Upload
hoangkhuong
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Harimonting
2.1.1. Morfologi Tumbuhan Harimonting Tumbuhan Harimonting adalah termasuk familli Myrtaceae (suku jambu-jambuan).
Harimonting adalah sejenis tanaman liar dengan pohon berkayu. Di padang-padang
terbuka tingginya hampir setinggi orang dewasa (tingginya dapat mencapai 4 meter).
Daunnya keras, panjang 5-7 cm dan luasnya 2-3,5cm, oval, ujungnya dari tumpul
sampai dengan tajam, diatas hijau mengkilap, dibawah lebih abu-abu dalam atau
kekuning-kuningan yang jarang dengan petiole yang lebar dan seluruh garis tepi.
Bunganya tersembunyi atau dalam 2 atau 3 kelompok, diameter 2,5-3 cm dengan 5
daun bunga yang sedikit berwarna putih, di luar dengan merah keungu-unguan atau
keseluruhan merah muda. Buahnya dapat dimakan, panjang 10-15mm, merah muda
dikelilingi 3 atau 4 lubang, ditutupi dengan cuping kelopak yang tetap, lembut, dengan
biji 40-45 dalam deretan ganda di dalam masing – masing lubang, dan biji diedarkan
oleh burung pemakan buah dan mamalia. Kecepatan penghasilan biji dan
perkecambahan sangat tinggi. Sinonim. Nama umum adalah Ceylonhill (Inggris),
Downy Myrtel (English – Florida).
(http://en.wikipedia.org/wiki/Rhodomyrtus_tomentosa/)
2.1.2. Sistematika tumbuhan Harimonting adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliphyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Melastomatales
Famili : Melastomataceae
Genus : Rhodomyrtus
Spesies : (Rhodomyrtus tomentosa W.Ait).
(http://www.plantamor.com/spctail.php?recid=2077)
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Manfaat tumbuhan Harimonting
Salah satu tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan obat adalah tumbuhan
Harimonting (Rhodomyrtus tomentosa W.Ait). Bagian yang digunakan sebagai obat
adalah daun yang berfungsi sebagai obat diare. Buahnya dapat dimakan karena
rasanya manis. (http://habinsaran.wordpress.com/2008/01/22/harimontong-andaliman-
sian-parsoburan/).
2.2 Senyawa Flavonoid
Senyawa-senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15
atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh
rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-senyawa flavonoid adalah
senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoid adalah senyawa 1,2 diaril propana,
sedangkan senyawa-senyawa neoflavonoid adalah 1,1 diaril propana.
Istilah flavonoid diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal
dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon; suatu jembatan
oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil
yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosoklik ini, pada tingkat oksidasi yang
berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang
mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai
struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini. (Manitto, 1981)
Senyawa flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan
termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan
flavonoid ini berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga
flavonoid yng terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan
sekresi lebah. Dalam sayap kupu - kupu dengan anggapan bahwa flavonoid berasal
dari tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis
Universitas Sumatera Utara
di dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang
tersebar yaitu angiospermae, klorofita, fungi, briofita. (Markham, 1988)
2.2.1 Struktur dasar senyawa flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat
yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoid dapat
digambarkan sebagai berikut :
C C CA B
Kerangka dasar senyawa flavonoid
Cincin A adalah karakteristik phloroglusinol atau bentuk resorsinol tersubstitusi.
O
C3OH
HO
C6
O
C3
HO
C6 B Namun sering terhidroksilasi lebih lanjut :
O
C3OH
HO
HO
C6
A
B
OCH3O
C3OCH3
H3CO
H3CO
C6
A
Cincin B adalah karakteristik 4-, 3,4-, 3,4,5- terhidroksilasi
C3(A)C6
R
R'
R''
B
R = R’ = H, R’ = OH R = H, R’ = R” = OH R = R’ = R” = OH (juga, R = R’ =
R” = H) (Sastrohamidjojo, 1996)
2.2.2. Klasifikasi Senyawa Flavonoid
A
B
A A
Universitas Sumatera Utara
Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita
serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak,
umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida.
