12
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulat Api (Setothosea asigna) 2.1.1 Biologi Ulat api S. Asigna menurut (Norman & Basri 1992) di klasifikasikan sebagai berikut : Phylum : Arthopoda Klass : Insekta Ordo : Lepidoptera Famili : Limacodidae Genus : Setothosea Spesies : Setothosea asigna Van Eecke Hama ulat api merupakan salah satujenis ulat pemakan daun kelapa sawit yang paling sering menimbulkan kerugian besar di perkebunan-perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Jenis-jenis ulat api yang paling banyak ditemukan adalah Setothosea asigna, Setora Nitens, Darma trima, Darna diducta dan Darna bradleyi. Sedangkan jenis yang jarang ditemukan adalah Thosea vestusa, Birthosea bisura, Susica malayana dan Birthamula chara (Norman & Basri, 1992). Ulat ini disebut ulat api karena jika bulunya mengenai kulit akan menyebabkan rasa panas yang luar biasa. Ulat ini termasuk ke dalam ulat yang rakus, karena memakan semua jenis tanaman seperti kelapa sawit,kelapa, jeruk, teh, kopi, dan tanaman lainnya. Di areal budidaya ulat ini di temukan dengan berbagai macam warna antara lain hijau kekuningan, kuning orange atau merah orange. Pada tubuhnya sering terdapat bercak bercak warna seperti hitam, kuning dan merah. Dengan warna yang sedemikian ulat ini kelihatan cantik walaupun sebenarnya sedikit berbahaya (Sastrosayono, 2003).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulat Api (Setothosea asigna

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ulat Api (Setothosea asigna)

2.1.1 Biologi

Ulat api S. Asigna menurut (Norman & Basri 1992) di klasifikasikan sebagai

berikut :

Phylum : Arthopoda

Klass : Insekta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Limacodidae

Genus : Setothosea

Spesies : Setothosea asigna Van Eecke

Hama ulat api merupakan salah satujenis ulat pemakan daun kelapa sawit

yang paling sering menimbulkan kerugian besar di perkebunan-perkebunan

kelapa sawit di Indonesia. Jenis-jenis ulat api yang paling banyak ditemukan

adalah Setothosea asigna, Setora Nitens, Darma trima, Darna diducta dan

Darna bradleyi. Sedangkan jenis yang jarang ditemukan adalah Thosea

vestusa, Birthosea bisura, Susica malayana dan Birthamula chara (Norman

& Basri, 1992).

Ulat ini disebut ulat api karena jika bulunya mengenai kulit akan

menyebabkan rasa panas yang luar biasa. Ulat ini termasuk ke dalam ulat

yang rakus, karena memakan semua jenis tanaman seperti kelapa

sawit,kelapa, jeruk, teh, kopi, dan tanaman lainnya. Di areal budidaya ulat ini

di temukan dengan berbagai macam warna antara lain hijau kekuningan,

kuning orange atau merah orange. Pada tubuhnya sering terdapat bercak

bercak warna seperti hitam, kuning dan merah. Dengan warna yang

sedemikian ulat ini kelihatan cantik walaupun sebenarnya sedikit berbahaya

(Sastrosayono, 2003).

5

2.2. Siklus Hidup Hama Ulat Api S. asigna

Siklus hidup masing-masing spesies ulat api berbeda. mempunyai siklus

hidup 106-138 hari. Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat

tipis dan transparan. Telur diletakkan berderet 3-4 baris sejajar dengan

permukaan bawah daun, biasanya pada pelepah daun ke 6-17. Satu kumpulan

telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan

telur 300-400 butir. Telur menetas 4-8 hari setelah diletakkan. Larva

berwarna hijau kekuningan dengan bercakbercak yang khas dan duri-duri di

bagian punggung. Larva instar terakhir (instar ke-9) berukuran panjang 36mm

dan lebar 14,5 mm. Stadia ulat ini berlangsung selama 49- 50,3 hari. Larva

berpupa pada permukaan tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau

pangkal batang kelapa sawit. Pupa dilapisi oleh kokon yang terbuat dari

saliva (air liur), berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap. Pupa jantan

dan 18 betina masing masing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm.

