Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Histologi Paru Manusia
2.1.1. Struktur histologi paru
Paru merupakan suatu organ yang menyerupai piramid berbentuk spons
yang berisi udara dan terletak pada rongga toraks. Terdapat bronkus,
bronkiolus, bronkiolus respiratori, alveoli, sirkulasi paru, saraf dan sistem
limfatik (Eroschenko, 2015).
(Eroschenko, 2015).
Gambar 2.1
Struktur histologi paru
Komponen pernafasan terdiri dari paru dan saluran yang
menyambungkan tempat untuk terjadinya pertukaran gas dengan udara luar.
Selain itu terdapat pula proses ventilasi, yaitu toraks, otot interkostal,
6
diafragma, dan unsur elastis serta kolagen paru, bagian-bagian ini
berfungsi untuk pemindahan udara melewati bagian konduksi dan respirasi
paru. Terdapat dua bagian besar dalam komponen pernafasan yaitu bagian
konduksi dan bagian respirasi.
Pada bagian konduksi terdapat rongga hidung, faring laring,
trakea, bronki extrapulmonal, dan semua bronki dan bronkiolous
intrapulmonal yang memiliki diameter semakin sempit dan berakhir pada
bronkioli terminalis. Terdapat pula tulang rawan hialin yang membuat
jalan napas mendapatkan udara yang banyak. Bagian trakea dikelilingi
oleh tulang rawan yang mirip seperti huruf C, jika bercabang akan menjadi
bronki lalu menuju paru, kemudian cincin hialin akan digantikan oleh
lempengan tulang hialin. Jika ukuran bronkus sempit maka sempit pula
lempengan tulang rawan hialin tersebut, ketika diameter dari bronkiolus
menyempit sampai lebih dari 1mm, maka semua lempengan hialin akan
hilang pada jalur udara bagian konduksi. Sehingga bronkiolus terminalis
merupakan bagian terkecil dari saluran konduksi (Eroschenko, 2015).
2.1.1. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan segmen saluran konduksi yang terdapat di
dalalobulus paru. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan maupun
kelenjar dalam mukosanya tetapi rongganya masih mempunyai silia dan di
bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Selain silia,
bronkiolus juga menghasilkan mukus yang berfungsi sebagai pembersih
udara. Epitelnya adalah epitel bertingkat semu silindris bersilia dengan sel
7
goblet (kadang-kadang). Mukosanya berlipat dan otot polos yang
mengelilingi lumennya relatif banyak (Eroschenko, 2015).
2.1.2. Bronkiolus Intrapulmonal
Bronkus intrapulmonal terdiri dari beberapa lempeng tulang rawan
yang sangat berdekatan, disusun oleh epitel bertingkat semu silindris dengan
silia dan sel goblet. sel goblet merupakan suatu sel yang dapat memproduksi
lendir, strukturnya mirip seperti bentukan piala pada umumnya. Dinding
dari bronkus intrapulmonal dilapisi oleh lamina propria yang tipis, selapis
otot polos, submukosa dengan kelenjar bronkial, lempeng tulang rawan
hialin, dan adventisia (Eroschenko, 2015).
(Eroschenko, 2015)
Gambar 2.2
Bronkiolus Intrapulmonal
2.1.1. Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus terminalis adalah bagian terkecil dari konduksi saluran
pernapasa, terdiri dari gambaran mukosa yang bergerombol dengan epitel
8
silindiris bersilia tanpa sel goblet. sedangkan lamina proprianya tipis, masih
memiliki adventisia, dan selapis otot polos yang tumbuh dengan baik. Selain
itu bronkiolus terminalis terdiri dari sel kuboid tanpa silia atau di sebut
dengan sel clara yang memroduksi surfaktan (Eroschenko, 2015).
(Eroschenko, 2015)
Gambar 2.3
Bronkiolus Terminalis
2.1.2. Bronkiolus respiratorius
Bronkiolus respiratorius berasal dari percabangan bronkiolus
terminalis yang memiliki fungsi untuk peralihan antara bagian konduksi
dengan bagian respirasi sistem pernafasan. Bronkiolus respiratorius
berhubungan langsung pada duktus alveolaris dan alveoli. Pada bagian ini
dilapisi oleh ephitel selapis silindris pendek atau kuboid dan ada yang
bersilian pada bagian proksimal. Terdapat bagian kecil jaringan ikat yang
akan menunjang lapisan otot polos, dan elastin lamina propria, serta
pembuluh darah (Eroschenko, 2015).
