38
10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Balita 2.1.1 Definisi Balita Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H, 2006). Anak balita sering menunjukan perilaku yang aktif, dinamis, antusias, dan hampir seluruh hidupnya disertai oleh rasa ingin tahu terhadap apa yang di dengar atau dilihatnya (Utami 2014). Usia anak balita merupakan usia anak yang masih sangat bergantung dengan orang tuanya. Sifat yang dimiliki oleh anak balita adalah konsumsi aktif. Konsumsi aktif artinya anak mulai bisa memiliki makanan yang disukainya, warna yang disukainya (Khalimatus Sa’diya, 2016). Masa anak balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan (Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, 2010). Usia anak balita adalah usia emas dimana pada masa ini perkembangan fisik dan psikologinya sangat pesat maka dari itu harus mempunyai nutrisi yang baik dan seimbang (Proverawati, 2009). Penyakit yang sering terjadi pada anak usia balita adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), panas, pneumonia hingga Diare (Ditjen PPM & PL 2012). 2.1.2 Kebutuhan Dasar Balita Perkembangan optimal sangat dipengaruhi oleh peranan lingkungan dan interaksi antara anak dan orang tua atau orang dewasa lainnya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Balita

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Balita

2.1.1 Definisi Balita

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun

atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun

(Muaris.H, 2006). Anak balita sering menunjukan perilaku yang aktif,

dinamis, antusias, dan hampir seluruh hidupnya disertai oleh rasa ingin

tahu terhadap apa yang di dengar atau dilihatnya (Utami 2014). Usia

anak balita merupakan usia anak yang masih sangat bergantung dengan

orang tuanya. Sifat yang dimiliki oleh anak balita adalah konsumsi

aktif. Konsumsi aktif artinya anak mulai bisa memiliki makanan yang

disukainya, warna yang disukainya (Khalimatus Sa’diya, 2016).

Masa anak balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh

kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu

menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di

periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan

masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu

sering disebut golden age atau masa keemasan (Sutomo. B. dan

Anggraeni. DY, 2010).

Usia anak balita adalah usia emas dimana pada masa ini perkembangan

fisik dan psikologinya sangat pesat maka dari itu harus mempunyai

nutrisi yang baik dan seimbang (Proverawati, 2009). Penyakit yang

sering terjadi pada anak usia balita adalah ISPA (Infeksi Saluran

Pernapasan Akut), panas, pneumonia hingga Diare (Ditjen PPM & PL

2012).

2.1.2 Kebutuhan Dasar Balita

Perkembangan optimal sangat dipengaruhi oleh peranan lingkungan

dan interaksi antara anak dan orang tua atau orang dewasa lainnya.

11

Faktor lingkungan akan memberikan segala macam kebutuhan yang

merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh anak untuk tumbuh

dan berkembang (Narendra, 2010).

Menurut Narendra (2010) kebutuhan dasar balita untuk tumbuh dan

berkembang, digolongkan menjadi 3 kebutuhan dasar, antara lain :

a. Kebutuhan fisik-biomedis (ASUH)

Kebutuhan ini menyangkut asupan gizi balita selama dalam

kandungan dan sesudahnya, kebutuhan akan tempat tinggal,

pakaian yang layak dan aman, perawatan kesehatan dini berupa

imunisasi, deteksi dan intervensi dini akan timbulnya penyakit dan

sanitasi lingkungan.

b. Kebutuhan emosi atau kasih sayang (ASIH)

Kebutuhan ini meliputi pentingnya menimbulkan rasa aman

dengan kontak fisik dan psikis sedini mungkin dengan ibu.

Kebutuhan anak akan kasih sayang, perhatian, dihargai, pujian,

tanggung jawab untuk kemandirian sangatlah penting diberikan,

dengan tidak mengutamakan hukuman dan kemarahan.

c. Kebutuhan akan stimulasi mental dini (ASAH)

Ini merupakan cikal bakal proses pembelajaran, pendidikan, dan

pelatihan yang diberikan sedini mungkin, sehingga akan terwujud

etika, kepribadian yang mantap, arif, dengan kecerdasan,

ketrampilan dan produktivitas yang baik.

2.1.3 Faktor Risiko Kejadian diare Pada Balita

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya diare

yaitu status kesehatan lingkungan (penggunaan sarana air bersih,

jamban keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air limbah)

dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam keluarga dan

personal hygiene. Sedangkan secara klinis penyebab diare dapat

dikelompokkan dalam enam kelompok besar yaitu infeksi (yang

meliputi infeksi bakteri, virus dan parasit), malabsorpsi, alergi,

keracunan (keracunan bahan-bahan kimia, keracunan oleh racun

yang dikandung dan diproduksi baik jazad renik, ikan, buah-

buahan, sayur-sayuran dan lain-lain), imunisasi, defisiensi dan

12

sebab-sebab lainnya (Kemenkes, 2010).

Faktor perilaku juga mempengaruhi kejadian diare, misalnya

perilaku tidak mencuci tangan dengan bersih sebelum makan,

tidak memasak air yang akan diminum sampai mendidih, Serta

makanan yang sudah lewat masa pakainya (kadarluarsa) dan

terkontaminasi parasit (Widjaja, 2012).

Nototamodjo (2018) mengemukakan faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku (dalam menjaga kesehatan agar terhindar

dari diare) adalah :

a. Faktor predisposisi yaitu faktor pencetus timbulnya perilaku

meliputi pengetahuan, sikap, pendidikan, kepercayaan,

keyakinan, nilai dan persepsi yang berhubungan dengan

individu untuk berperilaku

b. Faktor pendukung yaitu faktor yang mendukung timbulnya

perilaku sehingga motivasi atau pikiran menjadi nyata

meliputi lingkungan fisik dan sumber-sumber yang ada di

dalam masyarakat

c. Faktor pendorong yaitu faktor yang merupakan sumber

pembentukkan perilaku yang berasal dari orang lain seperti

dukungan keluarga atau orang tua, guru, atau petugas

kesehatan.

2.1.4 Faktor Resiko Sikap Ibu Dengan Balita Penderita Diare

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih

tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap

stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan

reaksi yang bersifat emosional (Notoatmodjo, 2018).

Ibu yang kurang baik sikapnya dalam penatalaksanaan diare tidak

mendukung praktik ibu dalam penatalaksanaan diare. Sikap adalah

merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata

13

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang

bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum

merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi adalah

merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terhdap objek di

lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek

(Kemenkes, 2011).

Sikap terdiri dari sikap positif dan negatif. Sikap positif akan

membawa seseorang dalam melakukan perilaku yang baik

khususnya yang berhubungan dengan kesehatan. Sedangkan sikap

negatif akan membawa seseorang dalam perilaku yang kurang baik

hingga berdampak buruk terhadap kesehatan (Nasikin, 2011).

Seharusnya sikap yang baik mendorong seseorang untuk menjauhi

perilaku yang negatif yaitu masih menggunaan air sungai, ini

berarti sikap yang ada belum sampai pada tahap melakukan

tindakan yang baik pula. Masih besarnya kecenderungan responden

menggunakan air sungai dapat menjadi salah satu penyebab

terjadinya kesakitan atau diare (Widjaja, 2012).

Sikap berpengaruh terhadap perilaku, yaitu bahwa sikap yang di

yakini oleh seseorang menentukan apa yang akan dilakukan

olehnya. Semakin khusus sikap seseorang yang kita ukur dan

semakin khusus pula untuk kita mengidentifikasi perilaku terkait,

maka semakin besar kemungkinan kita dapat memperoleh

hubungan yang signifikan diantara keduanya (Ferry, 2012).