(Harborne, 1996)
Pada flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoid (atau lebih) terikat
pada satu gula (lebih) dengan ikatan yang tahan asam. Glukosa merupakan gula yang
paling umum terlibat dan gula lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa,
ramnosa, silosa, arabinosa, dan rutinosa. Waktu yang diperlukan untuk memutuskan
suatu gula dari suatu flavonoid O-glukosida dengan hidrolisis asam ditentukan oleh
sifat gula tersebut.
Pada flavonoid C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoid dan
dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan
karbon-karbon yang tahan asam. Gula yang terikat pada atom C hanya ditemukan
pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid, misalnya pada orientin. (Markham,
1988)
Menurut Robinson (1995), flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman
pada rantai C3 yaitu :
1. Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon
flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai
antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan
merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana
basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada
pengerjaannya masih dapat dilakukan.
O
OHO Struktur flavonol
Universitas Sumatera Utara
2. Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan
3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi
warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis
glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan
luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang
paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula
melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap
sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoid.
O
O
12
345
6
78
9
10
1'
2'3'
4'5'
6'
Struktur flavon
3. Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai
fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai
pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya
tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein)
memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi
kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia
berubah menjadi coklat. O
O Struktur Isoflavon
4. Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga.
Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah
Universitas Sumatera Utara
jeruk; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat
dalam buah anggur dan jeruk.
O
O Struktur Flavanon
5. Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika
dibandingkan dengan flavonoid lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena
konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.
O
OOH
Struktur Flavanonol
6. Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu.
Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir
dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat
sebagai antioksidan.
OHO
OHOH
OHOH
Struktur Katekin
7. Leukoantosianidin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan
berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin,
apiferol.
Universitas Sumatera Utara
O
OHHO OH
Struktur Leukoantosianidin
8. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam
tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab
hampir semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga,
dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan
suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen
sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan
metilasi atau glikosilasi.
O
OH Struktur Antosianin
9.Khalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila
dikromatografi kertas. Aglikon flavon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena
hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas
dalam pengembang air. (Harborne, 1996)
O Struktur Khalkon
10. Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita.
Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi
Universitas Sumatera Utara
kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah
menjadi merah jingga bila diberi uap amonia. (Robinson, 1995)
HCO
O Struktur Auron
Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoid dimana
semua flavonoid, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan
semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni:
Golongan flavonoida
Penyebaran Ciri khas
Antosianin Proantosianidin Flavonol Flavon Glikoflavon Biflavonil Khalkon dan auron Flavanon Isoflavon
pigmen bunga merah marak,dan biru juga dalam daun dan jaringan lain. terutama tan warna, dalam daun tumbuhan berkayu. terutama ko-pigmen tanwarna dalam bunga sianik dan asianik; tersebar luas dalam daun. seperti flavonol seperti flavonol tanwarna; hampir seluruhnya terbatas pada gimnospermae. pigmen bunga kuning, kadang-kadang terdapat juga dalam jaringan lain tanwarna; dalam daun dan buah ( terutama dalam Citrus ) tanwarna; sering kali dalam akar; hanya terdapat dalam satu suku,Leguminosae
larut dalam air, λmaks 515-545 nm, bergerak dengan BAA pada kertas. menghasilkan antosianidin (warna dapat diekstraksi dengan amil alkohol ) bila jaringan dipanaskan dalam HCl 2M selama setengah jam. setelah hidrolisis, berupa bercak kuning murup pada kromatogram Forestal bila disinari dengan sinar UV; maksimal spektrum pada 330 – 350 setelah hidrolisis, berupa bercak coklat redup pada kromatogram Forestal; maksimal spektrum pada 330-350 nm. mengandung gula yang terikat melalui ikatan C-C; bergerak dengan pengembang air, tidak seperti flavon biasa. pada kromatogram BAA beupa bercak redup dengan RF tinggi . dengan amonia berwarna merah ; maksimal spektrum 370-410 nm. berwarna merah kuat dengan Mg / HCl; kadang – kadang sangat pahit . bergerak pada kertas dengan pengembang air; tak ada uji warna yang khas.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Metoda isolasi senyawa flavonoid
a. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoid oleh Chowdhurry
Pada metoda ini, daun tumbuhan dikeringkan terlebih dahulu sebanyak 100 gram.
