penolakan, sedangkan pada

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

27

laki-laki lebih dipengaruhi oleh keberhasilan meraih tujuannya, yaitu

tentang kesuksesan dan kegagalan. Orientasi agentik yang muncul selama

masa remaja diprediksi dapat meningkatkan self-esteem pada laki-laki

tapi tidak pada perempuan. Sedangkan orientasi komunal diprediksi

mampu meningkatkan self-esteem pada perempuan, namun tidak

berpengaruh pada laki-laki. Wanita dan pria dewasa juga menunjukkan

pola yang sama seperti ini (Mruk, 2006).

5. Ras, etnis, dan ekonomi

Urutan self-esteem dari tingkat tinggi ke rendah berdasarkan ras

dimulai dari Ras Negro, Kaukasia, Hispanik, Indian Amerika, dan Asia.

Pada golongan ekonomi rendah, self-esteem akan cenderung rendah. Hal

ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa jika suatu masyarakat

secara umum memandang rendah suatu golongan, maka orang yang

berada pada golongan yang dipandang rendah tersebut juga akan

memandang rendah dirinya, karena orang tersebut menginternalisasi

dalam dirinya sama dengan apa yang diasumsikan masyarakat terhadap

golongannya dan self-esteem akan terpengaruh oleh diskriminasi

masyarakat kepada golongannya (Mruk, 2006).

2.2.6 Karakteristik Self-Esteem

Menurut Coopersmith (1967), terdapat beberapa karakteristik individu yang

berhubungan dengan self-esteem yaitu:

a. Physical attribute

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

28

Karakteristik ini berhubungan dengan kondisi fisik yang dimiliki oleh

seseorang, tentang bagaimana seorang individu memandang dan menghargai

kondisi fisik yang ada pada dirinya. Kondisi fisik yang dimaksud di sini

diantaranya seperti, tinggi badan, berat badan, warna kulit, dan lain-lain.

b. General capacities, ability, and performance

Karakteristik ini berhubungan dengan kemampuan dan prestasi individu

secara umum, terkait dengan apakah seorang individu menghargai prestasi

dan kemampuan dirinya atau tidak.

c. Affective state

Karakteristik ini berhubungan dengan kebahagiaan, kemampuan afeksi, dan

kepuasan terhadap diri sendiri. Individu dengan penilaian diri yang rendah

biasanya memiliki ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan diri, sedangkan

individu dengan penilaian diri yang tinggi memiliki kepercayaan diri yang

positif dan lebih ekspresif.

d. Self values

Karakteristik ini berhubungan dengan bagaimana seorang individu menilai

seberapa berharganya dirinya sesuai dengan nilai yang berlaku dan

pemikiran ideal yang dimilikinya.

2.2.7 Tingkat Self-Esteem

Menurut Rosenberg (1965), individu dengan tingkat self-esteem tinggi dan

rendah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Gambar 2.4 Perbedaan Self-Esteem Tinggi dan Self-Esteem Rendah

Self-Esteem Tinggi Self-Esteem Rendah

Merasa puas dengan dirinya Merasa tidak puas dengan dirinya

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

29

Bangga dengan dirinya sendiri Ingin menjadi orang lain atau berada

di posisi orang lain

Lebih sering mengalami rasa senang

dan bahagia

Lebih sering mengalami emosi yang

negatif (stress, sedih, marah)

Dapat menerima kegagalan dan

bangkit dari kekecewaan akibat

gagal

Sulit menerima kegagalan dan

kecewa berlebihan saat gagal

Memandang hidup secara positif dan

dapat mengambil sisi positif dari

kejadian yang dialami

Memandang hidup dan berbagai

kejadian dalam hidup sebagai hal

yang negatif

Menghargai tanggapan orang lain

sebagai umpan balik untuk

memperbaiki diri

Menganggap tanggapan orang lain

sebagai kritik yang mengancam

Menerima peristiwa negatif dalam

diri dan berusaha memperbaikinya

Membesar-besarkan peristiwa

negatif yang telah dialaminya

Mudah untuk berinteraksi,

berhubungan dekat, dan percaya

pada orang lain

Sulit untuk berinteraksi,

berhubungan dekat, dan percaya

pada orang lain

Berani mengambil risiko Menghindar dari risiko

Bersikap positif pada orang lain atau

institusi yang terkait dengan dirinya

Bersikap negatif (sinis) pada orang

lain atau institusi yang terkait

dengan dirinya

Optimis Pesimis

Berpikir konstruktif (dapat

mendorong diri sendiri)