2.1.5 Faktor Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Dengan Balita

Penderita Diare

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah sekumpulan

perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil

pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat

14

menolong diri sendiri dibidang kesehatan dan berperan aktif

dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Kondisi sehat dapat

dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak sehat

menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat di

rumah tangga oleh karena itu kesehatan perlu dijaga, dipelihara,

dan ditingkatkan oleh setiap anggota rumah tangga serta

diperjuangkan oleh semua pihak. Rumah tangga sehat berarti

mampu menjaga, meningkatkan, dan melindungi kesehatan

setiap anggota rumah tangga dari gangguan ancaman penyakit

dan lingkungan yang kurang kondusif untuk hidup sehat

(Kemenkes, 2011). Pada balita faktor risiko terjadinya diare

sangat dipengaruhi oleh perilaku ibu atau pengasuh balita

karena balita masih belum bisa menjaga dirinya sendiri dan

sangat tergantung pada lingkungannya, jadi apabila ibu balita

atau pengasuh balita tidak bisa mengasuh balita dengan baik

maka kejadian diare pada balita tidak dapat dihindari

(Shintamurniwaty, 2012).

Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman

enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain

tidak memberikan ASI secara penuh sampai usia 4-6 bulan,

penggunaan botol susu yang tidak steril, menyimpan makanan

masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang

tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau

sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau

menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar

(Kemenkes RI, 2012).

Menurut Kemenkes (2011) Indikator PHBS Tatanan Rumah

Tangga yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita

adalah sebagai berikut:

15

a. Memberi Bayi ASI Ekslusif

Menurut PP Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu

Ibu Eksklusif. Dalam Bab I pasal 1 ayat 2 PP tersebut,

pengertian ASI Eksklusif yakni ASI yang diberikan kepada

bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa

menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau

minuman lain. Pemberian ASI secara mutlak, penting

dilakukan, mengingat manfaat yang akan diperoleh si bayi.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) hal ini untuk

menghindari alergi dan menjamin kesehatan bayi secara

optimal. Karena di usia ini, bayi belum memiliki enzim

pencernaan sempurna untuk mencerna makanan atau minuman

lain. Selain itu, ASI jauh lebih sempurna dibandingkan susu

formula mana pun (Kemenkes, 2011).

b. Menimbang Bayi Setiap Bulan

Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau

pertumbuhan balita setiap bulan dan mengetahui apakah balita

berada pada kondisi gizi kurang atau gizi buruk. Menurut

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

155/Menkes/Per/I/2010 Tentang Penggunaan Kartu Menuju

Sehat (KMS) Bagi Balita, perubahan berat badan merupakan

indikator yang sangat sensitif untuk memantau pertumbuhan

anak. Bila kenaikan berat badan anak lebih rendah dari yang

seharusnya, pertumbuhan anak terganggu dan anak berisiko

akan mengalami kekurangan gizi, sebaliknya bila kenaikan

berat badan lebih besar dari yang seharusnya merupakan

indikasi risiko kelebihan gizi (Kemenkes, 2011).

c. Menggunakan Air Bersih

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang

syarat- syarat dan pengawasan kualitas, air bersih adalah air

yang digunakan untuk keperluan sehari–hari yang kualitasnya

memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah

16

dimasak. Air yang kita pergunakan sehari-hari untuk minum,

memasak, mandi, berkumur, membersihkan lantai, mencuci

alat-alat dapur, mencuci pakaian, dan sebagainya haruslah

bersih, agar kita tidak terkena penyakit atau terhindar dari

penyakit (Kemenkes, 2011).

d. Mencuci Tangan dengan Air Bersih Dan Sabun

Mencuci Tangan adalah kebiasaan yang berhubungan dengan

kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman

diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,

terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja

anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi

makanan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam

kejadian diare (Kemenkes, 2011).

Bakteri atau virus penyebab diare paling sering mudah masuk

melalui tangan, umumnya anak-anak tidak menyadari jika

setelah bermain tangannya kotor penuh bakteri, sehingga anak-

anak cenderung mudah terkena penyakit diare. Sebagai orang

tua wajib mengarahkan anak-anak untuk mencuci tangan

dengan sabun terutama sebelum dan sesudah makan, sebelum

dan sesudah buang air, setelah bermain dan setelah beraktivitas

diluar rumah (Sumampouw, 2017).

e. Menggunakan Jamban Sehat

Menggunakan Jamban, pengalaman di beberapa negara

membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai

dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit

diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat

jamban, dan keluarga harus buang air besar di jamban. Sanitasi

dan kebersihan lingkungan sangat penting untuk mengurangi

resiko penyebaran penyakit diare, gunakanlah selalu jamban

atau toilet yang bersih setiap kali buang air besar maupun

17

kecil, siram atau bersihkan toilet setelah digunakan maupun

rutin setiap beberapa hari sekali (Sumampouw, 2017).

Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke

tempat buang air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh

dari rumah, jalan setapak dan tempat anak- anak bermain serta

lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air besar

tanpa alas kaki (Irinato, 2014).

Pada jamban yang konstruksinya landai/miring ke arah lubang

jamban, tinja akan segera tergelontor ke dalam lubang

sehingga memudahkan masuknya tinja langsung ke saluran

pembuangan atau tempat penyimpanan. Hal ini akan mencegah

serangga atau tikus menjamah tinja, kemudian kebersihan

jamban juga harus terpelihara atau tangki penyimpanan serta

tempat duduk/jongkok juga harus bersih untuk mencegah

datangnya vektor penyakit seperti lalat ataupun tikus sehingga

diperlukan adanya alat- alat pembersih serta sarana air bersih

yang cukup. Jamban yang tidak saniter akan mempermudah

terjadinya penularan diare karena kemungkinan adanya mata

rantai penularan penyakit dari tinja yang mudah berkembang

biak ke penjamu yang baru dan dapat mencemari sumber air

(Soebagyo, 2011).

f. Pengelolaan air minum dan makan di rumah tangga

Menggunakan air bersih yang cukup karena sebagian besar

kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-

oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam

mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya

air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam

panci yang dicuci dengan air tercemar. Masyarakat yang

terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih

mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan

dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih

(Widjaja, 2012).

18

Penyebaran mikroorganisme penyebab diare yang paling

sering melalui air, karena itu penggunaan air bersih dalam

mengolah makanan, mencuci tangan, mencuci peralatan

masak, mencuci pakaian bahkan sebagai air minum dapat

mencegah penyakit diare pada anak. Cucilah botol susu

maupun peralatan makan bayi atau anak dengan cara yang

tepat, usahakan cuci tangan dengan sabun sebelum menyentuh

peralatan makan bayi, lalu cuci perlatan bayi dengan air bersih

dan rendam dalam air mendidih selam 5 menit agar terbebas

dari menempelnya bakteri penyebab diare (Sumampouw,

2017).

Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare

yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air

tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai

penyimpanan di rumah yang harus diperhatikan oleh keluarga

adalah (Ngastiyah, 2012) :

1) Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.

2) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari

hewan, membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari

10 meter dari sumber yang digunakan serta lebih rendah,

dan menggali parit aliran di atas sumber untuk

menjauhkan air hujan dari sumber.

3) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah

bersih Dan gunakan gayung bersih bergagang panjang

untuk mengambil air.

4) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan.

5) Pengelolaan air limbah rumah tangga.

Sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga dan

industri pada umumnya mengandung bahan atau zat yang

membahayakan, sehingga zat yang terkandung di dalam air

limbah terlebih dahulu perlu dibersihkan agar tidak

19

menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan,

antara lain limbah sebagai media penyebaran berbagai penyakit

terutama kolera, diare, typus, media berkembangbiaknya

mikroorganisme patogen dan tempat berkembangbiaknya

nyamuk (Kemneks, 2011).

g. Membuang sampah ditempatnya

Membuang Tinja Bayi yang Benar Banyak orang beranggapan

bahwa tinja anak bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar

karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-

anak dan orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih

dan benar, berikut hal-hal yang harus diperhatikan (Ngastiyah,

2012).

Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus

dengan daun atau kertas koran dan kuburkan atau buang di

kakus. Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam

wadah yang bersih dan mudah dibersihkan. Kemudian buang ke

dalam kakus dan bilas wadahnya atau anak dapat buang air

besar di atas suatu permukaan seperti kertas koran atau daun

besar dan buang ke dalam kakus (Irianto, 2013).

Kebiasaan yang selalu membuang tinja sembarangan dapat

mengakibatkan pencemaran lingkungan termasuk tanah dan air

juga memungkinkan terjadinya kontaminasi makanan atau

sumber air melalui faktor seperti tikus ataupun lalat. Banyak

kegagalan perbaikan sanitasi dikarenakan jamban yang sudah

dibangun tidak digunakan oleh anak-anak bahkan orang

dewasa. Setiap anggota keluarga harus menggunakan jamban

ketika buang air besar (BAB), oleh karena itu sebaiknya tinja

balita yang belum mampu menggunakan jamban langsung

dibuang ke dalam jamban (Widjaja, 2012).

20

2.2 Konsep Diare

2.2.2 Definisi diare

Diare dapat diartikan suatu kondisi buang air besar yang tidak normal

yaitu lebih dari tiga kali dalam sehari dengan konsistensi tinja yang

encer dapat diserai darah atau tanpa disertai darah atu lendir akibat

terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus (Titik lestari 2016).

Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses

tidak berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari

3 kali dalam 24 jam. Anak bila penderita diare berlangsung kurang dari

2 minggu, disebut sebagai diare akut. Apabila diare berlangsung 2

minggu atau lebih, digolongkan pada diare kronik. Feses dapat dengan

atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala penyerta dapat berupa mual,

muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus, demam, dan tanda-tanda

dehidrasi (Amin, 2015). Diare dapat juga didefinisikan sebagai suatu

kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja,

atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari (Ramaiah,2012).

Diare adalah suatu keadaan yang ditandai dengan bertambahnya

frekuensi defekasi lebih dari tiga kali sehari yang disertai dengan

perubahan konsistensi tinja menjadi lebih cair, dengan atau tanpa darah

dan dengan tanpa lendir (Rosari & Rini, 2013).

Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan

konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan

frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih ) dalam satu hari

(Herlina Yusuf 2019). Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan

tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air

tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200g atau 200 ml/24 jam

(Ibnu Sina 2017).

Diare adalah frekuensi buang air besar encer lebih dari 3 kali/hari

buang air besar encer tersebut dapat/tanpa diserai lendir dan darah

bahkan dapat berupa air saja (Ibnu Sina 2017). Bagian ilmu kesehatan

anak FKUI RSCM mengartikan diare sebagai buang air besar yang

21

tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih

banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang

air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih

dari satu bulan dan anak bila frekuensinya lebih dari 3 kali (Deslidel

dkk 2011).

Diare adalah peradangan pada lambung usus kecil dan usus besar

dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan

manifestasi diare dengan atau tanpa disertai muntah serta

ketidaknyamanan abdomen (Muttaqin, 2011). Gastroenteritis virus

adalah penyakit dapat berlangsung self limited berubah diare berair

biasanya kurang dari 7 hari disertai dengan gejala nausea, muntah,

anoreksia, malaise, demam hingga dehidrasi berat bahkan dapat

berakibat fatal (Widagdo, 2012).

Diare bisa menyebabkan dehidrasi yang dapat menyebabkan kematian

pada penderita apabila tidak mendapatkan penanganan dengan cepat,

apabila diare berlangsung kurang dari 2 minggu disebut dengan diare

akut dan apabila diare berlangsung melebihi 2 minggu disebut dengan

diare kronik. Di Feses dapat disertai darah, tanpa darah atau lendir,

Diare dapat terjadi karena adanya infeksi yang disebabkam oleh

bakteri, virus atau invasi parasit dan sebab-sebab yang lainnya.

2.2.2 Etiologi diare

Diare terjadi karena adanya Infeksi (bakteri, protozoa, virus, dan

parasit) alergi, malabsorpsi, keracunan, obat dan defisiensi imun adalah

kategori besar penyebab diare. Pada anak, penyebab diare terbanyak

adalah infeksi virus terutama Rotavirus (Permatasari, 2012). Ada

beberapa Faktor yang menjadi penyebab munculnya diare. Berikut

beberapa diantaranya: Infeksi internal Menurut Ardiansyah (2012)

infeksi internal ini disebabkan oleh bakteri, antara lain: Stigella,

Salmonella, Escherichia coli, Campylobacter, Yersinia enterecolitik,

Infeksi oleh virus dan lain sebagainya.

22

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab munculnya diare. Berikut

beberapa diantaranya: Infeksi internal Menurut Ardiansyah (2012)

infeksi internal ini disebabkan oleh bakteri, antara lain: Stigella,

Salmonella, Escherichia coli, Campylobacter, Yersinia enterecolitik,

Infeksi oleh virus dll. Sebagian besar dari diare akut disebabkan oleh

infeksi. Banyak dampak yang dapat terjadi karena infeksi saluran cerna

antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan

sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,

gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam

basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propria

serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan

malabsorpsi. Dan bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat

pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Secara klinis penyebab

diare dapat dikelompokan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi

(disebakan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorbsi,

alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainya (DEPKES

RI, 2018).

2.2.3 Patofisiologi Diare Dapat Disebabkan Oleh Satu Atau Lebih

1. Diare sekretorik Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi

air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada

diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja

yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun

dilakukan puasa makan/minum (IDAI, 2011).

2. Diare osmotik Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan

osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-

obat/zat kimia yang hiperosmotik malabsorpsi umum dan defek

dalam absorpsi mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase,

malabsorpsi glukosa/galaktosa (IDAI , 2011).

3. Malabsorpsi asam empedu dan lemak Diare tipe ini didapatkan pada

gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-

penyakit saluran bilier dan hati (IDAI , 2011).

23

4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit

Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport

aktif Na+ K + ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang

abnormal (IDAI , 2011)

5. Motilitas dan waktu transit usus yang abnormal Diare tipe ini

disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga

menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebabnya

antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid (IDAI ,

2011).

6. Gangguan permeabilitas usus Diare tipe ini disebabkan

permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan

morfologi membran epitel spesifik pada usus halus (IDAI , 2011).

Diare inflamasi Proses inflamasi di usus halus dan kolon

menyebabkan diare pada beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel

epitel dan kerusakan tight junction, Tekanan hidrostatik dalam

pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus,

protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih

menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini

berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare

sekretorik (Juffrie, 2010). Diare infeksi Infeksi oleh bakteri

merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus,

diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif dan invasif (merusak

mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang

disekresikan oleh bakteri tersebut (IDAI 2011). Pada dasarnya diare

terjadi ketika terdapat gangguan transportasi air dan elektrolit dalam

lumen usus. Mekanisme patofisiologi dari diare dapat berupa

osmosis, sekretori, inflamasi, dan perubahan motilitas (Sweetser,

2012).