Lalu diekstraksi dengan Petroleum Eter (60-80 oC) dalam alat soklet selama 10 jam.
Selanjutnya diekstraksi dengan Benzena selama 10 jam. Ekstrak Benzena diuapkan
pelarutnya, menghasilkan semipadat berwarna coklat. Lalu dilarutkan dalam Eter dan
dipisahkan dalam suasana asam, basa dan netral. Fraksi pertama (ada empat macam)
masing-masing 50 ml dielusi dengan Benzena memberikan residu padat dengan titik
lebur 151-152 oC.
Kristalisasi dengan Metanol menghasilkan senyawa flavonoid (I), kristal tidak
berwarna dengan titik lebur 156 oC. Penelitian ini juga dilakukan oleh Prof. Dreyer,
L., D., dengan melakukan pengukuran titik lebur, kromatografi lapis tipis dengan
Spektrum Infra Merah. Dari fraksi lima sampai delapan masing-masing dilarutkan
dengan Benzena lalu menghasilkan zat padat berwarna kuning terang dengan titik
lebur 191-193 oC. Kristalisasi dilakukan dengan Metanol menghasilkan Hibiscetin
Hepta Metil Eter, titik lebur 196-197 oC, kristal berwarna kuning sebanyak 50 gram.
(Chowdhurry, 1971)
OOCH3
OCH3
H3CO OCH3
OCH3
OCH3
OOCH3
b. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoid oleh Joshi
Daun tumbuhan yang telah dikeringkan diekstraksi dengan n-heksana, lalu ekstrak
n-heksana dikromatografi kolom dengan fasa diam alumina, menghasilkan kristal
dengan titik lebur 125-126 oC sebanyak 0,1%. Diidentifikasi, ekotin C23H26O10.
(Joshi, 1969)
OOCH3
OCH3
H3CO OCH3
OCH3
OCH3
OOCH3
H3CO
Universitas Sumatera Utara
c. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoid oleh Dreyer, L.D
Dalam metoda ini, daun diekstraksi dengan Aseton, kemudian pelarut dievaporasi dan
diperoleh ekstrak pekat. Ektrak pekat yang diperoleh dikromatografi kolom dengan
menggunakan alumina sebagai fasa diam dan Benzena sebagai fasa gerak hingga
dihasilkan residu. Lalu direkristalisasi dengan campuran Etil asetat : n-heksana dan
dilanjutkan dengan Metanol. Diperoleh kristal kuning terang, diidentifikasi sebagai
3,3`,4`,5,5`,6,7-hepta metoksi flavon dengan titik lebur 156-157oC. (Dreyer, 1968)
O
H3CO
H3CO
OCH3OCH3
OCH3
OCH3OCH3
O
d. Metoda Isolasi Senyawa Flavonoid oleh Harborne
Dalam metoda ini, daun yang segar dimaserasi dengan MeOH, lalu disaring. Ekstrak
MeOH dipekatkan dengan rotari evaporator. Lalu ekstrak pekat yang dihasilkan,
diasamkan dengan H2SO4 2M, didiamkan, lalu diesktraksi dengan Kloroform. Lapisan
Kloroform diambil, lalu diuapkan, sehingga dihasilkan ekstrak polar pertengahan
(Terpenoida atau senyawa Fenol). (Harborne, 1996)
2.2.4 Sifat kelarutan flavonoid
Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa
fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat,
bila dibiarkan dalam larutan basa, dan disamping itu terdapat oksigen, banyak yang
akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil, atau suatu gula,flavonoida
merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoid cukup larut dalam pelarut polar
seperti Etanol (EtOH), Metanol (MeOH), Butanol (BuOH), Aseton, Dimetilsulfoksida
(DMSO), Dimetilformamida (DMF), Air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada
flavonoid (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoid lebih
mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas
Universitas Sumatera Utara
dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon
yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang
termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti Eter dan Kloroform.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Teknik Pemisahan
Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan
ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-
komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan:
1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya
perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang
akan dipisahkan.