Berpikir yang tidak membangun

(merasa tidak dapat membantu diri

sendiri)

(Rosenberg, 1965)

Self-esteem yang tinggi mengekspresikan perasaan bahwa individu

tersebut cukup baik. Individu akan merasa berharga, menghargai dirinya,

namun tidak mengagumi dirinya, dan tidak berharap orang lain mengagumi

dirinya, dan tidak menganggap dirinya lebih superior dibanding yang lain

(Mruk, 2006).

2.2.8 Instrumen Penilaian Self-Esteem

Penilaian self-esteem dilalukan menggunakan Rosenberg Self-

Esteem Scale (RSES) (1965) yang terdiri dari sepuluh item pernyataan

(misalnya, "Saya merasa bahwa saya adalah orang yang berharga,

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

30

setidaknya dalam bidang yang sama dengan orang lain.") (Rosenberg,

1965). Responden menanggapi setiap item dalam skala mulai dari 1 (sangat

tidak setuju) hingga 4 (sangat setuju). Hasilnya akan dirata-rata untuk

membentuk ukuran agregat dari self-esteem. Skor yang lebih tinggi

menunjukkan self-esteem yang lebih tinggi. Cronbach Alpha untuk skala 10

item adalah .80. (Ford, Lippon, & Holden, 2016). Jika skor yang dihasilkan

< 15 berarti self-esteem rendah, dan skor > 25 berarti self-esteem tinggi Skor

diantaranya dikategorikan sebagai rata-rata (Rosenberg, 1965).

2.3 Hubungan antara Humor Style dengan Self-Esteem

Proses pemahaman humor mirip seperti proses pemecahan masalah

yang kompleks dan terdiri dari tiga tahap yaitu: constructing, reckoning, dan

resolving (Weems, 2014). Menurut Chan et al., (2013), proses pemahaman

humor terdiri dari tiga tahap yaitu: incongruity detection, incongruity

resolution, dan feelings of amusement during humor elaboration. Teori yang

lain menyebutkan bahwa pengolahan humor terdiri dari dua tahap:

incongruity detection (tahap pertama) dan incongruity resolution (tahap

kedua) (Shibata et al., 2016). Teori yang paling diterima adalah incongruity

detection and resolution, yang menyatakan bahwa humor membutuhkan

pengenalan ketidaksesuaian harapan, diikuti oleh resolusi yang terkait

dengan kenikmatan atau kesenangan (Aykan & Nalcaci, 2018). Oleh karena

itu, humor membutuhkan proses yang kompleks dan proses berpikir tingkat

tinggi yang melibatkan kognitif, perilaku, fisiologis, emosional, dan sosial

(Martin, 2007).

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

31

Proses pemahaman humor berhubungan dengan aktivitas neuron

yang berhubungan dengan proses pemahaman bahasa dan semantik, yang

nantinya akan menimbulkan lexical-semantic stage di otak (Shibata et al.,

2016). Ambiguitas dalam humor muncul karena perbedaan persepsi makna

dalam setiap kata (Joloud, 2015). Ambiguitas merupakan bagian penting

dalam humor mencakup incongruity dan potential resolution yang kompleks

dan inilah yang akan menimbulkan linguistic analysis (Shibata et al., 2016;

Joloud, 2015).