Stadia pupa berlangsung selama ± 39,7 hari. Lebar rentangan sayap serangga

dewasa (ngengat) jantan dan betina masing-masing 41 dan 51 mm. Sayap

depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap,

sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda. (Pusat Penelitian Kelapa

Sawit, 2009).

Gambar 2.1 Siklus hidup hama ulat api (S. asigna)

(Sumber : Sudharto, 1991)

Tabel 2.1 Siklus hidup hama ulat api (S. asigna)

6

Stadia Lama (hari) Keterangan

Telur 6 Jumlah telur 300-400 butir

Larva 50 Terdiri dari 9 instar, konsumsi daun 300-

500 𝐶𝑚2

Pupa 40 Habitat di tanah

Imago - Jantan lebih kecil dari pada betina

Total 96 Tergantung pada lokasi dan lingkungan

(Sumber : Hartley, 1979)

1. Telur S. asigna

telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat berukuran tipis dan

transparan. Telur diletakkan berderet 3 - 4 baris sejajar pada permukaan daun

bagian bawah, biasanya pada pelepah daun ke-6 dan ke-17. Satu tumpukan

telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan

telur sebanyak 300 - 400 butir. Telur menetas 4 - 8 hari setelah diletakkan

(Sudharto, 1991).

Gambar 2.2 Telur S. asigna

(Sumber : Dukumentasi Pribadi)

2. Larva S. asigna

Larva berwarna hijau kekuningan dengan duri-duri yang kokoh di bagian

punggung dan bercak bersambung sepanjang punggung, berwarna coklat

sampai ungu keabu-abuan dan putih. Warna larva dapat berubah-ubah

sesuai dengan instarnya, semakin tua umurnya akan menjadi semakin gelap.

7

Larva instar terakhir (instar ke-9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5

mm, sedangkan apabila sampai instar ke-8 ukurannya sedikit lebih kecil.

Menjelang berpupa, ulat menjatuhkan diri ke tanah. Stadia larva ini

berlangsung selama 49 - 50, 3 hari (Sudharto, 1991).

Gambar 2.3 Larva Ulat Api S. asigna

Gambar 2.3 Larva Ulat Api S. asigna (sumber : Dokumentasi Pribadi)

3. Pupa S. asigna

Pupa berada di dalam kokon yang terbuat dari campuran air liur ulat dan

tanah, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap, terdapat pada

permukaan tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal

batang kelapa sawit. Kokon jantan dan betina masing-masing berukuran

berlangsung selama ± 39,7 hari. (Gambar 2.4). (Sudharto 1991).

Gambar 2.4 Pupa S. asigna

(sumber : Dokumentasi Pribadi)

8

4. Imago S. asigna

Kupu-kupu/ngengat mempunyai periode hidup yang pendek yaitu 7 hari.

Waktu yang pendek tersebut hanya digunakan untuk kawin dan bertelur

dengan produksi telur antara 300 - 400 butir/induk.

Gambar 2.5 Ngengat Ulat Api S. asigna

(sumber : PPKS)

Dengan demikian perkembangan dari telur sampai dengan ngengat berkisar

antara 92,7 – 98 hari, tetapi ada keadaan kurang menguntungkan dapat

mencapai 115 hari. Lebar rentangan sayap serangga dewasa (ngengat) jantan

dan betina masing-masing 41 mm dan 51 mm. sayap depannya berwarna

cokelat kemerahan dengan garis transparan dan bintikbintik gelap, sedangkan

sayap belakang berwarna cokelat muda (Sudharto, 1991). Siklus hidup

masing-masing spesies ulat api berbeda. S. asigna mempunyai siklus hidup

106 - 138 hari. Siklus hidup tergantung pada lokasi dan lingkungan (Hartley,

1979).