24

2.2.4 Pathway

(Suriadi Dan Yuliani, 2012).

Faktor Infeksi, Malabsorbsi, Makanan Dan Psikologis

Makanan Yang

Tidak Dapat Di

Serap

Hiperparistalti

k atau

hipoperistaltik

Adanya Toksik / Zat

Tertentu Pada

Dinding Usus

Peningkatan sekresi

air dan elektrolit

kedalam rongga usus

Tekanan

osmotif rongga

usus meningkat

Usus tidak

mampu

menyerap

makanan

DIARE

Merangsang

Usus untuk

mengeluarkan

Peningkatan isi

rongga usus

Air dan

elektrolit dalam

usus meningkat

Tinja cair,

berlendir, berulang Penyerapan sari

makanan

menurun

Anak gelisah

rewel

Nutrisi Kurang

Dari Kebutuhan

Kelemahan

Intoleransi

aktifitas

Output cairan

meningkat

Cairan

Kurang Dari

Kebutuhan

Anus Lecet

Cemas Pada

Orang Tua

Nyeri

Gangguan

Integritas Kulit

25

2.2.5 Klasifikasi Diare

Diare dibedakan menjadi diare akut, diare kronis dan persisten.

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak-anak melebihi

3 kali sehari, disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi

cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang

dari satu minggu, sedangkan diare kronis sering kali dianggap suatu

21 kondisi yang sama namun dengan waktu yang lebih lama yaitu

diare melebihi satu minggu, sebagian besar disebabkan diare akut

berkepanjangan akibat infeksi, diare persisten adalah diare yang

berlangsung 15-30 hari,merupakan diare berkelanjutan dari diare

akut atau peralihan antara diare akut dan kronik biasanya ditandai

dengan penurunan berat badan dan sukar untuk naik kembali

(Amabel,2011). Klasifikasi Diare menurut (Octa, dkk, 2014) ada dua

yaitu berdasarkan lamanya dan berdasarkan mekanisme

patofisiologik.

1. Berdasarkan lama diare

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari

b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari

dengan kehilangn berat badan atau berat badan tidak

bertambah (failure to thrive) selama masa diare tersebut.

2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik

a. Diare sekresi Diare tipe ini disebabkan karena meningkatnya

sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorbsi. Ciri

khas pada diare ini adalah volume tinja yang banyak.

b. Diare osmotik Diare osmotik adalah diare yang disebabkan

karena meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus

halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang

hiperosmotik seperti (Magnesium Sulfat, Magnesium

Hidroksida), malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi

mukosa usus miosal pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi

glukosa atau galaktosa.

26

Diare akut didefinisikan sebagai keadaan peningkatan dan

perubahan tiba-tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh

agen infeksius dalam traktus GI. Keadaan ini dapat menyertai infeksi

saluran nafas atas atau infeksi saluran kemih terapi antibiotik atau

pemberian obat pencahar (laksatif).Diare akut biasanya sembuh

sendiri (lamanya sakit kurang dari 14 Hari) (Wulandari, 2016).

(Menurut Wulandari 2016) Diare kronis didefinisikan sebagai

keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan kandungan air dalam

feses dengan lamanya sakit lebih dari 14 hari.Kerap kali diare kronis

terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorbsi, penyakit

inflamasi usus, defisiensi kekebalan, alergi makanan, intoleransi

laktosa atau diare non spesifik yang kronis atau sebagai akibat dari

penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai.

2.2.6 Cara Penularan dan Faktor Resiko

Berbagai agen penyakit umumya menumpang pada media udara, air,

makanan, serangga ataupun manusia melalui kontak langsung.

Berbagai agen penyakit beserta medianya disebut sebagai komponen

lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit (Achmadi,

2011).

Faktor yang mempengaruhinya yaitu umur ibu, tingkat pendidikan,

dan pengetahuan ibu mengenai hidup sehat dan pencegahan terhadap

penyakit. Rendahnya tingkat pendidikan ibu dan kurangnya

pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dan perawatan anak

dengan diare merupakan penyebab anak terlambat ditangani dan

terlambat mendapatkan pertolongan sehingga beresiko mengalami

dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).

Beberapa faktor risiko lain yang berhubungan dengan cara penularan

penyakit diare antara lain:

a. Tidak tersedianya air bersih yang memenuhi standar kesehatan.

b. Air yang tecemar oleh agen penyebab diare.

27

c. Pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

d. Perilaku yang tidak sehat dan lingkungan yang kurang bersih

e. Pengolahan, penyediaan, dan penyajian makanan yang tidak

memenuhi standar kesehatan. Pencemaran pada makanan dapat

terjadi karena:

1) Kontaminasi oleh mikroorganisme, pada saat penggunaan

peralatan makan yang terkontaminasi oleh orang yang

terinfeksi, penggunaan bahan pangan mentah yang

terkontaminasi, kontaminasi silang, dan akibat penambahan

zat kimia toksik atau penggunaan bahan pangan yang

mengandung toksik dari alam.

2) Bertahan hidunya mikroorganisme, akibat pemanasan atau

proses pengolahan makanan yang tidak memadai.

3) Pertumbuhan mikroorganisme akibat refrigerasi yang tidak

memadai, misalnya pendinginan yang tidak memadai atau

penyimpanan masakan yang panasnya tidak memadai (WHO

2009).

2.2.7 Faktor yang Mempengaruhi Diare

Beberapa faktor yang menyebabkan kejadian diare pada anak yaitu

infeksi yang disebabkan bakteri, virus atau parasit, adanya gangguan

penyerapan makanan atau malabsorbsi, alergi, keracunan bahan

kimia atau racun yang terkandung dalam makanan, imunodefisiensi

yaitu kekebalan tubuh yang menurun serta penyebab lain seperti

kurangnya pengetahuan ibu terhadap pemberian pendidikan

kesehatan isi piringku (Linda et al., 2018).

Menurut (Gibney, 2019) ada beberapa faktor yang meningkatkan

resiko anak mengalami diare seperti faktor lingkungan yang meliputi

pengolahan sampah, saluran limbah maupun sumberair. Pengolahan

sampah dan saluran limbah yang tidak tepat dapat menyebabkan

terjadinya diare pada anak, hal ini disebabkan karena vektor lalat

yang hinggap disampah atau limbah lalu kemudian hinggap

28

dimakanan. Selain itu, diare dapat terjadi apabila seseorang

menggunakan air yang sudah tercemar baik tercemar dari

sumbernya, selama perjalanan sampai kerumah-rumah, atau

tercemar pada saat disimpan dirumah. Selain itu kebiasaan mencuci

tangan pada saat memasak makanan atau sesudah Buang Air Besar

(BAB) akan akan memunkinkan terkontaminasi langsung.

Terdapat 4 faktor penyebab diare yang salah satu faktornya adalah

dari faktor makanan (non infeksi) yang di antaranya ; makanan basi,

beracun, alergi terhadap makanan, makanan terlalu banyak lemak,

kurang matang dan mentah (sayuran) dan juga faktor makanan

(infeksi) yaitu makanan yang terkontaminasi oleh bakteri atau kuman

sehingga untuk mengurangi kejadian itu diperlukan hygiene

perorangan yang terlibat dalam pengolahan makanan untuk

menjamin keamanan makanan dan mencegah penyebaran penyakit

diare melalui makanan (Nuraeni, 2012).

