Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
2.1.1 Pengertian Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam bahasa Inggris
yaitu Intregated Management of Chilhood Illness (IMCI) adalah
suatu manajemen melalui pendekatan yang terintegrasi/terpadu
dalam tatalaksana balita sakit, status gizi, status imunisasi maupun
penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan
(Surjono et al,; Wijaya, 2009; Depkes RI, 2008).
Materi MTBS terdiri dari langkah penilaian, klasifikasi penyakit,
identifikasi tindakan, pengobatan, konseling, perawatan di rumah
dan kapan kembali untuk tindak lanjut. MTBS bukan merupakan
suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana
balita sakit. Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi
menjadi dua kelompok sasaran yaitu kelompok usia 1 hari sampai 2
bulan (bayi muda) dan kelompok usia 2 bulan sampai 5 tahun
(Depkes RI, 2008).
2.1.2 Tujuan MTBS
Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk
menurunkan secara signifikan angka kesakitan dan kematian global
yang berkaitan dengan penyebab utama penyakit pada balita, melalui
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan fasilitas
kesehatan dasar dan memberi kontribusi terhadap pertumbuhan
perkembangan kesehatan anak.
12
2.1.3 Alur Pendekatan MTBS
Materi MTBS terdiri dari langkah penilaian, klasifikasi penyakit,
identifikasi tindakan, pengobatan, konseling, perawatan di rumah
dan kapan kembali. Bagan penilaian anak sakit terdiri dari petunjuk
langkah untuk mencari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.
Klasifikasi dalam MTBS merupkan suatu keputusan penilaian untuk
penggolongan derajat keparahan penyakit. Klasifikasi bukan
merupakan diagnosis penyakit yang spesifik. Setiap klasifikasi
penyakit mempunyai nilai suatu tindakan sesuai klasifikasi tersebut.
Tiap klsifikasi mempunyai warna dasar, yaitu merah (penanganan
segera atau perlu dirujuk), kuning (pengobatan spesifik di pelayanan
kesehatan), dan hijau (perawatan di rumah) sesuai dengan urutan
keparahan penyakit (Depkes RI, 2008; Surjono, et al, 1998). Tiap
klasifikasi menentukan karakteristik pengelolaan balita sakit.
Bagan pengobatan terdiri dari petunjuk cara komunikasi yang baik
dan efektif dengan ibu untuk memberikan obat dan dosis pemberian
obat yang harus diteruskan di rumah. Alur konseling merupakan
nasihat perawatan termasuk pemberian makan dan cairan di rumah
dan nasihat kapan harus kembali segera maupun kapan untuk tindak
lanjut (Surjono et al, 1998). Oleh karena itu, pesan mengenai kapan
ibu perlu mencari pertolongan bila anak sakit merupakan bagian
penting dalam MTBS.
Kegiatan MTBS memiliki 3 komponen khas yang menguntungkan,
yaitu:
2.1.3.1 Komponen I: Meningkatkan keterampilan petugas
kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit (selain
dokter, petugas kesehatan non-dokter dapat pula
memerikasa dan menangani pasien apabila sudah dilatih);
13
2.1.3.2 Komponen II: Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan
terintegrasinya banyak program kesehatan dalam 1 kali
pemerikasaan MTBS);
2.1.3.3 Komponen III: Memperbaiki praktek keluarga dan
masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya
pemberian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan
pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam pelayanan
kesehatan), yang dikenal sebagai “MTBS berbasis
Masyarakat.”
(Wijaya, 2009; Depkes RI, 2008)
2.1.4 Proses Manajemen Kasus
Proses Manjemen kasus disajikan dalam suatu bagan yang
memperlihatkan urutan langkah-langkah dan penjelasan cara
pelaksanaannya. Seorang balita sakit dapat ditangani dengan
pendekatan MTBS oleh petugas kesehatan yang telah dilatih
memekai tool yang disebut Algoritma MTBS.
Bagan tersebut menjelaskan langkah-langkah berikut ini :
2.1.4.1 Menilai dan membuat klasifikasi anak sakit umur 2 bulan –
5 tahun
“Menilai anak” berarti melakukan penilaian dengan cara
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
“Membuat kalsifikasi” berarti membuat sebuah keputusan
mengenai kemungkinan penyakit atau masalah serta tingkat
keparahannya. Sudara akan memiliki suatu katagori atau
klasifikasi untuk setiap gejala utama yang berhubungan
dengan berat ringan penyakit. Klasifikasi merupakan suatu
katagori untuk menentukan tindakan, bukan sebagai
diagnosis spesifik penyakit.
14
Bagan MTBS merekomendasikan tindakan yang tepat untuk
setiap klasifikasi.
2.1.4.2 Menentukan tindakan dan memberi pengobatan
“Menentukan tindakan dan memberi pengobatan” berarti
menentukam tindakan dan memberi pengobatan di fasilitas
kesehatan sesuai dengan setiap klsifikasi, memberi obat
untuk diminum di rumah dan juga mengajari ibu tentang
cara memberikan obat serta tindakan lain yang harus
dilakukan di rumah.
2.1.4.3 Memberi konseling bagi ibu
“Memberi konseling bagi ibu” juga termsuk menilai cara
memberi makan anak, memberi anjuran pemberian makan
yang baik untuk anak serta kapan harus membawa anaknya
kembali ke fasilitas kesehatan.
2.1.4.4 Manajeman terpadu bayi muda umur kurang dari 2 bulan
“Manajemen terpadu bayi muda” meliputi: menilai dan
membuat klasifikasi, menentuan tindakan dan memberikan
pengobatan, konseling dan tindak lanjut pada bayi umur
kurang dari 2 bulan baik sehat maupun sakit. Pada
prinsifnya, proses manajemen kasus pada bayi muda umur
kurang dari 2 bulan tidak berbeda dengan anak sakit umur 2
bulan sampai 5 tahun.
2.1.4.5 Memberi pelayanan tindak lanjut
“Memberi pelayanan tindak lanjut” berarti memberikan
tindakan dan pengobatan pada saat anak datang untuk
kunjungan ulang (Depkes RI, 2008. Modul-1).
15
2.1.5 Konseling Dalam MTBS
2.1.5.1 Menggunakan Keterampilan Komunikasi Yang Baik
Berhasil tidaknya pengobatan di rumah tergantung
keterampilan komunikasi petugas kesehatan yang
disampaikan kepada ibu balita. Penting bagi ibu untuk tahu:
cara memberi obat dan mengerti tentang pentingnya
pengobatan bagi anaknya.
Komunikasi yang baik tersebut adalah:
a. Tanya dan dengar; mengajukan pertanyaan dan
dengarkan jawaban ibu dengan seksama untuk
mengetahui tindakan yang telah dilakukan dengan
benar dan apa yang perlu ditambah.
b. Puji; berikan pujian atas tindakan yang benar yang
telah dilakukan ibu
c. Nasehati; menggunakan bahasa yang dapat dimengerti
oleh ibu untuk memberikan nasehat
d. Cek pemahaman; Mengajukan pertanyaan untuk
mengetahui apa yang telah dipahami dan apa yang
perlu dijelaskan lebih lanjut.
1) Menasehati ibu cara pengobatan di rumah
Menggunakan 3 (tiga) langkah dasar mengajar:
a) Memberi penjelasan
b) Memberi contoh
c) Memberi kesempatan praktek
2) Mengecek pemahaman ibu
Bagian terpenting adalah pertanyaan untuk
mengecek pemahaman ibu. Pertanyaan yang baik
harus dapat mencakup: apa, mengapa, bagaimana
kapan dan berapa banyak ibu memberi obat. Dari
16
jawaban ibu, dapat disimpulkan ibu paham tentang
pengobatan. Jika ibu tidak dapat menjawab dengan
benar, terangkan sekali lagi dengan lebih jelas.
2.1.5.2 Mengajari Ibu Cara Memberikan Obat Oral di Rumah
a. Menentukan jenis dan dosis obat yang sesuai untuk
umur atau berat badan anak
Menggunakan panduan pada buku bagan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) (Depkes RI, 2008)
b. Menjelaskan alasan pemberian obat kepada anak
Mengapa diberikan obat oral dan masalah apa yang
diobati
c. Memperagakan cara mengukur satu dosis obat
Periksa kadaluwarsa obat, jumlah obat, dan jangan lupa
menutup kembali tempat obat.
Bila diberi tablet; tunjukkan jumlah obat kepada ibu,
dan cara membelah/membagi obat tablet
Bila diberi kapsul (kapsul lunak Vitamin A); Tunjukkan
isi kapsul dalam satu dosis. Bila anak tidak dapat
menelan kapsul, peragakan dengan cara memotong
ujung runcing kapsul menggunakan gunting, kemudian
meneteskan isi kapsul kemulut anak dengan cara
memencet kapsul menggunakan ibu jari dan telunjuk.
Bila diberi sirup; peragakan cara mengukur dosis obat
secara benar menggunakan sendok takar obat (1
sendok = 5 ml).
17
Tabel 2.1 Ukuran Dosis Obat Sirup Menggunakan
Sendok Takar
Mili liter Sendok takar
1.25 ml
2.5 ml
5.0 ml
7.5 ml
10.0 ml
15 ml
¼
½
1
1 ½
2
3
Sumber: Depkes RI, MTBS Modul-4, 2016
d. Mengamati cara ibu menyiapkan obat satu dosis
e. Minta ibu untuk memberikan dosis pertama kepada
anak
f. Menjelaskan cara memberi obat, kemudian beri tanda
dan pembungkus
g. Bila obat lebih dari satu: pilih, hitung dan kemas tiap
jenis obat secara terpisah
h. Menjelaskan tentang obat yang diberikan (tablet/sirup)
harus diminum sampai habis sesuai pengobatan,
walaupun keadaan anak sudah membaik
i. Mengecek pemahaman ibu sebelum pulang
2.1.5.3 Mengajari Ibu Cara Mengobati Infeksi Lokal di Rumah
a. Menjelaskan tentang pengobatan yang diberikan dan
alasannya
b. Menguraikan langkah-langkah pengobatan
sebagaimana tercantum dalam kotak yang sesuai
c. Mengamati cara ibu melakukan pengobatan
d. Menjelaskan berapa kali ibu harus mengerjakannya di
rumah
e. Memberikan obat yang telah dipergunakan dalam
peragaan untuk dilanjutkan dirumah
f. Mengecek pemahaman ibu
18
2.1.5.4 Mengajari Ibu Cara Pemberian Cairan di Rumah
Jelaskan kepada ibu 4 (empat) aturan perawatan di rumah:
a. Memberi cairan tambahan (sebanyak anak mau); ASI
lebih sering dan lama, air matang, cairan rumah tangga
(larutan gula-garam, cairan makanan seperti kuah
sayur, air tajin dan oralit)
Langkah-langkah membuat oralit: cuci tangan
dengan sabun, ukur air matang 200 ml (gunakan gelas
ukur atau gelas belimbing), tuang bubuk oralit (satu
bungkus) ke dalam gelas berisi air matang 200 ml,
aduk sampai bubuk oralit larut, cicpi rasa oralit agar
tau rasa oralit.