9
(Eroschenko, 2015).
Gambar 2. 4
Bronkiolus respiratorius
2.1.3. Duktus Alveolaris
Ducktus alveolaris berasal dari percabangan terminal bronkiolus
respiratorius, dinding dari duktus alveolaris dibentuk dari sederetan alveoli
yang saling berdekatan. Duktus alveolaris dan alveolus dibungkus oleh sel
alveolus yang berbentuk gepeng halus, pada lamina propria yang melingkari
dari bagian tepi alveolus terdapat anyaman dari sel otot polos (Eroschenko,
2015).
(Eroschenko, 2015).
Gambar 2.5
Duktus Alveolaris
10
2.1.1. Alveolus
Alveolus adalah bagian yang menonjol (evaginasi) mirip seperti
kantung yang berdiameter 200 µm pada bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris, dan sakus alveolaris. Alveolus satu dengan alveolus yang lain
di pisahkan dengan septum yang memiliki pori. Daerah di sekliling
alveolus diisi oleh banyak pembuluh kapiler yang membentuk pleksus.
Pleksus ini yang akan menjadi lokasi saluran respirasi melakukan fungsi
utamanya (Utama, 2018).
2.2. Fisiologi Paru
Terdapat dua bagian yang dapat membantu untuk mengembang
kempiskan paru yaitu : 1. Dengan cara pergerakan naik turun dari
diafragma agar memperluas atau mempersempit rongga dada, 2. Dengan
cara depresi dan elevasi pada tulang costae agar memperluas ataupun
mempersempit diameter dari bagian depan belakang rongga dada (Guyton,
2014).
Pernafasan yang normal bisa didapatkan melalui metode yang paling
awal yaitu pergerakan diafragma. Pada saat inspirasi, ketika diafragma
berkontraksi maka akan menarik bagian permukaan bawah menuju ke
bagian bawah, lalu pada saat ekspirasi maka diafragma akan melakukan
relaksasi, dan sifat elastis daya lenting paru (elastic recoil). sedangkan
bagian dinding dada serta abdomen akan menahan paru-paru dan
menyebabkan udara keluar. ketika bernapas kuat, daya elastik tidak begitu
kuat melakukan ekspirasi cepat yang diinginkan, Akibatnya perlu kekuatan
11
besar yang didapatkan dari kontraksi muskulus-muskulus abdomen, agar
mengangkat isi abdomen ke bagian atas untuk mengatasi dasar diafragma
sehingga paru mengalami kompresi (Guyton, 2014).
Cara kedua agar mengembangkan paru yaitu dengan cara
mengangkat rangka iga. Kejadian ini bisa terjadi karena ketika waktu
istrahat posisi iga akan miring ke bawah, sehingga sternum akan turun ke
bagian belakang menuju kolumna vertebralis. Namun, jika tulang iga
dilakukan elevasi maka akan maju akibatnya sternum akan bergerak ke arah
depan meninggalkan spinal, lalu membuat jarak depanbelakang dada
sekitar 20% lebih banyak pada waktu inspirasi maksimum dari pada waktu
ekspirasi. Sehingga musculus-musculu yang melakukan elevasi dada dapat
digolongkan sebagai musculus-musculus inspirasi, dan muskulus-
muskulus yang melakukan elevasi tulang dada bisa digolongkan sebagi
muskulus-muskulus ekspirasi (Guyton, 2014).
2.3. Eosinofil
Eosinofil.merupakan.leukosit.bergranula.yang.berasal.dari.sumsum
tulang.nSel..tersebut..dinamakan..eosinofil..karena..granulanya..berisi.basa
.protein.argininndalam.jumlah.besar.nHanya.sedikit.eosinofil.yangnditemu
kan dalam sirkulasi darah Sebagian besar eosinofil ditemukan pada jaringan
terutama pada jaringan ikat saluran pernafasan, usus, dan epitelium
urogenital, menunjukkan bahwa sel ini berkaitan dengan fungsinya untuk
melawan organisme invader (Ala, 2013).