2.2.8 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari diare yaitu mula– mula anak menjadi

cengeng, gelisah, demam, dan tidak nafsu makan. Tinja akan

menjadi cair dandapat disertai dengan lendir ataupun darah. Warna

tinja dapat berubah menjadi kehijau–hijauan karena tercampur

dengan empedu. Frekeuensi defekasi yang meningkat menyebabkan

anus dan daerah sekitarnya menjadi lecet.Tinja semakin lama

semakin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal

dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare.

Gejala muntah dapat ditemukan sebelum atau sesudah diare. Muntah

dapat disebabkan oleh lambung yang meradang atau gangguan

keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Anak-anak adalah

kelompok usia rentan terhadap diare (Utami & Luthfiana, 2016)

Frekuensi BAB pada bayi lebih dari 3 x/hari, bentuk cair pada BAB

kadang-kadang disertai lendir dan darah, nafsu makan menurun,

29

warnanya lama-kelamaan kehijauan karena bercampur empedu,

muntah, dan rasa haus (Sodikin, 2011).

2.2.9 Pencegahan

2.2.9.1 Menggunakan Air Bersih Yang Cukup Sebagian besar

kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur

fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan

kedalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja

misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang

disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar

(Kemenkes RI, 2011). Masyarakat yang terjangkau oleh

penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai resiko

menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat

yang tidak mendapatkan air bersih (Kemenkes RI, 2011).

Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare

yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi

air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai

penyimpanan di rumah (Kemenkes RI, 2011).

Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:

a) Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.

b) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari

hewan, membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10

meter dari sumber yang digunakan serta lebih rendah, dan

menggali parit aliran di atas sumber untuk menjauhkan air

hujan dari sumber.

c) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih.

Dan gunakan gayung bersih bergagang panjang untuk

mengambil air.

d) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan

(Kemenkes RI, 2011) .

30

2.2.9.2 Mencuci Tangan Kebiasaan yang berhubungan dengan

kebersihan perorangan yang penting dalam penularan

kuman diare adalah mencuci tangan.Mencuci tangan

dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah

membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,

sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan,

mempunyai dampak dalam kejadian diare (Kemenkes RI,

2011).

2.2.9.3 Menggunakan Jamban Pengalaman di beberapa negara

membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban

mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko

terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai

jamban harus membuat jamban, dan keluarga harus buang

air besar di jamban (Kemenkes RI, 2011).

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi

baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.

b) Bersihkan jamban secara teratur.

c) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi

ke tempat buang air besar sendiri, buang air besar

hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan tempat

anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari

sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki.

(Kemenkes RI, 2011).

2.3. Pendidikan kesehatan

2.3.1 Pengertian

Menurut Green 1980 (dalam Notoatmodjo 2012), pendidikan

kesehatan merupakan suatu proses yang terencana untuk mencapai

tujuan kesehatan dengan mengkombinasikan berbagai macam cara

pelajaran (Ira Nurmala, 2020), Pendidikan kesehatan adalah proses

perubahan perilaku yang dinamis, dimana perubahan tersebut bukan

31

sekedar proses transfer materi atau teori dari seseorang ke orang lain

dan bukan pula seperangkat prosedur, akan tetapi perubahan tersebut

terjadi karena adanya kesadaran dari dalam individu, kelompok, atau

masyarakat itu sendiri (Wahid Iqbal M & Nurul Chayatin 2009) dalam

Rina K.Mulyadi,2018).

Menurut WHO dalam Depkes 2006, mendefinikan pendidikan

kesehatan adalah proses pemberdayaan individu dan masyarakat

untuk meningkatkan kemampuan mereka mengendalikan determinan-

determinan kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan

mereka(subaris,2016)

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu proses

pembelajaran yang di sampaikan oleh seseorang kepada orang lain

yang berupa materi atau teori tentang kesehatan yang bertujuan untuk

meningkatkan derajat kesehatan mereka.

2.3.2 Tujuan

Menurut WHO (dalam Notoatmodjo 2003) tujuan umum pendidikan

kesehatan adalah membuat perubahan perilaku pada tingkat individu

hingga masyarakat pada aspek kesehatan. Adapun tujuan lain nya

adalah sebagai berikut (Ira Nurmala, 2020) :

a. Merubah pola pikir masyarakat bahwa kesehatan merupakan

sesuatu yang bernilai bagi keberlangsungan hidup.

b. Memampukan masyarakat, kelompok atau individu agar dapat

secara mandiri mengaplikasikan perilau hidup sehat dari berbagai

kegiatan.

c. Mendukung pembengunan dan pemanfaatan sarana dan prasarana

pelayanan kesehatan secara cepat.

32

2.3.3 Sasaran pendidikan kesehatan

Sasaran pada pendidikan kesehatan yaitu perorangan atau keluarga,

masyarakat, lembaga 12 pemerintah / lintas sektor / politisi / swasta

dan petugas / pelaksana program(Machfoedz & Suryani, 2013)

Dimensi sasaran pendidikan terdiri dari tiga dimensi yaitu pendidikan

kesehatan individu dengan sasaran individu, pendidikan kelompok

dengan sasaran kelompok, pendidikan kesehatan masyarakat dengan

sasaran masyarakat luas. Sedangkan, sasaran pendidikan kesehatan itu

sendiri dibagi menjadi tiga, yaitu :

(Sari,2013)

a. sasaran primer (Primary Target) Yaitu sasaran langsung pada

masyarakat berupa segala upaya pendidikan/promosi kesehatan.

b. Sasaran sekunder (Secondary Target) Lebih ditujukan pada tokoh

masyarakat dengan harapan dapat memberikan pendidikan

kesehatan pada masyarakatnya secara lebih luas.

c. Sasaran tersier (Tersiery Target) Sasaran ditujukan pada pembuat

keputusan/penentu kebijakan baik ditingkat pusat maupun ditingkat

daerah dengan tujuan keputusan yang diambil dari kelompok ini

akan berdampak kepada perilaku kelompok sasaran sekunder yang

kemudian pada kelompok primer.

2.3.4 Metode atau teknik pendidikan kesehatan

Metode dan teknik promosi kesehatan adalah suatu kombinasi antara

cara-cara atau metode dan alat-alat bantu atau media yang digunakan

dalam setiap pelaksanaan promosi kesehatan. Menurut Notoatmodjo

(2010) dalam (Subaris, 2016).

Metode dan teknik pendidikan kesehatan berdasarkan sasarannya

dibagi 3 yaitu:

2.3.4.1 Metode pendidikan kesehatan individual

Metode ini adalah metode dengan teknik saling diaglog

dimana promotor kesehatan dan sasaran atau kliennya dapat

berkomunikasi langsung, baik bertatap muka maupun melalui

33

sarana komunikasi lainnya misalnya telepon. Cara ini paling

efektif karena antara petugas kesehatan dengan klien dapat

saling merespon dalam waktu bersamaan. Metode dan teknik

pendidikan kesehatan individual ini yang terkenal adalah

councelling.

2.3.4.2 Metode pendidikan kesehatan kelompok

Pada metode kelompok ini dibagi menjadi dua, yaitu

kelompok kecil yang terdiri dari 6 sampai 15 orang dan

kelompok besar terdiri antara 15 sampai dengan 50 orang.

- Pada kelompok kecil metode dan teknik yang digunakan

misalnya diskusi kelompok, metode curah pendapat,

bermain peran, metode permainan simulasi dan sebagainya.