Oralit harus dibuat dan digunakan pada hari yang sama,
buang sisa hari sebelumnya.
Menjelaskan kepada ibu untuk memberikan larutan
oralit sedikit-sedikit menggunakan gelas/mangkuk atau
sendok untuk anak yang lebih kecil. Bila anak muntah,
tunggu pemberian kembali dalam 10 menit, kemudian
berikan kembali secara perlahan. Melanjutkan
pemberian oralit sampai diare berhenti.
b. Beri tablet zinc selama 10 hari
c. Lanjutkan pemberian makan
d. Kapan harus kembali
2.1.5.5 Melakukan Penilaian Pemberian ASI dan Makanan Anak
Tanyakan:
a. Apakah ibu menyususi anak ini?
1) Jika ya, berapa kali dalam 24 jam
2) Apakah ibu juga menyusui dimalam hari?
b. Apakah anak mendapatkan makanan dan minuman
lain?
19
1) Jika ya, makanan dan minuman apa?
2) Berapa kali sehari?
3) Alat apa yang ibu gunakan untuk memberi
makanan/minuman anak? Berapa kali sehari?
c. Pada anak kurus:
1) Berapa banyak makanan/minuman yang diberikan?
2) Apakah anak mendapatkan makanan tersendiri?
3) Siapa yang memberi makan anak dan bagaimana
caranya
d. Selama sakit ini, apakah ada perubahan pemberian
makan anak? Bila Ya, bagaimana?
2.1.5.6 Menentukan Masalah Pemberian ASI dan Makanan Anak
Berdasarkan jawaban ibu, tentukan perbedaan antara yang
sebenarnya dilakukan dengan yang dianjurkan.
Masalah lain yang mungkin timbul antara lain: kesulitan
menyususi, menggunakan botol susu, tidak memberikan
makan secara aktif, tidak diberi makan yang baik selama
sakit, terlalu dini memberikan makanan tambahan. Berikut
contoh masalah pemberian makanan anak:
Tabel 2.2 Contoh Masalah Pemberian Makanan
Praktek pemberian
makanan yang dilakukan
ibu
Anjuran pemberian makanan
Bayi umur 3 bulan
diberikan larutan gula dan
ASI
Bayi umur 3 bulan hanya diberi
ASI tanpa tambahan makanan
atau cairan lain
Anak umur 2 tahun diberi
makan hanya 3 kali sehari
Anak umur 2 tahun harus
mendapt 3 kali makanan keluarga
dan 2 kali makanan selingan
Sumber: Depkes RI, MTBS Modul-4, 2016
20
2.1.5.7 Konseling Bagi Ibu Tentang Masalah Pemberian ASI dan
Makanan
a. Memberi nasehat yang sesuai
1) Jika pemberian makan anak tidak sesuai “Anjuran
makan untuk anak sehat maupun sakit”
2) Jika ibu mengeluh kesulitan dalam pemberian ASI,
lakukan penilaian cara ibu menyusui, jika perlu
tunjukkan kepada ibu posisi menyususi dan cara
melekat yang benar
3) Jika bayi berumur kurang dari 6 bulan mendapat
susu formula atau makanan lain, anjurkan ibu untuk
relaktasi
4) Jika bayi umur 6 bulan atau lebih dan ibu
menggunakan botol untuk memberikan susu pada
anaknya, minta ibu untuk mengganti botol dengan
cangkir/gelas/mangkuk, peragakan cara memberi
susu dengan gelas/cangkir/ mangkuk, memberikan
makanan pendamping ASI sesuai umur
5) Jika anak tidak diberikan makan secara aktif,
nasehati ibu untuk duduk di dekat anak, membujuk
agar mau makan, jika perlu menyuapi anak,
memberi anak porsi makan yang cukup dengan
piring/mangkuk tersendiri sesuai dengan kelompok
umur, memberi makanan kaya gizi yang disukai
anak
6) Jika ibu merubah pemberian makan selama anak
sakit, beritahu ibu untuk tidak merubah pemberian
makan selama anak sakit, dan nasehati ibu untuk
memberi makanan sesuai kelompok umur dan
kondisi anak
21
b. Mengunakan Kartu Nasehat Ibu (KNI) / buku KIA
KNI atau buku KIA diberikan kepada ibu, untuk
membantu ibu mengingat keterangan penting, termasuk
jenis cairan dan makanan yang harus diberikan pada
anak.
Jika menggunakan KNI, tunjukkan jenis cairan yang
dapat diberikan. Beri tanda √ dengan pensil pada kotak
“pemberian cairan” sebagai berikut:
1) Beri tanda √ pada kotak oralit bila saudara memberi
oralit
2) Beri tanda √ pada kotak makanan cair bila saudara
menasehati ibu untuk memberi makanan cair di
rumah tangga seperti kuah sop/bakso, kuah sayur, air
tajin dan lain-lain.
3) Beri tanda √ pada kotak air matang bila saudara
menasehati ibu untuk memberikan air matang.
Bayi yang mendapat ASI eksklusif, harus disusui
sesering mungkin dan diberi air matang atau oralit,
jangan beri cairan rumah tangga seperti diatas.
Jika menggunakan buku KIA, tunjukkan bagian D.
Bagaimana mengatasi penyakit yang sering diderita
anak di rumah tangga tentang diare dan beri tanda √
dan tanggal penyuluhan.
2.1.5.8 Menasehati Ibu Tentang Pemberian Cairan Selama Sakit
Menasehati ibu untuk meningkatkan pemberian selama
anak sakit
a. Untuk setiap anak sakit:
1) Beri ASI lebih sering dan lama setiap kali menyusui.
2) Tingkatkan pemberian cairan. Contoh: beri kuah
sayur, air tajin, atau air matang.
22
b. Untuk anak diare:
Pemberian cairan tambahan dapat menyelamatkan
nyawa anak. Beri cairan sesuai rencana terapi A atau B
pada Bagan Pengobatan.
c. Untuk anak dengan mungkin DBD:
1) Pemberian cairan tambahan sangat penting
2) Beri cairan tambahan (cairan apa saja atau oralit,
asal tidak berwarna merah atau coklat)
2.1.5.9 Menasehati Ibu Tentang Penggunaan Kelambu Untuk
Pencegahan Malaria
a. Ibu dan anak tidur menggunakan kelambu.
b. Kelambu yang tersedia,mengandung obat anti nyamuk
yang dapat membunuh nyamuk tapi aman bagi manusia.
c. Gunakan kelambu pada malam hari, walaupun diduga
tak ada nyamuk.
d. Gunakan paku dan tali untuk menggantung kelembu.
e. Ujung kelambu harus ditempatkan dibawah kasur atau
tikar.
f. Cuci kelambu bila kotor, tetapi jangan dilakukan di
saluran air atau di sungai, karena obat anti nyamuk tidak
baik untuk ikan.
g. Perhatikan juga hal berikut ini:
1) Jangan menggantung pakaian di dalam rumah.
2) Jika berada di luar rumah, gunakan pakaian lengan
panjang dan celana/rok panjang.
3) Bila memungkinkan, semprot kamar tidur dengan
obat anti nyamuk dan oleskan obat anti nyamuk saat
bepergian.
4) Segera berobat bila anak demam.
23
2.1.5.10 Menasehati Ibu Kapan Harus Kembali ke Petugas
Kesehatan
Tabel 2.3 Waktu Kunjungan Ulang
Anak dengan : Kunjungan
ulang :
Mungkin DBD, jika tetap demam 1 hari
Pnemonia
Disentri
Demam: mukin bukan malaria, jika tetap
demam
Demam: bukan malaria, jika tetap demam
Campak dengan komplikasi pada mata
dan/atau mulut
Demam: mungkin bukan DBD, jika tetap
demam
Infeksi telinga akut
2 hari
Diare persisten
Infeksi telinga kronis
Masalah pemberian makan
Penyakit lain, jika tidak ada perbaikan
5 hari
Kurus 14 hari
Anemia 4 minggu
Malaria, jika tetap demam
Setelah
minum anti
malaria 3
hari berturut-
turut
Sumber: Depkes RI, MTBS Modul-4, 2016
Tabel 2.4 Tanda Penentu Kapan Kembali Segera
Setiap anak sakit
1) Tidak bisa minum atau
menyusu
2) Bertambah parah
3) Timbul demam
Anak dengan batuk: bukan
pnemonia,
juga kembali jika:
1) Nafas cepat
2) Sukar bernafas
Jika anak diare,
Juga kembali jika:
1) Berak campur darah
2) Malas minum
Jika anak: Mungkin DBD atau
Demam: mungkin bukan DBD
Juga kembali jika:
1) Ada tanda-tanda
perdarahan
2) Ujung ekstremitas
dingin
3) Nyeri ulu hati atau
gelisah
4) Sering muntah
5) Pada hari ke 3 – 5 suhu
turun dan anak lemas
Sumber: Depkes RI: MTBS Modul-4, 2016
24
a. Kunjungan anak sehat berikutnya
Misalnya untuk pemberian imunisasi dan suplemen
vitamin A kecuali jika telah terlalu banyak hal yang
harus diingat ibu dan ibu memang akan segera kembali
b. Menasehati ibu tentang kesehatan sendiri
1. Jika ibu sakit, beri perawatan untuk ibu, atau
dirujuk.