12
Eosinofil..memiliki..dua..macam..fungsi..efektor.nPertama,.pada..
keadaannteraktivasi..eosinofil.melepaskan.radikal..bebas..dan.protein.gran
ula..yang..sangatntoksik..yang..dapat..membunuh..mikroorganisme.dan.par
asit.nNamun,.pada..reaksinalergi...substansi…tersebut…juga..dapat..meni
mbulkan..kerusakan..jaringan..yangnsignifikan..Kedua,..aktivasi..eosinofil.
.juga..menginduksi..sintesis..mediator.kimianseperti..prostaglandin,nleukot
rin,..dannsitokin..nMediator...kimianini..dapatnmeningkatkannrespon.infla
masindengan.caranmengaktifkan.selnepitelnserta.merekrutndannmengaktif
kan.leukosit dan eosinofil.dalam jumlah.yang besar (Rifai, 2011).
Eosinofilnjuga.mensekresinberbagai.macamnprotein.yangnberkon
tribusinpadanling.jaringannpernafasan..Aktivasindan.degranulasineosinofil
..diaturndengannsangatnketat,.karenankesalahan.aktivasindapatnmembaha
yakan.host. Control pertama yang.dilakukan pada.eosinofil ini.adalah
produksinya.dari sumsum tulang. Jika individu..tidak mengalami..infeksi
maupun..stimulasinsistem..imun,nmakannormalnya..tubuhnmemproduksi..
eosinofilndalam..jumlahnyang..sedikit.nNamun,napabila..terjadiaktivasi..T
H2, sitokin..IL-5 akan..dilepas sehingga..meningkatkan produksi..eosinofil
pada sumsum..tulang dan..eosinofil segera..masuk..pada sirkulasi darah.
Pada..mencit transgenik..yang mengekspresikan..IL-5 berlebihan
terjadi.peningkatan jumlah.eosinofil pada.sirkulasi darah.tapi tidak.masuk
ke dalam..jaringan. Hal ini menjadi.indikasi bahwa..migrasi eosinofil..dari
sirkulasi menuju..jaringan dikontrol..oleh sistem..yang berbeda..yang tidak
melibatkan IL-5 (Rahmad, 2014).
13
Molekul penting.yang diketahui berperan sebagai.faktor
migrasi.eosinofil dari sirkulasi..ke jaringan..adalah kemokin..CC. Kemokin
CC..pada umumnya menyebabkan..terjadinya kemotaksis.pada leukosit.
Ada tiga.macam kemokin.yang sangat penting..sebagai pemacu..migrasi
dan..aktivasi eosinofil yakni: CCL11 (eotaksin 1), CCL24 (eotaksin 2),.dan
CCL26 (eotaksin 3). Ketiga.macam kemokin ini..secara umum..disebut
eotaksin..Basofil dan..sel mast dapat..distimuli oleh kemokin..yang
identik..maupun sama. Sebagai contoh,.eotaksin memacu..migrasi basofil
dan.menyebabkan sel..itu melakukan.degranulasi, dan.CCL2 yang mengikat
CCR2,.dengan cara.yang sama.mengaktifkan sel.mast baik.ada
antigen.maupun tidak. CCL2.dapat juga.mendorong.diferensiasi sel
T.menjadi sel.TH2. Dalam keadaan.tidak teraktivasi.eosinofil
tidak.mengekspresikan reseptor..IgE dengan afinitas tinggi dan
juga..mempunyai mekanisme..membatasi degranulasi. Setelah teraktivasi
oleh..kemokin dan sitokin..fisiologi sel mast..berubah yaitu, FcεRI
terekspresi,..mudah terjadi degranulasi,..jumlah reseptor Fcγ..dan reseptor
komplemen pada.pemukaan sel juga meningkat..Pada tahap ini
eosinofil.telah siap melaksanakan fungsi.sebagai sel efektor dan.mampu
melakukan.degranulasi ketika merespon antigen.yang melakukan.ikatan
silang pada.IgE yang ada.pada membran eosinofil. Eosinofil.mengikat IgE
dengan.menggunakan FcεRI (Rifai, 2011)
14
(Puji, 2014)
Gambar 2.6
Histologi eosinofil (granula sitoplasma berwarna merah, memiliki 2 lobus)
2.4. Buah Naga (Hylocereus polyrhizus)
2.4.1. Epidemologi
Buah Naga (Hylocereus polyrhizus), Sinonim : Pitahaya, Dragon
fruit, Geow Mangon, Thanh Long dan lain sebagainya. Buah naga yang