- Metode dan teknik pendidikan kesehatan untuk kelompok

besar, misalnya metode ceramah yang diikuti atau tanpa

diikuti dengan tanya jawab, seminar loka karya dan

sebagainya. Untuk memperkuat metode ini perlu dibantu

dengan alat bantu misalnya overhead projector,

soundsystem dan film

2.3.5 Media pendidikan kesehatan

Media pendidikan kesehatan adalah suatu sarana atau upaya untuk

menampilkan pesan informasi yang ingin di sampaikan oleh

komunikator sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang

akhirnya diharapkan dan berubah perilakunya ke arah positif terhadap

kesehatan (Notoatmodjo 2010, dalam Martina Pakpahan, dkk 2021).

2.3.5.1 Media cetak

- Booklet : berbentuk buku yang berisikan tulisan maupun

gambar yang digunakan untuk menyampaikan pesan.

- Leaflet : selembar kertas yang dilipat yang berisi tulisan

atau gambar, bisa juga gambar dan tulisan.

34

- Poster : merupakan suatu bentuk media cetak berisi pesan-

pesan atau informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di

tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di

kendaraan-kendaraan umum

Dari ketiga contoh di atas yang biasanya banyak digunakan

adalah leaflet. Karena leaflet berbentuk selembar kertas yang

dilipat dan mudah dibawa kemana saja.

2.3.5.2 Media elektronik

a. Televisi : dapat dalam bentuk sinetron,forum diskusi/Tanya

jawab, pidato/ ceramah, kuis

b. Radio : bisa dalam bentuk obrolan/Tanya jawab dan

ceramah

c. Video : penyampain informasi atau pesan kesehatan dapat

melalui video.

d. Slide : juga dapat digunakan menyampaikan pesan-pesan

kesehatan.

e. Leptop : sebagai media penyampai video, slide, maupun

gambar-gambar dari pesan kesehatan

f. Proyektor : alat yang digunakan untuk menghubungkan dari

leptop untuk diperbesar seperti layar besar

2.4 Program isi piringku

Kementerian Kesehatan pada tahun 2019 merekomendasi program "isi

Piringku", yang menggumturkan poni makan yang dikonsumsi dalam satu

piring terdiri dari sore buah dan suyur, dan 50 % sisanya terdiri dari

kurtolidrat dan protein (lihat gambar 4.1), selain juga menekankan untuk

membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak harian. Pedornun "4 Selat 5

Sempuna" berubah menjadi pedoman gizi seimbang yang dikelompokkan

menjadi empat pesan pokok yakni pola makan gizi seimbang, minum air

putih yang cukup, aktivitas fisik minimal 30 menit per hari, dan mengikut

tinggi dan berat badan. Kementerian Kesehatan. (2019).

35

Program ini memberi arahan kepada kita bahwa makan makanan harus

berimbang, karena piring harus berisi 1/3 karbohidrat, 1/3 lauk-pauk, dan

buah dan 1/3 sayur (serat), Jika pola makan dapat dipertahankan seperti

program ini, maka tidak akan ada lagi dari kita yang salah dalam

mengonsumsi makanan, seperti terlalu banyak karbohidrat yang dimakan,

bahkan sering makan tanpa sayur/buah (sumber serat). Dulu kita akan lebih

banyak makan nasi (karbohidrat) jika dibandingkan dengan sumber

makanan yang lain. Padahal kita ketahui karbohidrat yang kita konsumsi

jika berlebih akan diubah menjadi lemak dan disimpan sebagai cadangan

energi. (Martina Pakpahan Deborah Siregar, 2020).

Isi Piringku adalah satu piring makan yang terdiri dari 50 persen buah dan

sayur, dan 50 persen sisanya terdiri dari karbohidrat dan protein. Dengan

demikian, masyarakat diharapkan dapat membatasi konsumsi karbohidrat

serta lebih banyak mengonsumsi serat dan vitamin, sehingga risiko masalah

kesehatan, seperti diabetes dan obesitas pun bisa cepat berkurang (Zulfa

Khusniyah, 2020).

Selain membatasi porsi makanan, Isi Piringku juga menekankan pentingnya

membatasi gula, garam, dan lemak dalam konsumsi sehari-hari. Jumlah

takaran gula paling banyak yang bisa dikonsumsi seseorang balita dalam

sehari adalah empat sendok makan, garam satu sendok teh, dan lemak atau

penggunaan minyak goreng maksimal lima sendok makan ( Ineke patrisia,

2020).

Dalam perkembangan ilmu gizi yang baru, pedoman "4 Sehat 5 Sempurna"

juga berubah menjadi pedoman gizi seimbang yang terdiri dari 10 pesan

tentang menjaga gizi Dari 10 pesan tersebut, dikelompokkan lagi menjadi

empat pesan pokok, yaitu untuk menjaga pola makan gizi seimbang, minum

air putih yang cukup, berikan balita beraktivitas fisik minimal selama 30

menit per hari, serta mengukur tinggi dan berat badan balita yang sesuai

untuk mengetahui kondisi kesehatan tubuh (Lia Kartika, 2020)

Menurut (Zulfa Khusniyah 2020), anak usia 2 sampai 3 tahun atau balita

butuh 1125 kilo kalori. Bagi kebutuhan kalori tersebut menjadi 5 kali makan

36

dengan pembagian 2 kali snack (rata-rata 100-150 kilo kalori setiap makan

snack) dan 3 kali makan besar Anak usia 2-3 tahun setiap makan besar

harus menghabiskan sekitar 300 kilo kalori dan 100 kilo kalori camilan.

Berikut ini contoh menu yang bisa diberikan untuk anak 2-3 tahun dalam 1

porsi makan besar dan snacknya : Karbohidrat, bisa berupa nasi 5 sampai 6

sendok makan atau roti tawar 1 lembar, Protein berupa setengah potong

ayam ukuran sedang atau daging sapi giling 2 sampai 5 sendok makan.

Untuk sayur, berikan brokoli 2 sampai 3 sendok makan atau jagung manis 2

sendok makan, untuk buah berikan apel setengah ukuran sedang atau pisang

I ukuran sedang. Untuk susu atau produk turunannya, berikan susu 1 gelas

atau yogurt 1 gelas kecil Sedangkan untuk snack berikan biskuit 3 keping

sedang atau cokelat 2 sampai 4 potong.

2.4.1 Aturan pembagian makanan isi piringku

Menurut kementerian Kesehatan pada tahun 2019, ada pun pembagian

makanan isi piringku kepada balita sebagai berikut :

1. Setengah porsi piring makan, terdiri dari sayur dan buah-buahan

dengan beragam jenis dan warna.

2. Seperempat piring makan diisi dengan protein. Bisa diisi ikan,

ayam atau kacang kacangan. Batasi konsumsi daging merah

ataupun daging olahan.

3. Seperempat piring makan dipenuhi dengan karbohidrat dari biji-

bijian utuh, nasi merah, gandum utuh, atau pasta. Hati-hati dalam

pemilihan sumber karbo, misalnya roti atau beras putih karena

kandungan gulanya tergolong tinggi.

4. Lengkapi dengan sedikit minyak sehat, seperti minyak zaitun,

minyak kedelai, minyak jagung, dan minyak kanola. Sebaiknya

hindari minyak yang mengandung lemak jenuh atau kolesterol

tinggi.

5. Konsumsi air putih yang cukup, namun batasi susu serta produk

turunannya. Batasi konsumsi susu hingga 2 gelas per hari, jus

37

sekitar satu gelas per hari, dan hindari minuman dengan kandungan

gula tinggi.

6. Meski panduan Isi piringku' ini dapat diterapkan pada hampir

semua kalangan, namun tidak untuk anak anak di bawah usia 2

tahun karena mereka membutuhkan asupan nutrisi berbeda.