2. Jika ibu mempunyai masalah dengan payudaranya
(misal pembengkakan, nyeri pada puting susu,
infeksi payudara) berikan perawatan, atau rujuk
untuk pertolongan lebih lanjut.
3. Nasehati ibu agar makan makanan kaya gizi untuk
menjaga kesehatan
4. Periksa status imunisasi ibu, jika dibutuhkan beri
imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
5. Pastikan bahwa ibu memperoleh informasi dan
pelayanan terhadap: Program Keluarga Berencana
(KB), Konseling perihal penyakit menular seksual
(PMS) dan pencegahan AIDS
2.2 Konsep Penyakit Diare
2.2.1 Pengertian Penyakit Diare
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan
konsistensi tinja (menjadi encer, dengan/tanpa darah dan/atau lendir)
(Suraatmadja, 2010).
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan
25
frekuensinya lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih) dalam
satu hari (WHO; Kemenkes RI, 2011).
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih
lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali
dalam 24 jam. Dalam referensi lain disebutkan bahwa definisi diare
untuk bayi dan anak-anak adalah pengeluaran tinja > 10 gr/kg/24
jam, sedangkan pengeluaran tinja normal pada bayi sebesar 5-10
gr/kg/24 jam (Buku ajar Gastroenterologi-Hepatologi, 2011).
Berdasarkan lamanya maka diare dibagi menjadi 2 yaitu:
2.2.1.1 Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada
bayi dan pada anak yang sebelumnya sehat yang berlangsung
kurang dari 14 hari,
2.2.1.2 Diare kronik adalah diare yang berlanjut sampai 14 hari (2
minggu) atau lebih dengan kehilangan berat badan atau
berat badan tidak bertambah (failure to therive) selama
masa diare tersebut.
2.2.2 Penyebab Penyakit Diare
2.2.2.1 Golongan Bakteri; yaitu Aeromonas, Bacilus cereus,
Complycobacter jejuni, Clostridium perfrengen,
Clostridium defficile, Escherium coli, Plesiomonas
shigeolides, Samonella, Shigella, Staphylococus aureus,
Vobrio cholera, Vobrio parahaemolytius, Yersinia
enterocolitica. Biasanya terjadi pada diare dengan darah
dan lendir.
26
2.2.2.2 Golongan Virus; yaitu Astrovirus, Calcivirus (Notovirus,
Sapovirus), Enteric adenovirus, Entamoeba histolytica,
Rotavirus, Norwalk virus, Herves simplex virus,*
Cytomegalovirus.*
2.2.2.3 Golongan Parasit; yaitu Balantidium coli, Blastocystis
homonis, Crytosporidium parvum, Entamoeba histolytica,
Giardia lambia, Isospora belli, Stongyoides stercoralis,
Trichuris trichiura.
(Sumber = Nelson Texbook of Pediatric; * umumnya
berhubungan dengan diare yang hanya pada penderita
imunocompromised)
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting
diare akut pada anak-anak yaitu: rotavirus, Escherichia coli
enterotoksigenik, Shigella, Compylobacter jejuni dan
Cryptosporidium.
2.2.3 Cara Penularan Penyakit Diare
2.2.3.1 Infeksi/Kuman Penyakit
Kuman–kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui
makanan/minuman yang tercemar atau kontak langsung
dengan tinja penderita (fecel-oral).
Siklus penyebaran penyakit diare bisa digambarkan sebagai
berikut melalui:
Feces atau tinja, Flies atau lalat, Food atau makanan,
Fomites atau peralatan makan, dan Finger atau tangan (jari
tangan).
27
Dibawah ini beberapa contoh perilaku terjadinya penyebaran
kuman yang menyebabkan penyakit diare:
a. Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara ekslusif
sampai 6 bulan kepada bayi atau memberikan MP-ASI
terlalu dini. Memberikan MP-ASI terlalu dini
mempercepat bayi kontak terhadap kuman.
b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan resiko
terkena penyakit diare karena sangat sulit membersihkan
botol dan juga kualitas air dibeberapa wilayah Indonesia
juga sudah terkontaminasi kuman-kuman penyakit seperti
bakteri E. Coli.
c. Menyimpan makanan pada suhu kamar dan tidak ditutup
dengan baik.
d. Minum air/menggunakan air yang tercemar.
e. Tidak mencuci tangan setelah BAB, membersihkan BAB
anak.
f. Membuang tinja (termasuk tinja bayi) sembarangan.
2.2.3.2 Penurunan Daya Tahan Tubuh
a. Tidak memberikan ASI kepada bayi sampai usia 2 tahun
(atau lebih). Di dalam ASI terdapat antibodi yang dapat
melindungi dari kuman penyakit.
b. Kurang gizi, malnutrisi terutama anak yang kurang gizi
buruk akan mudah terkena diare.
c. Imunodefisiensi/imunosupresi, terinfeksi oleh virus
(seperti campak, AIDS).
d. Secara proporsonal, balita lebih sering terkena diare
(55%).
28
2.2.3.3 Faktor Lingkungan dan Perilaku
Penyakit diare adalah penyakit yang berbasis lingkungan dan
faktor utama dari kontaminasi air atau tinja berakumulasi
dengan perilaku manusia yang tidak sehat. Usaha-usaha
untuk memelihara dan mempertingggi derajat kesehatan
antara lain:
a. Memelihara kebersihan badan, pakaian, rumah, dan
lingkungan;
b. Memelihara makanan sehat, bersih bebas dari penyakit,
cukup kualitas dan kuantitasnya;
c. Cara hidup yang teratur, meliputi makan, tidur, bekerja
dan beristirahat secara teratur, rekreasi dan menikmati
liburan pada waktunya;
d. Menghindari terjadnya penyakit, menghindari kontak
dengan sumber penularan penyakit, menghindari
pergaulan tidak baik, membiasakan diri untuk mematuhi
aturan-aturan kesehatan;
e. Melengkapi rumah dengan fasilitas yang menjamin hidup
sehat, adanya sumber air yang baik, WC yang sehat,
tempat buang sampah dan air limbah baik;
f. Pemeriksaan kesehatan secara periodik pada waktu
tertentu walaupun tidak merasa sakit, segera
memeriksakan diri bila sakit.
2.2.4 Faktor resiko Penyakit Diare
2.2.4.1 Faktor Umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-
11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola
ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan
29
makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja manusia
atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.
2.2.4.2 Infeksi Asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi
asimtomatik meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan
pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang
mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa
yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berperan
penting dalam penyebaran banyak enteropatogen terutama
bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga
kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat
yang lain.
2.2.4.3 Faktor Musim
Faktor musim diare dapat terjadi menurut letak geografis.
Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi
pada musim panas, sedangkan diare karena virus terutama
rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah
tropik (terutama Indonesia), diare yang disebabkan oleh
rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan
sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri
cendrung meningkat pada musim hujan.
2.2.4.4 Epidemi dan Pendemi
Vibrio cholera O.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat
menyebabkan endemi dan pandemi yang mengakbatkan
tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua
golongan usia.
30
2.2.5 Gejala dan Tanda Penyakit Diare
2.2.5.1 Gejala umum: berak dengan tinja cair, lembek dan sering,
mual dan muntah, gejala dehidrasi berupa mata cekung,
ketegangan kulit menurun, gelisah, lemas, dan lain-lain.
2.2.5.2 Gejala Khusus Diare:
a. Gejala pada diare karena kuman Vibrio cholerae,
biasanya tinja akan cair dan berwarna seperti kulit beras
dan berbau amis.
b. Gejala pada diare karena disentrifrom, biasanya tinja
akan berlendir dan berdarah.
c. Dehidrasi (kekurangan cairan), tergantung dari cairan
yang diminum, dehidrasi ini bisa berupa ringan, sedang
atau berat. Hal ini akan membedakan dalam pengobatan
dehidrasi.
d. Gangguan asam-basa (Asidosis), Gangguan diare ini
disebabkan karena kehilangan cairan elektrolit yang
banyak dari tubuh. Sebagai kompensasinya biasanya
tubuh akan bernafas cepat untuk menyeimbangkan PH
arteri.
e. Gangguan gizi, hal ini karena asupan makanan yang
kurang disebabkan dengan adanya mual dan nafsu
makan menurun, ditambah dengan output (pengeluaran)
makanan yang berlebihan.
31
Tabel 2.5 Gejala Khas Diare Akut Oleh Berbagai Penyebab
Gejala Klinis Rotavirus Shigella Salmonela ETEC EIEC Kolera
Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Muntah Sering Jarang
Tenesmus
Sering + - Sering
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus
Kramp
Tenesmus Tenesmus
Kramp
Kramp
Nyeri kepala + Kolik - - -
Lamanya sakit - + - - -
Sifat Tinja
Volume 5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
Frekuensi Sedang
5-10x/hr
Sedikit
>10x/hr
Sedikit Banyak sedikit Banyak
Terus
menerus
Konsistensi Cair Sering
lembek
Sering
lembek
Sering
cair
Sering
lembek
Cair
Darah - - + -
Bau Langu ± Kadang
Busuk
+ Tidak Amis Khas
Warna Kuning
hijau
Merah
hijau
Kehijauan Tidak
berwarna
Merah
hijau
Seperti air
cucian
beras
Laukosit - + + - - -
Lain-lain Anorexsia Kejang ± Sepsis ± Meteoris
mus
Infeksi
sistemik
±
Sumber: Sunarto, 1999
2.2.6 Derajat Dehidrasi
2.2.6.1 Berdasarkan Kehilangan Berat Badan
a. Diare ringan; bila terjadi penurunan berat badan 2½ - 5%
b. Diare sedang; bila terjadi penurunan berat badan 5 – 10%
c. Diare berat; bila terjadi penurunan barat badan > 10%
2.2.6.2 Menurut Skor Maurice King (1974)
Tabel 2.6 Skor Maurice King
Bagian tubuh
yang di periksa
Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah,cengeng,
apatis, ngantuk
Mengigau, koma,
atau Syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering &
sianosis
Denyut nadi per
menit
Kuat > 120 Sedang (120-140) Lebih dari 140
Sumber: Sunoto, 1991
32
Catatan:
1. Kekenyalan kulit: kulit perut “dicubit” selama lebih 30-60 detik,
kemudian dilepas. Jika kembali dalam waktu 2-5 detik turgor agak
kurang (dehidrasi ringan); 5-10 detik turgor kurang (dehidrasi Sedang);
> 10 detik turgor sangat kurang (dehidrasi berat)
2. Hasil diberi angka 0,1,2; sesuai dengan tabelkemudian dijumlahkan.
Nilai: 0-2 = dehidrasi ringan, 3-6 = dehidrasi sedang, 7-12 = dehidrasi
berat.