2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada
perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang
termasuk dalam suatu golongan. (Muldja, 1995)
2.3.1 Kromatografi
Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan
dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk lapisan
stasioner denagn luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang
merembes lewat.
Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fasa yang
bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas. (Underwood, 1981). Cara-cara
kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat – sifat dari fasa diam, yang dapat
berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat disebut kromatografi
serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena fasa gerak dapat
berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi yaitu:
1. Fasa gerak cair–fasa diam padat (kromatografi serapan):
a.kromatografi lapis tipis
b.kromatografi penukar ion
2.Fasa gerak gas–fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat
3. Fasa gerak cair–fasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi kertas.
4. Fasa gerak gas–fasa diam zat cair, yakni :
a. kromatografi gas–cair
b. kromatografi kolom kapiler
Universitas Sumatera Utara
Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa –
senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam
perbandingan yang sangat berbeda – beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang
lain (Sastrohamidjojo, 1991).
2.3.1.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi Lapis Tipis pada plat berlapis yang berukuran lebih besar, biasanya
5x20 cm, 10x20 cm, atau 20x20 cm. Biasanya memerlukan waktu pengembangan 30
menit sampai satu jam. Pada hakikatnya KLT melibatkan dua fase yaitu fase diam
atau sifat lapisan, dan fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat
berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap atau penyangga
untuk lapisan zat cair. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau
campuran pelarut. (Sudjadi, 1986).
Pemisahan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis seperti senyawa organik
alam dan senyawa organik sintetik dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat
yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan beberapa mikrogram atau
sebanyak 5 g dapat ditangani. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian jumlah
pelarut dan jumlah cuplikan yang sedikit. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan
salah satu metode pemisahan yang cukup sederhana yaitu dengan menggunakan plat
kaca yang dilapisi silika gel dengan menggunakan pelarut tertentu. (Gritter,1991).
Nilai utama Kromatografi Lapis Tipis pada penelitian senyawa flavonoid ialah
sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut Markham,
Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut:
1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom
2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom
3. Identifikasi flavonoid secara ko-kromatografi.
4. Isolasi flavonoid murni skala kecil
Universitas Sumatera Utara
5. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap
dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas.
(Markham, 1988).
2.3.1.2. Kromatografi kolom
Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode
kromatografi terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada
kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada
bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, dan
tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena
aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa
linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan
berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Gritter, 1991).
Dengan menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan
hampir ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran
flavonoida (berupa larutan) diatas kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti
selulose, silika atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen
memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi
dengan keran pada salah satu ujung. (Markham, 1988).
2.3.1.3 Harga Rf (Retension Factor)
Mengidentifikasi noda-noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf
yang diidentifikasikan sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat
dengan jarak perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak
yang ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk
mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan
dengan harga Rf senyawa pembanding.
Universitas Sumatera Utara
Jarak perambatan bercak dari titik penotolan
Rf =
Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan (Sastrohamidjojo, 1991).
2.3.2 Ekstraksi
Ekstraksi dapat dilakukan dengn metoda maserasi, sokletasi, dan perkolasi. Sebelum
ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan
derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas.
Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai
pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya n-heksana, Eter, Benzena, Kloroform,
Etil asetat, Etanol, Metanol, dan Air.
Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif
terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat
biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator.
(Harborne, 1996)
2.4 Teknik Spektroskopi
Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia-fisika yang mengamati
tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam
instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer.
Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut
sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang
bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1955).
Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe – tipe dari adanya gugus
fungsi dalam satu molekul dan Resonansi Magnetik Inti yang memberikan informasi
tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen dan juga memberikan informasi
yang menyatakan tentang lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen.
Universitas Sumatera Utara
Kombinasinya dan data yang ada kadang – kadang menentukan struktur yang lengkap
dari molekul yang tidak diketahui. (Pavia, 1979).
2.4.1 Spektrometri ultra violet
Serapan molekul di dalam derah ultra ungu dan terlihat dari spektrum bergantung pada
struktur ultra elektronik dari molekul. Penyerapan sejumlah energi, menghasilkan
percepatan dari elektron dalam orbital tingkat dasar ke orbital yang berenergi lebih
tinggi di dalam keadaan tereskitasi (Silverstein, 1986).