Demikian juga untuk orang yang perlu menjalani pola makan

khusus karena memiliki kondisi medis tertentu.

2.4.2 Komposisi yang ada pada Program Isi Piringku

2.4.2.1 karbohidrat (makanan pokok)

karbohidrat merupakan sumber yang paling penting bagi tubuh

untuk membentuk enegi yang dibutuhkan oleh tubuh. Pada

karbohidrat terdapat kadar glukosa yang membuat tubuh kita

berenergi. Contoh karbohidrat yaitu beras, jagung, singkong,

kentang, ubi, talas, dan olahan seperti roti, pasta, dan mie.

Porsi pada isi sekali makan (2/3 dari ½ piring) yaitu:

a. 150 gram nasi sama dengan 3 centong nasi

b. 300 gram kentang sama dengan 3 buah sedang kentang

c. 75 gram mie kering sama dengan 1 ¼ gelas mie kering

2.4.2.2 Protein (lauk-pauk)

Ada dibagi dua yaitu protein nabati dan protein hewani.

Protein nabati seperti tahu, tempe, dan kacang-kacangan.

Sedang protein hewani seperti daging, unggas (ayam dan

bebek), ikan, telur, dan susu. Porsi pada isi piringku sekali

makan (1/3 dari ½ piring) yaitu :

a. 75 gram ayam sama dengan 2 potong sedang ayam, sama

dengan 1 butir telur ayam ukuran besar, sama dengan 2

potong sedang daging sapi

b. 100 gram tempe sama dengan 2 potong sedang tempe

38

- Sayur-sayuran

Sayur merupakan sumber vitamin, mineral dan serat.

Vitamin dan serat terkandung dalam sayuran berperan

sebaga anti oksidan atau penangkal senyawa jahat

dalam tubuh. Macam-macam sayuran seperti bayam

kangkung wortel, sawi, tomat, toge, ketimun, kacang

panjang, dll.

Porsi pada isi piringku sekali makan (2/3 dari ½ piring)

yaitu:

c. Sayuran 150 gram sama dengan 1 mangkuk sedang

- Buah-buahan

Buah memiliki manfaat yang tinggi dengan bernagai

vitamin (vitamin A,B,B1,B6,C) dan juga mengandung

mineral, serat, sebagai anti oksidan. Macam-macam

buah seperti pisang, papaya, mangga, alpukat, nanas,

apel, jambu dan sebagainya.

Porsi pada isi piringku sekali makan (1/3 dari ½ piring)

yaitu:

150 gram papaya sama dengan 2 potong sedang

150 gram jeruk sama dengan 2 buah jeruk sedang

- Air Mineral (Air Putih)

Bagi tubuh, air berfungsi sebagai pengatur proses

biokimia, pengatur suhu pelarut, pembentuk atau

komponen sel dan organ, media trasnportasi zat gizi

dan pembuangan sisa metabolisme, pelumas sendi dan

bantal organ. Pemenuhan kebutuhan air tubuh

dilakukan melalui konsumsi makanan dan minuman.

Sebegaian besar 2/3 air yang dibutuhkan didalam tubuh

melalui minum sekitar 2 liter atau setara dengan 8 gelas

sehari. Dengan begitu diterapkan minum air minimal 8

gelas perhari.

- Menjaga kebersihan (cuci tangan sebelum menyentuh

makanan)

39

Mencuci tangan secara baik dan benar memakai sabun

dengan air bersih dan mengalir adalah agar kebersihan

terjaga dan mencegah kuman dan bakteri berpindah

dari tangan ke makanan yang akan dikonsumsi. Dan

juga terhindar dari penyakit seperti diare. 45% diare

bisa dicegah dengan tahap awal yaitu mencuci tangan

sebelum menyentuh makanan.

- Beraktivitas (olahraga)

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang

meningkatkan pengeluaran tenaga/energy dan

pembakaran energy. Aktivitas fisik dikategorikan

cukup bila seseorang melakukan aktivitas atau latihan

fisik (olahraga) selama 30 menit setiap hari atau

minimal 3-5 kali dalam satu minggu. Aktifivitas fisik

antara lain seperti barjalan kaki, berkebun, menyapu,

mencuci, mengepel, naik turun tangga, dan lain-lain.

Aktivtas fisik juga untuk memperlancar system

metabolisme didalam tubuh termasuk metabolisms zat

gizi. Oleh karenanya, aktifitas berperan oenting untuk

menyeimbangkan zat gizi yang keluar dan yang masuk

kedalam tubuh.

2.5 Pengertian Higiene

Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi

kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun

untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan

piring, membuang bagian makanan yang rusak di tempat sampah untuk

melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan, Mencuci Botol Susu

Balita Dengan Sabun dan dengan alat yang khusus, Menjaga kebersihan

lingkugan, Menjaga kebersihan dapur dan mencuci makanan dengan air

menglir. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik

beratkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sanitasi

adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan

40

lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk

keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi

sampah agar tidak dibuang sembarangan (Depkes, 2004).

Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena

erat kaitannya. Misalnya hygiene sudah baik karena mau mencuci tangan,

tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih,

maka mencuci tangan tidak sempurna. Higiene dan sanitasi merupakan hal

yang penting dalam menentukan kualitas makanan dimana Escherichia coli

sebagai salah satu indikator terjadinya pencemaran makanan yang dapat

menyebabkan penyakit akibat makanan (food borne diseases). E.coli dalam

makanan dan minuman merupakan indikator terjadinya kontaminasi akibat

penanganan makanan dan minuman yang kurang baik. Minimnya

pengetahuan para penjaja makanan mengenai cara mengelola makanan dan

minuman yang sehat dan aman, menambah besar resiko kontaminasi

makanan dan minuman yang dijajakannya (Ningsih, 2014).

2.5.1 Menggunakan Air Bersih

Menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-

syarat dan pengawasan kualitas, air bersih adalah air yang

digunakan untuk keperluan sehari–hari yang kualitasnya memenuhi

syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air yang

kita pergunakan sehari-hari untuk minum, memasak, mandi,

berkumur, membersihkan lantai, mencuci alat-alat dapur, mencuci

pakaian, dan sebagainya haruslah bersih, agar kita tidak terkena

penyakit atau terhindar dari penyakit (Kemenkes, 2011).

2.5.2 Mencuci Tangan Dengan Air Bersih Dan Sabun

Mencuci Tangan adalah kebiasaan yang berhubungan dengan

kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare

adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama

sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum

menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan

41

sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare

(Kemenkes, 2011).

Bakteri atau virus penyebab diare paling sering mudah masuk

melalui tangan, umumnya anak-anak tidak menyadari jika setelah

bermain tangannya kotor penuh bakteri, sehingga anak-anak

cenderung mudah terkena penyakit diare. Sebagai orang tua wajib

mengarahkan anak-anak untuk mencuci tangan dengan sabun

terutama sebelum dan sesudah makan, sebelum dan sesudah buang

air, setelah bermain dan setelah beraktivitas diluar rumah

(Sumampouw, 2017).

2.5.3 Menggunakan Jamban Sehat

Menggunakan Jamban, pengalaman di beberapa negara

membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak

yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit diare.

Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban,

dan keluarga harus buang air besar di jamban. Sanitasi dan

kebersihan lingkungan sangat penting untuk mengurangi resiko

penyebaran penyakit diare, gunakanlah selalu jamban atau toilet

yang bersih setiap kali buang air besar maupun kecil, siram atau

bersihkan toilet setelah digunakan maupun rutin setiap beberapa hari

sekali (Sumampouw, 2017).