Dalam penelitian yang dilakukan Shibata et al (2016) pada 18 orang

yang bertujuan untuk memeriksa time course dan lokalisasi aktivitas otak

dalam pemahaman humor yang bersifat verbal berdasarkan incongruity

detection-resolution model menyebutkan bahwa, hasil analisis standardized

low resolution brain electromagnetic tomography (sLORETA) terhadap

komponen P2 event-related potential (ERP) membuktikan bahwa kondisi

lucu mampu membangkitkan kepadatan arus yang lebih besar di temporal-

parietal region daripada kondisi yang tidak lucu, terutama di right

temporal-parietal (RTP) region pada fase incongruity-resolution process,

stimulus humor yang bersifat verbal dalam fase incongruity-detection

process, juga mampu meningkatkan aktivitas left superior frontal region

(left SFG) dan left middle prefrontal cortex (left mPFC). Penelitian

terdahulu yang bertujuan untuk mengetahui lokalisasi aktivitas otak yang

dilakukan menggunakan functional magnetic resonance imaging (fMRI)

juga menyebutkan hasil yang sama (Shibata et al, 2014). Sawahata et al

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

32

(2013) juga menyebutkan bahwa temporoparietal junction (TPJ) berperan

penting dalam proses pemahaman humor.

Dalam stimulus ERP dengan interval gelombang 600 sampai 800

millisecond (ms), dipole analysis menunjukkan peningkatan aktivitas di

anterior cingulate cortex (ACC) dalam resolusi cognitive conflict setelah

incongruity detection (Shibata et al., 2016). Cognitive factors

mempengaruhi incongruity-resolution process, misalnya: proses pemecahan

masalah (Suls, 1972; Coulson, 2001; Amir et al., 2015).

Ketidaksesuaian antara harapan atau persepsi yang kemudian

berbeda dengan punch line yang diterima, akan menimbulkan sesuatu yang

lucu atau disebut juga funny punch line (Shibata et al., 2016; Weems,

2014;). Hal ini akan menyebabkan aktivasi mesolimbic dopaminergic

reward system (Shibata et al., 2016; Weems, 2014). Bagian terpenting

dalam humor yaitu nucleus accumbens yang nantinya akan meningkatkan

produksi DA dan menyebabkan mirth (Weems, 2014; Guyton, 2012;

Martin, 2003).

Studi neuroimaging telah menemukan bahwa terjadi peningkatan

aktivasi ACC di saat fungsi emosional dan eksekutif kognitif terjadi, yang

nantinya akan mempengaruhi respon perilaku seseorang (Gasquoine, 2013).

ACC yang berperan dalam cognitive conflict yang muncul dalam humor

berperan dalam emotional regulation (ER) (Sebastian & Ahmed, 2018).

Penggunaan adaptive humor dalam kehidupan sehari-hari mampu

mempermudah seseorang dalam mengontrol ER, sedangkan penggunaan

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

33

maladaptive humor justru mengurangi kemampuan seseorang dalam

mengontrol ER (Mathews, 2016). Oleh karena itu, orang-orang yang

memiliki humor style yang bersifat adaptif cenderung memiliki emosi

positif yang stabil atau stable positive emotion dan penerapan humor style

yang bersifat maladaptif akan menyebabkan seseorang cenderung memiliki

emosi negatif yang stabil atau stable negative emotion (Cann & Collette,

2014).

Secara umum, orang-orang yang memiliki self-esteem yang tinggi

akan lebih bahagia, karena self-esteem yang tinggi berkorelasi positif

dengan optimisme, sedangkan self-esteem rendah berkorelasi positif dengan

perasaan putus asa, sehingga self-esteem berhubungan dengan kebahagiaan,

dengan cara mempengaruhi seseorang untuk melihat diri mereka sendiri

bermakna dan mampu memegang harapan positif tentang kehidupan mereka

(Ford, Lappi, & Holden, 2016).

