31
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM Jalan raya adalah suatu lintasan yang bermanfaat untuk melewatkan lalu lintas dan satu tempat ke tempat lain sebagai penghubung dalam satu daratan. Jalan raya sebagai sarana penghubung harus lancar dan aman untuk dilalui, serta memenuhi syarat-syarat secara teknis maupun ekonomis. Syarat-Syarat umum jalan yang harus dipenuhi adalah: a. Segi kontruksi : Jalan harus kuat, awet, kedap air. b. Segi pelayanan : Rata, tidak licin, dan geometrik yang memadai. c. Segi ekonomis : Jalan tersebut tidak mahal dan mudah dikerjakan. Persyaratan tersebut dapat dipenuhi dengan adanya desain perkerasan jalan yang sesuai dengan kondisi perencanaan (kelas jalan, moda yang lewat, waktu pelaksanaan, biaya). Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan pada konstruksi jalan itu sendiri. Dengan demikian memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan selama masa pelayanan jalan tersebut. Untuk itu dalam perencanaannya perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi perkerasan tersebut, antara lain: a. Fungsi Jalan b. Kinerja Perkerasan c. Umur Rencana 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

  • Upload
    vothien

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 UMUM

Jalan raya adalah suatu lintasan yang bermanfaat untuk melewatkan lalu

lintas dan satu tempat ke tempat lain sebagai penghubung dalam satu daratan.

Jalan raya sebagai sarana penghubung harus lancar dan aman untuk dilalui, serta

memenuhi syarat-syarat secara teknis maupun ekonomis.

Syarat-Syarat umum jalan yang harus dipenuhi adalah:

a. Segi kontruksi : Jalan harus kuat, awet, kedap air.

b. Segi pelayanan : Rata, tidak licin, dan geometrik yang memadai.

c. Segi ekonomis : Jalan tersebut tidak mahal dan mudah dikerjakan.

Persyaratan tersebut dapat dipenuhi dengan adanya desain perkerasan

jalan yang sesuai dengan kondisi perencanaan (kelas jalan, moda yang lewat,

waktu pelaksanaan, biaya).

Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban

lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan pada konstruksi jalan itu sendiri.

Dengan demikian memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan selama masa

pelayanan jalan tersebut. Untuk itu dalam perencanaannya perlu

dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fungsi pelayanan

konstruksi perkerasan tersebut, antara lain:

a. Fungsi Jalan

b. Kinerja Perkerasan

c. Umur Rencana

6

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

7

d. Lalu lintas yang merupakan beban dari perkerasan

e. Sifat dasar tanah

f. Kondisi lingkungan

g. Sifat dan material tersedia di lokasi yang akan digunakan untuk perkerasan

h. Bentuk geometrik lapisan perkerasan.

Berdasarkan jenis pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dibedakan

atas:

a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya

bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

Gambar 2.1 Perkerasan Lentur

Lapis Pondasi

Lapis Pondasi Bawah

Lapis Permukaan

b. Kontruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan semen sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton dengan atau

tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi

bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

Plat beton Plat beton

Lean Concrete/CTSBGambar 2.2 Perkerasan Kaku

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

8

c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan

kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa

perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau sebaliknya.

Gambar 2.3 Perkerasan Komposit

Lean Concrete/CTSB

Plat beton Plat beton

AC Wearing Course

Perbedaan utama antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur dapat dilihat

pada Tabel 2.1 dibawah ini

Tabel 2.1 Perbedaan Antara Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku Perkerasan Lentur 1 Bahan Pengikat Semen Aspal 2 Biaya Pembuatan

Awal Relatif lebih mahal Relatif lebih murah

3 Biaya Perawatan Relatif lebih murah Relatif lebih mahal 4 Akibat beban

menyebabkan Timbul retak-retak pada permukaan

Timbul rutting (lendutan pada jalur roda)

5 Penurunan akibat Tanah dasar

Bersifat sebagai balok di atas perletakan

Jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar)

6 Akibat Perubahan temperatur

Modulus kekakuan tidak berubah. Timbul tegangan dalam yang besar

Modulus kekakuan berubah. Timbul tegangan dalam yang kecil

Selain itu perbedaan penyebaran beban terhadap perkerasan lentur dan

perkerasan kaku adalah sebagai berikut :