2.3. Gejala Serangan dan Tingkat Kerugian

2.3.1 Gejala Serangan Ulat Api (S. asigna)

Ulat muda biasanya bergerombol di sekitar tempat letakan telur dan mengikis

daun mulai dari permukaan bawah daun kelapa sawit serta meninggalkan

epidermis daun bagian atas. Bekas serangan terlihat jelas seperti jendela

jendela memanjang pada helaian daun, sehingga akhirnya daun yang

terserang berat akan mati kering seperti bekas terbakar. Mulai instar ke 3

biasanya ulat memakan semua helaian daun dan meninggalkan lidinya saja

dan sering di sebut gejala melidi (Manik, 2012).

9

Ambang ekonomi dari hama ulat api untuk (S. asigna) pada tanaman kelapa

sawit rata-rata 5-10 ekor per pelepah untuk tanaman yang berumur 7 tahun ke

atas dan 5 ekor larva untuk tanaman yang lebih muda.

Gejala serangan dari ulat api hampir sama yaitu melidinya daun kelapa sawit

apabila serangan berat. Serangan S. asigna di lapangan umumnya

mengakibatkan daun kelapa sawit habis dengan sangat cepat dan berbentuk

seperti melidi tanaman tidak dapat menghasilkan tandan selama 2 – 3 tahun

jika serangan yang terjadi sangat berat. Umumnya gejala serangan di mulai

dari daun bagian bawah seperti gambar 2.5 hingga akhirnya helaian daun

berlubang habis dan bagian yang tersisa hanyalah tulang daun saja. Ulat ini

sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300 – 500 cm² daun sawit perhari.

Tingkat populasi 5-10 ulat per pelepah merupakan populasi kritis hama di

lapangan dan harus nya segera diambil pengendalian (Susanto dkk, 2012).

Tingkat serangan hama ulat pemakan daun (UPDKS) dapat dinyatakan ke

dalam kategori serangan sebagai berikut :

1. < 20 % ulat/pokok di kategorikan ringan

2. 20-50% ulat/pokok dikategorikan sedang

3. > 50% ulat/pokok dikategorikan berat (SOP Asian Agri, 2004).

Gambar 2.6 Sawit Terserang Ulat Api S. asigna

(sumber : Dokumentasi Pribadi)

10

2.4 Metode Pengendalian Hama Ulat Api ( S. asigna)

Dalam rangka pengendalian hama ulat api yang sudah eksplosif maka

tindakan cepat perlu segera dilakukan untuk mencegah kerusakan yang lebih

besar dan mengingat serangan dapat meluas serta menghabiskan seluruh daun

kelapa sawit yang ada (Hendro dan Qayuum, 2012).

2.4.1 Pengendalian Secara Mekanik

Pengendalian secara mekanik dengan pengutipan semua stadia hama seperti

telur, ulat, pupa/kepompong maupun ngengat/kupu-kupu. Cara mekanik lain

adalah melakukan pemerangkapan stadia ngengat menggunakan perangkap

cahaya/light trap, dimana membuat prangkap lampu dengan ketertarikan

ngengat pada cahaya ultraviolet, sanitasi lingkungan sekitar tanaman.

(Susanto dkk, 2015).

2.4.2 Pengendalian Secara Hayati

Beberapa agens antagonis telah banyak digunakan untuk mengendalikan ulat

api. Agens antagonis tersebut adalah Bacillus thuringiensis, Cordyceps

militaris dan virus Multi-Nucleo Polyhydro Virus (MNPV). B. thuringiensis

efektif melawan S. nitens, D. trima dan S. asigna dengan tingkat kematian

90% dalam 7 hari. Cordyceps 20 militaris telah ditemukan efektif memparasit

pupa ulat api jenis S. asigna dan S. nitens. Virus MNPV digunakan untuk

mengendalikan larva ulat api. Selain mikrobia antagonis tersebut di atas,

populasi ulat api dapat stabil secara alami di lapangan oleh adanya musuh

alami predator dan parasitoid.Predator ulat api yang sering ditemukan adalah

Eochantecona furcellata dan Sycanus leucomesus.