biasa kita kenal ini tidak berasal dari china tetapi melainkan tanaman asli
dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan, namun saat ini buah
naga sudah ditanam secara komersial di Vietnam, Taiwan, Malaysia,
Australia dan Indonesia. Di daerah asalnya tersebut buah naga ini dinamai
pitahaya atau piataya roja. Buah Naga di indonesia terdapat 3 jenis buah
naga yang cukup banyak di kenal masyarakat indonesia yaitu Hylocereus
undatus, Hylocereus costaricensis, dan Hylocereus polyrhizus, dan terdapat
1 lagi yang merupakan jenis buah naga yaitu Hylocereus megalanthus atau
Selenicereus megalanthus tetapi jenis ini terbilang langka di indonesia jadi
tidak banyak orang mengetahui jenis buah naga yang satu ini dan
mempunyai biji-biji berwarna hitam yang dapat dimakan. Buah naga banyak
ditemukan di benua afrika dan tanaman ini sudah banyak tersebar di Asia
15
bagian tropis, Amerika utara dan selatan (Idawati, 2012) (Lim, 2012)
(Winarta, 2017).
(Lim, 2012). (Lim, 2012).
Gambar 2.7 Gambar 2. 8
Hylocereus undatus Hylocereus polyrhizus
(Zur, 2010). (Farming Guide, 2015).
Gambar 2. 9 Gambar 2. 10
Hylocereus megalanthus Hylocereus costaricensis
2.4.2. Taksonomi
Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan tanaman yang
sejenis dengan kaktus dan Buah naga ini masuk dalam family Cactaceae.
Bagian yang sering digunakan atau dimanfaatkan dari tanaman ini adalah
bagian buahnya. buah naga merupakan termasuk dalam genus Hylocereus
(Idawati, 2012).
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
16
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Order : Cactales
Family : Cactaceae
Subfamily : Hylocereanea
Genus : Hylocereus
Spesies : -Hylocereus costaricensis
- Hylocereus polyrhizus
- Hylocereus undatus
- Selenicereus megalanthus
2.4.3. Kulit Buah Naga
Buah naga merah terdapat berat kulit sebesar 30-35% dari berat
buah, belum dimanfaatkan dan hanya dibuang sebagai sampah sehingga
dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, sebagian besar masyarakatnya
hanya menggunakan dari buahnya untuk dijadikan jus atau di makan secara
langsung dan sangat jarang mengelolah hasil dari kulitnya (Wahyuni R. ,
2012).
Buah naga pada bagian kulitnya akan kaya polyphenol dan
sumber antioksidan yang baik. Menurut penelitian yang dilakukannya
memaparkan terhadap kandungan total pholiphenolic, aktivitas antioksidan
dan kegiatan antiproliferative, pada bagian kulit buah naga terdapat
inhibitor pertumbuhan sel-sel kanker lebih kuat efeknya dari pada bagian
dagingnya buah naga dan tidak terdapat mengandung toksik (Wahyuni R. ,
17
2012). Penelitian lainnya juga mengungkapkan kandungan kulit buah naga
ternyata mengandung Antosianin, Antosianin adalah senyawa fenolik yang
termasuk flavanoid, bersifat larut dalam air dan ditemukan di berbagai jenis
tanaman. Antosianin ini mengakibatkan warna merah-ungu pada bunga dan
buah-buahan (Ermadayanti, 2018).
2.4.4. Kandungan
Buah naga (Hylocereus polyrhizus) memiliki nilai - nilai kandungan
gizi yang cukup tinggi, dan buah naga merupakan salah satu buah yang
mengandung antioksidan tinggi yang berfungsi sebagai penangkal radikal
bebas, diantaranya adalah vitamin C, vitamin E, karoten, asam phenolic,
phytate, phytoesterogen, dan phytoalbumin (Farikha et al. 2013).