Self-esteem adalah faktor universal dan penting yang terkait dengan

level kebahagiaan dan terbukti berkorelasi positif dengan kebahagiaan (Sato

& Yuki, 2014). Humor yang dikaitkan dengan cara menghadapi stres,

membuktikan bahwa orang dengan skor humor yang lebih tinggi cenderung

merasa berpotensi dan menganggap peristiwa yang menegangkan sebagai

tantangan, sedangkan mereka dengan humor rendah cenderung melihat hal

tersebut sebagai ancaman (Martin & Kuiper, 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Van Zalk et al. (2010), menunjukkan

bahwa remaja dengan tingkat simptomatologi depresi yang tinggi cenderung

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

34

memiliki jenis humor style yang aggressive atau self-defeating humor. Hal

ini sebagian besar konsisten dengan penjelasan bahwa self-defeating humor

berhubungan positif dengan depresi (Martin et al., 2003; Dyck & Holtzman,

2013; Tucker et al., 2013). Emosi negatif dapat memicu timbulnya stress

(Kumar et al., 2013). Stres adalah keadaan homeostasis yang terancam yang

disebabkan oleh dorongan negatif yang bersifat intrinsik atau ekstrinsik

(stresor) dan bertentangan dengan respon fisiologis dan perilaku yang

bertujuan untuk mempertahankan atau membangun kembali keseimbangan

tubuh yang optimal (eustasis) (Tsigos et al., 2016). Stresor dapat

menyebabkan pelepasan epinefrin dari adrenal melalui ancaman yang

dipersepsi oleh panca indera, diteruskan ke korteks serebri, kemudian ke

sistem limbik dan RAS (Reticular Activating System), lalu ke hipotalamus

dan hipofisis (Kaplan et al., 2017). Hal ini menyebabkan Hipothalamic-

Pituitary-Adrenal (HPA) axis dan Sympathetic Adrenal Medullary (SAM)

system, Corticotrophin-Releasing-Hormone – Corticotrophin-Releasing-

Factor (CRH-CRF) dan Arginine Vasopressin (AVP) menjadi teraktivasi

(Tsigos et al., 2016). Pengeluaran CRH-CRF akan menyebabkan

peningkatan produksi ACTH dari kelenjar posterior yang kemudian

merangsang disekresinya kortisol dari korteks adrenal. SAM system akan

menstimulasi medula adrenal untuk merilis epinefrin dan norepinefrin (NE)

(Guyton & Hall, 2008). Peningkatan prduksi ACTH akan menyebabkan

ledakan kortisol di sirkulasi sistemik (Tsigos et al., 2016). Efek kombinasi

kortisol yang dibawa melalui aliran darah ditambah aktivitas neural cabang

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

35

simpatik dari sistem saraf otonomik disebut sebagai „fight or flight

response’ (Guyton & Hall, 2008).

Kelenjar adrenal akan merespon dengan cara menyekresikan

katekolamin dan terjadilah stimulasi saraf otonom, hiperaktivitas sistem

saraf otonom akan mempengaruhi berbagai sistem organ dan menyebabkan

gejala tertentu, misalnya: kardiovaskuler (contohnya: takikardi),

gastrointestinal (contohnya: diare) dan pernapasan (contohnya: takipnea)

(Guyton & Hall, 2008). Tubuh juga akan merespon perubahan

neurotransmitter ini dalam bentuk perubahan emosi dan perilaku seperti:

kehilangan semangat, penurunan rasa percaya diri, merasa pesimis, depresi

berkepanjangan, dan keluhan fisik lainnya (Frank, 2003).

Keadaan emosi negatif yang mendorong keadaan negatif,

dihipotesiskan berasal dari disregulasi unsur-unsur neurokimia utama yang

terlibat dalam insentive salience di otak dan sistem stres (Koob, 2015).

Humor style ini bersifat merusak dan merendahkan self-esteem seseorang

serta dapat membuat seseorang selalu merasa tidak cukup dengan dirinya,

sehingga orang tersebut akan meningkatkan standar self-evaluative yang

negatif dalam dirinya (Liu, 2012). Individu dengan aggressive humor yang

tinggi akan membuat orang-orang di sekitarnya menghindarinya dan

kebahagiaan mereka akan turun, karena dukungan sosial atau social support

kepadanya menurun. Self-defeating humor berkorelasi negatif dengan well-

being (kesejahteraan) dan dukungan sosial, tetapi berhubungan positif

dengan kecemasan, depresi, permusuhan, dan agresi (Liu, 2012).