(a) Perkerasan Lentur (b) Perkerasan Kaku

Gambar 2.4 Skema Pembagian Beban Pada Perkerasan Jalan Raya

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

9

Untuk semua jenis perkerasan, penampilan dipengaruhi terutama oleh

kendaraan berat dan beberapa faktor lainnya antara lain :

a. Konfigurasi Sumbu dan Ekivalensi

Kerusakan akibat kendaraan tergantung pada :

• Jarak Sumbu

• Jumlah Roda / Sumbu

• Beban Sumbu

Untuk kebutuhan perencanaan kendaraan yang diperhitungkan adalah empat

jenis, sebagai berikut :

• Sumbu Tunggal roda tunggal

• Sumbu tunggal roda ganda

• Sumbu tandem roda ganda

• Sumbu triple roda ganda

b. Lajur Rencana

Pembangunan lapisan perkerasan yang baru atau pelapisan tambahan akan

dilaksanakan pada 2 lajur atau lebih yang kemungkinan bisa berbeda

kebutuhannya terhadap ketebalan lapisan, tetapi untuk praktisnya dibuat

sama. Untuk itu dibuat lajur rencana yaitu lajur yang menerima beban

terbesar.

c. Umur Rencana

Umur rencana adalah jangka waktu dalam tahun sampai perkerasan harus

diperbaiki atau ditingkatkan. Perbaikan terdiri dari pelapisan ulang,

penambahan, atau peningkatan.

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

10

Beberapa tipikal umur rencana :

• Lapisan perkerasan aspal baru, 20 – 25 tahun

• Lapisan perkerasan kaku baru, 20 – 40 tahun

• Lapisan tambahan (aspal, 10-15 tahun), (batu pasir,10-20 tahun)

d. Angka Pertumbuhan Lalu lintas

Jumlah lalu lintas akan bertambah baik pada keseluruhan usia rencana atau

pada sebagian masa tersebut. Angka pertumbuhan lalu lintas dapat

ditentukan dari hasil survey pada setiap proyek.

e. Metode Perhitungan Lalu Lintas Rencana

Metode yang akan digunakan tergantung dari data lalu lintas yang ada dan

prosedur perencanaan yang digunakan. Secara ideal data lalu lintas harus

mencakup jumlah dan berat setiap jenis sumbu dalam arus lalu lintas.

2.2 PERKERASAN LENTUR

Yang dimaksud perkerasan lentur (flexible pavement) dalam perencanaan

ini adalah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal

sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan di bawahnya.

Bagian perkerasan jalan umumnya meliputi tanah dasar, lapis pondasi

bawah (subbase course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan

(surface course) :

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

11

a. Tanah Dasar

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari

sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yang

menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :

• Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu

akibat beban lalu lintas.

• Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan

kadar air.

• Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti

pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan

kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.

• Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas

dari macam tanah tertentu.

• Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang

diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang

tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.

Untuk sedapat mungkin mencegah timbulnya persoalan di atas maka tanah

dasar harus dikerjakan sesuai dengan “Peraturan Pelaksanaan Pembangunan

Jalan Raya”.

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

12

b. Lapis Pondasi Bawah

Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :

• Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan

menyebarkan beban roda.

• Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-

lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya

konstruksi).

• Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapisan pondasi.

• Sebagai lapisan pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.

Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar

terhadap roda-roda alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa

harus segera menutup tanah dasar, dari pengaruh cuaca. Bermacam-macam

tipe tanah setempat (CBR > 20 %, PI < 10 %) yang relatif lebih baik dari

tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah.

Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen portland

dalam beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang efektif

terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.

c. Lapis Pondasi

Fungsi lapis pondasi antara lain :

• Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda.

• Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet

sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

13

bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan

penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan

persyaratan teknik.

Bermacam-macam bahan alam / bahan setempat (CBR > 50 %, PI < 4 %)

dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil

pecah dan stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.

d. Lapis Permukaan

Fungsi lapis permukaan antara lain :

• Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda.

• Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan

akibat cuaca.

• Sebagai lapisan aus (Wearing Course).

Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk

lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi.

Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air,

disamping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang

berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.

Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan,

umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang

sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

14

Parameter yang digunakan dalam perhitungan perencanaan tebal

perkerasan lentur adalah :

a. Umur Rencana

Umur rencana adalah jangka waktu dalam tahun sampai perkerasan harus

diperbaiki atau ditingkatkan. Perbaikan terdiri dari pelapisan ulang,

penambahan, atau peningkatan.

b. Angka Pertumbuhan Lalu lintas

Jumlah lalu lintas akan bertambah baik pada keseluruhan usia rencana atau

pada sebagian masa tersebut. Angka pertumbuhan lalu lintas dapat

ditentukan dari hasil survey pada setiap proyek.

c. Lalu Lintas

• Jumlah Jalur dan Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan

raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki

tanda batas jalur, maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan

menurut tabel 2.2 di bawah ini

Tabel 2.2. Jumlah Jalur Berdasarkan Lebar Perkerasan Lebar Perkerasan (L) Jumlah Jalur (n)

L < 5,50 m 5,50 m < L < 8,25 m 8,25 m < L < 11,25 m 11,25 m < L < 15,00 m 15,00 m < L < 18,75 m 18,75 m < L < 22,00 m

1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 6 Jalur

Sumber : SNI 1732-1989-F

Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat

yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut daftar di bawah ini :

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

15

Tabel 2.3. Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Kendaraan Ringan *) Kendaraan Berat **) Jumlah Jalur 1 Arah 2 Arah 1 Arah 2 Arah

1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 6 Jalur

1,00 0,60 0,40

-- -- --

1,00 0,50 0,40 0,30 0,25 0,20

1,00 0,70 0,50

-- -- --

1,00 0,50 0,475 0,45 0,425 0,40

*) Berat Total < 5 ton, misalnya : bus penumpang, pick up, mobil hantaran. **) Berat Total > 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailler, trailler.

Sumber : SNI 1732-1989-F

d. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap

kendaraan) ditentukan menurut rumus daftar di bawah ini :

4

8160)Kg(sumbusatuBebanTunggalSumbuEkivalenAngka ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛= ….... (2.1)

4

8160)Kg(sumbusatuBeban086.0gandaSumbuEkivalenAngka ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛= .... (2.2)

Tabel 2.4. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan Beban sumbu Angka Ekivalen

Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

2205 4409 6614 8818 11023 13228 15432 17637

0,0002 0,0036 0,0183 0,0577 0,1410 0,2933 0,5415 0,9328

- 0,0003 0,0016 0,0050 0,0121 0,0251 0,0466 0,0794

Sumber : SNI 1732-1989-F

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

16

Lanjutan Tabel 2.4

Beban sumbu Angka Ekivalen Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda

8160 9000 10000 11000 12000 13000 14000 15000 16000

18000 19841 22046 24251 26455 28660 30864 33069 35276

1,0000 1,4798 2,2555 3,3022 4,6770 6,4419 8,6447 11,4184 14,7815

0,0860 0,1273 0,1940 0,2840 0,4022 0,5540 0,7452 0,9820 1,2712

Sumber : SNI 1732-1989-F

e. Lalu Lintas Harian Rata-rata dan Rumus-rumus Lintas Ekivalen

• Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan

pada awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa

median atau masing-masing arah pada jalan dengan median.

• Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus sebagai

berikut:

∑=

=n

j 1jjj xExCLHRLEP …………………… (2.3)

Catatan : j = Jenis kendaraan

• Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

∑=

+=n

1jj

UR xExCi)LHR(1LEAj

……………... (2.4)

Catatan : i = Perkembangan lalu lintas

j = jenis kendaraan

• Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

2LEALEPLET +

= ………………………….. (2.5)

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

17

• Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

FPLETLER ×= …………………………. (2.6)

• Faktor penyesuaian (FP) tersebut di atas ditentukan dengan rumus :

10URFP = …………………………………. (2.7)

f. Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR

Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi

antara CBR dengan DDT.

Yang dimaksud dengan harga CBR disini adalah harga CBR lapangan

atau CBR laboratorium.

Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah dasar

dilakukan dengan tabung (undistrub), kemudian direndam dan diperiksa

harga CBR-nya. Dapat juga mengukur langsung di lapangan (musim hujan /

direndam). CBR lapangan biasanya digunakan untuk perencanaan lapis

tambahan (overlay). Jika dilakukan menurut Pengujian Kepadatan Ringan

(SKBI 3.3.30.1987/UDC, 624.131.43 (02)) atau Pengujian Kepadatan Berat

(SKBI 3.3.30.1987/UDC, 624.131.53 (02)) sesuai dengan kebutuhan.

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

18

Gambar 2.5 Korelasi CBR – DDT (Sumber SNI 1732 – 1989 – F)

CBR laboratorium umumnya dipakai untuk perencanaan pembangunan

jalan baru. Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah

dasar hanya kepada pengukuran nilai CBR. Cara-cara lain hanya digunakan

bila telah disertai data-data yang dapat dipertanggung jawabkan. Cara-cara

lain tersebut dapat berupa : Group Index, Plate Bearing Test atau R-Value.