2.2.6.3 Menurut WHO (1995)
Tabel 2.7 Penilaian Dehidrasi WHO
Penelian A B C
Lihat:
Keadaan umum
Mata
Air mata
Mulut dan lidah
Rasa haus
Baik, sadar
Normal
Ada
Basah
Minum biasa
tidak haus
*Gelisah, rewel
Cekung
Tidak ada
Kering
*haus ingin
minum banyak
*lesu, lunglai atau
tidak sadar
Sangat cekung
kering
Sangat kering
*Malas minum
atau tidak bisa
minum
Periksa: turgor
kulit
Kembali cepat *kembali lambat *Kembali sangat
lambat
Hasil
pemeriksaan:
Tanpa dehidrasi Dehidrasi
ringan/sedang
bila ada 1 tanda *
atau lebih tanda
lain
Dehidrasi berat
bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau
lebih tanda lain
Terapi: Rencana Terapi
A
Rencana Terapi B Rencana Terapi C
Sumber: adaptasi dari Duggan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan
WHO 1995
2.2.6.4 Berdasarkan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Tabel 2.8 Penilaian Dehidrasi MTBS
Tanda dan Gejala Tingkat Dehidrasi
a. Latergis/tidak sadar
b. Mata cekung
c. Tidak bisa minum atau malas minum
d. Cubitan kulit perut kembalinya sangat
lambat
Dehidrasi Berat
a. Gelisah, rewel/marah
b. Mata cekung
c. Haus, minum dengan lahap
d. Cubitan kulit perut kembali lambat
Dehidrasi Ringan / Sedang
Tidak ada cukup tanda-tanda untuk
diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau
dehidrasi ringan/sedang
Tanpa Dehidrasi
Sumber: Depkes RI, 2016
33
2.2.6.5 Berdasarkan MMWR (1992)
Tabel 2.9 Penilaian Dehidrasi MMWR
Simptom Minimal atau tanpa
dehidrasi
kehilangan BB <
3%
Dehidrasi Ringan –
sedang, kehilangan
BB 3% - 9%
Dehidrasi Berat
kehilangan BB
> 9%
Kesadaran
Denyut
Jantung
Kualitas
Nadi
Pernafasan
Mata
Air mata
Mulut dan
lidah
Cubitan
kulit
Capillary
kulit
Extremitas
Kencing
Baik
Normal
Normal
Normal
Normal
Ada
Basah
Segera kembali
Normal
Hangat
Normal
Normal, lelah,
gelisah, irritable
Normal –
meningkat
Normal – melemah
Normal – cepat
Sedikit cowong
Berkurang
Kering
Kembali < 2 detik
Memanjang
Dingin
Berkurang
Apathis, latergi,
tidak sadar
Takikardi,
bradikardi pada
kasus berat
Lemah, kecil,
tidak teraba
Dalam
Sangat cowong
Tidak ada
Sangat Kering
Kembali > 2 detik
Memanjang,
minimal
Dingin, mottled,
sianotik
Minimal
Sumber: adaptasi dari Duggan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan
WHO 199
2.2.7 Tatalaksana Diare
2.2.7.1 Prinsif Tatalaksana Diare
a. Mencegah Terjadinya Dehidrasi
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total dapat
berupa hilangnya air lebih banyak dari natrium (Dehidrasi
Hidrotonik) atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah
yang sama (Dehidrasi Isotonik) atau hilangnya natrium
yang lebih daripada air (Dehidrasi Hipotonik).
Cara mencegah terjadinya dehidrasi yaitu dengan
mengembalikan cairan tubuh yang hilang akibat diare,
dan bisa dilakukan sejak awal di rumah.
Tindakan pencegahan dehidrasi yang bisa dilakukan di
tingkat rumah tangga jika balita mengalami diare adalah:
34
1. Memberikan ASI lebih sering dan lebih lama dari
biasanya
bagi bayi yang masih menyusui (0-24 bulan atau lebih),
dan bagi petugas kesehatan sangat penting untuk
mendukung dan membantu ibu menyusui bayinya jika
ibu berhenti menyususi bayinya yang masih berusia 0-
24 bulan.
2. Pemberian oralit sampai diare berhenti
3. Memberikan cairan rumah tangga
Cairan/minuman yang biasa diberikan oleh
keluarga/masyarakat setempat dalam mengobati diare,
dan memberikan sari makanan yang cocok, contoh:
kuah sayur, air tajin, kuah sup. Jika tidak tersedia cairan
rumah tangga dan oralit di rumah, bisa dengan
memberikan air minum.
4. Segera membawa balita diare ke sarana kesehatan.
b. Mengobati Dehidrasi
Bila terjadi diare, segera bawa ke petugas kesehatan atau
ke sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang
cepat dan tepat sesuai dengan tatalaksana diare.
ORALIT
Oralit adalah campuran garam oralit seperti natrium
klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat
hidrat, serta glukosa anhidrat.
Manfaat ORALIT
Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit
dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air
sangat penting untuk mencehgah dehidreasi, air minum
tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh
35
sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan
garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan
baik oleh usus penderita diare.
Membuat dan memberikan larutan oralit
1) Cara membuat/mencampur larutan oralit
a) Cuci tangan dengan air dan sabun
b) Sediakan 1 gelas air minum yang telah dimasak/air
teh (200 cc)
c) Masukkan satu bungkus oralit 200 cc
d) Aduk sampai larut benar
e) Berikan larutan oralit kepada balita
2) Cara membuat larutan oralit
a) Berikan dengan sendok atau gelas
b) Berikan sedikit-sedikit sampai habis, atau sampai
anak tidak kelihatan haus
c) Bila muntah, dihentikan sekitar 10 menit,
kemudian lanjutkan dengan sabar sesendok setiap
2 atau 3 menit
d) Walau diare berlanjut, oralit tetap diteruskan
e) Bila larutan oralit pertama habis, buatkan satu
gelas larutan oralit berikutnya.
3) Dosis oralit sesuai derajat dehidrasi
Diare dehidrasi berat; Penderita diare yang tidak
dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk
di infus.
Diare dehidrasi ringan/sedang; Dosis oralit yang
diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/kg BB
36
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit
seperti diare tanpa dehidrasi.
Diare tanpa dehidrasi; adalah sesuai tabel.
Tabel 2.10 Dosis Oralit Tanpa Dehidrasi
Umur < 1 tahun 1/4 - 1/2 gelas setiap kali anak
mencret
Umur 1 - 4 tahun 1/2 – 1 gelas setiap kali anak
mencret
Umur diatas 5
tahun
1 – 1 ½ gelas setiap kali anak
mencret
Sumber: Kemenkes RI, 2011
c. Mempercepat Kesembuhan
Berikan obat zinc sekali sehari selama 10 hari
berturut-turut meskipun diare sudah berhenti untuk
efektifitas obat zinc dalam mempercepat kesembuhan,
mengurangi parahnya diare dan mencegah
kambuhnya diare selama 2-3 bulan ke depan.
ZINC
Bukti zinc baik dan aman untuk pengobatan diare
berdasarkan penelitian Departement of child and
Adolesescent Health and Development,World Health
Organization (WHO) yaitu:
1) ZINC sebagai obat pada diare; 20% lebih cepat
sembuh jika anak diare diberi zinc (penelitian di
India), 20% resiko diare lebih dari 7 hari
berkurang, 18% - 59% mengurangi jumlah tinja,
mengurangi resiko diare berikutnya 2-3 bulan
kedepan.
2) ZINC dan pengobatan diare akut; 25%
mengurangi lama diare.
37
3) ZINC dan pengobatan diare persisten; 24% diare
persisten berkurang.
4) ZINC sebagai obat pencegah diare akut dan
persisten; jika zinc diberikan 5-7 kali per minggu
dengan dosis setengah yang dianjurkan (RDA)
memberikan 18% penurunan insiden diare dan
25% penurunan diare, Pada penelitian lanjutan
didapatkan 11% penurunan insiden diare persisten
dan 34% penurunan prevalen diare.
5) ZINC pencegahan dan pengobatan diare berdarah;
pemberian zinc baik dalam jangka pendek dan
panjang terbukti menurunkan kejadian diare
berdarah.
6) ZINC dan penggunaan antibiotik irrasional;
sampai saat ini pemakaian antibiotik pada diare
masih 80% sedangkan jumlah diare yang
seharusnya diberi antibiotik tidak lebih dari 20%,
sangat tidak rasional, (data sesuai dari hasil
presentasi dr. M. Juffrie, PhD, SpA(K) dalam
kongres XIV Ikatan Bidan Indonesia, Padang,
2008). Pemakaian zinc sebagai terapi diare apapun
penyebabnya akan menurunkan pemakaian
antibiotik irasional.
7) ZINC mengurangi biaya pengobatan; mengurangi
jumlah pemakaian antibiotik dan mengurangi
jumlah pemakaian oralit.
8) ZINC aman diberikan kepada anak.
38
Cara Pemberian Obat ZINC
a) Pastikan semua anak yang menderita diare
mendapat obat zinc selama 10 (sepuluh) hari
berturut-turut.
b) Larutkan tablet dalam 1 sendok air minum atau
ASI (tablet mudah larut kira-kira 30 detik, segera
berikan pada anak).
c) Bila anak muntah sekitar setengah jam setelah
pemberian obat zinc, ulangi pemberian dengan
cara potongan lebih kecil dilarutkan beberapa kali
hingga 1 dosis penuh.
d) Bila anak menderita dehidrasi berat dan
memerlukan cairan infus, tetap berikan zinc
segera setelah anak bisa minum atau makan.