Sedangkan parasitoid ulat api adalah Trichogrammatoidea thoseae,

Brachimeria lasus, Spinaria spinator, Apanteles aluella, Chlorocryptus

purpuratus, Fornicia ceylonica, Systropus roepkei, Dolichogenidae metesae,

dan Chaetexorista javana. Parasitoid dapat diperbanyak dan dikonservasi di

perkebunan kelapa sawit dengan menyediakan makanan bagi imago

parasitoid tersebut seperti Turnera subulata, Turnera ulmifolia, Euphorbia

11

heterophylla, Cassia tora, Boreria lata dan Elephantopus tomentosus. Oleh

karena itu, tanaman-tanaman tersebut hendaknya tetap ditanam dan jangan

dimusnahkan. juga melaporkan bahwa adanya penutup tanah dapat

mengurangi populasi ulat api karena populasi musuh alami akan meningkat

(Satyamidjaja, 2006).

2.4.3 Pengendalian Secara Kimiawi

Dahulu, ulat api dapat dikendalikan menggunakan berbagai macam insekisida

dengan efektif. Insektisida tersebut adalah monocrotophos, dicrotophos,

phosmamidon, leptophos, quinalphos, endosulphan, aminocarb dan achepate.

Insektisida sistemik dapat digunakan untuk injeksi batang, dan yang lain

dapat disemprotkan. Namun sekarang, insektisida ini jarang digunakan karena

keefektifannya diragukan. Kemungkinan, hal ini disebabkan bahwa populasi

yang berkembang telah toleran terhadap bahan kimia tersebut atau bahan

kimia telah tidak mampu menyebar di dalam jaringan daun. Insektisida yang

paling banyak digunakan pada perkebunan kelapa sawit untuk ulat api saat ini

adalah deltametrin, profenofos dan lamda sihalothrin (Satyamidjaja, 2006).

2.5 Tanaman Kapuk Randu (Ceiba. pentandra (L.) Gaertn)

2.5.1 Kapuk Randu (Ceiba. pentandra (L.) Gaertn)

Gambar 2.7 Pohon Kapuk Randu (C.pentandra)

(Sumber : Dokuemtasi Pribadi)

12

2.5.2 Klasifikasi

Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi tanaman kapuk randu adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malvales

Famili : Malvaceae

Genus : Ceiba

Spesies : Ceiba pentandra(L.) Gaertn.

( Rajeswari et al, 2011)

2.5.3 Ciri Morfologi

Pohon tinggi 25-27 m, diameter 100-300 cm. Batang silindris sampai

menggembung. Tajuk bulat/ bundar, hijau terang, daun terbuka, cabang

vertical dan banyak condong ke atas, kulit halus sampai agak retak, abu-abu

pucat, dengan lingkaran horizontal lenti sel menonjol terdapat duri-duri

tajam pada bagian batang atas (Salazar, 2001).

Daun majemuk menjari, bergantian dan berkerumun di ujung dahan.

Panjang tangkai daun 5-25 cm, merah di bagian pangkal, langsing dan tidak

berbulu, 5-9 anak daun, panjang 5-20 cm, lebar 1,5-5 cm, lonjong sampai,

lonjong sungsang, ujung meruncing, dasar segitiga sungsang terpisah satu

sama llain, hijau tua di bagian atas dan hijau muda di bagian bawah tidak

berbulu (Salazar, 2001).

Bunga menggantung majemuk, bergerombol pada tanting, hermaprodit,

keputih-putihan, besar kelopak berbentuk lonceng, panjang 1 cm, dengan 5

sampai 10 tonjolan pendek, mahkota bunga 3-3,5 cm, dengan 5 tonjolan,

putih sampai merah muda, tertutup bulu sutra; benang sari 5, bersatu dalam

tiang dasar, lebih panjang dari benang sari; putik dengan bakal buah

13

menumpang, dekat ujung panjang dan melengkung, kepala putik membesar

(Salazar, 2001).