Harga yang mewakili dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan, ditentukan

sebagai berikut :

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

19

• Tentukan harga CBR terendah.

• Tentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan lebih besar dari

masing-masing nilai CBR.

• Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100 %. Jumlah lainnya

merupakan persentase dari 100 %.

• Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah tadi.

• Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka persentase

90%

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 2 4 6 8

CBR

% J

umla

h

Gambar 2.6 Contoh Pengambilan Nilai CBR

Persentase 90 % nilai CBR dapat dicari menggunakan pengurutan data

dan persamaan numerik menggunakan metode Polinom Newton. Untuk

korelasi nilai CBR – DDT selain dengan grafik dapat dicari juga

menggunakan persamaan garis berdasarkan grafik yang dapat dirumuskan

dengan interpolasi titik menjadi persamaan garis menjadi

CBR yang dipakai

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

20

( ))ln(89228309.171428571.1 CBRDDT ×+= , namun karena tingkat

ketelitian pada saat CBR di atas 10 perlu lebih akurat maka rumus tersebut

berubah menjadi ( ))ln(89228309.164285714.1 CBRDDT ×+= . Pada

aplikasinya penggunaan rumus tersebut di kombinasikan menjadi :

• Untuk CBR < 10 maka,

( ))ln(89228309.171428571.1 CBRDDT ×+= ………………. (2.8)

• Untuk CBR ≥ 10 maka,

( ))ln(89228309.164285714.1 CBRDDT ×+= ……………….. (2.9)

1

3

5

7

9

11

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 10

CBR

DD

T

0

Rumus 2.8 Rumus 2.9 Hasil Korelasi CBR-DDT Gambar 2.7 Hubungan CBR-DDT

g. Faktor Regional

Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase,

bentuk alinyemen, serta persentase kendaraan dengan berat > 13 ton, dan

kendaraan yang berhenti, sedangkan keadaan iklim mencakup curah hujan

rata-rata per tahun.

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

21

Mengingat persyaratan penggunaan disesuaikan dengan “Peraturan

Pelaksanaan Pembangunan Jalan Raya”, maka pengaruh keadaan lapangan

yang menyangkut permeabilitas tanah dan perlengkapan drainase dapat

dianggap sama.

Dengan demikian dalam penentuan tebal kekerasan ini, Faktor Regional

hanya dipengaruhi oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan tikungan),

persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim (curah hujan

sebagai berikut :

Tabel 2.5. Faktor Regional (FR) Kelandaian I

(< 6 %) Kelandaian II

(6 – 10 %) Kelandaian III

(> 10 %) % kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat ≤ 30 > 30 ≤ 30 > 30 % ≤ 30 > 30 %

Iklim I ≤ 900 mm/th

0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5

Iklim II > 900 mm/th

1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5

Catatan : Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian, atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan 0,4. Pada daerah rawa-rawat FR ditambah dengan 1,0.

Sumber : SNI 1732-1989-F

h. Indeks Permukaan

Indeks permukaan ini menyatakan nilai daripada kerataan / kehalusan

serta kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi

lalu-lintas yang lewat.

Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di

bawah ini :

IP = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat

sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

22

IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan

tidak terputus).

IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap.

IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.

Dalam menentukan Indeks Permukaan (IP) pada akhir umur rencana,

perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah

Lintas Ekivalen Rencana (LER), menurut daftar di bawah ini :

Tabel 2.6. Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP) Klasifikasi Jalan LER : Lintas

Ekivalen Rencana *) Lokal Kolektor Arteri Tol < 10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -

10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 - 100 – 1000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -

> 1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5 *) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal. Catatan : Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT / Jalan Murah, atau jalan darurat

maka IP dapat diambil 1,0. Sumber : SNI 1732-1989-F

Dalam menentukan indeks permulaan awal umur rencana (IPo) perlu

diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan / kehalusan serta

kekokohan) pada awal umur rencana, menurut daftar di bawah ini :

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

23

Tabel 2.7. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)

Jenis Lapis Perkerasan IPo Roughness *) (mm / km)