Tabel 2.11 Dosis pemberian Zinc pada balita
Umur < 6
bulan
½ tablet (10 mg) per hari selama
10 hari
Umur > 6
bulan
1 tablet (20 mg) per hari selama
10 hari
Sumber: Kemenkes RI, 2011
d. Memberi makanan
Oleh karena itu perlu diperhatikan:
1) Bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar
tetap menyusui bahkan meningkatkan pemberian
ASI selama diare dan selama masa penyembuhan
(bayi 0-24 bulan atau lebih).
2) Dukung ibu untuk memberikan ASI ekslusif
kepada bayi berusia 0-6 bulan, jika bayinya sudah
diberikan makanan lain atau susu formula berikan
konseling pada ibu agar kembali menyusui
eksklusif. Dengan menyusui lebih sering maka
39
produksi ASI akan meningkat dan diberikan
kepada bayi untuk mempercepat kesembuhan
karena ASI memiliki antibodi yang penting untuk
meningkatkan kekebalan tubuh bayi.
3) Anak berusia 6 bulan ke atas, tingkatkan
pemberian makanan: makanan pendamping ASI
(MP-ASI) sesuai umur pada bayi 6-24 bulan dan
sejak balita berusia 1 tahun sudah dapat diberikan
makanan keluarga secara bertahap.
4) Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan anak.
Pemberian makan sesuai umur sangat penting saat
sakit maupun sehat
a) Bayi berusia 1 – 6 bulan
Saat usia ini, bayi HANYA diberi Air Susu Ibu
(ASI) saja sesuai dengan keinginan anak, paling
sedikit 8 kali sehari; pagi, siang, maupun malam
hari. Jangan berikan makanan atau minuman lain
selain ASI.
Jika ibu memberikan susu formula atau makanan
lain: bangkitkan rasa percaya ibu untuk HANYA
memberikan ASI saja; jelaskan keuntungan ASI
dan dengan memberi ASI saja mencukupi
kebutuhan bayi meskipun sedang diare; susui bayi
lebih sering, lebih lama: pagi, siang, maupun
malam; secara bertahap mengurangi pemberian
susu formula atau makanan lain.
40
b) Bayi berusia 6 – 24 bulan
Teruskan pemberian ASI; mulai memberikan
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang
teksturnya sangat lembut seperti
bubur/susu/pisang; secara bertahap sesuai dengan
pertambahan umur berikan bubur tim lumat
ditambah kuning telur/ayam/ikan/tempe; setiap
hari berikan makanan sebagai berikut: usia 6
bulan 2 x 6 sdm peres, usia 7 bulan 2 -3 x 7 sdm
peres, usia 8 bulan 3 x 8 sdm peres.
c) Balita umur 9 sampai 12 bulan
Teruskan Pemberian ASI; berikan MP-ASI lebih
padat dan kasar seperti nasi tim, bubur nasi;
tambahkan telur/ayam/ikan/tempe/sapi/kacang
hijau; setiap hari berikan makanan sebagai
berikut: usia 9 bulan 3 x 9 sdm peres, usia 10
bulan 3 x 10 sdm peres, usia 11 bulan 3 x 11 sdm
peres; berikan selingan 2 kali sehari di antara
waktu pemberian makan sesuai umur sangat
penting saat sakit maupun sehat.
d) Balita umur 12 sampai 24 bulan
Teruskan pemberian ASI; berikan makanan
keluarga secara bertahap sesuai dengan
kemampuan anak; berikan 3 x sehari, sebanyak
1/3 porsi makanan orang dewasa terdiri dari nasi,
lauk pauk, sayur, dan buah; beri makanan selingan
kaya gizi 2 x sehari di antara waktu makan;
perhatikan variasi makanan; sejak umur 12 bulan,
anak sudah bisa makan makanan keluarga.
41
e) Balita umur 2 tahun lebih
Berikan makan keluarga 3 x sehari, sebanyak
1/3 – 1/2 porsi makan orang dewasa; berikan
makanan selingan kaya gizi 2x sehari diantara
waktu makan.
f) Anjuran makanan untuk diare persisten
Jika anak masih mendapatkan ASI: berikan lebih
sering dan lebih lama, pagi, siang, dan malam;
jika anak mendapatkan susu selain ASI: kurangi
pemberian susu tersebut dan tingkatkan pemberian
ASI, gantikan setengah bagian susu dengan bubur
nasi ditambah tempe, jangan diberi susu kental
manis, untuk makanan lain, ikuti anjuran
pemberian makan sesuai dengan kelompok umur.
e. Mengobati Masalah Lain
Apabila ditemukan penderita diare disertai dengan
penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai
indikasi. Diare mungkin saja diikuti dengan penyakit
penyerta seperti: ISPA (broncial pnemonia,
bronchitis, dll), saluran susunan saraf (meningitis,
ensefalingitis, dll), infeksi saluran kemih, infeksi
sistemik lain (sepsis, campak, dll), kurang gizi (KEP,
kurang vitamin A, dll), dan atau penyakit lainnya.
2.2.7.2 Prosedur Tatalaksana Diare
a. Menilai Derajat Dehidrasi
1) Tanyakan riwayat penyakit anak
a) Berapa lama anak sudah mengalami diare?
b) Berapa kali anak buang air besar dalam satu hari?
42
c) Apakah tinjanya ada darah?
d) Apakah anak muntah?
e) Apakah ada penyakit lainnya?
2) Lihat dan periksa
a) Bagaimana keadaan umum anak?
b) Sadar atau tidak sadar?
c) Lemas atau terlihat sangat mengantuk?
d) Apakah anak gelisah?
e) Berikan minum, apakah dia mau minum? Jika ya,
apakah ketika minum ia tampak sangat haus atau
malas minum?
f) Apakah matanya cekung atau tidak cekung?
g) Lakukan cubitan kulit perut (turgor), Apakah
kulitnya kembali segera, lambat atau sangat lambat
(lebih dari 2 detik)?
3) Lakukan Penilaian
Tabel 2.12 Penilaian Untuk Menentukan Rencana Terapi
PENILAIAN A B C
BILA TERDAPAT 2 TANDA ATAU LEBIH
1. LIHAT
Keadaan Umum
Mata
Rasa Haus
Baik, Sadar
Normal
Minum
biasa, tidak
haus
Gelisah, rewel
Cekung
Haus, ingin
minum banyak
Lesu, lunglai
atau tidak sadar
Sangat cekung
dan kerimg
Malas
minum/tidak
bisa minum
2. PERIKSA:
Turgor Kulit
Kembali
Normal
Kembali lambat
Kembali sangat
lambat
3. DERAJAT
DEHIDRASI
Tanpa
Dehidrasi
Dehidrasi
Ringan/Sedang
(dehidrasi tidak
berat)
Dehidrasi Berat
4. RENCANA
PENGOBATAN
Rencana
Terapi A
Rencana Terapi
B
Rencana Terapi
C
Sumber: Kemenkes RI Dirjen P2L, 2011
43
b. Menentukan rencana pengobatan diare
Rencana pengobatan diare dibagi menjadi 3 (tiga)
berdasarkan derajat dehidrasi yang dialami oleh balita,
yaitu:
1) Rencana terapi A, jika penderita diare tidak
mengalami dehidrasi.
2) Rencana terapi B, jika penderita diare mengalami
dehidrasi ringan/sedang.
3) Rencana terapi C, jika penderita diare mengalami
dehidrasi berat.
2.2.8 Konseling Tatalaksana Diare
Sebagai petugas kesehatan harus memiliki kemampuan konseling.
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
seorang ahli (disebut Konselor) kepada individu yang mengalami
suatu masalah (disebut konsele) yang bermuara pada teratasinya
masalah yang dihadapi pasien/klien (Kemenkes RI, 2011).
Komunikasi yang baik dari petugas kesehatan membantu ibu
malakukan tatalaksanakan diare di rumah.
Teknik/keterampilan komunikasi yang baik yaitu:
2.2.8.1 Tanya dan dengar
Tanya dan dengarkan hal-hal apa saja yang sudah dilakukan
oleh ibu dalam merawat anaknya ketika diare. Tanya dan
dengarkan: tanda-tanda bahaya yang dialami balita pada
saat sakit; apa saja yang sudah dilakukan ibu
balita/pengasuhnya untuk mengatasi tanda-tanda bahaya
tersebut; apa saja yang sudah dilakukan ibu balita/pengasuh
dengan baik dan apa yang perlu diperbaiki.
44
2.2.8.2 Beri Pujian
Petugas kesehatan memberikan pujian kepada ibu
balita/pengasuh jika melakukan tindakan yang baik dalam
mengatasi penyakit/tanda-tanda bahaya sakit yang dialami
balita.
2.2.8.3 Beri Saran
Berikan saran kepada ibu balita/pengasuh cara merawat
balita sakit di rumah. Gunakan kalimat yang dimengerti
oleh ibu; gunakan alat bantu yang diperlukan ibu/pengasuh
balita kenali; berikan pujian jika ibu/pengasuh
melakukan/mempraktekkan dengan benar dan bantu
ibu/pengasuh belum mempraktekkan dengan benar; berikan
kesempatan untuk melakukan praktek lebih dari satu kali
jika dibutuhkan; dorong ibu/pengasuh untuk aktif bertanya
jika ada hal-hal yang ingin dia tanyakan dan jawab semua
pertanyaannya; berikan saran yang relevan saat ini.
2.2.8.4 Periksa Pemahaman
Periksa sampai dimana pemahaman ibu tentang cara
merawat balita sakit. Berikan beberapa pertanyaan kepada
ibu/pengasuh untuk mengetahui pemahaman ibu dan
berikan penjelasan ulang jika ibu/pengasuh balita belum
paham. Hindari pertanyaan tertutup (pertanyaan yang
mengarahkan). Sebagai petugas kesehatan, anda
mengharapkan ibu/pengasuh balita mengerti cara balita
sakitnya setelah anda mengajarkannya. Dengan bertanya,
anda akan tingkat pemahaman ibu/pengasuh balita.