2.5.4 Mencuci Botol Susu Balita

Membersihkan botol susu yaitu langkah membersihkan botol susu

secara tepat dan benar agar terhindar dari kontaminasi bakteri.

Pengukuran variabel tersebut dengan tiga kategori yaitu buruk

(mencuci botol hanya dengan sabun), sedang (merendam kedalam

air mendidih saja selama 10 menit) dan baik (apabila kedua langkah

diatas dilakukan yaitu mencuci botol dengan sabun dan merendam

botol kedalam air mendidih selama 10 menit (Suririnah,2009).

2.6 Pengertian Sikap

42

Sikap adalah pandangan atau persepsi seseorang yang masih belum terbuka

secara tindakan terhadap suatu stimulus atau objek (Rizaldy MR, 2018).

Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, berpikir, keyakinan, dan

emosi memegang peranan penting seperti ibu yang memiliki pengetahuan

tentang penyakit diare (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan

sebagainya) maka dari pengetahuan tersebut ibu akan berpikir dan berusaha

supaya anaknya tidak terkena penyakit diare. Sehingga ibu mempunyai

sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit diare (Ningsih SS &

Fatmawati TY, 2017).

Meningkatkan kebiasaan higiene rumah tangga berpotensi menjadi satu

diantara sarana yang paling efektif untuk mencegah terjadinya diare pada

balita. Faktor ibu menjadi peran utama terhadap kejadian diare pada balita.

Apabila balita menderita diare maka langkah-langkah dan tindakan yang ibu

lakukan akan menentukan morbiditas pada balita (Notoatmodjo S, 2018).

Pengetahuan tentang penilaian, manajemen dan praktik pencegahan dan

penanggulangan tentang penyakit diare di kalangan ibu secara signifikan

masih belum cukup baik sehingga perlunya ibu yang memiliki pengetahuan

tentang diare menjadi penentu dalam bidang kesehatan tentang bagaimana

mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari

penyakit yang akan mempengaruhi pada penurunan angka mortalitas dan

mordibitas akibat penyakit diare. Kemudian, melaui pengetahuan tersebut

bisa menimbulkan kesadaran yang menjadikan orang berperilaku dan

mengambil sikap sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya (Humrah,

2018).

2.5.1 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Sikap

Factor yang mempengaruhi pengetahuan (wawan dan dewi,2011)

a. Factor internal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita

tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi

43

kehidupan untuk mencapai kesehatan dan kebahagian. Dan

pendidikan juga bisa mempengaruhi perilaku dan sikap

seseorang.

2) Pekerjaan

Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu.

Bekerja bagi ibu-ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan

keluarga. Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang mendapatkan

upah ataupun menghasilkan uang untuk menunjang

kehidupannya dan kehidupan keluarganya.Pekerjaan

mempengaruhi pendapatan informasi

3) Umur

Usia yang dihitung dari sejek kita dilahirkan sampai satu tahun

ke tahun berikutnya. Umur berpengaruh karena semakin tinggi

umur seseorang semakin meningkat kematangan pemikiran

seseorang tersebut.

b. Factor ekternal

1) Factor lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekeliling

kita, dan mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan

dan perilaku seseorang.

2) Social budaya

System Social budaya dimana kita saling berinteraksi dan

bertukar pikiran dengan masyarkat atau seseorang yang ada

disekitar kita untuk memberi informasi atau menerima

informasi.

2.7 Pengaruh pemberian pendidikan kesehatan Program isi piringku

terhadap sikap ibu dengan anak penderita diare

Menurut (Gibney, 2019), menyatakan bahwa ada pengaruh sikap ibu dalam

pemberian pendidikan Kesehatan isi piringku, sikap ibu dalam mencuci

tangan, Pengolahan makananan, penggunaan sumber air bersih, pencucian

bahan makanan, higine penjamah dan sanitasi makanan berpengaruh dengan

44

angka bakteri pada makanan, makanan juga dapat terkontaminasi melalui

vektor, salah satunya lalat. Lalat mencemari makanan dan minuman oleh

bakteri yang terbawanya setelah hinggap ditempat-tempat yang kotor.

Bakteri tersebut dapat menyebabkan diare pada anak.

(Ummushofiyya, 2013) Dalam pengaruh pemberian pendidikan kesehatan

isi piringku, peran dari penjamah sangatlah besar perannya, penjamah

makanan isi piringku yang menangani bahan makanan yang ada di

pengertian isi piringku sering menyebabkan kontaminasi mikrobiologis.

Mikroorganisme yang hidup di dalam maupun pada tubuh manusia dapat

menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui makanan, yang terdapat

pada kulit, hidung, mulut, saluran pencernaan, rambut, kuku dan tangan.

Selain itu, penjamah makanan isi piringku juga dapat bertindak sebagai

pembawa penyakit infeksi seperti, demam typoid, dan Diare.

2.8 Kerangka Teori

Kerangka teori adalah rangkuman dari penjabaran teoriyang sudah

diuraikan sebelumnya dalam bentuk naratif, untuk memberikan batasan

tentang teori yang dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan

(Hidayat, 2014).

Berdasarkan tinjauan teori diatas maka kerangka teori yang dapat digunakan

seperti pada gambar berikut

Konsep Balita

- Definisi Balita

- Kebutuhan Dasar Balita

- Faktor Resiko Kejadian Diare

Pada Balita

- Faktor Resiko Sikap Ibu

Dengan Balita Penderita Diare

- Faktor Perilaku Hidup Bersih

Dan Sehat Dengan Balita

Penderita Diare

Pendidikan Kesehatan

- Pengertian

- Tujuan

- Sasaran Pendidikan

- Metode Atau Tehnik

Pendidikan Kesehatan

- Metode Pendidikan

Kesehatan Kelompok

- Media Pendidikan

Kesehatan

45

2.9 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah uraian tentang hubungan antar variabel terkait dengan

masalah penelitian dan dibuat berdasarkan kerangka teori sebagai pedoman

penelitian. Kerangka konsep merupakan bagian dari kerangka teori yang akan

diteliti, untuk mendeskripsikannya secara jelas dengan variable yang

dipengaruhi (Variable Dependen) dan variable pengaruh (Variable Independen)

(sudibyo supardi, 2013).

Konsep Diare

- Definisi Diare

- Etiologi Diare

- Patofisiologi Diare

- Pathway Diare

- Klasifikasi Diare

- Cara Penularan Dan Faktor

Resiko

- Faktor Yang Mempengaruhi

Diare

- Menifestasi Klinis

- Pencegahan

Pengaruh Pemeberian Pendidikan

Kesehatan Program Isi Piringku Terhadap

Sikap Ibu Dengan Balita Penderita Diare

Program Isi Piringku

- Pengertian

- Komposisi Yang Ada Pada

Program Isi Piringku

Sikap

- Pengertian

- Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Sikap

46

Kerangka Konsep Independen dan Dependen :

Variable Independen

Pendidikan

Kesehatan Program

Isi Piringku

Gambar 2.1 Kerangka Konsep pengaruh pemberian pendidikan kesehatan isi

piringku terhadap sikap ibu dengan balita penderita diare.

2.10 Hipotesis

Hipotesis adalah suatu pertanyaan tentang asumsi tentang hubungan antara

dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan

dalam penelitian (Nursalam, 2016). Hipotesis dalam penelitian ini adalah

“Ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan isi piringku terhadap

sikap ibu dengan balita penderita diare Di Wilayah Kerja Puskesmas

Pekauman Banjarmasin”.

Variable Dependen

Sikap Ibu Dengan Balita

Penderita Diare

47