Tabel 2. 1 Kandungan gizi buah
naga per 100 gram daging buah
Komponen Satuan Jumlah
Air G 82,5-83,0
Protein G 0,16-0,23
Lemak G 0,21-0,61
Serat Kasar G 0,70-0,90
Abu G 0,28
Kalsium Mg 6,30-8,80
Fosfor Mg 30,2-36,1
Besi Mg 0,55-0,65
Karoten Mg Sangat sedikit
Thiamin Mg Sangat sedikit
Niasin Mg 1,29-1,30
Vitamin C Mg 8,0-9,0
(Muaris, 2012)
Menurut Wahyuni R. (2011), bagian Kulit Buah Naga (Hylocereus
polyrhizus) kaya akan kandungan polifenol dan sumber antioksidan yang
baik. Bahkan menurut studi yang sudah dilakukan tercatat terhadap
18
kandungan total fenolik, aktivitas antioksidan dan kegiatan antiproliferative,
kulit buah naga merah memiliki inhibitor untuk pertumbuhan sel-sel kanker
yang efeknya lebih kuat dari pada bagian dagingnya dan tidak terdapat
toksik. Hal ini sesuai dan sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
(Nurliyana, et al.2010), yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa
ekstrak kulit buah naga merah mampu menghambat 83,48% ± 1,02% radikal
bebas, sedangkan untuk bagian daging buah naga hanya dapat menghambat
radikal bebas sebesar 27,45% ± 5,03%.
Tabel 2. 2 Kandungan Gizi Kulit Buah Naga
(Hylocereus polyrhizus)Per 100 gram
Komponen Satuan Jumlah
Betasianin Mg 6,8 ± 0,3
Antioksidan % inhibisi 10,2 ± 0,2
Fenol GAE 19,8 ± 1,2
Flavonoid Katechin 9,0 ± 1,4
Kadar air
% 4,9
Abu % 19,3
Protein % 3,2
Lemak % 0,7
Karbohidrat % 72,1
(Manihuruka, et al., 2017)
Tabel 2.3 Kandungan fitokimia
Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus)
Senyawa Fitokimia Hasil Senyawa Fitokimia
Saponin ++ Saponin
19
Flavonoid ++ Flavonoid
Fenol hidrokuinon ++ Fenol hidrokuinon
Steroid ++ Steroid
Triterpenoid ++ Triterpenoid
Tannin + Tannin
Alkaloid - Alkaloid
(Manihuruka et al. 2017)
2.5. Tikus Putih
Hewan coba adalah hewan yang dikembangbiakan untuk digunakan
sebagai hewan uji coba. Hewan pengerat (Rodentia), terutama mencit (Mus
musculus L.) dan tikus (Rattus norvegicus L.) sering digunakan pada
berbagai macam penelitian medis, antara lain penelitian untuk mempelajari
pengaruh obat-obatan, toksisitas, embriologi maupun mempelajari tingkah
laku. Tikus memiliki banyak keunggulan sebagai hewan uji coba yaitu
memiliki kesamaan fisiologis dan genetik dengan manusia, siklus hidup
yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya
tinggi, mudah dalam penanganan dan pemberian perlakuan. Terdapat
beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian, antara lain:
Wistar, Sprague-Dawley, dan Long Evans. (Adiyati, 2011).
Berikut ini merupakan klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus):
Kingdom : Animalia
Division : Chordata
Class : Mammalia
Ordo : Rodentia
20
Family : Muridae
Subfamily : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus L.
(Krinke, 2006)
Gambar 2. 11 Tikus Putih (Rattus norvegicus strain Wistar)
2.6. Radikal Bebas
Secara biokimia oksidasi adalah proses pelepasan elektron dari suatu
senyawa. Sedangkan reduksi adalah proses penangkapan elektron. Senyawa
yang dapat menarik atau menerima elektron disebut oksidan atau oksidator,
sedangkan senyawa yang dapat melepaskan atau memberikan elektron
disebut reduktan atau reduktor (Kusuma, 2015).
Radikal bebas merupakan bagian dari atom yang bergugus dan
mengandung 1 atau lebih elektron yang tak berpasang dan bisa menjadi
akseptor elektron disebabkan jenis elektronnya yang tidak genap, hal ini
menyebabkan radikal bebas tanggap dikarenakan terdapat suatu elekton
yang tak berpasang (Yuslianti,2018).