45
a. Ada 3 (tiga) langkah dasar cara mengajari ibu tentang
tatalaksana diare balita di rumah:
1) Berikan informasi yang tepat dan relevan kepada
ibu, contoh bagaimana memberikan zinc kepada
balitanya,
2) Peragakan kepada ibu, contoh cara memberikan zinc
kepada balitanya,
3) Ibu diminta untuk mempraktekkan sendiri cara
memberikan zinc kepada balitanya. Setelah
mengajarkan ibu tentang tatalaksana diare,
selanjutnya petugas kesehatan memeriksa
pemahaman ibu; caranya: gunakan pertanyaan
(seperti mengapa, bagaimana, kapan ibu harus
melaksanakan tatalaksana diare di rumah), hindari
pertanyaan mengarahkan, berikan waktu kepada ibu
untuk berfikir lalu menjawab pertanyaan, berikan
pujian kepada ibu jika ibu menjawab dengan benar,
jika dibutuhkan; jelaskan, beri informasi tambahan,
dan peragakan kembali.
b. Mengajarkan kepada ibu tentang tatalaksana diare di
rumah:
1) Jelaskan apa tatalaksana diare dan mengapa harus
melakukannya.
2) Jelaskan langkah-langkah melakukan tatalaksana
diare di rumah.
3) Jika obat yang diberikan lebih dari satu jenis,
perhatikan ketika ibu malakukannya.
4) Jelaskan kepada ibu berapa lama harus melakukan
tatalaksana diare tersebut di rumah.
46
5) Periksa pemahaman ibu sebelum ibu meninggalkan
sarana kesehatan.
c. Mengajarkan ibu tentang cara pemberian obat oral di
rumah:
1) Berikan obat yang sesuai dan jelaskan dosis yang
herus diberikan sesuai umur atau berat badan.
2) Jelaskan alasan mengapa memberikan obat tersebut
dan penyakit yang diobati.
3) Peragakan cara mengukur dosis yang diberikan.
4) Minta ibu untuk memberikan dosis yang pertama
kepada balita.
d. Mengajarkan ibu tentang cara memberikan obat oral di
rumah:
1) Minta ibu untuk memberikan dosis yang pertama
kepada balita.
2) Jelaskan dengan perlahan bagaimana memberikan
obat, jelaskan label yang ada di obat dan paket obat
yang diberikan.
3) Jika obat yang dibeikan lebih dari satu, hitung
jumlah obat yang diberikan dan pisahkan obat
berdasarkan jenis dan pisahkan pada kantong yang
berbeda.
4) Jelaskan kepada ibu untuk menghabiskan semua
obat yang diberikan meskipun balita sudah membaik
dari sakitnya.
5) Periksa pemahaman ibu sebelum ibu meninggalkan
sarana kesehatan.
47
e. Kunjungan Segera
Nasehati ibu untuk membawa anak kembali ke petugas
kesehatan bila: berak cair lebih sering, muntah berulang,
sangat haus, makan dan minum sangat sedikit, timbul
demam, berak berdarah, dan diare tidak membaik dalam
3 (tiga) hari.
f. Kunjungan Lanjutan
Beritahukan kepada ibu melakukan kunjungan lanjutan
ke sarana kesehatan meski balita kelihatan membaik.
1) Jika balita tidak mempunyai masalah/penyakit baru,
gunakan intruksi MTBS kunjungan untuk masalah
spesifik:
a) Periksa balita sesuai intruksi
b) Gunakan informasi untuk mengenali tanda-tanda
bahaya yang dialami balita untuk memberikan
perawatan yang sesuai.
2) Lihat jika ada kemajuan anak (semakin membaik
atau tidak) atau berikan pengobatan lain jika balita
tidak membaik.
3) Mungkin perlu mencoba obat jenis lain (second line-
drug)
4) Untuk kunjungan lanjutan berikutna sesuai tabel
berikut:
Tabel 2.13 Waktu Kunjungan Sesuai Jenis Diare
Jenis Diare Kunjungan Lanjutan
Disentri 2 hari
Diare persisten 5 hari
Diare dehidrasi
ringan/sedang
3 hari
Diare tanpa dehidraasi 3 hari
Sumber: Kemenkes RI Dirjen P2L, 2011
48
2.2.9 Pencegahan Penyakit Diare
2.2.9.1 Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi.
Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang
ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara
optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga
pertumbuhan sampai 6 bulan. Tidak ada makanan yang
lain yang dibutuhkan selama masa ini. ASI bersifat
steril, pemberian ASI saja, tanpa cairan dan makanan
lain dan tanpa menggunakan botol, menghindari anak
dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan
menyebabkan diare (memberikan ASI Ekslusif).
ASI mempunyai kasiat preventif secara imunologik
dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang
dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan
terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian
ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih
besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang
disertai susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui
mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare
sedangkan pada botol untuk susu formula, berisiko
tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan
terjadinya gizi buruk. Bayi harus disusui secara penuh
sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari
kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil
ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih).
b. Makanan pendamping ASI
Pemberian makan pendamping ASI adalah saat bayi
secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan
49
orang dewasa. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian kapan,
apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI
diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian
makanan pendamping ASI , yaitu:
1) Perkenalkan makan lunak, ketika anak berumur 6
bulan dan dapat diteruskan pemberian ASI.
Tambahkan macam makanan setelah anak berumur
9 bulan atau lebih. Berikan makan lebih sering (4x
sehari) . Setelah anak berumur 1 tahun, berikan
semua makan yang dimasak dengan baik, 4 - 6 x
sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.
2) Tambahkan minyak, lemak, dan gula kedalam
nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan
hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-
kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna
hijau ke dalam makanannya.
3) Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan
menyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang
bersih.
4) Masak makan dengan benar, simpan sisanya pada
tempat yang dingin dan panaskan dengan benar
sebelum diberikan kepada anak.
c. Menggunakan air bersih yang cukup
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
1) Ambil air dari sumber yang bersih.
2) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup
serta gunakan gayung khusus mengambil air.
50
3) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan
untuk mandi anak-anak.
4) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai
mendidih)
5) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan
dengan air yang bersih dan cukup.
d. Mencuci Tangan
Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang
air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi anak dan
sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian
diare (Menurunkan kejadian diare sebesar 47%).
e. Menggunakan Jamban
1) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi
baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
2) Bersihkan jamban secara teratur.
3) Gunakan alas kaki bila akan buang air besar/kecil
f. Membuang tinja bayi yang benar
1) Kumpulkan segera tinja bayi dan segera buang ke
jamban.
2) Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan
mudah dijangkau olehnya.
3) Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang
tinja seperti di dalam lubang atau di kebun kemudian
ditimbun.
4) Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan
cuci tangan dengan sabun.
51
g. Pemberian Imunisasi Campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting
untuk mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak.
Anak yang sakit campak sering diserta diare, sehingga
pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare.
Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah
bayi berumur 9 bulan.
2.2.9.2 Penyehatan Lingkungan
a. Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat
ditularkan melalui air antara lain adalah diare, kolera,
disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan
berbagai penyakit lainnya. Maka, penyediaan air bersih
baik secara kualitas dan kuantitas mutlak diperlukan
dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk
untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk
mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air
bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia.
Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap
dilaksanakan.
b. Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat
berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat,
nyamuk, tikus, kecoa dan sebagainya. Selain itu sampah
dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan
kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap
dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena
itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah
penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus
52
disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan di
buang ketempat penampungan sampah sementara. Bila
tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke
tempat pembuangan akhir cepat dilakukan pemusnahan
sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.
c. Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik pabrik atau limbah rumah tangga harus
dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber
penularan penyakit.
Sarana pembuangan air limbah yang tidak memenuhi
syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan
dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan
bersarangnya tikus. Kondisi ini dapat berpotensi
menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis
untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran
pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus
dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga
tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak
menjadi tempat perindukan nyamuk.
2.3 Konsep Konseling
2.3.1 Pengertian Konseling
Konseling merupakan satu jenis layanan yang merupakan bagian
terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan
timbal balik antara dua individu, di mana yang seorang, yaitu
konselor berusaha membantu orang lain dalam hal ini, klien untuk
mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan
masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang
(Natawijaya et Sukardi, 2000).
53
Konseling merupakan upaya memberikan bantuan dari seorang
konselor kepada klien, bantuan di sini dalam pengertian sebagai
upaya membantu orang lain agar ia mampu tumbuh kearah yang
dinilainya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya
dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam
kehidupannya (Yusuf & Juntika, 2005:9).
Gustad mendefinisikan konseling secara sederhana sebagai proses
berorentasi pembelajaran dalam hubungan perorangan. Pada
hubungan ini, konselor, yang memiliki kompetensi keterampilan
(skill) dalam pengetahuan, membantu klien memenuhi kebutuhannya
dengan menggunakan metode yang tepat melalui program personal
yang menyeluruh. Klien juga dibantu mengenali dirinya lebih dalam,
menerima dirinya, dan belajar mengolah pemehamannya untuk
membentuk persepsi yang jelas. Dengan demikian, klien dapat
menentukan tujuan yang lebih realistis dan akhirnya menjadi lebih
bahagia dan lebih produktif dalam kehidupan bermasyarakat
(Tamsuri, 2008).
American Counseling Association (ACA), konseling merupakan
aplikasi dari pripsip-prinsip kesehatan mental, psikologi, atau
perkembangan manusia melalui intervensi kognitif, afektif,
behavioral atau sistemik, stategi yang memperhatikan kesejahteraan
(wallness), pertumbuhan pribadi, atau perkembangan karir, tetapi
juga patologi (Komalasari dkk, 2011).
2.3.2 Tujuan Konseling
McLeod 2006, mengatakan bahwa beberapa tujuan konseling yang
didukung secara eksplisit dan implisit oleh para konselor adalah:
2.3.2.1 Pemahaman; adanya pemahamanterdapat akar dan
perkembangan kesulitan emosional, mengarah
54
peningkatan kapasitas untuk lebih memilih kontrol
rasional ketimbang perasaan dan tindakan.
2.3.2.2 Berhubungan dengan orang lain; menjadi lebih mampu
membentuk dan mempertahankan hubungan yang
bermakna dan memuaskan dengan orang lain, misalnya
dalam keluarga atau di dunia pendidikan.
2.3.2.3 Kesadaran diri; menjadi lebih peka terhadap pemikiran
dan perasaan yang selama ini ditahan dan ditolak, atau
mengembangkan perasaan yang lebih akurat berkenaan
dengan penerimaan orang lain terhadap diri.
2.3.2.4 Penerimaan diri; pengembangan sikap positif terhadap
diri, yang ditandai oleh kemampuan menjelaskan
pengalaman yang selalu menjadi subjek kritik dan
penolakan.