Spektrum Flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut
Metanol (MeOH) atau Etanol (EtOH). Spektrum khas terdiri atas dua maksimal pada
rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan
kekuatan nisbi maksima tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat
flavonoida dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi
yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta
kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada
panjang gelombang yang tinggi.
Ciri spektrum golongan flavonoid utama dapat ditunjukkan sebagai berikut :
λmaksimum utama (nm)
λ maksimum tambahan (nm) (dengan intensitas nisbi)
Jenis flavonoid
475-560 390-430 365-390 350-390 250-270 330-350 300-350 275-295 ± 225 310-330
± 275 (55%) 240-270 (32%) 240-260 (30%) ± 300 (40%) ± 300 (40%) tidak ada tidak ada 310-330 (30%) 310-330 (30%) 310-330 (25%)
Antosianin Auron Kalkol Flavonol Flavonol Flavon dan biflavonil Flavon dan biflavonil Flavanon dan flavononol Flavonon dan flavononon Isoflavon
(Markham, 1988, hal: 5-15; 39-42)
Universitas Sumatera Utara
Tabel pita absorpsi UV dari flavonoid No Jenis flavonoida Struktur umum Pita II Pita I
1
Flavon
240-285
304-350
2
Flavonol
240-285
352-390
3
Flavanon
270-295
300-350
4
Dihidroflavonol
270-295
300-320
5
Kalkon
220-270
340-390
6
Auron
220-270
370-430
7
Antosianidin
270-280
465-550
(Sujata, V, 2005)
2.4.2 Spektrofotometri infra merah (FT-IR)
Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran
yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm -1
(panjang gelombang lebih daripada 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan
diubah menjadi putaran energi molekul.
Universitas Sumatera Utara
Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai
garis – garis melainkan berupa pita – pita. Hal ini disebabkan perubahan energi
getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran (Silverstein, 1986).
Dalam molekul sederhana beratom dua atau beratom tiga tidak sukar untuk
menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi-vibrasi tersebut
dengan energi serapan. Tetapi untuk molekul-molekul beratom banyak, analisis
jumlah dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin sama sekali,
karena bukan saja disebabkan besarnya jumlah pusat – pusat vibrasi, melainkan
karena juga harus diperhitungkan terjadinya saling mempengaruhi (inter-aksi)
beberapa pusat vibrasi.
Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu vibrasi regang dan vibrasi
lentur.
1. Vibrasi regang
Di sini terjadi terus menerus perubahan jarak antara dua atom di didalam suatu
molekul. Vibrasi regang ini ada dua macam yaitu vibrasi regang simetris dan tak
simetri.
2.Vibrasi lentur
Di sini terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi
lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang yang dapat berupa vibrasi scissoring atau
vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang yang dapat berupa waging atau berupa
twisting (Noerdin, 1985).
2.4.3 Spektrometri resonansi magnetik inti proton (1H-NMR)
Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR)
merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini
memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul.
Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen,
jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan
dengan setiap atom hidrogen. (Cresswell, 1982).
Universitas Sumatera Utara
Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua
proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa
kadang – kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa
memberikan penaikan menjadi puncak absorbsi tunggal dalam spektrum NMR
(Bernasconi,1995).
Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah
tetrametilsilana (TMS). Senyawa ini mempunyai beberapa kelebihan; lamban secara
kimia, isotop magnet, serta larut dalam kebanyakan pelarut organik; TMS
memberikan puncak serapan tajam tunggal serta menyerap pada medan lebih tinggi
daripada hampir semua proton organik ( Silverstein, 1986 ).
CH3
H3C Si CH3
CH3
Pada spektrometri RMI integrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan
daerah atau luas puncak dari tiap – tiap proton. Sedangkan luas daerah atau luas
puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap
integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul (Muldja,
1995).
Di dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton
menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga
setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan
bahwa besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang
mengelilinginya. Makin besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka makin
besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan yang digunakan. Akibat
secara keseluruhan adalah inti/proton merasakan adanya pengurangan medan yang
mengenainya. (sastrohamidjojo, 1991).
Universitas Sumatera Utara