LASTON

LASBUTAG

HRA

BURDA BURTU LAPEN

LATASBUM

BURAS LATASIR

JALAN TANAH JALAN KERIKIL

≥ 4 3,9 – 3,5 3,9 – 3,5 3,4 – 3,0 3,9 – 3,5 3,4 – 3,0 3,9 – 3,5 3,4 – 3,0 3,4 – 3,0 2,9 – 2,5 2,9 – 2,5 2,9 – 2,5 2,9 – 2,5

< 24 < 24

≤ 1000 > 1000 ≤ 2000 > 2000 ≤ 2000 > 2000 ≤ 2000 < 2000 ≤ 3000 > 3000

*) Alat pengukur roughness yang dipakai adalah ROUGHOMETER NAASRA, yang dipasang pada kendaraan standar Datsun 1500 Station Wagon, dengan kecepatan kendaraan ± 32 km per jam.

Sumber : SNI 1732-1989-F

Gerakan sumbu belakang dalam arah vertikal dipindahkan pada alat

roughometer melalui kabel yang dipasang di tengah-tengah sumbu belakang

kendaraan, yang selanjutnya dipindahkan kepada counter melalui “flexible

drive”.

Setiap putaran counter adalah sama dengan 15,2 mm gerakan vertikal

antara sumbu belakang dan body kendaraan. Alat pengukur roughness tipe

lain dapat digunakan dengan mengkalibrasikan hasil yang diperoleh terhadap

roughometer NAASRA.

i. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya

sebagai lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah, ditentukan secara korelasi

sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

24

bahan yang distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan

lapis pondasi bawah).

Jika alat Marshall Test tidak tersedia, maka kekuatan (stabilitas) bahan

beraspal bisa diukur dengan cara lain seperti Hveem Test, Hubbard Field,

dan Smith Triaxial.

Nilai koefisien kekuatan relatif berkembang seiringnya penelitian

terhadap bahan lapisan perkerasan itu sendiri, sehingga angka koefisien

kekuatan relatif dapat diubah sesuai dengan bahan yang digunakan.

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

25

Tabel 2.8. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien Kekuatan Relatif Kekuatan Bahan

A1 a2 A3MS (Kg)

Kt (Kg/cm)

CBR (%)

Jenis Bahan

0,40 0,35 0,32 0,30 0,35 0,31 0,28 0,26 0,30 0,26 0,25 0,20

- - - - - - - - - - - - - - - -

- - - - - - - - - - - -

0,28 0,26 0,24 0,23 0,19 0,15 0,13 0,15 0,13 0,14 0,13 0,12

- - - -

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

0,130,120,110,10

744 590 454 340 744 590 454 340 340 340

- -

590 454 340

- - - - - - - - - - - - -

- - - - - - - - - - - - - - - - -

22 18 22 18 - - - - - - -

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

100 80 60 70 50 30 20

Laston Lasbutag HRA Aspal Macadam Lapen (mekanis) Lapen (manual) Laston Atas Lapen (mekanis) Lapen (manual) Stab tanah dengan semen Stab tanah dengan kapur Batu pecah (kelas A) Batu pecah (kelas B) Batu pecah (kelas C) Sitru / pitrun (kelas A) Sitru / pitrun (kelas B) Sitru / pitrun (kelas C) Tanah/lempung Kepasiran

Catatan : Kuat tekan stabilisasi tanah dengan semen diperiksa pada hari ke 7. Kuat tekan stabilisasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21.

Sumber : SNI 1732-1989-F

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

26

j. Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

Indeks tebal perkerasan untuk perkerasan lentur didapatkan dengan

menarik garis pada grafik nomogram yang sudah disediakan pada SNI 1732 -

1989 – F dalam lampiran 1. Dimana nilai daya dukung tanah dasar (DDT),

lintas ekivalen rata-rata (LER), faktor regional (FR) saling berpengaruh.

Langkah-langkah penggunaan nomogram tersebut adalah :

• Menentukan titik nilai DDT yang didapat dari korelasi dengan CBR.

• Menentukan titik nilai LER yang didapat dari perhitungan.

• Kemudian tarik garis lurus mengenai 2 titik (DDT & LER ) hingga

mengenai garis ITP.

• Tentukan titik nilai FR dari perhitungan sebelumnya

• Dari tititk ITP yang didapat sebelumnya disambungkan dengan garis

mengenai FR hingga menuju garis ITP

Nomogram yang disediakan ada 9 (sembilan) macam, tergantung pada

nilai Indeks Permukaan awal (IPo) dan Indek Permukaan akhir (IPt).