2.3.2.5 Aktualisasi diri atau individuasi; pergerakan ke arah
pemenohan potensi atau penerimaan integrasi bagian diri
yang sebelumnya saling bertentangan.
2.3.2.6 Pencerahan; membantu konseli mencapai kondisi
kesadaran spiritual yang lebih tinggi.
2.3.2.7 Pemecahan masalah; menemukan pemecahan problem
tertentu yang tidak bisa dipecahkan oleh konseli seorang
diri. Dengan kata lain, menuntut kompetensi umum dalam
pemecahan masalah.
2.3.2.8 Pendidikan psikologi; membuat konseli mampu
menangkap ide dan teknik untuk memahami dan
mengontrol tingkah laku.
2.3.2.9 Memiliki keterampilan sosial; mempelajari dan menguasi
keterampilan sosial dan inter-personal seperti
mempertahankan kontak mata, tidak menyela
pembicaraan, asertif, atau pengendalian kemarahan.
55
2.3.2.10 Perubahan kognitif; memodifikasi atau mengganti
kepercayaan yang tidak rasional atau pola pemikiran yang
tidak dapat diadaptasi, yang diasosiasikan dengan tingkah
laku yang merusak diri sendiri.
2.3.2.11 Perubahan tingkah laku; memodifikasi atau mengganti
pola tingkah laku yang maladaftif atau merusak ke arah
yang lebih adaftif dan diterima secara sosial.
2.3.2.12 Perubahan sistem; memperkenalkan perubahan dengan
cara beroperasinya sistem sosial seperti keluarga dan
masyarakat sekitar.
2.3.2.13 Penguatan; berkenaan dengan keterampilan, kesadaran
dan pengetahuan yang membuat konseli mampu
mengontrol kehidupannya.
2.3.2.14 Restitusi; membantu konseli membuat perubahan kecil
terhadap perilaku yang merusak.
2.3.2.15 Reproduksi (generativity) dan aksi sosial; menginspirasi
dalam diri seseorang dan kapasitas untuk peduli terhadap
orang lain, membagi pengetahuan dan memberikan
kotribusi untuk kebaikan bersama (cellective good)
melalui kesepakatan politik dan kerja komunitas.
Dalam kegiatan konseling, tidak selalu mencakup seluruh tujuan
konseling tersebut, tetapi tujuan konseling ditetapkan berdasarkan
permasalahan yang dialami oleh konseli serta pendekatan konseling
yang digunakan oleh konselor.
Tujuan utama konseling adalah membuat kesadaran (conscious) hal-
hal yang tidak disadari (unconscious) konseli. Hal-hal yang terdapat
di level ketidaksadaran (unconscious) dibawa ke level kesadaran
(conscious). Ketika hal-hal yang telah ditekan di alam
ketidaksadaran dimunculkan kembali, maka masalah tersebut dapat
56
diatasi secara lebih rasional dengan menggunakan berbagai metode
(Thompson, et.al., 2004).
2.3.3 Domain Konseling
Berdasarkan domain pengajaran, konseling dapat dibedakan menjadi
3 (tiga) domain yaitu:
2.3.3.1 Domain Kognitif
Untuk domain kognitif, proses konseling meliputi kegiatan
pendidikan untuk proses penyampaian, penyimpanan, dan
pemanggilan kembali memori dan informasi baru dari
konselor kepada konseli.
2.3.3.2 Domain Afektif
Untuk domain afektif, pengertian, pemahaman, dan
wawasan yang diperoleh dan dikmbangkan selama periode
konseling diharapkan dapat menimbulkan sikap yang dapat
mendukung kesehatan, meningkatkan koping konstruktif,
dan mempertahankan nilai-nilai serta harga diri positif.
2.3.3.3 Domain Psikomotor
Untuk domain psikomotor, konselor bertugas mendidik
konseli untuk mengembangkan keterampilan (skill) tertentu
sehingga sanggup melakukan perubahan fisik atau perilaku
bagi dirinya.
57
2.3.4 Strategi dan Alat Bantu Konseling
Tabel 2.14 Strategi/Metode Koseling Yang Dapat Digunakan Strategi ciri
Penjelasan atau
deskripsi
Perawat mengajar dan mengontrol isi dan waktu
pembicaraan
Klien bersifat pasif
Umpan balik ditentukan oleh perawat
Peribahan kognitif
Dapat diberikan kepada individu atau kelompok
Diskusi perorangan Memungkinkan partisifasi aktif klien
Memungkinkan penguatan dan repetisi
Perubahan kognitif dan afektif
Dapat dilakukan pada individu
Menjawab pertanyaan Perawat mengontrol isi dan situasi pembelajaran
Perawat harus memahami pertanyaan dan manfaat
pertanyaan bagi klien
Perubahan kognitif
Dapat dilakukan pada individu atau kelompok
Demontrasi Sering digunakan untuk menerangkan
Tidak memungkinkan tindakan belajar dari klien
Perubahan psikomotor
Dapat dilakukan pada individu atau kelompok
Penemuan Perawat menciptakan situasi pemecahan masalah
Klien menjadi partisipan aktif, yang memungkinkan
retensi informasi menjadi kuat
Perubahan kognitif atau afektif
Dapat dilakukan pada individu atau kelompok
Diskusi kelompok Memungkinkan partisifasi aktif klien
Memungkinkan penguatan dan repetisi
Perubahan kognitig atau afektif
Dapat dlakukan pada individu atau kelompok
Praktik Sering digunakan untuk menerangkan
Memungkinkan tindakan belajar dari klien
Perubahan psikomotor
Dapat dilakukan pada individu atau kelompok
Bermain peran Memungkinkan ekspresi sikap, nilai dan emosi
Dapat membantu meningkatkan kemampuan
berkomunikasi
Melibatkan partisifasi aktif klien
Perawat harus mencptakan suasana aman, kretif, dan
suportif untuk mengurangi kecemasan
Perubahan afektif, kognitif
Dilakukan pada kelompok
Modeling Perawat memberikan sejumlah contoh sikap dan
keterampilan psikomotor
Perubahan afektif dan psikomotor
Dilakukan pada individu atau kelompok
Media audio visual Berbentuk buku, pamflet, film, dan program terinstruksi
Perawat tidak harus berada disisi klien saat proses belajar
Perubahan kognitif
Dilakukan pada individu
Sumber: Tamsuri, A (2008) Konseling Dalam Perawatan
58
Strategi pada kegiatan konseling dapat salah satu atau kombinasi
berbagai strategi di atas. Semakin beragam metode dan media yang
digunakan, penerimaan terhadap informasi dan proses belajar
menjadi lebih efektif. Mungkin memerlukan keterlibatan
keluarga/tenaga kesehatan lain untuk mendukung keefektifan
konseling dan pencapaian tujuan. Keluarga dapat membantu dalam
proses pembelajaran selama konseling, memberi dukungan dalam
pengambilan keputusan dan tenaga bantuan untuk konseli dalam
mencapai tujuan.Keluarga juga berfungsi pendukung psikologis
klien, mengurangi kecemasan dan kesendirian.
Didalam proses konseling mungkin saja diperlukan alat bantu
pengajaran. Alat bantu yang digunakan, antara lain; kata-kata, tulisan
(leaflet, buklet, poster, lembar balik), rekaman radio, film, televisi,
pameran, kunjungan lapangan, demonstrasi, sandiwara, benda tiruan
maupun benda asli. Jenis alat bantu yang akan digunakan
disesuaikan dengan kemampuan (fasilitas), metode konseling,
ketersediaan waktu serta tenaga dan tujuan konseling. Manfaat alat
bantu dalam konseling adalah: meningkatkan minat dalam proses
konseling, meningkatkan efektivitas konseling, mengurangi
hambatan bahasa, dan membantu retensi bahasa.
2.3.5 Proses Konseling
2.3.5.1 Mendefinisikan Masalah Melalui Mendengar Aktif
Pada tahap ini konselor mendengarkan dengan aktif dalam
rangka membangun rapport dengan konseli. Postur tubuh
yang terbuka dan santa mengundang konseli untuk terbuka.
Pada tahap ini juga disepakati lamanya waktu konseling.
Ketika konseli telah terbuka untuk mendiskusikan
masalahnya dengan konselor, konselor perlu
memperhatikan tiga poin penting, yaitu:
59
a. Masalah yang belum terpecahkan
b. Perasaan terhap masalah tersebut
c. Harapan-harapan terhadap apa yang harus konselor
lakukan untuk mengatasi masalah.
2.3.5.2 Mengklarifikasi Ekspektasi Konseli
Mendiskusikan kemungkinan pencapaian ekspektasi konseli
dalam konseling yang harus realistis dengan kondisi dirinya
dan lingkungan.
2.3.5.3 Mengeksplorasi hal-hal yang sudah dilakukan untuk
mengatasi masalah
Konselor mendiskusikan usaha-usaha yang telah dilakukan
konseli dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Dalam
hal ini konselor sebaiknya menggunakan pernyataan
(statement) daripada pertanyaan (quetions)untuk
menghindari suasana seperti mengintrogasi.
2.3.5.4 Mengeksplorasi hal-hal baru yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah
Selanjutnya adalah sesi brainstorming dimana konselor
mendorong konseli untuk mengembangkan alternatif
penyelesaian masalah sebanyak-banyaknya, kemudian
menilai semua alternatif tersebut. Dalam buku teori dan
teknik konseling, Thampson dan poppen (1992)
merekomendasikan untuk menggunakan kertas untuk
membuat daftar alternatif penyelesaian masalah. Proses ini
sangat penting bagi konseli karena ia belajar untuk mencari
penyelesaian masalah secara mandiri.
60
2.3.5.5 Membuat komitmen untuk mencoba alternatif kegiatan
yang dipilih untuk mengatasi masalah
Setelah konseli mempertimbangkan alternatif terbaik dan
yang paling sesuai dengan dirinya dan lingkungan, konselor
membangun komitmen konseli untuk melaksanakan
alternatif tersebut. Pada tahap ini mungkin akan terjadi
peneolakan dari konsseli untuk melakukan alternatif
pemecahan masalahnya. Untuk itu konselor mendiskusikan
alternatif penyelesaian masalah yang paling mudah
dilakukan terlebih dahulu.