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

36

Individu dengan aggressive humor yang tinggi akan membuat orang-

orang di sekitarnya menghindarinya dan kebahagiaan mereka akan turun,

karena dukungan sosial atau social support kepadanya menurun. Self-

defeating humor berkorelasi negatif dengan well-being (kesejahteraan) dan

dukungan sosial, tetapi berhubungan positif dengan kecemasan, depresi,

permusuhan, dan agresi (Liu, 2012). Humor style ini bersifat merusak dan

merendahkan self-esteem seseorang serta dapat membuat seseorang selalu

merasa tidak cukup dengan dirinya, sehingga orang tersebut akan

meningkatkan standar self-evaluative yang negatif dalam dirinya (Liu,

2012). Penggunaan humor yang bersifat maladaptif menyebabkan

rendahnya self-esteem seseorang (Cann & Collette, 2014).

Affiliative humor mampu meningkatkan keintiman antar pribadi dan

dukungan sosial, sedangkan self-enhancing humor mampu membantu diri

seseorang untuk membentuk pola berpikir positif yang menghasilkan

kebahagiaan, harapan, dan optimisme serta membantu perkembangan self-

esteem (Yue & Liu, 2014; Mathews, 2016). Kebahagiaan mampu

menyebabkan emosi positif yang akan menyebabkan aktivasi sistem limbik,

terutama VTA yang menjadi pusat produksi DA (Sadock, Sadock, & Ruiz,

2015). (Mensen et al., 2014). Emosi positif yang menciptakan kebahagiaan

juga merangsang peningkatan produksi serotonin dan endorfin di sistem

limbik (Dfarhud, Malmiir, & Khanahmadi, 2014). Oleh karena itu, orang-

orang yang menggunakan adaptive humor akan cenderung mempunyai

emosi positif yang stabil atau stable positive emotion (Cann & Collette,

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/56125/2/BAB 2.pdfafektif belum dapat dipahami dengan baik (Chan et al., 2016). Humor juga ... melibatkan aktivasi simultan dari dua atau lebih

37

2014). Kuiper & McHale (2009) juga menyatakan bahwa semakin tinggi

level affiliative humor seseorang, maka semakin tinggi pula level self-

esteem dan semakin tinggi level self-enhancing humor seseorang, maka

akan semakin meningkatkan self-esteem pada orang tersebut.

Teori neurokimia yang paling berpengaruh dari positive mood

disajikan oleh Ashby et al. (1999), dua elemen utama dari teori mereka

adalah bahwa: positive mood sering dikaitkan dengan peningkatan kadar DA

di otak dan beberapa perubahan kognisi yang diamati dalam positive mood

biasanya terjadi karena peningkatan kadar DA yang terkait dengan positive

mood. Humor style jenis ini juga mampu mengurangi emosi negatif seperti

kecemasan, depresi, dan neurotisisme (Mendiburo-Seguel, Pẚez, &

Martỉnez-Sẚnchez, 2015).

Humor juga mampu memberikan pengaruh psikologis yang mirip

latihan aerobik yang intens seperti: menurunkan kortisol, meningkatkan

sensasi euforia, dan mengurangi rasa sakit serta mampu meningkatkan

produksi DA dan serotonin (5HT2) (Mahoney et al., 2010; Granadilo &

Mendez, 2016; Grant & Zies, 2017). Sensasi euforia meningkat karena

pelepasan endorfin, sehingga rasa sakit, dan stres bisa berkurang (Mahoney

et al., 2010). Humor yang bersifat adaptif mampu meningkatkan character

strength yang berakibat pada peningkatan life-satisfaction, sehingga

berpengaruh positif terhadap self-esteem seseorang (Liu, 2012).