2.6.1. Mekanisme Pembentukan
Reaksi terbentuknya suatu radikal bebas berasal dari proses biokimia
normal dengan cara menghilangkan ikatan atau dengan transfer elektron.
21
Pada dasarnya radikal bebas memiliki sifat perantara yang dapat dirubah
dengan cepat sehingga menjadi sesuatu yang tak membahayakan untuk tubu.
Tapi bila suatu radikal bebas berjumpa dengan lazim atau asam lemak yang
tidak jenuh ganda, akan mengakibatkan kerusakan awal pada sel. Radikal
bebas dapat menangkap atom yang memiliki sifat hydrogen pada suatu
senyawa yang ada didekatnya. Akibat dari pengaruh radiasi ionisasi akan
terjadi penghasilan radikal bebas hidroksil dan lainnya yang dikeluarkan
oleh materi biologi (Umah, 2016).
2.6.2. Pertahanan Saluran Pernapasan
Pada bagian paru terdapat suatu bagian yang dinamakan keadaan
istimewa dengan jumlah 200m², bagian ini berfungsi untuk
mempertahankan paru dari paparan lingkungan berupa benda asing yang
berusaha masuk seperti mikroorganisme patogen. Udara pada alam bebas
tidak sehat dan banyak mengandung suatu partikel-partikel debu, gas
beracun, toksin, Fe berat, dan lainnya. Sehingga dibutuhkan suatu alat
pertahanan pada sistem pernapasan agar udara yang masuk ke dalam paru-
paru adalah udara yang bersih. Pada sistem respirasi dibagian permukaan
terdapat sel goblet yang menghasilkan mukus. Selain di hasilkan oleh sel
goblet, sel mukus pula di hasilkan oleh kelenjar submukosa yang ukurannya
kecil. sel mukus berfungsi untuk menjaga agar saluran pernapasan tetap
dalam keadaan lembab dan menghalangi partikel-partikel asing dari luar
agar tidak masuk kedalam alveolus dengan cara mengelabuinya. Sifat
22
mukus yang antiseptik di dapatkan dari lisozim dan IgA. Pada saluran napas
terdapat ephitel bersilia sehingga mengakibatkan aliran mukus terhambat,
sehingga mempermudah sel mukus untuk mengelabui partikel asing untuk
di keluarkan dari tubuh (Larasati, 2010).
Terkadang partikel kecil masih bisa lolos dari sel mukus dan dapat
masuk ke alveolar, sehingga secara cepat sel makrofag yang ada di dalam
alveolar akan memakan partikel asing. Sel makrofag adalah suatu benteng
perlindungan terakhir dari sistem pernapasan. Pada saat menjalankan tugas
sel makrofag akan berpindah ke BALT (Bronchus Associated Lymphatic
Tissue) untuk mengeluarkan sekretori IgA. IgA dan IgE serta IgG
secarabersamaan di lepaskan pada bagian permukaan mukosa sehingga
dapat mempertahankan humoral. Secara tidak sadar, paru-paru dan otot-otot
diafragma dan intercoste akan berkontraksi sehingga menghasilkan batuk
yang berfungsi untuk mengecilkan paru-paru dari masalah peradangan dan
mencegah masuknya dari agen noksius. Selain reflek batuk, ada pula reflek
bersin yang hampir sama dengan reflek batuk. Perbedaanya pada reflek
batuk berlangsung di jalur respirasi bawah sedangkan pada reflek bersin
terjadi pada jalur hidung (Larasati, 2010).