2.3.5.6 Menutup Wawancara Konseling
Setelah konseli telah melaksanakan alternatif penyelesaian
masalah, konselor mendiskusikan dan mereview pencapaian
penyelesaian masalah. Kemudian bersama-sama membiuat
kesimpulan dan membuat rencana tindak lanjut konseling.
2.3.6 Assessment Dalam Konseling
Dalam proses konseling assessment sama dengan menilai.
Melakukan assessment terhadap masalah yang dialami klien
merupakan suatu hal yang penting. Diperlukan ketelitian konselor
dalam melakukan assessment karena kesalahan yang dilakukan dapat
memberikan dampak negatif pada klien. Waktu assessment bersifat
fleksibel, artinya tidak ada batas waktu yang kaku bagi konseor
dalam melakukannya.
Beberapa kendala seorang konselor yang menghambat proses
assessmant adalah: eksplorasi masalah belum mendalam,
alloanamnesis (informasi dari pihak lain) yang diperoleh tidak
mencukupi sehingga konselor harus mencari pihak lain lagi, konseli
61
tidak menjalani proses konseling secara rutin, permasalahan konseli
adalah hal yang baru bagi konselor.
2.3.6.1 Tujuan Assessment
Assessment dapat berarti suatu upaya yang dilakukan
konselor untuk merumuskan data-data klien secara tepat,
juga sebagai upaya konselor menelaah secara mendalam apa
yang menyebabkan masalah muncul. Tujuan assessment
yaitu:
a. Memperlancar proses pengumpulan informasi,
b. Memungkinkan konselor membuat diagnosis yang tepat,
c. Mengembangkan rencana tindakan yang efektif,
d. Menentukan tepat atau tidaknya konseli menjalani
rencana tertentu,
e. Menyederhanakan pencapaian sasaran dan pengukuran
kemajuan,
f. Meningkatkan wawasan insight mengenai diri konseli,
g. Mampu menilai lingkungan,
h. Meningkatkan proses konseling dan diskusi yang lebih
terfokus dan relevan,
i. Mengindikasikan kemungkinan peristiwa tertentu akan
terjadi, misalnya: sukses dalam usaha okupasional atau
akademik,
j. Meningkatkan minat, kemampuan, dan dimensi
kepribadian,
k. Menghasilkan pilihan-pilihan,
l. Memfasilitasi perencanaan dan pembuatan keputusan.
2.3.6.2 Aspek-aspek Assessment
Aspek-aspek assessment dalam konseling menurut Hackney
dan Cormier (dikutip dari Lesmana, 2005) adalah:
62
a. Intake interview riwayat hidup
Adalah wawancara yang dilakukan konselor terhadap
konseli atau orang terdekat yang dilakukan sebelum
proses konseling dimulai, yaitu:
1) Data identifikasi
Data formal konseli meliputi nama konseli, alamat
rumah, nomor telepon, umur, jenis kelamin, dan
status pernikahan. Dari identifikasi ini akan
diketahui bagaimana latar belakang kehidupan
ekonomi dan status sosialnya di masyarakat.
2) Riwayat pribadi
Informasi keseluruhan konseli dari masa lalu
sampai masa sekarang, meliputi:
a) Riwayat medis; penyakit tertentu yang
mengganggu aspek psikisnya atau memiliki
cacat fisik
b) Riwayat pendidikan; mulai dari konseli
mengikuti pendidikan sampai selesai
c) Riwayat pekerjaan; hubungan dengan rekan
kerja, kondisi tempat kerja secara umum, dan
berapa kali pindah kerja
d) Riwayat seksual dan pernikahan; Apakah
sudah berkeluarga? Bagaimana hubungan
dengan pasangan? Alasan menikah?
3) Tatanan kehidupan klien saat ini
Pertanyaan yang sering muncul dalam wawancara
adalah: bagaimana konseli menjalani hari-harinya?
Bagaimana kehidupan beragama konseli? Apa
63
yang dilakukan konseli dihari santainya? Dimana
konseli sering menghabiskan waktunya?
4) Riwayat keluarga
Keluarga adalah orang-orang yang memiliki
hubungan dekat dengan konseli. Beberapa konseli
mempunyai permasalahan hubungannya dengan
keluarga. Yang perlu diketahui adalah: usia orang
tua, kepribadian orang tua, hubungan ayah dan ibu,
peran orang tua dalam keluarga, hubungan konseli
dengan saudara-saudaranya, dan deskripsi
kehidupan keluarga.
5) Penyampaian masalah oleh konseli
Merupakan hal terakhir sekaligus hal pokok yang
diungkap dalam intake interview oleh konseli
dalam penyampaian masalah. Walau kurang jelas,
seringkali konselor dapat menangkap inti masalah
konseli. Yang diperoleh disini adalah: bagaimana
konseli menyikapi masalah, sejauh mana masalah
mengganggu aktifitas, intensitas kemunculan
masalah, sejak kapan dan berapa lama masalah
dirasakan, proses berkembangnya masalah, dan apa
yang membuat konseli bersedia menjalani
konseling.
6) Observasi oleh konselor
Adalah pengamatan terhadap diri konseli
berdasarkan fisik yang terlihat dari luar. Lesmana
(2005) menyebutkan bahwa hal-hal yang perlu
diobservasi dari konseli adalah: penampiln fisik,
64
pakaian, sikap tubuh, ekspresi wajah, kualitas
suara, cara menjawab, jarak duduk, dan pasivitas.
Melalui observasi konselor memperoleh tentang
kualitas diri konseli seperti: bagaimana
perbendaharaan kata konseli? Bagaimana
kemempuan abstraksi konseli? Bagaimana alur
pikirnya? Apakah konseli berpikir secara realistis?
Bagaimana dengan keseimbangan pembicaraan?
b. Definisi masalah
Definisi masalah bukanlah apa yang disampaikan
konseli pada saat inteke interview, tetapi masalah-
masalah yang diungkapkan konseli setelah konselor
melakukan eksplorasi. Konselor harus benar-benar jeli
menangkap pesan masalah sebenarnya dari konseli,
bukan apa yang konseli nyatakan ketika diwawancara.
Apabila gagal memaknai keluhan konseli dari sudut
pandang konseli sendiri, maka konselor akan menemui
hambatan dalam mencari alternatif dan startegi yang
digunakan dalam proses konseling.
Beberapa hal yang harus diperhatikan konselor jika
mengeksplorasi masalah konseli yaitu:
1) Unsur masalah konselor
Unsur masalah konseli dapat berasal dari pikiran,
perasaan, tingkah laku, keluhan fisik, dan
hubungan interpersonal
2) Pola peristiwa; misalnya:
a) Kapan masalah terjadi? Dimana dan dengan
siapa?
65
b) Apa yang terjadi sebelum masalah muncul?
c) Apa yang terjadi saat masalah muncul?
d) Apa yang terjadi setelah masalah muncul?
e) Apa yang membuat masalah membaik dan
menghilang?
f) Apa yang membuat masalah menjadi semakin
memburuk?
3) Lamanya masalah; adalah:
a) Sudah berapa lama masalah ini terjadi?
b) Seberapa sering masalah ini terjadi?
c) Berapa lama jangka waktu penyelesaiannya
jika masalah ini terjadi?
4) Keterampilan konseli menangani masalahnya
Yang perlu dieksplorasi adalah:
a) Bagaimana cara klien menanggulangi
masalahnya selama ini?
b) Apakah konseli pernah berhasil mengatasi
masalahnya?
c) Kekuatan dan dukungan apa saja yang
membantu konseli menghadapi masalahnya?
d) Bagaimana pandangan konseli terhadap
lingkungan sekitarnya?
e) Apakah konseli menggunakan nilai-nilai agama
untuk menyelesaikan masalahnya?
2.3.6.3 Efek Assessment
a. Efek positif assessment adalah:
1) Konseli merasa konselor memahami masalahnya
2) Menimbulkan perasaan lega pada diri konseli
66
3) Konseli merasa memiliki pengharapan
4) Konseli termotivasi melakukan perubahan yang
diperlukan
b. Efek negatif assessment adalah:
1) Timbulnya kecemasan dalam diri konseli
2) Konseli merasa terintrogasi
3) Konseli merasa dievaluasi dan bertanya-tanya
bagaimana sebenarnya keadaan dirinya. Aspakah dia
bodoh, gila, atau adakah hal yang salah pada dirinya
Apapun konsekuensinya, baik positif maupun negatif,
assessment wajib dilakukan. Jangan karena konselor takut
konseli akan bertambah tertekan karena assessment yang
dilakukan, konselor meniadakan assessment. Hal ini akan
mengganggu keefektifan sebuah proses konseling.
67
2.4 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini disusun berdasarkan landasan teori dan
dihubungkan dengan fenomena yang menjadi fokus penelitian. Kerangka
konsep memuat tentang variabel yang diteliti. Variabel adalah karakteristik
yang diamati mempunyai variasi nilai dan merupakan operasionalisasi dari
suatu konsep agar dapat diteliti secara empiris atau ditentukan tingkatannya
(Setiadi, 2007). Kerangka konsep menjelaskan tentang variabel-variabel
yang dapat diukur dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Keterangan :
= variabel yang di ukur
= variabel yang tidak diukur
2.5 Hipotesis Penelitian
Menurut Nursalam (2013) hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan
masalah atau pertanyaan penelitian. Adapun hipotesis yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
Ada pengaruh Konseling MTBS diare terhadap tatalakasana perawatan
oleh ibu pada balita di Puskesmas Tampang Tumbang Anjir Kabupaten
Gunung Mas.
Pengertian MTBS
Tujuan MTBS
Alur pendekatan MTBS
Proses Manajemen Kasus
Variabel Indivendent
Konseling MTBS
Variabel Dependent
Terlaksana perawatan balita diare
oleh ibu di rumah tangga
Prosedur terlaksana diare 1. Menilai derajat dehidrasi 2. Menentukan rencana
pengobatan diare
Prisif tatalaksana diare : 1. Mencegah terjadinya dehidrasi 2. Mengobati dehidrasi 3. Mempercepat kesembuhan 4. Memberi makan 5. Mengobati masalah lain
Konseling dalam MTBS