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

27

Gambar 2.8 Contoh Bentuk Nomogram (Sumber SNI 1732 – 1989 – F)

ITP (Indeks Tebal Perkerasan) selain dapat dicari dengan nomogram

dapat dicari juga dengan rumus yang dikembangkan dari AASHTO’72. Dari

analisa data yang dikembangkan oleh AASHTO didapatkan 4 persamaan

antara lain :

a. )()5,1()( ρβ LogWtLog

IPoIPtIPoLogGt −=

−−

= ………… (2.10)

dimana :

Gt = fungsi logaritma dari perbandingan antara kehilangan tingkat

pelayanan dari IPo sampai IPt dengan kehilangan tingkat

pelayanan sebesar 1,5

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

28

IPo = indeks permukaan pada awal umur rencana, yang besarnya

tergantung pada jenis dan mutu lapis permukaan. Untuk jalan

dengan lapis permukaan aspal beton maka, IPo = 4,2

IPt = indeks permukaan pada akhir umur rencana

β = fungsi dari desain dan variasi beban sumbu yang berpengaruh

terhadap bentuk grafik IP terhadap Wt

Wt = beban lalu lintas

ρ = fungsi dari desain danvariasi beban sumbu yang menyatakan

jumlah perkiraan banyaknya lintasan sumbu yang diperlukan

sehingga permukaan perkerasan mencapai tingkat pelayanan

IP=1,5

b. ( )

)2(23,3)1'(19,5)21(23,3081,040,0LLogITPLog

LLLogLogLog−+

−++=−β ……… (2.11)

dimana :

L1 = beban sumbu tunggal atau ganda dalam 1000 pon, karena

digunakan beban sumbu tunggal 18.000 pon maka L1 = 18

L2 = kode sumbu (untuk sumbu tunggal L2 = 1, untuk sumbu ganda

L2= 2) karena digunakan sumbu tunggal 18.000 pon, maka L2

selalu = 1.

ITP= Indeks Tebal Perkerasan dalam kelipatan 2,54 cm (1 inci) untuk

perkerasan sesuai kondisi penelitian.

c. )2(33,4

)21(79,4)1'(36,993,5LLog

LLLogITPLogLog ++−++=ρ ……. (2.12)

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

29

d. Log Wt18 = Log Nt18 (FR) ………………………………….. (2.13)

dimana :

Wt18 = beban lalu lintas selama umur rencana atas dasar beban sumbu

tunggak 18.000 pon yang telah diperhitungkan terhadap faktor

regional

Nt18 = jumlah lintas sumbu 18.000 pon

FR = Faktor regional

Dari keempat persamaan di atas (2.8, 2.9, 2.10 dan 2.11) diperoleh rumus

dasar sebagai berikut :

19,5)1(109440,0

20,0)1(36,918

++

+−+=

ITP

GtITPLogWtLog ……. (2.14)

Persamaan dasar tersebut hanya berlaku untuk kondisi lingkungan dan

keadaaan tanah dasar seperti pada jalan yang diamati. Guna dapat

dipergunakan secara umum, maka dimasukkan faktor regional (FR) dan daya

dukung tanah dasar (DDT) sehubungan dengan perbedaan kondisi

lingkungan dan tanah dasar, maka rumus tersebut menjadi :

)0,3(372,0

)1(109440,0

20,0)1(36,918

19,5

−++

++

+−+=

DDTFRLog

ITP

GtITPLogWtLog

……… (2.15)

dimana :

DDT = Daya dukung tanah dasar

FR = Faktor Regional

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

30

Berdasarkan uji coba persamaan dasar (2.15) di atas nilai ITP

belum sesuai dengan nomogram yang ada, maka perlu dilakukan

penyesuaian rumus dengan experiment dimana dilakukan penyesuaian satuan

yang dipakai dan sedikit modifikasi terhadap rumus dasar menjadi :

)0,3(372,0

)154.2

(

109440,020,0)1

54.2(36,918

19,5

−+

++

+−+=

DDT

ITP

GtITPLogWtLog

...….. (2.16)

dimana :

( )FRLERLogWtLog ×××= 1036518 ……………………………. (2.17)

Untuk Log FR pada ruas kanan dihilangkan karena akan menambahkan

angka yang seharusnya tidak perlu. Dan ITP dibagi dengan 2,54 cm karena

pada rumus AASHTO’72 masih menggunakan satuan inci.

k. Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan

Pada Perkerasan Lentur Setiap lapisan, baik itu lapisan permukaan,

lapisan pondasi, dan lapisan pondasi bawah memiliki batas minimum

berdasarkan Indeks Tebal Perkerasan yang didapat dari nomogram,

Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan, antara lain dapat dilihat

pada tabel berikut :

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

31

Tabel 2.9. Tebal Minimum Lapis Permukaan Berdasarkan ITP

ITP Tebal Minimum (cm)

Bahan

< 3,00 3,00 – 6,70 6,71 – 7,49 7,50 – 9,99

> 10,00

5 5

7,5 7,75 10

Lapis pelindung: (Buras / Burtu / Burda) Lapen / Aspal mcacadam, HRA, Lasbutag. Laston. Lapen / Aspal Macadam, HRA, lasbutag. Laston. Lasbutag, laston. Laston.

Sumber : SNI 1732-1989-F

Tabel 2.10. Tebal Minimum Lapis Pondasi Berdasarkan ITP

ITP Tabel minimum

(cm)

Bahan

< 3,00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur.

3,00-7,49 20 *) Batu pecah, stabilisasi tanah dengan kapur laston atas.

7,50-9,99 10 20

Laston atas Batu pecah,stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam.

10-12,14 15 20

Laston atas Batu pecah,stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, lapen, laston atas.

≥ 12,25 25 Batu Pecah, Stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston atas

*) batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan material berbutir kasar.

Sumber : SNI 1732-1989-F

Tabel 2.11. Tebal Minimum Lapisan Pondasi Bawah Berdasarkan ITP Untuk setiap ITP bila digunakan pondasi bawah,

tebal minimum adalah 10 cm. Sumber : SNI 1732-1989-F

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

32

2.3 PERKERASAN LENTUR UNTUK LAPIS TAMBAHAN

Konstruksi jalan memiliki masa pelayanan hingga umur rencana yang

ditentukan, sehingga perlu dilakukan penggantian jalan baru atau dengan

perbaikan. Jalan yang telah mencapai umur yang telah direncanakan maka jalan

tersebut sudah mencapai indeks permukaan akhir yang diharapkan pada awal

perencanaan. Pada kondisi ini maka jalan tersebut perlu diberikan lapis

tambahan untuk dapat kembali melayani dengan tingkat kenyamanan, keamanan,

tingkat kekedapan air dan kecepatannya dalam mengalirkan air seperti pada jalan

baru tanpa harus membongkar dan mengganti jalan yang lama dengan jalan baru.

Sebelum dilakukan perencanaan tebal lapisan tambahan, perlu dilakukan

survei kondisi permukaan jalan dengan menggunakan alat roughmeter maupun

secara visual dan survei kelayakan structural konstruksi jalan dengan alat

benkelman beam.

Menurut SNI 1732 – 1989 – F kerusakan pada jalan lama dibagi oleh

beberapa definisi berdasarkan pengamatan visual dan bantuan survei - survei

yang dilakukan. Sehingga didapatkan persentase kondisi perkerasan jalan yang

lama.

Untuk perhitungan pelapisan tambahan (overlay), kondisi perkerasan

jalan lama (existing pavement) dinilai sesuai daftar dibawah ini:

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

33

Tabel 2.12. Nilai Kondisi Perkerasan Jalan 1. Lapis Permukaan :

Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda

Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda namun

masih tetap stabil

Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada

dasarnya Masih menunjukkan kestabilan

Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda,

menunjukkan gejala ketidak stabilan

90-100 %

70-90 %

50-70 %

30-50 %

2. Lapis Pondasi :

Pondasi aspal beton atau penetrasi macadam.

Umumnya tidak retak

Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil

Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan

Retak banyak, menunjukkan gejala ketidak stabilan

Stabilisasi tanah dengan semen atau kapur

Indek plastisitas (Plasticity Index=PI) < 10

Pondasi macadam atau batu pecah

Indek plastisitas (Plasticity Index=PI) < 6

90-100%

70-90 %

50-70 %

30-50 %

70-100 %

80-100 %

3. Lapis Pondasi bawah

Indek plastisitas (Plasticity Index=PI) < 6

Indek Plastisitas (Plasticity Index=PI) > 6

90-100 %

70-90 % Sumber : SNI 1732-1989-F

Dari nilai-nilai tersebut maka indeks tebal perkerasan (ITP) pada

perkerasan existing (yang sudah ada) dinilai dengan mengalikan persentase

perkerasan yang ada dengan bahan dan koefisien bahan tersebut.