2.6.3. Radikal bebas menyebabkan infiltrasi sel radang
Radikal bebas yang terdapat di dalam asap rokok dalam jumlah yang
sangat tinggi yang memiliki sifat tidak stabil sehingga dapat merusak
jaringan. Kelainan paru yang diakibat radikal bebas yang ada di dalam rokok
akan menyebabkan gangguan atau kelainan pada saluran pernafasan, mulai
23
dari trakea, bronkus, dan bronkiolus sampai pada alveoli paru. Kelainan
yang diakibatkan oleh radikal bebas pada tikus yang dipapar asap rokok
berupa peningkatan sel-sel radang. Pada jaringan alveolus paru, terdapat sel
makrofag alveolar. Sel ini merupakan perkembangan dari sel monosit yang
terdapatnpada leukosit, bertugas memfagosit benda asing didalam alveolus
paru (Setiawati, 2013)
Timbunan partikel asap pada bagian percabangan bronkiolus
respiratorik, kemungkinan dapat mengakibatkan neutrofil dan makrofag
mengaktifkan protease. Seperti yang diketahui bahwa netrofil adalah pusat
utama dari protase sel yang mengalami sekuestrasi pada kapiler perife
secara normal, hal ini termasuk pada paru. Semua rangsangan yang dapat
mengakibatkan tingginya kadar leukosit (neutrophil beserta makrofag)
dalam paru ataupun terlepasnya granula yang memiliki kandungan protease,
dapat meninggikan kerja proteolitik. Kerusakan jaringan diperparah karena
adanya penghambatan dari aktivitas antiprotease yang memiliki sifat
protektif, hal ini dilakukan oleh jenis oksigen reaktif yang ada pada
kandungan asap rokok (Herdiani & Putri, 2018).
2.7. Rokok
Merupakan hasil dari olahan tembakau yang berasal dari tanaman
Nicotiana rustica, Nicotiana tabacum, dan spesies lainnya atau sintesisnya yang
mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa tambahan lainnya. Selain
mengandung nikotin, asap rokok dapat memicu aktivitas dari sel antiinflamasi
sehingga secara tidak langsung dapat membentuk suatu radikal bebas dalam
24
tubuh yang mengakibatkan jumlah oksidan yang ada dalam tubuh dapat
melebihi dari jumlah antioksidan yang tersedia (Afwan, 2018).
Kandungan oksidan yang ada pada rokok memiliki kadar yang dapat
menyebabkan peranan besar untuk merusak sistem pernafasan. Oksidan pada
asap tembakau dapat menghancurkan antioksidan yang ada di intraseluler sel
paru. Pada tiap hisapan rokok memiliki kandungan oksidan dengan jumlah yang
cukup besar yang tediri dari aldehida, epoxida, peroxida, dan radikal bebas lain
yang dapat memperpanjang prosesnya dan tinggal di sel paru sehingga
mengakibatkan kerusakan alveoli.
Selain dari bahan yang sudah disebutkan diatas, terdapat pula bahan lain
yaitu nitrit oksida, radikal peroksil, dan radikal yang mengandung karbon pada
fase gas. Selain itu juga terdapat radikal bebas lain yang lebih stabil pada fase
tar, pada fase tar terdiri dari semiquinone moieties yang didapatkan dari jenis
quinone dan hydroquinone. Apabila terjadi perdarahan kecil yang berulang hal
ini diakibatkan oleh desposisi besi pada jaringan paru perokok. Bentukan besi
ini akan mengakibatkan terbentuknya radikal hidroksil yang berbahaya dari
hidrogen peroksida. Selain itu pula didapatkkan bahwa pada orang perokok
dapat menyebabkan tingginya netrofil pada sistem pernapasan bawah yang
memiliki kontribusi di peningkatan konsentrasi radikal bebas yang lebih lanjut
(Adyttia, Untari, & Wahdaningsih, 2014).
2.8. Hubungan Asap Rokok dengan Mekanisme Pertahanan Paru
Terjadinya stress oksidatif yang disebabkan oleh asap rokok dikarenakan
adany suatu peningkatan sekuatrasi neutrofil pada mikrovaskuler pulmonal dan
25
pengeluaran gen-gen proinflamasi. Stress oksidatif dapat pula menyebabkan
perubahan fungsi dari antielastase di jalur respirasi yang awalnya berkerja
untuk mencegah elastase neutrofil menjadi tidak bekerja, akibatnya
mengakibatkan intestitial alveolar rusak (Larasati, 2010). Kandungan oksidan
yang ada pada rokok memiliki kadar yang cukup berperan besar dalam
permasalahan sistem respirasi. Akibat dari stressoksidatif yang dihasilkan oleh
asap rokok akan menyebabkan kehabisan dari antioksidan intraseluler pada sel
paru. Selain itu stressoksidatif dapat mengakibatkan kerusakan lipid yang
menyebabkan kerusakan sel dan inflamasi. Pada saat terjadinya proses
inflamasi maka sel makrofag alveolar akan diaktifkan sehingga terlepasnya
faktor kemotif neutrofil, yaitu interleukin 8 dan leukotrien B4. Faktor-faktor
ini akan mengeluarkan suatu stimulus yang dapat merangsang neutrofil
sehingga mengeluarkan protease untuk merusak jaringan ikat parenkim paru
akibatnya dinding alveolar rusak dan terjadi produksi yang berlebihan pada
mukus. Selain itu ada pula sel T CD8+ yang ikut terlibat pada saat terjadinya
proses inflamasi (Sayuti dan Rina, 2015).