2.5.4 Ekologis Tanaman Kapuk

Kapuk randu adalah pohon tropis, secara alami terdapat pada 16ºLU di AS,

rerus ke Amerika Tengah sampai 16ºLS di Amerika Selatan. Biasa terdapat

di daratan pesisir sampai di atas 500 m dpl. Dengan hujan tahunan 1000-

2500 mm dan suhu dari 20 sampai 27ºC. Pionir yang memerlukan cahaya,

ditemukan pada hutan-hutan basah yang selalu hujan dan menggugrkan

daun, juga terdapat di hutan kering dan hutan tua. Dibudidayakan secara

luas di daerah tropis antara 16ºLU sampai 16ºLS. Dapat Tumbuh Diatas di

atas berbagai macam tanah, dari tanah berpasir sampai netral. Dapat hidup

pada daerah kering dan temperature di bawah nol dalam jangka pendek,

peka terhadap kebakaran. Pada saat berbuah suhu di bawah 15ºC dapat

merusak (Salazar, 2011).

2.5.5 Biologi Kapuk Randu

Kapuk randu (Gambar 2.7) merupakan pohon berumah dua, ketinggian

mencapai 8-30 m dan memiliki batang pohon utama yang cukup besar

dengan diameter 3 m, pada bagian batang nya juga menempel duri-duri

yang berbentuk kerucut. Akar tanaman kapuk randu menyebar horizontal,

daun kapuk randu memiliki daun majemuk berseling 5 - 9 anak daun, tipe

bunga biseksual dengan kelopak bunga pendek berlekuk lima menyerupai

bentuk lonjong dengan ukuran 1 – 2 cm, dan mahkota berbentuk bulat telur,

tepi daun rata dan pangkal daun runcing dan benang sari berjumlah lima

(Prohati, 2005).

14

Gambar 2.8 Daun Kapuk Randu (C.pentandra)

(sumber : Dokumentasi Pribadi)

2.5.6 Kandungan Kimia Daun Kapuk Randu

Kapuk randu memiliki senyawa bioaktif yang berfungsi sebagai insektisida

nabati. Daun muda kapuk randu mengandung fenol, alkaloid, flavonoid,

tanin, saponin, phytate, oxalate, trypsin inhibitor, dan hemagglutinin (Friday

et al., 2011). Berikut merupakan kandungan kimia yang terdapat dalam

ekstrak daun muda kapuk randu :

1. Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa yang di dalam tumbuhan menjadi garam

berbagai senyawa organik. Senyawa ini memiliki fungsi sebagai

senyawa pertahanan baik terhadap herbivora maupun predator,

beberapa alkaloid dapat bersifat sebagai anti bakteri, anti fungi dan

anti virus (Wink, 2008).

2. Tanin

Tanin dapat bereaksi dengan protein dan menimbulkan masalah pada

aktivitas enzim sehingga semakin tinggi tanin dapat membantu

mengusir hewan (Darmayanti, 2006).

15

3. Saponin

Saponin yang termasuk senyawa glikosida memiliki sifat khas apabila

diaduk/kocok menghasilkan busa. Saponin dapat merusak saraf hama

dan mengakibatkan nafsu makan berkurang dan akhirnya hama mati

(Darmayanti, 2006).

4. Flavonoid

Flavonoid termasuk golongan fenol terbesar yang memiliki sifat

khusus berupa bau yang tajam. Flavonoid merupakan senyawa polar

dan umunya cukup larut dalam pelarut, flavonoid berfungsi sebagai

penghambat enzim, dan prekursor bagi komponen toksin. Pada

tanaman flavonoid juga berfungsi untuk mengatur pertumbuhan,

mengatur fotosintesis, mengatur kerja antibakteri, antivirus dan anti

serangga, dengan menghambat pernapasan (Harborne, 1996).