Dengan perhitungan sama dengan perencanaan jalan baru, data-data lalu

lintas saat dilakukan overlay (perkerasan tambahan) dihitung hingga didapatkan

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

34

nilai ITP (Indeks Tebal Perkerasan). Nilai ITP yang didapatkan kemudian

dikurangi dengan nilai ITP hasil perhitungan jalan yang sudah ada. Hasil

pengurangan tersebut adalah nilai ITP yang dibutuhkan untuk perkerasan

tambahan.

2.4 PERKERASAN LENTUR UNTUK KONSTRUKSI BERTAHAP

Konstruksi bertahap digunakan pada keadaan tertentu, antara lain :

a. Keterbatasan biaya untuk pembuatan tebal perkerasan sesuai rencana

(misalnya: 20 tahun). Perkerasan dapat direncanakan dalam dua tahap,

misalnya tahap pertama untuk 5 tahun, dan tahap berikutnya untuk 15 tahun.

b. Kesulitan dalam memperkirakan perkembangan lalu lintas untuk jangka

panjang (misalnya: 20 sampai 25 tahun) dengan adanya pentahapan,

perkiraan lalu lintas diharapkan tidak jauh meleset.

c. Kerusakan setempat (weak spots) selama tahap pertama dapat diperbaiki dan

direncanakan kembali sesuai data lalu lintas yang ada.

Pada perhitungan kontruksi bertahap, pada prinsipnya sama dengan

perhitungan pada perkerasan tambahan, hanya dalam perhitungan perkerasan

bertahap perkerasan yang sudah ada tidak dikalikan dengan nilai kondisi

perkerasan.

Metode perencanaan konstruksi bertahap didasarkan atas konsep “sisa

umur” perkerasan berikutnya direncanakan sebelum perkerasan pertama

mencapai keseluruhan “masa fatique” untuk itu tahap kedua diterapkan bila

jumlah kerusakan (culmulative damage) pada tahap pertama sudah mencapai,

K.1. 60 %.

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

35

Dengan demikian “sisa umur” tahap pertama tinggal K.1. 40%

Untuk menetapkan ketentuan di atas maka perlu dipilih waktu tahap pertama

antara 25%-50 % Dari waktu keseluruhan. Misalnya: UR = 20 tahun, maka tahap

I antara 5- 10 tahun dan tahap II antara 10-15 tahun.

Perumusan konsep “sisa umur” ini dapat diuraikan sebagai berikut:

a. jika pada akhir tahap I tidak ada sisa umur (sudah mencapai fatique,

misalnya timbul retak), maka tebal perkerasan tahap I di dapat dengan

memasukkan lalu lintas sebesar LER.

b. Jika pada akhir tahap II diinginkan adanya sisa umur K.1 40 % maka

perkerasan tahap 1 perlu ditebalkan dengan memasukkan lalu lintas sebesar

X LER,

c. Dengan anggapan sisa umur linear dengan sisa lalu lintas, maka:

x LER = 1 + LER1 + LER 1 (tahap I plus) (tahap I) (sisa tahap I)

diperoleh x = 1,67

d. Jika pada akhir tahap I tidak ada sisa umur maka tebal perkerasan tahap II di

dapat dengan memasukkan lalu lintas sebesar LER2

e. Tebal perkerasan tahap I + II di dapat denganmemasukkan lalu lintas sebesar

y LER2, karena 60% y LER2 sudah dipakai tahap I maka:

y LER2 = 60% y LER2 + LER2 (tahap I + II) (tahap I) (sisa tahap II)

diperoleh y = 2,5

f. Tebal perkerasan tahap II diperoleh dengan mengurangkan tebal perkerasan

tahap I + II (lalu lintas y LER2) terhadap tebal perkerasan I (lalu lintas x

LER1).

Artha Wirya Bakti (0600673002)

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-1-00355-SP-Bab 2.pdf(mengikuti tanah dasar) 6 Akibat Perubahan temperatur Modulus

Universitas Bina Nusantara Fakultas Teknik - Jurusan Teknik Sipil

36

g. Dengan demikian pada tahap II diperkirakan ITP 2 dengan rumus:

ITP2 = ITP - ITP1

ITP dapat dari nomorgram dengan LER = 2,5 LER2

ITP1 didapat dari nomorgram dengan LER = 1,67 LER1

Artha Wirya Bakti (0600673002)