Asap rokok bisa menaikkan kadar sirkulasi fagosit dan merangsang
timbulnya Reactive Oxygen Species (ROS). Naiknya kadar fagosit
mengakibatkan penambahan stressoksidatif yang lebih tinggi dibandingkan
dengan stressokosidatif yang disebabkan oleh asap rokok. Terdapat peristiwa
penting yaitu penempelan fagosit di jaringan yang merupakan fokus dari proses
imun dan infamasi terutama yang berkaitan dengan luka ROS. Selain itu luka
pada jaringan menyebabkan jumlah fagosit yang menempel di dinding kapiler
26
meningkat. Merokok bisa mengakibatkan tingginya ROS dan RNS yang
memiliki komposisi kimia yang beracun, meningkatkan fagosit akan
menimbulkan berbagai macam penyakit (Parwati, 2018).
Beberapa penyakit yang di timbulkan akibat merokok antara lain adalah
Penyakit paru yang dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran
napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar
(hipertrofi) dan kelenjar mukus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran
napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel
dan penumpukan lendir. Pada jaringanparu, terjadi peningkatan jumlah sel
radang dan kerusakan alveoli (Tristanti, 2016).
2.9. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang memiliki kandungan yang
dapat menetralisir radikal bebas yang bisa mencegah terjadinya kerusakan
paru. Antioksidan suatu senyawa atau komponen kimia yang dalam kadar
atau jumlah tertentu mampu menghambat atau memperlambat kerusakan
akibat proses oksidasi (Latifah,2015). Tubuh manusia tidak mempunyai
cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga apabila terbentuk
banyak radikal maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen.
Antioksidan mampu menghambat reaksi oksidasi dengan cara mengikat
radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif sehingga kerusakan sel dapat
dicegah. Reaksi oksidasi dengan radikal bebas sering terjadi pada molekul
protein, asam nukleat, lipid dan polisakarida (Kusuma, 2015).
27
2.10. Interaksi Antioksidan dalam kulit buah naga merah (Hylocereus
polyrhizus) dan Infiltrasi Sel Radang paru.
Kulit buah naga merah adalah salah satu tumbuhan yang terdapat
kandungan antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan buahnya yaitu dalam 1
mg/mL dapat menghambat sebesar 83,48 radikal bebas, sedangkan daging
buahnya untuk 1 mg/mL hanya dapat menghambat radikal bebas sebesar 27,45.
Kulit buah naga memiliki kandungan antioksidan berupa beta-karoten, yaitu
suatu antioksidan yang bisa mencegah tubuh dari serangan radikal bebas yang
merusak. Kandungan fenolik dan polifenol yang dapat menjadi antioksidan
alami, dan betalain yaitu suatu senyawa yang berpigmen nitrogen yang bisa
larut di air, selain memiliki kandungan antioksidan betalain juga memiliki
radical scavenging yang bisa melindungi tubuh dari gangguan yang di
akibatkan stres oksidatif tertentu.
Apabila antioksidan jumlahnya meningkat maka bisa menurunkan
jumlah radikal bebas yang dihasilkan dari paparan asap rokok sehingga tidak
terjadi stress oksidatif sel dan mencegah terjadinya kerusakan dari histologi
paru tikus putih jantan yaitu kerusakan dinding alveolus, hipersekresi mukus,
pelebaran lumen alveolus, penebalan dinding alveolus, peradangan alveolus.
28